Anda di halaman 1dari 20

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 65 tahun
Status : Menikah
No. Rekam Medis : 530771
Tgl. Masuk RS : 14 Januari 2016

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Buang air kecil tidak lancar sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien sering mengedan saat pertama akan buang air kecil, tetapi air kencing
yang keluar tidak lancar. Pasien merasakan ingin segera buang air kecil dan seperti
tidak dapat ditahan tetapi pada saat awal buang air kecil pasien harus menunggu untuk
memulai kencing. Setelah buang air kecil pasien sering merasa tidak terpuaskan dan
pancaran air kencing saat akhir menetes. Setelah beberapa saat setelah kencing pasien
sering merasakan untuk buang air kecil kembali. Pasien juga mengeluhkan sering
terbangun pada malam malam hari untuk berkemih, lebih dari 2 kali untuk berkemih
di malam hari. Dalam 1 bulan terakhir pasien menyatakan keluhan berulang. Riwayat
demam, keluar kencing berpasir, nyeri di pinggang disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyatakan keluhan tidak lancar BAK sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien menyatakan tidak pernah berobat kemanapun

Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentu

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 (E4 M6 V5)
1
Tanda Vital
Suhu : 36,4o C
Nadi : 68 x/mnt
Pernapasan : 16 x/mnt
Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Status Gizi
Antropometri
 BB : 166 kg
 TB : 60 cm
 IMT : 21,77 (Normoweight)

Status Generalis
Kepala : Normocephal
 Wajah : Simetris
 Mata : Isokor (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Hidung : Sekret (-), septum deviasi (-)
 Mulut : Mukosa bibir pucat (-), kering (-)
 Telinga : Normotia, sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KBG (-), pembesaran kel. Tiroid (-)

Thorax
Paru
 Inspeksi : Simetris, Retraksi (-), otot napas tambahan (-)
 Palpasi : Focal Fremitus simetris
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler (+/+)
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba
 Perkusi : Redup
 Auskultasi : BJ I/II Normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
 Inspeksi : Datar, abdomen setinggi dada
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Supel, nyeri tekan abdomen (-), pembesaran hepar/lien
(-)
 Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen (+), CVA (-)
Inguinal : Pembesaran KGB (-)
Anogenital : laki-laki, normal
Ekstremitas
 Atas : Akral hangat, RCT < 2detik, sianosis (-), edema(-)
 Bawah: Akral hangat, RCT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)
Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor baik

Status Lokalis : Rectal Toucher


 Tonus spincter ani baik
2
 Mukosa rectum licin
 Rectum tidak kolaps
 Massa pada recti (-)
 Pemeriksaan prostat :
o Pole atas tidak teraba
o Sulcus prostat tidak teraba
o Permukaan rata
o Konsistensi kenyal
o Nyeri tekan (-)
 Handscoon : Tidak ada darah,lendir,feses yang menempel pada jari

IV. RESUME
Anamnesis
Pasien laki-laki berumur 65 tahun datang dengan keluhan :
- BAK tidak lancar
- Keluhan dirasakan sudah 1 minggu yang lalu
- Pasien harus mengedan agar air kencingnya keluar
- Pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas
- Pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar menetes
- Sering terbangun pada malam hari untuk BAK, lebih dari 2 kali.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan prostat :
- Pole atas tidak teraba
- Sulcus prostat tidak teraba
- Permukaan rata
- Konsistensi kemyal
- Nyeri tekan (-)

V. DIFFERENT DIAGNOSIS
 Benign Prostate Hyperplasia
 Prostatitis
 Striktur Urethra
 Ca. Prostat
 Vesicolitiasis

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal : 3/09/2015

Pemeriksaan Radiologi
Tanggal : 3/09/2015
Dilakukan USG Prostat ( tanggal 3 september 2015), HASIL :
- Menyokong gambaran hiperplasia prostat dengan volume 45 cc
3
KESAN :
Pembesaran prostat

