Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN APRIL 2016


UNIVERSITAS TADULAKO

“MALFORMASI ANOREKTAL”

Oleh:
Sakina Usman, S.Ked
N 111 14 011
Pembimbing Klinik:
dr. H. Arif Husain, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU
2016

0
BAB I

PENDAHULUAN

Malformasi anorektal merupakan kelainan bawaan anus yang disebabkan


oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari lempeng embrionik.
(R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010). Malformasi anorektal adalah anomali
kongenital termasuk di dalamnya anus imperforata dan kloka persisten. Insidensi
1 dari 5000 kelahiran, terjadi dengan angka yang sama antara perempuan dan laki-
laki. Anus imperforata merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan
antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi.
(Brunicardi, et al., 2012). Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf yang
berhubungan dengan anus juga sering mengalami malformasi dalam derajat yang
sama. Tulang belakang dan saluran urogenital juga dapat terlibat. Empat puluh
sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih defek
tambahan dari sistem organ lainnya. Defek urologi adalah anomali yang paling
sering berkaitan dengan malformasi anorektal, diikuti defek pada vertebra,
ekstremitas dan sistem kardiovaskular.

Penanganan atresia anus dilakukan sesuai dengan letak ujung atresia


terhadap otot dasar panggul, Untuk itu, anomali dapat dibagi menjadi supralevator
dan translevator. Penanganan dan diagnosis dini diperlukan agar penanganan yang
tepat dapat dilakukan.

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Embriologi

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan


hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon
asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan
ektoderm dari protoderm atau analpit. (T.W.Sadler, 2009).
Hindgut membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens,
sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. Endodern hindgut ini juga membentuk
lapisan dalam kandung kemih dan uretra. (T.W.Sadler, 2009).
Bagian akhir hindgut bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang
dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan.
Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka.
(T.W.Sadler, 2009).
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum
urorektal, pada sudut antara allantois dan hindgut.Sekat ini tumbuh kearah kaudal,
karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus urogenitalis
primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur
7 minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daerah ini
terbentuklah korpus parienalis. Membran kloaka kemudian terbagi menjadi
membran analis di belakang, dan membran urogenitalis di depan. (T.W.Sadler,
2009).

Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim,


yang dikenal sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu ke-9, membran
analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas
kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nadi hindgut,
yaitu arteri mesentrika inferior. Akan, tetapi sepertiga bagian bawah kanalis analis

2
berasal dari ektoderm dan diperdarahi oleh aa. Rektales, yang merupakan cabang
dari arteri pudenda interna. Tempat persambungan antara bagian endoderm dan
ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna
analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis
gepeng. (T.W.Sadler, 2009).

Gambar: Potongan sagital mudigah berbagai tahap perkembangan yang


memperlihatkan efek pelipatan sefalokaudal dan lateral pada posisi rongga yang
dilapisi endoderm

Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut.


Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan
anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra
levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada
anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan
otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter. (T.W.Sadler,
2009).

Tahap-tahap pertumbuhan terjadi pada formasi anatomi normal dari bagian


bawah yaitu anus, rektum dan saluran urogenital. Pada minggu ke-4 pertumbuhan
terdapat kloaka dan struktur yang disebut membran kloaka. Kloaka adalah struktur

3
normal pada burung dan ada pada manusia untuk waktu yang singkat pada tahap
pertumbuhan. Sebelum manusia lahir, kloaka adalah struktur dimana colon,
saluran urin, dan genital bermuara kemudian keluar dari tubuh melalui satu
lubang. Manusia melalui suatu tahap pertumbuhan dimana kloaka merupakan
struktur yang normal, kemudian tumbuh lubang yang terpisah untuk rektum dan
traktus urin dan pada wanita juga terbentuk vagina. Perkembangan normal ini juga
terjadi pada perkembangan struktur yang disebut membran kloaka. Jika membran
ini tidak berkembang normal, kloaka mungkin masih terdapat setelah kelahiran
pada wanita atau pada pria akan berkembang bentuk dari anus imperforata.
(T.W.Sadler, 2009).

