Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

BAB I Case Illustration / Laporan Kasus……………………………………………………


1.1 Patient Demographic Information / Identitas Pasien…………………………….…………
1.2 Data Gathering / Anamnesis………………………………………………………………
1.2.1. Keluhan Utama………………………………………………………………………..
1.2.2. Keluhan Tambahan……………………………………………………………………
1.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang…………………………………………………………
1.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu……………………………………………………………
1.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga……………………………………………………………
1.2.6. Riwayat Sosial………………………………………………………………………..
1.2.7. Resume………………………………………………………………………..
1.2.8. Diagnosis………………………………………………………………………..
1.2.9. Diagnosis Banding…………………………………………………………………

BAB II Disease Review………………………………………………………………………..

BAB III Case Reasoning………………………………………………………………………

Daftar Pustaka
BAB I
LAPORAN KASUS / CASE ILLUSTRATION

1.1 Identitas Pasien / Patient Demographic Information


Nama : Bapak R
TTL : 29 November 1991
Usia : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Pria
Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
Status : Belum Kawin
Alamat : Kp. Rawa Protan, RT/RW 002/001, Babakan Asem, Teluk Naga
Nomor MR : xxx75

1.2 Data Gathering / Anamnesis


Wawancara medis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Selasa, tanggal 18
September 2018 pukul 08:40 WIB di Puskesmas Teluk Naga.

1.2.1. Keluhan Utama


Keluhan utama pasien adalah nyeri pada kedua kaki dan sulit menggerakkan kedua
kaki sejak 1 bulan yang lalu.

1.2.2. Keluhan Tambahan


Keluhan tambahan adalah rasa baal pada kedua kaki disertai munculnya bercak
keputihan pada kulit tangan, kaki dan badan pasien.

1.2.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan merasa baal dan sulit untuk menggerakkan kedua
kakinya sejak 1 bulan yang lalu. Namun pasien masih dapat berjalan dan beraktivitas.
Awalnya, pasien tidak peduli terhadap keluhan tersebut. Tetapi rasa baal itu semakin parah
dan mulai mengganggu aktivitas pasien. Pasien juga merasa nyeri ketika menggerakkan
kakinya. Selain itu, keluhan tambahan pasien adalah munculnya bercak keputihan pada
tangan, kaki dan badannya. Lesi tersebut muncul sejak 3 tahun yang lalu di bagian dada
dan lengan atas. Kemudian lesi tersebut semakin meluas dan menyebar ke bagian tangan
dan kaki. Lesi tersebut tidak nyeri maupun gatal. Pasien hanya mengeluh terasa tebal pada
lesi tersebut.

1.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan serupa. Pasien juga tidak
mempunyai riwayat trauma ataupun penyakit, seperti diabetes atau hipertensi.

1.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa, dan juga tidak
memiliki riwayat penyakit, seperti diabetes atau hipertensi.

1.2.6. Riwayat Sosial


Pasien bekerja sebagai buruh lepas harian di dekat tempat tinggalnya dan lebih
banyak menghabiskan waktunya di tempat kerja. Pasien tinggal bersama ibunya di daerah
Kampung Rawa Protan, dimana terdapat banyak kasus penderita kusta. Status ekonomi
pasien tergolong menengah kebawah. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok maupun
meminum alkohol.

1.2.7. Pemeriksaan Fisik


1. Kesadaran dan Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 76 kali / menit
Suhu : 36.6 oC
Laju Nafas : 16 kali / menit
Berat Badan : 52 kg
Tinggi Badan : 159 cm
2. Pemeriksaan Generalis
 Kepala
a) Mata :
- Konjungtiva tidak anemis
- Sklera tidak ikterik
- Alis dan bulu mata kerontokan

b) Hidung :
- Tidak ada deformitas

 Toraks
- Inspeksi : Bentuk dada datar dan simetris, terdapat bercak keputihan
pada kulit
- Auskultasi : Suara jantung normal S1-S2, suara nafas vesicular

 Abdomen
- Inspeksi : terdapat bercak keputihan pada kulit
- Palpasi : Tidak ada massa dan nyeri tekan pada seluruh region
abdomen
- Auskultasi : Bising usus normal

 Ekstremitas
- Ekstremitas atas
o Tidak ada atrofi otot pada thenar ataupun hypothenar,
o Terdapat bercak keputihan pada kulit
o Tidak terdapat deformitas
o Fungsi motorik baik

- Ekstremitas bawah
o Tidak ada atrofi otot pada thenar ataupun hypothenar
o Terdapat bercak keputihan pada kulit
o Tidak terdapat deformitas
o Fungsi motorik baik
 Kulit
 Status Dermatologis :
Lesi multipel generalisata pada ekstremitas atas, dada, punggung, abdomen, dan
ekstremitas bawah, berwarna keputihan, berbentuk numular, berbatas tegas, tidak
menimbul dari permukaan kulit. Pada perabaan terasa baal.

