Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

KRONIS (PPOK)

disusun untuk memenuhi tugas Aplikasi Klinis Keperawatan

oleh :
Noviana Intan Putri C. P
NIM 162310101229

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan aplikasi klinis yang dibuat oleh :


Nama : Noviana Intan Putri C. P
NIM : 162310101229
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Klien PPOK

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada :


Hari : Senin
Tanggal : 14 Januari 2019
Jember, 14 Januari 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

_________________________ _________________________
NIP…………………………… NIP............................................

Kepala Ruangan
Ruang Melati RSD Balung

_____________________________
NIP ………………………………..
BAB 1. KONSEP TEORI PPOK

A. Anatomi Fisiologi Paru-paru

Paru-paru adalah organ terpenting dari respirasi, jumlahnya ada


dua, terletak di samping kanan dan kiri mediastinum dan terpisah satu
sama lain oleh jantung dan organ lainnya dalam mediastinum. Paru-paru
memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk
pertukaran udara (Faiz & Moffat, 2003). Paru-paru terletak pada rongga
dada. Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-paru kiri
sekitar 560 gram. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Pada bagian
tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh
selaput yang tipis disebut pleura (Syaifudin, 1997).
Fungsi paru secara umum yaitu untuk memfasilitasi proses
pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pleura adalah kantung tertutup
yang terbuat dari membran serosa yang didalamnya mengandung cairan
serosa. Membran tipis transparan yang menutupi paru ada dua lapisan
yaitu lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan
parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada.
Karakteristik paru-paru yaitu berpori, tekstur kenyal ringan,
mengapung di air dan sangat elastis. Permukaan paru-paru halus, bersinar
dan membentuk beberapa daerah polihedral yang menunjukkan lobulus
organ, masing-masing daerah dibatasi oleh garis-garis yang lebih ringan
(fisura). Paru kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi tiga
lobus yaitu atas, tengah dan bawah. Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua
lobus (Gray, 2008).
Otot-otot pernapasan merupakan sumber kekuatan untuk
menghembuskan udara. Diafragma merupakan otot utama yang ikut
berperan meningkatkan volume paru (Muttaqin, 2008). Pertukaran udara
masuk dan keluar akan menyebabkan peningkatan dan penurunan volume
rongga toraks. Pada proses tersebut, paru-paru tidak mengalami kontraksi
tetapi mengalami peningkatan dan penurunan volume. Otot-otot disekitar
paru-paru seperti otot interkostal dan diafragma mengalami kontraksi dan
inspirasi. Secara normal, proses ekspirasi merupakan proses pasif,
sedangkan proses inspirasi merupakan proses aktif terjadi kontraksi otot.
Dengan adanya peningkatan rongga thoraks, tekanan disekitar paru-paru
akan menurun dan selanjutnya paru-paru akan mengembang dan udara
dari luar akan masuk atau terhisap ke dalam paaru-paru (Mihaela, 2013).
Pada saat istirahat, otot-otot pernafasan mengalami relaksasi. Saat
inspirasi otot stemokleidomastoides, otot skalenes, otot pektoralis minor,
otot serratus anterior dan otot interkostalis sebelah luar mengalami
kontraksi sehingga menekan diafragma kebawah dan mengangkat rongga
dada untuk membantu masuknya udara ke dalam paru. Sedangkan dalam
fase ekspirasi, otot-otot transvesal dada, otot iterkostalis sebelah dalam
dan otot abdominal mengalami kontraksi, sehingga mengangkat diafragma
dan menarik rongga dada untuk mengeluarkan udara dari paru (Muttaqin,
2008).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga thoraks, menyebabkan volume thoraks berkurang.
Pengurangan volume thoraks ini meningkatkan tekanan interpleura
maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dn
atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru
sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir
ekspirasi (Price, 2005).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu perpindahan oksigen
dari alveoli ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi yaitu, perpindahan gas dari paru ke
jaringan dan dari jaringan ke paru-paru bantuan aliran darah (Guyton,
2007).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru adalah :


a) Usia, kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan dapat
berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuaan
terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial,
penurunan kapasitas paru.
b) Jenis kelamin, fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi 20-25% dari
pada wanita karena ukuran anatomi paru laki-laki lebih besar
dibandingkan wanita.
c) Tinggi badan dan berat badan, seorang yang memiliki tubuh tinggi dan
besar, fungsi ventilasi parunya lebih tinggi daripada orang yang
bertubuh kecil pendek.