Gambar: A. Hindgut masuk kebagian posterior kloaka, kanalis anorektalis


primitive; allantois masuk ke bagian anterior, sinus urogenitalis primitive. Septum
urorectal dibentuk oleh penyatuan mesoderm yang menutupi allantois dan yolk
salk. Membrana kloaka yang membentuk batas ventral kloaka, dibentuk oleh
ectoderm dan endoderm. B. sewaktu bagian kaudal mudigah terus mengalami
pelipatan, septum urorektal akan mendekati membrana kloaka, meskipun septum
ini tidak akan pernah berkontak dengan membrane tersebut. C. memanjangnya
tuberkulum genital menarik bagian urogenital kloaka ke arah anterior, pecahnya
membrana kloaka menciptakan sebuah lubang untuk hindgut dan sebuah lubang
untuk sinus urogenital. Ujung septum urorektal membentuk badan perineal.

2.2 Anatomi dan Fisiologi

4
Gambar 2. Anatomi Anorektal

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi


ektoderm, sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus
dan rektum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfanya
juga berbeda, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh
mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan
lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. (R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rektum dan kanalis
analis ditandai dengan perubahan jenis, epitel. Kanalis analis dan kulit luar di
sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan
nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka
terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum,
sementara fisura anus nyeri sekali. (R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta,


sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang
v.iliaka. Distri¬busi ini menjadi penting dalam upaya memahami cara penyebaran
keganasan dan infeksi serta terbentuknya hemoroid. Sistem limf dari rektum
mengalirkan isinya melalui pembuluh limf sepanjang pembuluh hemoroidalis

5
superior ke arah kelenjar limf paraaorta melalui kelenjar limf iliaka interna,
sedangkan limf yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar
inguinal. (R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya


mengarah ke ventrokranial yaitu ke arah umbilikus dan membentuk sudut yang
nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat Pada saat defekasi sudut
ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis
mukokutan, linea pektinata, atau linea dentata. Di daerah ini ter¬dapat kripta anus
dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi di sini dapat
menimbulkan abses, anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar-
sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok
dubur. (R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

Usus besar terdiri atas colon, rektum dan anus. Di dalam colon tidak
terjadi pencernaan. Sisa makanan yang tidak dicerna di dorong ke bagian
belakang dengan gerakan peristaltik. Air dan garam mineral diabsorbsi kembali
oleh dinding colon yaitu colon ascendenss. Sisa makanan berada pada colon
selama 1 sampai 4 hari. Pada waktu pembusukan dibantu oleh bacteria E. Coli.
Selanjutnya dengan gerakan peristaltik, sisa makanan terdorong sedikit demi
sedikit ke tempat penampungan tinja yaitu di rektum. Apabila lambung dan usus
halus telah terisi makanan kembali akan merangsang colon untuk melakukan
defekasi (reflek gastrokolik). Peregangan rektum oleh feses akan mencetuskan
kontraksi reflek otot-otot rektum dan keinginan BAB pada saat tekanan rektum
meningkat sampai sekitar 18 mmHg. Apabila tekanan ini mencapai 15 mmHg,
sfingter interior maupun eksterior melemas dan isi rektum terdorong keluar.
Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter eksterior tercapai, terjadilah kontraksi
otot-otot abdomen (mengejan), sehingga membantu refleks pengosongan rektum
yang teregang. (R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

Distensi dari rectum oleh feses menginisiasi kontraksi reflex dari otot-
ototnya dan membuat keinginan untuk BAB. Pada manusia, saraf simpatis

6
mensuplai sfingter anal interna sebagai eksitatori, dimana parasimpatisnya sebagai
inhibitor. Sfingter ini rileks ketika rectum distensi. Suplai saraf ke sfingter anal
eksterna, otot skeletal berasal dari saraf pudenda. Sfingter ini terjaga dalam
keadaan kontraksi tonik, dan adanya distensi yang bertambah pada rectum akan
menambah tekanan dari kontraksi otot. Keinginan untuk BAB pertama kali
muncul pada saat tekanan rectum sekitar 18 mmHg. Ketika tekanan mencapai 55
mmHg, sfingter interna maupun eksterna rileks dan isi dari rectum dikeluarkan.

