KRONIS (PPOK)
oleh :
Noviana Intan Putri C. P
NIM 162310101229
TIM PEMBIMBING
_________________________ _________________________
NIP…………………………… NIP............................................
Kepala Ruangan
Ruang Melati RSD Balung
_____________________________
NIP ………………………………..
BAB 1. KONSEP TEORI PPOK
D. Etiologi
1) Genetik sebagai faktor risiko yang pernah di ditemukan adalah
defisiensi berat antitripsin alfa-1, yang merupakan inhibitor dari
sirkulasi serin protease. Walaupun defisiensi antitripsin alfa-1 relevan
hanya pada sedikit populasi di dunia, itu cukup menggambarkan
interaksi antara genetik dan paparan lingkungan dapat menyebabkan
PPOK. Risiko genetik terhadap keterbatasan bernafas telah di
observasi pada saudaraatau orang terdekat penderita PPOK berat yang
juga merokok, dengan sugesti dimana genetik dan faktor lingkungan
secara bersamaan dapat mempengaruhi terjadinya PPOK. Gen tunggal
seperti gen yang memberi kode matriks metalloproteinase 12
(MMP12) berhubungan dengan menurunnya fungsi paru (GOLD,
2014).
2) Umur dan Jenis Kelamin, Umur sering dikaitkan sebagai faktor risiko
PPOK. Masih belum jelas apakah keadaan fisik yang menurun pada
usia tua atau akibat pajanan lingkungan yang secara kumulatif didapat
di sepanjang hidup yang menjadi penyebab PPOK. Sebelumnya,
kebanyakan penelitian menunjukkan prevalensi dan angka mortalitas
lebih tinggi pada pria dibanding wanita. Namun pada data di negara
berkembang menunjukkan bahwa prevalensi penyakit pada pria
maupun wanita hampir sama, mungkin akibat perubahan pola merokok
tembakau di masyarakat. Beberapa penelitian juga memperkirakan
wanita lebih mudah terkena efek rokok tembakau dibanding pria
(GOLD, 2014).
3) Pertumbuhan dan Perkembangan Paru, berhubungan dengan proses
masa kehamilan, kelahiran, dan pajanan pada masa kecil dan remaja.
Sebuah penelitian besar, secara meta analisis menemukan hubungan
positif antara berat lahir pada masa dewasa dan beberapa menemukan
infeksi paru saat anak-anak (GOLD, 2014).
4) Merokok. Di seluruh dunia, merokok merupakan faktor risiko paling
umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi gejala gangguan pernafasan
dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok. Angka penurunan
FEV1, dan angka mortalitas lebih tinggi didapat pada perokok
dibanding non perokok. Paparan asap rokok pada perokok pasif juga
merupakan faktor risiko terjadinya gangguan pernafasan dan PPOK
dengan peningkatan kerusakan paru akibat partikel dan gas yang
masuk. Pada penelitian yang telah dilakukan di negara-negara Eropa
dan Asia, menunjukkan bahwa adanya hubungan antara merokok dan
terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan cohort
(Eisner et al, 2010).
5) Paparan lingkungan kerja, seperti debu organik dan anorganik, bahan
kimia dan asap dari bahan kimia, tidak begitu dipermasalahkan sebagai
faktor risiko PPOK. Eisner dkk (2010) sudah menemukan cukup bukti
untuk menyimpulkan bahwa adanya hubungan antara paparan
lingkungan kerja dan peningkatan keparahan PPOK. Hubungan yang
konsisten antara paparan lingkungan kerja dan PPOK tersebut sudah
diobservasi dengan penelitian epidemiologi multipel berkualitas tinggi.
6) Polusi udara, di daerah kota dengan level tinggi sangat menyakitkan
bagi pasien PPOK. Penelitian cohort longitudinal menunjukkan bukti
kuat tentang hubungan polusi udara dan penurunan pertumbuhan
fungsi paru di usia anak-anak dan remaja. Hubungan tersebut
diobservasi dengan ditemukannya karbon hitam di makrofag pada
saluran pernafasan dan penurunan fungsi paru yang progresif. Hal ini
menunjukkan hal yang masuk akal secara biologi bagaimana peran
polusi udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru (GOLD,
2014).
7) Asma. Asma tidak digolongkan sebagai PPOK karena bersifat
reversibel (Ward, Leach & Wiener, 2007). Ada hubungan antara asma
kronik dengan obstruksi jalan napas dan percepatan penurunan fungsi
paru. Karena obstruksi jalan napas dapat menyebabkan PPOK, dapat
disimpulkan bahwa asma, dengan atau tanpa faktor risiko tambahan,
dapat menjadi predisposisi terjadinya PPOK (GOLD, 2014).
E. Patofisiologi
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada
PPOK yang di akibatkan oleh adanya peruabhan yang khas pada saluran
nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang
dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural
pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil
dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam
dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas.
Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi paru-paru.
Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan
dinding dada sehingga terjadi penurunan kekuatan kontraksi otot
pernafasan dan menyebabkan sulit bernafas. Kandungan asap rokok dapat
merangsang terjadinya peradangan kronik paru paru. Mediator peradangan
dapat merusak struktur penunjang di paru-paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam
paru dan saluran udara kolaps. (Grece et al, 2011).
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yaitu
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan aliran darah
ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor
risiko merokok dan polusi udara menyebabkan proses inflamasi bronkus
dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis akan
terjadi obstruksi pada bronkiolus terminalis yang mengalami obstruksi
pada awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat
inspirasi akan banyak terjebak dalam alveolus pada saat ekspirasi
sehingga terjadi penumpukan udara (air trapping). Kondisi inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi (Price et al,
2003).
G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada PPOK menurut Mansjoer (2008) dan
GOLD (2010) yaitu, Malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang
manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak
khususnya yang muncul di pagi hari. Nafas pendek sedang yang
berkembang menjadi nafas pendek, sesak nafas akut, frekuensi nafas yang
cepat, penggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi lebih lama dari
pada inspirasi.
Tanda dan gejala umum muncul pada pasien dengan COPD atau
PPOK adalah
1) Batuk produktif, pada awalnya intermiten dan kemudian terjadi hampir
tiap hari seiring waktu
2) Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukupurulent sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan
tambahan untuk bernafas batuk dan ekspektorasi dimana cenderug
meningkat dan maksimal pada pagi hari
3) Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan
berkembangnya penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan
terjadi dengan aktivitas minmal dan bahkan pada saat istirahat akibat
semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara
4) Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang,
ronchi dan hiperresonansi pada perkusi
5) Anoreksia
6) Penurunan berat badan dan kelemahan
7) Takikardi, berkeringat
8) Hipoksia
Semua penyakit pernafasan dikarakteristikan oleh obstruksi koronis pada
aliran udara. Penyebab utama obstruksi bermacam-macam, misalnya :
1) Inflamasi jalan nafas
2) Pelengketan mukosa
3) Penyempitan lumen jalan nafas
4) Kerusakan jalan nafs
5) Takipnea
6) Ortopnea (Doenges, 1999:152)
H. Penatalaksanaan PPOK
PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan
irreversible. Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan
stabil dan eksaserbasi akut. Penatalaksanaan PPOK berdasarkan PDPI
(2016):
a. Tujuan penatalaksanaan berdasarkan GOLD (2006) dan dan PDPI
(2016):
1) Meminimalkan gejala
2) Pencegahan terjadinya eksaserbasi
3) Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru
4) Peningkatan kualitas hidup
b. Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:
1. Edukasi
Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada PPOK keadaan stabil
yang dapat dilakukan dalam jangka panjang karena PPOK merupakan
penyakit kronis yang progresif dan irreversible. Intervensi edukasi untuk
menyesuaikan keterbatasan aktifitas fisik dan pencegahan kecepatan
penurunan fungsi paru. Edukasi dilakukan menggunakan bahasa yang
singkat, mudah dimengerti dan langsung pada inti permasalahan yang
dialami pasien. Pelaksanaan edukasi seharusnya dilakukan berulang
dengan materi edukasi yang sederhana dan singkat dalam satu kali
pertemuan.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
a) Mengetahui proses penyakit
b) Melakukan pengobatan yang optimal
c) Mencapai aktifitas yang maksimal
d) Mencapai peningkatan kualitas hidup
Materi edukasi yang dapat diberikan yaitu:
a) Dasar- dasar penyakit PPOK
b) Manfaat dan efek samping obat-obatan
c) Mencegah penyakit tidak semakin memburuk
d) Menjauhi faktor penyebab (seperti merokok)
e) Menyesuaikan aktifitas fisik
Materi edukasi menurut prioritas yaitu:
a) Penyampaian berhenti merokok dilakukan pada saat pertama
kali penegakan diagnosis PPOK.
b) Penggunaan dari macam-macam dan jenis obat yang meliputi:
cara penggunaan, waktu penggunaan dan dosis yang benar serta
efek samping penggunaan obat.
c) Waktu dan dosis penggunaan oksigen. Mengenal efek samping
kelebihan dosis penggunaan oksigen dan cara mengatasi efek
samping penggunaan oksigen tersebut.
d) Mengetahui gejala eksaserbasi akut dan penatalaksanannya
seprti adanya sesak dan batuk, peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, dan menjauhi penyebab eksaserbasi.
e) Penyesuaian aktifitas hidup dengan berbagai keterbatasan
aktifitasnya.
2. Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotic, anti peradangan, anti
oksidan, mukolitik dan antitusif.
3. Terapi oksigen Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang progresif
dan berkepanjangan sehingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.
Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di
otot maupun organ-organ lainnya.
4. Ventilasi mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada eksaserbasi dengan
adanya gagal nafas yang akut, gagal nafas akut pada gagal nafas
kronis atau PPOK derajat berat dengan gagal nafas kronis.
Ventilasi mekanis dapat dilakukan di rumah sakit (ICU) dan di
rumah.
5. Nutrisi
Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang disebabkan
meningkatnya kebutuhan energi sebagai dampak dari peningkatan
otot pernafasan karena mengalami hipoksemia kronis dan
hiperkapni sehingga terjadi hipermetabolisme. Malnutrisi akan
meningkatkan angka kematian pada pasien PPOK karena
berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan perubahan analisa
gas darah.
6. Rehabilitasi
Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan
toleransi pasien PPOK terhadap katifitas fisik yaitu:
menyesuaikan aktifitas, latihan batuk efektif dan latihan
pernafasan. Pada penyakit PPOK ini rehabilitasi dilakukan selamanya dan
seumur hidup.
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi ( Foto Thoraks )
Hasil pemeriksaan radiologi dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat,
jantung pendulum dan ruang restrosternal melebar. Meskipun kadang-
kadang hasil pemeriksaan radiologi masih normal pada PPOK ringan
tetapi pemeriksaan radiologi berfungsi untuk menyingkirkan diagnosis
penyakit paru lainnya.
b. Analisa gas darah
Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada hippoksemia kronis
kadar hemiglobin dapat meningkat.
c. Faal paru
1) Volume residu (VR), kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasitas
Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
2) DLCO menurun pada emfisema
3) Raw meningkat pada bronkitis kronik
4) Sgaw meningkat
5) Variabiliti Harian APE kurang dari 20%
d. Uji latih kardiopulmoner
1) Sepeda statis (ergocycle)
2) Jentera (treadmili)
e. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat heipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hiperaktiviti bronkus derajat ringan
f. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau meltiprednisolon) sebanyak 30-50 mg per hari selama
2 minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator>20% dan
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal
paru setelah pemberian kortikosteroid
J. Pathway
Penurunan Penyempitan
Edema dan Peradangan brokus dan Saluran nafas kecil
kerja silia saluran nafas
inflamasi bronkiolus kolaps saat ekspirasi
PPOK
Sesak nafas
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS
1. Pengkajian Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK :
1) Aktifitas dan istirahat :
Gejala :
a. Keletihan, kelemahan, malaise
b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena
sulit bernafas
c. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi
d. Dispnea pada saat istirahat
Tanda :
a. Keletihan
b. Gelisah, insomnia
c. Kelemahan umum
2) Sirkulasi
Gejala
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda
a. Peningkatan tekanan darah
b. Peningkatan frekuensi jantung
c. Distensi vena leher
d. Edema dependent, tidak berhubungan dengan jantung
e. Bunyi jantung redup berhubungan dengan AP dada
f. Warna kulit atau membran mukosa normal atau abu-abu atau
sianosis
g. Pucat dapat menunjukkan anemia
3) Integritas Ego
Gejala
a. Peningkatan faktor risiko
b. Perubahan pola hidup
Tanda
Ansietas, ketakutan dan peka rangsang
4) Makanan atau cairan
Gejala dan Tanda
a. Mual atau muntah
b. Nafssu makan buruk
c. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat
badan menunjukkan edema (bronkitis)
5) Hygine
Gejala
Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda
Kebersihan buruk dan bau badan
6) Pernafasan
Gejala
a. Nafas pendek
b. Batuk menetap dengan sputum setiap hari
c. Riwayat pneumonia berulang
d. Faktor keluarga dan keturunan
e. Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
7) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus-menerus
Tanda
a. Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat
b. Penggunaan bantu pernafasan
c. Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP
d. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sapai 5 kata sekaligus
8) Keamanan
Gejala
a. Riwayat reaksi alergi
b. Adanya infeksi
c. Kemerahan atau berkeringat (asma)
9) Seksualitas
Gejala penurunan libido
10) Interaksi sosial
Gejala
a. Hubungan ketergantungan
b. Kurang sistem pendukung
c. Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atauu orang
terdekat
Tanda
Ketidakmampuan membuat atau memepertahanan suara karena
distress pernafasan
11) Penyuluhan atau pembeljaran
Gejala
a. Kesulitan menghentikan merokok
b. Penggunaan alkohol secara teratur
c. Kegagalan untuk membaik
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan, diagnosa yang mungkin
muncul pada penderita PPOK yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) b.d penyakit paru
obstrukti kronis d.d peningkatan produksi sputum
b. Ketidakefektifan pola nafas (00032) b.d dispnea d.d penyempitan
saluran pernafasan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) b.d
faktor biologis d.d Ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernapasan
3. Perencanaan Keperawatan
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
INTERVENSI (NIC)
O KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1. Domain 11. Status pernafasan : Manajemen jalan nafas
Keamanan / Kepatenan jalan nafas 1. Posisikan pasien
perlindungan Tujuan : untuk
Kelas 2. Cedera Jalan nafas stabil memaksimalkan
Fisik Kriteria hasil : ventilasi
Ketidakefektifan Status pernafasan 2. Lakukan
bersihan jalan 1. Kepatenan jalan fisioterapi dada
nafas b.d penyakit nafas dari skala 2 sebagaimana
paru obstrukti (deviasi yang cukup mestinya
kronis d.d cukup berat dari 3. Buang sekret
peningkatan kisaran normal) ke dengan
produksi sputum skala 4 (deiasi memotivasi
ringan dari kisaran pasien untuk
normal) melakukan
2. Irama pernafasan batuk atau
dari skala 2 (deviasi menyedot lendir
yang cukup cukup 4. Instruksikan
berat dari kisaran bagaimana agar
normal) ke skala 4 bisa melkukan
(deviasi ringan dari batuk efektif
kisaran nomal) 5. Posisikan untuk
3. Reaksi dinding dada meringankan
dari skala 2 (berat) sesak nafas
ke skala 4 (ringan) Terapi oksigen
Manajemen diri : penyakit 1. Pertahankan
paru obstruktif kronis kepaatenan
1. Mencari informasi jalan nafas
tentang cara 2. Siapkan
mencegah peralatan
komplikasi dari oksigen dan
skala 2 (jarang berikan melalui
menunjukkan) ke sistem
skala 4 (sering humidifier
menunjukkan) 3. Monitor aliran
2. Berpatisipasi dalam oksigen
rehabilitasi paru dari 4. Monitor
skala 2 (jarang efektifitas terapi
menunjukkan) ke oksigen dengan
skala 4 (sering tepat
menunjukkan) 5. Monitor
3. Menyeimbangkan kemampuan
aktivitas dengan pasien untuk
istirahat dari skala 2 mentolerir
(jarang pengangkatan
menunjukkan)ke oksien ketika
skala 4 (sering makan
menunjukkan) Penghisapan lendir
Pengetahuan : manajemen pada jalan nafas
asma 1. Tentukan
1. Tanda dan gejala perlunya
asma dari skala 2 suksion mulut
(pengetahuan atau trakhea
terbatas) ke skala 4 2. Informasikan
(pengetahuan kepada pasien
banyak) dan keluarga
2. Teknik pernafasan tentang
yang efektif dari pentingnnya
skala 2 (pengetahuan tindakan
terbatas) ke skala 4 suksion
(penegtahuan 3. Monitor adanya
banyak) nyeri
3. Strategi untuk 4. Monitor status
menyeimbangkan oksigenasi
aktivitas dan pasien
istirahat dari skala 2 5. Monitor dan
(penegtahuan catat warna,
terbatas) ke skala 4 jumlah dan
(penegtahuan konsisten sekret
banyak)
Asih Niluh Gede Yasmin, dan Christantie Effendy. 2004. Keperawatan Medikal
Bedah: Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Kedokteran
EGC
Sinaga Jenni, dkk. 2017. Ppok Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Studi
Kasus Kontrol Di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Kabupaten Dairi
Tahun 2017. Vol 1, No 2
http://www.ejournal.akperkesdambinjai.ac.id/index.php/Jur_Kes_Dam/arti
cle/view/53 { Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018}