Volume dan kapasitas paru


Menurut Guyton (2007) volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu :
1) Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi pada setiap kali
pernafasan normal, besarnya kurang lebih 500 ml pada rata-rata orang
dewasa
2) Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang
diinspirasi setelah volume tidal dan biasanya mencapai kurang lebih
3000 ml
3) Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir eksprasi normal
besarnya kurang lebih 1100 ml
4) Volume residu adalah volume udara yang masih tetap berada dalam
paru-paru setelah ekspirasi kuat besarnya kurang lebih 1200 ml.
Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan
dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
1) Kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal + volume cadangan
inspirasi besarnya kurang lebih 3500 ml dan merupakan jumlah udara
yang dapat dihirup seseorang mulai dari pada tingkat ekspirasi normal
dan mengembangkan paru sampai jumlah maksimum
2) Kapasitas residu fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi +
volume residu besarnya kurang lebih 2300 ml dan merupakan besarnya
udara yang tersisa dalam paru pada akhir respiraasi normal
3) Kapasitas vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume
tidal + volume cadangan ekspirasi besarnya kurang lebih 4600 ml dan
merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru.
Setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian
mengeluarkannya sebanyak-banyaknya
4) Kapasitas vital paksa (KVP) adalah volume total dari udara yang
dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti
oleh ekpirasi paksa maksimum, mengekspirasi secara kuat dan cepat
(Ganong, 2005)
5) Volume ekpirasi paksa satu detik adalah volume udara yang dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum per satuan detik
6) Kapasitas paru total, sama dengan kapasitas vital + volume residu.
Besarnya kurang lebih 5800 ml adalah volume maksimal dimana paru
dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa.

B. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD)
mengartikan PPOK adalah suatu penyakit yang bisa dilakukan pencegahan
dan pengobatan, PPOK atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) adalah penyakit paru kronis yang ditandai oleh terjadinya
obstruksi atau hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).
Selain itu menurut Arita Murwani (2011) penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) meruapakan satu kelompok penyakit yang mengakibatkan
obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan nafas di dalam paru.
PPOK merupakan keadaan irreversible yang di tandai adanya
sesak nafas pada saat melakukan aktivitas dan terganggunya aliran udara
masuk dan keluar dari paru-paru (Smeltzer et, al, 2013). PPOK meliputi
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik
yaitu suatu kelainan saluran pernapasan yang digejala oleh batuk berdahak
yang kronik selama minimal 3 bulan selama setahun, minimal dua tahun
berturut-turut da gejala tersebut bukan disebabkan oleh penyakit lain
Emfisema adalah keadaan anatomis paru yang mengalami kelainan
ditandai dengan pelebaran jalan udara bagian distal dari bronkiolus
terminal da disertai dengan kerusakan pada dinding alveoli
(Penghimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).
PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan indonesia. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tinggi pajanan faktor
resiko, seperti banyaknya jumlah perokok, serta pencemaran udara di
dalam ruangan atau di luar ruangan (Persatuan Dokter Paru Indonesia,
2011). PPOK adalah klasifkasi luas dari gangguan yang mencakup
bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisemia dan asma. PPOK merupakan
kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dipsnea saat beraktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smaltzer & Bare,
2007).
C. Epidemiologi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di
masyarakat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991 diperkirakan terdapat 14
juta orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982,
sedangkan mortalitas menduduki peringkat IV penyebab terbanyak yaitu
18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini
meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. WHO menyebutka PPOK
merupakan penyebab kematia keempat di dunia yaitu akan menyebabkan
kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%. Selain itu WHO
juga menyebutkan bahwa sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan
3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005. Kajian ini bertujuan
untuk mengukur prevalensi PPOK, tingkat keparahan, serta untuk
mengidentifikasi tipe PPOK faktor risiko, morbiditas dan mortalitas,
dampak PPOK yang meliputi gejala, klasifikasi, prevalensi dampak PPOK
sebesar 6,3% dengan prevalensi tertinggi ada di negara Vietnam (6,7%)
dan RRC (6,5%). Faktor risiko antara lain merokok, polusi indoor,
outdoor, dan polusi ditempat kerja seperti genetik, riwayat infeksi saluran
nafas. Ada 4 indikator tingkat keparahan berdasarkan ATS (American
Thoracic Socienty)yaitu Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK,
penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler,
osteoporosis dan depresi merupakan akibat PPOK (Ratih, 2013).