Kontinensia berhubungan dengan fungsi normal dari otot sfingter yang


mengelilingi anus dan rektum dan derajat dimana mereka ada dan mendapatkan
stimulasi saraf yang cukup. Perkembangan sakrum terjadi pada saat yang sama
dengan perkembangan anus, rektum, dan sfingter. Ini adalah hal yang penting
karena saraf yang terletak dekat sakrum yang mensuplai otot sfingter yang
mengontrol kontinensia. Jika sakrum tidak berkembang normal, saraf ini mungkin
tidak berkembang atau tidak berfungsi normal. Pada perkembangannya terdapat
reseptor sensori pada garis dasar dari anal kanal yang penting untuk kontinensia.
Bagian ini mungkin tidak ada pada anak dengan anus imperforata. Nomalnya
manusia memiliki 3 kelompok otot di sekitar anus dan rektum yang penting untuk
kontinensia. Sfingter eksterna, sfingter interna, dan kompleks levator. Anak yang
lahir dengan anus imperforata memiliki disfungsi atau tidak adanya komponen ini.
Sfingter interna dan eksterna mengontrol kemampuan untuk membuat anus
menutup. Beberapa bagian dari muskulus levator ani berbentuk seperti kerucut
yang mengelilingi anus dan rektum. Ketika otot ini mengkerut maka rektum akan
tertarik ke depan menambah sudut usus besar sebelum masuk anal kanal. Sudut
rektoanal yang tepat dapat membantu mempertahankan kontinensia dengan
manghambat feses yang terbentuk memasuki anal kanal. Otot levator juga disuplai
oleh saraf yang dekat dengan sakrum, hal ini penting jarena sebagai aturan umum,
jika ada bagian dari sakrum yang hilang maka saraf yang berhubungan dengan
sakrum tersebut mungkin juga tidak ada. (R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

Inervasi

7
Inervasi dari rectum melalui saraf simpatis dan parasimpatis, saraf
simpatis berasal dari segmen L1-3, membentuk plexus mesenterikus inferior,
melewati plexus hipogastrik superior, dan turun sebagai saraf hipogastrik untuk
plexus pelviks. (R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

Saraf parasimpatis berasal dari sacral dua, tiga, dan empat dan bergabung
dengan saraf hipogastrik anterior dan lateral menuju ke rectum dan membentuk
plexus pelviks, dan dimana serat lewat untuk membentuk plexus periprostatik.
Setelah melewati plexus pelvis dan periprostatik Serat saraf simpatik dan
parasimpatik menuju rectum dan sfingter anal juga prostat, buli-buli, dan penis.
Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan impotensi, disfungsi buli-buli, dan
kehilangan mekanisme normal dari defekasi. (R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

Sfingter interna diinervasi oleh serat dari simpatik dan parasmpatik.


Keduanya merupakan inhibitor dan menahan sfingter dalam keadaan kontraksi
yang konstans. Sfingter eksterna adalah otot skeletal yang diinervasi oleh saraf
pudendan dengan serat yang berasal dar S2-4. (R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

Segmen saraf yang berasal dari bagian sakrum mensuplai anus dan rektum,
uretra, buli-buli, dan vagina, termasuk berbagai komponen dari kompleks levator
ani (otot dan pelvis). Saraf ini juga berfungsi sebagai reseptor sensoris kulit pada
anus dan kulit sekitarnya. Batas dari anal kanal dan kulit di sekitar anus sangatlah
sensitif terhadap rasa sakit, sentuhan dingin, tekanan, regangan, dan gesekan.
Bukti menunjukkan bahwa reseptor sensori yang sejenis terdapat pada otot-otot
pelvis yang mengelilingi. Reseptor ini dapat membedakan isi rektum yang keras,
cair, atau gas. Anal kanal dan rektum di atas batas anal adalah yang paling tidak
sensitif terhadap nyeri tetapi sangat sensitif terhadap regangan. Kontinensia feses
terhadi pada saat batas anal, dinding rektum, dan otot yang mengelilinginya
menerima sensasi yang cukup dan diproses secara normal pada otak dan kemudian
sinyal yang cukup dikirim kembali ke berbagai otot yang mengontrol kontinensia.
Pada keadaan yang normal anal kanal tertutup kecuali ketika terjadi pergerakan
usus. Ketika defekasi terjadi, tekanan abdomen meningkat dan menyebabkan

8
dinding pelvis melemah dan otot-otot yang membuat kontinensia menjadi rileks.
(R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010)

2.3.Definisi

Malformasi anorektal merupakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh


gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari lempeng embrionik.
(R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010).

