Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

1. Anatomi Abdomen

Abdomen ialah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuk lonjong dan meluas
dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen dilukiskan menjadi
dua bagian – abdomen yang sebenarnya, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih
besar, dan pelvis yaitu rongga sebelah bawah dab kecil.
Batasan – batasan abdomen. Di atas, diafragma, Di bawah, pintu masuk
panggul dari panggul besar. Di depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang
–tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah. Di belakang, tulang punggung, dan
otot psoas dan quadratrus lumborum.
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus
halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma,
dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak
dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan limpa terletak dibagian
ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada diatas dinding posterior
abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta abdominalis, vena
kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak
didalam abdomen.
Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga
dijumpai dalam rongga ini.

[1]
Seperti nyeri pada region yang lainnya, nyeri abdomen muncul dengan
berbagai cara dan mempunyai banyak penyebab yang berbeda. Kita harus
menentukan letaknya, radiasi, keparahan, karakter, frekuensi, durasi, faktor
pemicu dan yang mengurangi gejala dan gejala lain yang berhubungan.

Letak / lokasi
Seperti kebanyakan organ, nyeri pada abdomen tidak dapat dirasakan secara
langsung, nyeri dipancarkan n(dialihkan) kedinding abdomen sesuai dengan asal
embriologi organ tersebut. (nyeri viseral)
Nyeri visceral dimediasi terutama oleh serat aferen C pada dinding lumen
organ visceral dan pada kapsul solid organ. Tidak seperti nyeri kutaneus nyeri
visceral dielisitasi oleh distensi, inflamasi atau iskemik yang merangsang reseptor
neuron atau keterlibatan langsung saraf sensoris ( infiltrasi keganasan) Minta
pasien untuk menunjukkan lokasi nyeri. Mereka akan kesusahan yang
mengindikasikan bahwa area nyeri yang luas. Dalam keadaan ini minta pasien
untuk menggunakan satu jari dan tunjuk daerah dengan intensitas nyeri yang
maksimum. Lokasi nyeri perut dan asal embriologinya, yaitu :
- Epigastrik : Foregut (lambung, duodenum, hati, pancreas, empedu)
- Periumbilikal : Midgut ( usus halus dan usus besar termasuk apendiks)
- Suprapubik : Hindgut ( rectum dan organ urogenital)
Nyeri yang sangat terlokalisasi dapat berasal dari peritoneum parietal(nyeri
somatik). Nyeri parietal di mediasi oleh serat saraf delta C dan A, yang
bertanggung jawab atas tranmisi nyeri yang sangat akut, tajam, sensasi nyeri yang
lebih terlokalisir. Iritasi langsung inervasi somatic peritoneum parietal (khususnya
bagian atas dan anterior) oleh pus, urine atau secret gastrointestinal mengarahkan
ke keadaan nyeri yang sangat terlokalisir. Contoh : apendiksitis dapat berawal
sebagai nyeri umbilical (referred pain) lalu berpindah ke fossa iliaka kanan sejalan
dengan penyebaran inflamasi ke peritoneum yang menutupi apendik.

2. Definisi Nyeri Abdomen


Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

[2]
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
Nyeri adalah suatu keadaan individu mengalami dan melaporkan adanya
rasa tidak nyaman yang berat atau perasaan tidak menyenangkan. (Diagnosa
keperawatan Lynda Juall 1998, yang dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C).
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkatkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
(Judith M. Wilkinson 2002, yang dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C).
Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. (Potter &
Perry, 2005, yang dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C).
Definisi lain nyeri adalah pengalaman subjektif, sangat pribadi dipengaruhi
oleh pendidikan, budaya, makna situasi dan kognitif ( menurut Bonica dan
Melzack, 1987, yang dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C).
Nyeri abdomen merupakan sensasi subjektif tidak menyenanngkan yang
terasa disetiap regio abdomen (Pierce A. Grace &Neil R.Borley, 2006, yang
dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C). Nyeri abdomen ada dua yaitu, nyeri abdomen
akut dan nyeri abdomen kronis.

Nyeri Abdomen Akut


Nyeri akut abdomen atau akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen
dapat terjadi karena masalah bedah atau non bedah. Secara definisi pasien akut
abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen
perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen
yang berlangsung akut harus ditangani segera. Identifikasi awal yang penting
adalah apakah kasus yang di hadapi ini suatu kasus bedah atau non bedah, jika
kasus bedah maka tindakan operasi harus segera dilakukan. Nyeri abdomen akut
biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri dengan onset mendadak,

[3]
dan/durasi pendek. Nyeri alih (referred pain) adalah persepsi nyeri pada suatu
daerah yang letaknya jauh dari tempat asal nyeri.
Keluhan yang menonjol dari pasien dengan abdomen akut adalah nyeri
perut. Rasa nyeri perut dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan di abdomen atau
di luar abdomen seperti organ-organ di rongga toraks. Nyeri abdomen dibedakan
menjadi dua yaitu nyeri visceral dan nyeri somatik.

1. Nyeri Viseral
Nyeri visceral terjadi karena rangsangan pada peritoneum yang meliputi
organ intraperitoneal yang dipersarafi oleh susunan saraf otonom. Peritoneum
viseral tidak sensitif terhadap rabaan, pemotongan atau radang. Kita dapat
melakukan sayatan atau jahitan pada usus tanpa dirasakan oleh pasien, akan tetapi
bila dilakukan tarikan, regangan atau kontraksi yang berlebihan dari otot (spasme)
akan memberi rasa nyeri yang tumpul disertai rasa sakit.
Pasien biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat lokalisasi nyeri,
digambarkan pada daerah yang luas dengan memakai seluruh telapak tangan.
Karena nyeri ini tidak pengaruhi oleh gerakan, pasien biasanya bergerak aktif
tanpa menyebabkan bertambahnya rasa nyeri.
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam
rongga perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti
organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap
perabaan, atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus
dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada pasien. Akan tetapi bila dilakukan
penarikan atau peregangan organ atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot
sehingga menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang pada
appendisitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral
biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia
menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri.
Nyeri viseral kadang disebut juga nyeri sentral (Sjamsuhidajat et all,2004).
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan
embrional organ yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu lambung,
duodenum, sistem hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan nyeri di ulu hati

[4]
atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari midgut yaitu usus halus
usus besar sampai pertengahan kolon transversum yang menyebabkan nyeri di
sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna yang lainnya adalah hindgut yaitu
pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid yang menimbulkan
nyeri pada bagian perut bawah. Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum
nyeri tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif
bergerak(Sjamsuhidajat , dkk., 2004).

