Anda di halaman 1dari 46

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin
(menandakan akhir periode intra partum) hingga kembalinya traktus reproduksi
wanita pada kondisi tidak hamil. (Varney, 2007).
Ingat bahwa perubahan ini adalah pada kondisi tidak hamil, bahkan
kondisi prahamil, seperti yang sering dikatakan. Kondisi dengan prahamil hilang
selamanya, paling mencolok setelah pertama kali hamil dan melahirkan tetapi juga
pada setiap kehamilan selanjutnya. Periode ini disebut juga puerperium, dan
wanita yang mengalami puerperium disebut puerperal. Periode pemulihan
pascapartum berlangsung sekitar 6 minggu.(Varney, 2007).
Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang
perlu dan mendapatkan prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas
sumber daya manusia pada generasi mendatang (Depkes, 2003).
Angka kematian ibu di suatu negara merupakan tolak ukur yang sangat
penting dalam menilai suatu keberhasilan pelayanan kesehatan. Bila AKI masih
tinggi mencerminkan masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. AKI di
Indonesia mengalami penurunan dari 307/100.000 (SDKI/2002-2003) kelahiran
hidup menjadi 262/100.000 kelahiran hidup (BPS,2005). Sumber :
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/20/0314.htm.
Sedangkan AKI di Jatim menurut (SUSENAS 2000), 168/100.000
kelahiran hidup. Adapun dari AKB di Jatim tahun 2004 sebesar 39/10.000
kelahiran hidup menurun pada tahun 2005 menjadi 34/10.000 kelahiran hidup
sedangkan target di Indonesia Sehat 2010 yang harus dicapai pada tahun adalah
125/100.000 kelahiran hidup (Depkes, 2003).
Penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah pada saat kehamilan,
melahirkan dan pasca persalinan merupakan penyebab utama (23%) kelemahan
wanita usia subur (15-49 tahun) sedangkan pada wanita yang berumur 20-24
tahun, komplikasi obstetri yang tersering (90%) adalah pendarahan , eklamsi ,
infeksi. (Depkes, 2003).
Karena itu perlu langkah untuk pencapaian penurunan AKI yang meliputi 4
kali kunjungan masa nifas untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk
mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.

1
2

Dari data yang diambil di BPS Ny. Mukhliatin Amd. Keb. Mrican-Kediri
dari bulan September-November 2007 jumlah ibu melahirkan normal sebanyak 25
orang. Sedangkan yang luka jahitan 7 orang,melahirkan normal tanpa jahitan 16
orang dan 2 diantara 25 orang terdapat HPP primer.
Untuk itu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri dan
neonatal, khususnya bidan harus mampu dan terampil memberikan pelayanan
sesuai dengan standart. Hal ini penting karena bidan harus memberikan asuhan
kebidanan yang meliputi konsep dasar tentang pengkajian, analisa data, diagnosa
atau masalah, diagnosa potensial, tindakan segera, rencana tindakan, pelaksanaan
secara komprehensif yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan yang menggunakan pendekatan
suatu kesatuan yang utuh khususnya secara fisik dan psikologis untuk memberikan
asuhan kebidanan yang memerlukan kesabaran, dan kepekaan yang didukung oleh
pengetahuan, ketrampilan, sikap yang professional pada pelaksanaan asuhan
kebidanan.
Pada ibu dan keluarga perlu dilibatkan dengan harapan dapat menimbulkan
persepsi yang sama antara tenaga kesehatan (bidan) dengan teciptanya kerjasama
yang baik dalam proses penyembuhan dan mengatasi permasalahan pada ibu post
partum dengan HPP primer.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa asuhan kebidanan pada ibu
post partum dengan HPP Primer diperlukan untuk mendeteksi resiko terjadinya
komplikasi pada ibu nifas dan untuk melaksanakan askeb yang benar, karena itu
penulis berminat untuk mengambil study kasus dengan judul : Asuhan Kebidanan
Ibu Post Partum dengan HPP Primer.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif pada
ibu pos partum dengan HPP primer di BPS Ny. Mukhliatin Amd. Keb.
Mrican-Kediri.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam pelaksanaan asuhan kebidanan dengan HPP primer
adalah :
1.2.2.1 Melaksanakan pengkajian terhadap keadaan
1.2.2.2 Mengidentifikasi masalah dengan melakukan diagnosa
1.2.2.3 Mengantisipasi masalah potensial yang terjadi
3

1.2.2.4 Mengidentifikasi kebutuhan segera yang diperlukan


1.2.2.5 Merumuskan rencana Asuhan komprehensif
1.2.2.6 Melaksanakan Asuhan Kebidanan
1.2.2.7 Mengevaluasi Asuhan Kebidanan
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Dapat digunakan sebagai bahan acuan di dalam melaksanakan asuhan
kebidanan.
1.3.2 Manfaat Praktis
1.3.2.1 Bagi Lahan Praktek.
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih
meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan kebidanan
khususnya bagi ibu post partum dengan HPP primer.
1.3.2.2 Bagi Institusi.
Memberikan tambahan sumber kepustakaan dan pengetahuan di
bidang kebidanan khusunya masalah-masalah yang terjadi pada
ibu post partum dengan HPP primer.
1.3.2.3 Bagi Penulis.
Sebagai media belajar untuk mendapatkan pengalaman nyata
dalam perkuliahan dengan kasus nyata dalam melaksanakan
asuhan kebidanan.
1.3.2.4 Bagi Pasien
Diharapkan mendapatkan masukan pengetahuan tentang
perawatan pada ibu post partum dengan HPP primer.
1.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada ibu post partum dengan
HPP primer yaitu :
1.4.1 Wawancara.
Yaitu suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana
peneliti mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dan seseorang
penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan
orang. (Soekidjo, 2002 : 102).
4

1.4.2 Observasi.
Yaitu suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat dan
mencatat jumlah dan taraf aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan
masalah yang diteliti. (Soekidjo, 2002 : 93).
1.4.3 Pemeriksaan Fisik.
Yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pada
klien secara langsung meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi
atau mendapatkan data yang obyektif. (Nursalam, 2001 : 30).
1.4.4 Studi Kepustakaan.
Yaitu pengumpulan data dengan jalan mengambil leteratur dan buku-buku
serta makalah-makalah yang ada. (Notoadmojo,2002).
1.5 Tempat dan Waktu.
1.5.1 Tempat pelaksanaan pengambilan data untuk karya tulis ilmiah
dilaksanakan di BPS Ny. Mukhliatin Amd. Keb. Mrican-Kediri.
1.5.2 Waktu pelaksanaan pengambilan data untuk karya tulis ilmiah
dilaksanakan tanggal 16 Oktober 2007 di BPS Ny. Mukhliatin Amd. Keb.
Mrican-Kediri.
1.6 Sistematika Penulisan.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini disusun secara sistematis menjadi
lima bab dengan susunan sebagai berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN.
Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penulisan, teknik pengumpulan data, lokasi dan waktu penulisan serta
sistematika penulisan.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA.
Meliputi konsep dasar kehamilan normal dan konsep manajemen asuhan
kebidanan pada ibu hamil normal.
BAB 3 : TINJAUAN KASUS.
Dalam tinjauan kasus ini meliputi pengkajian, identifikasi masalah dan
diagnosa, antisipasi masalah potensial, identifikasi kebutuhan segera,
rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB 4 : PEMBAHASAN.
BAB 5 : PENUTUP.
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Dasar teori merupakan penelaahan konsep-konsep dan teori-teori yang mendasari


pelaksanaan laporan Karya Tulis Ilmiah ini dapat disusun dengan konsep-konsep atau
teori-teori yang konkret sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
2.1 Teori Medis.
2.1.1 Definisi Nifas
2.1.1.1 Periode postpartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan
selaput janin (menandakan) akhir periode intra partum)hingga
kembalinya traktus reproduksi wanita padaa kondisi tidak hamil.
(varney,2007).
2.1.1.2 Nifas adalah masa setelah partus selesai berakhirnya setelah kira-
kira 6 minggu akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.(Sarwono,
2002).
2.1.2 Menurut Mochtar (1998) periode nifas dibagi menjadi 3, yaitu :
2.1.2.1 Puepurium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.
2.1.2.2 Puerpurium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
gene-talia yang lamanya 6-8 minggu.
2.1.2.3 Remote puerperium, adalah waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mencapai komplikasi, waktu untuk sehat sempurna
bisa berminggu-minggu atau bulan atau tahunan.
2.1.3 Perubahan Fisiologis Masa Nifas.
2.1.3.1 Involusi Uterus.
Adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat
kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga
mencapai keadaan seperti sebelum hamil.
Pada involusi uterus dapat dilihat pada tabel proses involusi
uterus (Manuaba, 1988).

Tabel 2.1
5
6

TFU dan berat uterus masa involusi.

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus


Bayi baru lahir Setinggi pusat 1000 gram
1 hari lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat symphysis 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas symphysis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

Sumber : Sinopsis Obstetri jilid 1, 1998.

2.1.3.2 Lochea.
Menurut Mochtar (1998) lochea adalah cairan sekret yang berasal
dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Lochea dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
1) Lochea Rubra.
Berwarna merah, berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, vernick kaseosa lanugo dan
mekonium, selama 2 hari post partum.
2) Lochea Sanguelenta
Berwarna kuning, berisi darah dan lendir pada hari ke 3-7 post
partum.
3) Lochea Serosa.
Berwarna kuning, cairan tidak berwarna lagi, pada hari ke 7-
14 post partum.
4) Lochea Alba.
Cairan putih setelah 2 minggu.
5) Lochea Purelenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau bisul.
6) Lochea Statis.
Lochea yang tidak lancar keluarnya.
2.1.3.3 Laktasi.
Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dari kehamilan
telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mamma yaitu :
7

1) Prouferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar, alveoli, dan


jaringan lemak bertambah
2) Keluaran cairan susu jolong dari ductus laktiferus disebut
colostrum, berwarna kuning-putih susu.
3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam,
dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
4) Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesteron
hilang, maka timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau
prolaktin yang akan merangsang air susu.
Di samping itu, pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel
kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi
akan banyak sesudah 2-3 hari pasca persalinan.
(Mochtar, 1998 : 117).
2.1.3.4 Serviks.
Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan
masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh
2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. (Mochtar,
1998 : 116).
2.1.3.5 After Pain.
Adalah rasa sakit (meriang atau mules-mules) disebabkan
kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan
perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila
terlalu mengganggu dapat diberikan obat-obat anti sakit atau anti
mules. (Mochtar, 1998 : 116).
2.1.3.6 Bekas Implantasi Uri
Placenta bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum
uteri dengan diameter 7,5 cm, sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm,
pada minggu keenam 2,4 cm, dan akhirnya pulih.
(Mochtar, 1998 : 116).
2.1.3.7 Ligamen-Ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi
ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke
8

belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum


menjadi kendor. Setelah melahirkan, kebiasaan wanita Indonesia
melakukan “berkusuk” atau “ berurut”, dimana sewaktu dikusuk/
urut, banyak wanita akan mengeluh “kandungannya turun” atau
“terbalik”. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-
latihan dan gimnastik pasca persalinan.
2.1.4 Sistem Psikologis Masa Nifas.
Diuraikan oleh Rubin terjadi dalam tiga tahap, meliputi :
2.1.4.1 Fase Taking In
Pada tahap ini terjadi pada hari 1 dan 2 setelah melahirkan. Rubin
menjelaskan, hari tersebut merupakan fase “Taking In”
(menerima) yang merupakan peranan baru dan berkurangnya
kemampuan ibu untuk berkonsentrasi pada suatu informasi.
2.1.5 Kebutuhan Dasar Nifas.
2.1.5.1 Mobilisasi Dini.
Setelah telah sehabis bersalin, ibu harus istirahat selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan atau
ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli.
Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan, dan
hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi di
atas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan,
nifas dan sembuhnya luka-luka. (Mochtar, 1998 : 116-117).
Keuntungan dari early mobilization (Manuaba, 1998 : 193)
a.Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi
puerperium.
b. Mempercepat involusi alat kandungan
c.Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
d. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga
mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
2.1.5.2 Istirahat
Setelah melahirkan, penderita diusahakan agar dapat istirahat
untuk memulihkan kembali kesehatannya setelah mengeluarkan
tenaga dan kesakitan waktu melahirkan. Posisi tidur ibu waktu
istirahat harus tidur telentang hanya dengan satu bantal dan tidak
boleh banyak bergerak agar pembuluh darah yang pecah karena
9

bekas melekatnya plasenta tetap tertutup zat pembekuan darah


sendiri.(manuaba,1998).
2.1.5.3 Diet.
Masalah diet perlu mendapat perhatian pada kala nifas untuk
dapat meningkatkan kesehatan dan memberikan ASI. Penjabaran
empat sehat lima sempurna perlu diperhatikan dan dapat
diterjemahkan untuk masyarakat. Diantara penjabaran tersebut
dapat dinasehatkan makanan yang sehat, yaitu terdapat nasi, lauk,
sayur secukupnya dan ditambah satu telur setiap hari. Bila masih
ada kemungkinan jangan lupa buah-buahan. Tambahan “susu”
pada masyarakat pedesaan belum terbiasa.
(Manuaba, 1998 : 193).
2.1.5.4 Miksi dan Buang Air Besar.
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya, kadang-
kadang wanita mengalami sulit kencing, karena sphingter uretra
ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi sphingcter ani
selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung
kemih yang terjadi selama persalinan. Bila kandung kemih penuh
dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
(Mochtar, 1998 : 117).
2.1.5.5 Perawatan Payudara
Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya
putting susu lemas, tidak keras, dan kering sebagai persiapan
untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus
dihentikan dengan cara :
a. Pembalutan mammae sampai tertekan.
b. Pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet
lunoral dan perlodel.
Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena angat
baik untuk kesehatan bayinya. (Mochtar, 1998 : 117). Pemberian
ASI jangan pilih kasih, karena keenakan memberikan ASI pada
satu sisi. Kedua payudara harus dikosongkan saat memberikan
ASI, sehingga kelancaran pembentukan ASI berjalan dengan
baik. Stagnasi ASI dapat menimbulkan bahaya infeksi sampai
abses, yang memerlukan tindakan tertentu.
10

Putting susu perlu diperhatikan dan dibersihkan sebelum


memberikan ASI. Luka lecet pada putting susu dihindari sehingga
mengurangi bahaya infeksi.
2.1.5.6 Perawatan Vulva Hygiene.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada daerah
vulva, perineum maupun dalam uterus serta mempercepat
penyembuhan luka perineum.
2.1.6 Pemeriksaan Post Natal meliputi (Moctar, 1998 : 118)
1. Pemeriksaan umum : tekanan darah,nadi, keluhan, dsb.
2. Keadaan umum : suhu badan, selera makan, dll.
3. Payudara : ASI, putting susu.
4. Dinding perut : perineum,kandung kemih, rectum.
5. Sekret yang keluar, misalnya : lochea, flour albus.
6. Keadaan alat-alat kandungan.
2.2 Konsep Dasar Pendarahan Post Partum.
2.2.1 Definisi.
2.2.1.1 Pendarahan post partum adalah pendarahan lebih dari 500-600 ml
dalam masa 24 jam setelah anak lahir (Mochtar, 1998 : 298).
2.2.1.2 Pendarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi dalam 24
jam setelah persalinan berlangsung (Manuaba, 1998 : 193).
2.2.2 Pendarahan Post Partum dibagi menjadi 2 yaitu:
2.2.2.1 Pendarahan post partum primer.
1) Pendarahan post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama
(Manuaba, 1998 : 193).
2) Pendarahan post partum (early post partum hemoragi) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir. (Mochtar, 1998 :
298).
Penyebab PPH primer meliputi (safemother hood, 2002 : 44)
1) Uterus (terjadi karena, misalnya plasenta, atau selaput
ketuban tertahan).
2) Trauma genital (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat
penatalaksanaan atau gangguan, misalnya, kelahiran yang
menggunakan peralatan termasuk seksio sesaria, episiotomi.
3) Koogulasi intravaskuler diseminata (jarang).
4) Inversi uterus (jarang).
11

2.2.2.2 Perdarahan post partum sekunder.


1) Perdarahan post partum sekunder terjadi setelah 24 jam
(Manuaba, 1998 : 295).
Penyebab PPH sekunder meliputi : (safe motherhood, 2002 : 45).
1) Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.
2) Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat
terjadi di serviks,, vagina, kandung kemih, rectum).
3) Terbukanya luka pada uterus (setelah seksio sesarean atau
rupture uterus).
2.2.3 Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
 Atonia uteri.
 Retensio placenta.
 Trauma jalan lahir.
 Inversio uteri.
 Ruptur uteri.
 Gangguan system pembekuan darah (kapita selekta, 2000 : 313)
2.2.3.1 Atonia uteri.
1) Perdarahan post partum dengan penyebab atonia uteri tidak
berlaku banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga
berencana makin meningkat. Kegagalan kontraksi otot rahim
menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta
terbuka sehingga menimbulkan perdarahan. (Manuaba, 1998 :
295).
2) Faktor predisposisi atonia uteri adalah :
a) Umur : umur yang terlalu muda atau tua.
b) Paritas : sering dijumpai pada multipara dan
gravidamultipara.
c) Partus lama dan partus terlantar.
d) Obstetri operatif dan narkosa.
e) Uterus terlalu tegang dan besar misalnya pada gemely,
hidramnion atau janin besar.
f) Kelainan pada uterus seperti mioma uteri.
g) Faktor sosio ekonomi, yaitu malnutrisi (Mochtar, 1998 :
300).
12

h) Persalinan dan kelahiran cepat atau presipitatus


(Varney,2007).
i) Riwayat atoni uteri/perdarahan pascapartum pada saat
melahirkan anak sebelumnya (Varney,2007 : 842).
3) Tanda dan gejala Atonia uteri.
a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
b) Perdarahan segera setelah anak lahir
(Prawirohardjo,2002 : 175)
4) Penanganan Atonia uteri (Prawirohardjo, 2002 : 176)
a) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonio uteri.
b) Sementara dilakukan pemasangan infuse dan pemberian
uretonika, lakukan kompresi bimanual.
c) Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian
plasenta masih tertinggal lakukan evaluasi plasenta) dan
tak ada laserasi jalan lahir.
d) Berikan transfuse darah bila sangat diperlukan.
e) Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem
pembekuan darah
5) Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih
terjadi perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut :
a) Kompresi bimanual internal.
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekati kedua belah telapak tangan yang
meliputi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila
perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan
hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau di bawa ke
fasilitas kesehatan rujukan. Bila belum berhasil, coba
dengan kompresi bimanual internal.
b) Kompresi bimanual eksternal.
Uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dlam vagina untuk mengepit
pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti
mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang
terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang
atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali.
13

Apabila perdarahan tetap terjadi, cobalah kompresi aorta


abdominalis.
c) Kompresi aorta abdominalis.
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan
kemudian tekankan pada daerah umbilicus, tegak lurus
dengan sumbu badan hingga mencapai kolomna
vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan
atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis, lihat hasil
kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
d) Penanganan perdarahan post partum pada atonia uteri
(Mochtar, 1998:302) terbagi dalam 3 tahap :
Tahap I : perdarahan yang tidak begitu banyak dapat
diatasi dengan cara pemberian uterotonika,
mengurut rahim (massage), dan memasang
gurita.
Tahap II: bila perdarahan belum berhenti dan
bertambah banyak, selanjutnya berikan
infuse dan transfuse darah dan dapat
dilakukan.
1.) parasat (manuver) sangemeister.
2.) pirasat (manuver) fritch.
3.) kompresi bimanual.
4.) kompresi aorta.
5.) tamponade utero vaginal.
e) Jepitan arteri uterine dengan cara Henkel.
tamponade utera-vaginal walaupun secara fisiologis tidak
tepat, hasilnya masih memuaskan, terutama di daerah
pedesaan dimana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak
ada .
Tahap III : bila semua upaya diatas tidak menolong
juga, maka usaha terakhir adalah
menghilangkan sumber perdarahan, dapat
ditempuh dua cara yaitu dengan meligasi
arteri hipogastrika atau histerektomi.
14

2.2.3.2 Inversio Uteri.


1) Adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk kedalam cavum uteri (Mochtar, 1998 :
304).
2) Adalah keadaan di fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri,
dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba,
1998 : 304).
a) Inversio uteri di bagi menjadi 3 bagian meliputi :
1.) Inversio uteri ringan.
Fundus uteri terbalik menonjol dalam kavum uteri,
namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2.) Inversio uteri sedang.
Terbalik dan sudah masuk vagina.
3.) Inversio uteri berat.
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian
sudah keluar vagina. Adapula yang membaginya
menjadi inversion uteri inkomplit, yaitu 1 dan 2, dan
komplit 4 (Mochtar, 1998 : 304).
b) Etiologi Inversio Uteri.
Penyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena
tindakan. Faktor yang memudahkan terjadinya adalah
uterus yang lembek. Lemah, tipis dindingnya; tarikan tali
pusat yang berlebihan; atau patulous kanalis servikalis
yang spontan dapat terjadi pada gravide multipara, atonia
uteri, kelemahan alat kandungan, dan tekanan intra
abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk) yang karena
tindakan dapat disebabkan cara crade yang berlebihan,
tarikan tali pusat, dan pada manual plasenta yang
dipaksakan, apalgi bila ada perlekatan palsenta pada
dinding rahim (Mochtar, 1998 : 306).
c) Diagnosis dan gejala klinis pada inversion uteri
1.) Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala
nyeri yang hebat. Perdarahan yang banyak sampai
syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan
15

sebagian sudah ada yang terlepas; dan dapat terjadi


strangulasi dan nekrosis.
2.) Pemeriksaan dalam.
a.) Bila masih inkomplit, maka pada daerah senfisis
uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
b.) Bila komplit, di atas sympisis uterus teraba
bokong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
c.) Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik) (Mochtar;
1998 : 306).
d) Penanganan inversion uteri.
1.) Pencegahan.
a.) Hati-hati dalam memimpin persalinan; jangan
terlalu mendorong rahim atau melakukan perasat
crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam
menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran
plasenta dengan tangan (Mochtar, 1998 : 306).
b.) Persalinan legeartis, perhatikan tanda plasenta
telah lepas, tes plasenta telah lepas, dorongan
fundus uteri crade saat kontraksi, meningkatkan
penerimaan KB (Manuaba, 1998 : 305).
c.) Bila telah terjadi, maka terapinya adalah :
1. Jika ibu sangat kesakitan , ada perdarahan dan
ibu syok, berikan infuse dan transfuse darah
serta perbaiki keadaan umum.
2. Sesudah itu segera dilakukan reposisi kalau
perlu dalam narkosa (Mochtar, 1998 : 306).
Reposisi inversion meliputi :
a. Masukkan tangan ke vagina
b. Fundus di dorong ke atas.
c. Berikan uterotonika.
3. Lakukan placenta manual (Manuaba, 1998 :
305).
4. Bila tidak berhasil maka dilakukan tindakan
operatif secara perabdominan (operasi
16

haultein) atau pervaginam (operasi menurut


spinelli).
5. Di luar rumah sakit dapat di Bantu dengan
melakukan reposisi ringan yaitu dengan
tamponade vaginal. Berikan antibiotika untuk
mencegah infeksi (Mochtar, 1998 : 306).
2.2.3.3 Perdarahan Robekan Jalan Lahir.
1) Merupakan penyebab kedua tersering dan perdarahan pasca
persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia
uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang
berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks
atau vagina dan perdarahan karena robekan jalan lahir banyak
dijumpai pada pertolongan persalinan oleh dukun (Maternal
dan Neonatal, 2002 : 29).
2) Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus
dievaluasi yaitu :
a) Sumber dari jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi.
Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum vagina,
serviks dan robekan uterus (rupture uteri).
b) Lakukan uji pembekuan darah sederhana jika perdarahan
terus berlangsung. Kegagalan terbentuknya pembekuan
setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat
pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati.
(Maternal dan Neonatal, 2002 : M-29)
c) Melakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan
speculum untuk dapat menetapkan sumber perdarahan.
d) Memeriksa perineum untuk perdarahan aktif
1.) Derajat satu
a.) mukosa vagina penjahitan tidak dilakukan
b.) Fourchette posterior jika tidak ada
perdarahan
c.) kulit perineum. jika luka teraposisi
secara ilmiah.
17

2.) Derajat dua.


a.) mukosa vagina.
b.) fourchette posterior jahit dengan
menggunakan teknik-
teknik yang dijelaskan
c.) kulit perineum.
d.) Otot perineum.
3.) Derajat tiga.
a.) mukosa vagina.
b.) fourchette posterior.
c.) kulit perineum.
d.) otot-otot perineum.
e.) otot sfingter ani eksternal
4.) Derajat empat.
a.) fourchette posterior.
b.) kulit perineum.
c.) otot-otot perineum.
d.) otot sfingter ani eksternal.
e.) Dinding rectum anterior (APN, 2002 : 5-13)
2.2.3.4 Retensio plasenta.
1) adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1
jam setelah bayi lahir adalah terlambatnya kelahiran plasenta
selama setengah jam setelah persalinan bayi. (Manuaba, 1998
: 300).
2) Penyebab retensio plasenta
a) Plasenta adhesive yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam, yang menurut tingkat
pendekatannya dibagi menjadi :
b) Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
c) Plasenta inkrieta, dimana vili khanalis tambah lebih dalam
dan menembus desidua sampai ke miometrium.
d) Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam miometrium
tetapi belum menembus serosa.
18

e) Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau


peritonium dinding rahim.
f) Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia
uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak atau
karena adanya lingkaran kontraksi pada bagian bawah
rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan
terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk
segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak
keluar karena kandung kemih atau rectum itu keduanya
harus dikosongkan.
3) Penanganan retensio placenta.
a) Pencegahan.
1.) Meningkatkan penerimaan keluarga berencana
sehingga memperkecil terjadi retensio placenta.
2.) Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
3.) Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III
tidak diperkenankan untuk masase dengan tujuan
mempercepat proses persalinan plasenta, masase yang
tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot
rahim dan menganggu pelepasan plasenta. (Manuaba,
1998 : 300).
b) Tindakan yang dapat dikerjakan.
1.) Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk
mengedan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam
vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2.) Pastikan kandung kemih kosong.
3.) Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit.
Jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.
4.) Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit
pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi,
lakukan peregangan tali pusat terkendali.
19

5.) Jika dilakukan peregangan tali pusat terkendali belum


berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
6.) Jika perdarahan terus berlangsung lakukan uji
pembekuan darah sederhana.
7.) Jika terdapat tanda-tanda infeksi berikan antibiotika
untuk metritis (Maternal dan Neonatal, 2002 : M.30).
2.3 Langkah pertama : pengkajian data.
Sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan meidentifikasi status kesehatan pasien. (Varney, 2007).
2.3.1 Data Subyektif.
Apa yang dikatakan oleh pasien atau orang terdekat yang mencerminkan
pikiran, perasaan dan persepsi mereka.
1. Biodata.
Biodata berisi tentang identifikasi klien beserta suaminya yang
meliputi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa
alamat dan status perkawinan.
2. Keluhan utama.
Keluhan utama adalah keluhan harus dinyatakan dengan singkat dan
bisa dipakai si pemberi keterangan (varney, 2007). Pada kasus nifas
dengan HPP keluhan yang dirasakan pasien adalah badannya merasa
agak lemas.
3. Riwayat kesehatan sekarang.
Yang di tanyakan adalah kesehatan klien yang meliputi apakah klien
pernah menderita penyakit keturunan, penyakit menular, selain itu juga
apakah pernah mempunyai riwayat perdarahan pada persalinan yang
lalu. Kapan dan indikasinya apa.
4. Riwayat kesehatan yang lalu.
Yang di tanyakan adalah kesehatan klien yang meliputi apakah klien
pernah menderita penyakit keturunan, penyakit menular, selain itu juga
apakah pernah mempunyai riwayat perdarahan pada persalinan yang
lalu. Kapan dan indikasinya apa.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Yang perlu ditanyakan adalah apakah klien, suami dan keluarga ada
yang menderita penyakit menurun dan menular, bila ada apa, dan
20

apakah dari keluarga klien dan suaminya ada yang mempunyai


keturunan kembar atau tidak.
6. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas sekarang.
a. Riwayat kehamilan.
terdiri dari Amenorhoe, HPHT, HPL, umur kehamilan, kapan
dirasakan gerakan janin, ANC berapa kali, keluhan selama hamil,
obat yang sudah di dapat, suntikan TT, penyuluhan yang didapat.
b. Riwayat persalinan.
jenis persalinan, penolong, tempat, waktu dan penyulit.
Data anak yang dilahirkan, jenis kelamin, hidup atau mati, A-S,
BBL/DB, LD, MO, FO, SOD, penyulit.,placenta lahir lengkap atau
tidak,ada perdarahan atau tidak.
c. Riwayat nifas
nifas berapa hari, adakah kelainan, ibu menyusui atau tidak
7. Riwayat KB.
Ditanyakan apakah pernah ikut KB, kalau pernah metode apa yang
digunakan lama pemakaian dan rencana KB yang akan datang.
8. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
Ditanyakan hamil yang lalu berapa bulan, persalinannya bagaimana,
ditolong siapa jenis kehamilannya apa, berat badan ketika lahir dan
panjang badan, berapa dan bagaimana nifasnya.
9. Pola kebiasaan sehari-hari.
a. Pola nutrisi.
klien post partum memerlukan makanan yang banyak mengandung
protein dan vitamin untuk mempercepat proses involusi, maka gizi
yang diberikan meliputi cukup kalori, cukup protein, cairan serta
buah-buahan. Data yang ditanyakan adalah pola makan, komposisi,
variasi, frekuensi, komposisi nasi, lauk, pauk, sayur, buah dan
jumlah minum 1500-2000 ml per hari.
b. Pola istirahat dan tidur
dalam istirahat dan tidur pada klien post partum akan mengalami
gangguan oleh karena kontraksi (mules) pada perut, dan bila
terdapat luka episiotomi. Data yang ditanyakan adalah istirahat
malam 5-6 jam dan siang 1-2 jam, baik selama hamil dan nifas.
21

c. Pola eliminasi.
dalam 24 jam post partum BAK sering, sulit, urin dalam jumlah
besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam post partum, dimana
produksi urin normal 300 cc-600 cc/jam. Data yang perlu
ditanyakan adakah BAK lancar, BAB biasanya pada 3 hari post
partum. Disebabkan karena gerak tubuh berkurang sehingga usus
bagian bawah kosong, baik selama hamil dan nifas .
d. Personal hygiene.
personal hygiene adalah perawatan dari yang dilakukan oleh klien
dengan bimbingan atau bantuan bidan bila diperlukan personal
hygiene ini meliputi perawatan luka jahitan episotomi,perawatan
payudara, vulva hygiene dan mandi 2 kali dalam sehari dengan
sbaun, gosok gigi 2 kali dalam sehari, cuci rambut 3 kali/minggu
dengan shampoo. Ganti pakaian bersih 2 kali perhari. Ganti
pembalut setiap kali BAK dan BAB selama hamil atau nifas.
e. Pola aktivitas.
ditanyakan aktifitas yang dilakukan klien selama hamil dan
kemampuan aktifitas setelah persalinan klien sudah harus dapat
miring kanan atau kiri duduk dan sudah boleh berjalan-jalan.
f. Pola seksual.
selama hamil berapa kali dan selam nifas apakah klien melakukan
hubungan seksual. Menurut ajaran agama tidak boleh melakukan
hubungan sampai 40 hari ungkapan kasih sayang berupa membelai
rambut dan mencium.
10. Keadaan Psikososial.
Yang perlu ditanyakan adalah bagaimana perasaan klien pada saat ini.
Perubahan psikologis yang terjadi pada klien hari kedua post nifas
adalah kekhawatiran terhadap perubahan tubuhnya.
11 Latar belakang sosial budaya.
Apakah klien mengadakan acara selamatan, apakah klien pernah
merokok, minum minuman keras, minum obat-obatan terlarang dan
minum jamu, apakah kebiasaan keluarga yang mendukung dang
menghambat yang berhubungan dengan nifas.
22

2.3.2 Data Obyektif.


Adalah data yang dapat di observasi dan dapat diukur dan termasuk
informasi yang diperoleh selama pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
diagnostik.
1. Keadaan umum.
2. Tekanan darah.
Untuk mengetahui factor resiko hipertensi atau potensi dengan nilai
satuannya mmhg, keadaan sebaiknya antara 90 per 60 mmHg sampai
130 per 90 mmHg atau peningkatan sistolik tidak lebih dari 30 mmhg
dan peningkatan diastolic tidak lebih dari 15 mmhg dan keadaan
normal pasien atau paling sedikti pengurutan dua kali berturut-turut
pada selisih satu jam. (Syaifudin, 2002).
3. Nadi.
Dinilai dan kecepatan, kekuatan, dalam satu menit denyut jantung
normal antara 120 sampai 140 kali permenit. (Barbara, 1998).
4. Suhu badan.
Temperatur normal rectum atau axilla yaitu 300C dan kulit adalah
36,50C tapi pada ibu nifas dengan HPP primer atau di dapatkan
kenaikan suhu 0,50C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 380C
setelah 12 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan atau kembali
normal, bila suhu tubuh lebih dari 380C harus di curigai adanya infeksi.
5. Pernapasan.
Dinilai sifat pernapasan dan bunyi nafas dalam 1 menit pernapasan
kurang dari 40 kali permenit lebih dari 60 kali permenit. (Syaifudin,
2002).
6. Pemeriksaan Sistematik.
a. Inspeksi.
yaitu proses observasi atau periksa dengan menggunakan mata
untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan
status fisik.
Kepala : bentuk kepala, warna kulit kepala, jenis
rambut, ada kelainan atau tidak.
Muka : oedem atau tidak, cloasma atau tidak, pucat
atau tidak.
Mata : simetris atau asimetris, conjungtiva anemis
23

atau tidak, sclera icterus atau tidak.


Hidung : simetris atau tidak, ada pernafasan cuping
hidung atau tidak, ada pengelauaran secret
atau tidak, ad polip atau tidak.
Telinga : simetris atau tidak, ada gangguan atau
tidak, bersih atau tidak.
Mulut dan gigi : bibir pucat atau tidak, stomatitis atau tidak,
ada caries atau tidak, gigi palsu atau tidak.
Leher : apakah ada pembendungan vena jugularis
atau pembesaran kelenjar tyroid.
Axilla : ada lesi atau tidak, ada benjolan atau tidak,
terdapat pembesaran kelenjar limfe atau
tidak.
Dada : bersih atau tidak, simetris atau tidak,
hiperpigmentasi areola mama primer atau
sekunder, pembesaran kelenjar
Montgomery, putting susu menonjol,
apakah ada pengeluaran colostrum atau
tidak.
Perut : ada linea nigra dan alba atau tidak, ada
striae livida dan albican atau tidak, ada
bekas luka operasi atau tidak, ada lesi atau
tidak.
Genetalia : bersih atau tidak, oedema atau tidak, ada
varices atau tidak pengeluaran.
Anus : ada hemoroid atau tidak, ada lesi atau
tidak.
Ekstremitas : simetris atau tidak, ada oedema atau tidak,
ada varices atau tidak.
b. Palpasi.
yaitu periksa dengan meraba atau sentuhan.
leher : apakah ada pembesaran kelenjar tyroid atau
tidak, ada pembandungan vena jugularis
atau tidak.
Dada : ada nyeri tekan pada dada atau tidak, teraba
24

benjolan atau tidak, ada tumor atau tidak,


bagaimana konsitensi kulit payudara,
apakah sudah ada pengeluaran colostrums
atau tidak.
Axilla : ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak,
ada nyeri tekan atau tidak.
Perut : tinggi fundus uteri, ada nyeri tekan atau
tidak, kontraksi uterus (keras atau lembek).
Genetalia : ada nyeri tekan pada kelenjar bartholini
atau tidak.
Ekstremitas : ada oedema atau tidak saat kulit ditekan
dengan jari tangan, turgor.
c. Auskultasi.
yaitu metode pengkajian yang menggunakan stetoskop atau
funandoskop untuk memperjelas pendengaran.
Dada : terdengar bunyi wheezing, dan ronchi atau
tidak, bunyi jantung terdengar duk-duk atau
mur-mur.
Perut : ada bising usus, bising aorta atau hook, ada
peristaltic usus atau tidak.
c. Perkusi.
yaitu metode pemeriksaan dengan cara mengetuk dengan jari
tangan atau dengan menggunakan satu alat.
Patella reflek positif atau negative.
7. Data penunjang.
Data penunjang dilakukan untuk mendukung menegakkan diagnosa
seperti
a. HB, bila ada tanda anemi, hematokrit, masa
pembekuan
b. USG : bila perlu untuk menentukan adanya sisa
jaringan konsepsi intrauterine
(Kapita selekta, 2002, 314)
2.4 Langkah kedua : identifikasi diagnosa dan masalah
Data dasar yang sudah dikumpulkan di interprestasikan sehingga dapat ditemukan
diagnosa, masalah dan kebutuhan (Varney, 2007)
25

2.4.1 Diagnosa
Contoh
Diagnosa : P … A … nifas hari ke … dengan Hemoragi post
partum primer
DS : klien mengatakan badannya lemas setelah
melahirkan
DO : tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 - ≤ 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5 – 31 0C
RR : 16-20 x/menit
Muka : apakah muka pucat ?
Mata : apakah conjungtiva anemis ?
Abdomen
a. berapa tinggi fundus uteri ?
b. Bagaimana kontraksi uterus ?
Genetalia
a. Pengeluaran
b. Perdarahan … cc
Ekstremitas : pada tangan kanan/kiri terpasang infuse
2.4.2 Masalah
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan
dan hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis (varney, 2007).
Masalah yang mungkin timbul pada ibu nifas dengan hemoragi postpartum
adalah cemas (Mochtar, 1998).
DS : klien mengatakan cemas dengan keadaannya
DO : 1. Wajah klien tampak cemas
2. Ada perdarahan
2.5 Langkah Ketiga : Antisipasi masalah potensial
Diagnosa potensial adalah pernyataan yang timbul berdasarkan diagnosa atau
masalah yang sudah diidentifikasi langkah ini mengidentifikasi masalah atau
diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila bersiap-siap, tidak
diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi (Varney, 2007).
Pada kasus nifas hemoragi post partum primer masalah potensial terjadi syok
26

DS : klien mengatakan keluar keringat dingin


Klien tampak gelisah
DO : 1. tanda-tanda vital
Tekanan darah : sistolik ≤ 90 mmHg
Nadi : ≥ 80 x/menit
Suhu : ≤ 370C
Respirasi : ≥ 24 x/menit
2. wajah ibu tampak pucat
2.7 Langkah Keempat : Identifikasi kebutuhan segera
Bidan mengidentifikasi tindakan untuk segera ditangani atau di konsultasikan
dengan dokter spesialis. Hal ini mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Tindakan ini bertujuan agar kegawatdaruratan yang
dikhawatirkan dalam masalah potensial tidak terjadi.
Antisipasi pada ibu nifas hemoragi post partum primer antara lain :
1. Lakukan masase uterus selama 15 detik,bersihkan bekuan darah,kosongkan
kandung kemih.
2. Lakukan kompresi bimanual internal dan jika belum berhasil ulangi lagi jika
belum berhasil. Lakukan KBE.
3. Rujuk pasien dan kolaborasi dengan dokter S.P.O.G dalam pemberian terapi
(APN, 2007)
2.8 Langkah kelima : perencanaan
Perencanaan asuhan kebidanan tidak hanya meliputi apa yang sudah kelihatan dari
kondisi pasien tetapi juga tentang apa yang diperkirakan yang terjadi.
Bentuknya : penyuluhan, konseling, rujukan bila diperlukan (Varney, 2007)
Perencanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan hemoragi post partum
primer antara lain :
Diagnosa : P … A… nifas hari ke … dengan hemoragi post partum.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 5 menit di
harapkan perdarahan berhenti.
Kriteria : 1. keadaan umum baik
2. kesadaran composmentis.
tensi : 110/70 - ≤ 120/80 mmHg.
nadi : 60 - ≤ 100x/menit.
suhu : 36,50C – 3750C.
RR : 16 – 24 x/menit.
27

3. kontraksi uterus baik.


4. ASI keluar.
5. Tidak terjadi HPP sekunder,perdarahan berhenti.
6. Tidak terjadi syok.
Rencana :
1. Observasi keadaan umLakukan masase selama 15 detik.
R/ merangsang kontraksi uterus.
2. Bersihkan bekuan darah/atau selaput ketuban dari vagina dan saluran serviks
(eksplorasi).
R/ bekuan darah dan selaput ketuban akan menghalangi kontraksi uterus.
3. Pastikan kandung kemih kosong.
R/ kandung kemih dapat menghalangi kontraksi uterus.
4. Lakukan kompresi bimanual internal.
R/ kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh. terbuk
a dan diniding dalam uterus dan merangsang miometrium untuk berkontraksi
sehingga mempercepat involusi .
5. Periksa tanda dan gejala perdarahan post partum sekunder.
R/ untuk mengetahui tindakan selanjutnya yang akan kita kerjakan.
6. Observasi keadaan umum ibu dan dan TTV.
R/ untuk mendeteksi adanya komplikasi dini pada ibu post partum.
7. Observasi pemantauan kala 1V.
R/ Untuk memantau keadaan ibu agar tidak terjadi komplikasi.
8. Bantu klien untuk meneteki bayinya .
R/ hisapan bayi akan merangsang otot-otot polos payudara berkontraksi
sehingga mempercepat proses involusi.
Masalah : cemas
Tujuan : setelah diberi penjelasan dalam waktu ibu tenang dan siap
menghadapi masa nifas.
Kriteria hasil : ekspresi wajah tenang, ibu mengerti dengan apa yang
dijelaskan oleh petugas.
Rencana :
a. Jelask Jelaskan tentang keadaan klien saat ini dengan menggunakan
pendekatan terapeutik.
R/ penjelasan dengan pendekatan terapeutik menimbulkan tenang pada pasien.
b. Jelaskan pada pasien penyebab perdarahan.
28

R/ informasi yang jelas membantu klien untuk menemui kondisi yang sedang
dialami.
c. Ajari ibu dan keluarga untuk masase uterus.
R/ Untuk merangsang kontraksi uterus
d. Anjurkan klien untuk lebih banyak berdoa.
R/ menimbulkan rasa percaya diri.
e. jelaskan tanda-tanda bahaya nifas.
R/ menentukan kapan ibu harus mengunjungi tempat pelayanan.
Masalah : potensial terjadi syok.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 15 menit
diharapkan tidak terjadi syok.
Kriteria : 1. Keadaan umum : baik.
2. Kesadaran : composmentis.
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Tensi : 100/60 - ≤ 110/90 mmHg.
Nadi : 60 - ≤ 100 x/menit.
Suhu : 365 – 375 0C.
RR : 16-24 x/menit.
4. Wajah tidak pucat.
Rencana :
1. Observasi TTV.
R/ untuk memantau keadan ibu.
2. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring.
R/ untuk meminimalkan resiko terjadinya aspirasi jika ia
muntah dan untuk memastikan jalan napasnya terbuka.
3. Jagalah ibu tersebut tetap hangat.
R/ hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan
mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
4. Naikkan kaki ke atas.
R/ untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung.
2.8 Langkah Keenam : Pelaksanaan.
Mengacu pada intervensi.

2.9 Langkah Ketujuh : Evaluasi.


Mengacu pada kriteria hasil
29

BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Tempat pengkajian : BPS Ny. Sumarti Amd keb bendorejo-trenggalek
Tanggal Pengkajian : 16 Oktober 2007
Nama Pengkaji :BENNY SISWATI
Jam : 03.10 WIB
No. Register :-
3.1.1 Anamnese / Data Subyektif
3.1.1.1 Biodata
Nama : Ny. “S” Nama : Tn. “M”
Umur : 20 tahun Umur : 21 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMU Pendidikan : SMU
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Penghasilan: - Penghasilan: 700.000/bln
Alamat : ngadienggo Alamat : ngadirenggo
3.1.1.2 Keluhan Utama
1) Ibu mengatakan darahnya keluar sur-sur
2) Ibu mengatakan badannya agak lemas
3.1.1.3 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan yang lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang dapat
mempengaruhi masa nifasnya seperti penyakit menular.
Dengan gejala batuk lama, sesak nafas, batuk darah (TBC).
Tidak nafsu makan, mual, muntah, nyeri ulu hati, kuning
(hepatitis).
Penyakit menular seksual seperti sakit waktu kencing, gatal di
vulva, keputihan, gonorhoe.
Ibu tidak punya penyakit menurun, seperti kencing manis
(DM), hipertensi.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang.

29
30

Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit seperti yang


disebutkan dalam riwayat kesehatan yang lalu.
3) Riwayat Kesehatan keluarga.
Ibu mengatakan dalam keluarga ibu tidak ada yang menderita
penyakit kencing manis, jantung, asma, dalam keluarga tidak
ada yang mempunyai keturunan kembar, dan dalam keluarga
suami ibu mengatakan tidak ada yang mempunyai keturunan.
1.1.1.4 Riwayat Kebidanan
1) Riwayat haid
Ibu mengatakan menarche (menstruasi pertama kali) usia 13
tahun, siklus 28-30 hari, lama 7 hari, pada hari pertama
sampai hari ketiga ganti softex (pembalut) 3 kali sehari,
selanjutnya ganti pembalut 2 kali sehari sampai hasil terakhir,
pada hari pertama sampai ketiga darah encer kadang
menggumpal.
Menjelang haid pertama kadang keputihan, kental, tidak
berbau, tidak gatal.
Sebelum dan selama haid tidak nyeri (Disminorhoe) ibu
mengatakan HPHT : 12 februari 2007 , HPL : 18 september
2007
2) Riwayat Persalinan, kehamilan, nifas yang lalu
Ibu mengatakan saat ini adalah hamil dan nifas dan persalinan
yang pertama kali
3) Riwayat Kehamilan Sekarang
Ibu mengatakan hamil 9 bulan, ibu mengatakan selama hamil
periksa pertama kali ke bidan saat dirasakan terlambat
menstruasi 1 bulan, dan dinyatakan positif hamil. Selanjutnya
periksa teratur ke bidan dengan frekuensi pemeriksaan
trimester I : 1 bulan sekali, trimester II : 2 minggu sekali dan
trimester III : 1 minggu sekali, didapatkan pemeriksaan
panggul : distansia spinarum : 23 cm, distansia cristarum : 26
cm, boudelogue : 19 cm, lingkar panggul : 81 cm. kehamilan
aterm kepala belum masuk PAP. Ibu mulai merasakan
pergerakan anak umur kehamilan 5 bulan. Ibu mendapatkan
imunisasi TT2 kali yaitu usia hamil 4 bulan dan 5 bulan,
31

selama hamil ibu mendapatkan tablet tambah darah, vitamin.


Selama hamil muda tidak mual, muntah, ibu sudah
mendapatkan penyuluhan perawatan payudara, kebersihan
tubuh dan semua nasehat sudah dilaksanakan.
4) Riwayat Persalinan Sekarang
Ibu mengatakan baru melahirkan anak pertama dengan
persalinan normal, ibu merasakan mules-mules sejak jam
07.00 WIB pembukan 4 cm dan jam 02.30 WIB pembukaan
lengkap. Bayi lahir tanggal 16-10-2007 jam 03.00 WIB BB
3500 gram, panjang 49 cm, lingkar kepala 35 cm. lingkar
dada 36 cm, apgar score 8-9.setelah plasenta lahir
lengkap,kontraksi uterus lembek, ibu mengalami perdarahan
± 600 cc.
5) Riwayat KB
Ibu mengatakan sejak menikah belum menggunakan metode
kontrasepsi apapun karena ingin segera punya anak. Rencana
KB yang akan ibu gunakan adalah kontrasepsi suntik 3
bulanan.
6) Riwayat Nifas Sekarang.
Setelah 2 jam post partum keadaan umum ibu kurang baik,
kontraksi uterus lembek, masih merasakan badannya agak
lemas, ASI sudah keluar.
7) Keadaan Psikososial.
Ibu dan keluarga merasa senang atas kelahiran bayinya
dengan selamat .ketika bayi nangis ibu langsung mendekap
bayi dan langsung diam.Dirumah ibu sudah mempersiapkan
perlengkapan bayi.
Ibu mengatakan cemas dengan keadaannya karena terjadi
perdarahan.
3.1.1.5 Kebiasaan Sehari-hari.
1) Pola nutrisi.
Pada hari pertama ibu hanya makan 6 sendok nasi, sayur,
makan buah (pisang) dan 1 gelas teh manis, 1 gelas air putih.
2) Pola tidur.
Hari pertama tidur ± 5-7 jam
32

3) Pola aktivitas
Hari pertama, klien hanya tidur terlentang, belajar miring ke
kiri dan ke kanan dan belajar menyusui.
4) Pola eliminasi.
Hari pertama I, BAB belum, BAK memakai pispot selama 5
jam terakhir 400 cc.
5) Pola hygiene.
Hari pertama mandi belum dilakukan, hanya di seka pagi dan
sore, gosok gigi belum dilakukan, ganti baju 1 kali/hari, ganti
pembalut jika sudah penuh.
6) Pola seksual.
Hari pertama, dengan kelahiran anak yang pertama oleh
suami klien diberi ciuman dan pelukan kasih sayang.
3.1.1.6 Keadaan Latar Belakang Sosial Budaya.
Dalam keluarga terdapat kebiasaan yang menunjang masalah
kesehatan yaitu : tidak ada pantangan makanan selama nifas klien
mengatakan akan di adakan selamatan setelah 5 hari kelahiran
bayi dan pada saat di rumah klien berencana menyusui bayi
sampai usia 2 tahun.
Dalam keluarga pasien tidak kebiasaan yang menghambat
masalah kesehatan pernah mempunyai kebiasaan minum jamu,
pijat didukun.
3.1.2 Data Obyektif.
3.1.2.1 Pemeriksaan Umum.
Keadaan Umum : lemas.
Kesadaran : Composmentis.
Tinggi badan : 158 cm
BB sebelum hamil : 51 kg.
BB setelah hamil : 58 kg.
LILA : 25 cm.
3.1.2.2 Tanda-Tanda Vital
Tensi : 100/70 mmHg.
Nadi : 80 x/menit.
Suhu : 370C.
Respirasi : 20 x/menit.
33

3.1.2..3 Pemeriksaan fisik.


1) Inspeksi.
Kepala : rambut berombak, warna hitam, ada sedikit
ketombe, tidak ada benjolan.
Muka : Muka tidak ada cloasma gravidarum, agak
pucat, tidak oedem, wajah tampak cemas.
Mata : simetris, tidak cowong, conjungtiva tidak
anemis, sclera tidak ikterus, mata tidak
oedem.
Hidung : simteris, bersih tidak ada polip, pernapasan
cuping hidung tidak ada.
Mulut : bibir lembab, tidak kering, tidak pucat,
stomatitis tidak ada, tidak ada gigi palsu,
lidah bersih, warna merah muda.
Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen, tidak
ada benjolan.
Dada : payudara tidak ada benjolan abnormal,
konsistensi lunak, colostrums keluar,
hyperpigmentasi areola mamae.
Perut : TFU setinggi pusat, kontraksi uterus
lembek.
Genetalia : bersih, tidak oedem, perdarahan ± 600 cc
Anus : tidak ada hemoroid, tidak ada lesi
Ektremitas : simetris, tidak oedema, tidak ada varises,
tidak ada gangguan gerak.
2) Auskultasi
Dada : tidak terdapat wheezing dan ronchi, detak
jantung normal.
Perut : bising usus 3 kali permenit
3) Perkusi.
Perut : tidak kembung.
Ekstremitas : refleks patella positif.
3.1.2.4 Pemeriksaan Penunjang.
Tidak dilakukan.
34

3.2 Identifikasi Diagnosa dan Masalah.


Tanggal : 16 – 10 – 2007
Diagnosa : P10001 post partum dengan HPP primer.
DS : klien mengatakan telah melahirkan anak pertama dengan
normal pada tanggal 16-10-2007 jam 03.00 WIB.
DO : tanda-tanda vital.
Tensi : 100/70 mmHg.
Nadi : 80 x/menit.
Suhu : 370C.
RR : 20 x/menit.
Payudara : simetris, putting susu menonjol, dan bersih,
hiperpigmentasi areola payudara tidak ada
benjolan abnormal konsitensi lunak,
colostrum positif.
Abdomen : TFU :setinggi pusat, kontraksi uterus
Lembek
Genetalia : tidak oedem, terdapat perdarahan ± 600 cc
Ekstremitas atas : tidak ada oedem, varise tidak ada, tidak
ada kelainan dalam pergerakan.
Masalah : cemas.
DS : ibu mengatakan cemas dengan keadaannya saat ini.
DO : wajah tampak cemas.
3.3 Antisipasi Masalah Potensial.
Syok
3.4 Identifikasi Kebututuhan segera.
1. Lakukan masase uterus selama 15 detik,bersihkan bekuan darah, kosongkan
kandung kemih.
2. Lakukan kompresi bimanual internal dan jika belum berhasil ulangi lagi jika
belum berhasil. Lakukan KBE.
3. Rujuk pasien dan kolaborasi dengan dokter S.P.O.G dalam pemberian terapi
(APN, 2007).
3.5 Perencanaan.
Tanggal 16 Oktober 2007.
Diagnosa : P10001 post partum dengan HPP primer.
35

Tujuan : Jangka pendek : perdarahan berhenti dan jangka panjang:nifas


berjalan dengan normal
Kriteria hasil
Jangka pendek : uterus berkontraksi
Jangka panjang : a. Keadaan umum baik.
b. Kesadaran : composmentis.
c. TTV dalam batas normal.
Tensi : 110/70 - ≤ 140/90 mmhg.
Nadi : 60 - ≤ 100 x/menit.
Suhu : 365 – 375 0C.
RR : 16-24 x/menit.
d. Kontraksi uterus baik.
e. Tidak terjadi HPP sekunder,perdarahan berhenti.
f. Tidak terjadi syok.
g. ASI keluar.
Rencana :
1. Lakukan masase selama 15 detik.
R/ merangsang kontraksi uterus.
2. Bersihkan bekuan darah/atau selaput ketuban dari vagina dan saluran serviks
(eksplorasi).
R/ bekuan darah dan selaput ketuban akan menghalangi kontraksi uterus.
3. Pastikan kandung kemih kosong.
R/ kandung kemih dapat menghalangi kontraksi uterus.
4. Lakukan kompresi bimanual internal.
R/ kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
terbuka dan dinding dalam uterus dan merangsang miometrium
untuk berkontraksi sehingga mempercepat involusi .
5. Periksa tanda dan gejala perdarahan post partum sekunder.
R/ untuk mengetahui tindakan selanjutnya yang akan kita kerjakan.
6. Observasi keadaan umum ibu dan dan TTV.
R/ untuk mendeteksi adanya komplikasi dini pada ibu post partum.
7. Observasi pemantauan kala 1V.
R/ Untuk memantau keadaan ibu agar tidak terjadi komplikasi.
36

8. Bantu klien untuk meneteki bayinya .


R/ hisapan bayi akan merangsang otot-otot polos payudara berkontraksi
sehingga mempercepat proses involusi.
9. Motivasi klien untuk menjaga personal hygiene (ganti pembalut).
R/ agar ibu terhindar dari infeksi.
Tanggal : 16-10-2007.
Masalah : cemas.
Tujuan : setelah diberi penjelasan dalam waktu ibu tenang dan siap
menghadapi masa nifas.
Kriteria : ekspresi wajah tenang, ibu mengerti dengan apa yang dijelaskan
oleh petugas.
Rencana :
1. Jelaskan tentang keadaan klien saat ini dengan menggunakan pendekatan
terapeutik.
R/ penjelasan dengan pendekatan terapeutik menimbulkan tenang pada
pasien.
2. Jelaskan pada pasien penyebab perdarahan.
R/ informasi yang jelas membantu klien untuk menemui kondisi yang
sedang dialami.
3. Ajari ibu dan keluarga untuk masase uterus.
R/ Untuk merangsang kontraksi uterus.
4. Anjurkan klien untuk lebih banyak berdoa.
R/ menimbulkan rasa percaya diri.
5. Jelaskan tanda-tanda bahaya nifas.
R/ menentukan kapan ibu harus mengunjungi tempat pelayanan.
3.6 Implementasi
Diagnosa : P10001 post partum dengan HPP primer.
Tanggal : 16-10-2007.
Jam : 03.05 WIB.
Implementasi
1. Melakukan masase selama 15 detik untuk merangsang
kontraksi uterus
2. Membersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari
vagina dan saluran serviks dengan menggunakan kasa.
3. Memastikan kandung kemih kosong
37

4. Melakukan kompresi bimanual internal 5 menit


a. Cuci tangan dengan sabun air bersih, lalu keringkan
dengan handuk bersih.
b. Gunakan sarung tangan panjang yang steril.
c. Letakkan tangan kiri seperti diatas / menekan fundus uteri
dari luar.
d. Masukkan tangan kanan dan hati-hati ke dalam vagina
dan buat kepalan tinju.
e. Kedua tangan didekatkan dan secara bersama-sama
menekan uterus lakukan selama 5 menit, jika berhasil
ulangi 1-2 menit.
5. Memeriksa gejala dan tanda perdarahan post partum sekunder.
6. Melakukan observasi keadaan umum dan TTV.
7. Melanjutkan pemantauan kala IV.
TFU : setinggi pusat.
Kontraksi uterus : baik.
TTV :
Tensi : 100/70 mmHg.
N : 80 x/m.
RR : 20 x /menit.
S : 370C.
8. Membantu klien untuk menyusukan bayinya dengan tidur
miring.
9. memotivasi klien untuk menjaga personal hygiene dengan ganti
pembalut sesering mungkin.
Masalah : cemas.
Tanggal : 16 Oktober 2007.
Rencana :
1. Menjelaskan pada klien tentang keadaannya saat ini bahwa ada
perdarahan rahimnya lembek.
2. Menjelaskan pada pasien penyebab perdarahan adalah rahimnya
tidak mau berkontraksi.
3. Mengajari ibu dan keluarga untuk masase uterus.
4. Menganjurkan klien untuk lebih banyak berdoa agar nyaman dan
tenang.
38

5. Menjelaskan pada klien tanda-tanda bahaya nifas : perdarahan,


infeksi.
Evaluasi
1. Diagnosa : P10001 post partum dengan HPP primer.
Tanggal : 17 Oktober 2007.
Jam : 06.00 WIB.
Evaluasi
S : - Klien mengatakan akan melaksanakan anjuran dari petugas
- Klien mengatakan lega karena semua sudah berjalan dengan
normal.
O : keadaan umum : baik.
Kesadaran : composmentis.
Tensi : 100/70 mmHg
S : 370C
RR : 20 x/menit
N : 80 x/memit
Ibu sudah meneteki, ASI keluar dan ibu dapat duduk.
Abdomen : TFU 1 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik.
Genetalia: lochea rubra ± 70 cc, BAK lancar, warna kuning bening.
A : post partum dengan HPP primer masalah teratasi.
P : rencana dilanjutkan.
1. Anjurkan ibu untuk meneteki bayinya.
2. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihannya.
3. Lakukan observasi TTV, TFU, kontraksi uterus, pengeluaran
lockhea, warnanya.
4. Anjurkan pada ibu untuk control 1 minggu lagi.
2. Masalah : cemas.
Tanggal : 17 Oktober 2007.
Jam : 06.00 WIB.
S : Ibu mengatakan tidak cemas lagi karena semua sudah berlalu.
O : Wajah tampak bahagia.
A : Masalah teratasi.
P : Anjurkan pada ibu untuk kontrol 1 minggu lagi.
39

Catatan perkembangan
Tanggal : 17 -11-2007
Jam : 07.00 WIB
S : Ibu mengatakan keadaannya sudah baik dan tidak cemas lagi.
O : TTV : TD : 110/70 mmHg Suhu : 36,50C
RR : 25x/menit Nadi : 80 x/menit
A : Masalah teratasi
P : Anjurkan ibu untuk kontrol 1 minggu lagi
40

BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny. “S” P10001 post partum dengan
HPP primer, tidak ditemukan kesenjangan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan
kasus.
4.1. Pengkajian
Dalam pengkajian kasus Ny. “S” P10001 post partum dengan HPP primer di
dapatkan pada 1 jam pertama setelah placenta lahir ibu mengalami perdarahan +
600 cc dan uterus lembek disebabkan karena tidak adanya kontraksi uterus. Pada
pelaksanaan pengkajian ini penulis tidak menemukan hambatan, karena
komunikasi antara penulis dan klien lancar. tidak ada kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjauan kasus.
4.2. Identifikasi Diagnosa dan Masalah
Pada tinjauan pustaka di dapatkan 1 diagnosa yaitu Ny. “S” P10001 post
partum dengan HPP primer dan ditemukan 1 masalah yaitu cemas karena ada
perdarahan, sedangkan pada tinjauan kasus di dapatkan 1 diagnosa yaitu : Ny. “S”
P10001 post partum dengan HPP primer dan 1 masalah yaitu cemas.
4.3. Antisipasi Masalah Potensial
Pada tinjauan pustaka penulis menemukan masalah potensial pada ibu post
partum dengan HPP primer adalah syok, sedangkan di tinjauan kasus tidak
ditemukan masalah potensial yang muncul. Jadi ada kesenjangan antara tinjauan
pustaka dengan tinjauan kasus.
4.4. Identifikasi Kebutuhan Segera
Pada tinjauan pustaka disebutkan bahwa identifikasi kebutuhan segera
yang harus dibentuk pada klien dengan HPP primer adalah lakukan KBI
(Kompresi bimanual internal) jika belum berhasil lakukan KBE jika masih belum
berhasil lakuakan KAA (Kompresi aorta abdominalis) dan jika belum teratasi
rujuk pasien dan kolaborasi dengan dokter S.P.O.G dalam pemberian terapi.
Sedangkan pada tinjauan kasus kebutuhan segera pada klien dengan HPP primer
adalah melakukan masase uterus selama 15 detik, lakuakan kompresi bimanual
internal (KBI) jika belum berhasil lakukan KBE jika masih belum berhasil
lakukan KAA dan jika belum teratasi rujuk pasien dan kolaborasi dengan dokter

40
41

S.P.O.G. Jadi pada identifikasi kebutuhan segera tidak ada kesenjangan antara
tinjauan pustaka dan tinjauan kasus.
4.5. Intervensi
Pada langkah kelima pada Ny. “.S...” P10001 post partum dengan HPP primer
yang terdiri dari tinjauan dan kriteria hasil. Di dalam tinjauan kasus di temukan 1
diagnosa yaitu : Ny. “S” P10001 post partum dengan HPP primer dan 1 masalah
yaitu cemas. Intervensi yang didapat adalah 1 diagnosa yaitu Ny. “.S...” P10001 post
partum dengan HPP primer dengan tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan
selama 5 menit diharapkan perdarahan berhenti, dan keadaan umum ibu baik
dengan hasil kesadaran composmetis, TTV dalam batas normal : TD : 110/70 - <
140/90 mmHg, N : 60 - < 100x/menit, suhu : 365 0 C -37 5 C , R : 16 – 24 x/menit,
0

kontraksi uterus baik tidak terjadi HPP sekunder tidak terjadi syok, ASI keluar,
intervensi meliputi : lakukan masase uterus, bersihkan keluar darah, pastikan
kandung kemih kosong, lakukan KBI, observasi keadaan umum ibu dan TVV,
obrservasi pemantauan kala IV, bantu pasien menyusui bayinya, motivasi klien
untuk menjaga personal hygiene, dan pada masalah I : cemas, tujuannya adalah
setelah diberi penjelasan ibu tenang dan siap menghadapi nifas, kriteria hasil
adalah ekspresi wajah tenang, ibu mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh
petugas, intervensinya meliputi:menjelaskan tentang keadaan klien saat ini dengan
menggunakan pendekatan terapeutik. Jelaskan pada pasien penyebab perdarahan,
ajari klien dan keluarga masase uterus, anjurkan klien untuk kebih banyak berdo’a,
jelaskan tanda-tanda nifas. intervensi pada tinjauan pustaka dapat diterapkan pada
tinjauan kasus. Jadi tidak ditemukan kesenjangan antara tinjauan pustaka dan
tinjauan kasus.
4.6. Implementasi
Dalam implementasi terdapat kesesuaian antara tinjauan pustaka dengan
tinjauan kasus, hal ini dapat kita lihat pada tinjauan pustaka klien dengan HPP
primer dapat dilakukan tindakan sebagai berikut : masuk uterus, bersihkan bekuan
darah, kosongkan kandung kemih, lakukan KBI, memerikasa tanda dan gejala
HPP sekunder, observasi keadaan umum dan TTV, observasi kala IV, bantu pasien
meneteki bayinya. Jadi pada implementasi tidak ada kesenjangan antara tinjauan
pustaka dan tinjauan kasus.
4.7. Evaluasi
Pada tahap evaluasi penulis melakukan penilaian berdasarkan dari hasil
yang telah ditetapkan dalam bentuk SOAP. Adapun evaluasi pada Ny. “S” P 10001
42

post partum dengan HPP primer : ditemukan KU : baik kesadaran : composmetis


TD : 100/70 mmHg, S : 37 0 C , RR : 20x/menit, N : 80x/menit, ibu sudah
meneteki, Asi keluar dan ibu dapat duduk, Abdomen TFU : setinggi pusat,
kontraksi uterus : baik, genetalia : lochea rubra + 70 cc, BAK lancar, warna
kuning bening. Dan evaluasi pada masalah cemas adalah wajah ibu tampak
bahagia. Jadi evaluasi pada tinjauan kasus pada prinsipnya sama dengan tinjauan
pustaka.
43

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan pada ibu post partum dengan
HPP primer dengan menggunakan manajemen kebidanan menurut Hellen Varney,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Dalam melakukan pengkajian dengan menggunakan data secara sistematis dan
lengkap dari semua yang berkaitan dengan kondisi pasien, pengkajian dalam kasus
ibu post partum dengan HPP primer berpengaruh pada kualitas pelayanan yang
diberikan.
Pada pengkajian data ditemukan diagnosa Ny. “S” P10001 umur 20 tahun post
partum dengan HPP primer dengan DS : klien mengatakan darahnya keluar sur-sur,
klien mengatakan badannya agak lemas, DO : Tanda-tanda vital; tensi : 110/70
mmHg, nadi : 80 kali/menit, suhu : 37oC, RR : 20 kali/menit, payudara : simetris,
putting susu menonjol, dan bersih, hiperpigmentasi areola mamae, colostrums
positif, Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus lembek, Genetalia :
tidak oedem, varises tidak ada, tidak ada kelainan dalam pergerakan.
Masalah yang muncul cemas pada saat adanya pendarahan, dengan DS : klien
mengatakan cemas dengan keadaannya , DO : wajah tampak agak pucat karena
melihat banyak darah.
Dalam langkah identifikasi adanya masalah potensial, masalah yang muncul
pada ibu post partum dengan HPP primer adalah potensial terjadi syok, pada kasus
ini tidak terjadi karena dapat dicegah dengan melaksanakan tindakan asuhan
kebidanan sesuai dengan prosedur.
Identifikasi kebutuhan segera yang dapat dilakukan pada klien post partum
dengan HPP primer tidak ada karena keadaan umum pasien baik dan tidak
ditemukan tanda-tanda syok. Perencanaan dibuatkan suatu rencana asuhan
berdasarkan standar pelayanan. Penulis tidak menemukan kesenjangan, sebagai
wujud asuhan sayang ibu dimana petugas kesehatan khususnya bidan dalam
memberikan asuhan dengan maksimal. Pada pelaksanaan merupakan langkah-
langkah menjalankan rencana yang telah disusun sebelumnya. Pada pelaksanaan
penulis tidak menemukan kendala atau hambatan yang berarti, karena pasien,
keluarga maupun petugas kesehatan sangat kooperatif.

43
44

Evaluasi ini dilaksanakan setelah pelaksanaan, penulis melakukan penilaian


setelah melaksanakan rencana asuhan, pada evaluasi berakhir dengan baik sesuai
dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memberikan saran :
5.2.1 Bagi Lahan Praktek
Sebagai lahan untuk praktek dalam mengambil kasus karya tulis ilmiah
.pelaksanaan asuhan kebidanan sudah cukup baik akan tetapi masih perlu di
tingkatkan agar mutu pelayanan dan kepuasan klien dapat tercapai .
5.2.2 Bagi Instansi Pendidikan
Menambah sumber kepustakaan di bidang kebidanan khususnya yang
berkaitan dengan asuhan kebidanan pada post partum, sehingga membantu
mahasiswa dalam penulisan karya tulis ilmiah.
5.2.3 Bagi Pasien dan Keluarga
Klien memperhatikan dan melaksanakan saran yang di berikan dukungan
yang di berikan dukungan keluarga dan suami sangat penting dalam
perawatan kesehatan masa nifas, namun yang lebih penting adalah usaha
mandiri dan klien dalam menjaga dan mempertahankan kesehatanya .
5.2.4 Bagi Penulis
Agar lebih meningkatkan pengetahuan, ketrampilan juga belajar dengan
teori.
45

DAFTAR PUSTAKA

- Depkes, (2003), Pedoman Teknis Audit Maternal Perinatal di Tingkat Kabupaten


Kota : Jakarta

- Depkes, (2007), APN (Asuhan Persalinan Normal), Jakarta : Jaringan Nasional


Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi

- Depkes, (2005), Standart Pelayanan Kebidanan, Jakarta

- http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/20/0314.htm

- Manuaba, (1998), Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan, Jakarta : EGC

- Mochtar, R, (1998), Sinopsis Obstetri, Jakarta : FGC

- Mansjoer, (2002), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Desculapius

- Prawiroharjo, (2002), Maternal Neonatal, Jakarta : YBP-SP

- Prawirohardjo, (2002), Ilmu Kebidanan, Jakarta : YBP-SP

- Syaifuddin, (2002), Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Jakarta : SNPKKR, POGI dan YBP-SP

- Soekidjo, (2002), Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta

- Varney, H, (2007), Asuhan Kebidanan Volume 2, Jakarta : EGC

- Varney, H, (2007), Asuhan Kebidanan Volume 1, Jakarta : EGC


46

ASUHAN KEBIDANAN PADA HEMORAGIC POST


PARTUM PRIMER

Oleh :
BENNY SISWATI
NPM : 2008.08610607

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


FAKULTAS ILMUKESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2008

Anda mungkin juga menyukai