2.4.Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1


dalam 5000 kelahiran (Brunicardi, et al., 2012).

2.4 Patofisiologi
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal
pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan yaitu adanya obstruksi
dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan
infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi, umumnya
fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak
rendah, fistula menuju ke urethra (rektourethralis).
Atresia anorektal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses
pemisahan. Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang
terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan

9
penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator, septum
urorektal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan
penurunannya.
Urorektal dan rektovaginal bisa terjadi karena septum urorektal turun ke
bagian kaudal tidak cukup jauh, sehingga lubang paling akhir dari hindgut
berbelok ke anterior sehingga lubang akhir hindgut menuju ke uretra atau ke
vagina. Atresia rektoanal mungkin dapat meninggalkan jaringan fibrous atau
hilangnya segmen dari rektum dan anus, defek ini mungkin terjadi karena adanya
cedera vaskular pada regio ini sama dengan yang menyebabkan atresi pada bagian
lain dari usus. Anus imperforata terjadi ketika membran anal gagal untuk hancur.

2.5.Klasifikasi
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati
ischii kelainan disebut :

a. Letak tinggi (supralevator) yaitu rektum berakhir di atas m. levator ani


(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung distal rectum dengan kulit
perineum > 1 cm.
b. Letak intermediate, distal rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
c. Letak rendah yaitu rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak
antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
I. Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam
berbagai derajat.
II. Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya
membran anus.
III Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
macam jarak dari peritoneum.
IV. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum

10
Modifikasi Klasifikasi (Wingspread 1984)
Penggolongan anatomis untuk terapi dan prognosis: (R.Sjamsuhidajat & de Jong,
2010)
Laki-laki: Golongan I
Kelainan Tindakan
1. Fistel urine Kolostomi neonatus
2. Atresia rekti Operasi definitif
3. Perineum datar Usia 4-6 bulan
4. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram

Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal
rektum terhadap marka anus di kulit peritoneum. Pada teknik bayi diletakkan erek
terbalik (kepala di bawah) atau tidur telungkup (prone), dengan sinar horisontal
diarahkan ke trohanter mayor. Dinilai ujung udara yang ads di distal rektum ke
marka anus.

Laki-laki: Golongan II
Kelainan Tindakan
1. Fistel perineum
2. Membran anal meconeum tract Operasi definitif pada neonatus
3. Stenosis ani Tanpa kolostomi
4. Bucket handle
5. Tanpa fistel. Udara < 1 cm
dari kulit pada invertogram

Wanita: Golongan I
Kelainan Tindakan
1. Kloaka
2. Fistel vagina Kolostomi neonatus

11
3. Fistel anovestibuler atau
rektovestibuler
4. Atresia rekti
5. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram

Wanita : Golongan II
Kelainan Tindakan
1. Fistel perineum
2. Stenosis Operasi definitif pada neonatus
3. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram

Pada kelainan rendah (atau distal), rectum menembus otot levator anus
sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Kelainan
intermedia merupakan kelainan menengah, ujung rectum mencapai tingkat otot
levator anus tetapi tidak menembusnya, sedangkan kelainan pada supralevator
atau kelainan tinggi (proksimal) tidak mencapai tingkat otot levator anus, dengan
jarak antara ujung rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

Gambar. Klasifikasi Malformasi anorektal (Michael R. Harrison, Hanmin


Lee, Tippi MacKenzie, & Lan Vu, 2015)