D. Etiologi
1) Genetik sebagai faktor risiko yang pernah di ditemukan adalah
defisiensi berat antitripsin alfa-1, yang merupakan inhibitor dari
sirkulasi serin protease. Walaupun defisiensi antitripsin alfa-1 relevan
hanya pada sedikit populasi di dunia, itu cukup menggambarkan
interaksi antara genetik dan paparan lingkungan dapat menyebabkan
PPOK. Risiko genetik terhadap keterbatasan bernafas telah di
observasi pada saudaraatau orang terdekat penderita PPOK berat yang
juga merokok, dengan sugesti dimana genetik dan faktor lingkungan
secara bersamaan dapat mempengaruhi terjadinya PPOK. Gen tunggal
seperti gen yang memberi kode matriks metalloproteinase 12
(MMP12) berhubungan dengan menurunnya fungsi paru (GOLD,
2014).
2) Umur dan Jenis Kelamin, Umur sering dikaitkan sebagai faktor risiko
PPOK. Masih belum jelas apakah keadaan fisik yang menurun pada
usia tua atau akibat pajanan lingkungan yang secara kumulatif didapat
di sepanjang hidup yang menjadi penyebab PPOK. Sebelumnya,
kebanyakan penelitian menunjukkan prevalensi dan angka mortalitas
lebih tinggi pada pria dibanding wanita. Namun pada data di negara
berkembang menunjukkan bahwa prevalensi penyakit pada pria
maupun wanita hampir sama, mungkin akibat perubahan pola merokok
tembakau di masyarakat. Beberapa penelitian juga memperkirakan
wanita lebih mudah terkena efek rokok tembakau dibanding pria
(GOLD, 2014).
3) Pertumbuhan dan Perkembangan Paru, berhubungan dengan proses
masa kehamilan, kelahiran, dan pajanan pada masa kecil dan remaja.
Sebuah penelitian besar, secara meta analisis menemukan hubungan
positif antara berat lahir pada masa dewasa dan beberapa menemukan
infeksi paru saat anak-anak (GOLD, 2014).
4) Merokok. Di seluruh dunia, merokok merupakan faktor risiko paling
umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi gejala gangguan pernafasan
dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok. Angka penurunan
FEV1, dan angka mortalitas lebih tinggi didapat pada perokok
dibanding non perokok. Paparan asap rokok pada perokok pasif juga
merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pernafasan dan PPOK
dengan peningkatan kerusakan paru akibat partikel dan gas yang
masuk. Pada penelitian yang telah dilakukan di negara-negara Eropa
dan Asia, menunjukkan bahwa adanya hubungan antara merokok dan
terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan cohort
(Eisner et al, 2010).
5) Paparan lingkungan kerja, seperti debu organik dan anorganik, bahan
kimia dan asap dari bahan kimia, tidak begitu dipermasalahkan sebagai
faktor risiko PPOK. Eisner dkk (2010) sudah menemukan cukup bukti
untuk menyimpulkan bahwa adanya hubungan antara paparan
lingkungan kerja dan peningkatan keparahan PPOK. Hubungan yang
konsisten antara paparan lingkungan kerja dan PPOK tersebut sudah
diobservasi dengan penelitian epidemiologi multipel berkualitas tinggi.
6) Polusi udara, di daerah kota dengan level tinggi sangat menyakitkan
bagi pasien PPOK. Penelitian cohort longitudinal menunjukkan bukti
kuat tentang hubungan polusi udara dan penurunan pertumbuhan
fungsi paru di usia anak-anak dan remaja. Hubungan tersebut
diobservasi dengan ditemukannya karbon hitam di makrofag pada
saluran pernafasan dan penurunan fungsi paru yang progresif. Hal ini
menunjukkan hal yang masuk akal secara biologi bagaimana peran
polusi udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru (GOLD,
2014).
7) Asma. Asma tidak digolongkan sebagai PPOK karena bersifat
reversibel (Ward, Leach & Wiener, 2007). Ada hubungan antara asma
kronik dengan obstruksi jalan napas dan percepatan penurunan fungsi
paru. Karena obstruksi jalan napas dapat menyebabkan PPOK, dapat
disimpulkan bahwa asma, dengan atau tanpa faktor risiko tambahan,
dapat menjadi predisposisi terjadinya PPOK (GOLD, 2014).

E. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada
PPOK yang di akibatkan oleh adanya peruabhan yang khas pada saluran
nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang
dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural
pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil
dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam
dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas.
Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi paru-paru.
Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan
dinding dada sehingga terjadi penurunan kekuatan kontraksi otot
pernafasan dan menyebabkan sulit bernafas. Kandungan asap rokok dapat
merangsang terjadinya peradangan kronik paru paru. Mediator peradangan
dapat merusak struktur penunjang di paru-paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam
paru dan saluran udara kolaps. (Grece et al, 2011).
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yaitu
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan aliran darah
ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor
risiko merokok dan polusi udara menyebabkan proses inflamasi bronkus
dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis akan
terjadi obstruksi pada bronkiolus terminalis yang mengalami obstruksi
pada awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat
inspirasi akan banyak terjebak dalam alveolus pada saat ekspirasi
sehingga terjadi penumpukan udara (air trapping). Kondisi inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi (Price et al,
2003).

F. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis


Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson
(2014) :
a. Bronkhitis kronis
Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap
minimal 3 bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-
kurangnya selama 2 tahun. Bronkhitis Kronis adalah batuk yang hampir
terjadi setiap hari dengan disertai dahak selama tiga bulan dalam setahun
dan terjadi minimal selama dua tahun berturut-turut (GOLD, 2010).
Diagnosa yang bisa di angkat adalah bersihan jalan nafas tidak efektif .
b. Emfisema
Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru yang
ditandai oleh pembesaran alveolus, tidak normalnya duktus alveolar dan
destruksi pada dinding alveolar (PDPI, 2003). Terjadi panlobular adalah
kerusakan bronkus, duktus alveolar, dan alveoli. Pada emfisema
diagnosanya adalah pertuaran gas yang terjadi di alveoli.

PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat (GOLD) 2011 :


1. Derajat 0 berisiko
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis produksi
sputum dan dispnea ada paparan terhadap faktor resiko
2. Derajat 1 PPOK ringan
Gejaala klinis : dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak nafas derajat sesak nafas 0 sampai derajat sesak 1
3. Derajat 2 PPOK sedang
Gejala klinis : dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi
sputum, sesak nafas derajat sesak nafas 2 ( sesak timbul pada saat
aktivitas )
4. Derajat 3 PPOK berat
Gejala klinis : sesak nafas derajat sesak 3 dan 4. Eksaserbasi lebih
sering terjadi
5. Derajat 4 PPOK sangat berat
Gejala klinis : pasien derajat 3 dengan gagal nafas kronik.

G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada PPOK menurut Mansjoer (2008) dan
GOLD (2010) yaitu, Malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang
manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak
khususnya yang muncul di pagi hari. Nafas pendek sedang yang
berkembang menjadi nafas pendek, sesak nafas akut, frekuensi nafas yang
cepat, penggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi lebih lama dari
pada inspirasi.
Tanda dan gejala umum muncul pada pasien dengan COPD atau
PPOK adalah
1) Batuk produktif, pada awalnya intermiten dan kemudian terjadi hampir
tiap hari seiring waktu
2) Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukupurulent sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan
tambahan untuk bernafas batuk dan ekspektorasi dimana cenderug
meningkat dan maksimal pada pagi hari
3) Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan
berkembangnya penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan
terjadi dengan aktivitas minmal dan bahkan pada saat istirahat akibat
semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara
4) Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang,
ronchi dan hiperresonansi pada perkusi
5) Anoreksia
6) Penurunan berat badan dan kelemahan
7) Takikardi, berkeringat
8) Hipoksia
Semua penyakit pernafasan dikarakteristikan oleh obstruksi koronis pada
aliran udara. Penyebab utama obstruksi bermacam-macam, misalnya :
1) Inflamasi jalan nafas
2) Pelengketan mukosa
3) Penyempitan lumen jalan nafas
4) Kerusakan jalan nafs
5) Takipnea
6) Ortopnea (Doenges, 1999:152)

H. Penatalaksanaan PPOK
PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan
irreversible. Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan
stabil dan eksaserbasi akut. Penatalaksanaan PPOK berdasarkan PDPI
(2016):
a. Tujuan penatalaksanaan berdasarkan GOLD (2006) dan dan PDPI
(2016):
1) Meminimalkan gejala
2) Pencegahan terjadinya eksaserbasi
3) Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru
4) Peningkatan kualitas hidup
b. Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:
1. Edukasi
Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada PPOK keadaan stabil
yang dapat dilakukan dalam jangka panjang karena PPOK merupakan
penyakit kronis yang progresif dan irreversible. Intervensi edukasi untuk
menyesuaikan keterbatasan aktifitas fisik dan pencegahan kecepatan
penurunan fungsi paru. Edukasi dilakukan menggunakan bahasa yang
singkat, mudah dimengerti dan langsung pada inti permasalahan yang
dialami pasien. Pelaksanaan edukasi seharusnya dilakukan berulang
dengan materi edukasi yang sederhana dan singkat dalam satu kali
pertemuan.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
a) Mengetahui proses penyakit
b) Melakukan pengobatan yang optimal
c) Mencapai aktifitas yang maksimal
d) Mencapai peningkatan kualitas hidup
Materi edukasi yang dapat diberikan yaitu:
a) Dasar- dasar penyakit PPOK
b) Manfaat dan efek samping obat-obatan
c) Mencegah penyakit tidak semakin memburuk
d) Menjauhi faktor penyebab (seperti merokok)
e) Menyesuaikan aktifitas fisik
Materi edukasi menurut prioritas yaitu:
a) Penyampaian berhenti merokok dilakukan pada saat pertama
kali penegakan diagnosis PPOK.
b) Penggunaan dari macam-macam dan jenis obat yang meliputi:
cara penggunaan, waktu penggunaan dan dosis yang benar serta
efek samping penggunaan obat.
c) Waktu dan dosis penggunaan oksigen. Mengenal efek samping
kelebihan dosis penggunaan oksigen dan cara mengatasi efek
samping penggunaan oksigen tersebut.
d) Mengetahui gejala eksaserbasi akut dan penatalaksanannya
seprti adanya sesak dan batuk, peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, dan menjauhi penyebab eksaserbasi.
e) Penyesuaian aktifitas hidup dengan berbagai keterbatasan
aktifitasnya.
2. Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotic, anti peradangan, anti
oksidan, mukolitik dan antitusif.
3. Terapi oksigen Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang progresif
dan berkepanjangan sehingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.
Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di
otot maupun organ-organ lainnya.
4. Ventilasi mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada eksaserbasi dengan
adanya gagal nafas yang akut, gagal nafas akut pada gagal nafas
kronis atau PPOK derajat berat dengan gagal nafas kronis.
Ventilasi mekanis dapat dilakukan di rumah sakit (ICU) dan di
rumah.
5. Nutrisi
Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang disebabkan
meningkatnya kebutuhan energi sebagai dampak dari peningkatan
otot pernafasan karena mengalami hipoksemia kronis dan
hiperkapni sehingga terjadi hipermetabolisme. Malnutrisi akan
meningkatkan angka kematian pada pasien PPOK karena
berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan perubahan analisa
gas darah.
6. Rehabilitasi
Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan
toleransi pasien PPOK terhadap katifitas fisik yaitu:
menyesuaikan aktifitas, latihan batuk efektif dan latihan
pernafasan. Pada penyakit PPOK ini rehabilitasi dilakukan selamanya dan
seumur hidup.

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi ( Foto Thoraks )
Hasil pemeriksaan radiologi dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat,
jantung pendulum dan ruang restrosternal melebar. Meskipun kadang-
kadang hasil pemeriksaan radiologi masih normal pada PPOK ringan
tetapi pemeriksaan radiologi berfungsi untuk menyingkirkan diagnosis
penyakit paru lainnya.
b. Analisa gas darah
Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada hippoksemia kronis
kadar hemiglobin dapat meningkat.
c. Faal paru
1) Volume residu (VR), kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasitas
Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
2) DLCO menurun pada emfisema
3) Raw meningkat pada bronkitis kronik
4) Sgaw meningkat
5) Variabiliti Harian APE kurang dari 20%
d. Uji latih kardiopulmoner
1) Sepeda statis (ergocycle)
2) Jentera (treadmili)
e. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat heipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hiperaktiviti bronkus derajat ringan
f. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau meltiprednisolon) sebanyak 30-50 mg per hari selama
2 minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator>20% dan
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal
paru setelah pemberian kortikosteroid
J. Pathway

Jalan nafas Asap tembakau dan Predisposisi genetik


menyempit polusi udara (defisiensi alfa antitripsin)

Ketidakefektifan Dinding bronkus Gangguan pembersihan Sekat dan jaringan


bersihan jalan nafas menebal paru-paru penyokong hilang

Penurunan Penyempitan
Edema dan Peradangan brokus dan Saluran nafas kecil
kerja silia saluran nafas
inflamasi bronkiolus kolaps saat ekspirasi

Sekresi lendir Obstruksi


Pelepasan mediator Obstruksi jalan nafas PLE (Emfisema Panlobular)
meningkat
kimia akibat peradangan

Penumpukan Ventilasi Dindig bronkiolus melemah


di jalan nafas tergangu Merangsang dan alveoli pecah
Hipoventilasi alveolar
reseptor nyeri pada
bronkus
Dispnea/sesak Saluran nafas kecil kolaps
Airway tidak bersih Bronkitis kronis
sewaktu ekspirasi
Nyeri akut

Ketidakefektifan pola CLE bronkitis kronis CLE Emfisema


nafas Sentriolobular

PPOK

Proses perjalanan penyakit yang panjang

Sesak nafas

Nafsu makan menurun

Penurunan BB secara drastis

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS
1. Pengkajian Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK :
1) Aktifitas dan istirahat :
Gejala :
a. Keletihan, kelemahan, malaise
b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena
sulit bernafas
c. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi
d. Dispnea pada saat istirahat
Tanda :
a. Keletihan
b. Gelisah, insomnia
c. Kelemahan umum
2) Sirkulasi
Gejala
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda
a. Peningkatan tekanan darah
b. Peningkatan frekuensi jantung
c. Distensi vena leher
d. Edema dependent, tidak berhubungan dengan jantung
e. Bunyi jantung redup berhubungan dengan AP dada
f. Warna kulit atau membran mukosa normal atau abu-abu atau
sianosis
g. Pucat dapat menunjukkan anemia
3) Integritas Ego
Gejala
a. Peningkatan faktor risiko
b. Perubahan pola hidup
Tanda
Ansietas, ketakutan dan peka rangsang
4) Makanan atau cairan
Gejala dan Tanda
a. Mual atau muntah
b. Nafssu makan buruk
c. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat
badan menunjukkan edema (bronkitis)
5) Hygine
Gejala
Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda
Kebersihan buruk dan bau badan
6) Pernafasan
Gejala
a. Nafas pendek
b. Batuk menetap dengan sputum setiap hari
c. Riwayat pneumonia berulang
d. Faktor keluarga dan keturunan
e. Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
7) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus-menerus
Tanda
a. Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat
b. Penggunaan bantu pernafasan
c. Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP
d. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sapai 5 kata sekaligus
8) Keamanan
Gejala
a. Riwayat reaksi alergi
b. Adanya infeksi
c. Kemerahan atau berkeringat (asma)
9) Seksualitas
Gejala penurunan libido
10) Interaksi sosial
Gejala
a. Hubungan ketergantungan
b. Kurang sistem pendukung
c. Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atauu orang
terdekat
Tanda
Ketidakmampuan membuat atau memepertahanan suara karena
distress pernafasan
11) Penyuluhan atau pembeljaran
Gejala
a. Kesulitan menghentikan merokok
b. Penggunaan alkohol secara teratur
c. Kegagalan untuk membaik
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan, diagnosa yang mungkin
muncul pada penderita PPOK yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) b.d penyakit paru
obstrukti kronis d.d peningkatan produksi sputum
b. Ketidakefektifan pola nafas (00032) b.d dispnea d.d penyempitan
saluran pernafasan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) b.d
faktor biologis d.d Ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernapasan
3. Perencanaan Keperawatan
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1. Domain 11. Status pernafasan : Manajemen jalan nafas
Keamanan / Kepatenan jalan nafas 1. Posisikan pasien
perlindungan Tujuan : untuk
Kelas 2. Cedera Jalan nafas stabil memaksimalkan
Fisik Kriteria hasil : ventilasi
Ketidakefektifan Status pernafasan 2. Lakukan
bersihan jalan 1. Kepatenan jalan fisioterapi dada
nafas b.d penyakit nafas dari skala 2 sebagaimana
paru obstrukti (deviasi yang cukup mestinya
kronis d.d cukup berat dari 3. Buang sekret
peningkatan kisaran normal) ke dengan
produksi sputum skala 4 (deiasi memotivasi
ringan dari kisaran pasien untuk
normal) melakukan
2. Irama pernafasan batuk atau
dari skala 2 (deviasi menyedot lendir
yang cukup cukup 4. Instruksikan
berat dari kisaran bagaimana agar
normal) ke skala 4 bisa melkukan
(deviasi ringan dari batuk efektif
kisaran nomal) 5. Posisikan untuk
3. Reaksi dinding dada meringankan
dari skala 2 (berat) sesak nafas
ke skala 4 (ringan) Terapi oksigen
Manajemen diri : penyakit 1. Pertahankan
paru obstruktif kronis kepaatenan
1. Mencari informasi jalan nafas
tentang cara 2. Siapkan
mencegah peralatan
komplikasi dari oksigen dan
skala 2 (jarang berikan melalui
menunjukkan) ke sistem
skala 4 (sering humidifier
menunjukkan) 3. Monitor aliran
2. Berpatisipasi dalam oksigen
rehabilitasi paru dari 4. Monitor
skala 2 (jarang efektifitas terapi
menunjukkan) ke oksigen dengan
skala 4 (sering tepat
menunjukkan) 5. Monitor
3. Menyeimbangkan kemampuan
aktivitas dengan pasien untuk
istirahat dari skala 2 mentolerir
(jarang pengangkatan
menunjukkan)ke oksien ketika
skala 4 (sering makan
menunjukkan) Penghisapan lendir
Pengetahuan : manajemen pada jalan nafas
asma 1. Tentukan
1. Tanda dan gejala perlunya
asma dari skala 2 suksion mulut
(pengetahuan atau trakhea
terbatas) ke skala 4 2. Informasikan
(pengetahuan kepada pasien
banyak) dan keluarga
2. Teknik pernafasan tentang
yang efektif dari pentingnnya
skala 2 (pengetahuan tindakan
terbatas) ke skala 4 suksion
(penegtahuan 3. Monitor adanya
banyak) nyeri
3. Strategi untuk 4. Monitor status
menyeimbangkan oksigenasi
aktivitas dan pasien
istirahat dari skala 2 5. Monitor dan
(penegtahuan catat warna,
terbatas) ke skala 4 jumlah dan
(penegtahuan konsisten sekret
banyak)

2. Domain 4. Status Pernafasan : Peningkatan


Aktivitas/ Istirahat Inspirasi/ekspirasi kembali (manajemen) batuk
Kelas 4. Respon normal 1. Monitor fungsi
kardiovaskular/ Tujuan : paru, terutama
pulmonal Pola pernafasan stabil kapasitas vital,
Ketidakefektifan Kriteria hasil : tekanan
pola nafas b.d Status pernafasan : inspirasi
dispnea d.d pertukaran gas maksimal,
penyempitan 1. Tekanan parsial tekanan volume
saluran pernafasan oksigen di darah ekspirasi 1 detik
arteri (Pao3) dari sesuai dengan
skala 2 (deviasi yang kebutuhan
cukup cukup berat 2. Dukung pasien
dari kisaran normal) menarik nafas
ke skala 4 (deviasi dalam beberapa
ringan dari kisaran kali
normal) 3. Minta pasien
2. Tekanan parsial untuk menarik
karbondioksida di nafas dalam,
darah arteri (Pao2) bungkukkan ke
dari skala 2 (deviasi depan, lakukan
yang cukup cukup tiga atau empat
berat dari kisaran kali hembusan
normal) ke skala 4 (untuk
(deviasi ringan dari membuka area
kisaran normal) glottis)
3. Dispnea dengan Pengurangan
aktivitas ringan dari kecemasan
skala 2 (berat) ke 1. Gunakan
skala 4 (ringan) pendekatan
Status pernafasan : yang tenang dan
Kepatenan jalan nafas meyakinkan
1. Frekuensi 2. Berikan
pernafasan dari skala informasi
2 (deviasi yang faktual terkait
cukup cukup berat diagnosis
dari kisaran normal) perawatan dan
ke skala 4 (deviasi prognosis
ringan dari kisaran 3. Dorong
normal) keluarga untuk
2. Kedalaman inspirasi mendampingi
dari skala 2 (deviasi klien dengan
yang cukup cukup cara yang tepat
berat dari kisaran Monitor tanda-tanda
normal) ke skala 4 vital
(deviasi ringan dari 1. Monitor tekanan
kisaran normal) darah, nadi,
3. Kemampuan suhu dan status
mengeluarkan sekret pernafasan
dari skala 2 (deviasi dengan cepat
yang cukup cukup 2. Monitor suara
berat dari kisaran paru-paru
normal) ke skala 4 3. Monitor pola
(deviasi ringan dari nafas abnormal
kisaran normal)
3. Domain 2. Tujuan : Manajemen gangguan
Nutrisi Berat badan stabil makan
Kelas 1. Makan Kriteria hasil : 1. Dorong klien
Ketidakseimbanga Nafsu makan : untuk
n nutrisi kurang 1. Hasrat/ keinginan mendiskusikan
dari kebutuhan untuk makan dari makanan yang
tubuh b.d faktor skala 2 (banyak disukai bersama
biologis d.d terganggu) ke skala dengan ahli gizi
penurunan fungsi 5 (tidak terganggu) 2. Monitor asupan
paru dan 2. Intake makanan dari kalori makanan
perubahan analisa skala 2 (banyak harian
gas darah. terganggu) ke skala 3. Observsi klien
4 (sedikit terganggu) selama dan
Status nutrisi : asupan setelah
makanan dan cairan pemeberian
1. Asupan makanan makan/
secara oral dari skala makanan ringan
2 (sedikit adekuat) untuk
ke skala 4 (sebagian meyakinkan
besar adekuat) bahwa
2. Asupan cairan intake/asupan
intravena dari skala makanan yang
2 (sedikit adekuat) cukup tercapai
ke skala 4 (sebagian dan
besar adekuat) dipertahankan
4. Beri tanggung
jawab terkait
dengan pilihan-
pilihan makanan
dan aktivitas
fisik dengan
klien dengan
cara yang tepat
5. Monitor berat
badan klien
secara rutin
Manajemen nutrisi
1. Tentukan status
gizi pasien dan
kemampuan
pasien untuk
memenuhi
kebutuhan gizi
2. Identifikasi
adanya alergi
atau toleransi
makanan yang
dimiliki pasien
3. Tentukan
jumlah kalori
dan jenis nutrisi
yang
dibutuhkan
untuk
memenuhi
persyaratan gizi
4. Berikan pilihan
makanan sambil
menawarkan
bimbingan
terhadap pilihan
makanan yang
lebih sehat, jika
diperlukan
DAFTAR PUSTAKA

Chalik, R. 2016. Anatomi Fisiologi Manusia. Edisi 1. Jakarta: Kementrian


Kesehatan RI.

Herdman T.Heather, dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan:


Definisi dan klasifikasi 2015-2017, Ed 10. Jakarta: Kedokteran EGC

Asih Niluh Gede Yasmin, dan Christantie Effendy. 2004. Keperawatan Medikal
Bedah: Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Kedokteran
EGC

Oemiati Ratih. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK). Media of Health Research and Development. Vol 23, No 2
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/3130 {
diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 }

Sinaga Jenni, dkk. 2017. Ppok Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Studi
Kasus Kontrol Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Kabupaten Dairi
Tahun 2017. Vol 1, No 2
http://www.ejournal.akperkesdambinjai.ac.id/index.php/Jur_Kes_Dam/arti
cle/view/53 { Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018}

Anda mungkin juga menyukai