2. Nyeri somatik :
Terjadi karena rangsangan pada peritoneum parietale yang dipersarafi oleh
saraf tepi diteruskan ke susunan saraf pusat. Rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk atau
disayat dengan pisau yang dapat ditunjukkan secara tepat oleh pasien dengan
menunjukkannya memakai jari. Rangsanagn dapat berupa rabaan, tekanan,
perubahan suhu, kimiawi atau proses peradangan.
Pergeseran antara organ viseral yang meradang dengan peritoneum parietal
akan menimbulkan rangsangan yang menyebabkan rasa nyeri. Baik akibat
peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat
menyebabkan rasa nyeri atau perubahan intensitas rasa nyeri. Keadaan inilah yang
menjelaskan nyeri kontralateral pasien dengan apendisitis akut. Setiap gerakan
dari pasien juga akan menambah rasa nyeri, baik itu berupa gerakan tubuh
maupun gerakan pernafasan yang dalam atau batuk. Hal inilah yng menerangkan
mengapa pasien dengan abdomen akut biasanya berusaha untuk tidak bergerak,
bernafas dangkal dan menahan batuk.
Lokalisasi nyeri, sifat nyeri serta hubungannya dengan gejala lain
memungkinkan kita dapat lebih mendekati diagnosis kemungkinan.
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf
tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut.
Nyeri dirasakan seperti disayat atau ditusuk, dan pasien dapat menunjuk dengan
tepat dengan jari lokasi nyeri. Rangsang yang menimbulkan nyeri dapat berupa
tekanan, rangsang kimiawi atau proses radang (Sjamsuhidajat dkk., 2004).
Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang
peritoneum dan dapat menimbulkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun gesekan
antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan
inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada appendisitis akut. Setiap gerakan

[5]
penderita, baik gerakan tubuh maupun gerakan nafas yang dalam atau batuk, juga
akan menambah intensitas nyeri sehingga penderita pada akut abdomen berusaha
untuk tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan batuk (Sjamsuhidajat, dkk.,
2004, yang dikutip oleh Smeltzer, Suzanne C).

Nyeri Abdomen Kronis


Nyeri abdomen kronis biasanya digunakan untuk menggambarkan nyeri berlanjut,
baik yang berjalan dalam waktu lama atau berulang/hilang timbul. Nyeri kronis
dapat behubungan dengan ekserbasi akut.

Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik

Nyeri akut Nyeri kronik

- Lamanya dalam hitungan menit - Lamanya sampai hitungan


- Ditandai peningkatan BP, nadi, bulan, > 6bln
dan respirasi - Fungsi fisiologi bersifat normal
- Respon pasien:Fokus pada - Tidak ada keluhan nyeri
nyeri, menyetakan nyeri - Tidak ada aktifitas fisik sebagai
menangis dan mengerang respon terhadap nyeri
- Tingkah laku menggosok
bagian yang nyeri

Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik
tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

[6]
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1) skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang
lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking
dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri
terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk
mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS)
lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien
menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan
saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila
digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm
(AHCPR, 1992).

[7]
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.
VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran
keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik
pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter,
2005).

Sifat nyeri
Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan
nyeri yang diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu, meluasnya rasa nyeri dapat
membantu menegakkan diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke
arah belikat, nyeri pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri
pada bahu kemungkinan terdapat rangsangan pada diafragma (Sjamsuhidajat,
dkk., 2004).
 Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari
satu daerah. Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5
pindah ke bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada
diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan dirasakan di bahu.
Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri dirasakan pada daerah ujung
belikat. Abses dibawah diafragma atau rangsangan karena radang atau
trauma pada permukaan limpa atau hati juga dapat menyebabkan nyeri di
bahu. Kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke
alat kelamin luar seperti labia mayora pada wanita atau testis pada pria
(Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
 Nyeri proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf
sensoris akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah
nyeri phantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes
zooster. Radang saraf pada herpes zooster dapat menyebabkan nyeri yang

[8]
hebat di dinding perut sebelum gejala tau tanda herpes menjadi jelas
(Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
 Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada
peradangan pada rongga di bawahnya. Pada gawat perut, tanda ini sering
ditemukan pada peritonitis setempat maupun peritonitis umum. Nyeri
peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya
peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat lokasi
nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri
batuk serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler yang
sering disertai hipersetesi kulit setempat. Nyeri yang timbul pada pasien
akut abdomen dapat berupa nyeri kontinyu atau nyeri kolik
(Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
 Nyeri kontinyu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan
terus menerus karena berlangsung terus menerus, misalnya pada reaksi
radang. Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara refleks
untuk melindungi bagian yang meraadang dan menghindari gerakan atau
tekanan setempat (Sjamsuhidaja, dkk., 2004).
 Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ
berongga dan biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ
tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan
intraluminer). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan
dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang
timbul (Sjamsuhidajat, dkk., 2004).
Kolik biasanya disertai dengan gejala mual sampai muntah. Dalam
serangan, penderita sangat gelisah. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri
dari serangan nyeri perut yang hilang timbul mual atau muntah dan gerak
paksa.
 Nyeri iskemik

[9]
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat,
menetap, dan tidak mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan yang
terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum
seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok karena resorbsi
toksin dari jaringan nekrosis.
 Nyeri pindah
Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya
pada tahap awal appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan
peritoneum, nyeri viseral dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual.
Setelah radang mencapai diseluruh dinding termasuk peritoneum viserale,
terjadi nyeri akibat rangsangan yang merupakan nyeri somatik. Nyeri pada
saat itu dirasakan tepat pada peritoneum yang meradang, yaitu perut
kuadran kanan bawah. Jika appendiks mengalami nekrosis dan ganggren
nyeri berubah lagi menjadi nyeri yang hebat menetap dan tidak mereda.
Penderita dapat jatuh pada keadaan yang toksis.
Pada perforasi tukak peptikduodenum, isi duodenum yang terdiri dari
cairan asam garam empedu masuk ke rongga abdomen sehingga
merangsang peritoneum setempat. Pasien akan merasakan nyeri pada
bagian epigastrium. Setelah beberapa saat cairan duodenum mengalir ke
kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon ascendens sampai
sekitar caecum. Nyeri akan berkurang karena terjadi pengenceran. Pasien
sering mengeluh nyeri berpindah dari ulu hati pindah ke kanan
bawah.proses ini berbeda dengan yang terjadi pada appendisitis akut. Akan
tetapi kedua keadaan ini, appendisitis akut maupun perforasi duodeum
akan mengakibatkan general peritonitis jika tidak segera ditangani dengan
baik.

Permulaan nyeri dan intensitas nyeri


Bagaimana bermulanya nyeri pada akut abdomen dapat menggambarkan
sumber nyeri. Nyeri dapat tiba-tiba hebat atau secara cepat berubah menjadi hebat,
tetapi dapat pula bertahap menjadi semakin nyeri. Misalnya pada perforasi organ
berongga, rangsangan peritoneum akibat zat kimia akan dirasakan lebih cepat

[10]
dibandingkan proses inflamasi. Demikian juga intensitas nyerinya. Sesorang yang
sehat dapat pula tiba-tiba langsung merasakan nyeri perut hebat yang disebabkan
oleh adanya sumbatan, perforasi atau pluntiran. Nyeri yang bertahap biasanya
disebabkan oleh proses radang, misalnya pada kolesistitis atau pankreatitis.
Posisi pasien
Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada
pankreatitis akut pasien akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada tulang
belakang, panggul dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi
sendi panggul dan lutut. Pasien dengan abses hati biasanya berjalan sedikit
membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas seakan-akan
menggendong absesnya.
Appendisitis akut yang letaknya retrosaekum mendorong penderitanya
untuk berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sehingga melemaskan otot
psoas yang teriritasi. Gawat perut yang menyebabkan diafragma teritasi akan
menyebabkan pasien lebih nyaman pada posisi setengah duduk yang memudahkan
bernafas. Penderita pada peritonitis lokal maupun umum tidak dapat bergerak
karena nyeri, sedangkan pasien dengan kolik terpaksa bergerak karena nyerinya
(Sjamsuhidajat, dkk., 2004).

3. Etiologi (Penyebab)
Kegawatan abdomen yang datang kerumah sakit bisa berupa kegawatan
bedah atau kegawatan non bedah. Kegawatan non bedah antara lain pankreatitis
akut, ileus, paralitik, kolik abdomen. Kegawatan yang disebabkan oleh bedah
antara lain peritonitis umum akibat suatu proses dari luar maupun dalam
abdomen. Proses dari luar misalnya karena suatu trauma, sedang proses dari
dalam misal karena apendisitis perforasi.
Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain appendisitis,
Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat : Hiperplasia dari folikel limfoid, Adanya fekalit dalam
lumen appendiks, Tumor appendiks, Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Kolik bilier, kolisistitis, diverkulitis, obstruksi usus, perforasi viskus,
pankreatitis, peritonitis, salpingitis, adenitis mesentrika dan kolik renal.
Sedangkan yang jarang menyebabkan abdomen akut antara lain : nekrosis

[11]
hepatoma, infark klien, pneumonia, infark miokard, ketoasidosis diabetikum,
inflamasi enurisma, volvulus sigmoid, caecum atau lambung dan Herpes zoster.
Dilihat dari sudut nyeri abdomen, nyeri abdomen dapat terjadi karena
rangsangan viseral, rangsangan somatik dan akibat peristaltik. Pada anamnesis
perlu dievaluasi mengenai nyeri yang disampaikan pasien tersebut apakah nyeri
yang disampaikan terlokalisir, atau sukar ditentukan lokasinya. Kemudian adanya
referred pain juga membantu untuk mengetahui asal nyeri tersebut. Adanya nyeri
tekan pada pemeriksaan fisik seseorang juga menunjukan bentuk nyeri tersebut.
Nyeri tekan biasanya berasal dari nyeri yang melibatkan serosa. Nyeri ini dapat
terjadi akibat infeksi yang kontiyu (terus menerus) serta ulkus lanjut. Nyeri
somatik biasanya nyerinya terkolalisasi.

Sering Kurang Sering Jarang

[12]
Appendisitis Kolangitis Nekrosis
Kolik bilier Infark mesenterika Hepatoma
Kolisistitis Pielonefritis Infark lien
Divertikulitis Torsi kista ovarium, testis, Pneumonia
Obstruksi usus Infark miokard
omentum
Perforasi Ketoasidosis
Ruptur kista ovarium,
Viskus Diabetikum
Pankreatitis kehamilan ektopik, Inflamasi
Salpingitis Aneurisma
aneurisma ektopik,
Adenitis mesenterika Volvulus sigmoid, caecum,
Kolik renal aneurisma aorta
lambung
Prolaps diskus
Herpes zoster
Abses
Eksaserbasi ulkus
Peptikum

Tabel Penyebab Akut Abdomen

Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh masalah disepanjang saluran


pencernaan atau diberbagai bagian abdomen, yang bisa berupa :
a. ulkus yang mengalami perforasi
b. irritable bowel syndrome
c. apendisitis
d. pankreasitis
e. batu empedu.
Beberapa kelainan tersebut bersifat relative ringan ; yang lain mungkin bisa
berakibat fatal. Berikut adalah daftar beberapa kondisi yang mendasari akut
abdomen yang sering terlihat dalam komunitas (Kavanagh, 2004) :
1. Acute cholecystitis.
2. Acute appendicitis atau Meckel‟s diverticulitis.
3. Acute pancreatitis.
4. Ectopic pregnancy.
5. Diverticulitis.
6. Peptic ulcer disease.
7. Pelvic inflammatory disease.
8. Intestinal obstruction, including paralytic ileus (adynamic obstruction).
9. Gastroenteritis.
10. Acute intestinal ischaemia/infarction or vasculitis.

[13]
11. Gastrointestinal (GI) haemorrhage.
12. Renal colic or renal tract pain.
13. Acute urinary retention
14. Abdominal aortic aneurysm (AAA).
15. Testicular torsion.

4. Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdomen
2. Mual, muntah
3. Tidak nafsu makan
4. Lidah dan mukosa bibir kering
5. Turgor kulit tidak elastis
6. Urine sedikit dan pekat
7. Lemah dan kelelahan

Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada
titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan . Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri
tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung
pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang
sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada
pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri
pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih
atau ureter.Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat
terjadi.Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare
tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks
melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah
lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahuipada
pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks
dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah
otot rektum kanan dapat terjadi.
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri,
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah
kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi
abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk.

[14]
Tanda-tanda Penting
 Rovsing’s sign
Continuous deep palpation dimulai dari atas left iliac fossa
(berlawanan arah jarum jam sepanjang colon) menyebabkan nyeri di right
iliac fossa, dengan mendorong isi usus terhadap ileocaecal valve dan
dengan demikian meningkatkan tekanan di sekitar appendix (Rovsing,
1907).
 Psoas sign
Psoas sign atau “Obraztsova‟s sign” adalah nyeri right lower quadrant
yang dihasilkan dengan passive extension dari right hip pasien (pasien
berbaring pada sisi kiri dengan lutut fleksi) atau dengan active flexion dari
right hip saat berbaring terlentang. Nyeri didapat karena terjadi inflamasi
peritoneum yang melapisi iliopsoas muscles dan inflamasi pada psoas
muscles. Meluruskan kaki menyebabkan nyeri karena meregangkan otot-
otot ini, sementara memfleksikan hip meregangkan iliopsoas dan
menyebabkan nyeri.
 Obturator sign
Jika appendix yang meradang berada dalam kontak dengan
obturatorius internus, spasme otot dapat ditunjukkan oleh rotasi
meregangkan dan internal pinggul. Manuver ini akan menyebabkan nyeri
di hypogastrium vagina.
 Dunphy’s sign
Nyeri bertambah saat batuk di right lower testicle quadrant (Small,
2008).
 Kocher (Kosher)’s sign
Nyeri pada epigastric region atau sekitar gaster dengan pergeseran
nyeri di right iliac region.
 Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign
Nyeri bertambah di right iliac region saat pasien berbaring pada salah
satu sisi tubuhnya.
 Bartomier-Michelson’s sign

