Anda di halaman 1dari 5

Ujian Akhir Semestar Ekologi Lahan Rawa

Potensi Lahan Rawa di Indonesia sebagai


Lumbung di Masa depan
Seiring dengan laju pertambuhan penduduk setiap tahunnya di Indonesia, maka
akan mempengaruhi kebutuhan pangan yang semakin besar. Badan Pusat Statistik mencatat,
laju pertambahan penduduk di Indonesia mencapai 2-3 persen pertahunnya. Persentase ini
menunjukan bahwa peningkatan penduduk di indonesia sebanyak 3 juta orang pertahun. Pada
kebutuhan pangan otomatis juga meningkat sebanyak dua juta ton pertahun.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (2007),
memperhitungkan jika tidak ada upaya khusus maka pada tahun 2020 Indonesia akan
mengalami defisit pangan sebanyak 9.668.000 ton beras. Oleh karena itu, sejak sekarang harus
disiapkan berbagai upaya serius untuk memenuhi kebutuhan pangan agar indonesia tidak
bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan berupa beras.
Perubahan iklim berupa kekeringan panajan atau musim hujan yang saat ini terjadi
sangat mempengaruhi upaya untuk penyedian pangan. Dimana setiap tahun tuntutan
kebutuhan pangan semakin meningkat sedang petani sering gagal panen dikarenakan
perubahan iklim. Tidak hanya di indonesia permasalahan perubahan iklim ini di seluruh dunia
mengambil peran untuk menggalkan panen petani. Dari berbagai penelitian menunjukkan,
dampak dari perubahan iklim tersebut dapat menurunkan produksi padi di berbagai wilayah
sentra pangan. Untuk wilayah sawah yang hanya mengandalkan irigasi nonteknis dari curah
hujan (sawah tadah hujan) malah lebih memprihatinkan kondisinya. Produksi padi juga
menurun drastis karena ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman sangat terbatas.
Selain dari perubahan iklim ancaman lain juga datang dari organisme pengganggu
tanaman (OPT). Serangan hama (tikus, wereng, dan lain-lain) serta penyakit (jamur, bakteri,
dan lain sebagainya) yang semakin sulit ditaklukkan. karena organisme tersebut semakin
kebal terhadap obat-obat kimia beracun yang selama ini diberikan secara berlebihan.
Konversi lahan sawah ke nonsawah juga menjadi salah satu ancaman yang perlu
mendapat perhatian kusus. Pulau Sumatra dan Kalimantan adalah salah satu contoh dari
perubahan tata guna lahan sawah menjadi areal perkebunan karet dan kelapa sawit secara
besar-besaran. Konversi yang serupa juga terjadi di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara
dengan jenis peruntukan yang berbeda. Sudah menjadi hal yang lumrah jika lahan sawah
semakin menciut akibat beralihnya fungsi menjadi kawasan permukiman, perkantoran, industri,
jalan raya, dan lain-lain.
Dari barbagai permasalahan yang dihadapi dalam upaya penyedian pangan yang
semakin besar setiap tahunnya maka dilakukan lah pengalihan fungsi lahan rawa, yaitu
memanfatkan potensi lahan rawa (lahan sub optimal) yang tersebar di Pulau Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Hasil pemetaan dari Badan Penelitian dan Pengembangan
(Litbang) Pertanian, Kementerian Pertanian, luas lahan rawa di seluruh Indonesia sekitar
33,43 juta ha. Dari jumlah itu, menurut penelitian Manwan dkk., (1992) dan Nugroho dkk.,
(1992), sebanyak 9,53 juta ha lahan rawa ternyata sesuai untuk melakukan kegiatan
budidaya pertanian.
Harus diketahui, saat ini luas lahan rawa yang dimanfaatkan untuk budidaya
pertanian baru mencapai sekitar 2,270 juta ha. Itu artinya, lahan rawa yang dimanfaatkan untuk

Mulyani_1610815120014
Ujian Akhir Semestar Ekologi Lahan Rawa

kegiatan pertanian hanya sebanyak 23,8 persen dari luas total lahan rawa seluruhnya yang
sesuai untuk kegiatan pertanian. Sisanya, yang 76,2 persen atau seluas sekitar 7,26 juta ha
belum dimanfaatkan. Hal ini sangat disayangkan karena lahan rawa tersebut secara alami
bisa dikembangkan untuk berbagai kegiatan budidaya pertanian. Jika saja kita bisa membuka
sawah baru pada lahan rawa seluas 200.000 – 500.000 ha setiap tahunnya, maka akan
menjadi terobosan baru sebagai salah satu alternatif upaya untuk penambahan produksi
pangan di Indonesia. Dengan demikian, bukan saja penduduk Indonesia yang tercukupi
kebutuhan pangannya, namun sebagian dari penduduk dunia kelak juga dapat mengonsumsi
pangan dari dalam negeri ini.
Pengalihan fungsi lahan rawa sebagai berbagai budidaya pertanian membutuhkan
berbagai instrumen baik secara makro (kebijakan dan regulasi), messo (kelembagaan dan
program), maupun mikro (riset, inovasi, dan kewirausahaan). Secara makro misalnya, kita
perlu menyusun Undang-Undang dan peraturan terkait dengan pengembangan dan
pengelolaan lahan rawa.

Pembagian zona pada bentang lahan rawa didasarkan pada pengaruh kekuatan pasang dan
jangkauan intrusi air laut (Sumber: Badan Litbang Pertanian, 2012).
Lahan rawa terdapat pada hampir semua ekosistem kecuali pada ekosistem padang
pasir. Menurut Clarkson and Peters (2010) lahan rawa adalah sebuah lahan yang secara

Mulyani_1610815120014
Ujian Akhir Semestar Ekologi Lahan Rawa

tipical berupa campuran dari gambut dan mineral yang selalu tergenang air dan biasanya
relatif subur karena mendapat sedimentasi dari limpasan lingkungan sekitarnya.
Sedangkan menurut konfrensi Ramsar lahan rawa adalah "daerah paya, rawa, gambut
atau air, yang terjadi secara alami atau buatan, bersifat permanen atau sementara, dengan
air yang statis atau mengalir, segar, payau atau asin, termasuk area air laut yang tidak lebih dari
enam meter ". kemudian dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1991 tentang
rawa, dinyatakan bahwa rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi
terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri
khusus secara fisik, kimia dan biologis, sedangkan menurut PP yang terbaru tentang rawa
no. 73 tahun 2013 ditetapkan pengertian lahan rawa adalah wadah air beserta air dan
daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman,
terbentuk secara alami di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral
atau gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem. Berdasarkan dari
beberapa uraian di atas lahan rawa dapat diartikan sebagai daerah dimana muka air tanah
berada dekat atau di atas permukaan, tanah yang berada dalam keadaan jenuh air untuk
jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kelebihan air dan kadar oksigen tanah jadi
terbatas, hal ini merupakan penentu utama jenis vegetasi dan proses perkembangan
tanah.
Di Indonesia telah disepakai bahwa istilah rawa ada dua pengertian, yakni rawa pasang
surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut diartikan sebagai daerah rawa yang mendapatkan
pengaruh secara langsung atau tidak langsung oleh ayunan pasang surut air laut atau sungai di
yang berada di sekitarnya. Sedangkan rawa lebak adalah daerah rawa yang mengalami
genangan selama lebih dari tiga bulan dengan tinggi genangan terendah 25 – 50 cm.
Seperti diketahui bahwa pemanfaatan lahan rawa dengan mengalih fungsikannya
menjadi lahan pertanian, memang membutuhkan penanganan yang tepat, agar tidak
merusak lahan rawa tersebut. Namun demikian berbagai permasalahan yang muncul bukan
lagi penghalang dalam upaya pemanfaatnnya karena perkembangan Iptek dalam penanganan
lahan ini cukup baik. Beberapa kendala yang kita ketahui akan muncul dalam pengembangan
lahan rawa seperti tata air yang tidak menentu, kadar garam yang tinggi, terbentuknya
senyawa-senyawa racun bagi tanaman sebagai akibat dari kondisi tanah yang reduktiv, maupun
seringnya ditemui unsur-unsur beracun dalam tanah ini seperti tingginya kadar aluminium
tanah dan seringnya dijumpai lapisan tanah yang mengandung pirit.
Dalam pengembangan dalam bentuk pengalihan fungsi lahan rawa di berbagai
daerah di Indonesia maupun diberbagai negara di belahan dunia yang memiliki kawasan lahan
rawa yang cukup luas, penanganan masalah ini telah banyak berhasil sesuai dengan kemajuan
iptek dalam penanganan lahan rawa tersebut. Keberhasilan ini dapat diartikan bahwa
lahan rawa sebenarnya sangat berpotensi besar untuk dikembangkan menjadi lahan
produksi.
Hasil pengembangan yang sudah dilakukan bahwa pengalihan fungsi lahan rawa
sebagai budidaya pertanian, telah terbukti sangat memberikan keuntungan yang cukup baik
untuk berbagai komoditi yang telah dilakukan, mulai dari pengusahaan pertanian lahan basah
seperti padi sawah, maupun pertanian tanaman kering seperti berbagai jenis tanama
palawija (seperti jagung dan kedelai), tanamana buah-buahan dan sayuran bahkan
tanaman industri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan penangan yang tepat

Mulyani_1610815120014
Ujian Akhir Semestar Ekologi Lahan Rawa

lahan rawa akan menjadi lahan pertanian yang dapat menghasilkan dengan keuntungan
yang besar baik bagi petani maupun negara.
Namun untuk mewujudkan keinginan ini memerlukan modal yang sangat besar, hal ini
juga dikarenakan pengalihan fungsi lahan rawa ini tergolong terobosan terbaru. Sehingga
untuk mencapai hasil yang diutarakan di atas tersebut tentunya harus dilakukan penataan
terhadap beberapa faktor pembatas yang dihadapi. Menyadari besarnya modal untuk
penanganan ini, sangat bijaksana jika Pemerintah ikut andil dalam usaha tersebut.
Sebagaimana namanya bahwa pada lahan ini yang terutama harus dilakukan adalah
melakukan perbaikan pada tata air. Perbaikan ini dilakukan dengan penanganan masalah
tata air dimaksud, berarti masalah utama yang menjadi kendala dalam penggunaan lahan
ini untuk keperluan budidaya tanaman dapat teratasi. Jika masalah utama ini telah dapat
ditangani dengan baik, maka kendala yang lain pada dasarnya akan lebih mudah
ditangani perbaikannya. Karena kehadiran sistem tata air yang tepat dimaksud, dalam hal ini
pengadaan jaringan irigasi maupun drainase, agar lahan ini menjadi lahan pertanian baru
yang siap digunakan.
Jika dengan pola pertanian tradisional lahan ini dapat memberi hasil yang cukup
baik, maka didapat disimpulkan jika dilakukan penanganan yang intensif lahan rawa ini
akan dapat memberikan hasil yang lebih baik, misalnya membantu dalam upaya penyedian
panagan di indonesia. Selain memenuhi usaha untuk meningkatkan produksi tanaman
pangan maupun produksi lainnya, peningkatan kegiatan pertanian pada lahan pertanian
baru ini juga meningkatkan lapangan kerja bagai masyarakat setempat, yang tentu
meningkatkan tingkat ekonomi masyarakat, sehingga pengalihan fungsi lahan rawa ini tidak
hanya berperan dalam penyedian pangan, namun juga mengurangi jumlah angka
pengangguran yang ada di negara tercinta kita ini.
Lahan rawa yang akan dikonversi menjadi kawasan pertanian diprioritaskan pada
lahan rawa yang ditumbuhi semak belukar, dan memang secara ekologi cocok untuk
kegiatan budidaya pertanian agar hasil yang di dapatka juga maksimal. Sesuai kajian Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Badan Litbang
Pertanian, sekitar 7,9 juta ha memiliki potensi untuk dibuka atau di konversi (ekstensifikasi
lahan).
Jadi, dengan memperhatikan fakta tersebut, kita dapat mengetahui seberapa besar
potensi lahan rawa yang dimiliki untuk kegiatan pertanian seluas sekitar 9,9 juta ha.
Angka tersebut sangat fantastik jika dibandingkan dengan total lahan sawah yang digarap
petani di seluruh Indonesia seluas sekitar 12,65 juta ha.

Daftar Pustaka

Fahmi. A,. dan Wakhid. N., 2018. Karakteristik Lahan Rawa. Balai Penelitian Pertanian Lahan
Rawa.

Fahmi. A. 2017. Fraksi besi dan Pengaruhnya terhadap kelarutan Posfor di Lahan Rawa

Badan Litbang Pertanian, 2012

Mulyani_1610815120014
Ujian Akhir Semestar Ekologi Lahan Rawa

Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1991. (tentang rawa)

PP no. 73 tahun 2013. (tentang rawa)

Mulyani_1610815120014

Anda mungkin juga menyukai