SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh :
RUSDIYANTO
NIM: 09120059
RUSDIYANTO
NIM. 09120059
ii
NOTA DINAS
Kepada Yth.,
Assalamu’alaikum wr. Wb
Nama : Rusdiyanto
NIM : 09120059
Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam
Saya berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas
Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam
sidang munaqosyah
Wassalamu’alaikum wr.wb.
iii
iv
HALAMAN MOTTO
&
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Seluruh guru-guruku
&
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah SWT., pemelihara alam semesta yang telah
formal di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab UIN Sunan
Kalijaga. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat dan
Sekitar empat tahun tiga bulan saya kuliah di Jurusan Sejarah dan
Kebudayaan Islam Fakultas Adab (belakangan) dan Ilmu Budaya UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Waktu yang relatif lama itu (karena tidak sesuai dengan
waktu ideal) bukanlah soal bagi siapa saja dalam upaya mencari dan menuntut
ilmu karena memang pencarian ilmu menuntut kesabaran dan proses yang
panjang, yakni sampai akhir hayat. Selesainya tugas akhir ini secara akademis
menuntut tanggungjawab baik moral maupun intelektual. Oleh sebab itu, saya
bantuan dan dorongan yang beragam salama saya menempuh studi sampai dengan
1. Guru Pertamku: Ibu, Ayah dan Nenek yang selalu sabar mendidik,
vii
3. Bapak Drs. Badrun Alaena dan Drs. Sujadi, M.A selaku penguji yang
banyak memberikan kritik, saran dan masukan sehingga skripsi ini bisa
4. Dr.Hj, Siti Maryam, M. Ag, selaku dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
dan Ibu Himayatul Ittihadiyah selaku ketua jurusan beserta seluruh bapak
dan ibu Dosen di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab
5. Num Yusuf, Yu Sama, Kak Mat, dan paman dan bibiku yang selalu
doa, nasehat, dan uang sakunya yang selalu mengiringi setiap saya mau
6. Adik-adik dan ponakanku: Eny, Yanti, Alfin Haqiqi, Abil Abror, Rian
Maulana, Lilis, Linda, Iis, Heril, dan yang lainya, yang selalu menghibur
Zulfa, Tamam, Iqbal, Sugi, Ulil dan ozi. Juga para Kader HMI Adab :
Sujipto, dan lain semuanya yang sempat memilih atau dipilihkan HMI
Fuad dan Udin dan Keluarga besar MARAKOM beserta kader HMI yang
viii
sering berkunjung ke Marakom: Ghefur, Qutub, Mahfud Siraj, Ubey,
Kamal, Ibad, Cecep, Yayuk, Tata, Priyo dan lain-lain dan seterusnya.
9. Seneorku di HMI yang selalu memberi nasehat: Mas Ade, Mas Awaludin,
Mas Zuber, Mas Ikbal, Mas Alam, Mba Yanti, Mb Ratna, Mb Uswah, Mas
10. Pengurus dan Takmir sekretariat HMI Cabang Yogyakarta : Pak Hilal,
Dika, Rahman, Rohim, Eko, Novi, Deni dan lainnya yang telah
kebersamaannya.
11. Pak Haji Manan Syah Putra Nasution, Pak Alan Mustofa Umami (UII),
13. Seluruh teman-teman yang tidak disebut namanya, dan terkhusus untukmu
Di atas semua itu, ucapan terimakasih berikut syukur saya haturkan kepada
Allah SWT yang telah menggariskan hidup dan kehidupan ini. Akhirnya, untuk
semuanya kepada Allah SWT saya berdoa semoga seluruh kebaikan yang
ix
ABRSTRAKSI
Kata Kunci: HMI MPO, asas tunggal Pancasila, Orde Baru, HMI DIPO.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... ii
NOTA DINAS ................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
ABSTRAKSI ..................................................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
xi
BAB IV PERUMUSAN DAN PENERAPAN KHITTAH
PERJUANGAN HMI MPO .......................................................... 65
A. Kesimpulan ................................................................................. 89
B. Saran ........................................................................................... 93
xii
BAB I
PENDAHULUAN
muncul pada tahun 1986 ketika terjadi pergolakan di interenal HMI. Pergolakan itu
berkaitan dengan kebijakan pemerintah Orde Baru tentang asas tunggal Pancasila
yang diterapkan bagi seluruh organisasi masyarakat baik organisasi politik maupun
berbagai ormas Islam, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang sejak lahir
tunggal Pancasila dikalangan internal HMI menjadi salah satu faktor yang
mendahului terjadinya konflik internal HMI yang dampaknya masih terlihat dan
terasa sampai sekarang, yaitu HMI secara struktural terpecah menjadi dua kubu:
kubu arus mayoritas HMI Dipo 1 yang menerima Pancasila sebagai asas, dan
kelompok kecil yang menamakan diri HMI MPO yang tetap bersikukuh
Kondisi umum semenjak HMI dibentuk sampai dengan masa awal Orde Baru
masa Orde Lama- ketika Masyumi dituduh ada di belakang pemberontakan PRRI.
1
Kata Dipo sebenaranya istilah yang digunakan teman-teman MPO sebagai pembeda yang
diambil dari nama jalan sekretariat mereka yang berada di Jl. Diponegoro. Baik Dipo maupun MPO
hanyalah identitas pembeda yang menyejarah, dalam konstitusi kedua HMI tersebut istilah MPO
maupun Dipo sebenarnya tidak ada.
2
Ubedillah Badrun, Radikalisasi Gerakan Mahasiswa: Kasus HMI MPO, (Jakarta: Media
Rausyafekr, 2006), hlm. 59.
1
2
HMI segera menyatakan tidak ada kaitannnya dengan Masyumi, dan menuntut tokoh
Masyumi yang terlibat diganjar dengan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya. 3
Pada masa Orde Baru keberpihakan HMI kepada penguasa terlihat dari
ketika pada Kongres ke-15 di Medan HMI menolak bujukan pemerintah tentang
kebijakan asas tunggal Pancasila untuk ditetapkan di HMI mengantikan asas Islam,
sikap tersebut mengejutkan sekaligus mendapat aprisiasi banyak pihak dan menjadi
titik balik HMI yang sebelumnya bersikap akomodatif terhadap pemerintah menjadi
Pemerintah Orde Baru dan Islam mengalami hubungan pasang surut, diawal
(PKI) menjadi angin segar bagi sebagian besar umat Islam yang merasa terusik
dengan keberadaan PKI, lebih-lebih HMI yang pernah menjadi ‘musuh’ PKI pada
masa Orde Lama. Tetapi lambat laun terlihat dengan jelas bahwa Orde Baru
melakukan pengkerdilan terhadap peran umat Islam secara politik atau jamak disebut
deislamisasi politik.4 Yudi Latif menulis beberapa sumbatan ketat Orde Baru
terhadap aspirasi umat Islam 5 yang dipungkasi dengan jatuhnya ‘palu godam’ berupa
3
Tatak Prapti Ujiati, HMI Dalam Isu Asas Tunggal, (Warta Himpunan Nomor: 1/Th.
III/April-Mei 1995), hlm. 16
4
M. Rusli Karim, Nuansa Gerak Politik Era 1980-an di Indonesia, (Yogyakarta: MW
Mandala, 1992), hlm. 15.
5
Terdapat delapan sumbatan menurut Yudi Latif, Pertama, Penolakan permintaan kelompok
Islam untuk merehabilitasi partai politik yang dulu diserang Soekarno, Masyumi. Kedua, ditundanya
pemilu 1968 sampai dengan 1971. Ketiga, dikeluarkannya peraturan Mendagri (Permindagri) No.
3
Indonesia – melalui Tap. MPR No. II/1983, diperkuat dengan UU No. 3 dan No. 8
/1985. 6
menjadi yang paling banyak mendapatkan respon dari berbagai ormas, cara
menuliskan bahwa kebijakan tersebut ditanggapi umat Islam dalam empat sikap:
Pertama, menerima tanpa banyak persoalan, sikap ini ditunjukkan NU dan kelompok
lain yang memiliki hubungan dengan pemerintah atau pemerintah saat itu, dengan
alasan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Kedua, mau menerimanya
12/1969 dan PP No. 6/1970, yang melarang pegawai negeri menjadi anggota partai politik. Keempat,
pemaksaan fusi partai politik di Indonesia tahun 1973 yang kemudian dituangkan dalam UU No.
3/1973. Kelima, Undang-Undang Perkawinan Islam sebagai upaya deIslamisasasi kaidah-kaidah
kemasyarakatan. Keenam, Usaha pemerintah menciptakan mentalitas konformis serta mengontrol
kehidupan sosial umat Islam melalui penciptaan korporatisme keumatan, yang disebut MUI, yang
diberlakuan secara nasional mulai tahun 1975. Ketujuh, dilegaisasinya aliran kepercayaan dan P4
melalui Tap MPR No. II/1978 yang merupakan usaha pemerintah untuk memperlemah potensi umat
Islam. Kedelapan, rekayasa pemerintah dalam bidang komunikasi dan sosialisasi umat Islam melalui
SK Menag No. 44/1978, No. 7-/1978 serta surat edaran Menag No. 77/1979 yang secara tidak langung
merupakan usaha untuk mereganggkan umat Islam dari cita-cita politik keislaman. Baca: Yudi Latif,
“Dari Islam Sejarah Memburu Islam Ideal” dalam Ihsan Ali Fauzi, Haidar Baqir (Ed), Mencari Islam;
Kumpulan Otobiografi Intelektual Kaum Muda Muslim Indonesia Angkatan 80-an, cet. II( Bandung:
Mizan, 1993), hlm. 225-227.
6
Yudi Latif, “Dari Islam Sejarah Memburu Islam Ideal” dalam Ihsan Ali Fauzi, Haidar Baqir,
Mencari Islam; Kumpulan Otobiografi Intelektual Kaum Muda Muslim Indonesia Angkatan 80-an,
cet. II, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 229.
7
Sebagai perbandingan untuk mengetahui lebih dalam bagaimana organisasi keagamaan
misalnya Muhammadiyah dan NU menanggapi kebijakan ini baca H.M. Shaleh Harun, Abdul Munir
Mulkan, Latar Belakang Umat Islam Menerima Asas Tunggal Pancasila : Sebuah Kajian Informatif
Pandangan NU-Muhammadiyah. Yogyakarta : Aquarius. 1406 H. Baca Juga, Lukman Harun,
Muhammadiyah dan Asas Pancasila, (Jakarta: Pustaka Panjimas 1986).
4
diundangkan. Ketiga, Bersikap apatis, yang merupakan sikap mayoritas umat Islam.
Keempat, Menolak sama sekali kebijakan tersebut, sikap ini diambil oleh Pelajar
Islam Indonesia (PII), HMI MPO, dan Gerakan Pemuda Marhaenis. Dari sini dapat
pemerintah. Kelompok ini terlahir sebagai ‘anak haram’ Orde Baru yang
keberadaannya dirisaukan dan ditirikan. Diantara tiga organisasi disebut, HMI MPO
memiliki keunikan tersendiri, yang mana selain ia dicap sebagai anak haram Orde
Baru, juga dianggap sebagai ‘anak haram’ HMI. Meskipun HMI MPO merupakan
kelompok minoritas atau kelompok kecil di HMI, tetapi secara struktural kehadiran
dan keberadaan HMI MPO ini justru didukung, lahir dan dibentuk dari Cabang-
Cabang besar, 11 salah satunya Cabang Yogyakarta yang pada waktu itu merupakan
Cabang terbesar di Indonesia, tempat dimana HMI dilahirkam dua tahun pasca
kubu MPO pada tahun 1986 12 diselenggarakan sebagai sikap dan respon tidak
8
Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur. (Yogyakarta: Lesfi,
2002), hlm. 106.
9
Ubedillah Badrun, Radikalisasi Gerakan Mahasiswa: Kasus HMI MPO, hlm. 55-56.
10
PII dan GPM karena tetap menolak Asas Tunggal dibekukan dan dilarang pemerintah.
Baca Faisal Ismail, Pijar-Pijar., hlm.,106 yang mengutip dari Tempo, edisi 6 Februari 1988, hlm. 4.
11
Diataranya: Cabang Jakarta, Bandung, Ujung Pandang, Yogyakarta, Bogor, dan Semarang.
12
Kongres ini merupakan kongres pertama versi MPO, tetapi karena kubu MPO mengaku
sebagai kubu yang sah secara konstitusional sebagaimana juga HMI Dipo, maka kongres ini juga
disebut atau menyebut sebagai Kongres HMI ke-16.
5
oleh PB HMI melalui sidang pleno III di Ciloto Jawa Barat pada tanggal 1-7 April
HMI. Keputusan PB HMI ini ditentang oleh sebagian anggota HMI baik secara
individu maupun melalui institusi Cabang. HMI Cabang Yogyakarta adalah salah
dengan mikanesme organisasi yang keliru. Selain itu, PB HMI mengadakan siaran
pers perubahan asas tersebut di Yogyakarta tepat setelah HMI Cabang Yogyakarta
diselenggarakan tanggal 1 sampai 4 april 1985, “bahwa Islam adalah asas organisasi
HMI dan akan dipertahankan pada kongres HMI ke-16 yang akan datang”.
Kebijakan PB HMI pada waktu itu direspon dan ditentang pertamakali oleh Cabang
Yogyakarta. Cabang Yogyakarta menjadi salah satu Cabang yang dengan tegas
Sikap tegas Cabang Yogyakarta dalam menolak asas Tunggal Pancasila dan
bergabung dengan HMI MPO jika dikaitkan dengan PII yang memiliki sikap serupa
menunjukkan hal yang berbeda, 13 hal ini menunjukkan bahwa secara lokal setiap
13
Dalam menetapkan sikap, arah dan strategi PII terkait UU keormasan PB PII
menyelenggarakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada tanggal 10-14 Mei 1987. Rapimnas ini
6
wilayah atau Cabang dalam mengambil sikap atau merespon realiatas memiliki
Selama ini- sejauh yang dapat dijumpai- umumnya para peneliti, pengamat
maupun penulis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memotret HMI dalam skala
nasional. Jarang sekali dijumpai organisasi yang berdiri dua tahun pasca
kemerdekaan ini dipotret atau dikaji secara lokal, terutama tentang tentang pengaruh
dan peran Cabang tertentu bagi HMI dalam skala Nasional. Padahal jika dilihat dari
memiliki kondisi sosial, latar tradisi dan karakter yang berbeda. 14 Oleh karena itu,
kajian tentang HMI yang ada selama ini cendrung memperlihatkan keseragaman
dalam HMI. sehingga terlihat sikap, respon dan kebijakan HMI di Cabang tertentu
sama dengan atau mewakili sikap dan kebijakan HMI secara nasional.
HMI sebagai organisasi yang memiliki sistem organisasi dan nilai yang
organisasi dan nilai normatif yang sama 15, tetapi dalam penerapan dan realitasnya
tidak serta merta bisa dipisahkan dari latar tradisi dan latar sosial dan kultur
akademis para anggota HMI tinggal, sehingga dalam realitas historisnya tidak jarang
melahirkan Deklarasi Cisarua yang salah satu isinya menyatakan sikap istikomah PII, dari 18
pengurus wilayah PII yang hadir Hanya PW Yagyakrtalah yang tidak setuju dengan penolakan PII
terhadap UU keormasan. Baca Djayadi Hanan, Gerakan Pelajara Islam Dibawah Bayang-Bayang
Negara: Studi Kasus Pelajara Islam Indonesia Tahun 1980-1997, (Yogyakarta: UII Press, 2006)
14
Sebagai gambaran, pada kongres pertama (1947) terdapat empat Cabang, kongres kedua
lima Cabang, kongres ketiga dijakarta delapan Cabang, keempat 12 Cabang, kelima 19 Cabang, dan
puncaknya pada kongres ke 9 di malang menjadi 110 Cabang. baca M. Alfan Alfian, HMI 1963-1966:
Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. (Jakarta: Kompas, 2013), hlm. 1-2.
15
Seperti Konstitusi, Tafsir Asas dan pedoman-pedoman operasional organisasi lainnya.
7
masalah, isu, maupun suatu peristiwa tertentu, baik yang berasal dari internal
maupun dari eksternal organisasi. Terjadinya dualisme di HMI adalah salah satu
bentuk dinamika yang terjadi akibat perbedaan sikap dalam merespon isu eksternal,
dalam hal ini kebijakan pemerintah Orde Baru. Latar belakang inilah yang menjadi
MPO HMI dan di Yogyakarta HMI MPO berkembang, sehingga Cabang Yogyakarta
Adapun batasan waktu yang diambil yaitu mulai 1986-1998. Karena selama
tahun ini HMI MPO menjadi organisasi bawah tanah. 1986 merupakan tahun
sehingga mendapatkan perlakuan tersendiri dari pihak internal (PB HMI Dipo) dan
ekternal (aparat pemerintah). Setelah itu, memasuki babak baru yaitu pengukuhan
MPO HMI?
1. Tujuan Penelitian
2. Kegunaan penelitian
organisasinya.
9
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian dan buku tentang HMI bisa dibilang sudah banyak, namun yang
secara khusus membahas HMI dalam lingkup Cabang tertentu masih terbatas,
Pertama, yang paling populer adalah karya Agussalim Sitompul, Sejarah HMI
HMI 1947-1993, 18 dan 44 Indikator Kemunduran HMI: Suatu Kritik dan Koreksi
Untuk Kebangkitan Kembali HMI (50 Tahun Pertama HMI 1947-1997). 19 Sejauh ini
tentang sejarah HMI. HMI-MPO yang kemunculannya relative didukung oleh sedikit
Cabang secara organisatoris harus memulai dari awal dan dianggap sebagai
‘tandingan’ dari HMI (dipo) dalam karya tersebut hanyalah dianggap sebagai
sejarah HMI yang ia tulis, khususnya pasca terbentuknya HMI MPO tahun 1986.
Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1999) yang berjudul “HMI MPO
16
Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, (Surabaya: Bina Ilmu, 1976)
17
Agussalim Sitompul, HMI Dalam Pandangan Seorang Pendeta, Antara Impian dan
Kenyataan, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982)
18
Agussalim Sitompul, Historiografi HMI tahun 1947-1993, (Jakarta: Intermasa, 1995)
19
Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunuran HMI Suatu Kritik dan Koreksi Untuk
Kebangkitan Kembali HMI (50 Tahun Pertama HMI 1947-1997), (Jakarta: Misaka Galiza, 2005)
10
Skripsi ini meskipun tentang HMI MPO Cabang Yogyakarta dan terlihat serupa,
tetapi terdapa perbedaan, yang mana dalam skripsi yang ditulis oleh Rafiuddin afkari
ini lebih banyak memuat tentang aktifitas organisatosi yang dilakukan HMI Cabang
bagaimana konflik internal HMI yang melibatkan PB HMI di satu pihak dan HMI
Cabang Yogyakarta di pihak lain tidak banyak disinggung. Terhadap skripsi ini,
Ketiga, HMI buku Hasanuddin M Saleh yang diberi judul HMI dan Rekayasa
Asas Tunggal Pancasila 21, buku yang awalnya merupakan Tesis S2 penulisnya di
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM ini memberikan ulasan yang relatif utuh
tentang awal perpecahan HMI sekaligus menjadi tulisan awal sejarah HMI MPO,
tetapi barangkali karena tulisan ini ditujukan untuk penulisan tesis ilmu politik,
nuansa (penelitian) politiknya sangat menonjol, dan ulasan secara politis perpecahan
HMI relatif lengkap. Dalam buku ini saleh hanya berhenti pada menberikan
gambaran utuh munculnya atau terbentuknya HMI MPO, studi tersebut tidak
Indonesia, buku ini juga berasal dari tesis S2 di Universitas Kebangsaan Malaysia,
dala buku ini karim memberikan gambaran HMI MPO dalam kaitannya dengan
20
Rafiuddin Afkari ,“HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) di Yogyakarta 1986-1997
(Studi Historis), (Skripsi Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga, 1999, Tidak diterbitkan).
21
Hasanuddin M Saleh, HMI dan Rekayasa Asas Tunggal Pancasila, (Yogyakarta:
Studi Lingkar, 1996)
11
pemikiran Islam neo fundamentalis Islam terhadap HMI, dari pengaruh inilah HMI
Penelitian Karim yang dituangkan dalam buku ini dilakukan terhadap sumber-
Kelima, karya Suharsono, HMI Pemikiran dan Masa Depan 22, buku ini
menjelaskan tentang terbentuknya HMI, Perpecahan HMI dan Format HMI pasca
Perpecahan, pokok dan dan pandangan HMI MPO dalam berbagai aspek, termasuk
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, buku ini tidak ditulis dalam perspektif
Kasus HMI MPO 23. Buku ini membahas antara lain tentang pemikiran politik HMI
MPO, aksi-aksi politik dan bentuk radikalisasi dalam HMI MPO, serta pemikiran-
pemikiran tokoh yang mempengaruhi HMI MPO, diantaranya Ali Syariati, Imam
Khomeini, Yususf Qordhawi dan Abul A’la al-Maududi. Tetapi, sebagaimana buku-
buku tentang-HMI lainnya, buku ini ditulis dalam skala nasional atau bersifat umum,
22
Suharsono, HMI Pemikiran dan Masa Depan, (Yogyakarta: CIIS, 2006)
23
Ubedillah Badrun, Radikalisasi Gerakan Mahasiswa: Kasus HMI MPO, (Jakarta: Media
Rausyafekr, 2006)
12
meskipun harus diakui bahwa penelitian ini muncul, salah satunya disebabkan oleh
adanya karya tersebut. Perbedaan itu terutama terletak pada cakupan tempat, dan
penelitian tersebut.
E. Landasan Teori
sebagai diskursus moderinisasi saja. Akibatnya reaksi keagamaan secara umum juga
penelitian M Rusli Karim mengenai HMI MPO dan studi yang dilakukan M. Syafi’i
kelompok-kelompok muda seperti HMI dan PII yang dalam pemikirannya juga
kebijakan Negara Orde Baru yang juga modernis. Apakah dalam hal ini pandangan
pemerintah Orde Baru yang berubah atau pandangan HMI terhadap modernisasi. Jika
perpecahan HMI hanyalah sebatas reaksi terhadap modernisasi dalam hal ini
24
M. Syafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam di Indonesia (Jakarta: Yayasan Paramadina,
1995)
13
kebijakan politis Orde Baru, mengapa kemudian perpecahan itu tetap mengkristal
gerakan mahasiswa. Interaksi kedua aspek itu melahirkan karakteristik HMI berupa
semangat, idealisme, daya kritis dan temporer. Atas dasar itu, HMI kemudian
menyatakan diri sebagai organisasi perjuangan (aspek gerakan Islam) dan perkaderan
Islam yang meliputi upaya menyeluruh organisasi dalam bentuk perkaderan terhadap
para anggotanya yang terdiri dari mahasiswa Islam untuk mewujudkan ajaran Islam
mepertahankan, dan mengisi kemerdekaan cukup diakui. 25 Maka wajar jika jasa yang
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia merujuk pada al-Quran dan Sunnah. 26
Menurut Kuntowijoyo misi umat Islam, sebagaimana misi setiap ideologi atau
filsafat sosial, adalah “mengubah masyarakat sesuai dengan cita-cita dan visinya
mengenai transformasi Sosial”.27 Sejak terjadi perpecahan, HMI MPO secara umum
bisa dikatakan sebagai organisasi yang menampilkan HMI baru dengan meyakini
universalitas Islam, sehingga dalam setiap aspek kehidupan dalam pandangan HMI
25
Soejipto Wirosardjono, Makna ICMI bagi Umat Islam Indonesia, dalam Nazrullah Ali
Fauzi (ed.) ICMI : Antara Status Quo dan Demokratisasi, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 67.
