Anda di halaman 1dari 89

“PERJUANGAN HMI MPO CABANG YOGYAKARTA

MASA ORDE BARU: 1986-1998”

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh :
RUSDIYANTO
NIM: 09120059

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama
NIM
Jenjang/jurusan

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya


saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk dari-dan- dicantumkan
sumbernya.

Yogyakarta, 25 Oktober 2013


Saya yang menyatakan,

RUSDIYANTO
NIM. 09120059

ii
NOTA DINAS
Kepada Yth.,

Dekan Fakultas Adab dan


Ilmu Budaya
UIN Sunana Kalijaga
Yogyakarta

Assalamu’alaikum wr. Wb

Setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi terhadap naskah skripsi


berjudul:

PERJUANGAN HMI MPO CABANG YOGYAKARTA


MASA ORDE BARU: 1986-1998

Yang ditulis oleh:

Nama : Rusdiyanto
NIM : 09120059
Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam

Saya berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas
Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam
sidang munaqosyah

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Yogyakarta, 03 Oktob er 2013


28 Dzulqoidah 1434
Dosen pembimbing,

Drs. Musa M.Si


NIP. 19620912 199203 1 00 1

iii
iv
HALAMAN MOTTO

Sebaik-baik hamba adalah yang selalu meningkatkan amal


shalehnya
Sebaik-baik anak adalah yang mampu membahagiakan Ayah-
Ibunya
Sebaik-baik Pencari Ilmu adalah yang mengamalkan ilmunya dan
selalu mendoakan para gurunya

Sebaik baik Karya tulis adalah yang mampu menggerakkan penulis


dan pembacanya untuk selalu membaca dan menulis
serta meningkatkan belajarnya.

&

sebaik-baik aktifitas dalam hidup adalah yang dilakukan


hanya untuk menggapai Ridha-Nya.

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini kepada:

Ibu, ayah dan nenekku tercinta serta seluruh kelurgaku


di Dsn Laok Gunung Desa Sanadaya, Kecamatan Pasean, Madura
yang sabar mendidikku dengan penuh Cinta kasih.

Seluruh guru-guruku

Almamaterku Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam


Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Keluarga Besar HMI MPO Cabang Yogyakarta

&

Kepada siapa saja

vi
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT., pemelihara alam semesta yang telah

meberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga saya mampu menuntaskan studi

formal di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab UIN Sunan

Kalijaga. Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat dan

para pengikutnya yang setia.

Sekitar empat tahun tiga bulan saya kuliah di Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam Fakultas Adab (belakangan) dan Ilmu Budaya UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta. Waktu yang relatif lama itu (karena tidak sesuai dengan

waktu ideal) bukanlah soal bagi siapa saja dalam upaya mencari dan menuntut

ilmu karena memang pencarian ilmu menuntut kesabaran dan proses yang

panjang, yakni sampai akhir hayat. Selesainya tugas akhir ini secara akademis

menjadi tanda berakhirnya kuliah S1 saya di almamater terncinta ini yang

menuntut tanggungjawab baik moral maupun intelektual. Oleh sebab itu, saya

ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan sedalam-dalamnya atas

bantuan dan dorongan yang beragam salama saya menempuh studi sampai dengan

selesainya skripsi ini, diantaranya kepada:

1. Guru Pertamku: Ibu, Ayah dan Nenek yang selalu sabar mendidik,

menasehati, dan selalu memberikan yang terbaik untuk saya.

2. Bapak Drs. Musa M.Si, selaku pembimbing yang telah memberikan

banyak masukan, saran dan koreksi pada skripsi ini.

vii
3. Bapak Drs. Badrun Alaena dan Drs. Sujadi, M.A selaku penguji yang

banyak memberikan kritik, saran dan masukan sehingga skripsi ini bisa

lebih sempurna, baik metode pun juga materinya (isinya).

4. Dr.Hj, Siti Maryam, M. Ag, selaku dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya

dan Ibu Himayatul Ittihadiyah selaku ketua jurusan beserta seluruh bapak

dan ibu Dosen di Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab

dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

5. Num Yusuf, Yu Sama, Kak Mat, dan paman dan bibiku yang selalu

membantu meringankan tanggung jawab ayah dan ibu. Terimakasih atas

doa, nasehat, dan uang sakunya yang selalu mengiringi setiap saya mau

balik ke –dan ada- di Jogja.

6. Adik-adik dan ponakanku: Eny, Yanti, Alfin Haqiqi, Abil Abror, Rian

Maulana, Lilis, Linda, Iis, Heril, dan yang lainya, yang selalu menghibur

dan memberikan semangat bagi saya ketika mengingat kalian semua.

7. Keluarga pertamaku di Jogja Usroh Puspa Martani, dan teman-teman

pengurus HMI KOMFAK Adab 2011-2012: Harun, Sudirman, Nisa,

Zulfa, Tamam, Iqbal, Sugi, Ulil dan ozi. Juga para Kader HMI Adab :

(Mahfud-Mila-Meli), (Aminah-Ayuk- Azmi), (Umar-Ulil-Ula), (Fatur-

Fina-Fida), Nanes, Eka, Siti Rohimah, Halimah, Ana, Rina, Mudasir,

Sujipto, dan lain semuanya yang sempat memilih atau dipilihkan HMI

MPO sebagai wadah ber-islam dan bermahasiswa.

8. Pengurus HMI KORKOM UIN 2012-2013: Mukhtar, Ardi, Eka, Khodijah,

Fuad dan Udin dan Keluarga besar MARAKOM beserta kader HMI yang

viii
sering berkunjung ke Marakom: Ghefur, Qutub, Mahfud Siraj, Ubey,

Kamal, Ibad, Cecep, Yayuk, Tata, Priyo dan lain-lain dan seterusnya.

Terimakasih, kalian telah memberikan banyak pelajaran, pengalaman dan

pengertian tentang makna dan bagaimana menjalani hidup.

9. Seneorku di HMI yang selalu memberi nasehat: Mas Ade, Mas Awaludin,

Mas Zuber, Mas Ikbal, Mas Alam, Mba Yanti, Mb Ratna, Mb Uswah, Mas

Pauzan, Mas Yaser, Wak Deko, Dayat, dll.

10. Pengurus dan Takmir sekretariat HMI Cabang Yogyakarta : Pak Hilal,

Dika, Rahman, Rohim, Eko, Novi, Deni dan lainnya yang telah

memberikan izin untuk membongkar arsip Cabang. Terimakasih juga atas

kebersamaannya.

11. Pak Haji Manan Syah Putra Nasution, Pak Alan Mustofa Umami (UII),

Hamzah dan Marsus yang telah merelakan netbooknya dipinjem untuk

mengerjakan skripsi ini.

12. Kelurga se-mahasiswa dan se-kampus UIN Sunan Kalijaga, khususnya

semua teman-teman jurusan SKI 09.

13. Seluruh teman-teman yang tidak disebut namanya, dan terkhusus untukmu

yang membaca skripsi ini.

Di atas semua itu, ucapan terimakasih berikut syukur saya haturkan kepada

Allah SWT yang telah menggariskan hidup dan kehidupan ini. Akhirnya, untuk

semuanya kepada Allah SWT saya berdoa semoga seluruh kebaikan yang

diberikan mendapat sebaik-baik imbalan dari-Nya di dunia dan akhirat, dan

semoga skripsi ini bermafaat.. Aminn

ix
ABRSTRAKSI

Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang membahas perpecahan


HMI yang terjadi pada tahun 1986. Perpecahan tersebut di dahului oleh peristiwa
eksternal yang menuntut HMI untuk ikut serta menanggapinya, yaitu kebijakan
pemerintah Orde Baru tentang penerapan asas tunggal Pancasila bagi seluruh
organisasi massa. Kebijakan yang kontroversial tersebut tidak bisa disikapi HMI
dengan dewasa, sehingga perbedaan pendapat antar anggotanya dalam
menanggapi kebijakan tersebut berdampak pada terjadinya konflik internal yang
kemudian melahirkan perpecahan HMI menjadi dua kubu, yaitu HMI MPO yang
menolak asas tunggal Pancasila dan HMI Dipo yang menerima asas tuggal
Pancasila dijadikan asas organisasi HMI menggantikan asas Islam.
Hasil penelitian ini menunjukkan tentang keterlibatan dan peran besar
HMI Cabang Yogyakarta dalam terjadinya perpecahan HMI dan terbentuknya
HMI MPO pada tahun 1986. HMI Cabang Yogyakarta adalah salah satu cabang
terbesar pada waktu itu yang menentang kebijakan pemerintah sekaligus menolak
kebijakan PB HMI menerima Pancasila sebagai asas organisasi, sehingga Cabang
Yogyakarta bersama cabang lain membentuk sebuah forum yang disebut Majelis
Penyelamat Organisasi HMI. Pilihan Cabang Yogyakarta berafiliasi dengan HMI
MPO berakibat pada terjadinya konflik internal yang secara khusus melibatkan
PB HMI di satu pihak dan HMI Cabang Yogyakarta di pihak lain. Sebagai bagian
dari HMI MPO yang dianggap anak haram Orde Baru dan anak haram HMI,
konsekuensinya HMI Cabang Yogyakarta di satu sisi berhadapan dengan tekanan
PB HMI Dipo (yang merima asas Pancasila), dan di sisi lain juga berhadapan
tekanan dari rezim Orde Baru yang tidak mengakui legal-formal keberadaan HMI
MPO. Posisi tersebut menjadikan HMI MPO memperoleh stigma negatif sebagai
organsasi fundamentalis yang anti Pancasila yang kemudian mengharuskan
organisasi ini selama masa Orde Baru tidak bebas dan leluasa dalam melakukan
gerak dan aktivitas organisasi.

Kata Kunci: HMI MPO, asas tunggal Pancasila, Orde Baru, HMI DIPO.

x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................... ii
NOTA DINAS ................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
ABSTRAKSI ..................................................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1


B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................. 8
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 9
E. Landasan Teori ............................................................................ 12
F. Metode Penelitian ........................................................................ 15
G. Sistematika Pembahasan ............................................................. 16
BAB II LINTASAN SEJARAH HMI SAMPAI
LAHIRNYA HMI MPO ................................................................. 18

A. Sekilas Sejarah HMI Sebelum Perpecahan ................................. 18


B. Asas Tunggal Pancasila, Pergolakan HMI,
dan Lahirnya HMI MPO ............................................................. 27
BAB III PERPECAHAN HMI: PERAN DAN SIKAP HMI CABANG
YOGYAKARTA............................................................................. 41

A. Peran Cabang Yogyakarta dalam terbentuknya MPO HMI ........ 41


B. Upaya HMI MPO Cabang Yogyakarta Membendung Tekanan . 52
1. Tekanan Aparat Keamanan ................................................... 52
2. Tekanan PB HMI (Dipo) ....................................................... 56
C. Pasang Surut Anggota HMI MPO Cabang Yogyakarta .............. 61

xi
BAB IV PERUMUSAN DAN PENERAPAN KHITTAH
PERJUANGAN HMI MPO .......................................................... 65

A. Perumusan Khittah Perjuangan HMI MPO............................... 65


B. Penerapan Khittah Perjuangan HMI MPO ................................ 72
1. Sistem Formal Organisasi HMI MPO ................................... 72
2. Aktifitas Perkaderan HMI MPO ........................................... 84

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 89

A. Kesimpulan ................................................................................. 89
B. Saran ........................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 95


LAMPIRAN .......................................................................................................
DAFTAR RIWAYAH HIDUP ........................................................................

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Majelis Penyelamat Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (MPO HMI)

muncul pada tahun 1986 ketika terjadi pergolakan di interenal HMI. Pergolakan itu

berkaitan dengan kebijakan pemerintah Orde Baru tentang asas tunggal Pancasila

yang diterapkan bagi seluruh organisasi masyarakat baik organisasi politik maupun

non politik. Kebijakan pemerintah tersebut mendapatkan respon beragam dari

berbagai ormas Islam, termasuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang sejak lahir

menjadikan Islam sebagai asas organisasinya. Perbedaan dalam merespon asas

tunggal Pancasila dikalangan internal HMI menjadi salah satu faktor yang

mendahului terjadinya konflik internal HMI yang dampaknya masih terlihat dan

terasa sampai sekarang, yaitu HMI secara struktural terpecah menjadi dua kubu:

kubu arus mayoritas HMI Dipo 1 yang menerima Pancasila sebagai asas, dan

kelompok kecil yang menamakan diri HMI MPO yang tetap bersikukuh

mempertahankan Islam sebagai asas arganisasi. Keduanya mengklaim sebagai

pewaris HMI yang sah. 2

Kondisi umum semenjak HMI dibentuk sampai dengan masa awal Orde Baru

cendrung akomodatif terhadap penguasa, kecendrungan ini terlihat -misalnya pada

masa Orde Lama- ketika Masyumi dituduh ada di belakang pemberontakan PRRI.

1
Kata Dipo sebenaranya istilah yang digunakan teman-teman MPO sebagai pembeda yang
diambil dari nama jalan sekretariat mereka yang berada di Jl. Diponegoro. Baik Dipo maupun MPO
hanyalah identitas pembeda yang menyejarah, dalam konstitusi kedua HMI tersebut istilah MPO
maupun Dipo sebenarnya tidak ada.
2
Ubedillah Badrun, Radikalisasi Gerakan Mahasiswa: Kasus HMI MPO, (Jakarta: Media
Rausyafekr, 2006), hlm. 59.

1
2

HMI segera menyatakan tidak ada kaitannnya dengan Masyumi, dan menuntut tokoh

Masyumi yang terlibat diganjar dengan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya. 3

Pada masa Orde Baru keberpihakan HMI kepada penguasa terlihat dari

dukungan HMI untuk membubarkan PKI, pembentukan Komite Nasional Pemuda

Indonesia (KNPI), pengecaman terhadap peristiwa malapetaka 15 Januari 1974, dan

lain-lain. Sikap HMI menunjukkan perubahan menjadi ktitis terhadap pemerintah

ketika pada Kongres ke-15 di Medan HMI menolak bujukan pemerintah tentang

kebijakan asas tunggal Pancasila untuk ditetapkan di HMI mengantikan asas Islam,

sikap tersebut mengejutkan sekaligus mendapat aprisiasi banyak pihak dan menjadi

titik balik HMI yang sebelumnya bersikap akomodatif terhadap pemerintah menjadi

kontradiktif atau menentang terhadap pemerintah.

Pemerintah Orde Baru dan Islam mengalami hubungan pasang surut, diawal

tampuk kekuasaan keberanian Orde Baru membubarkan Partai Komunis Indonesia

(PKI) menjadi angin segar bagi sebagian besar umat Islam yang merasa terusik

dengan keberadaan PKI, lebih-lebih HMI yang pernah menjadi ‘musuh’ PKI pada

masa Orde Lama. Tetapi lambat laun terlihat dengan jelas bahwa Orde Baru

melakukan pengkerdilan terhadap peran umat Islam secara politik atau jamak disebut

deislamisasi politik.4 Yudi Latif menulis beberapa sumbatan ketat Orde Baru

terhadap aspirasi umat Islam 5 yang dipungkasi dengan jatuhnya ‘palu godam’ berupa

3
Tatak Prapti Ujiati, HMI Dalam Isu Asas Tunggal, (Warta Himpunan Nomor: 1/Th.
III/April-Mei 1995), hlm. 16
4
M. Rusli Karim, Nuansa Gerak Politik Era 1980-an di Indonesia, (Yogyakarta: MW
Mandala, 1992), hlm. 15.
5
Terdapat delapan sumbatan menurut Yudi Latif, Pertama, Penolakan permintaan kelompok
Islam untuk merehabilitasi partai politik yang dulu diserang Soekarno, Masyumi. Kedua, ditundanya
pemilu 1968 sampai dengan 1971. Ketiga, dikeluarkannya peraturan Mendagri (Permindagri) No.
3

Pancasila sebagai satu-satunya asas untuk seluruh kekuatan sosial politik di

Indonesia – melalui Tap. MPR No. II/1983, diperkuat dengan UU No. 3 dan No. 8

/1985. 6

Kebijakan pemerintah Orde Baru tentang penerapan asas tunggal Pancasila

menjadi yang paling banyak mendapatkan respon dari berbagai ormas, cara

meresponnya pun bermacam-macam. 7 Ubedillah Badrun mengutip M. Rusli Karim

menuliskan bahwa kebijakan tersebut ditanggapi umat Islam dalam empat sikap:

Pertama, menerima tanpa banyak persoalan, sikap ini ditunjukkan NU dan kelompok

lain yang memiliki hubungan dengan pemerintah atau pemerintah saat itu, dengan

alasan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Kedua, mau menerimanya

tapi menunggu adanya undang-undang formal yang dibuat oleh pemerintah,

kebanyakan ormas menurut Rusli Karim mengambil sikap ini, termasuk

12/1969 dan PP No. 6/1970, yang melarang pegawai negeri menjadi anggota partai politik. Keempat,
pemaksaan fusi partai politik di Indonesia tahun 1973 yang kemudian dituangkan dalam UU No.
3/1973. Kelima, Undang-Undang Perkawinan Islam sebagai upaya deIslamisasasi kaidah-kaidah
kemasyarakatan. Keenam, Usaha pemerintah menciptakan mentalitas konformis serta mengontrol
kehidupan sosial umat Islam melalui penciptaan korporatisme keumatan, yang disebut MUI, yang
diberlakuan secara nasional mulai tahun 1975. Ketujuh, dilegaisasinya aliran kepercayaan dan P4
melalui Tap MPR No. II/1978 yang merupakan usaha pemerintah untuk memperlemah potensi umat
Islam. Kedelapan, rekayasa pemerintah dalam bidang komunikasi dan sosialisasi umat Islam melalui
SK Menag No. 44/1978, No. 7-/1978 serta surat edaran Menag No. 77/1979 yang secara tidak langung
merupakan usaha untuk mereganggkan umat Islam dari cita-cita politik keislaman. Baca: Yudi Latif,
“Dari Islam Sejarah Memburu Islam Ideal” dalam Ihsan Ali Fauzi, Haidar Baqir (Ed), Mencari Islam;
Kumpulan Otobiografi Intelektual Kaum Muda Muslim Indonesia Angkatan 80-an, cet. II( Bandung:
Mizan, 1993), hlm. 225-227.
6
Yudi Latif, “Dari Islam Sejarah Memburu Islam Ideal” dalam Ihsan Ali Fauzi, Haidar Baqir,
Mencari Islam; Kumpulan Otobiografi Intelektual Kaum Muda Muslim Indonesia Angkatan 80-an,
cet. II, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 229.
7
Sebagai perbandingan untuk mengetahui lebih dalam bagaimana organisasi keagamaan
misalnya Muhammadiyah dan NU menanggapi kebijakan ini baca H.M. Shaleh Harun, Abdul Munir
Mulkan, Latar Belakang Umat Islam Menerima Asas Tunggal Pancasila : Sebuah Kajian Informatif
Pandangan NU-Muhammadiyah. Yogyakarta : Aquarius. 1406 H. Baca Juga, Lukman Harun,
Muhammadiyah dan Asas Pancasila, (Jakarta: Pustaka Panjimas 1986).
4

Muhammadiyah, MUI, Muslimin Indonesia, Syarekat Islam, Perti, dan PMII 8

menerima asas tunggal tersebut setelah kebijakan tersesebut secara formal

diundangkan. Ketiga, Bersikap apatis, yang merupakan sikap mayoritas umat Islam.

Keempat, Menolak sama sekali kebijakan tersebut, sikap ini diambil oleh Pelajar

Islam Indonesia (PII), HMI MPO, dan Gerakan Pemuda Marhaenis. Dari sini dapat

dilihat bahwa arus utama umat Islam menerima asas Tunggal. 9

Sebagai kelompok atau kubu minoritas, PII, Gerakan Pemuda Marhaenis 10

dan HMI MPO konsekuensinya harus berhadapan dengan berbagai tekanan

pemerintah. Kelompok ini terlahir sebagai ‘anak haram’ Orde Baru yang

keberadaannya dirisaukan dan ditirikan. Diantara tiga organisasi disebut, HMI MPO

memiliki keunikan tersendiri, yang mana selain ia dicap sebagai anak haram Orde

Baru, juga dianggap sebagai ‘anak haram’ HMI. Meskipun HMI MPO merupakan

kelompok minoritas atau kelompok kecil di HMI, tetapi secara struktural kehadiran

dan keberadaan HMI MPO ini justru didukung, lahir dan dibentuk dari Cabang-

Cabang besar, 11 salah satunya Cabang Yogyakarta yang pada waktu itu merupakan

Cabang terbesar di Indonesia, tempat dimana HMI dilahirkam dua tahun pasca

kemerdekaan Republik Indonesia, dan di Yogyakartalah kongres pertama HMI versi

kubu MPO pada tahun 1986 12 diselenggarakan sebagai sikap dan respon tidak

8
Faisal Ismail, Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur. (Yogyakarta: Lesfi,
2002), hlm. 106.
9
Ubedillah Badrun, Radikalisasi Gerakan Mahasiswa: Kasus HMI MPO, hlm. 55-56.
10
PII dan GPM karena tetap menolak Asas Tunggal dibekukan dan dilarang pemerintah.
Baca Faisal Ismail, Pijar-Pijar., hlm.,106 yang mengutip dari Tempo, edisi 6 Februari 1988, hlm. 4.
11
Diataranya: Cabang Jakarta, Bandung, Ujung Pandang, Yogyakarta, Bogor, dan Semarang.
12
Kongres ini merupakan kongres pertama versi MPO, tetapi karena kubu MPO mengaku
sebagai kubu yang sah secara konstitusional sebagaimana juga HMI Dipo, maka kongres ini juga
disebut atau menyebut sebagai Kongres HMI ke-16.
5

mengakui Kongres yang diselenggarakan di Padang oleh PB HMI dipo yang

menerima asas tunggal Pancasila.

Penerimaan Pancasila sebagai asas organisasi HMI pada mulanya ditetapkan

oleh PB HMI melalui sidang pleno III di Ciloto Jawa Barat pada tanggal 1-7 April

1985, kemudian disampaikan ke khalayak melalui siaran pers di Yogyakarta oleh PB

HMI. Keputusan PB HMI ini ditentang oleh sebagian anggota HMI baik secara

individu maupun melalui institusi Cabang. HMI Cabang Yogyakarta adalah salah

satu yang menentang keputusan PB HMI, karena keputusan tersebut ditetapkan

dengan mikanesme organisasi yang keliru. Selain itu, PB HMI mengadakan siaran

pers perubahan asas tersebut di Yogyakarta tepat setelah HMI Cabang Yogyakarta

baru saja menegaskan sikapnya melalui Konferensi Cabang ke -37 yang

diselenggarakan tanggal 1 sampai 4 april 1985, “bahwa Islam adalah asas organisasi

HMI dan akan dipertahankan pada kongres HMI ke-16 yang akan datang”.

Kebijakan PB HMI pada waktu itu direspon dan ditentang pertamakali oleh Cabang

Yogyakarta. Cabang Yogyakarta menjadi salah satu Cabang yang dengan tegas

menyatakan menolak Pancasila dijadikan asas tunggal organisasi, sehingga pada

waktu itu Cabang Yogyakarta bergabung-sekaligus menjadi pelopor- dengan Cabang

lain membentuk Majelis Penyelamat Organisasi HMI (MPO-HMI).

Sikap tegas Cabang Yogyakarta dalam menolak asas Tunggal Pancasila dan

bergabung dengan HMI MPO jika dikaitkan dengan PII yang memiliki sikap serupa

menunjukkan hal yang berbeda, 13 hal ini menunjukkan bahwa secara lokal setiap

13
Dalam menetapkan sikap, arah dan strategi PII terkait UU keormasan PB PII
menyelenggarakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada tanggal 10-14 Mei 1987. Rapimnas ini
6

wilayah atau Cabang dalam mengambil sikap atau merespon realiatas memiliki

alasan sendiri yang tidak bisa digenaralisir sebagai alasan keselurahan.

Selama ini- sejauh yang dapat dijumpai- umumnya para peneliti, pengamat

maupun penulis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memotret HMI dalam skala

nasional. Jarang sekali dijumpai organisasi yang berdiri dua tahun pasca

kemerdekaan ini dipotret atau dikaji secara lokal, terutama tentang tentang pengaruh

dan peran Cabang tertentu bagi HMI dalam skala Nasional. Padahal jika dilihat dari

perkembangannya, HMI tersebar diberbagai wilayah Indonesia yang notabene

memiliki kondisi sosial, latar tradisi dan karakter yang berbeda. 14 Oleh karena itu,

kajian tentang HMI yang ada selama ini cendrung memperlihatkan keseragaman

dalam HMI. sehingga terlihat sikap, respon dan kebijakan HMI di Cabang tertentu

sama dengan atau mewakili sikap dan kebijakan HMI secara nasional.

HMI sebagai organisasi yang memiliki sistem organisasi dan nilai yang

diperjuangkan layaknya sebuah organisasi lainnya, meskipun memiliki sistem

organisasi dan nilai normatif yang sama 15, tetapi dalam penerapan dan realitasnya

tidak serta merta bisa dipisahkan dari latar tradisi dan latar sosial dan kultur

akademis para anggota HMI tinggal, sehingga dalam realitas historisnya tidak jarang

dijumpai sikap berbeda di masing-masing daerah atau Cabang dalam merespon

melahirkan Deklarasi Cisarua yang salah satu isinya menyatakan sikap istikomah PII, dari 18
pengurus wilayah PII yang hadir Hanya PW Yagyakrtalah yang tidak setuju dengan penolakan PII
terhadap UU keormasan. Baca Djayadi Hanan, Gerakan Pelajara Islam Dibawah Bayang-Bayang
Negara: Studi Kasus Pelajara Islam Indonesia Tahun 1980-1997, (Yogyakarta: UII Press, 2006)
14
Sebagai gambaran, pada kongres pertama (1947) terdapat empat Cabang, kongres kedua
lima Cabang, kongres ketiga dijakarta delapan Cabang, keempat 12 Cabang, kelima 19 Cabang, dan
puncaknya pada kongres ke 9 di malang menjadi 110 Cabang. baca M. Alfan Alfian, HMI 1963-1966:
Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. (Jakarta: Kompas, 2013), hlm. 1-2.
15
Seperti Konstitusi, Tafsir Asas dan pedoman-pedoman operasional organisasi lainnya.
7

masalah, isu, maupun suatu peristiwa tertentu, baik yang berasal dari internal

maupun dari eksternal organisasi. Terjadinya dualisme di HMI adalah salah satu

bentuk dinamika yang terjadi akibat perbedaan sikap dalam merespon isu eksternal,

dalam hal ini kebijakan pemerintah Orde Baru. Latar belakang inilah yang menjadi

alasan dalam penelitian ini.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Batasan tempat penelitian ini adalah HMI Cabang Yogyakarta, karena

Cabang Yogyakarta merupakan salah satu Cabang pendukung, penggagas lahirnya

MPO HMI dan di Yogyakarta HMI MPO berkembang, sehingga Cabang Yogyakarta

disebut sebagai kiblatnya HMI MPO.

Adapun batasan waktu yang diambil yaitu mulai 1986-1998. Karena selama

tahun ini HMI MPO menjadi organisasi bawah tanah. 1986 merupakan tahun

terbentuknya MPO, dan melakukan kongres pertama di Yogyakarta. Pada awal

berdirinya MPO (1986-1988), HMI Cabang Yogyakarta memainkan peran penting

sehingga mendapatkan perlakuan tersendiri dari pihak internal (PB HMI Dipo) dan

ekternal (aparat pemerintah). Setelah itu, memasuki babak baru yaitu pengukuhan

dokumen Khittah Perjuangan sebagai paradigma organisasi (1988-1992), dan

kemudian fase implementasi (1992-1998).

Berdasarkan latar maslah yang telah diuraiakan diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengapa HMI Cabang Yogyakarta menolak kebijakan pemerintah Orde

Baru untuk menjadikan Pancasila sebagai asas Organisasi?


8

2. Bagaimana peran HMI Cabang Yogyakarta terkait dengan terbentuknya

MPO HMI?

3. Sebagai bagian dari MPO-HMI, apa yang dilakukan HMI Cabang

Yogyakarta untuk melawan tekanan dan bagaimana perkembangannya?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan:

a. Mengetahui letak peran serta HMI Cabang Yogyakarta di dalam

dinamika HMI MPO pada masa Orde Baru.

b. Mengetahui alasan-alasan Cabang Yogyakarta menolak kebijakan

Orde Baru dijadikan asas Organisasi HMI.

c. Mengetahui aktifitas dinamika organisasi HMI Cabang Yogyakarta.

2. Kegunaan penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna sebagai berikut:

a. Sebagai pelengkap informasi mengenai pergerakan Islam di Indonesia

kontemporer bagi hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya

sekaligus sebagai bahan acuan penelitan bagi siapa saja yang

mempunyai perhatian terkait dengan sejarah gerakan pemuda Islam

secara umum, dan gerakan mahasiswa secara khusus.

b. Menambah pemahaman mengenai dinamika kaum muda Islam

(khususnya aktifis HMI) dalam memandang agama, Negara dan

organisasinya.
9

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian dan buku tentang HMI bisa dibilang sudah banyak, namun yang

secara khusus membahas HMI dalam lingkup Cabang tertentu masih terbatas,

khusunya tentang HMI MPO.

Diantara karya-karya tentang HMI yang dijumpai peneliti antara lain:

Pertama, yang paling populer adalah karya Agussalim Sitompul, Sejarah HMI

tahun1947–1975, 16 HMI dalam Pandangan Seorang Pendeta,17 Pemikiran HMI dan

Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (1986), Historiografi

HMI 1947-1993, 18 dan 44 Indikator Kemunduran HMI: Suatu Kritik dan Koreksi

Untuk Kebangkitan Kembali HMI (50 Tahun Pertama HMI 1947-1997). 19 Sejauh ini

tulisan – tulisan tersebut memberikan gambaran yang dianggap paling lengkap

tentang sejarah HMI. HMI-MPO yang kemunculannya relative didukung oleh sedikit

Cabang secara organisatoris harus memulai dari awal dan dianggap sebagai

‘tandingan’ dari HMI (dipo) dalam karya tersebut hanyalah dianggap sebagai

kelompok yang secara organisatoris keberadaannya inkonstulisonal, sehingga di

tulisan-tulisan tersebut penulisnya memilih sikap meniadakan HMI-MPO dari

sejarah HMI yang ia tulis, khususnya pasca terbentuknya HMI MPO tahun 1986.

Kedua, Skripsi Rafiuddin Afkari jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1999) yang berjudul “HMI MPO

16
Agussalim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI 1947-1975, (Surabaya: Bina Ilmu, 1976)
17
Agussalim Sitompul, HMI Dalam Pandangan Seorang Pendeta, Antara Impian dan
Kenyataan, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982)
18
Agussalim Sitompul, Historiografi HMI tahun 1947-1993, (Jakarta: Intermasa, 1995)
19
Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunuran HMI Suatu Kritik dan Koreksi Untuk
Kebangkitan Kembali HMI (50 Tahun Pertama HMI 1947-1997), (Jakarta: Misaka Galiza, 2005)
10

(Majelis Penyelamat Organisasi) di Yogyakarta 1986-1997 (Studi Historis)”. 20

Skripsi ini meskipun tentang HMI MPO Cabang Yogyakarta dan terlihat serupa,

tetapi terdapa perbedaan, yang mana dalam skripsi yang ditulis oleh Rafiuddin afkari

ini lebih banyak memuat tentang aktifitas organisatosi yang dilakukan HMI Cabang

Yogyakarta sebagaimana yang telah dilakukan diCabang-Cabang lain. sedangkan

bagaimana konflik internal HMI yang melibatkan PB HMI di satu pihak dan HMI

Cabang Yogyakarta di pihak lain tidak banyak disinggung. Terhadap skripsi ini,

penelitian ini bisa menjadi pelengkap atau untuk menyempurnakan.