VII. WORKING DIAGNOSIS


Benign Prostate Hyperplasia

VIII. RENCANA PENATALAKSANAAN


- Rencana pemasangan DC
- Infus Ringer Lactate
- Ciprofloxacin 2 dd 1
- Asam mefenamat 3 dd 1
- Cek darah rutin, EKG
- Puasa
- Tindakan operasi : Open Prostectomy

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
X. ANALISA KASUS
Dasar diagnosis Benign Prostat Hyperplasi dari kasus ini adalah:
- Laki-laki
- Usia 65 tahun
- BAK tidak lancar
- Saat BAK harus mengedan agar air kencingnya keluar
- Setiap BAK tidak tuntas atau tidak puas
- Perasaan ingin BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar menetes
- Rectal toucher : Pole atas tidak teraba, sulcus prostat tidak teraba, konsistensi
kenyal, nyeri tekan (-).
- Kesan USG prostat : meyokong gambaran hiperplasia prostat dengan volume
45 cc

XI. FOLLOW UP

Tanggal 4 september 2015


S Nyeri bila akan bak (+), rembesan dari samping selang (+), urin di airbag

4
berwarna kuning jernih.
O T: 110/70 mmHg
N: 98x/menit
R: 28x/menit
S: 37,5oC (afebris)
Genital terpasang threeway kateter
A Benign hiperplasia prostat
P  IVFD RL 20 gtt/menit
 Ciprofloxacin 2 dd 1
 Asam mefenamat 3 dd 1
Tanggal 5 september 2015
S Nyeri bila akan bak (+), rembesan dari samping selang (+), urin di airbag
berwarna kuning jernih.
O T: 110/80 mmHg
N: 85x/menit
R: 28x/menit
S: 36,5oC (afebris)
Genital terpasang threeway kateter
A Benign hiperplasia prostat
P  IVFD RL 20 gtt/menit
 Ciprofloxacin 2 dd 1
 Asam mefenamat 3 dd 1
Tanggal 5 september 2015
S Nyeri bila akan bak (-), rembesan dari samping selang (-), urin di airbag
berwarna kuning jernih.
O T: 100/70 mmHg
N: 86x/menit
R: 20x/menit
S: 36,5oC
Hasil USG : menyokong gambaran hiperplasia prostat dengan volume 45 cc
A Appendicitis Infiltrat
P  IVFD 20 gtt/menit
 Ciprofloxacin 2 dd 1
 Asam mefenamat 3 dd 1

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

A. Definisi
Benign prostate hyperplasia merupakan suatu kondisi terjadinya hiperplasia kelenjar
periureteral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer sehingga menutup calnalis
urethral secara partial maupun complete.

B. Epidemiologi
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki dan insidennya
berdasarkan dari umur. Prevalensi dari hasil studi otopsi BPH menunjukkan peningkatan
kira-kira sebanyak 20% pada pria dengan umur 41-50 tahun, menjadi 50 % pada pria
dengan umur 51-60 tahun dan menjadi > dari 90% pada pria > dari 80 tahun. Walaupun
bukti klinis dari penyakit lebih jarang muncul, gejala dari obstruksi prostat juga
berhubungan dengan umur. Pada umur 55 tahun, kira-kira sebanyak 25% pria
mengeluhkan gejala voiding symptoms (gejala saat berkemih). Pada umur 75 tahun, 50%
dari pria mengeluhkan penurunan dari pancaran dan jumlah dari pembuangan urin. Faktor
resiko dari BPH masih belum terlalu dimengerti. Beberapa hasil studi menyebutkan
predisposisi genetik dan beberapa studi lainny memberi perhatian pada perbedaan ras.
Kira-kira 50% dari pria dibawah umur 60 tahun yang telah menjalani operasi pembedahan
BPH mungkin memiliki suatu bentuk genetika dari penyakit. Bentuk ini paling banyak
merupakan bentuk autosomal dominan trait.

C. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Prostate


1. Lokasi
Prostat merupakan organ kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra
pars prostatica. Prostat mempunyai panjang kurang lebih 3 cm dan terletak di antara
collum vesicae (batas superior) dan diaphragm urogenitale (batas inferior).

6
Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Di luar capsula terdapat selubung
fibrosa yang merupakan bagian lapisan visceral fascia pelvis. Prostat yang berbentuk
kerucut mempunyai basis prostatae yang terletak di superior dan berhadapan dengan
collum vesicae dan apex prostatae yang terletak di inferior dan berhadapan dengan
diaphragm urogenitale. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies
posterior prostatae untuk bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral
utriculus prostaticus.

Hubungan:
 Ke superior : Basis prostatae berhubungan dengan collum vesicae. Otot polos
prostate terus melanjut tanpa terputus dengan otot polos collum vesicae. Urethra
masuk pada bagian tengah basis prostatae
 Ke inferior : Apex prostatae terletak pada fascies superior diaphragm urogenitale.
Urethra meninggalkan prostate tepat di atas apex pada fascies anterior
 Ke anterior : Facies anterior prostatae berbatasan dengan symphysis pubica,
dipisahkan oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat di dalam spatium
retropubicum (cavum retzius). Selubung fibrosa prostate dihubungkan dengan
aspek posterior os pubis oleh ligament puboprostatica. Ligamenta ini terletak di
samping kanan dan kiri linea mediana dan merupakan penebalam fascia pelvis
 Ke posterior: Facies posterior prostatae berhubungan erat dengan facies anterior
ampulla recti dan dipisahkan dari rectum oleh septum retrovesicale (fascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavation retrovesicalis peritonealis, yang semula meluas ke bawah
sampai ke corpus perineale.

7
 Ke lateral : fascies lateralis prostatae difiksasi oleh serabut anterior musculus
levator ani pada saat serabut ini berjalan ke posterior dari pubis.

2. Struktur Prostat
Kelenjar prostat yang jumlahnya banyak tertanam di dalam campuran otot
polos dan jaringan ikat, dan ductusnya bermuara ke urethra pars prostatica.
Prostat secara tidak sempuran terbagi menjadi lima lobus. Lobus anterior
terletak di depan urethra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius atau
lobus medianus adalah kelenjar berbentuk baji yang terletak di antara urethra dan
ductus ejaculatorius. Permukaan atas lobus medius berhubungan dengan trigonum
vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang
urethra dan di bawah ductus ejaculatorius, juga mengandung kelenjar. Lobi prostatae
dexter dan sinister terletak di samping urethra dan dipisahkan satu dengan yang lain
oleh alur vertical dangkal yang terdapat pada fascies posterior prostatae. Lobi laterals
mengandung banyak kelenjar.3

3. Vaskularisasi dan Persarafan


a. Arteriae : Cabang arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media.
b. Vena : Vena membentuk plexus venosus prostaticus, yang terletak di antara
capsula prostatica dan selubung fibrosa. Plexus venosus prostaticus menampung
darah dari vena dorsalis profunda penis dan sejumlah venae vesicales,
selanjutnya bermuara ke vena iliaca interna.
c. Aliran Limfe : Pembuluh limf dari prostate mengalirkan cairan limf ke nodi
iliaci interni.

8
d. Persarafan : Persarafan prostat berasal dari plexus hypogastricus inferior. Saraf
simpatis merangsang otot polos prostat saat ejakulasi.
4. Fungsi Prostat
Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang mengandung
asam sitrat dan fosfatase asam. Cairan ini ditambahkan pada semen pada waktu
ejakulasi. Bila otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi , secret yang berasal
dari banyak kelenjar diperas masuk ke urethra pars prostatica. Sekret prostat bersifat
alkalis dan membantu menetralkan suasana asam di dalam vagina.
5. Histologi
Menurut konsep terbaru, kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran
yang terdiri atas berbagai unsure glandular dan non glandular. Setiap zona glandular
memiliki fitur arsitektur dan stroma yang spesifik. Telah ditemukan lima daerah/zona
tertentu yang berbeda secara histology maupun biologi, yaitu :

a. Zona Anterior
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
prostat terbanyak.
c. Zona Sentralis
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulotarius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
Zona pusat relative tahan terhadap kanker dan penyakit lainnya.
d. Zona transisional
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5%

9
tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi
benign prostat hyperplasia (BPH)
e. Kelenjar-kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal
Dalam semua zona, baik saluran dan asinus , dipisahkan oleh epitel sekresi.
Dalam setiap zona, terdapat lapisan sel basal di bawah lapisan sekretori, serta
diselingi sel-sel endokrin-parakrin.
D. Etiologi
Hingga sekarang etiologi dari BPH masih belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa penelitian secara laboratorium maupun klinik menyebutkan bahwa terdapat 2
faktor yang erat kaitannya dengan BPH yaitu; peningkatan kadar dihidrotestosteron
(DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prsostat adalah ; 1) teori dihidrotestoteron, 2) adanya
ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron, 3) interaksi antara sel stroma dan sel
epitel prostat, 4) berkurangnya kematian sel (apoptosis) dan 5) teori stem sel.4
1) Teori Dihidrostestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalan sel prostat
oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) yang membentuk kompleks DHT-
RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa
kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya
saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.

2) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel
prostat(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
10
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat
yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih
besar.
3) Interaksi sel stroma dan sel epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui mediator (grwoth factor)
tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma.
4) Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel prostat (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis
akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat.
5) Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada
keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti
yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi
sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

E. Patogenesis
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli

11
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel
buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) .
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Pada prostat
normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, sedangkan pada BPH, rasionya
meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos
prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan
obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik
sebagai penyebab obstruksi prostat.
Gejala iritasi disebabkan karena hipersensitivitas otot destrusor berarti bertambahnya
frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi
karenadestrusor gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Apabila
vesika menjadi dekompesasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih
ditemukan sisa urin dalam kandung kemih dan rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika
keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak
lagi mampu miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak lagi
↑ Sel Strem ↑ 5-alfa reduktase dan Proses Menua Interaksi Sel Epitel Berkurangnya
mampu menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan
reseptor endogen dan Stroma sel yang mati
vesika lebih tinggi dari tekanan sfincterdan kronik menyebabkan refluks vesikoureter,
Ketidakseimbangan hormon
hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
(↓ estrogen dan ↑ testoteron)
infeksi. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu
Hiperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar prostat
endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapatlumen
Penyempitan pulaureter
menyebabkan
prostatika cyctisis dan bila terjadi
refluks dapat menyebabkan pyelonefritis.
Aliran urin terhambat

Retensi urin Peningkatan tekanan intravesika

Hidroureter Hiperirritable pada bladder

Hidronefritis Peningkatan kontraksi otot detrusor dari buli-buli

↓ Fungsi ginjal Hipertropi otot detrusor trabekulasi

12
Terbentuknya sekula-sekula dan divertikel buli-buli

Frekuensi Intermitten Disuria Urgensi hesistensi Terminal Dribbling


F. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih. ”Lower Urinary Track Symptom” terdiri atas gejala obstruksi dan
gejala iritatif seperti terlihat pada tabel di bawah.

Obstruksi Iritasi

 Hesitansi (sulit kencing)  Frekuensi (Anyanganyangan)


 Pancaran Miksi Lemah  Nokturia (Sering kencing
 Intermitensi (Kencing tiba-tiba malam hari)
berhenti dan lancar kembali)  Urgensi (Merasa ingin kencing
 Miksi Tidak Puas yang tidak bisa ditahan)
 Menetes setelah miksi  Disuria ( Rasa tidak enak saat
kencing)

G. Diagnosis
The third International consultation on BPH menganjurkan untuk menganamesa
keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih jika ditemukan
prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu dilengkapi dengan
pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi :
1. Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS (International
Prostate Symptom Score, IPSS) :

13
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara
subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan
oleh WHO adalah International Prostatic Symptom Score (I-PSS). Sistem skoring I-
PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)
dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5,
sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga
7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu :
Ringan, Sedang dan berat.

 Ringan : 0 -7 (Watchfull waiting)


 Sedang : 8 - 19 (Medikamentosa)
 Berat : 20 – 35 (Operasi).
2. Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan gangguan miksi.
14
3. Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.
Colok dubur Sisa volume urin Penatalaksanaan
I Penonjolan prostat, batas < 50ml Konservatif
atas mudah diraba
II Penonjolan prostat jelas 50-100ml Pembedahan
(transuretra resection)
batas atas dapat dicapai
III Batas atas prostat tidak >100 ml Reseksi endoskopik, bila prostat cukup
dapat diraba besar  pembedahan terbuka

IV Retensi urin total Membebaskan penderita dari retensi urin


(kateter atau sistotomi), terapi definitif
(TUR atau pembedahan terbuka)

4. Pemeriksaan Tambahan :
 Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat miksi)
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh
daya kontraksi otot dekstrusor, tekanan intravesika dan resistensi urethra. Angka
normal laju pancaran urine ialah 10-12 ml/dtk dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 mL/dtk. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6-
8mL/dtk dengan puncaknya sekitar 11-15 mL/dtk. Semakin berat derajat
obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
 Pemeriksaan TRUS-P (Transrectal Ultrasonography of the prostate)
 Pemeriksaan serum PSA (Prostatic spesific antigen)
 Pemeriksaan USG transabdominal
 Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosa pasti).

H. Diagnosis Banding
Kondisi obstruksi dari saluran kemih bagian bawah seperti :
 striktur uretra dan contracture leher buli-buli : Riwayat melakukan tindakan pada
saluran kemih, radang atau trauma harus ditanyakan untuk menyingkirkan
kemungkinan striktur uretra atau contracture leher buli-buli
 batu buli-buli : Hematuria dan nyeri biasanya berhubungan dengan batu buli-buli.
 karsinoma prostat (CaP) : CaP mungkin dideteksi saat melakukan pemeriksaan
DRE atau elevasi dari kadar penanda tumor PSA.
 Infeksi saluran kemih bisa mirip gejalanya seperti pada iritatif BPH, bisa
diidentifikasi dengan pemeriksaan urinalisa dan kultur urin; bagaimanapun juga
infeksi saluran kemih bisa juga sebagai komplikasi dari BPH.

15
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam
mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
,mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik).
2. Pencitraan
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan
bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu
retensi urine.
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya: (1) kelainan pada
ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2) memperkirakan
besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat/”filling
defect” (pendesakan buli-bli oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal yang
berbentuk seperti mata kail atau hooked fish dan (3) penyulit yng terjadi pada buli-
buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan ini
sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.

J. Penatalaksanaan
Ada beberapa pilihan terapi BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien
kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat dengan
hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi.
Indikasi absolute dilakukan operasi adalah :
 Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan
kateter urin sedikitnya satu kali
 Infeksi saluran kencing berulang
 Gross hematuria berulang
 Batu buli-buli
 Insufisiensi ginjal
 Divertikula buli-buli

1. Watchful waiting

16
Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor I-PSS < 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan
terapi apapun dan hanya diberi penjelasan ,mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya :
a. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
b. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau
cokelat)
c. Batasi penggunaan obat-obatan yang mengandung fenilpropanolamin
d. Kurangi makanan pedas dan asin, dan
e. Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik, disamping itu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek,
perlu dipikirkan memilih terapi lain.
2. Medikamentosa
a. Penghambat Alpha (Alpha Blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-ɑ1 , dan
prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang
berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai
oleh reseptor ɑ1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa
perbaikan subjektif dan objektif terhadap tanda dan gejala BPH pada beberapa
pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor
dan waktu paruhnya.
b. Penghambat 5ɑ- Reduktase (5ɑ-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5ɑ- Reduktase yang bekerja menghambat
testosterone menjadi dyhydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponan
epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan kelenjar dan memperbaiki gejala.
Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal
terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.4
c. Terapi kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5ɑ- Reduktase
memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin
hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian
terapi kombinasi sedang diteliti lebih lanjut.
d. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-
tumbuhan untuk tujuan medis. Fitoterapi paling umum untuk BPH adalah
palmetto (Serenoa repens), African plumb (pygeum africanum), dan South
African Star Grass (Hypoxis rooperi). Saw Palmetto adalah Phytotherapy paling
17
sering digunakan untuk LUT. Permixon, sebuah liposterolic ekstrak repens S.
(diekstraksi dari kelapa muda di bagian tenggara Amerika Serikat dan Hindia
Barat) adalah persiapan yang paling banyak dipelajari. Secara tepatnya
mekanisme kerja repens S. masih belum jelas. Namun, penelitian baru
menunjukkan kontraksi epitel, terutama di zona transisi, menunjukkan
kemungkinan
mekanisme aksi, namun perubahan volume prostat atau PSA belum diamati.
Tersedia informasi tentang saw palmetto ekstrak terdiri sebagian besar dari dalam
percobaan in vitro dan penelitian di Eropa, yang banyak telah membatasi nilai
seperti dicatat oleh peneliti. Keterbatasan serupa telah diamati dalam beberapa
studi menilai bentuk lain terapi alternatif. Tidak ada data dari yang dirancang
dengan baik, jangka panjang, acak, penelitian plasebo-terkontrol untuk
menunjukkan bahwa terapi alternatif memiliki efek pada jangka panjang hasil
atau perkembangan penyakit.

3. Operasi Konvensional
a. Transurethral resection of the prostate (TURP)
Sembilan puluh lima persen simple prostatectomy dapat dilakukan melalui
endoscopy. Umumnya dilakukan dengan anestesi spinal dan dirawat di rumah
sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP
lebih tinggi dan bersifat invasive minimal. Resiko TURP adalah antara lain
ejakulasi retrograde (75%), impoten (5-10%) dan inkontinensia urin (<1%).

b. Transurethral incision of the prostate


Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi
hyperplasia komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan
keadaan ini lebih-lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini
lebih cepat dan kurang menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi
terjadi pada 25% pasien
c. Open simple prostatectomy
Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka
enukleasi terbuka diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya
dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi. Open prostatectomy juga dilakukan
pada BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada posisi litotomi
tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat dilakukan dengan pendekatan
suprapubik atau retropubik.
4. Terapi Minimal Invasive
a. Laser
18
Dua sumber energy utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser
adalah Nd :YAG dan Holomium : YAG
Keuntungan operasi dengan sinar laser :
 Kehilangan darah minimal
 Sindroma TUR jarang terjadi
 Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan
 Dapat dilakukan out patient procedure
Kerugian operasi laser
 Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi
 Pemasangan kateter postoperasi lebih lama
 Lebih iritatif
 Biaya besar
b. Transurethral electrovaporization of the prostate
Transurethral electrovaporization of the prostate adalah terapi menggunakan
resekstoskop. Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena
panas, meghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih
lama dari TUR
c. Hyperthermia
Hipertermia dihantarkan melalui kateter transuretra. Bagian alat lainnya
mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45⁰C, alat
pendingin tidak diperlukan
d. Transuretral needle ablation of the prostate
Transuretral needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus
yang dimasukan melalui uretra
e. High Intensity Focused Ultrasound
High Intensity Focused Ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan
panas. Ultrasound probe ditempatkan pada rectum
f. Intrauteral stents
Intrauteral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan
endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap
paten
g. Transurethtral ballon dilatation of the prostate
Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat
melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang
ukurannya kecil. Tehnik ini jarang digunakan sekarang ini.

19
20

Anda mungkin juga menyukai