26
Ibid.,
27
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, cet VIII. (Bandung: Mizan,
1998), hlm. 337.
14
MPO perlu di-islam-kan, termasuk dalam bidang politik, hal ini terlihat jelas periode
terjdinya konflik di bagi atas empat hal, yaitu:28Pertama, mis-informasi atau salah
faham, dalam konflik ini dalam batas-batas tertentu tidak terlalu membawa dampak
yang serius, jika masing-masing pihak dapat segera memberikan penjelasan yang
dan intelektual, konflik ini biasanya terjadi ketika dalam menyikapi sebuah persoalan
didekati dengan kerangka dan analisa yang berbeda atau bertentangan. Ketiga,
konflik yang terjadi karena perbedaan norma, tradisi, dan standar-standar penilian.
Jenis konflik ini melibatkan unsur ‘rasa’, budaya, dan nilai-nilai yang diyakini oleh
ideologi, jenis konflik ini terjadi karena perbedaan ideologi yang oleh-oleh masing
pihak dipertahankan. Konflik ini, biasanya melahirkan konflik yang besar dan
konflik yang terjadi di HMI hingga berdampak pada terjadinya perpecahan HMI
yang berlangsung hingga kini. Kemudian secara historis bisa dijelaskan tentang
perjuangan HMI MPO, khususnya Cabang Yogyakarta pada masa Orde Baru.
28
Suharono, HMI : Pemikiran dan Masa Depan, (Yogyakarta : CIIS Press, 1997) hlm. 49
15
F. Metode Penelitian
menggunakan pendekatan sejarah yang terbagi pada empat kegiatan pokok, yaitu :
Heuristik atau pengumpulan sumber berupa jejak masa lampau, dalam penelitian ini
peneliti menggunakan sumber HMI yang terdiri dari arsip-arsip HMI Cabang
Yogyakarta, berupa laporan pengurus, berita acara kegiatan, surat kabar, majalah-
majalah dan dokumen lain-lainnya yang menjadi arsip di sekretariat HMI Cabang
Yogyakarta. Selain itu, buku-buku yang terkait denan HMI dalam bagian tertetu juga
menyeleksi apakah jejak-jejak yang didapat asli atau tidak, baik bentuk maupun
yang sesuai, keduanya akan dipadukan untuk saling melengkapi dan mengoreksi
kebenaran masing-masing. Langkah pertama melalui kritik ekstern yaitu menguji dan
membandingkannya.
diperoleh. Keempat, Penyajian atau historiografi, fakta yang peneliti dapatkan akan
16
Dengan demikian, hasil yang ingin dicapai adalah sebuah penulisan sejarah
kritis yang mampu menelusuri latar belakang, hubungan-hubungan yang terkait, pola
atau strategi gerakan serta perjuangan HMI MPO sebagai organisasi mahasiswa yang
G. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini disusun dalam lima bab. adapun sistematikanya adalah sebagai
berikut:
bab-bab selanjutnya berikut kerangka berpikir penelitian yang terdiri dari Latar
Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitan,
BAB II menjelaskan tentang sejarah singkat HMI dari lahir sampai dengan
perjalanan HMI dan proses terjadinya perpecahan HMI secara struktural menadi
HMI (Dipo) dan HMI MPO, termasuk di dalamnya tentang fakor-faktor terjadinya
perpecahan tersebut.
29
Nugroho Noto Susanto, Norma-Norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah , (Jakarta :
Pusat Sejarah ABRI, 1974), hlm 17.
17
BAB III menjelaskan tentang perpecahan HMI. bahasan dalam bab ini
terdapat dua subbab yaitu: Pertama peran HMI Cabang Yogyakarta terhadap
terbentuknya HMI MPO. Kedua, tantangan dan tekanan yang dihadapi HMI Cabang
Yogyakarta setelah bergabung dengan MPO dan upaya dalam membendung tekanan
tersebut, sehingga proses perkaderan HMI MPO tetap berlangsung selama masa Orde
Baru. Secara umum bab ini menjelaskan tentang bagaimana peran dan bagaimana
Penjabaran pada bagian ini meliputi, kelahiran, pembentukan Khittah Perjuangan dan
muatannya serta implementasi dalam sistem formal organisasi HMI MPO dan
aktifitas perkaderan HMI MPO Cabang Yogyakarta baik aktifitas internal maupun
terhadap rumusan masalah penelitian dan saran berupa refleksi historis dari
dengan hal-hal yang belum dijelaskan atau yang berkaitan dengan topik penelitian
ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
penelitian ini. Sebagai kelompok yang secara historis benar adanya, HMI MPO
anggota HMI generasi 1980an dalam merespon isu eksternal, yaitu kebijakan
pemerintah Orde Baru tentang penerapan Asas Tunggal Pancasila bagi. Perbedaan
tersebut berujung pada terjadinya perpecahan karena tidak mampu disikapi dengan
dewasa oleh aparat HMI pada waktu itu sehingga sejak 1986 terbentuk dua HMI,
yaitu HMI MPO yang tetap mempertahankan Islam sebagai asas organisasi dan HMI
Dipo yang menerima asas Pancasila. Oleh karena keduannya mengkalim sebagai
pewaris yang sah HMI maka, baik HMI MPO maupun HMI Dipo menganggap yang
peran yang tidak sedikit. HMI Cabang Yogyakarta merupakan salah satu Cabang
yang menolak keputusan PB HMI ketika menerima asas tunggal Pancasila sebagai
asas organisasi HMI pada Sidang Pleno III PB HMI dan rapat Majelis Pekerja
khalayak melalui siaran pers PB HMI pada 10 April 1985 di Yogyakarta. Keputusan
itu kemudian secara formal direspon HMI Cabang Yogyakarta dengan mengeluarkan
pernyataan sikap atas nama “Sikap Jamaah HMI Yogyakarta terhadap Perilaku siaran
89
90
Pers PB HMI”, yang berisi tentang protes dan ketidaksetujuan HMI Cabang
Pertama, RUU keormasan yang mengatur menegenai hal itu belum disahkan. Kedua,
ada instansi yang lebih representative untuk membicarakan dasar organisasi, yaitu
jawab. Yang lebih penting dari itu, bagi Cabang Yogyakara adalah PB HMI
melanggar sifat indenpendensi HMI dan juga belum memiliki rumusan konseptual
yang jelas tentang bagaimana penerapan asas Pancasila itu diturunkan dalam sistem
melibatkan HMI Cabang Yogyakarta disatu pihak dan PB HMI dipihak lain. Sejak
mempertahankan Islam sebagai asas HMI, di lain pihak PB HMI juga aktif
diterima oleh Cabang-Cabang. Konflik ini terus berlanjut hingga tahap selanjutnya
HMI terhadap HMI Cabang Yogyakarta khususnya dan yang tergabung dalam MPO
HMI pada umumnya yang dianggap sebagai anti Pancasila pada tahap berikutnya
menjadi stigma negatif yang dilekatkan kepada HMI MPO oleh HMI Dipo.
HMI dimulai sejak dikeluarkannya “sikap jamaah” pada tanggal 11 April 1985, yang
pertemuan dengan pengurus Cabang lain diantaranya: Pertama, forum diaolog yang
dihadiri 11 Cabang pada tanggal 13-15 Juli 1985 di Kauman Yogyakarta yang
Yogyakarta pada tanggal 29-30 oktober 1985 menghasilkan sebuah keputusan berupa
rekomendasi yang akan diperjuangkan dalam Pleno IV PB HMI dan sidang MPK III,
yaitu “tidak setuju penetapan pasal-pasal AD/ART HMI diluar Kongres, implisit di
dalamnya adalah keputusan pleno III PB HMI dan sidang MPK II di Ciloto.
Desember 1985 yang diselenggarakan PB HMI, pada kesempatan ini HMI Cabang
Yogyakarta membawa draf tafsir asas yang akan diusulkan untuk menggantikan
Nilai Dasar Perjuangan. Draf inilah yang kemudian disebut Khittah Perjuangan HMI,
setelah mengalami penyempurnaan ditetapkan sebagai tafsir asas, tujuan, usaha dan
independensi HMI MPO menggantikan NDP. Keempat, Milad HMI ke-37 di Jakarta
pada tanggal 14 s/d 16 Februari 1986. Di forum inilah terbentuk Majelis Penyelamat
92
Organisasi (MPO) HMI, yang pada tahap selanjutnya menjadi organisasi sendiri
Sebagai bagian dari HMI MPO, pada masa-masa awal, yakni periode 1985-
dari aparat pemerintah, maupun PB HMI (Dipo). Berbagai tekanan tersebut justru
terhadap tafsir asas, tafsir tujuan dan independensi, sehingga lahirlah corak HMI
yang berbeda, yang mana pada peride awal terbentuknya HMI MPO, muncul
semangat untuk meng-islam-kan seluruh yang ada di HMI, pada periode ini HMI
intelektual. Pada periode ini, aktifitas HMI Cabang Yogyakarta penuh dengan
suasana berfikir. Sejak periode inilah HMI Cabang Yogyakarta intens dalam bidang
Dalam setiap pelatihan, acara rutin yang dilakukan HMI, isu empistemologi selalu
menampilkan pemikiran kader yang liberal tetapi tidak sepenuhnya mengubah corak
Sejak periode ini aktifitas untuk menjaga eksistensi, selain ditempuh melalui
kegiatan formal seperti pelatihan umum, juga dibentuk atau dimakasimalkan kembali
Selain itu, Juga dibentuk gerakan kantong HMI MPO sebagai wadah untuk
menyampaikan aspirasi para kader dan perjuagan HMI secara ekternal, yaitu Liga
Pancasila oleh HMI datang dari wilayah yang secara giografis menjadi pusat
Yogyakarta, hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang mengilhami
abad 15 H, hal tersebut menjadikan paket kebijakan pemerintah Orde Baru yang
diturunkan waktu itu dinilai tidak semata-mata terkait dengan penerapan Pancasila
sebagai ancaman, atau istilah lainnya kebijakan Orde Baru terebut adalah upaya
depolitisasi Islam.
94
B. Saran
suatu Negara atau suatu organisasi tertentu yang memiliki dampak menyeluruh
terhadap aktifitas dan kondisi warga negaranya. Oleh karena itu, selain harus
perangkat sosialisasi yang mempuni agar kebijakan tersebut tidak disalah pahami
oleh seluruh warga negaranya. Selain itu, kebijakan penguasa tidak boleh
diberlakukan dengan ancaman dan paksaan karena hal tersebut dapat melahirkan
penentangan dan pengecaman. Apalagi kebijakan yang dibuat hanya untuk menjaga
kesalahan-kesalahan para penguasa yang telah memecah belah rakyat tidak terulang
kembali. Skripsi ini, meskipun memiliki banyak kekurangan baik sumber maupun
metodogi diharapkan mampu menjadi bahan informasi yang dapat menjadi pelajaran
dalam mengungkap secara detail HMI MPO Cabang Yogyakarta, seperti tentang
dinamika yang terjadi selama masa Orde Baru jika dikatikan dengan fenomina
eksternal, dan bagaimana peran HMI MPO terhadap dinamika masyarakat kampus.
Untuk itu, telaah ini kiranya perlu dilanjutkan dan dikembangkan lebih jauh oleh
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
AE Priyono (Ed.), Api Putih di Kampus Hijau: Gerakan Mahasiswa UII Dekade
1980an, Yogyakarta: Mata Bangsa, 2013
Ahmad Nuralam, Ahmad Sahide, Darwin (ed.), HMI; Pemikiran dan Gerakan
Intelektual. Yogyakarta: The Phinisi Press, 2011
Ali Fauzi, Nazrullah (ed.) ICMI : Antara Status Quo dan Demokratisasi, Bandung:
Mizan, 1995
Ali, As’ad Said, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LP3ES,
2010
Almandari, Safinuddin. HMI dan Wacana Revolusi Sosial, Jakarta: Hijau Hitam,
2003
Culla. Adi Surya, Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan Mahasiswa
dalam Politik dan Sejarah Indonesia (1908-1998), Jakarta : Rajawali Press
1999
H.M. Shaleh Harun, Abdul Munir Mulkan, Latar Belakang Umat Islam Menerima
asas Tunggal Pancasila : Sebuah Kajian Informatif Pandangan NU-
Muhammadiyah. Yogyakarta : Aquarius. 1406 H.
Ihsan Ali Fauzi, Haidar Baqir (ed), Mencari Islam; Kumpulan Otobiografi Intelektual
96
Kaum Muda Muslim Indonesia Angkatan 80-an, cet. II Bandung: Mizan, 1993
Muchriji Fauzi HA, Ade Komaruddin, Mochamad (ed.) HMI Menjawab Tantangan
Zaman, Jakarta : P.T. Gunung Kulabu, 1990
Noer, Daliar, Islam, Pancasila dan Asas Tunggal Pancasila, Jakarta: Yayasan
Pengkhidmatan, 1983
Saleh, Hasanuddin M., HMI dan Rekayasa Asas tunggal Pancasila, Yogyakarta:
Studi Lingkar, 1996
ARSIP HMI
Khittah Perjuangan HMI, diterbitkan HMI Badko Jawa Bagian Tengah, 1992
KORAN/MEDIA/MAJALAH/BULETIN
98
A. Identitas Diri
Nama : Rusdiyanto
Tempat/tgl. Lahir : Pamekasan, 06 September 1990
Alamat Asal : Dsun Laok Gunung, Ds. Sandaya Pasean
Nama Ayah : Sallim
Nama Ibu : Halimah
No. HP/Email : 085878770067/ ibnoe_rusdy@yahoo.com
B. Riwayat Pendidikan
MIN Sanadaya Pamekasan : 1997-2003
MI Mansyaul Ulum Dsn Laok Gunung : 1997-2005
MTs. Mansyaul Ulum Sanadaya : 2003-2006
MA. Mansyaul Ulum Sanadaya : 2006-2009
Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga : 2009-2013
C. Pengalaman Organisasi
Wakil Ketua Osis MTs. Masnyaul Ulum : 2004-2005
Ketua Osis MA. Mansyaul Ulum : 2007-2008
Komunitas Mahasiswa Sejarah : 2011
Ketua HMI MPO KONFAK Adab UIN Su-Ka : 2011-2012
Sekretaris Umum HMI MPO KORKOM UIN Su-ka : 2012-2013
Ketua Bidang Pembinaan dan Pelatihan Umum