EPILEPSI
Oleh:
HAFIZ RAMADHAN
140100060
Pembimbing
dr. Irina Keumala Nst, MKed(Neu), Sp.S
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Epilepsi”. Penulisan
makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Neurologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Irina
Keumala Nst, Mked(Neu), Sp.S selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Tujuan ................................................................................................2
1.3 Manfaat ..............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3
2.1 Definisi ...............................................................................................3
2.2 Epidemiologi.......................................................................................3
2.3 Klasifikasi ...........................................................................................4
2.4 Etiologi ...............................................................................................5
2.5 Faktor Resiko ......................................................................................6
2.6 Patofisiologi ........................................................................................8
2.7 Diagnosis ............................................................................................10
2.8 Tatalaksana .........................................................................................12
2.9 Komplikasi..........................................................................................14
BAB 3 KESIMPULAN .....................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................17
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.1. Tujuan
1.3 Manfaat
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Epilepsi merupakan gangguan neurologis kronis yang terjadi pada
sebagian orang di dunia. Gangguan ini ditandai dengan kejang berulang yang
merupakan episode singkat dari gerakan spontan yang melibatkan sebagian tubuh
saja (parsial) maupun seluruh tubuh (umum), yang dapat disertai dengan
hilangnya kesadaran serta gangguan pengendalian fungsi pencernaan dan
perkemihan.7 Definisi epilepsi menurut ILAE adalah suatu penyakit pada otak
yang ditentukan dengan adanya satu dari keadaan berikut: 1) setidaknya dua
kejang tak terprovokasi (atau refleks) yang muncul dengan interval lebih dari 24
jam, 2) satu kejang tak terprovokasi (atau refleks) dengan adanya kemungkinan
berulang (setidaknya 60%) dalam 10 tahun kedepan setelah adanya dua kejang tak
terprovokasi, 3) Diagnosis sindrom epilepsi.8
2.2 Epidemiologi
3
penduduk. Bila jumlah penduduk di Indonesia berkisar 220 juta, maka
diperkirakan jumlah penderita epilepsi per tahunnya adalah 250.000.10
2.3 Klasifikasi
4
dan focal impaired awareness seizure merujuk pada complex partial
seizure.
3. Gangguan kesadaran: kejang fokal menjadi focal impaired awareness
seizure bila terdapat gangguan kesadaran pada titik manasaja selama
periode kejang.
4. Onset yang mendominasi: klasifikasikan kejag fokal dengan gejala atau
tanda pertama yang menonjol dengan tidak termasuk transient behavior
arrest.
5. Behavior arrest: focal behavior arrest seizure menunjukkan penghentian
aktivitas sebagai gejala yang paling menonjol selama kejang.
6. Motor/non motor: subklasifikasi selanjutnya setelah menentukan tingkat
kesadaran. Pada kejang fokal, bila kesadaran sulit ditentukan, jenis kejang
fokal dapat ditentukan hanya dengan karakteristik motor atau non motor.
7. Deskripsi tambahan: setelah menentukan jenis kejang, dapat
menambahkan deskripsi dari gejala dan tanda. Hal ini tidak mengganggu
jenis kejang yang sudah ditentukan sebelumnya. Sebagai contoh: focal
emotional seizure dengan tonik pada lengan kanan dan hiperventilasi.
8. Bilateral berbanding umum: penggunaan istilah bilateral untuk kejang
tonik-klonik yang menyebar ke kedua hemisfer dan istilah umum untuk
kejang yang secara simultan berasal dari kedua hemisfer.
9. Absans atipikal: disebut absans atipikal bila onset lambat atau offset,
terdapat perubahan tonus, atau < 3 gelombang spike per detik di EEG.
10. Klonik berbanding myoklonik: klonik merujuk pada gerakan menyentak
ritmik yang terus menerus dan myoklonik adalah gerakan menyentak yang
regular tidak berkelanjutan.
