LAPKAS CE II - Angeline Tancherla (Kel A) (OA)
LAPKAS CE II - Angeline Tancherla (Kel A) (OA)
Daftar Pustaka
BAB I
LAPORAN KASUS / CASE ILLUSTRATION
b) Hidung :
- Tidak ada deformitas
Toraks
- Inspeksi : Bentuk dada datar dan simetris, terdapat bercak keputihan
pada kulit
- Auskultasi : Suara jantung normal S1-S2, suara nafas vesicular
Abdomen
- Inspeksi : terdapat bercak keputihan pada kulit
- Palpasi : Tidak ada massa dan nyeri tekan pada seluruh region
abdomen
- Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas
- Ekstremitas atas
o Tidak ada atrofi otot pada thenar ataupun hypothenar,
o Terdapat bercak keputihan pada kulit
o Tidak terdapat deformitas
o Fungsi motorik baik
- Ekstremitas bawah
o Tidak ada atrofi otot pada thenar ataupun hypothenar
o Terdapat bercak keputihan pada kulit
o Tidak terdapat deformitas
o Fungsi motorik baik
Kulit
Status Dermatologis :
Lesi multipel generalisata pada ekstremitas atas, dada, punggung, abdomen, dan
ekstremitas bawah, berwarna keputihan, berbentuk numular, berbatas tegas, tidak
menimbul dari permukaan kulit. Pada perabaan terasa baal.
3. Special test :
Pemeriksaan Saraf : Terdapat pembesaran dan nyeri tekan pada nervus ulnaris dan
nervus peroneus communis kanan dan kiri
Pemeriksaan motorik : Kekuatan otot jari tangan, pergelangan tangan, dan kaki baik
Foto Klinis Pasien :
1.2.9. Diagnosis
Morbus Hansen Multi Basiler
Bakteri M. leprae akan masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan atau dari
kontak kulit. Kemudian bakteri tersebut akan menyebar ke tubuh melalui darah. Sebagai
intraselular obligat, M. leprae akan menetap di sel saraf perifer dan sel kulit, yang
mempunyai suhu yang lebih dingin, yaitu sekitar 32° C to 33° C.3 Di sistem saraf, sel
schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. Leprae. Sel schwann berfungsi untuk
demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan
imunitas tubuh dalam sel schwann, basil dapat bermigrasi dan beraktifasi. Akibatnya, aktifasi
regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif. Bakteri yang
bermigrasi akan mengaktifkan sistem imun, dimana makrofag akan teraktivasi untuk
memfagositosis bakteri tersebut. Perkembangan penyakit kusta bergantung pada derajat
sistem imunitas selular seseorang. Apabila fungsi sistem imunitas selular tinggi, makrofag
dapat memfagositosis bakteri tersebut. Namun, setelah semua bakteri M. leprae difagositosis,
makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan bersatu
membentuk sel Datia Langhans atau granuloma. Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan
terjadi reaksi berlebihan dan massa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan
di sekitarnya. Saraf yang mengalami kerusakan akan diganti dengan jaringan fibrous
sehingga menyebabkan penebalan saraf tepi. Apabila fungsi sistem imunitas selular
rendah, makrofag tidak mampu menghancurkan bakteri M. leprae, sehingga bakteri dapat
bermultiplikasi dengan bebas dan dapat merusak jaringan.4 Pada sel kulit, M. leprae dapat
mengakibatkan inflamasi dan destruksi dari adneksa kulit, yaitu kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea. Hal tersebut akan menyebabkan bagian kulit yang terinfeksi menjadi kering.
Selain itu, M. leprae juga akan menghancurkan folikel rambut, sehingga mengakibatkan
kerontokan.3
Dapsone Rifampicin
Dewasa 100 mg 600 mg
50-70 kg 1x sehari 1x sebulan
Anak-anak 50 mg 450 mg
10-14 tahun 1x sehari 1x sebulan
Pasien datang dengan keluhan merasa baal dan susah untuk menggerakkan kedua
kakinya sejak 1 bulan yang lalu. Selain itu, pasien juga mengeluh adanya bercak keputihan
pada kulit tangan, kaki dan badannya. Lesi tersebut tidak menyebabkan rasa nyeri ataupun
rasa gatal, tetapi pasien merasa adanya penebalan pada bagian lesi tersebut. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan adanya penebalan saraf pada nervus ulnaris dan peroneus
komunis. Pada saat saraf-saraf tersebut ditekan, pasien mengeluh ada rasa nyeri. Selain itu,
ditemukan bahwa alis dan bulu mata pasien mengalami kerontokan. Dari keluhan dan
pemeriksaan diatas, kita sudah bisa mensuspek pasien sebagai penderita MH. Karena sesuai
teori, penyakit MH mempunyai gejala adanya lesi pucat pada kulit dan disertai dengan
anestesi, dan adanya penebalan saraf perifer serta kelemahan otot yang diinervasi. Untuk
mendiagnosis secara pasti, kita harus melakukan skin smear terhadap bakteri batang tahan
asam. Tetapi menurut WHO, untuk pasien yang tinggal di daerah endemik, kita bisa
mendiagnosis pasien sebagai penderita MH apabila dia memenuhi salah satu tanda kardinal
tersebut. Dari data yang diperoleh, pasien tinggal Kampung Rawa Protan, yang merupakan
daerah endemik MH. Dan pasien telah memenuhi salah satu dari tanda-tanda kardinal,
sehingga mendukung diagnosis MH. Secara spesifik, diagnosis tipe MH pasien adalah tipe
Multibasilar. Karena sesuai teori, tipe Multibasilar memiliki manifestasi klinis berupa bercak
berjumlah lebih dari lima, penyebarannya bilateral simetris dan penebalan saraf lebih dari 1.
Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien memiliki ketiga manifestasi klinis
tersebut.
Namun, selain MH, ada juga diagnosis banding lainnya, yaitu tinea versikolor.
Tinea versikolor, yang dikenal juga sebagai panu, adalah infeksi jamur Malassezia yang
menyebabkan munculnya bercak putih, merah ataupun coklat, dan bersifat kering dan gatal.
Namun, panu tidak menyerang sistem saraf perifer dan tidak menyebabkan kerusakan saraf.
Dalam kasus ini, pasien mengalami gangguan pada sistem saraf, dimana terjadi penebalan
dan nyeri tekan pada saraf perifer. Sehingga kita dapat menyingkirkan diagnosis panu dari
pasien kita.
Untuk memberi pengobatan, kita harus mengetahui tipe dari penyakit MH pasien,
karena tipe MH yang berbeda akan ditangani dengan cara yang berbeda. Menurut WHO, MH
diklasifikasikan menjadi Pausibasilar dan Multibasilar. MH Pausibasilar memiliki gejala lesi
dibawah lima dan hanya ada satu penebalan saraf. Sedangkan MH Multibasilar memiliki lesi
lebih dari lima dan penebalan saraf lebih dari satu. Dari pemeriksaan fisik pasien, ditemukan
sejumlah lesi yang menyebar dan jumlahnya lebih dari lima, disertai dengan penebalan saraf
di nervus ulnaris dan peroneus communis. Dengan itu, kita dapat mendiagnosis pasien
sebagai penderita MH Multibasilar. Pada tahun 1998, WHO telah membuat pedoman
pengobatan berdasarkan kedua tipe MH. Dan sesuai dengan pedoman WHO, pasien diberikan
obat Rifampicin, Dapsone dan Clofazimine. Obat tersebut harus dikonsumsi selama 12 bulan.
DAFTAR PUSTAKA