Oleh:
dr. Sry Rahayu
Pendamping:
dr. Hj. Dahlia Abbas
i
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
ii
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
A. LATAR BELAKANG
Penyakit gudik atau kudis, merupakan penyakit kulit yang dapat di
temui hampir di setiap pondok pesantren dan dianggap sebagai penyakit
yang tidak berbahaya sehingga kurang mendapat perhatian baik dari
penderita maupun orang-orang yang berada di sekitarnya.(1,2,3,4) Bahkan ada
anekdot yang menyebar di kalangan para santri pondok pesantren, bahwa
seorang santri belum disebut mondok jika belum terkena penyakit gudik.
Sebenarnya penyakit gudik bukan hanya menyerang para santri di pondok-
pondok pesantren, tetapi juga dapat ditemui pada lingkungan kumuh dan
padat penduduk,(3,5,6) penjara,(7) kamp militer,(8,9) bahkan rumah sakit.(10,11)
Penyakit gudik dapat menjangkiti semua orang pada semua umur, ras dan
level sosial ekonomi.(9)
Selama ini masyarakat awam mengira gudikan disebabkan oleh air,
yang digunakan untuk konsumsi atau kebutuhan sehari-hari, telah tercemar.
Banyak orang masih belum mengetahui bahwa penyebab gudikan adalah
spesies tungau yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Spesies ini
disebut sebagai Sarcoptes scabiei (var. hominis) dan penyakitnya disebut
scabies.(5,12)
Scabies memberikan masalah kesehatan secara global, karena 300 juta
kasus terjadi setiap tahunnya di dunia. World Health Organization (WHO)
menyatakan scabies merupakan salah satu dari enam penyakit parasit
epidermal kulit yang terbesar angka kejadiannya di dunia.(13) Insiden di
Amerika hampir mencapai 1 juta kasus per tahun. Rata-rata prevalensi
kejadian scabies di Inggris adalah 2,27 per 1000 orang (laki-laki) dan 2,81
per 1000 orang (perempuan), dimana 1 dari 1000 orang datang ke pusat-
pusat kesehatan dengan keluhan gatal yang menetap.14,15
1
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
B. PERMASALAHAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 43 tahun
Alamat : Kaliwining
Status Pernikahan : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Pabrik
Berat Badan : 68 kg
2. Subyektif (Anamnesis)
Keluhan Utama : Gatal pada kedua tangan dan kemaluan
Keluhan Penyerta : -
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang sendiri ke balai pengobatan Puskesmas Bara-
Baraya mengeluh gatal pada kedua tangan dan kemaluannya sejak 1
bulan yang lalu. Gatal dirasakan semakin meluas, dan sering berpindah
tempat, hilang timbul. Gatal lebih parah saat malam hari. Tidak
2
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
3
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
+ + – –
- Ekstremitas: akral hangat oedem
+ + – –
4
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
- Non medikamentosa
1) Pengobatan harus dilakukan secara bersamaan pada seluruh
orang yang tinggal dalam rumah
2) Persiapan untuk pengobatan :
o Seluruh pakaian yang ada dalam lemari dimasukkan
kedalam kantong plastic, dan diikat. Sisakan pakaian
untuk 3 hari kedepan
o Jemur seluruh pakaian yang sudah ada dalam plastic
selama 3 hari kedepan
o Pada hari terakhir penjemuran (malam), oleskan obat pada
seluruh orang yang tinggal dirumah
3) Mandi seluruh badan sebelum memakai obat
4) Oleskan obat cream (skabimite®) secara merata pada seluruh
badan, baik yang gatal ataupun tidak gatal, kecuali muka.
Pemakaian obat harus dibantu dengan orang lain. Diamkan
selama 10 jam
5) Pagi hari sebelum mandi, turunkan sprei, sarung bantal,
gorden, dan karpet. Jemur sofa dan peralatanm rumah
lainnya, atau semprot dengan insektisida
6) Mandi seluruh badan hingga bersih
7) Kenakan pakaian yang telah dijemur selama 3 hari tadi
8) Penyuluhan hygiene perorangan dan lingkungan
o Tidak menggunakan peralatan pribadi secara bersama-
sama dan alas tidur diganti bila ternyata pernah digunakan
oleh penderita scabies
o Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies.
5
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig,
budukan, dan gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan
produknya.(18)
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua
geografi daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi
masalah utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi
yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang kurang.
Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung. (skin-to-skin) maupun tak
langsung (pakaian, tempat tidur, yang dipakai bersama).(19,20)
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari
atau kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa
terowongan, papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel.(21,22)
Tungau penyebab skabies merupakan parasit obligat yang seluruh
siklus hidupnya berlangsung di tubuh manusia. Tungau tersebut tidak dapat
terbang atau meloncat namun merayap dengan kecepatan 2.5 cm per menit
pada kulit yang hangat. (23)
B. EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang
bervariasi. Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis
seperti Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara,
Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara.(19,24)
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh
dunia terjangkit tungau skabies.(23) Studi epidemiologi memperlihatkan
bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan
tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial
ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi
6
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
hidup di daerah yang padat,(24) sehingga penyakit ini lebih sering di daerah
perkotaan. (20)
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap
musim dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin
dibanding musim panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua
dekade ini dan telah memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah-
rumah sakit, penjara, panti asuhan, (20) dan panti jompo. (25)
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain:
higiene yang buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik
serta ekologi. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat
Hubungan Seksual).(18)
C. ETIOLOGI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.(18,21)
Sarcoptes scabiei adalah parasit manusia obligat yang termasuk filum
Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, superfamili Sarcoptes.
Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil dan bagian belakang
torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang keluar dari dasar
kaki. (23)
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran
0,3 mm. Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini
tidak dapat terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di
lapisan epidermis.(20)
Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan luas 0,3 mm ,
dan jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15 mm.
Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang
bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel.(26)
7
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
8
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
D. PATOGENESIS
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya
memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap
timbulnya gatal.(26) S. Scabiei melepaskan substansi sebagai respon
hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika
melakukan penetrasi ke dalam kulit. (28)
9
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
E. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi
Sarcoptes scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat
menemukan gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang
spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi
skabies, yaitu (18,30) :
10
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies,
kelainan kulit seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8
minggu. Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang
timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada
malam hari.(20,21) Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas
tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal
yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi
gelisah.(30)
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga
dalam sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota
keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat
penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk.
Didalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang
hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier
bagi individu lain.(30)
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung
kepada kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam
stratum korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian
kulit yang memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar
dan tipis. (30)
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan
nodul yang sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar
pada pergelangan tangan dan lateral telapak tangan, siku, aksilar,
skrotum, penis, labia dan pada areola wanita.(20) Bila ada infeksi
sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan
lain-lain).(30)
11
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae (23)
12
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
13
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
2) Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah
kecoklatan berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat
pada daerah yang tertutup terutama pada genitalia, inguinal dan
aksila. Pada nodus yang lama tungau sukar ditemukan, dan dapat
menetap selama beberapa minggu hingga beberapa bulan walaupun
telah mendapat pengobatan anti skabies.(14,15)
14
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
15
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
16
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan.
Tetapi penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga
diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis
ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign. (30) Beberapa
cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya
yaitu :
1) Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral
atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel
steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli.
Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan
kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(30)
2) Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing
ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara
tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif,
Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil
dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan
keahlian tinggi.(30)
3) Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah
lesi dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina,
dibiarkan selama 20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan
kapas alkohol, terowongan tersebut akan kelihatan lebih gelap
dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta didalam
terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran
kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag. (30,33)
4) Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala
secara mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi
17
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
dengan ibu jari dan telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan
dilakukan irisan superficial secara menggunakan pisau dan berhati-
hati dalam melakukannya agar tidak berdarah. Kerokan tersebut
diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak mineral
yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.(20,30)
5) Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.
18
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
F. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat
efektivitas yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan
yang antara lain umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan
factor kegagalan terapi yang pernah diberikan sebelumnya.(20)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh
permukaan tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan
di daerah sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan
area belakang telinga. Pada pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah
dan kulit kepala juga harus dioleskan skabisid topikal. Pasien harus
diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi skabisidal yang
adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4 minggu.
Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan
yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti
scabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin maupun steroid
sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan
gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid
yang lengkap.(20)
1. Penatalaksanaan secara umum
(34)
Edukasi pada pasien skabies :
1) Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2) Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya
dilakukan pada malam hari sebelum tidur.
3) Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4) Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas
19
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
20
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
21
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
22
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
23
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
8) Malathion
(28)
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan
dasar air digunakan selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa
hari kemudian.(30) Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan
karena berpotensi memberikan efek samping yang buruk.(28)
3. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun
skabies berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan
beberapa pengobatan dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi
kepala, wajah, kecuali sekitar mata, hidung, mulut dan khusus dibawah
kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan penggunaan sikat di bagian
bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim permethrin dan
jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat
membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan
keratolitik.(30)
4. Penatalaksanaan skabies nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari
reaksi hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap
terlihat dalam beberapa minggu setelah pengobatan. Skabies nodular
(28)
dapat diobati dengan kortikosteroid intralesi atau menggunakan
primecrolimus topikal dua kali sehari. (28,38)
5. Pengobatan terhadap komplikasi
Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.(13)
6. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi
gatal yang secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah
terapi dengan anti skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi
hidrokortison 1% pada lesi kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas
atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin sangat membantu,
dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .(30)
24
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
25
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
G. PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-
orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi
dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk
mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah
mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi
asimptomatik.(20)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci
bersih dan dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat
hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga
harus dibersihkan (vacuum cleaner).(20)
H. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi
bakteri atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang
ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder.
Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan
ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi
lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi.
Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum,
26
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
I. PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun.
Pada individu yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang
seiring waktu.(20)
Infestasi scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi
scabies, jika diobati dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan
gatal dan ekzema akan sembuh.(25)
Mengetahui,
Peserta Pendamping,
27
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
DOKUMENTASI
28
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
LAPORAN KEGIATAN
29
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
DAFTAR PUSTAKA
30
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
10. Arlian, LG. 1989. Biology, Host Relation, and Epidemiology of Sarcoptes
Scabiei. Annual Review of Entomologi. 34:139-161.
11. Larrosa, A, Cortes-Blanco, M, Martinez, S, Clerencia, C, Urdaniz, L, Urban,
J, et al. 2003. Nosocomial outbreak of scabies in a hospital in Spain. Europe
Surveillence. 8 (10):199-203.
12. Nugraheni, DN. 2008. Pengaruh Sikap Tentang Kebersihan Diri Terhadap
Timbulnya Skabies (Gudik) Pada Santriwati Di Pondok Pesantren Al-
Muayyad Surakarta. Skripsi yang diterbitkan. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
13. Ryan, J. 2010. Frequency Rates and Locations of Scabies. Retrieved May 2,
2014, from Ezinearticles : https://www.ezinearticles.com/?Frequency-Rates-
and-Locations-of-Scabies&id=5259228.
14. Lassa, S, Campbell, MJ, dan Bennett, CE. 2011. Epidemiology of Scabies
Prevalence in the U.K. From General Practice Record. The British Journal Of
Dermatology. 164 (6):1329-1334
15. Fuller, LC. 2013. Epidemiology of Scabies. Curr Opin Infect Dis. 26
(2):123-126.
16. Poeranto, S, Sardjono, TW, Hakim, L, Sanjoto, P, & Rahajoe, S. 1997.
Pengobatan dengan gamexan pada penderita scabiosis di pondok pesantren Al
Munawwariyyah Sudimoro, Malang. Majalah Kedokteran Unibraw. 13
(2):69-73.
17. Heukelbach, J, dan Feldmeier, H. 2006. Scabies. Lancet. 367
(9524):1767-1774.
18. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed.4. Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.
19. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies
Following Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci;
25: 2010. 88-91.
20. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
31
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
21. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin.
Ed.3. Jakarta: EGC; 1996. 191-5.
22. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004.
497-506.
23. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
24. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in
Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
25. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J.
2005. September :17;331(7517)/619-22.
26. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in:
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology.
Vol.2. USA: Blackwell publishing; 2004. 37-47.
27. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies
Lesions. J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.
28. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November
:22/279-292.
29. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
30. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
31. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A.
Schwartz. Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J.
2006. December. 6: 769-777
32. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill;
2677-80
33. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan.
Scabies prevention and Control Manual.
34. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med
J. 2005. Januari. 1(951)/7-11.
35. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies.
New England J Med. 2010. February : 362/717-724.
32
F.6. Upaya Pengobatan Dasar
33