[15]
Nyeri bertambah saat palpasi di right iliac region ketika pasien
berbaring pada salah satu sisi tubuhnya dibandingkan saat pasien berada
pada posisi terlentang.
 Aure-Rozanova’s sign
Nyeri bertambah pada palpasi dengan jari di right Petit triangle (bisa
menjadi tanda positif Shchetkin-Bloomberg‟s sign). Khas untuk posisi
appendix retrocecal.
 Blumberg sign
Juga disebut sebagai nyeri rebound. Palpasi mendalam visera atas
appendix meradang diduga diikuti dengan pelepasan tiba-tiba tekanan
menyebabkan nyeri menunjukkan tanda Blumberg positif dan peritonitis.
 McBurney sign
Tenderness pada 2/3 jarak antara umbilikus dan spina iliaka anterior
superior.
 Murphy sign
Selama inspirasi, isi perut didorong ke bawah karena diafragma
bergerak turun (dan paru-paru membesar). Jika pasien berhenti bernapas
(kantong empedu empuk dan bergerak ke bawah, ada kontak dengan jari-
jari pemeriksa) dan mengernyit dengan „menangkap‟ napas, tes ini
dianggap positif. Sebuah tes positif juga tidak memerlukan rasa sakit pada
melakukan manuver di sisi kiri pasien.
 Cullen sign
Perubahan warna kebiruan periumbilikalis.
 Grey-Turner sign
Perubahan warna pada area flank.
 Kehr sign
Nyeri berat pada bahu kiri.
 Chandelier sign
Manipulasi cervix menyebabkan pasien mengangkat panggulnya.

5. Patofisiologi

[16]
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing. Proses
inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal yang akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa menimbulkan
nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam,
terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang
terinflamasi berisi pus. (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).Bila sekresi mukus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat menyebabkan peradanganyang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri kanan
bawah disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren yang disebut
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah akan terjadi
apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan
usus berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan appendiks dapat menjadi abses
atau menghilang. Dari timbulnya massa lokal yang disebut infaltrat apendikularis
menyebabkan nyeri hebat pada appendiks yang berisi pus pada abdomen kuadran
kanan bawah. Sehingga dilakukan tindakan appendiktomy pengangkatan
appendiks melalui insisi bedah, post operasi appendiktomy dari insisi bedah :
nyeri post op appendiktomy, kelemahan fisik sehingga terjadi intoleransi aktivitas.
Tindakan post operasi appendiktomy dilakukan dari pembatasan makanan dan
intake cairan karena pasien post op harus melakukan puasa sebelum operasi
dilakukan. Terjadinya nyeri hebat pada abdomen kuadran bawah menyebabkan
spasme abdomen penekanan pada bagian abdomen. Sehingga menyebabkan
distensi abdomen yang menekan gaster, distensi abdomen yang menyebabkan
penekanan pada gaster mengakibatkan peningkatan produksi HCL pada lambung
yang mengakibatkan mual muntah sehingga nafsu makan menjadi berkurang :
resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.

[17]
Etilogi Etilogi

Penyumbatan Tumor atau benda


asing

Massa keras dari


feses Tekanan intraluminal

Edema
Penghambatan
aliran limfe
Diapedesis bakteri
Pathway
Ulserasi mukosa Appendiks berisi pus

Appendikstis
Nyeri abdomen pada
akut fokal Sekresi mukus meningkat
kuadran kanan bawah

Peningkatan tekanan

Infark dinding appendiks

ganggrenosa

Massa lokal (infiltrat appendikularis)

Nyeri hebat appendiksitis

appendiktomy
Spasme abdomen

Insisi bedah
Distensi abdomen

Nyeri post op
Menekan gaster

[18] Kelemahan fisik


Pembatasan intake cairan
Peningkatan produksi HCL

Resiko kurang vol cairan Intoleransi


aktivitas
Peningkatan produksi HCL

Mual muntah

Nafsu makan berkurang

Resiko perubahan nutrisi


kurang dari kebutuhan

6. Komplikasi
a. Perporasi gastrointestinal
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang
komplek dari dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya
isi dari usus ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan
secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut
( keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung
berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena
kebocoran asam lambung kedlam rongga perut. Perforasi dalam bentuk
apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan
bedah.

[19]
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
lainnya karena keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada
pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana
pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada
resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam
lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia.
Bila kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga
peritoneum, peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang
bertahap dari peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk
beberapa jam antara peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke
distalnya. Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil
dimana, pada bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati
oleh bakteri aerob (E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih
banyak)). Kecenderungan infeksi intra abdominal atau luka meningkat pada
perforasi usus bagian distal.
Adanaya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel
inflamasi akut. Omentum dan organ-oragan viceral cenderung melokalisir
proses peradangan, mengahasilkan phlegmon ( biasa terjadi pada perforasi
kolon). Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi
tumbuhnya bakteri anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari
granulosit, yang mana mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada
granulosit, degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga membentuk
abscess, efek osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi
abscess, dan diikuti pembesaran abscess pada perut. Jika tidak ditangani
terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan shock.

b. Obstruksi gastrointestinal
Obstruksi dapat diklasifikasikan sebagai obstruksi sederhana dan
strangulasi. Obstruksi sederhana menyebabkan kegagalan gerak maju aliran
isi lumen menjauhi mulut. Obstruksi strangulasi disertai dengan kerusakan
aliran darah ke usus di samping obstruksi aliran isi lumen, jika tidak cepat
diperbaiki dapat menimbulkan infark usus dan perforasi. Gejala-gejala

[20]
klasih obstruksi adalah mual, muntah, perut kembung, dan obstipasi.
Obstruksi letak tinggi pada saluran usus melibatkan duodenum atau jejunum
proksimal mengakibatkan muntah yang banyak, sering dan mengandung
empedu. Nyerinya hilang timbul dan biasanya sembuh setelah muntah.
Nyeri terlokalisasi di daerah epigastrium atau daerah periumbilikalis dan
perut sedikit kembun. Obstruksi dibagian bawah distal usus halus
menyebabkan kembung perut, sedang atau berat, dengan emesis yang
semakin kotor. Nyeri biasanya merata diseluruh perut.
1. Obstruksi Duodenum
Atresia duodenum diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen
setelah fase padat pada perkembangan usus selama masa kehamilan
minggu ke-4 dam ke-5. Insidens atresia duodenum adalah 1:10.000
kelahiran. Setengah dari penderita dilahirkan prematur. Atresia
duodenum mempunyai beberapa bentuk, yang meliputi obstruksi lumen
oleh membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung
kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-
ujung duodenum yang tidak bersambung. Penyebab obstruksi yang tidak
lazim adalah jaringan “windsock”, yakni suatu flap jaringan yang dapat
mengembang yang terjadi karena anomali saluran empedu. Bentuk
atresia membranosa adalah yang paling sering, obstruksinya terjadi di
sebelah distal ampula Vateri pada kebanyakan penderita. Obstruksi
duodenum dapat juga disebabkan oleh kompresi ekstrinsik seperti
pankreas anulare atau oleh pita-pita Ladd pada penderita dengan
malrotasi. Sindrom down terjadi pada 20%-30% penderita atresia
duodenum. Anomali bawaan lain yang disertai atresia duodenum adalah
malrotasi (20%), atresia esofagus (10-20%), penyakit jantung bawaan
(10-15%), dan anomali anorektal serta ginjal (5%).
Manifestasi Klinis. Tanda obstruksi duodenum adalah muntah yang
mengandung empedu tanpa perut kembung, biasanya terjadi pada hari
pertama kelahiran. Gelombang peristaltik mungkin terlihat pada awal
proses penyakit ini. Ada riwayat polihidroamnion pada pertengahan
kehamilan dan ini disebabkan oleh kegagalan penyerapan cairan amnion
di bagian distal usus. Ikterik tampak pada sepertiga bayi. Diagnosis pada

[21]
foto rontgen polos terlihat adanya gambaran tanda gelembung ganda.
Gambaran ini disebabkan oleh karena lambung dan duodenum
proksimal mengembang terisi udara.
Tatalaksana. Pengobatan awal bayi dengan atresia duodenum
meliputi dekompresi naso- atau orogastrik dengan penggantian cairan
secara intravena. Ekokardiogram dan foto rontgen dada serta tulang
belakang harus dilakukan untuk mengevaluasi anomali yang lain.
Operasi perbaikan atresia duodenum yang biasa adalah
duodenoduodenostomi. Usus proksimal yang melebar dapat diperkecil
secara perlahan dalam upaya memperbaiki peristaltik. Pipa gastrostomi
dipasang untuk mengalirkan lambung dan melindungi jalan nafas.
Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis
diperlukan sampai bayi mulai makan per oral. Prognosis terutama
tergantung pada adanya anomali penyerta.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan DL
c. Amilase :Kadar serum >3x batas atas kisaran normal merupakan diagnostik
pankreatitis.
d. β-HCG(serum) : Kehamilan ektopik (kadar β-HCG dalam serum lebih
akurat daripada dalam urine)
e. Gas darah arteri :Asidosis metabolik(iskemia usus, peritonitis, pankreatitis)
f. Urin porsi tengah (MSU):infeksi saluran kemih
g. EKG:Infark miokard
h. Rotgen thorak:Viskus perforasi(udara bebas),Pneumonia
i. Rotgen Abdomen :Usus iskemik(dilatasi,usus yang edema dan
menebal),Pankreatitis(pelebaran jejunum bagian atas
’sentimel),Kolangitis(udara dalam cabang bilier),Kolitis akut(Kolon
mengalami dilatasi,edema dan gambaran menghilang),obstruksi akut(Usus
mengalami dilatasi,tanda ’string of pearl’) Batu Ginjal (Radioopak dalam
saluran ginjal )
j. Ultrasonografi
k. CT scan : merupakan pemeriksaan penunjang pilihan untuk inflamasi
peritonium yang tidak terdiagnosis (terutama pada orang tua yang
didiagnosis bandingnya luas,pada pasien yang dipertimbangkan untuk

[22]
dilakukan laparotomi dan diagnosis belum pasti,,pankreatitis,trauma
hati/limpa/mesenterium,divertikulitis,aneurisma
l. IVU (urografi intravena) : batu ginjal,obtruksi saluran ginjal

Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan


tambahan berupa Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit
yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma
pads hepar. Pemeriksaan urine rutin menunjukkan adanya trauma pads saluran
kemih bila dijumpai hematuria. Urin yang jernih belum dapat menyingkirkan
adanya trauma pada saluran urogenital. Pemeriksaan radiologi foto thorak Selalu
harus diusahakan pembuatan foto thorak dalam posisi tegak untuk menyingkirkan
adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks. Harus juga diperhatikan
adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam rongga
thoraks pada hernia diafragmatika.
Plain abdomen akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum,
udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, perubahan
gambaran usus. Intravenous Pyelogram karena alasan biaya biasanya hanya
dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal. Pemeriksaan Ultrasonografi
dan CT-scan Bereuna sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
Pemeriksaan khusus abdominal paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan
yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga
peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari
rongga peritoneum setelah dimasukkan 100-200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi. Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan
rektosigmoidoskopi. Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk memeriksa cairan
yang keluar dari lambung pada trauma abdomen. Dari data yang diperoleh melalui

[23]
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan tambahan dan pemeriksaan khusus
dapat diadakan analisis data untuk memperoleh diagnosis kerja dan masalah-
masalah sampingan yang perlu diperhatikan. Dengan demikian dapat ditentukan
tujuan pengobatan bagi penderita dan langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencapai tujuan pengobatan (Sjamsuhidajat et all, 2004).
Setelah data-data pemeriksaan fisik terkumpul diperlukan juga pemeriksaan
tambahan berupa :
1. Pemeriksaan laboratorium
a.) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma
pads hepar.
b.) Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
2. Pemeriksaan radiologi
a.) Foto thoraks
Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk
menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks. Harus
juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran
usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
b.) Plain abdomen
foto tegak Akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum,
udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, perubahan
gambaran usus.
c.) IVP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
d.) Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan Bereuna
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

3.Pemeriksaan khusus

[24]
a) Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan
adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm
dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100--
200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b) Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
c) Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
Dari data yang diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
tambahan dan pemeriksaan khusus dapat diadakan analisis data untuk
memperoleh diagnosis kerja dan masalah-masalah sampingan yang perlu
diperhatikan. Dengan demikian dapat ditentukan tujuan pengobatan bagi penderita
dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengobatan.

8. Penatalaksanaan medis
 Penatalaksanaan nyeri
a. Prinsip dasar intervensi keperawatan pada nyeri meliputi
1) Mengidentifikasi tujuan dan penatalaksanaan nyeri
2) Membina hubungan perawat klien
3) Memberikan perawatan fisik
4) Mengatasi kecemasan pasien yang berhubungan dengan nyeri.
5) Melakukan intervensi farmakologis
6) Melakukan intervensi non farmakologi
7) Melakukan penyuluhan
8) Melakukan evaluasi keefektifan strategi intervensi nyeri.
b. Tindakan noninvasif untuk mengurangi nyeri dan alasannya.
Banyak aktivitas keperawatan nonfarmakologis dan noninvasif
yang dapat membantu menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri
nonfarmakologis biasanya mempunyai risiko yang sangat rendah.
Tindakan nonfarmakologis bukan merupakan pengganti obat-
obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan, atau sesuai untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa
detik atau menit.
1) Stimulasi dan masase kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum,
sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak

[25]
secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada
bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri, tetapi dapat
mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden.
Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase
membuat relaksasi otot. Teori gate control telah
menjelaskan, bertujuan untuk menstimulasi serabutserabut
yang menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau
menurunkan transmisi impuls nyeri.
2) Terapi es (dingin) dan panas.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang
memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.
Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera
setelah terjadi cedera, (Cohen, 1989 dalam Suddart dan
Brunner, 1997). Penggunaan panas mempunyai keuntungan
meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan
dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan. Namun penggunaan panas kering dengan
lampu pemanas tidak seefektif penggunaan es. Diduga es
dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor. Diduga es
dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri
(non nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti
pada cedera.
3) Stimulasi saraf elektris transkutan / Transcutan electric nerve
stimulation (TENS)
Tens menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan
elektrode yang dipasang pada kulit untuk menghasilkan
sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area
nyeri. Tens digunakan baik pada menghilangkan nyeri akut
dan kronik. Tens diduga dapat menurunkan nyeri dengan
menstimulasi reseptor tidak nyeri (non nosiseptor) dalam
area yang sama seperti pada serabut yang mentransmisi
nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate kontrol
4) Distraksi

[26]
Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada
sesuatu selain pada nyeri, misalnya dengan cara kunjungan
dari keluarga dan teman-teman pasien. Melihat film layar
lebar dengan suara surround. Tidak semua pasien mencapai
peredaan nyeri melalui distraksi Distraksi diduga dapat
menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli
nyeri yang ditransmisikan ke otak.
5) Tehnik relaksasi
Tehnik relaksasi terdiri atas napas abdomen dengan
frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan
matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama
yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung
dalam hati dan lambat bersama setiap ekshalasi dan inhalasi.
Relaksasi otot skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri
dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri.
6) Imajinasi terbimbing
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang
dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif
tertentu. Imajinasi terbimbing menyebabkan relaksasi otot
dan pikiran dimana efeknya hampir sama dengan
penggunaan tehnik relaksasi dengan metode yang berbeda.
7) Hipnosis
Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan
nyeri terutama dalam situasi sulit. Mekanisme bagaimana
kerjanya hiposis tidak jelas tetapi tidak jelas tetapi tidak
tampak diperantaraioleh sistem endorfin (Moret et.all, 1991
dalam Suddart and Brunner, 1997).

c. Macam-macam obat pengurang rasa nyeri, farmakodinamika,


farmakokinetika serta efek sampingnya.
1) Opioid (narkotika)
Opioid sangat efektif untuk menghilangkan nyeri pasca operatif
dan nyeri berat lainnya.
2) Farmakodinamika

[27]
Opioid menimbulkan efek primernya terhadap susunan saraf
pusat dan organ yang mengandung otot polos. Opioid
menimbulkan analgesia, rasa mengantuk eforia, depresi
pernapasan terkait dosis, gangguan respons adrenokorteks
terhadap stres (pada dosis tinggi), dan penurunan tahanan
perifer (dilatasi arteriol dan venosa) dengan sedikit atau tanpa
efek terhadap indeks jantung. Efek terapiutik opioid pada
edema paru merupakan akibat sekunder dari peningkatan pada
dasar kapasitansi. Efek konstipasi opioid timbul akibat induksi
dari kontraksi non propulsif melalui traktus gastrointestinal.
Opioid dapat menyebabkan spasme traktus biliaris dan
peningkatan tekanan duktus biliaris komunis diatas kadar pra
obat. Depresi reflek batuk adalah melalui efek langsung
terhadap pusat batuk dalam medula. Opioid mengurangi aliran
darah ke otak dan tekanan intra kranial.Dapat menimbulkan
mual dan muntah dengan mengaktifasi zona pemicu
kemoreseptor. Opioid melepaskan histamin dan dapat
menyebabkan pruritus setelah pemberian oral atau sistemik.
Perubahan modulasi sensorik sebagai akibat sekunder
pengikatan langsung opioid pada reseptor opiatdalam medula
oblongata dapat merupakan mekanisme terjadinya pruritus
setelah pemberian epidural / intratekal. Analgesia intra artikuler
terjasi sebagai akibat sekunder pengikatan opioid dengan
reseptor opiat dalam sinovium.
3) Farmakokinetika
Awitan aksi; IV < 1 menit, IM 1-5 menit, SK 15-30 menit, oral
15-60 menit dan epidural spinal 15-60 menit. Efek puncak; IV
5-20 menit, IM 30-60 menit, SK 50-90 menit, oral 30-60 menit
dan epidural / spinal 90 menit. Lama aksi; IV, IM, SK, 2-7 jam,
oral 6-12 jam dan epidural / spinal 90 menit. Interaksi /
toksisitas; efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh
alkohol, sedatif, antihistamin, fenotiazin, butirofenon, inhibitor

[28]
MAO dan antidepresan trisiklik. Dapat mengurangi efek
diuretik pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Anelgesia
dipertinggi dan diperpanjang oleh agonis alfa-2. Penambahan
epineprin dan morpin intratekal / epidural menimbulkan
peningkatan efek samping dan perpanjangan blok motorik.
Efek samping
- Kardiovaskuler; Hipotensi, hipertensi, bradikardi,
aritmia, kekakuan dinding dada.
- Pulmoner; Bronkospame dan laringospasme.
- SSP; penglihatan kabur, sinkope, euforia dan disforia.
- Urinaria; retensi urine, efek anti diuretik dan spasme
ureter.
- Gastrointestinal; spasme traktus biliaris, konstipasi,
anoreksia, mual, muntah dan penundaan pengosongan
lambung.
- Mata; miosis
- Muskuloskletal; kekakuan dinding dada.
- Alergi; pruritus dan urtikaria.
4) Obat-obatan yang dipakai untuk melawan rasa nyeri selain
analgetika farmakodinamika, farmakokinetika serta efek
samping.
Plasebo
Farmakodinamika
Efeknya terjadi ketika seseorang berespon terhadap
pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa
pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil
bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-
benar bekerja.
Farmakokinetika
Efek plasebo timbul dari produksi alamiah (endogen)
endorfin dalam sistem kontrol desenden. Efek ini

[29]
merupakan respon fisiologis sejati yang dapat diputar balik
oleh nalokson.
Efek samping
Efek plasebo bukan suatu indikasi bahwa seseorang tidak
mengalami nyeri, sebaliknya adalah suatu respon fisiologis
yang nyata. Plasebo tidak boleh digunakan untuk menguji
kejujuran seseorang tentang nyeri atau sebagai pengobatan
garis depan. Respon positif terhadap plasebo, menurunkan
nyeri jangan pernah diinterpretasikan sebagai suatu indikasi
bahwa nyeri yang dialami pasien tidak nyata. Pasien jangan
pernah diberikan suatu plasebo sebagai suatu pengganti
analgetika. Meskipun plasebo dapat menghasilkan
analgetik.

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ABDOMINAL PAIN

1. Pengkajian
1. Pasien mengeluh nyeri perut.
2. Nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat

[30]
4. RR meningkat
5. Pasien tampak meringis.
6. Pasien mengatakan nyeri ringan – sedang
7. Pasien mengatakan nyerinya bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas
serta sulit dilokalisasi
8. Pasien hanya minum < 8 gelas sehari
9. Pasien muntah-muntah
10. Pasien tampak lemah.
11. Lidah dan mukosa bibir pasien kering.
12. Turgor kulit tidak elastis.
13. Urine sedikit dan pekat.
14. Pasien mengatakan mual dan tidak nafsu makan.
15. Pasien hanya makan sedikit dari porsi yang diberikan.
16. Berat badan pasien turun
17. Pasien tampak lemah dan kelelahan
18. Kekuatan otot
4444 4444
4444 4444
19. Pasien tidak bisa melakukan aktivitas.

 Pemeriksaan fisik
Dilaksanakan dengan memeriksa dulu keadaan umum penderita
(status generalis) untuk evaluasi keadaan sistim pemafasan, sistim
kardiovaskuler dan sistim saraf yang merupakan sistim vital untuk
kelangsungan kehidupan. Pemeriksaan keadaan lokal (status lokalis
abdomen) pada penderita dilaksapakan secara sistematis dengan inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi. Tanda-tanda khusus pada akut abdomen
tergantung pada penyebabnya seperti trauma, peradangan, perforasi atau
obstruksi.
 Inspeksi
Tanda-tanda khusus pada trauma daerah abdomen adalah :
- Penderita kesakitan. Pernafasan dangkal karena nyeri didaerah
- abdomen. Penderita pucat, keringat dingin.
- Bekas-bekas trauma pads dinding abdomen, memar, luka,prolaps
omentum atau usus. Kadang-kadang pada trauma tumpul abdomen
sukar ditemukan tanda-tanda khusus, maka harus dilakukan
pemeriksaan berulang oleh dokter yang sama untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya perubahan pada pemeriksaan fisik.
- Pada ileus obstruksi terlihat distensi abdomen bila obstruksinya
letak rendah, dan bila orangnya kurus kadang-kadang terlihat
peristalsis usus (Darm-steifung).

[31]
 Palpasi
a) Akut abdomen memberikan rangsangan pads peritoneum melalui
peradangan atau iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari
luasnya daerah yang terkena iritasi.
b) Palpasi akan menunjukkan 2 gejala :
1. Perasaan nyeri
Perasaan nyeri yang memang sudah ada terus menerus akan
bertambah pads waktu palpasi sehingga dikenal gejala nyeri tekan dan
nyeri lepas. Pada peitonitis lokal akan timbul rasa nyeri di daerah
peradangan pads penekanan dinding abdomen di daerah lain.
2. Kejang otot (defense musculaire, muscular rigidity)
Kejang otot ditimbulkan karena rasa nyeri pads peritonitis diffusa
yang karena rangsangan palpasi bertambah sehingga secara refleks terjadi
kejang otot.

 Perkusi
Perkusi pads akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal. 1) Perasaan
nyeri oleh ketokan pads jari. Ini disebut sebagai nyeri ketok. 2) Bunyi
timpani karena meteorismus disebabkan distensi usus yang berisikan gas
pads ileus obstruksi rendah.
 Auskultasi
Auskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen terjadi
perangsangan peritoneum yang secara refleks akan mengakibatkan ileus
paralitik.
 Pemeriksaan rectal
Toucher atau perabaan rektum dengan jari telunjuk juga merupakan
pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya trauma pads rektum atau
keadaan ampulla recti apakah berisi faeces atau teraba tumor.

2. Diagnosa Keperawatan :
1. Nyeri akut berhubungan dengan post operasi ditandai dengan Pasien
mengeluh nyeri perut, nadi meningkat, tekanan darah meningkat, RR
meningkat, Pasien tampak meringis dan pasien mengatakan slaka nyeri
ringan - sedang.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan intake
cairan insisi bedah ditandai dengan pasien tampak lemah, lidah dan

[32]
mukosa bibir pasien kering, turgor kulit tidak elastis, urine sedikit dan
pekat, minum < 8 gelas.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat nyeri insisi
bedah ditandai dengan pasien lemah, tampak kelelahan.
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah ditandai dengan Pasien mengatakan mual dan
tidak nafsu makan, pasien hanya makan sedikit dari porsi yang
diberikan, dan berat badan pasien turun

3. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan post operasi
Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam di harapkan nyeri dapat


berkurang atau terkontrol dengan kriteria hasil :
1. Nyeri pasien dapat berkurang
2. Skala intensitas nyeri berkurang 2 -3
3. Pasien tampak tenang
4. TTV tampak normal ( dalam batas normal )
Intervensi Rasional
1. Jelaskan kepada klien tindakan yang 1. klien mengetahui dan
akan di lakukan. dapat mengikuti tindakan
yang akan di lakukan

2. lingkungan tenang akan


2. Manajemen lingkungan: lingkungan
tenang, batasi pengunjung, dan menurunkan stimulus nyeri

istirahatkan klien eksternal dan pembatasan


pengunjung akan
membantu meningkatkan
kondisi okisigen (O2)
ruangan

3. Ajarkan dan dorong pasien tehnik 3. Dengan tehnik relaksasi nyeri


relaksasi napas dalam dapat mengurangi nyeri .

[33]
4. Bantu pasien untuk mendapatkan 4. untuk menurunkan ketegangan
posisi yang nyaman, dan gunakan atau spasme otot dan untuk
bantal untuk membebat atau mendistribusikan kembali
menyokong daerah yang sakit bila tekanan pada bagian tubuh
diperlukan .

5. Kolaborasi pemberian analgetik 5. Kolaborasi dengan pemberian


analgetik sesuai indikasi dapat
memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri dapat
6. Observasi TTV
berkurang.

7. Observasi skala nyeri 6. Peningkatan nadi menunjukkan


adanya nyeri.

7. Untuk mengetahui intervensi


selanjutnya dan untuk melihat
skala nyeri.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan intake cairan


insisi bedah
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam di harapkan volume cairan tetap
adekuat dengan kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital tetap stabil
2. Warna kulit dan suhu normal
3. Kadar elektrolit tetap dalam rentang normal
4. Pasien mempunyai turgor kulit normal dan membran mukosa lembab

Intervensi Rasional
1. Pantau dan catat tanda-tanda vital 1. Takikardia, dispnea, atau
setiap 2 jam atau sesering mungkin hipotensi dapat
sesuai keperluan sampai stabil. mengindikasikan
Kemudian pantau dan catat tanda- kekurangan volume cairan
tanda vital setiap 4 jam. atau ketidakseimbangan
elektrolit.

[34]
2. Selimuti pasien hanya dengan kain 2. Untuk mencegah
yang tipis. Hindari terlalu panas vasodilatasi, terkumpulnya
darah di ektremitas, dan
berkurangnya volume
3. Ukur asupan dan haluaran setiap 1
darah sirkulasi.
sampai 4 jam. Catat dan laporkan
perubahan yang signitifikan 3. Haluaran urine yang

termasuk urine, feses, muntahan, rendah dan berat jenis

drainase luka. urine yang tinggi


mengindikasikan
4. Berikan cairan, darah atau produk
hopovolemia.
darah, atau ekspander plasma
4. Untuk mengganti cairan
dan kehilangan darah serta
mempermudah pergerakan
cairan ke dalam ruang
intravaskular, pantau dan
catat keefektifan dan
semua efek yang tidak
diharapkan.

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat nyeri insisi


bedah:
Setelah diberikan asuhan keperawatan pasien akan menunjukkan tingkat
peningkatan aktivitas optimal dengan kriteria hasil :
1. Pasien menyatakan keinginannya untuk meningkatkan aktivitas
2. Pasien mengindentifikasi faktor-faktor terkontrol yang menyebabkan
kelemahan
3. Tekanan darah, kecepatan nadi dan respirasi, tetap dalam batas yang
ditetapkan selama aktivitas
4. Pasien menyatakan rasa puas dengan setiap tingkat aktivitas baru yang
dapat dicapai

Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan pasien tentang 1. Untuk

[35]
perlunya beraktifitas mengkomunikasikan
kepada pasien bahwa
aktivitas akan
meningkatkan
kesejahteraan fisik dan
2. Identifikasi aktivitas-aktivitas pasien
psikososial
yang diinginkan dan sangat berarti
baginya 2. Untuk mrningkatkan
3. Dorong pasien untuk membantu motivasinya agar lebih
merencanakan kemajuan aktivitas aktif
yang mencakup aktivitas yang
3. Partisipasi pasien dalam
diyakini sangat penting oleh pasien
perencanaan dapat
4. Intruksikan dan bantu pasien untuk
membantu memperkuat
beraktivitas diselingi istirahat
keyakinan pasien
5. Identifikasi dan minimalkan faktor-
4. Untuk menurunkan
faktor yang dapat menurunkan
kebutuhan oksigen tubuh
toleransi latihan pasien
dan mencegah keletihan
6. Pantau dan respons fisiologis
5. Untuk membantu
terhadap peningkatan aktivitas
meningkatkan aktivitas
(termasuk respirasi, denyut dan
pasien
iramma jantung, tekanan darah)

6. Untuk meyakinkan bahwa


frekuensinya kembali

4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual muntah
Tujuan : kebutuhan nutrisi tubuh dapat tercukupi secara optimal dengan
kriteria hasil :
1. Pasien makan secara mandiri tanpa di dorong
2. Berat badan pasien bertambah (kg) setiap minggu
3. Pasien dan anggota keluarga mengomunikasikan pemahaman kebutuhan diet
khusus

[36]
Intervensi Rasional
1. Jelaskan kepada klien tindakan yang 1. klien mengetahui dan
akan di lakukan. dapat mengikuti
tindakan yang akan di
lakukan

2. Beri kesempatan pasien 2. untuk membantu

mendiskusikan alasan untuk tidak mengkaji penyebab

makan gangguan makan

3. Tentukan makanan kesukaan pasien


3. untuk meningkatkan
dan usahakan untuk mendapatkan
nafsu makan pasien
makan tersebut, tawarkan makanan
yang merangsang indra penciuman,
penglihatan dan taktil

4. Observasi dan catat asupan pasien 4. untuk mengkaji zat gizi


yang di konsumsi dan
suplemen yang
diperlukan

5. Tindakan ini
5. Timbang berat badan pasien pada
memberikan data
jam yang sama setiap hari. Beri
akurat dan memberikan
penguatan penambahan berat badan
pengendalian pada
dengan pujian atau penghargaan
pasien tentang
makanan yang akan
dimakan dan pujian
atau penghargaan yang
di dapatkan

5. Implementasi
Adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).

[37]
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme abdomen

IMPLEMENTASI

1. Menjelaskan kepada klien tindakan yang akan di lakukan.


2. Manajemen lingkungan: lingkungan tenang, batasi pengunjung,
dan istirahatkan klien
3. Mengajarkan dan dorong pasien tehnik relaksasi napas dalam
4. Membantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman, dan
gunakan bantal untuk membebat atau menyokong daerah yang
sakit bila diperlukan .
5. Berkolaborasi pemberian analgetik
6. Mengobservasi TTV
7. Mengobservasi skala nyeri

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah

IMPLEMENTASI

1. Memantau dan mencatat tanda-tanda vital setiap 2 jam atau


sesering mungkin sesuai keperluan sampai stabil. Kemudian
pantau dan catat tanda-tanda vital setiap 4 jam.
2. Menyelimuti pasien hanya dengan kain yang tipis. Menghindari
kain yang terlalu panas
3. Mengukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam. Catat dan
laporkan perubahan yang signitifikan termasuk urine, feses,
muntahan, drainase luka.
4. Memberikan cairan, darah atau produk darah, atau ekspander
plasma

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat nyeri

IMPLEMENTASI

[38]
1. Mendiskusikan dengan pasien tentang perlunya beraktifitas
2. mengidentifikasi aktivitas-aktivitas pasien yang diinginkan dan
sangat berarti baginya
3. Mendorong pasien untuk membantu merencanakan kemajuan
aktivitas yang mencakup aktivitas yang diyakini sangat penting
oleh pasien
4. Mengintruksikan dan membantu pasien untuk beraktivitas
diselingi istirahat
5. Mengidentifikasi dan meminimalkan faktor-faktor yang dapat
menurunkan toleransi latihan pasien
6. Memantau dan merespons fisiologis terhadap peningkatan
aktivitas (termasuk respirasi, denyut dan iramma jantung,
tekanan darah)

4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

IMPLEMENTASI

1. Menjelaskan kepada klien tindakan yang akan di lakukan.


2. Memberi kesempatan pasien mendiskusikan alasan untuk tidak
makan
3. menentukan makanan kesukaan pasien dan usahakan untuk
mendapatkan makan tersebut, tawarkan makanan yang
merangsang indra penciuman, penglihatan dan taktil
4. Mengobservasi dan catat asupan pasien
5. Menimbang berat badan pasien pada jam yang sama setiap hari.
Beri penguatan penambahan berat badan dengan pujian atau
penghargaan

6. Evaluasi
1. Nyeri pasien berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2. Volume cairan seimbang.
3. Pasien dapat melakukan aktivitasnya kembali setelah dilakukan
tindakan keperawatan
4. Tidak terjadi kekurangan nutrisi

[39]

Anda mungkin juga menyukai