3. Special test :
Pemeriksaan Saraf : Terdapat pembesaran dan nyeri tekan pada nervus ulnaris dan
nervus peroneus communis kanan dan kiri

Pemeriksaan sensibilitas : Test light-touch dan pin-prick pada pasien menunjukkan


hipoestesi

Pemeriksaan motorik : Kekuatan otot jari tangan, pergelangan tangan, dan kaki baik
Foto Klinis Pasien :

Gambar 1 : Foto dari Bagian Kepala Gambar 2 : Foto dari Bagian


Pasien Ekstremitas Bawah Pasien

Gambar 3 : Foto dari Kulit Punggung


Pasien

Gambar 4 : Foto Pemeriksaan


Penebalan Nervus Ulnaris pada Pasien
1.2.8. Resume
Pasien atas nama Bapak R, berumur 26 tahun, datang dengan keluhan merasa baal
di kedua kaki dan sulit untuk menggerakkannya. Keluhan tersebut mulai sejak satu bulan
yang lalu, dan sangat menganggu aktivitas sehari-hari pasien. Pasien merasa nyeri ketika
menggerakkan kedua kakinya. Pasien juga mengeluh munculnya bercak keputihan pada
tangan, kaki dan badan sejak beberapa bulan yang lalu. Pasien merasa adanya penebalan
pada lesi tersebut, tetapi tidak merasa gatal maupun nyeri. Keluarga pasien tidak ada yang
pernah mengalami keluhan serupa. Pasien tinggal bersama ibunya di Kampung Rawa
Protan, yang memiliki banyak kasus penderita penyakit kusta. Pasien bekerja sebagai buruh
lepas harian di dekat tempat tinggalnya. Status ekonomi pasien tergolong menengah
kebawah.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum dan TTV pasien dalam batas normal. Pada
pemeriksaan kepala, ditemukan adanya kerontokan pada alis dan bulu mata. Status
dermatologisnya ditemukan lesi multipel, generalisata, berwarna keputihan, berukuran
numular pada ekstremitas atas, dada, punggung, abdomen dan ekstremitas bawah. Pada
pemeriksaan sensibilitas, ditemukan adanya hipoestesi pada lesi. Kekuatan motorik pasien
baik. Ditemukan adanya pembesaran dan nyeri tekan pada nervus ulnaris dan peroneus
komunis.

1.2.9. Diagnosis
Morbus Hansen Multi Basiler

1.2.10. Diagnosis Banding


Tinea versikolor
BAB III
Disease Review / Landasan Teori

Morbus Hansen adalah penyakit infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan


oleh Mycobacterium leprae, yang merupakan batang tahan asam dan intraselular obligat.1
Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit kusta atau leprosy. Penyakit ini menyerang sistem
saraf tepi, kulit dan juga saluran pernapasan atas. Cara penularan penyakit ini masih belum
diketahui secara pasti. Tetapi ada hipotesis yang menyatakan bahwa bakteri Mycobacterium
leprae dapat menular melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat dengan
penderita MH. Ada juga yang mengatakan bahwa bakteri tersebut dapat menular melalui
saluran pernapasan atas.2

Bakteri M. leprae akan masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan atau dari
kontak kulit. Kemudian bakteri tersebut akan menyebar ke tubuh melalui darah. Sebagai
intraselular obligat, M. leprae akan menetap di sel saraf perifer dan sel kulit, yang
mempunyai suhu yang lebih dingin, yaitu sekitar 32° C to 33° C.3 Di sistem saraf, sel
schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. Leprae. Sel schwann berfungsi untuk
demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan
imunitas tubuh dalam sel schwann, basil dapat bermigrasi dan beraktifasi. Akibatnya, aktifasi
regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif. Bakteri yang
bermigrasi akan mengaktifkan sistem imun, dimana makrofag akan teraktivasi untuk
memfagositosis bakteri tersebut. Perkembangan penyakit kusta bergantung pada derajat
sistem imunitas selular seseorang. Apabila fungsi sistem imunitas selular tinggi, makrofag
dapat memfagositosis bakteri tersebut. Namun, setelah semua bakteri M. leprae difagositosis,
makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan bersatu
membentuk sel Datia Langhans atau granuloma. Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan
terjadi reaksi berlebihan dan massa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan
di sekitarnya. Saraf yang mengalami kerusakan akan diganti dengan jaringan fibrous
sehingga menyebabkan penebalan saraf tepi. Apabila fungsi sistem imunitas selular
rendah, makrofag tidak mampu menghancurkan bakteri M. leprae, sehingga bakteri dapat
bermultiplikasi dengan bebas dan dapat merusak jaringan.4 Pada sel kulit, M. leprae dapat
mengakibatkan inflamasi dan destruksi dari adneksa kulit, yaitu kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea. Hal tersebut akan menyebabkan bagian kulit yang terinfeksi menjadi kering.
Selain itu, M. leprae juga akan menghancurkan folikel rambut, sehingga mengakibatkan
kerontokan.3

Manifestasi klinis MH biasanya muncul beberapa tahun setelah infeksi bakteri.


Masa inkubasi rata-rata 3-7 tahun, tergantung sistem imunitas pasien.3 Penyakit MH ini
dibagi menjadi beberapa jenis. Menurut WHO, berdasarkan jumlah bakteri, MH diklasifikasi
menjadi dua jenis, yaitu Pausibasilar dan Multibasilar. Pausibasilar berarti jumlah bakteri
sedikit, dan memiliki manifestasi klinis seperti: bercak berjumlah 1-5, penyebarannya
unilateral atau bilateral asimetris dan hanya ada 1 penebalan saraf. Sedangkan Multibasilar
berarti jumlah bakteri banyak, dan memiliki manisfestasi klinis berupa: bercak berjumlah
lebih dari lima, penyebarannya bilateral simetris dan penebalan saraf lebih dari 1.5
Komplikasi dari MH bisa menyebabkan kerontokan rambut (terutama pada alis dan bulu
mata), iritis, glaukoma, buta dan kelemahan otot.3

Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan bakteriologik, histopatologik,


serologik dan pemeriksaan Lepromin (lepromin skin test). Untuk pasien yang tinggal di area
endemik, diagnosis MH dapat juga ditegakkan berdasarkan tanda-tanda kardinal MH menurut
WHO, yaitu :
1. Adanya lesi-lesi kulit beserta anestesia pada pemeriksaan sensibilitas, disertai dengan
penebalan saraf perifer dan kelemahan otot yang diinervasi
2. Ditemukannya Mycobacterium leprae atau hasil positif pada skin smear test 6

Pengobatan MH harus dilakukan dengan MDT (multiple drug treatment). Obat-


obat yang digunakan adalah Dapsone, Rifampicin, Clofazimine, dan Minocycline. Berikut ini
adalah tabel panduan pemberian pengobatan MH menurut WHO.7

Dapsone Rifampicin
Dewasa 100 mg 600 mg
50-70 kg 1x sehari 1x sebulan
Anak-anak 50 mg 450 mg
10-14 tahun 1x sehari 1x sebulan

Tabel 1 : Pengobatan MH Pausibasilar (PB) (Selama 6 bulan)


Dapsone Rifampicin Clofazimine
Dewasa 100 mg 600 mg 300 mg
50-70 kg 1x sehari 1x sebulan 1x sebulan
Anak-anak 50 mg 450 mg 150 mg
10-14 tahun 1x sehari 1x sebulan 1x sebulan

Tabel 2 : Pengobatan MH Multibasilar (MB) (Selama 12 bulan)


BAB III
Case Reasoning / Analisa Kasus

Pasien datang dengan keluhan merasa baal dan susah untuk menggerakkan kedua
kakinya sejak 1 bulan yang lalu. Selain itu, pasien juga mengeluh adanya bercak keputihan
pada kulit tangan, kaki dan badannya. Lesi tersebut tidak menyebabkan rasa nyeri ataupun
rasa gatal, tetapi pasien merasa adanya penebalan pada bagian lesi tersebut. Pada
pemeriksaan fisik, ditemukan adanya penebalan saraf pada nervus ulnaris dan peroneus
komunis. Pada saat saraf-saraf tersebut ditekan, pasien mengeluh ada rasa nyeri. Selain itu,
ditemukan bahwa alis dan bulu mata pasien mengalami kerontokan. Dari keluhan dan
pemeriksaan diatas, kita sudah bisa mensuspek pasien sebagai penderita MH. Karena sesuai
teori, penyakit MH mempunyai gejala adanya lesi pucat pada kulit dan disertai dengan
anestesi, dan adanya penebalan saraf perifer serta kelemahan otot yang diinervasi. Untuk
mendiagnosis secara pasti, kita harus melakukan skin smear terhadap bakteri batang tahan
asam. Tetapi menurut WHO, untuk pasien yang tinggal di daerah endemik, kita bisa
mendiagnosis pasien sebagai penderita MH apabila dia memenuhi salah satu tanda kardinal
tersebut. Dari data yang diperoleh, pasien tinggal Kampung Rawa Protan, yang merupakan
daerah endemik MH. Dan pasien telah memenuhi salah satu dari tanda-tanda kardinal,
sehingga mendukung diagnosis MH. Secara spesifik, diagnosis tipe MH pasien adalah tipe
Multibasilar. Karena sesuai teori, tipe Multibasilar memiliki manifestasi klinis berupa bercak
berjumlah lebih dari lima, penyebarannya bilateral simetris dan penebalan saraf lebih dari 1.
Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa pasien memiliki ketiga manifestasi klinis
tersebut.

Namun, selain MH, ada juga diagnosis banding lainnya, yaitu tinea versikolor.
Tinea versikolor, yang dikenal juga sebagai panu, adalah infeksi jamur Malassezia yang
menyebabkan munculnya bercak putih, merah ataupun coklat, dan bersifat kering dan gatal.
Namun, panu tidak menyerang sistem saraf perifer dan tidak menyebabkan kerusakan saraf.
Dalam kasus ini, pasien mengalami gangguan pada sistem saraf, dimana terjadi penebalan
dan nyeri tekan pada saraf perifer. Sehingga kita dapat menyingkirkan diagnosis panu dari
pasien kita.
Untuk memberi pengobatan, kita harus mengetahui tipe dari penyakit MH pasien,
karena tipe MH yang berbeda akan ditangani dengan cara yang berbeda. Menurut WHO, MH
diklasifikasikan menjadi Pausibasilar dan Multibasilar. MH Pausibasilar memiliki gejala lesi
dibawah lima dan hanya ada satu penebalan saraf. Sedangkan MH Multibasilar memiliki lesi
lebih dari lima dan penebalan saraf lebih dari satu. Dari pemeriksaan fisik pasien, ditemukan
sejumlah lesi yang menyebar dan jumlahnya lebih dari lima, disertai dengan penebalan saraf
di nervus ulnaris dan peroneus communis. Dengan itu, kita dapat mendiagnosis pasien
sebagai penderita MH Multibasilar. Pada tahun 1998, WHO telah membuat pedoman
pengobatan berdasarkan kedua tipe MH. Dan sesuai dengan pedoman WHO, pasien diberikan
obat Rifampicin, Dapsone dan Clofazimine. Obat tersebut harus dikonsumsi selama 12 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rubin E, Reisner HM. Essentials of Rubin's Pathology. Philadelphia : Lippincott


Williams & Wilkins; 2014.
2. Bhat, Marne R, Prakash, Chaitra. Leprosy: An Overview of Pathophysiology [Internet].
Advances in Decision Sciences. Hindawi; 2012 [cited 2018 Sep 23]. Available from:
https://www.hindawi.com/journals/ipid/2012/181089/
3. Tjoronegoro A, Hendra U. Kusta. Jakarta : FK UI; 2003.
4. Procop GW, Pritt BS. Pathology of Infectious Diseases. Philadelphia : Elsevier Inc; 2015.
5. Bhat, Marne R, Prakash, Chaitra. Leprosy: An Overview of Pathophysiology [Internet].
Advances in Decision Sciences. Hindawi; 2012 [cited 2018 Sep 23]. Available from:
https://www.hindawi.com/journals/ipid/2012/181089/
6. World Health Organization. FAQs on Leprosy [Internet]. No date [cited 2018 Sep 23].
Available from:
http://apps.searo.who.int/PDS_DOCS/B5044.pdf
7. World Health Organization. WHO Model Prescribing Information : Drugs Used in
Leprosy. [Internet]. c1998 [cited 2018 Sep 23]. Available from:
http://apps.who.int/medicinedocs/pdf/h2988e/h2988e.pdf

Anda mungkin juga menyukai