Ketiga, HMI buku Hasanuddin M Saleh yang diberi judul HMI dan Rekayasa

Asas Tunggal Pancasila 21, buku yang awalnya merupakan Tesis S2 penulisnya di

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM ini memberikan ulasan yang relatif utuh

tentang awal perpecahan HMI sekaligus menjadi tulisan awal sejarah HMI MPO,

tetapi barangkali karena tulisan ini ditujukan untuk penulisan tesis ilmu politik,

nuansa (penelitian) politiknya sangat menonjol, dan ulasan secara politis perpecahan

HMI relatif lengkap. Dalam buku ini saleh hanya berhenti pada menberikan

gambaran utuh munculnya atau terbentuknya HMI MPO, studi tersebut tidak

mencakup masa-masa berikutnya dari perpecahan.

Keempat, M. Rusli Karim, HMI MPO dalam kemelut modernisasi politik di

Indonesia, buku ini juga berasal dari tesis S2 di Universitas Kebangsaan Malaysia,

dala buku ini karim memberikan gambaran HMI MPO dalam kaitannya dengan

20
Rafiuddin Afkari ,“HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) di Yogyakarta 1986-1997
(Studi Historis), (Skripsi Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga, 1999, Tidak diterbitkan).
21
Hasanuddin M Saleh, HMI dan Rekayasa Asas Tunggal Pancasila, (Yogyakarta:
Studi Lingkar, 1996)
11

dinamika pemikiran Islam di Indonesia serta mengungkapkan pengaruh dari

pemikiran Islam neo fundamentalis Islam terhadap HMI, dari pengaruh inilah HMI

MPO bisa dipahami mengapa mengabil reaksi berbeda dengan kebanyakan

kelompok modernis lainnya terhadap rekayasa politik Asas Tunggal Pancasila.

Penelitian Karim yang dituangkan dalam buku ini dilakukan terhadap sumber-

sumber dalam kurun waktu 1985-1994.

Kelima, karya Suharsono, HMI Pemikiran dan Masa Depan 22, buku ini

menjelaskan tentang terbentuknya HMI, Perpecahan HMI dan Format HMI pasca

Perpecahan, pokok dan dan pandangan HMI MPO dalam berbagai aspek, termasuk

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, buku ini tidak ditulis dalam perspektif

hisotoris, tetapi cukup membantu memberikan informasi dalam pnelitian ini.

Keenam, karya Ubedillah Badrun, Radikalisasi Gerakan Mahasiswa Islam:

Kasus HMI MPO 23. Buku ini membahas antara lain tentang pemikiran politik HMI

MPO, aksi-aksi politik dan bentuk radikalisasi dalam HMI MPO, serta pemikiran-

pemikiran tokoh yang mempengaruhi HMI MPO, diantaranya Ali Syariati, Imam

Khomeini, Yususf Qordhawi dan Abul A’la al-Maududi. Tetapi, sebagaimana buku-

buku tentang-HMI lainnya, buku ini ditulis dalam skala nasional atau bersifat umum,

sehingga tidak mampu memberikan penjelasan yang memadai tentang bagaimana

peran Cabang atau bagaiana perjalanan dan masing-masing Cabang.

22
Suharsono, HMI Pemikiran dan Masa Depan, (Yogyakarta: CIIS, 2006)
23
Ubedillah Badrun, Radikalisasi Gerakan Mahasiswa: Kasus HMI MPO, (Jakarta: Media
Rausyafekr, 2006)
12

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang disebut diatas,

meskipun harus diakui bahwa penelitian ini muncul, salah satunya disebabkan oleh

adanya karya tersebut. Perbedaan itu terutama terletak pada cakupan tempat, dan

rentang waktu kajiannya. Perbedaan tersebut bagi peneliti dimaksudkan untuk

melengkapi penelitian-penelitian yang telah ada, bukan untuk menegasikan hasil

penelitian tersebut.

E. Landasan Teori

Studi mengenai gerakan keagamaan di Indonesia kebanyakan diposisikan

sebagai diskursus moderinisasi saja. Akibatnya reaksi keagamaan secara umum juga

sering dipandang sebagai reaksi terhadap modernisasi, akibatnya studi yang

demikian gagal menampilkan sumbangan pemikiran dan peran gerakan keagamaan

terhadap pertumbuhan kesadaran masyarakat. contoh studi seperti ini adalah

penelitian M Rusli Karim mengenai HMI MPO dan studi yang dilakukan M. Syafi’i

Anwar tentang Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). 24

Apabila gerakan kelompok-kelompok keagamaan hanya diletakkan dalam

konteks reaksi terhadap modernisasi, maka akan sulit menjelaskan mengapa

kelompok-kelompok muda seperti HMI dan PII yang dalam pemikirannya juga

tergolong organisasi modernis melakukan ‘pembangkangan’ frontal kepada

kebijakan Negara Orde Baru yang juga modernis. Apakah dalam hal ini pandangan

pemerintah Orde Baru yang berubah atau pandangan HMI terhadap modernisasi. Jika

perpecahan HMI hanyalah sebatas reaksi terhadap modernisasi dalam hal ini

24
M. Syafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam di Indonesia (Jakarta: Yayasan Paramadina,
1995)
13

kebijakan politis Orde Baru, mengapa kemudian perpecahan itu tetap mengkristal

hingga saat ini.

Himpunan Mahasiswa Islam adalah interaksi antara gerakan Islam dan

gerakan mahasiswa. Interaksi kedua aspek itu melahirkan karakteristik HMI berupa

semangat, idealisme, daya kritis dan temporer. Atas dasar itu, HMI kemudian

menyatakan diri sebagai organisasi perjuangan (aspek gerakan Islam) dan perkaderan

(aspek kemahasiswaan). Perjuangan HMI merupakan bagaian dari perjuangan umat

Islam yang meliputi upaya menyeluruh organisasi dalam bentuk perkaderan terhadap

para anggotanya yang terdiri dari mahasiswa Islam untuk mewujudkan ajaran Islam

dalam setiap aktifitas kehidupan para anggotanya.

Sejak kurun perjuangan kemerdekaan, peran umat Islam dalam menegakkan,

mepertahankan, dan mengisi kemerdekaan cukup diakui. 25 Maka wajar jika jasa yang

diberikan tersebut memunculkan cita-cita umat Islam indonesia agar tatanan

masyarakat, bangsa dan negara Indonesia merujuk pada al-Quran dan Sunnah. 26

Menurut Kuntowijoyo misi umat Islam, sebagaimana misi setiap ideologi atau

filsafat sosial, adalah “mengubah masyarakat sesuai dengan cita-cita dan visinya

mengenai transformasi Sosial”.27 Sejak terjadi perpecahan, HMI MPO secara umum

bisa dikatakan sebagai organisasi yang menampilkan HMI baru dengan meyakini

universalitas Islam, sehingga dalam setiap aspek kehidupan dalam pandangan HMI

25
Soejipto Wirosardjono, Makna ICMI bagi Umat Islam Indonesia, dalam Nazrullah Ali
Fauzi (ed.) ICMI : Antara Status Quo dan Demokratisasi, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 67.
26
Ibid.,
27
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, cet VIII. (Bandung: Mizan,
1998), hlm. 337.
14

MPO perlu di-islam-kan, termasuk dalam bidang politik, hal ini terlihat jelas periode

awal terbentuknya HMI MPO.

Dalam perspektif internal suatu gerakan, latar belakang atau penyebab

terjdinya konflik di bagi atas empat hal, yaitu:28Pertama, mis-informasi atau salah

faham, dalam konflik ini dalam batas-batas tertentu tidak terlalu membawa dampak

yang serius, jika masing-masing pihak dapat segera memberikan penjelasan yang

bersifat informatif terhadap pihak lainnya. Kedua, kesenjangan kemampuan analisis

dan intelektual, konflik ini biasanya terjadi ketika dalam menyikapi sebuah persoalan

didekati dengan kerangka dan analisa yang berbeda atau bertentangan. Ketiga,

konflik yang terjadi karena perbedaan norma, tradisi, dan standar-standar penilian.

Jenis konflik ini melibatkan unsur ‘rasa’, budaya, dan nilai-nilai yang diyakini oleh

pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Keempat, Konflik kerena perbedaan

ideologi, jenis konflik ini terjadi karena perbedaan ideologi yang oleh-oleh masing

pihak dipertahankan. Konflik ini, biasanya melahirkan konflik yang besar dan

mengarah pada perpecahan yang serius.

Dengan menggunakan pendekatan konflik ini akan dianalisis tentang

perpecahan HMI untuk mengetahui dan memahami secara komprehensif tentang

konflik yang terjadi di HMI hingga berdampak pada terjadinya perpecahan HMI

yang berlangsung hingga kini. Kemudian secara historis bisa dijelaskan tentang

perjuangan HMI MPO, khususnya Cabang Yogyakarta pada masa Orde Baru.

28
Suharono, HMI : Pemikiran dan Masa Depan, (Yogyakarta : CIIS Press, 1997) hlm. 49
15

F. Metode Penelitian

Berdasarkan objek dan permasalahan yang diteliti, penelitian ini

menggunakan pendekatan sejarah yang terbagi pada empat kegiatan pokok, yaitu :

Heuristik atau pengumpulan sumber berupa jejak masa lampau, dalam penelitian ini

peneliti menggunakan sumber HMI yang terdiri dari arsip-arsip HMI Cabang

Yogyakarta, berupa laporan pengurus, berita acara kegiatan, surat kabar, majalah-

majalah dan dokumen lain-lainnya yang menjadi arsip di sekretariat HMI Cabang

Yogyakarta. Selain itu, buku-buku yang terkait denan HMI dalam bagian tertetu juga

digunakan sebagai perbandingan dan pelengkap informasi.

Tahap berikutnya adalah kritik sumber, yaitu kegiatan menyelidiki dan

menyeleksi apakah jejak-jejak yang didapat asli atau tidak, baik bentuk maupun

isinya berdasarkan urgensi, otentisitas dan kredibilitasnya guna mendapatkan data

yang sesuai, keduanya akan dipadukan untuk saling melengkapi dan mengoreksi

kebenaran masing-masing. Langkah pertama melalui kritik ekstern yaitu menguji dan

meneliti keotentikan sumber yang diperoleh sehingga validitasnya bisa

dipertanggungjabwabkan. Kemudian kritik intern yang dimaksudkan untuk

mengetahui kredibilitas sumber. Adapun tahapan teknisnya yaitu dengan membaca,

mempelajari, memahami, dan menelaah secara mendalam berbagai sumber kemudian

membandingkannya.

Ketiga, Interpretasi, yaitu menetapkan saling hubung antarfakta yang

diperoleh. Keempat, Penyajian atau historiografi, fakta yang peneliti dapatkan akan
16

diorganisasikan dan dinarasikan dalam bentuk disktiptif-analitis dan sedapat

mungkin disajikan secara sistematis-kronologis dalam satu bentuk kisah sejarah.29

Dengan demikian, hasil yang ingin dicapai adalah sebuah penulisan sejarah

kritis yang mampu menelusuri latar belakang, hubungan-hubungan yang terkait, pola

atau strategi gerakan serta perjuangan HMI MPO sebagai organisasi mahasiswa yang

menolak sebuah kebijakan pemerintah dan bagaimana mempertahankan pilihannya

tersebut dari terkanan.

G. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini disusun dalam lima bab. adapun sistematikanya adalah sebagai

berikut:

BAB I merupakan pendahuluan berupa penjelasan pokok pembahasan pada

bab-bab selanjutnya berikut kerangka berpikir penelitian yang terdiri dari Latar

Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitan,

Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

BAB II menjelaskan tentang sejarah singkat HMI dari lahir sampai dengan

terjadinnya perpecahan, pada bagian ini dijelaskan secara singkat-kronologis

perjalanan HMI dan proses terjadinya perpecahan HMI secara struktural menadi

HMI (Dipo) dan HMI MPO, termasuk di dalamnya tentang fakor-faktor terjadinya

perpecahan tersebut.

29
Nugroho Noto Susanto, Norma-Norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah , (Jakarta :
Pusat Sejarah ABRI, 1974), hlm 17.
17

BAB III menjelaskan tentang perpecahan HMI. bahasan dalam bab ini

terdapat dua subbab yaitu: Pertama peran HMI Cabang Yogyakarta terhadap

terbentuknya HMI MPO. Kedua, tantangan dan tekanan yang dihadapi HMI Cabang

Yogyakarta setelah bergabung dengan MPO dan upaya dalam membendung tekanan

tersebut, sehingga proses perkaderan HMI MPO tetap berlangsung selama masa Orde

Baru. Secara umum bab ini menjelaskan tentang bagaimana peran dan bagaimana

HMI Cabang Yogyakarta mempertahankan sikapnya dari berbagai tekanan setelah

bergabung dengan HMI MPO.

BAB IV berisi tentang pembentukan Khittah Perjuangan HMI MPO dan

implementasinya dalam aktifitas organisasi, khususnya di HMI Cabang Yogyakarta.

Penjabaran pada bagian ini meliputi, kelahiran, pembentukan Khittah Perjuangan dan

muatannya serta implementasi dalam sistem formal organisasi HMI MPO dan

aktifitas perkaderan HMI MPO Cabang Yogyakarta baik aktifitas internal maupun

aktifitas eksternal yang dilakukan untuk menjaga keberlangsungan proses perkaderan

HMI MPO Cabang Yogyakarta selama masa Orde Baru (1986-1998).

BAB V merupakan bagian terkhir yang berisi kesimpulan sebagai jawaban

terhadap rumusan masalah penelitian dan saran berupa refleksi historis dari

penelitian ini serta harapan-harapan untuk penelitian-penelitian selanjunya terkait

dengan hal-hal yang belum dijelaskan atau yang berkaitan dengan topik penelitian

ini.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penjabaran dari bab-bab sebelumnya dapat dianalisis lebih jauh untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebagai permasalahan utama dalam

penelitian ini. Sebagai kelompok yang secara historis benar adanya, HMI MPO

merupakan organisasi yang terbentuk akibat ketidaksamaan pemahaman para

anggota HMI generasi 1980an dalam merespon isu eksternal, yaitu kebijakan

pemerintah Orde Baru tentang penerapan Asas Tunggal Pancasila bagi. Perbedaan

tersebut berujung pada terjadinya perpecahan karena tidak mampu disikapi dengan

dewasa oleh aparat HMI pada waktu itu sehingga sejak 1986 terbentuk dua HMI,

yaitu HMI MPO yang tetap mempertahankan Islam sebagai asas organisasi dan HMI

Dipo yang menerima asas Pancasila. Oleh karena keduannya mengkalim sebagai

pewaris yang sah HMI maka, baik HMI MPO maupun HMI Dipo menganggap yang

lainnya sebagai organisasi yang tidak konstitusional.

Berkenaan dengan perpecahan HMI ini, HMI Cabang Yogyakarta memiliki

peran yang tidak sedikit. HMI Cabang Yogyakarta merupakan salah satu Cabang

yang menolak keputusan PB HMI ketika menerima asas tunggal Pancasila sebagai

asas organisasi HMI pada Sidang Pleno III PB HMI dan rapat Majelis Pekerja

Kongres (MPK) II di Ciloto, Jawa Barat yang kemudian disampaikan kepada

khalayak melalui siaran pers PB HMI pada 10 April 1985 di Yogyakarta. Keputusan

itu kemudian secara formal direspon HMI Cabang Yogyakarta dengan mengeluarkan

pernyataan sikap atas nama “Sikap Jamaah HMI Yogyakarta terhadap Perilaku siaran

89
90

Pers PB HMI”, yang berisi tentang protes dan ketidaksetujuan HMI Cabang

Yogyakarta terhadap kepusan PB HMI.

Adapun alasan Cabang Yogyakarta menolak keputusan tersebut yaitu:

Pertama, RUU keormasan yang mengatur menegenai hal itu belum disahkan. Kedua,

ada instansi yang lebih representative untuk membicarakan dasar organisasi, yaitu

kongres sebagai instansi pengambilan keputusan tertinggi organisasi. Ketiga,

Pimpinan Cabang Yogyakarta belum pernah diajak musyawarah untuk

membicarakan rencana PB HMI tersebut. Selain itu latar belakang keputusan PB

HMI tidak mampu dijelaskan secara organisatoris, intelektual dan bertanggung

jawab. Yang lebih penting dari itu, bagi Cabang Yogyakara adalah PB HMI

melanggar sifat indenpendensi HMI dan juga belum memiliki rumusan konseptual

yang jelas tentang bagaimana penerapan asas Pancasila itu diturunkan dalam sistem

operasional organisasi, mengingat asas merupakan sumber aktifitas perkaderan HMI.

Penolakan terhadap kebijakan PB HMI ini dinilai oleh PB sebagai tindakan

membangkang dan anti Pancasila, sehingga terjadilah konflik internal yang

melibatkan HMI Cabang Yogyakarta disatu pihak dan PB HMI dipihak lain. Sejak

konflik inilah Cabang Yogyakarta terlibat aktif mengadakan konsolidasi dengan

Cabang-Cabang dan memanfaatkan forum-forum nasional untuk mengajak

mempertahankan Islam sebagai asas HMI, di lain pihak PB HMI juga aktif

memberikan penjelasan dan konsolidasi agar kebijkannya menerima Pancasila

diterima oleh Cabang-Cabang. Konflik ini terus berlanjut hingga tahap selanjutnya

Cabang Yogyakarta bersama dengan beberapa Cabang yang memiliki kesamaan

pandangan membentuk Majelis Penyelamat Organisasi (MPO) HMI. Penilaian PB


91

HMI terhadap HMI Cabang Yogyakarta khususnya dan yang tergabung dalam MPO

HMI pada umumnya yang dianggap sebagai anti Pancasila pada tahap berikutnya

menjadi stigma negatif yang dilekatkan kepada HMI MPO oleh HMI Dipo.

Secara kronologis, keterlibatan Cabang Yogyakarta dalam terbentuknya MPO

HMI dimulai sejak dikeluarkannya “sikap jamaah” pada tanggal 11 April 1985, yang

kemudian ditindaklanjuti dengan memprakarsai, mengadakan dan mengikuti beberpa

pertemuan dengan pengurus Cabang lain diantaranya: Pertama, forum diaolog yang

dihadiri 11 Cabang pada tanggal 13-15 Juli 1985 di Kauman Yogyakarta yang

menghasilkan kesepakatan adanya komitmen ideologis tentang kesetiaan terhadapa

islam sebagai asas organisasi dan bertekad akan memperjuangkannya di Kongres ke

16. Kedua, pleno IV Badko Jawa Bagian Tengah yang diselenggarakan di

Yogyakarta pada tanggal 29-30 oktober 1985 menghasilkan sebuah keputusan berupa

rekomendasi yang akan diperjuangkan dalam Pleno IV PB HMI dan sidang MPK III,

yaitu “tidak setuju penetapan pasal-pasal AD/ART HMI diluar Kongres, implisit di

dalamnya adalah keputusan pleno III PB HMI dan sidang MPK II di Ciloto.

Ketiga, Simposium nasional tentang pengembangan tafsir asas Pada 13-17

Desember 1985 yang diselenggarakan PB HMI, pada kesempatan ini HMI Cabang

Yogyakarta membawa draf tafsir asas yang akan diusulkan untuk menggantikan

Nilai Dasar Perjuangan. Draf inilah yang kemudian disebut Khittah Perjuangan HMI,

setelah mengalami penyempurnaan ditetapkan sebagai tafsir asas, tujuan, usaha dan

independensi HMI MPO menggantikan NDP. Keempat, Milad HMI ke-37 di Jakarta

pada tanggal 14 s/d 16 Februari 1986. Di forum inilah terbentuk Majelis Penyelamat
92

Organisasi (MPO) HMI, yang pada tahap selanjutnya menjadi organisasi sendiri

dengan system organisasi yang berbeda dengan HMI (Dipo).

Sebagai bagian dari HMI MPO, pada masa-masa awal, yakni periode 1985-

1986 sampai dengan 1989-1990, Cabang Yogyakarta mendapatkan rintangan baik

dari aparat pemerintah, maupun PB HMI (Dipo). Berbagai tekanan tersebut justru

membangkitkan semangat HMI MPO Cabang Yogyakarta untuk memperjuangkan

pilihannya mempertahankan islam. Semangat tersebut diwujudkan dengan

konsolidasi yang massif dan mengadakan berbergai kegiatan penyempurnaan

terhadap tafsir asas, tafsir tujuan dan independensi, sehingga lahirlah corak HMI

yang berbeda, yang mana pada peride awal terbentuknya HMI MPO, muncul

semangat untuk meng-islam-kan seluruh yang ada di HMI, pada periode ini HMI

MPO lebih menampilkan sebagai gerakan ideologis.

Pada tahap selanjutnya, yaitu sejak periode 1990-1991 sampai 1993-1994

HMI Cabang Yogyakarta mengalami pergeseran orientasi menjadi gerakan

intelektual. Pada periode ini, aktifitas HMI Cabang Yogyakarta penuh dengan

suasana berfikir. Sejak periode inilah HMI Cabang Yogyakarta intens dalam bidang

keilmuan, terutama tema epestemologi yang diderevasikan dari paradigma Islam.

Dalam setiap pelatihan, acara rutin yang dilakukan HMI, isu empistemologi selalu

dimunculkan. Pergeseran kearah gerakan intelektual memberikan corak baru yang

menampilkan pemikiran kader yang liberal tetapi tidak sepenuhnya mengubah corak

atau perilaku kader HMI MPO yang cendrung “islami”.


93

Sejak periode ini aktifitas untuk menjaga eksistensi, selain ditempuh melalui

kegiatan formal seperti pelatihan umum, juga dibentuk atau dimakasimalkan kembali

lembaga-lembaga kekaryaan, seperti Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI),

Lembaga Pustaka Mahasiswa Islam (LPMI), Lembaga Seni Mahasiswa Islam

(LSMI), Lembaga Studi Peradaban Mahasisw Islam (LSPMI), Lemabaga Bahasa

Mahasiswa Islam (LBMI) dan Lembaga Lingkungan Mahasiswa Islam (LLMI).

Selain itu, Juga dibentuk gerakan kantong HMI MPO sebagai wadah untuk

menyampaikan aspirasi para kader dan perjuagan HMI secara ekternal, yaitu Liga

Mahasiswa Muslim Yogyakarta (LMMY).

Jika diamati secara seksama, penolakan terhadap kebijakan asas tunggal

Pancasila oleh HMI datang dari wilayah yang secara giografis menjadi pusat

pendidikan dan pusat transformasi pemikiran seperti Jakarta, Bandung dan

Yogyakarta, hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang mengilhami

terjadinya semangat keislaman di kalangan HMI, yaitu gema kebangkitan Islam di

abad 15 H, hal tersebut menjadikan paket kebijakan pemerintah Orde Baru yang

diturunkan waktu itu dinilai tidak semata-mata terkait dengan penerapan Pancasila

dalam kehidupan bermasyarakat, melainkan sebagai politisasi Pancasila untuk

mempertahankan kekuasaan rezim Orde Baru yang menganggap kebangkitan Islam

sebagai ancaman, atau istilah lainnya kebijakan Orde Baru terebut adalah upaya

depolitisasi Islam.
94

B. Saran

Pemerintah atau penguasa merupakan pemegang kebijakan tertinggi dalam

suatu Negara atau suatu organisasi tertentu yang memiliki dampak menyeluruh

terhadap aktifitas dan kondisi warga negaranya. Oleh karena itu, selain harus

memutuskan kebijakan yang baik penguasa juga perlu melengkapi perangkat-

perangkat sosialisasi yang mempuni agar kebijakan tersebut tidak disalah pahami

oleh seluruh warga negaranya. Selain itu, kebijakan penguasa tidak boleh

diberlakukan dengan ancaman dan paksaan karena hal tersebut dapat melahirkan

penentangan dan pengecaman. Apalagi kebijakan yang dibuat hanya untuk menjaga

untuk mempertahankan kekuasaannya.

Indonesia memiliki banyak pengalam sejarah yang dapat digali agar

kesalahan-kesalahan para penguasa yang telah memecah belah rakyat tidak terulang

kembali. Skripsi ini, meskipun memiliki banyak kekurangan baik sumber maupun

metodogi diharapkan mampu menjadi bahan informasi yang dapat menjadi pelajaran

berharga untuk meningkatkan kualitas kesadaran sejarah kita.

Penulis menyadari bahwa telaah ini pastilah terdapat kekukarangan terutama

dalam mengungkap secara detail HMI MPO Cabang Yogyakarta, seperti tentang

dinamika yang terjadi selama masa Orde Baru jika dikatikan dengan fenomina

eksternal, dan bagaimana peran HMI MPO terhadap dinamika masyarakat kampus.

Untuk itu, telaah ini kiranya perlu dilanjutkan dan dikembangkan lebih jauh oleh

studi-studi lain mengenai Gerakan Mahasiswa Islam di Yogyakarta secara umum,

HMI MPO secara khusus.


95

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

AE Priyono (Ed.), Api Putih di Kampus Hijau: Gerakan Mahasiswa UII Dekade
1980an, Yogyakarta: Mata Bangsa, 2013

Ahmad Nuralam, Ahmad Sahide, Darwin (ed.), HMI; Pemikiran dan Gerakan
Intelektual. Yogyakarta: The Phinisi Press, 2011

Alfian, M. Alfan, HMI 1963-1966: Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara.


Jakarta: Kompas, 2013

Ali Fauzi, Nazrullah (ed.) ICMI : Antara Status Quo dan Demokratisasi, Bandung:
Mizan, 1995

Ali, As’ad Said, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LP3ES,
2010

Almandari, Safinuddin. HMI dan Wacana Revolusi Sosial, Jakarta: Hijau Hitam,
2003

Badrun, Ubedillah, Radikalisasi Gerakan Mahasiswa: Kasus HMI MPO, Jakarta:


Media Rausyafekr, 2006

Culla. Adi Surya, Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan Mahasiswa
dalam Politik dan Sejarah Indonesia (1908-1998), Jakarta : Rajawali Press
1999

Djayadi Hanan. Gerakan Pelajar Islam, Di Bawah Bayang-Bayang Negara: Studi


Kasus Pelajar Islam Indonesia (PII) 1980-1997. Yogyakarta: UII Press.
2006

Harun, Lukman Muhammadiyah dan Asas Pancasila, Jakarta: Pustaka Panjimas


1986.

H.M. Shaleh Harun, Abdul Munir Mulkan, Latar Belakang Umat Islam Menerima
asas Tunggal Pancasila : Sebuah Kajian Informatif Pandangan NU-
Muhammadiyah. Yogyakarta : Aquarius. 1406 H.

Ihsan Ali Fauzi, Haidar Baqir (ed), Mencari Islam; Kumpulan Otobiografi Intelektual
96

Kaum Muda Muslim Indonesia Angkatan 80-an, cet. II Bandung: Mizan, 1993

Ismail. Faisal, Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur, Yogyakarta:


Lesfi, 2002)

Karim, M. Rusli, HMI MPO Dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia.


Bandung: Mizan, 1997
,Nuansa Gerak Politik Era 1980-an di Indonesia, Yogyakarta: MW Mandala,
1992

Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1990.

Moch Faried dan Yuliantoro Purwowiyadi, PAK AR Sufi yang Memimpin


Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka Ribatu Suffah, 2010.

Muchriji Fauzi HA, Ade Komaruddin, Mochamad (ed.) HMI Menjawab Tantangan
Zaman, Jakarta : P.T. Gunung Kulabu, 1990

Noer, Daliar, Islam, Pancasila dan Asas Tunggal Pancasila, Jakarta: Yayasan
Pengkhidmatan, 1983

Noor M.D. Pancasila dalam Pandangan Tokoh-Tokoh Islam, Bogor, 1990

Saleh, Hasanuddin M., HMI dan Rekayasa Asas tunggal Pancasila, Yogyakarta:
Studi Lingkar, 1996

Sitompul, Agussalim. Sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam tahun

1947-1975, Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1976

,HistoriografiHMI1947-1993, Jakarta: Intermasa, 1995.

, 44 Indikator Kemunduran HMI Suatu Kritik dan Koreksi Untuk Kebangkitan


Kembali HMI (50 Tahun Pertama HMI 1947-1997), Jakarta: Misaka Galiza,
2005

Suharsono, HMI Pemikiran dan Masa Depan, Yogyakarta: CIIS, 2006

Sulastomo, Hari-hari yang panjang 1963-1966, Jakarta: CV Haji Masagung, 1989

Susanto, Nugroho Noto, Norma-Norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah ,


Jakarta : Pusat Sejarah ABRI, 1974
97

Tanja,Victor Himpunan Mahaiswa Islam : Sejarah dan Kedudukannya di Tengah


Gerakan – Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia, Jakarta : Sinar
Harpan, 1982

Zuhri, Zaifuddin, Berangkat Dari Pesantren, Yogyakarta: Lkis, 2013

JURNAL DAN SKRIPSI

Jufnal Universal : Kornas Lapmi PB HMI: 1995

Rafiuddin Afkari ,“HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) di Yogyakarta 1986-


1997 (Studi Historis), Skripsi Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga, 1999.

ARSIP HMI

Konstitusi HMI, Universal Press : 2009,

Bekas Putih, HMI MPO Cabang Yogyakarta 1986

Khittah Perjuangan HMI, diterbitkan HMI Badko Jawa Bagian Tengah, 1992

Khitta Perjuangan HMI, HMI Cabang Yogyakarta 2006

LPJ HMI Cabang Yogyakarta periode 1985-1986.

LPJ HMI Cabang Yogyakarta periode 1986-1987

LPJ HMI Cabang Yogyakarta periode 1987-1988

LPJ HMI Cabang Yogyakarta periode 1992-1993

LPJ HMI Cabang Yogyakarta periode 1994-1995

LPJ HMI Cabang Yogyakarta periode 1995-1996

LPJ HMI Cabang Yogyakarta periode 1997-1998

Laporan Pengurus LSPMI (Lembagai Studi Peradaban Mahasiswa Islam) Cabang


Yogyakarta Periode 1994-1995

Pedoman Perkaderan , HMI Cabang Yogyakarta.1992

Pedoman Kursus Pengader, HMI Cabang Yogyakarta 1995

KORAN/MEDIA/MAJALAH/BULETIN
98

Buletin Goresan Edisi 25/TH.II/9/2000

Eskponen Edisi 1-7 Maret 1987

Genta Mahasiswa Edisi 16-31 Nopember 1985

Harian Kedaulatan Rakyat Edisi Rabu Legi 18 Februari 1987

Harian Kompas, Edisi Rabu 19 Maret 1986

Harian Sinar Harapan, edisi Selasa, 25 Maret 1986

Suara Himpunan edisi Januari 1984

Tempo edisi 29 Maret 1986

Tempo, edisi 6 Februari 1988

Warta Himpunan edisi Khusus/th III 1995

Warta Himpunan Nomor: 1/Th. III/April-Mei 1995


99

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri
Nama : Rusdiyanto
Tempat/tgl. Lahir : Pamekasan, 06 September 1990
Alamat Asal : Dsun Laok Gunung, Ds. Sandaya Pasean
Nama Ayah : Sallim
Nama Ibu : Halimah
No. HP/Email : 085878770067/ ibnoe_rusdy@yahoo.com
B. Riwayat Pendidikan
MIN Sanadaya Pamekasan : 1997-2003
MI Mansyaul Ulum Dsn Laok Gunung : 1997-2005
MTs. Mansyaul Ulum Sanadaya : 2003-2006
MA. Mansyaul Ulum Sanadaya : 2006-2009
Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga : 2009-2013
C. Pengalaman Organisasi
Wakil Ketua Osis MTs. Masnyaul Ulum : 2004-2005
Ketua Osis MA. Mansyaul Ulum : 2007-2008
Komunitas Mahasiswa Sejarah : 2011
Ketua HMI MPO KONFAK Adab UIN Su-Ka : 2011-2012
Sekretaris Umum HMI MPO KORKOM UIN Su-ka : 2012-2013
Ketua Bidang Pembinaan dan Pelatihan Umum

HMI MPO Cabang Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai