Anda di halaman 1dari 12

KEGIATAN PENANGANAN MATERIAL (MATERIAL

HANDLING) PT. MANUNGGAL SARANA SURYA PRATAMA


KECAMATAN LASOLO KEPULAUAN, KABUPATEN KONAWE
UTARA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PROPOSAL KERJA PRAKTIK

OLEH
MECKY MANTUNG
D621 15 013

DEPARTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2018
2
I JUDUL

“KEGIATAN PENANGANAN MATERIAL (MATERIAL HANDLING) PT. MANUNGGAL


SARANA SURYA PRATAMA KECAMATAN LASOLO KEPULAUAN, KABUPATEN KONAWE
UTARA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA”

II LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki endapan nikel laterit
terbesar di dunia, khususnya di Pulau Sulawesi. Nikel umumnya diproduksi menjadi
beberapa jenis seperti logam halus, bubuk, spons, dan lain- lain. Dari beberapa jenis
tersebut, lebih dari 60% digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja tahan karat
atau stainless steel. Sedangkan sisanya digunakan sebagai superalloy dan paduan
nirbesi (Herianto, 2008).
Bijih nikel dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, nikel sulfida dan nikel
laterit. Endapan nikel yang terdapat di Indonesia umumnya berupa nikel laterit.
Endapan nikel laterit adalah hasil pelapukan batuan ultramafik secara kimiawi
kemudian membentuk lapisan-lapisan seperti limonit, saprolit, dan bedrock. Dari ketiga
lapisan tersebut, Lapisan limonit hanya dianggap sebagai waste atau lebih dikenal
dengan overburden. Sedangkan saprolit merupakan lapisan yang paling sering
ditambang untuk diolah menjadi bijih nikel yang ekonomis.
Salah satu produk pengolahan bijih nikel adalah ferronickel. Pemurnian logam
mentah dari tanur listrik merupakan salah satu langkah penting dalam produksi
ferronickel. Hal yang paling penting dalam proses pemurnian adalah pelepasan karbon,
silikon dan fosfor, sulfur serta deoxidation. Maka dari itu akan dilakukan penelitian
mengenai pengolahan bijih nikel pada perusahaan terkait.

III RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah penelitian yang dibahas dalam penelitian ini adalah:


1. Bagaimana proses penanganan material pada PT. Manunggal Sarana Surya
Pratama?
2. Bagaimana karakteristik mesin yang digunakan pada PT. Manunggal Sarana
Surya Pratama?

3
IV TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah:


1. Memahami proses penanganan material.
2. Memahami karakteristik mesin yang digunakan pada PT. Manunggal Sarana
Surya Pratama.

V MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari kegiatan penelitian yang dilakukan adalah:


1. Bagi mahasiswa
Dapat menambah wawasan yang lebih luas tentang ilmu pengetahuan yang
telah dipelajari di perkuliahan dengan praktik di lapangan.
2. Bagi perusahaan
Sebagai bahan evaluasi dari kegiatan pemrosesan yang dilaksanakan.

VI TINJAUAN PUSTAKA

1. Pendahuluan

Nikel (Ni) merupakan logam yang keras dan tahan korosi, serta cukup reaktif
terhadap asam dan lambat bereaksi terhadap udara pada suhu dan tekanan normal.
Logam ini cukup stabil dan tidak dapat bereaksi terhadap oksida sehingga sering
digunakan sebagai koin dan pelapis dan sifatnya paduan. Dalam dunia industri, nikel
adalah salah satu logam yang paling penting dan banyak memiliki aplikasi; 62% dari
logam nikel digunakan untuk baja tahan karat, 13% sebagai superalloy dan paduan
tanpa besi karena sifatnya yang tahan korosi dan suhu tinggi (Astuti, 2011).
Bijih nikel dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, nikel sulfida dan nikel
laterit. Endapan nikel yang terdapat di Indonesia umumnya berupa nikel laterit.
Endapan nikel laterit adalah hasil pelapukan batuan ultramafik secara kimiawi
kemudian membentuk lapisan-lapisan seperti limonit, saprolit, dan bedrock. Dari ketiga
lapisan tersebut, Lapisan limonit hanya dianggap sebagai waste atau lebih dikenal
dengan overburden. Sedangkan saprolit merupakan lapisan yang paling sering
ditambang untuk diolah menjadi bijih nikel yang ekonomis.

4
Endapan laterit terbentuk dari akibat proses pelapukan batuan ultramafik, yang
merupakan campuran kompleks mineral-mineral ferromagnesian seperti olivin
[(Fe,Mg)2SiO4], piroksin [Fe,Mg]2Si2O6] dan ampibol [(Fe,Mg)7Si8O22(OH)2]. Akibatnya,
endapan banyak ditemukan di daerah tropis seperti Kuba, Indonesia, Kaledonia Baru,
Filipina dan Amerika Selatan (Solar, 2015).
2. Genesis Endapan Nikel

Bijih nikel terdiri atas Ni-sulfida (nickel sulphides) dan Ni-laterit (nickel
laterites). Mineral Ni-Sulfida umumnya terbentuk secara primer dan berasosiasi dengan
batuan mafik dan ultramafik (piroksenit, harzburgit, dan dunit). Endapan bijih nikel ini
juga terjadi bersama-sama bijih kromit (Cr) dan PGM, sedangkan Ni-laterit merupakan
bentuk sekunder endapan Ni-sulfida. Laterisasi adalah proses pelapukan batuan secara
kimiawi yang berlangsung dalam waktu lama pada kondisi iklim basah. Prosesnya
melibatkan penguraian mineral induk atau primer yang tidak stabil pada kondisi
lingkungan basah dan pelepasan unsur-unsur kimianya ke dalam air tanah. Komponen
yang tidak terurai membentuk mineral baru yang stabil pada kondisi lingkungan
tersebut. Ni-laterit adalah hasil laterisasi batuan ultramafik yang mengandung nikel
seperti peridotit dan serpentinit. Hal ini dapat berlangsung karena adanya air
permukaan yang bersifat asam sehingga dapat melarutkan nikel, magnesium dan
silikon yang terkandung dalam batuan dasar. Berbeda dengan Ni-sulfida yang
ditemukan pada kedalaman ratusan meter di bawah permukaan tanah, Ni-laterit
terdapat pada kedalaman yang relatif lebih dangkal, yaitu sekitar 15-20 meter di
bawah permukaan tanah. Endapan Ni-laterit cenderung berkadar rendah dengan
jumlah yang melimpah.
Pembentukan endapan nikel dipengaruhi oleh (Sutisna, 2006):
a. Iklim. Curah hujan menentukan jumlah air hujan yang masuk ke tanah
sehingga mempengaruhi intensitas pencucian dan pemisahan komponen yang
larut.
b. Topografi. Relief dan geometri lereng akan mempengaruhi pengaliran air,
jumlah air yang masuk ke dalam tanah dan level muka air tanah.
c. Penyaliran. Mempengaruhi pasokan jumlah air untuk pelindian seluruh area di
sekitarnya.
d. Tektonik. Pengangkatan muka tanah akibat gaya tektonik akan meningkatkan
erosi pada bagian atas profil, meningkatkan relief topografi dan menurunkan

5
muka air tanah. Kestabilan tektonik mendukung pendataran topografi dan
memperlambat gerakan air tanah.
e. Tipe batuan induk. Komposisi mineral menentukan tingkat kerentanan batuan
terhadap pelapukan dan ketersediaan unsur untuk kombinasi ulang
pembentukan mineral baru.
f. Struktur. Patahan dan kekar memungkinkan bagi peningkatan permeabilitas
batuan dasar sehingga meningkatkan potensi terjadinya alterasi.
Faktor-faktor tersebut sangat terkait satu sama lain. Saat batuan keluar ke
permukaan, maka secara bertahap akan mengalami dekomposisi. Proses kimia dan
mekanik yang disebabkan oleh udara, air dan temperatur akan menghancurkan batuan
tersebut menjadi tanah dan lempung (Sutisna, 2006).
Secara horizontal penyebaran nikel tergantung kepada arah aliran air tanah dan
bentang alam. Air tanah di zona pelindian mengalir dari pegunungan ke arah lereng
sambil membawa unsur Ni, Mg, dan Si. Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel
dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu endapan bijih Ni-sulfida (primer) dan Ni-
laterit (sekunder). Proses pembentukan Ni-laterit merupakan proses dekomposisi
sekunder endapan Ni-sulfida yang diawali dari pelapukan batuan ultrabasa seperti
harzburgit, dunit, dan piroksenit. Dalam deret Bowen, batuan ini banyak mengandung
olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi. Mineral-mineral tersebut tidak stabil dan
mudah mengalami pelapukan. Media transportasi nikel yang terpenting adalah air. Air
tanah kaya CO2 berasal dari udara dan tumbuhan akan menguraikan mineral yang
terkandung dalam batuan ultrabasa tersebut. Kandungan olivin, piroksin, magnesium
silikat, besi, nikel dan silika akan terurai dan membentuk suatu larutan.
Endapan ini akan terakumulasi dekat ke permukaan tanah, sedangkan
magnesium, nikel dan silikon akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun
selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini
merupakan proses pelapukan dan pelindian. Unsur Ni merupakan unsur tambahan di
dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindian berlangsung, unsur Ni berada dalam
ikatan kelompok silikat terutama olivine dan serpentin. Rumus kimia kelompok silikat
adalah M2-3SiO2O5(OH)4, dengan variabel M merupakan unsur-unsur seperti Cr, Mg,
Fe, Ni, Al, Zn atau Mn atau dapat juga merupakan kombinasinya.
Adanya suplai air yang mengalir melalui kekar akan membawa nikel turun ke
bawah dan lambat laun akan terkumpul di zona permeabel yang tidak dapat
menembus batuan induk. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka akan

6
terjadi proses pengayaan supergen yang berada di zona saprolit. Dalam satu
penampang vertikal profil laterit dapat terbentuk zona pengayaan lebih dari satu
karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah akibat perubahan musim.
Di bawah zona pengayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang
tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindian, yang sering disebut sebagai
zona hipogen. Zona pelapukan kimiawi yang kaya akan bijih nikel berada pada zona
saprolit. Bijih nikel tidak hanya berasosiasi dengan garnierit, tapi Ni juga dapat
mensubstitusi Fe dan Mg pada mineral silikat, khususnya serpentinit (Atmadja, 1974).
Pembentukan nikel laterit dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah
(Sutisna, 2006):
1. Batuan asal. Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya
endapan nikel laterit. Batuan asal yang berperan penting dalam pembentukan
nikel laterit berupa batuan ultrabasa seperti harzburgit. Batuan ultrabasa
mengandung mineral-mineral yang kurang stabil dan mudah melapuk seperti
olivin dan piroksin. Oleh karena itu, batuan ultrabasa mempunyai komponen-
komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang
baik untuk nikel.
2. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan menyebabkan
terjadinya kenaikan dan penurunan permukaan air tanah, juga dapat
menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur.
Perbedaan temperatur yang cukup besar akan mempercepat terjadinya
pelapukan mekanis, menyebabkan rekahan dalam batuan yang akan
mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
3. Senyawa kimia dan vegetasi. Senyawa kimia merupakan faktor yang
mempercepat proses pelapukan, seperti air tanah mengandung CO2 yang
bersifat asam berperan penting dalam proses pelapukan kimia. Terkait dengan
faktor vegetasi terdapat asam humus yang menyebabkan dekomposisi batuan
serta mengubah pH larutan. Jenis vegetasi suatu daerah erat hubungannya
dengan terbentuknya asam humus di daerah tersebut. Dalam hal ini, vegetasi
yang rapat dan bervariasi mempengaruhi penetrasi air lebih dalam sehingga air
tanah yang terkumpul akan lebih banyak dan untuk terbentuknya lebih tebal.
Kondisi ini merupakan lingkungan yang baik untuk terbentuknya endapan nikel
berkadar tinggi.

7
4. Struktur geologi. Batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang
kecil sehingga penetrasi air sangat sulit, dengan adanya rekahan batuan akan
lebih memudahkan masuknya air sehingga proses pelapukan akan lebih
intensif. Sebagai contoh, di daerah Pomalaa terdapat struktur kekar yang lebih
dominan dibandingkan dengan struktur patahannya. Daerah ini disusun oleh
batuan ultrabasa sebagai saluran tempat naiknya magma yang mengandung
unsur nikel, sehingga struktur ini menjadi salah satu factor dalam
pembentukan cebakan bijih nikel.
5. Topografi. Topografi setempat sangat berpengaruh terhadap sirkulasi air dan
senyawa lain; untuk daerah landai, air akan bergerak perlahan sehingga dapat
menembus batuan lebih dalam melalui rekahan atau pori batuan. Endapan
mengandung nikel akan terakumulasi pada daerah landai sampai kemiringan
sedang. Hal ini menunjukkan ketebalan pelapukan tergantung kepada bentuk
topografi. Pada daerah yang curam, air limpasan (run off) lebih banyak
daripada air yang meresap sehingga pelapukannya kurang intensif.
6. Waktu. Semakin lama waktu pelapukan semakin besar endapan nikel yang
terbentuk.
Pembentukan nikel laterit yang terdiri atas empat horizon yaitu (Kadarusman,
2004):
a. Tudung besi (iron cap) yang merupakan campuran gutit dan limonit berwarna
merah tua. Lapisan ini mempunyai kadar besi tinggi dan nikel rendah, yaitu
sekitar 60% Fe. Kadang-kadang ditemukan hematit dan kromiferus yang
merupakan lapisan paling atas dari bijih laterit dan menjadi overburden pada
saat penambangan bijih nikel laterit.
b. Lapisan limonit, merupakan lapisan yang kaya besi sekitar 40-50% Fe,
berukuran halus dan berwarna merah coklat atau kekuningan. Dalam limonit,
sebagian besar nikel berada dalam gutit (sebagai larutan padat), sebagian lagi
berada dalam oksida mangan dan litioforit. Dalam lapisan ini juga kadang-
kadang ditemukan talk, tremolit, kromiferus, kuarsa, gibsit dan magemit.
c. Lapisan saprolit. Dalam lappisan ini, mineral utamanya adalah serpentin
(Mg3Si2O5(OH)4); nikel mensubtitusi Mg. Bijih saprolit memiliki kandungan nikel
lebih tinggi daripada yang terdapat pada lapisan limonit, yaitu sekitar 1,5-3%
Ni. Kandungan magnesia dan silikanya juga lebih tinggi, namun kadar besinya
rendah.

8
d. Batuan dasar (bedrock). Bagian ini berbentuk bongkah berukuran >75 cm.
Secara umum kadar nikelnya kecil, sekitar 0,2-0,4% nikel. Zona ini mengalami
perengkahan kuat dan kadang-kadang bersifat terbuka dan terisi oleh garnierit
dan silika. Perengkahan ini diperkirakan menjadi root zone yaitu suatu zona
dengan kandungan nikel tinggi berupa urat dalam batuan dasar.

Gambar 1. Pembentukan Endapan Nikel Laterit (Kadarusman, 2004)


Berdasarkan tipe mineral yang dominan, bijih nikel laterit di dunia dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu (Mubarok, 2013):
1. Laterit oksida (oxide laterites) merupakan produk yang paling umum proses
laterisasi. Sebagian besar terdiri atas Fe-hidroksida di bagian atas lapisan bijih;
2. Laterit lempung (clay laterite). Sebagian besar terdiri atas lempung semektit
pada bagian atas lapisan bijih;
3. Laterit silikat, terbentuk pada bagian yang lebih dalam dan mungkin dilapisi
oleh laterit oksida. Sebagian besar terdiri atas Mg-Ni silikat (serpentin,
garnierite).

VII METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan cara metode pengamatan


langsung yang dilakukan day shift crew pada saat kegiatan berlangsung. Metode
penelitian juga ditunjang oleh beberapa literatur baik buku maupun jurnal yang

9
berkaitan dengan judul penelitian yang diajukan, serta informasi tambahan berupa
pengalaman dari ahli praktisi di lapangan.
a. Persiapan
Tahapan persiapan merupakan tahapan yang berisi kegiatan pendahuluan
sebelum dilakukan penelitian. Tahapan ini terbagi ke dalam beberapa tahapan
yang lebih rinci, antara lain:
1. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dimaksudkan untuk mengetahui masalah apa yang
akan diangkat dalam penulisan laporan kerja praktik, dalam hal ini
perumusan masalah akan membantu dalam kegiatan pengambilan data
agar lebih terkontrol.
2. Administrasi
Pengurusan masalah administrasi merupakan pengurusan segala bentuk
perizinan kegiatan penelitian kepada pihak-pihak terkait.
3. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengkaji buku-buku teks, jurnal, dan
laporan sebelumnya mengenai pengolahan bijih nikel laterit yang
mendukung dalam penulisan laporan kerja praktik ini, termasuk informasi
yang didapatkan dari media internet.
b. Kegiatan Lapangan dan Pengumpulan Data
Kegiatan ini dilakukan untuk mengamati kondisi umum daerah penelitian.
Pengumpulan data penelitian diperoleh langsung atas izin perusahaan sebagai
data acuan untuk melakukan analisis permasalahan. Tahap pengambilan data
terdiri dari:
1. Data primer
Data primer adalah data hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan,
meliputi pengambilan data yang sifatnya secara langsung di lapangan.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data pendukung yang digunakan sebagai pelengkap,
yang meliputi geologi regional daerah penelitian serta topografi dari
lingkungan pertambangan
c. Tahapan Penyusunan Laporan
Tahapan ini menjadi tahapan akhir dari rangkaian kegiatan penelitian, yang
mana keseluruhan data yang telah diperoleh dan diolah, diakumulasikan dan

10
kemudian dituangkan dalam bentuk laporan hasil kerja praktik sesuai dengan
format dan kaidah penulisan laporan yang telah ditetapkan Program Studi
Teknik Pertambangan Universitas Hasanuddin.
d. Seminar dan Penyerahan Laporan
Hasil akhir dari penelitian ini akan dipresentasikan dalam seminar Kerja Praktik
Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Hasanuddin, setelah melalui
penyempurnaan berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh dari seminar.
Laporan akhir dalam bentuk final kemudian diserahkan kepada Ketua Program
Studi Teknik Pertambangan Universitas Hasanuddin.

Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian

VIII JADWAL PENELITIAN

Jadwal dari penelitian yang akan diadakan terlampir pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Jadwal kegiatan penelitian

TAHUN 2018-2019
KEGIATAN NOVEMBER DESEMBER JANUARI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Kajian Pustaka
Kegiatan Lapangan (Kerja Praktek)
Pengolahan dan Analisis Data
Penyusunan Laporan
Seminar

11
IX PENUTUP

Demikian proposal ini dibuat. Saran dan kritikan yang membangun sangat
dibutuhkan demi perbaikan dan pengembangan proposal ini.

X DAFTAR PUSTAKA

Astuti, W., dkk. 2011. Ekstraksi Nikel dari Bijih Nikel Laterit Pomalaa dengan Metode
Bioleaching Menggunakan Konsorsium Jamur. Bandung: Institut Teknik
Bandung.
Atmadja, S., dkk. 1974. Mafic and Ultrmafic Rock Associations in the East Arc of
Sulawesi. Proceedings ITB. Volume 8. No. 2.
Herianto, E. 2008. Peleburan Bijih Nikel Laterit Menggunakan Blast Furnace: Pelajaran
dari China. Jurnal Metalurgi 2008. Hal. 107-111.
Kadarusman, A. 2004. Nickle Laterite Potential in Eastern Indonesia. PT. Inco.
Mubarok, Z. 2013 Ektraksi Nikel dari Bijih Nikel Laterit dengan Jalur Metalurgi.
Bandung: Institut Teknik Bandung.
Redl, C., dkk. 2013. Refining of Ferronickel. The Thirteenth International Ferroalloys
Congress Efficient Technologies in Ferroalloy Industry. Kazakhstan
Solar, M.Y., Mostaghel, S. 2015. Smelting of Difficult Laterite Ores. Institute of
Materials, Minerals and Mining and The AusIMM. Volume 124. Nomor 1.
Sutisna, D.T., dkk. 2006 Perencanaan Eksplorasi Cebakan Nikel Laterit di Daerah
Wayamli, Teluk Buli, Halmahera Timur sebagai Model Perencanaan Eksplorasi
Cebakan Nikel Laterit di Indonesia. Buletin Sumber Daya Geologi. Volume 1.
Nomor 3.

12

Anda mungkin juga menyukai