11. Myoklonik palpebra: absans dengan myoklonik palpebra merujuk pada
gejakan mengedip selama kejang absans.11
5
2.4 Etiologi
a. Epilepsi idiopatik
b. Epilepsi simptomatik
c. Epilepsi Kriptogenik
a. Umur
Penyakit epilepsi dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi
terdapat perbedaan yang mencolok pada kelompok umur tertentu. Terdapat 30-
6
32,9% penderita epilepsi mendapat serangan pertama pada usia kurang dari 4
tahun, 50-51% terdapat pada kelompok umur kurang dari 10 tahun dan
mencapai 75-83,4% pada usia kurang dari 20 tahun, 15% penderita pada usia
lebih dari 25 tahun dan kurang dari 2% pada usia lebih dari 50 tahun.3
b. Jenis Kelamin
Di Irlandia pada tahun 2005 prevalensi penderita epilepsi lebih banyak
Menurut WHO pada tahun 2012, tidak ada perbedaan yang signifikan
c. Status Sosioekonomi
Tidak ada perbedaan yang signifikan penderita epilepsi oleh karena
d. Genetika
Berdasarkan penelitian terbaru pada epilepsi diidentifikasikan bahwa
biasanya terjadi pada masa anak- anak. Bila salah satu orang tua menderita
7
e. Ras atau suku bangsa
Tidak banyak perbedaan penderita penyakit epilepsi berdarkan
berkulit putih.18
f.Cedera Kepala
Cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Akibat cedera
Epilepsi banyak terjadi karena cedera kepala. Menurut WHO pada tahun 2012
Setiap tahun di Eropa sekitar 2 juta terjadi kasus cedera otak traumatis.18,19
2.6 Patofisiologi
Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi
karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar
neuron. Perbedaan jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada
membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinaps dengan
neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang
bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang
berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi
membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang,
suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau
menghambat neuron lain.12
8
1. Mekanisme iktogenesis
kadar K2+. Perubahan pada jaringan neuron dapat memudahkan sifat eksitasi di
sepanjang sel granul akson pada girus dentata; kehilangan neuron inhibisi; atau
kehilangan neuron eksitasi yang diperlukan untuk aktivasi neuron inhibisi.20
2. Mekanisme epileptogenesis
a. Mekanisme nonsinaptik
9
b. Mekanisme sinaptik
Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi melibatkan penurunan inhibisi
GABAergik dan peningkatan eksitasi glutamatergik.21
o GABA
o Glutamat
10
1. Anamnesis
b. Lama serangan
d. Frekuensi serangan
e. Faktor pencetus
11
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
menegakkan diagnosis epilepsi dan tipe kejang lainnya yang tepat dan bahkan
sindrom epilepsi. EEG juga dapat membantu pemilihan obat anti epilepsi dan
prediksi prognosis pasien. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum
pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.
Pemeriksaan EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada waktu sadar dalam
keadaan istirahat dan pada waktu tidur. Gambaran EEG pasien epilepsi
menunjukkan gambaran epileptiform, misalnya gelombang tajam (spike), paku-
ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksismal.22
b. Pemeriksaan radiologis
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat orang dengan epilepsi
(ODE) terbebas dari serangan epilepsinya, terutama terbebas dari serangan kejang
sedini mungkin. Setiap kali terjadi serangan kejang yang berlangsung sampai
beberapa menit maka akan menimbulkan kerusakan sampai kematian sejumlah
sel-sel otak. Apabila hal ini terus-menerus terjadi, maka dapat mengakibatkan
12
menurunnya kemampuan intelegensi penderita. Pengobatan epilepsi dinilai
berhasil dan ODE dikatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau
penyakit ini menjadi terkontrol dengan obat-obatan.23
1. Terapi medikamentosa
Kejang parsial
13
Kejang umum
14
Terapi bedah epilepsi dilakukan dengan membuang atau memisahkan seluruh
daerah epileptogenik tanpa mengakibatkan risiko kerusakan jaringan otak normal
didekatnya24
2.9 Komplikasi
15
BAB 3
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17
13. Budikayanti A, Islamiyah WR, Lestari ND. Diagnosis dan Diagnosis Banding.
In: Kusumastuti K, Gunadharma S, Kustiowati E, editors. Pedoman
Tatalaksana Epilepsi. 4th ed. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair; 2014.p.19-32
14. Linehan, Christine, dkk. 2009. The Prevalence of Epilepsy in Ireland.
Brainwave The Irish Epilepsy Association. Irlandia
15. Pan American Health Organization (PAHO). 2013. Report on Epilepsy in
Latin America and The Caribbean. Washington DC
16. Waman,Stephen. 2000. Correlative Neuroanatomy. Mc.Graw-Hill. Edisi 24.
USA
17. Sidharta, Priguna. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Dian
Rakyat. Jakarta
18. Riana, Shinta. 2009. Pengaruh Epilepsi Terhadap Terjadinya Gangguan Daya
Ingat Pada Penderita Epilepsi Anak di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Tesis
Mahasiswa Kedokteran Universitas Sebelas Maret
19. Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press.
Edisi ke 7. Yogyakarta
20. Noebels JL, Avoli M, Rogawski MA, Olsen RW. Jasper’s Basic Mechanism of
Epilepsies. New York: Oxford University Press; 2012.
21. Sunaryo, Utoyo. 2007. Diagnosis Epilepsi. Jurnal Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Volume I,Nomor 1 Januari 2007, 49-56
22. Leach JP, O’Dwyer R. Diagnosis of Epilepsy. 1st ed. Epilepsy Simplified.
Malta: Gutenberg Press; 2011.p. 51-67
23. Smith, D. and Chadwick, D., 2001. The Management of Epilepsy. J Neurology
Neurosurgery Psychiatry, 70(suppl II): ii15-ii21.
24. Miller, Laura C., 2009. Epilepsy. In: Savitz, Sean I. and Ronthal, Michael
(Ed.). Neurology Review for Psychiatrists. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins, 106-125
25. Diagnosis and management of epilepsy in adults; Scottish Intercollegiate
Guidelines Network - SIGN (2015)
26. Brodie MJ, Kwan P. Epilepsi in elderly people. BMJ, 2005;331:1317-21
18