12
Gambar. Klasifikasi Malformasi Anorektal (Levitt & Peña, 2007)

13
Gambar.Sindrom yang berhubungan dengan Malformasi anorektal (Levitt & Peña,
2007)

2.7.Diagnosis
Kelainan bentuk anorektum biasanya sedemikian jelas sehingga diagnosis
seringkali dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan
inspeksi secara cermat daerah perineum. Namun demikian, diagnosis kelainan
bentuk anorektum tipe I dan IV menurut klasifikasi Ladd dan Gross dapat
terlewatkan sampai diketahui bahwa bayi mengalami distensi perut dan tidak
dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekoneum. Bayi yang
mengalami kelainan tipe I, atau kelainan letak rendah, baik berupa stenosis
atau anus ektopik lazim mengalami kesulitan mengeluarkan mekoneum atau
mengeluarkan tinja yang menyerupai pita. Namun demikian, pada stenosis
yang ringan, bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa
bulan setelah lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya
obstruksi kronik saluran cerna bagian bawah di daerah stenosis, yang sering

14
bertambah berat akibat mengerasnya tinja. Pada pemeriksaan colok dubur
dapat ditemukan daerah stenosis pada saluran anus atau rektum bagian bawah..
Bayi dengan kelainan tipe II yang tidak disertai fistula, atau ukuran fistula
terlalu kecil untuk dilalui mekoneum, lazim akan mengalami obstruksi usus
dalam waktu 48 jam segera setelah lahir. Di daerah anus seharusnya terbentuk
umumnya terdapat suatu penonjolan membran tipis yang tampak lebih gelap
dari kulit di sekitarnya, karena mekoneum terletak di balik membran tersebut.
Jika disertai fistula anokutaneus, maka akan ditemukan fistula dari daerah
lekukan anus yang berjalan ke arah anterior di dalam jaringan subkutan sampai
jarak tertentu; mekoneum dapat keluarkan melalui fistula ini.
Pada bayi perempuan dapat ditemukan fistula anovestibular atau
rektovestibular; yang pertama jauh lebih sering dijumpai. Fistula ini seringkali
sukar terlihat dan untuk menemukannya maka labia perlu dipisahkan dengan
spekulum hidung berukuran kecil dan kemudian dilakukan pemeriksaan secara
teliti pada dinding belakang vestibulum vagina. Fistula anovestibular seringkali
sukar dibedakan dengan fistula rektovestibular.
Pada tipe III, atau kelainan letak tinggi atau juga dikenal sebagai agenesis
rektum, di tempat anus seharusnya terbentuk biasanya terdapat suatu lekukan
yang berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak dari kulit di
sekitarnya.
Sebagian besar tipe ini disertai adanya fistula, sehingga pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan muara lubang fistula pada dinding posterior vagina atau
perineum, atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria. Lubang fistula
rektovagina dapat ditemukan pada vestibulum atau jauh lebih tinggi pada
dinding posterior vagina di dekat serviks. Fistula rektourinaria, baik berupa
fistula rektouretra atau rektovesika, ditandai oleh keluarnya mekoneum serta
udara dari uretra. Fistula rektouretra jauh lebih banyak ditemukan dibanding
fistula rektovesika. Dari 41 kasus fistula rektourinaria yang ditemukan 37
kasus di antaranya berupa fistula rektouretra dan hanya 1 kasus berupa fistula
rektovesika, sementara 3 kasus lainnya tidak diketahui secara pasti.

15
Uretra di tempat mana lubang fistula rektourinaria membentuk suatu angulasi
ke arah atas. Oleh karena itu, kateter yang dimasukkan ke dalam uretra
seringkali lebih mudah masuk ke dalam rektum dibanding ke dalam kandung
kemih. Jika ditemukan keadaan semacam ini, maka fistula rektourin yang ada
mungkin berupa fistula rektouretra.
Diagnosis tipe IV dapat terlewatkan sampai beberapa hari karena bayi tampak
memiliki anus yang normal, namun saluran anus pendek dan berakhir buntu.
Manifestasi obstruksi usus terjadi segera setelah lahir karena bayi tidak dapat
mengeluarkan mekoneum. Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan
pemeriksaan colok dubur.

