Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

AIDS pertama kali diketahui di Amerika Serikat pada musim semi 1981,

ketika U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan

pneumonia Pneumocystis carinii pada lima orang homoseksual yang sebelumnya

sehat di Los Angeles. Dalam beberapa bulan kemudian, penyakit ini menjangkiti

perempuan dan laki-laki pengguna suntikan intra vena dan lalu pada penerima

transfusi darah dan pasien hemofilia. Ketika gambaran epidemiologinya berlipat dua,

menjadi jelas bahwa mikrobanya ditularkan melalui kontak hubungan seks

(homoseksual dan heteroseksual).

Di seluruh dunia tahun 2007 diperkirakan terdapat 30,6 juta hingga 36,1 juta

orang dengan HIV dan AIDS. Remaja 15-24 tahun adalah populasi paling berrisiko

yang cukup tinggi, mencapai 52 persen pada penasun, 45 persen pada penjaja seks,

dan 31 persen pada pelanggan penjaja seks. Diperkirakan pada 2007 akan terjadi

jumlah infeksi baru HIV yang terbesar pada kelompok usia 15 hingga 19 tahun.

Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk tercepat di kawasan Asia,

meskipun secara nasional angka prevalensinya tergolong rendah, hanya 0.1 %.

Hingga akhir September 2007, Departemen Kesehatan melaporkan penambahan

pasien AIDS sejumlah 2190 orang pada 2007 dan secara komulatif menjadi 10.384

orang.
BAB II

LAPORAN KASUS

KETERANGAN UMUM

Nama Pasien : Tn. F I

Umur : 24 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Alamat : Perbata Warudoyo

Pekerjaan : karyawan

Status Perkawinan : Belum menikah

Agama : Islam

No RM : A282280

Tgl Masuk RS : 14 Januari 2015

Tgl Pemeriksaan : 16 Januari 2015

KELUHAN UTAMA

Demam sejak 3 bulan SMRS

ANAMNESIS KHUSUS (ALLOANAMNESA)

Pasien menurut keluarganya mengeluhkan demam sejak 3 minggu SMRS.

Keluhan muncul secara tiba-tiba kemudian selama 3 bulan terus menerus terutama

saat malam hari. Keluhan demam disertai dengan keringat dan menggigil. Pasien juga
mengeluhkan batuk bersamaan dengan keluhan demamnya. Keluhan juga disertai

mual muntah, BAB mencret, mulut sariawan dan penurunan berat badan.

Menurut keluarganya pasien juga mengalami muntah dan diare sejak

demamnya muncul, tapi muntah maupun diarenya tidak berdarah. Pasien sulit makan

dan seringkali memuntahkan makanannya, dan lebih memilih untuk meminum

minuman panas daripada minum air dingin. Keluhan BAB cair dirasakan terus

menerus setiap hari, sampai 3 kali mengganti popok. Pasien merasakan lemas badan

sampai sempat tidak sadarkan diri saat masuk ke IGD RSUD R. Syamsudin.

Menurut keluarganya pasien terlihat lebih kurus dibandingkan sebelumnya.

Sebelumnya pasien mempunyai berat badan 57 kg sekarang turun menjadi 47 kg.

Pasien juga merasakan lemas, dan malas beraktivitas. Dibagian mulut pasien terdapat

bercak-bercak merah dan putih di bagian lidah dan dinding mulut yang terasa perih.

Pasien terlihat lebih pendiam dan sulit diajak bicara, dan mengeluhkan sulit

mendengar.

Pasien menyangkal adanya keluhan gangguan pada kulit, seperti bercak-

bercak kehitaman atau pun bruntus-bruntus berisi air. Tidak ada keluhan BAB

berdarah ataupun muntah darah.

Riwayat Penyakit Dahulu

1. Pasien sedang dalam pengobatan di poli VCT sudah 3 bulan.


2. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit tuberculosis sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga

1. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama


2. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit tuberculosis
Habitualis dan Lingkungan

1. Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan NAPZA suntik


2. Pasien sepengetahuan ibunya belum menikah dan dicurigai menyukai sesama
jenis.
3. Pasien bukan seorang perokok
4. Pasien memiliki tatto dibagian tangan dan betisnya

STATUS PRESEN

I. KESAN UMUM
a. Keadaan Umum
Kesan sakit : sakit sedang

Kesadaran : composmentis (GCS 15)

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 46 kg  sebelumnya 57 kg (kehilangan 19% BB)

IMT : 17,4 (underweight)

b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg

Pernafasan : 20x/menit

Suhu : 39,4 oC

Nadi : 80 x/menit

- Tipe : equal

- Isi : cukup
- Irama: regular

II. PEMERIKSAAN FISIK


a. Kepala

1. Tengkorak : tidak ada kelainan

2. Muka : tidak ada kelainan

3. Mata

Letak : simetris

Palpebrae : normal, tidak ada edema

Pupil : bulat, isokor

Sklera : tidak ada ikterik

Konjungtiva: anemic +/+

4. Telinga : tidak ada kelainan, sekret (-/-)

5. Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-), deviasi (-)

6. Bibir : Sianosis (-) Kering : (+) mukosa: basah, hiperemis

7. Gigi dan Gusi : tidak ada kelainan, pendarahan gusi (-)

8. Lidah : kotor, banyak patch putih (candidiasis)

10. Rongga Leher

- Pharing& tonsil : tidak bisa diperiksa

b. Leher

- Inspeksi

Kelenjar tiroid : tidak terlihat pembesaran

Pembesaran vena : tidak terlihat


Kelenjar getah bening : tidak terlihat pembesaran

- Palpasi

Kaku kuduk : tidak ada

Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran

Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran

c. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi

Bentuk umum : simetris

Sudut epigastrium : normal, < 900

Sela Iga : tidak terlihat pelebaran

Frontal & sagital : tidak ada kelainan

Pergerakan : simetris

Kulit : kering, tidak terdapat kelainan

Iktus cordis : tidak tampak

Tumor : tidak tampak

Pembesaran vena : tidak tampak

Palpasi

Kulit : kering, tidak tampak kelainan

Muskulator : tidak ada kelainan

Vokal fremitus : tidak bisa diperiksa

Mammae : tidak ada kelainan

Ictus cordis : - Lokalisasi : ICS 5 linea midclavicula sinistra


- Intensitas : tidak kuat angkat

- Pelebaran : tidak ada

- Irama : reguler

- Thrill : tidak ada

Perkusi

Paru-paru : - Kanan : sonor

- Kiri : sonor

- Batas paru hati : ICS 5

- Peranjakan : satu ICS

COR : - Batas atas : ICS 2

- Batas kiri : Linea midclavicula sinistra

- Batas kanan : Linea parasternalis dektra

Auskultasi

Paru-paru : Suara pernafasan : vesicular

Vokal resonans : kanan=kiri

Suara tambahan : Ronchi +/+, wheezing -/-

COR : Bunyi jantung : Bunyi S1 & S2 reguler

Murmur : tidak ada

Gallop : tidak ada


d. Pemeriksaan Abdomen :

Inspeksi

Bentuk : datar

Kulit : kering, ekskoriasi (-)

Palpasi

Dinding perut: lembut

Nyeri tekan : (+)

Nyeri Lokal : tidak ada

Hepar : tidak teraba pembesaran

Lien : tidak teraba pembesaran

Ginjal : tidak teraba pembesaran

Perkusi

Asites : tidak ada

Pekak pindah : tidak ada

Nyeri ketok CVA : tidak dilakukan

Auskultasi

Bising usus : normal 7-8x/menit

Bruit : tidak terdengar

e. Kaki & Tangan (ekstremitas)

Inspeksi

Bentuk : tidak ada kelainan

Kulit : kering, ekskoriasi (+), terdapat dua buah tatto.

Pergerakan : tidak ada kelainan


Udema : tidak ada

Palpasi

Kulit : kering, ekskoriasi (+)

Capillary Refill : < 2detik

III. FOLLOW UP :

Tanggal Anamnesa dan pemeriksaan Diagnosis dan


penatalakasanaan
15/01/15 S: muntah setiap kali makan, bab A: b20 stage 3 + obs febris +
mencret, demam +, pegal-pegal obs vomitus + riwayat syok
badan hipovolemik
O : TD: 110/70 N: 80 R: 24 S:39,6C P: IVFD RL 30gtt
Mata: ca -/- si -/- ARV dilanjutkan
Leher tidak teraba pembesaran Ranitidin 2x1
KGB Ondansentron 2x1
Thorax : cor : BJM reg, murmur-, PCT 3x1
gallop-
Pulmo: BVS ki=ka, wh -/- rh-/-
Abdomen : datar, supel NT-, BU+N
Ext: akral hangat crt<2s
16/01/15 S: batuk berdahak berwarna kuning, A: B20 stage III+ candidiasis
mual +, muntah +, tidak bisa oral+ prolong febris+ GEA
makan, demam +, bab mencret kronis+ anemia+ susp. TB paru
+(3kali ganti pampers), malas &peritonitis+riwayat syok
berbicara, sulit mendengar, hypovolemik
O: TD: 110/70 N: 80 R: 24 S:39,4C P: pro RO thorax & abdomen 3
Mata: ca +/+ si -/-, mulut: posisi
stomatitis+candidiasis oral Pasang NGT
Leher tidak teraba pembesaran ARV dilanjutkan
KGB Ranitidin 2x1
Thorax : cor : BJM reg, murmur-, Ondansentron 2x1
gallop- PCT 3x1
Pulmo: BVS ki=ka, wh -/- rh+/+ Ceftriaxon 2x1
Abdomen : datar, supel NT-, BU+N Ulsafat tab 3x1
Ext: akral hangat crt<2s
Lab (15/01) : hb: 8,9, leuko:3500,
ht: 27, ertitrosit: 3,4, MCV: 72,
AST 73
17/01/15 S: batuk berdahak warna kuning, A: B20 stage III+ candidiasis
BAB cair +, mual +, muntah+, oral+ prolong febris+ GEA
demam+, makan- kronis+ anemia+ susp. TB paru
O: TD: 100/60 N: 80 R: 24 S:40,0C + riwayat syok hypovolemik
Mata: ca +/+ si -/-, P: pro RO thorax & abdomen 3
Mulut: stomatitis+candidiasis oral posisi
Leher tidak teraba pembesaran ARV ditunda
KGB Ranitidin 2x1
Thorax : cor : BJM reg, murmur-, Ondansentron 2x1
gallop- PCT 3x1
Pulmo: BVS ki=ka, wh -/- rh+/+ Ceftriaxon 2x1
Abdomen : datar, supel NT-, BU+^ Ulsafat tab 3x1
Ext: akral hangat crt<2s
19/01/15 S: demam +, batul+, bab cair+, A: B20 stage III+ candidiasis
sudah berampas, muntah-, oral+ prolong febris+ GEA
penurunan pendengaran. kronis+ anemia+ susp. TB paru
O: TD: 100/70 N: 84 R: 26 S:38,6C + riwayat syok hypovolemik
Mata: ca +/+ si -/-, P: pro RO thorax & abdomen 3
Mulut: stomatitis+candidiasis oral posisi
Leher tidak teraba pembesaran ARV ditunda
KGB Ranitidin 2x1
Thorax : cor : BJM reg, murmur-, Ondansentron 2x1
gallop- PCT 3x1
Pulmo: BVS ki=ka, wh -/- rh+/+ Ceftriaxon 2x1
Abdomen : datar, supel NT-, BU+^ Ulsafat tab 3x1
Ext: akral hangat crt<2s

IV. RESUME
Pasien laki-laki berusia 24 tahun mengeluhkan deman sejak 3 bulan yang lalu,

keluhan disertai mual muntah, BAB mencret, mulut sariawan dan penurunan berat

badan bersamaa sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga merasakan lemas, dan malas

beraktivitas dan makan. Dibagian mulut pasien terdapat bercak-bercak merah dan

putih di bagian lidah dan dinding mulut yang terasa perih. Pasien terlihat lebih

pendiam dan sulit diajak bicara, dan mengeluhkan sulit mendengar.


Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran pasien dalam keadan sadar

(composmentis), suhu : 39,4 C, bagian luat mulut kering, dipermukaan dalam tampak

hiperemis dan terdapat bercak-bercak putih candidiasis di bagian lidahnya. Kulit

tampak kering. Pada pemeriksaan auskultasi paru terdapat rokhi +/+. Dibagian

ektremitas ditemukan dua buah tatto. Pada pemeriksaan lab ditemukan nilai hb: 8,9,

leuko:3500, ht: 27, ertitrosit: 3,4, MCV: 72, AST 73.

V. DIAGNOSA KERJA

B20 stage III+ candidiasis oral+ prolong febris + GEA kronis + anemia +

susp. TB paru + riwayat syok hypovolemik

VI. PROGNOSIS

 Quo ad vitam : dubia ad malam

 Quo ad functionam : dubia ad malam


BAB III

PEMBAHASAN

Definisi

 HIV adalah virus yang menyerang sistem imun, khususnya sel limfosit T

(CD4+). Terdiri dari 2 type : HIV1 dan HIV2.

 AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh

menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk

famili retroviridae, merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

 Human immunodeficiency virus adalah virus penyebab Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-

III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy

Virus), adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan

bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA)

dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA) (Price & Wilson, 1995).

Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi genetik

mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse

transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke

RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya (Muma et al, 1997).

 AIDS

Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS


ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang

tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah

200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain

yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting

syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun),

kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau diseminasi

dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB)

(Doengoes, 2000).

Epidemiologi

 Wilayah terbanyak Afrika Sub-Sahara.


 Di dunia 33,2 juta HIV (+), 2,1 juta meningkat karena AIDS.
 Usia : 20-29 tahun (46,4%)
Etiologi

Human Imunodeficiency virus tipe 1 & 2.

Sel target HIV :

 Th CD4+.
 Sel dendritik.
 Makrofag.
 Tc CD8+.
 Sel NK (CD4+, CCR5).

Faktor Risiko

 Homoseksual (72%)
 Penyalahgunaan obat IV (intravena) (17%)
 Heteroseksual (4%)
 Resipien transfusi (1 %)
 Pediatri (1%)

Penularan :

Dapat menularkan :

• Hubungan sexual, jarum suntik pada pengguna narkoba, tranfusi, dari ibu
yang (+) kepada bayi yang dilahirkan, tertusuk jarum suntik yang
terkontaminasi

Tidak dapat menularkan :

• Bersentuhan, Bersalaman, Berpelukan (kontak sosial) Berciuman (melalui air


liur) Batuk, Bersin, Berbagi makanan/ menggunakan peralatan makan
bersama,
• Gigitan nyamuk atau serangga lain, Berenang bersama, Memakai toilet
bersama

Patofisiologi
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai

molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4

yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit,

makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul

CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling

bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat

menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus

baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan

dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini

berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya (Price & Wilson, 1995).

Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi

diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen,

sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus

(CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada

saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan

terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke

dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan

pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini

memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistik (Brunner &

Suddarth, 2001).

Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan

terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan
infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV

diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut.

jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan

dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau

penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi.

Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian

penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%)

tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang

tersebut terinfeksi (Brunner & Suddarth)

Manifestasi Klinis

Stadium 1 :

 Akut
 Asimptomatik
 KGB membesar
 Limfadenopati generalisata yang persisten

Stadium 2 :

 Persisten hepatosplenomegali tanpa sebab yang jelas


 Erupsi pruritus papular
 Angular cheilitis
 Eritema pada garis ginggiva
 Infeksi wart virus yang luas
 Molluscum contangiosum
 Ulkus pada rongga mulut yang tidak sembuh
 Pembesaran kelenjar parotis tanpa ada sebab yang jelas
 Herpes zoster
 Infeksi saluran pernapasan atas yang kronis (otitis media, otorhhoe, sinusitis,
tonsilitis)
 Penurunan berat badan
 Gangguan kulit (infeksi mukokutaneus, yaitu seboroik dermatitis, prurigo,
fungal nail infection, scabies).

Stadium 3 :

 Berat badan menurun (>= 10% berat badan)


 Diare kronik > 1 bulan, disebabkan oleh infeksi patogen bakteri seperti
spesies Salmonella, dan Shigella.
 Fever tidak terdiagnosis/tidak hilang > 1 bulan.
 Oral candidiasis persisten.
 Oral hairly leukoplekia.
 Bronchiectasis dan infeksi oportunistik paru lainnya.
 Anemia
 Vulva vagina candidiasis, kronis (>= 3 bulan), tidak responsive pada
pengobatan.
 TB paru.
 Limfadenitis TB.
 Pneumonia bacterial yang kambuh.
 Aktivitas penyakit menurun 50%.

Stadium 4 :

 Malnutrisi yang tidak membaik dengan terapi standart.


 Infeksi bakteri (contoh: empyema, pyomyositis, infeksi tulang atau sendi,
meningitis).
 HIV wasting syndrome.
 Pneumocytis cranii pneumonia (PCC)
 Herpes simplex.
 Candidiasis of oesophagus, trakea, lungs, bronchus.
 Multifokal leukoencephalopaty
 Sarkoma kaposi
 Gangguan kulit --> khas : bruntus-bruntus hitam.
 Leukoplakia hairy --> putih-putih dipinggir lidah
 TBC milier
 TB extra paru
 Toxoplasmosis
 HIV encephalopaty
 Ulkus
 Drug reaction

Perkembangan Klinis :

1.Infeksi HIV Stadium Pertama

Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga

terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar

getah bening.

2.Persisten Generalized Limfadenopati

Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada

waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan

sariawan oleh jamur kandida di mulut.

3.AIDS Relative Complex (ARC)

Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai


terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan

tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang

tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang

lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase

kedua.

4.Full Blown AIDS

Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan

terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi

radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis

oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga

penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4

tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

Klasifikasi berdasarkan klinis


Kategori klinik infeksi HIV

Penatalaksanaan
Tiga golongan obat ARV yang tersedia di Indonesia :
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA (replikasi virus).

 Didanosine (ddI)
 Zidovudine
 Zalcitabine (ddC)
(ZDV/AZT).
 Stavudine (d4T)
 Iamivudine (3TC)
 Abacavir (ABC)

2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI)

 Evafirenz (EFZ)
 Nevirapine (NVP)
 Delavirdine (DLV)
3, Protease Inhibitor (PI)
Menghambat enzim protease yang memotong rantai panjang asam amino menjadi
protein yang lebih kecil.

 Indinavir (IDV)
 Nelfinavir (NFV)
 Saquinavir (SQV)
 Ritonavir (RTV)
 Amprenavir (APV)
 Iopinavir/ritonavir (LPV/r)
(Zubairi Djurban, 2003).
Nama dagang Nama Golongan Sediaan Dosis (per hari)
Generik
Duviral Tablet, kandungan: 2 x I tablet
zidovudin 300 mg,
lamivudin 150 mg

Stavir Stavudin NsRTI Kapsul: >60kg : 2 x 40


Zerit (d4T) 30 mg, 40 mg mg
Tablet 150 mg Lanoral <60kg : 2 x
10 mg/ml 30mg

Hiviral Lamivudin NsRTI Tablet 200 mg 2 x 150 mg


3TC (3TC) < 50 kg:
Lamivir 2 mg/kg,
2x/hari

Viramune Nevirapin NNRTI Kapsul 100 mg 1 x 200 mg


Neviral (NVP) selama 14 had,
dilanjutkan
2 x 200 mg

Retrovir Zidovudin NsRTI Tablet kunyah: 100 2 x 300 mg,


Adovi (ZDV, AZT) mg atau 2 x 250
Avirzid mg (dosis
altematif)

Videx Didanosin (ddI) NsRTI Tablet kunyah: 100 > 60 kg: 2 x


mg 200 mg, atau 1
x 400 mg
< 60 kg: 2 x
125 mg, atau 1
x 250 mg

Stocrin Efavirens (EFV, NNRTI Kapsul 200 mg 1 x 600 mg,


efavir EFZ) malam

Nelvex Nelfinavir PI Tablet 250 mg 1 x 600 mg,


Viracept (NFV) malam

Infeksi oportunistic yang sering terjadi pada pasien AIDS


• Menurut data Ditjen PP&PL hingga September 2005, kandidosis merupakan infeksi
oportunistik terbanyak pada Odha, yakni 31,29 persen. Kemudian secara berurutan, yaitu:
tuberkulosis, koksidioidomikosis, pneumonia, herpes zoster, herpes simpleks,
toksoplasmosis, dan CMV. Namun secara umum, jenis dan penyebab infeksi oportunistik
dapat berbeda di tiap daerah dikarenakan adanya perbedaan pola mikroba patogen.

No IO %
1 Kandidosis 31,29
2 Tuberculosis 6,14
3 Koksidioimikosis 4,09
4 Pneumonia 4,04
5 Herpes Zoster 1,27
6 Herpes Simpleks 0,65
7 Toksoplasmosis 0,43
8 Cmv 0,17

Gambar 1. Awal kejadian infeksi HIV-1 di transmukosal


Penelitian terhadap seseorang dengan infeksi HIV-1 akut, menunjukkan infeksi selektif

oleh populasi tertentu dari varian HIV-1. Penyebaran virus melalui makrofag-tropik (not T- cell
tropic) dan kehilangan kemampuan untuk mempengaruhi synctitia multinukleasi di dalam biakan

jaringan. Glikoprotein 120, protein pembungkus virus, mengikat molekul CD4 kedalam sel yang

peka, tetapi untuk masuk kedalam sel butuh suatu coreseptor. Coreseptor dari makrofag tropik

adalah strain dari CCR5, sebuah reseptor kemokin permukaan . beberapa virus dinamai R5 untuk

mencerminkan reseptor mereka, sedangkan virus-virus sel T-tropik yang memerlukan CXCR4

untuk masuk, disebut virus-virus X4. Sel Langerhans yang merupakan target utama virus respon

terhadap CCR5 tetapi CXCR4 tidak. Hal ini dapat menjelaskan virus R5 merupakan strain yang

dominan dalam infeksi HIV-1 akut. Hal ini juga menjelaskan orang-orang dengan homozigot 32-

bp delesi pada CCR5 relatif resisten terhadap strain R5. Walaupun jarang kasus transmisi virus

X4 pernah dilaporkan pada beberapa orang.

Setelah infeksi terdapat penigkatan viremia secara cepat di dalam plasma, dengan

penyebaran virus terbanyak pada pembuluh limfa, dan virus tersebut terjebak oleh sel-sel dendrit.

Titer tertinggi virus ditemukan pada infeksi primer di daerah genitalia. Pada tahap ini ditandai

dengan tingginya replikasi virus dan kemampuan untuk menginfeksi, penting untuk kesehatan

publik, sejak tes deteksi untuk antibodi HIV-1 sering gagal.

Setelah penigkatan viremia, sering kali untuk mengukur 1 juta molekul RNA per

milimeter, ditamdai dengan pengurangan viremia ke keadaan replikasi virus. Penurunan jumlah

virus selama infeksi HIV-1 akut mungkin dikarenakan respon spesifik dari sistem imun ketika

virus berreplikasi. Terdapat hubungan antara HIV-1 sitotoksik T limfosit dan penurunan titer

virus pada manusia dan binatang. Ketika infeksi akut, satu dari 17 CD4+T sel dalam darah

perifer menjadi T sitotoksik limfosit spesifik menjadi target melawan virus. Proporsi tinggi ini

mencerminkan suatu usaha yang bertenaga oleh pertahanan-pertahanan seluler untuk menahan

replikasi virus. Pengamatan ini, menggabungkan dengan bukti in vitro dari suatu pengaruh
antiviral yang kuat dari sitotoksik T limfosit menyatakan bahwa sel-sel ini adalah di paling

sedikit bertanggung jawab untuk pengurangan di viremia HIV-1. Ada juga suatu korelasi antara

cytotoxic-T-lymphocyte yang respon terhadap protein pembungkus dan pengurangan di dalam

RNA plasma karena virus. Sebagai tambahan, faktor-faktor yang dapat larut oleh CD8+

menghalangi replikasi HIV-1 pada awal infeksi yang akut dan berperan untuk pengurangan

beban yang karena virus. Di dalam kontras, antibodi penetralan tidak biasanya dapat ditemukan

dari minggu sampai bulan sampai pengurangan di dalam replikasi virus. Banyak dari gejala

infeksi HIV-1 akut refleksi dari respon antibodi tubuh, dan kebanyakan terjadi pada saat

pengisian virus dalam plasma menurun. Seseorang dengan pengisian virus yang tinggi lebih

besar kemungkinan terjadi AIDS dan kematian.

Prognosis

Sulit sekali menduga apalagi menentukan perjalanan penyakit pada waktu diagnosis

AIDS ditegakkan. Mortalitas pasien AIDS mendekati 100%  tetapi dengan adanya pengobatan

ARV bermanfaat menurunkan morbiditas & mortalitas dini akibat infeksi oportunistik.

Pencegahan

Pencegahan dengan menghilangkan atau mengurangi perilaku berisiko merupakan

tindakan yang sangat penting.

Penurunan risiko pada individu :


 Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai patofisiologi
HIV dan transmisinya terutama mengenai fakta penyakit dan perilaku yang dapat
membantu mencegah penyebarannya.
 Kontak seksual antara homoseksual sebaiknya dengan kondom.
 Kurangi jumlah pasangan atau pakai kondom.
 Tidak menggunakan alat suntik bersama-sama.
 Membersihkan alat suntik dengan cairan pembersih atau mengganti jarum suntik.

Orang normal dengan pasangan yang berisiko, menggunakan teknik seks yang aman :

 Menghindari aktivitas seksual yang berisiko (anal/vaginal).


 Pakai kondom dari lateks.
 Pakai spermisida nonoksinol-9.
 Pemijatan serta sentuhan.

Untuk pasien hemofili atau kemungkinan untuk transfusi dan penggunaan produk darah :

 Menyimpan darah sendiri sebelum operasi.


 Hemodilusi.
 Penggunaan rekombinan faktor pembeku darah.
 Penggunaan rekombinan faktor pertumbuhan hematopoietik.
 Pengganti sel darah merah.
 Wanita dengan HIV : kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberi ASI
pada bayi.

Penurunan risiko pada tenaga kesehatan :

 Penggunaan alat pelindung pribadi untuk menurunkan risiko terkena darah atau bahan-
bahan lain yang mungkin infeksius.
 Setelah penggunaan alat pelindung, tangan harus dicuci dengan sabun dan air.
Batasi resusitasi mouth to mouth, gunakan alat bantu mulut, kantung resusitasi, dan lain-
lain yang tersedia.
 Cuci bagian tubuh yang terpapar cairan tubuh/mukosa membran yang potensial
menimbulkan infeksi dengan sabun dan air.
 Pemeriksaan HIV dan hepatitis bagi yang tertusuk jarum, tergores pisau.
Dekontaminasi area kerja.
 Pembuangan alat-alat medis pada tempat yang tepat.
 Hindari penutupan kembali dengan kedua tangan, membengkokkan, memindahkan jarum
suntik bekas. Lakukan dengan satu tangan atau dengan forceps (Muma et al, 1997).

DAFTAR PUSTAKA

 Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Depok : Leskonfi.


 www.jurnalkedokteranindonesia.wordpress.com
 Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.
 Djuanda, Adhi, Hamzah Mochtar, Siti Aisah. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai