PENDAHULUAN
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan mengenai Latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup
dan sistematika penulisan. laporan.
Pada bab ini akan dijelaskan teori -teori yang digunakan dalam desain suatu
bangunan pantai yaitu breakwater.
Bab IV Kesimpulan
Pada bab ini berisi tentang ulasan hasil dari perhitungan dan juga gambar detail
perancangan yang bisa dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembuatan suatu
breakwater yang dirancang berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan pada
Bab III.
BAB II
DASAR TEORI
2.1. PANTAI
2.1.1 Definisi Pantai
Definisi atau pengertian adalah sebuah wilayah yang menjadi batas
antara lautandan daratan, bentuk pantai berbeda-beda sesuai dengan keadaan,
proses yang terjadi di wilayah tersebut, seperti pengangkutan, pengendapan
dan pengikisan yang disebabkan oleh gelombang, arus, angin dan keadaan
lingkungan disekitarnya yang berlangsung secara terus menerus, sehingga
membentuk sebuah pantai.
2.1.2 Definisi Pesisir
Pengertian Pesisir adalah wilayah antara batas pasang tertinggi hingga
batas air laut yang terendah pada saat surut. Pesisir dipengaruhi oleh
gelombang air laut. Pesisir juga merupakan zona yang menjadi tempat
pengendapan hasil pengikisan air laut dan merupakan bagian dari pantai.
1. Groin
Selain tipe lurus ada juga groin tipe L dan tipe T, yang kesemuanya
dibangun berdasarkan kebutuhan.
2. Jetty
Selain ketiga tipe jetty tersebut, dapat pula dibuat bangunan yang
ditempatkan pada kedua sisi atau hanya satusisi tebing muara yang tidak
menjorok kelaut. Bangunan ini sama sekali tidak mencegah terjadinya
endapan dimuara, fungsi bangunan ini sama dengan jetty pendek, yaitu
mencegah berbeloknya muara sungai degan mengkonsentrasikan aliran
untuk mengerosi endapan.
3. Breakwater
2.4. Pengertian
1.2.1 pemecah gelombang atau dikenal sebagai pemecah ombak atau bahasa
inggris breakwater adalah prasarana yang dibangun untuk memecahkan
ombak/gelombang,dengan menyerap sebagian energi gelombang. pemecah
gelombang digunakan untuk mengendalikan abrasi yang menggerus garis
pantai. dan untuk menenangkan gelombang di pelabuhan sehingga kapal dapat
merapat di pelabuhan dengan lebih mudah dan cepat.
Karena pemecah gelombang ini dibuat terpisah ke arah lepas pantai, tetapi
masih di dalam zona gelombang pecah (breaking zone). Maka bagian sisi
luar pemecah gelombang memberikan perlindungan dengan meredam
energi gelombang sehingga gelombang dan arus di belakangnya dapat
dikurangi.
2 .1 .1 Arus
Arus pantai di dekat pantai berkaitan erat proses penjalaran gelombang menuju
pantai. Gelombang yang menjalar ke pantai membawa massa air dan momentum
dalam arah penjalaran sehingga menimbulkan arus di dekat pantai. Arus yang
timbul akan membawa material ke pantai sehingga menimbulkan pengendapan
sepanjang pantai (sedimentasi) atau sebaliknya membawa material pembentuk
pantai ke tempat lain (erosi). Pada umumnya profil gelombang pantai seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2. 1.
Nearshore Zone
Breaker
LLWL
Beach Face
Longshore Bar
Pada gambar di atas, daerah pantai dibagi menjadi backshore dan foreshore. Batas
antara kedua zona adalah puncak berm, yaitu titik dari runup maksimum pada
kondisi gelombang normal. Surf zone terbentang dari titik di mana gelombang
pertama kali pecah sampai titik runup di sekitar lokasi gelombang pecah. Di
lokasi gelombang pecah terdapat longshore bar, yaitu gundukan pasir dasar yang
memanjang sepanjang pantai.
Perilaku arus dan gelombang kaitannya dengan proses pergerakan material di
daerah pantai dapat dilihat sebagai berikut:
1. Offshore Zone
Offshore zone adalah daerah yang terbentang dari lokasi gelombang pecah ke arah
laut. Pada daerah ini gelombang dan arus menimbulkan gerak orbit partikel air
dengan orbit lintasan partikel tidak tertutup sehingga menimbulkan transpor
massa air yang disertai dengan terangkatnya sedimen dasar dalam arah menuju
pantai dan meninggalkan pantai.
2. Surf Zone
Daerah surf zone adalah daerah antara gelombang pecah dan garis pantai yang
ditandai dengan penjalaran gelombang setelah pecah ke arah pantai. Gelombang
pecah menimbulkan arus dan turbulensi yang sangat tinggi yang dapat
menggerakkan sedimen dasar. Kecepatan partikel air hanya bergerak dalam arah
penjalaran gelombang saja.
3. Swash Zone
Daerah swarf zone adalah daerah pantai di mana gelombang dan arus yang sampai
di garis pantai menyebabkan massa air bergerak ke atas dan kemudian turun
kembali pada permukaan pantai. Gerak massa air tersebut disertai dengan
terangkutnya sedimen.
Dari ketiga daerah tersebut, karakteristik gelombang dan arus pada daerah surf
zone dan swash zone adalah yang paling penting. Arus yang terjadi di ke dua
daerah tersebut sangat tergantung dengan arah datang gelombang.
2 .1 .2 Angin
M ulai
Data
Angin Harian Maksimum
( n t ahun)
Pengelompokan Menurut
Bulan
Pengelompokan Menurut
Interval Kecepatan
Hasil
Gambar W ind Rose T iap Bulan
Selesai
2 .1 .3 Gelombang
2 .1 .3 .1 Umum
Gelombang merupakan salah satu fenomena proses fisik yang terjadi di pantai.
Gelombang pada perairan dapat didefinisikan sebagai perubahan elevasi perairan
secara harmonik yang ditimbulkan oleh beberapa gaya, yaitu gaya angin, gaya
gempa di laut, kapal yang bergerak, dan lain-lain. Sketsa definisi gelombang dapat
dilihat pada Gambar 2. 3.
C
Z
X H=a/2
SWL
d atau h
z = -d
2 gk tanh kh 2. 1
2 2 2
2
g tanh 2. 2
T L L
1 2kh
Cg 1 C 2. 4
2 sinh( 2kh)
Laut transisi 1/25 < d/L < ½ 1/4 sampai Tanh (2d/L)
2 .1 .3 .3 Karakteristik Gelombang
Seperti pasang surut, angin, dan fenomena proses fisik lainnya gelombang juga
memiliki beberapa karakteristik, seperti cepat rambat gelombang, panjang
gelombang, kecepatan gelombang, percepatan gelombang, dan lain-lain. Setiap
karakteristik ini diwakili masing-masing oleh sebuah persamaan matematik
tertentu. Persamaan-persamaan tersebut didapat dari penurunan persamaan
dispersi. Adapun persamaan karakteristik gelombang yang akan umum digunakan
dalam perencanaan pelabuhan studi kasus secara lengkap berdasarkan kedalaman
relatifnya dapat dilihat pada Tabel 2. 2.
Cepat rambat gT gT 2 πd
C0 C tanh C gd
gelombang 2π 2π L
gT2 gT2 2 πd
Panjang gelombang L0 L tanh L T gd
2π 2π L
2.1.3.4.1 Hindcasting
Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data
angin. Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi
meteorologi yang telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi
meteorologi hasil prediksi. Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya
hanya pada sumber data meteorologinya.
Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan
yang dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah
seiring dengan mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan
gelombang berupa tinggi dan perioda gelombang signifikan untuk setiap data
angin. Data-data yang dibutuhkan untuk meramal gelombang terdiri dari:
1. Data angin yang telah dikonversi menjadi wind stress factor (UA).
2. Panjang fetch efektif.
1609
b. t1 det 2. 6
uf
c. Menghitung u3600.
uf
c
u3600
uf
d. u3600 2. 7
c
dengan:
45
c 1.277 0.296 tanh 0.9 log
t untuk 1 < t1 < 3600 detik
ut
u3600 2. 8
c
dengan:
45
c 1.277 0.296 tanh 0.9 log
t untuk 1 < t1 < 3600 detik
c 0.15 log t1 1.5334 untuk 3600 < t1 < 36000 detik
di mana
uf = kecepatan angin maksimum hasil koreksi elevasi (m/s)
ut = kecepatan angin rata-rata untuk durasi angin yang diinginkan (m/s)
t = durasi waktu yang diinginkan (detik)
3. Koreksi Stabilitas
Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan
angin efektif dapat diperoleh dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai
berikut:
u ut .Rt 2. 9
di mana:
RT = rasio amplifikasi, diperoleh dari grafik pada Gambar 2. 4.
ut = kecepatan angin hasil koreksi durasi (m/s)
Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984
menyarankan penggunaan RT = 1,1.
F cos i i
Feff i 1
k
2. 10
cos
i 1
i
di mana:
Fi = panjang fetch ke-i
i = sudut pengukuran fetch ke-i
i = nomor pengukuranfetch
k = jumlah pengukuran fetch
0.0016 xU A gxFeff 2
2
H mo 2. 11
U 2
g A
1
0.2857 xU A gxFeff 3
Tp 2. 12
U 2
g A
2
gxt gxFeff 3
68.8 x 2
7.15 x104
2. 13
UA UA
di mana:
Hmo = tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral (m)
TP = perioda puncak spektrum (detik)
g = percepatan gravitasi bumi = 9.81 (m/s2)
UA = wind stress factor (m/s)
Feff = panjang fetch efektif (m)
T = durasi angin yang bertiup (detik)
Adapun prosedur peramalan gelombang adalah sebagai berikut:
1. Analisa perbandingan pada persamaan 2.17 di atas. Jika tidak memenuhi
persamaan tersebut, maka gelombang yang terjadi merupakan hasil
pembentukan gelombang sempurna. Penghitungan tinggi dan perioda
gelombangnya menggunakan persamaan-persamaan berikut:
2
0.2433xU A
H mo 2. 14
g
8.134 xU A
Tp 2. 15
g
68.8 xU A gxFeff 3
tc 2. 16
U 2
g A
2. Periksa durasi data yang ditentukan (t), lalu bandingkan terhadap durasi kritis
(tc).
a. Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas fetch. Pada pembentukan jenis ini, durasi angin yang
bertiup cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya
dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16.
b. Jika t > tc, maka gelombang yang terjadi merupakan gelombang hasil
pembentukan terbatas durasi. Pada pembentukan ini, durasi angin yang
bertiup tidak cukup lama. Penghitungan tinggi dan perioda gelombangnya
dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16 dengan terlebih
dahulu mengganti panjang Feff dengan Fmin berikut ini:
3
UA
2
gxt 2
Fmin 2. 17
g 68.6 xU A
Xt = X + K. SX 2. 18
di mana:
Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)
di mana:
Log Xt = nilai logaritmik tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)
Xt = X + k. SX 2. 20
di mana:
Xt = nilai tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)
Xt = X + K.SX 2. 22
di mana:
Xt = nilai tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)
T
Yt = - 0.834 2.303 log 2. 25
T -1
di mana:
Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)
X = tinggi gelombang maksimum rata-rata
Sx = standar deviasi
K = faktor frekuensi
Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah
data
Sn = deviasi standar dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah
data
2.1.3.4.3.5 Metode Distribusi Pearson III
Distribusi Pearson III mempunyai bentuk kurva seperti bel. Mode terletak pada
titik nol dan nilai X terletak a X . Persamaan distribusi Pearson III dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Xt = X + K.SX 2. 26
di mana:
Xt = tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun (m)
di mana:
Log Xt = logaritmik tinggi gelombang untuk periode ulang T tahun
log X
= 2. 28
n
(logX logX) 2
S logX = standar deviasi = 2. 29
n 1
(logX logX) 2
CS = koefisien skewness = 2. 30
(n 1).(n 2) Si 3
Apabila nilai CS = 0, maka distribusi Log Pearson III identik dengan distribusi
Log Normal sehingga distribusi kumulatifnya akan tergambar sebagai garis lurus
pada kertas grafik log normal.
Perioda gelombang rencana bisa didapatkan dengan cara memetakan tinggi
gelombang yang didapat dari analisa frekuensi di atas ke scatter diagram perioda
gelombang terhadap tinggi gelombang.
2.1.3.4.4.1 Refraksi
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju laut dangkal akan mengalami
transformasi yang diakibatkan oleh adanya pengaruh perubahan kedalaman laut.
Di laut dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi oleh dasar laut. Namun di
laut transisi dan laut dangkal, dasar laut mempengaruhi pergerakan gelombang.
Refraksi adalah pembelokan arah gelombang akibat perubahan kedalaman. Seperti
diketahui bahwa C adalah fungsi dari T dan h, yaitu C = f(T,h). Makin dangkal
atau makin kecil h, akan makin kecil kecepatan. Kondisi ini menyebabkan
gelombang yang datang dengan membentuk sudut terhadap batimetri berubah
arah dan front gelombang cenderung berevolusi sejajar pantai atau ray akan tegak
lurus pantai. Di daerah perairan dangkal, apabila ditinjau suatu garis puncak
gelombang, bagian puncak gelombang yang berada di air yang lebih dangkal akan
menjalar dengan kecepatan yang lebih kecil daripada bagian dari puncak
gelombang yang berada di air yang lebih dalam. Akibatnya garis puncak
gelombang akan membelok dan berusaha untuk sejajar dengan garis kedalaman
laut. Garis orthogonal gelombang, garis yang tegak lurus dengan garis puncak
gelombang dan menunjukkan arah penjalaran gelombang, juga akan membelok
dan berusaha untuk menuju tegak lurus garis kontur dasar laut. Efek pembelokan
ini disebut sebagai refraksi. Sketsa deskripsi refraksi gelombang pada kontur lurus
dan sejajar dapat dilihat pada Gambar 2. 5.
Ortogonal gelombang
L0
b0
0
x
L
Kontur kedalaman b
x
Pantai
Fenomena refraksi ini sangat penting untuk dipelajari dalam teknik pantai dan
pelabuhan karena:
1. Transpor sedimen pantai sangat bergantung pada arah gelombang, sehingga
dalam melakukan analisa transpor sedimen pantai harus benar-benar
diketahui sudut datang gelombang. Demikian juga halnya dengan analisa
gelombang, perlu diketahui sudut datang gelombang.
2. Peristiwa refraksi juga dapat mengakibatkan perubahan tinggi gelombang.
Untuk kondisi suatu kontur dapat mengakibatkan pengkonsentrasian energi
gelombang (konvergen), dan pada kondisi kontur lain dapat mengakibatkan
penyebaran energi gelombang (divergen). Kondisi konvergen dapat
menyebabkan tinggi gelombang makin besar, sedangkan pada kondisi
divergen terjadi pengecilan tinggi gelombang.
Hal yang penting dari analisa refraksi adalah pengaruh refraksi terhadap tinggi,
arah dan distribusi energi gelombang yang terjadi di perairan dangkal. Analisa
penghitungan refraksi dimulai dengan menentukan tinggi gelombang terbesar
beserta perioda dan arah gelombang tersebut. Dilatarbelakangi oleh hukum
konservasi energi, di mana energi gelombang di perairan dalam sama dengan
energi gelombang di perairan dangkal, dapat ditentukan tinggi gelombang yang
terjadi di perairan dangkal. Analisa refraksi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan ketentuan yang terdapat di dalam SPM 1984. Untuk garis kontur
yang sederhana dan sejajar pantai, parameter-parameter yang penting dalam
analisa refraksi ini adalah:
C
sin 2 2 sin 1 2. 31
C1
2. Koefisien Refraksi.
b0 cos 0
Kr 2. 32
b cos
3. Tinggi gloembang akibat refraksi.
H 2 Kr H1 2. 33
di mana:
1 = sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar di mana
gelombang melintas.
2 = sudut yang sama diukur saat garis puncak gelombang melintas
dasar kontur berikutnya.
C1 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur pertama.
C2 = kecepatan gelombang pada kedalaman kontur kedua.
b0 = jarak antara garis orthogonal di laut dalam.
b1 = jarak antara garis orthogonal di titik 1.
2.1.3.4.4.2 Shoaling
Dalam perjalanan gelombang dari perairan dalam menuju perairan dangkal terjadi
perubahan kecepatan, yaitu menjadi lebih lambat. Perubahan ini selain
mengakibatkan perubahan arah, juga mengakibatkan pembesaran tinggi
gelombang, di mana peristiwa tersebut dikenal sebagai shoaling.
Penghitungan koefisien tinggi gelombang akibat shoaling ini dinyatakan dengan
persamaan berikut:
1
2
1
Ks 2. 34
2kh
1 tanh( 2kh)
sinh( 2kh)
C g1
KS 2. 35
Cg 2
H 2 Kr K S H1 2. 36
2.1.3.4.4.3 Breaking
Gelombang memasuki perairan yang lebih dangkal akan megalami shoaling dan
pada akhirnya akan pecah. Peristiwa pecah ini akan terjadi terus menerus sampai
mencapai tinggi gelombang stabil, yaitu pada tinggi gelombang HS = 0.4 h. Jarak
mulai pecah sampai dengan menjadi stabil pada umumnya adalah 0.5 L. Hal ini
terjadi terus menerus sampai gelombang mencapai pantai.
Gelombang pecah terjadi di laut dalam dan laut dangkal. Kapan gelombang mulai
pecah di laut dalam dinyatakan oleh Michell (1893) dengan persamaan berikut:
H0 2h
0.142 tanh 2. 37
L0 L
Hal ini dapat terjadi bila sudut yang dibentuk oleh puncak gelombang sebesar
1200. Pada sudut batas ini, kecepatan partikel di puncak gelombang hampir sama
dengan kecepatan rambat gelombang. Penambahan kecuraman sudut puncak
gelombang akan mengakibatkan kecepatan partikel di puncak gelombang lebih
besar daripada cepat rambat gelombang, sehingga terjadilah ketidakstabilan yang
menyebabkan gelombang pecah. Persamaan ini juga menyatakan tinggi
gelombang maksimum yang dapat terjadi pada suatu kedalaman untuk suatu
perioda gelombang.
Sementara itu, kriteria gelombang pecah di laut dangkal secara umum adalah
sebagai berikut:
H
0.78 2. 38
h
2.1.3.4.4.4 Wave Set-up dan Wave Set-down
Akibat adanya gelombang, maka akan terjadi perubahan elevasi muka air rata-rata
atau kedalaman rata-rata. Perubahan tersebut dengan wave set-up atau wave set-
down.
Wave set-up atau wave set-down ini dapat dicari dengan menggunakan persamaan
berikut:
3 1 H 2
1 2 2. 39
x 16 (h ) x
4 f ( H )3 x
Eloss 2. 40
3gh sinh 3 (kh' )
H f H1 Eloss
2
2. 41
di mana:
f = koefisien gesek yang berkisar antara 0.010-0.015
h’ = h+ 2. 42
Dari persamaan di atas dapat dihitung dengan kc dengan bantuan metoda iterasi
dan selanjutnya dapat dihitung Hc.
K'
r Titik tinjau
L Perairan tenang L
P P
Rintangan Rintangan
di mana:
H = tinggi gelombang setelah difraksi
2 .1 .4 Transpor Sedimentasi
Transpor sedimen pantai adalah gerak sedimen di daerah pantai yang disebabkan
oleh gelombang dan arus yang terjadi di daerah antar gelombang pecah dan garis
pantai. Gelombang yang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai
akan menimbulkan arus sepanjang pantai (longshore current) sehingga daerah
transpor sedimen pantai terbentang dari garis pantai sampai tepat di luar daerah
gelombang pecah.
Transpor sedimen banyak menyebabkan permasalahan dalam pencegahan
sedimentasi serta erosi pantai. Oleh sebab itu prediksi transpor sedimen sepanjang
pantai untuk berbagai kondisi adalah sangat penting dilakukan. Transpor sedimen
pantai dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Onshore – Offshore Transport
Transpor sedimen yang menuju dan meninggalkan pantai serta mempunyai arah
rata-rata tegak lurus garis pantai.
2. Longshore Transpot
Transpor sedimen sepanjang pantai dan mempunyai arah rata-rata sejajar garis
pantai.
Di daerah lepas pantai biasanya hanya terjadi transpor menuju dan meninggalkan
pantai, sedangkan di daerah dekat pantai terjadi kedua jenis transpor sedimen di
atas.
2 .2 . KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS
Dalam menentukan struktur pengaman erosi pantai yang sesuai untuk kawasan
pantai, selain faktor dominan penyebab erosi pantai, jenis pantai, kondisi geologi,
dan kondisi Hidro-Oceanografi, maka kesesuaian dan ketersediaan bahan
bangunan di daerah ini sangatlah penting untuk diperhatikan dan
dipertimbangkan. Dalam rangka upaya membuat perencanaan perlindungan pantai
ini ada beberapa pendekatan antara lain:
1. Mengurangi energi gelombang yang mengenai pantai dengan bangunan
pemecah gelombang lepas pantai.
2. Memperkuat tebing pantai sehingga tahan terhadap gempuran gelombang
(dengan bangunan revetment atau sea wall).
3. Mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai (dengan pembangunan
groin).
4. Menambah suplai sedimen ke pantai (dengan cara sand by passing atau beach
norishment).
Tombolo
Cuspate
(a.) (b.)
Pemecah Gelombang
(c.)
Pemecah gelombang lepas pantai dapat dibuat dari tumpukan batu, beton,
tumpukan buis beton, turap dan sebagainya.
Struktur bangunan pantai juga harus mampu menahan gesekan air laut akibat
adanya rayapan gelombang air laut, terutama pada saat berlangsung badai atau
akibat pasang surut. Apabila gelombang bergerak menuju bangunan yang miring
(dinding tembok laut atau pemecah gelombang), sebagian dari momentum
gelombang tersebut akan dirubah menjadi gerakan air yang meluncur ke atas
lereng, yang disebut rayapan gelombang (wave run–up). Tinggi rayapan dapat
didefinisikan sebagai elevasi vertikal maksimum yang dapat dicapai oleh gerakan
air yang meluncur ke atas lereng bangunan, diukur dari muka air rata-rata (MSWL
= Mean Sea Water level ).
Gambar 2. 8 Rayapan Gelombang (Runup) Gelombang.
tgθ
Ir = 0,5
2. 47
H
L0
di mana :
Ir = bilangan Irrabaren
= sudut kemiringan sisi bangunan
H = tinggi gelombang di lokasi bangunan
L0 = panjang gelombang di laut dalam
Grafik ini juga dapat digunakan untuk menghitung run down (Rd) yaitu turunnya
permukaan air karena gelombang pada sisi bangunan.
Gambar 2. 9 Grafik Runup Gelombang.
di mana:
W = berat butir batu pelindung
Wr = berat jenis batu
Hd = tinggi gelombang perencanaan
Sr = Wr/Ww; dimana Ww = berat satuan air = 1.025kg/m3
Cot = kemiringan lereng breakwater
KD = koefisien stabilitas yang tergantung pada bentuk batu pelindung
(batu alam atau buatan), kekasaran permukaan batu, ketajaman sisi-
sisinya, ikatan antara butir dan keadaan pecahnya gelombang yang
diberikan pada Tabel 2. 3.
Tabel 2. 3 Koefisien Stabilitas KD Untuk Berbagai Jenis Butiran.
Lengan Bangunan Ujung (Kepala) Bangunan
Kemiringan
No. Lapisan Lindung n Penempatan KD KD
Gelombang Gelombang Gelombang Gelombang
Cot
Pecah Tidak Pecah Pecah Tidak Pecah
1. Batu Pecah
Bulat Halus 2 Acak 1.2 2.4 1.1 1.9 1.5 - 3.0
Bulat Halus >3 Acak 1.6 3.2 1.4 2.3 2.0
Bersudut Kasar 1 Acak 1.0 2.9 1.0 2.3 2.0
1.9 3.2 1.5
Bersudut Kasar Acak 2.0 4.0 1.6 2.8 2.0
1.3 2.3 3.0
Bersudut Kasar >3 Acak 2.2 4.5 2.1 4.2 2.0
Bersudut Kasar 2 Khusus *3 5.8 7.0 5.3 6.4 2.0
Paralelepipedum 2 Khusus 7.0 - 20.0 8.5 - 24.0 - -
5.0 6.0 1.5
2. Tetrapod dan Quadripod 2 Acak 7.0 8.0 4.5 5.5 2.0
3.5 4.0 3.0
8.3 9.0 1.5
3. Tribar 2 Acak 9.0 10.0 7.8 8.5 2.0
6.0 6.5 3.0
4. Dolos 2 Acak 15.8 31.8 8.0 16.0 2.0
7.0 14.0 2.0
5. Kubus Dimodifikasi 2 Acak 6.5 7.5 - 5.0 *2
6. Hexapod 2 Acak 8.0 9.5 5.0 7.0 *2
7. Tribar 1 Seragam 12.0 15.0 7.5 9.5 *2
8. Batu Pecah (KRR) - Acak 2.2 2.5 - -
(Graded Angular)
Catatan:
n : jumlah susunan butir batu dalam lapis pelindung
*1 : penggunaan n = 1 tidak disarankan untuk kondisi gelombang pecah
*2 : sampai ada ketentuan lebih lanjut tentang nilai KD, penggunaan KD dibatasi pada kemiringan 1 : 1,5 sampai 1 : 3
*3 : batu ditempatkan dengan sumbu panjangnya tegak lurus permukaan bangunan
Persamaaan di atas memberikan berat butir batu pelindung yang sangat besar.
Untuk mendapatkan batu yang sangat besar tersebut adalah sulit dan mahal. Guna
memperkecil harga pembangunan maka bangunan pantai dibuat dalam beberapa
lapis. Lapis terluar terdiri dari batu dengan ukuran seperti persamaan di atas
sedangkan pada lapisan di bawahnya diletakkan ukuran batu yang semakin kecil.
Bangunan pengaman pantai biasanya dibedakan dalam dua bagian, yaitu kepala
dan lengan bangunan. Kepala bangunan mempunyai panjang sekitar 15 m sampai
45 m dari ujung bangunan. Panjang tersebut tergantung pada panjang bangunan
dan elevasi puncak ujung bangunan. Pada bagian kepala bangunan memerlukan
berat butir batu pelindung yang lebih besar daripada lengan bangunan. Hal ini
mengingat bahwa kepala bangunan menerima serangan gelombang dari berbagai
arah sehingga pada tabel di atas, nilai KD untuk bagian kepala bangunan lebih
kecil daripada nilai di lengan bangunan.
Lebar puncak juga tergantung pada limpasan yang diijinkan. Pada kondisi
limpasan yang diijinkan, lebar puncak minimum adalah sama dengan lebar dari
tiga butir batu pelindung yang disusun berdampingan (n =3). Untuk bangunan
tanpa terjadi limpasan, lebar puncak bangunan bisa lebih kecil. Selain batasan
tersebut, lebar puncak harus cukup lebar untuk keperluan operasi peralatan pada
waktu pelaksanaan dan perawatan.
Lebar puncak bangunan pengaman pantai dapat dihitung dengan rumus berikut
ini:
W
B = n.kD. 2. 49
Wr
di mana :
B = lebar puncak
n = jumlah butiran (nminimum = 3)
kD = koefisien lapis (Tabel 2. 3)
W = berat butir batu pelindung
Wr = berat jenis batu pelindung
Kadang-kadang di puncak bangunan pengaman pantai terbuat dari dinding lapis
beton yang dicor di tempat. Lapisan beton ini mempunyai tiga fungsi, yaitu
memperkuat puncak bangunan, menambah tinggi puncak bangunan dan sebagai
jalan untuk perawatan.
Tebal lapis pelindung dan jumlah butir batu tiap satu luasan diberikan oleh rumus
berikut ini:
1/ 3
W
t = n.k 2. 50
Wr
2/3
P Wr
N = A.n.k . 1 2. 51
100 W
di mana :
t = tebal lapis pelindung
n = jumlah lapis batu dalam lapis pelindung
kD = koefisien yang diberikan dalam Tabel 2. 3
A = luas permukaan
P = porositas rerata dari lapis pelindung (%) yang diberikan dalam
Tabel 2.4
N = jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A
W = berat butir batu pelindung
Wr = berat jenis batu pelindung
PERENCANAAN BREAKWATER
3.1. HINDCASTING
3.1.1 Fetch Pada Peta
Chart Title
60
y = 3.3551e0.0037x
R² = 0.7784
50
40
30
20
y = 0.5569x0.4896
R² = 0.9984
10
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800
-10
𝐻𝑏
Dari gambar 3.13 didapat : 𝐻′0 = 1.325 Hb = 3.62 m
𝐻𝑏
= 0.0029
𝑔𝑇 2
𝑑𝑏
Dari gambar 3.14 didapat : 𝐻𝑏 = 1.12 db = 4.05 m
Jadi gelombang pecah akan terjadi pada kedalaman 4.06 m. karena db >
dLWL > dHWL, berarti dilokasi bangunan pada kedalaman -0.5 m
gelombang pecah
Bilangan Irribaren :
𝑡𝑔 𝜃
Ir = 𝐻 = 3.43
( )0.5
𝐿0
Dengan menggunakan grafik pada gambar 7.33, hitung nilai run up. Untuk
lapis lindung dari tetrapod :
𝑅𝑢
= 0.875 Ru = 3.62 m
𝐻