PENA menggunakan cara sebagai berikut:


1 Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :
· Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti
atresia letak rendah, dilakukan Minimal PSARP tanpa kolostomi
· Mekoneum (+) atresia letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan
8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram .Bila
· Akhiran rektum < 1 cm dari kulit disebut letak rendah
· Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi
Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan
rektoperinealis.

2 Pada bayi perempuan 90 % malformasi anorektal disertai dengan fistel. Bila


ditemukan
· Fistel perineal (+) minimal PSARP tanpa kolostomi.
· Fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih
dahulu.
· Fistel (-) invertrogram :
- Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti
- Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu

16
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didapatkan pada perineum,
vestibulum atau fistel perianal berarti letak rendah . Bila pada pemeriksaan tidak
ditemukan adanya fistel, maka mungkin terdapat kelainan letak tinggi atau rendah.

Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi
udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical
dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) bertujuan agar udara
berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.

1. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan rutin tetap harus dilakukan untuk mencari ke lain-lain 50%
sampai 60% penderita ini mempunyai kelainan kongenital di tempat lain.
Yang sering ditemukan adalah:
a. pada traktus genito urinarius
b. kelainan jantung
c. traktus gastrointestinal, misalnya atresia esofagus, atresia
duodenum
d. tulang, misalnya tulang radius tidak ada.

2. Pemeriksaan khusus untuk kelainan anorektal


a. Wanita
Umumnya pada 80-90% wanita ditemukan fistula ke vestibulum atau vagina,
hanya pada 10-20% tidak ditemukan fistel.
Golongan 1
1. Kloaka
Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus
tidak terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat
dilakukan kolostomi.
2. Fistel vagina
Mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar,
sebaiknya cepat dilakukan kolostomi.

17
3. Fistel vestibulum
Muara fistel di vulva di bawah vagina. Umumnya evakuasi feses lancar selama
penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai
makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam
keadaan optimal.
4. Atresia rekti
Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur
jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
5. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.

Golongan 2
1. Fistel perineum
Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat
berbentuk anus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marks anus yang
rapat ada di posteriornya. Umumnya menimbulkan obstipasi.
2. Stenosis ani
Lubang anus terletak di lokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses
tidak lancar. Sebaiknya secepat mungkin lakukan tetapi definitif
3. Tanpa fistel
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
b. laki-laki
Perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut:
1. Perineum: bentuk dan adanya fistel
2. Urine: dicari ada tidaknya butir-butir mekonium di urin.
Dari kedua hal tersebut di atas pada anak laki dapat dibuat golongan-golongan
seperti berikut:
Golongan 1

18
1. Fistel urine
Tampak mekonium keluar dari orificium urethrae eksternum. Fistula dapat
terjadi bila terdapat fistula baik ke urethra maupun ke vesika urinaria. Cara
praktis untuk membedakan lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine.
Bila keteter terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di urethra yang
terhalang kateter. Bila dengan kateter, urine berwarna hijau, berarti fistel ke
vesika urinaria. Evakuasi feses tidak lancar, dan penderita mernedukan
kolostomi segera.
2. Atresia rekti. Sama dengan wanita. Perineum datar. Menunjukkan bahwa
otot yang berfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.
3. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Karena tidak ada evakuasi feses
maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Golongan 2
1. Fistel perineum. Sama dengan wanita.
2. Membran anal. Anus tertutup selaput tipis dan sering tampak bayangan
jalan mekonium di bawah kulit. Evaluasi feses tidak ada. Secepat mungkin
sebaiknya dilakukan terapi definitif.
3. Stenosis ani. Sama dengan wanita.
4. Bucket handle (gagang ember).
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember.
Evakuasi feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.
5. Tanpa fistel
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi feses,
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.

Secara sederhana diagnosis MAR adalah sebagai berikut :


a. Pada bayi laki-laki :
- Bila ditemukan 2 lubang, maka kemungkinannya :
1. Anus normal, hanya terletak lebih anterior.

19
2. Fistula pada bagian anterior perineum; fistula anokutaneus.
3. Lubang kecil pada letak yang normal : stenosis anal membran, stenosis
anal/anorectal.
- Bila ditemukan 1 lubang periksa urine apakah mengandung
mekoneum/tidak :
1. Mekoneum (-) foto knee chest position, kemungkinannya :
- Letak tinggi : agenesis anorectal tanpa fistula, agenesis anal tanpa fistula
- Letak rendah : imperforata anal membran.
2. Mekoneum (+), kemungkinannya :
- Letak tinggi : fistula recto-urethral, rectobulber, rectovesical.
b. Pada bayi perempuan :
1. Mekoneum (+) periksa perineum dan semua lubang :
- 1 lubang : fistula rectokloaka
- 2 lubang : fistula rectovaginal
- 3 lubang : fistula anovestibuler, rectovestibuler
2. Mekoneum (-) fistula (-), kemungkinannya :
- anorectal agenesis tanpa fistula
- anal agenesis tanpa fistula
- imperforate anal membrane

2.8.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung klasifikasinya. Pada
malformasi anorektal letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada
beberapa waktu lalu penanganan malformasi anorektal menggunakan prosedur
abdominoperineal pullthrough (APPT), tapi metode ini banyak menimbulkan
inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries
pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero
sagital anorektoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus
dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
pemotongan fistel .

20
Bedah tradisional tidak memperbolehkan tindakan pada bagian posterior
midline Karena otot pada bagian ini dipercaya menyebabkan inkontinensia pada
anak-anak. Sehingga pendekatan dokter bedah untuk malformasi ini
menggunakan kombinasi melalui, abdomen, sacral, dan perineum dengan lapang
pandang yang terbatas
Abdominoperineal pullthrough dilakukan dengan membuka rongga
abdomen agar mendapat visualisasi yang jelas dan identifikasi yang tepat dari otot
puborektalis. Pada operasi “pullthrough” ini bagian usus yang terbawah
dimobilisasi, dan saluran baru dibuat melalui dinding pelvis dengan menggunakan
satu pasang forsep kurva melaluinya, dipertahankan agar tetap dekat dengan
uretra, menuju letak dari anus yang baru dimana rectum dijahit dengan kulit
perineum, membentuk hubungan mukokutaneus.
Secara umum, ketika terdapat lesi letak rendah, yang diperlukan hanyalah
operasi daerah perineal tanpa kolostomi, sedangkan lesi letak tinggi memerlukan
kolostomi segera setelah lahir. Ketika terdapat kloaka persisten, saluran urin perlu
dievaluasi lebih teliti pada saat membuat kolostomi untuk memastikan bahwa
pengosongan yang normal dapat terjadi dan menentukan apakah buli-buli perlu
didrainase dengan vesikostomi. Jika ada keraguan terhadap jenis lesi, lebih aman
untuk melakukan kolostomi daripada membahayakan kesempatan jangka panjang
kontinensia pada bayi dengan melakukan operasi perineal yang tidak tepat.
Keberhasilan penatalaksanaan malformasi anorektal dinilai dari fungsinya
secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk
kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara
teratur dan konsistensinya baik.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran
rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan
pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi
banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan
operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan
operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai

21
klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran
rektum dan ada tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada :
 Atresia letak tinggi & intermediet sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
 Atresia letak rendah perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani
ekternus,
 Bila terdapat fistula cut back incicion
 Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Penatalaksanaan atresia ani ini bisa dilakukan juga secara preventif, yaitu dengan
cara antara lain :
a. Memberikan nasihat kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia
tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan
alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
b. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika
sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat
berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
c. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari
konstipasi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa malformasi anorektal letak tinggi
dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak
dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full
postero sagital anorektoplasti
Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan eksplorasi
postero sagital anorektal plastik, akan banyak menggunakan kolostomi
perlindungan atau kolostomi sementara. Ada dua tempat kolostomi yang
dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi, yaitu: transversokolostomi (kolostomi

22
di kolon transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi di sigmoid). Bentuk
kolostomi yang mudah dan aman adalah laras ganda (double barrel).
Kolostomi dilakukan pada saat neonates, manfaat melakukan kolostomi
adalah
a. mengatasi obstruksi usus
b. memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih
c. memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.
Setelah dilakukan kolostomi, tindakan definitif akan dilakukan 3-4 bulan
kemudian. Dengan alasan pasien diharapkan telah memiliki keadaan umum yang
baik, fungsi peristaltis dari pasien sudah membaik. Dan komplikasi-komplikasi
untuk tindakan bedah sudah teratasi seperti gangguan sirkulasi, gangguan jalan
napas, dan keseimbangan cairan elektrolit telah terjaga. Kenapa diambil waktu 3-4
bulan karena menurut Albanese et al, semakin cepat perbaikan dari suatu
malformasi keongenital semakin baik hasil yang didapatkan dan juga lebih cepat
untuk melatih reflex defekasi dari otak merupakan hal yang sangat penting

Teknik operasi definitif.


Posterior sagitral anorektoplasti
Prinsip operasi:
1. Bayi diletakkan tengkurap
2. Sayatan dilakukan di perineum pada garis tengah, mulai dari ujung koksigeus
sampai batas anterior marks anus.
3. Tetap bekerja di garis tengah untuk mencegah merusak saraf.
4. Ahli bedah harus mengenal dan melakukan preservasi seluruh otot.
5. Tidak menimbulkan trauma struktur lain.

Perawatan Pasca Operasi PSARP

23
· Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep
antibiotik diberikan selama 8- 10 hari.
· 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan
heger dilatation, 2x sehari dan tiap minggu dilakukan anal
dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai
mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya .
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk
UMUR UKURAN
1 – 4 Bulan # 12
4 – 12 bulan # 13
8 – 12 bulan # 14
1-3 tahun # 15
3 – 12 tahun # 16
> 12 tahun # 17

FREKUENSI DILATASI
Tiap 1 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu 2 x dal;am 1 bulan
Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah


mengejakan serta tidak ada rasa nyeri dilakukan 2x selama 3-4
minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap
frekuensi diturunkan.
2.9.Prognosis
1. Dengan menggunakan klasifikasi di atas dapat dilakukan evaluasi fungsi klinis:
a. kontrol feses dan kebiasaan buang air besar;
b. sensasi rektal dan soiling;

24
c. kontraksi otot yang baik pada colok dubur.
2. Evaluasi psikologis
Fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau
sensasi saja, tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta
keadaan mental penderita.

Skoring Klotz
VARIABEL KONDISI SKOR

1 Defekasi 1-2 kali sehari 1


2 hari sekali 1
3 – 5 kali sehari 2
3 hari sekali 2
> 4 hari sekali 3
2 Kembung Tidak pernah 1
Kadang-kadang 2
Terus menerus 3
3 Konsistensi Normal 1
Lembek 2
Encer 3
4 Perasaan ingin BAB Terasa 1
Tidak terasa 3
5 Soiling Tidak pernah 1
Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3
6 Kemampuan menahan feses > 1 menit 1
yang akan keluar < 1 menit 2
Tidak bisa menahan 3
7 Komplikasi Tidak ada 1
Komplikasi minor 2

25
Komplikasi mayor 3

Penilaian hasil skoring :


Nilai scoring 7 – 21 --> 7 = Sangat baik
8 – 10 = Baik
11–13 = Cukup
> 14 = Kurang

Gambar. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki

26
Gambar. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus
perempuan9

27
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, F., Andersen, D. K., Billiar, T. R., Dunn, D. L., Hunter, J. G.,
Matthews, J. B., et al. (2012). Schwartz's Principles of Surgery (9 ed.).
USA: Mc.Graw Hills.

Levitt, M. A., & Peña, A. (2007). Anorectal malformations. Orphanet


Journal of Rare Diseases , 2-5.

Michael R. Harrison, M., Hanmin Lee, M., Tippi MacKenzie, M., & Lan
Vu, M. (2015). Anorectal Malformation. The Univesity of California , 1-
5.

R.Sjamsuhidajat, & de Jong, W. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.).


Indonesia: EGC.

T.W.Sadler. (2009). Lagman's Medical Embriology (10 ed.). USA: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai