LAPORAN
DESEMBER
WWF Indonesia
2013
Sekapur Sirih
Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi Energi menjadi salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara dan bahkan menjadi kekuatan
ekonomi politik tidak terkecuali Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan
ISBN: 978-979-1461-35-1 ekonomi, tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan energi Indonesia juga terus meningkat
pesat. Sebagian besar kebutuhan energi ini berasal dari sumber energi fosil yang tidak
©2013 terbarukan seperti minyak bumi, gas bumi dan batubara, dimana pemanfaatan energi
Diterbitkan oleh WWF-Indonesia tersebut menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berkontribusi terhadap terjadinya
dan didukung oleh Kedutaan Besar Inggris di Jakarta pemanasan global dan perubahan iklim. Untuk meningkatkan ketahanan energi nasional
dalam jangka panjang serta berkontribusi terhadap upaya global dalam menahan laju
perubahan iklim, konservasi energi dan diversifikasi energi melalui pengembangan energi
Koordinator Program terbarukan yang berkelanjutan merupakan keniscayaan.
Indra Sari Wardhani
Visi WWF di sektor energi adalah mendorong tercapainya 100% Energi Terbarukan pada
Penulis: 2050 secara global. Bagi Indonesia, saat ini merupakan masa penting untuk transisi
Robi Royana dan transformasi menuju pembangunan sektor energi yang lebih ramah lingkungan
dan berkelanjutan. Potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar dan belum
Editor Teknis: dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya adalah energi Panas Bumi. Melalui program
Indra Sari Wardhani “Ring of Fire”, WWF mendukung pengembangan energi panas bumi yang berkelanjutan.
Kontributor Teknis: Pengembangan panas bumi di Indonesia masih terbilang lambat dengan dinamika
Hadi Alikodra, WWF-Indonesia permasalahan yang kompleks. Salah satu yang menjadi perhatian adalah lokasi potensi
Budi Wardhana, WWF-Indonesia panas bumi yang sebagian besar berada di wilayah yang merupakan kawasan hutan dimana
Nyoman Iswarayoga, WWF Indonesia hutan menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati, menyediakan jasa lingkungan seperti
Anwar Purwoto, WWF-Indonesia sumber mata air, mempunyai fungsi sebagai penjaga keseimbangan iklim bumi serta
Indra Sari Wardhani, WWF-Indonesia menjadi sumber pendapatan ekonomi bagi masyarakat dan negara. Panas bumi dan hutan
Retno Setiyaningrum, WWF-Indonesia merupakan sumber daya alam yang memiliki manfaat besar bagi kelangsungan hidup
Arif Budiman, WWF-Indonesia manusia. Pengembangan Panas bumi di kawasan hutan harus senantiasa memperhatikan
Thomas Barano, WWF-Indonesia aspek-aspek kelestarian ekosistem. “Panduan Kelestarian Ekosistem Hutan: Wilayah Kerja
Zulfira Warta, WWF-Indonesia Pengusahaan Energi Panas Bumi di Kawasan Hutan” merupakan sumbangsih pemikiran
WWF-Indonesia dalam upaya mensinergikan pengembangan energi terbarukan yang
Tata Letak dan Desain: berkelanjutan dan mendukung konservasi hutan di Indonesia.
Arief Darmawan
Panduan ini mengidentifikasi kriteria serta indikator penting yang perlu diterapkan dalam
menjaga keberlanjutan kegiatan pemanfaatan panas bumi di kawasan hutan dengan
memperhatikan kemantapan fungsi kawasan hutan, keberlanjutan fungsi ekologi ekosistem
hutan serta keberlanjutan fungsi sosial ekonomi dan budaya pada ekosistem hutan.
Penyusunan panduan ini telah melalui serangkaian proses diskusi dan konsultasi dengan
para pemangku kepentingan. Saya berharap panduan ini dapat menjadi referensi bagi
pemerintah, pengembang panas bumi, akademisi maupun masyarakat.
Yayasan WWF Indonesia
Gedung Graha Simatupang Tower 2 Unit C Kelestarian bumi yang merupakan satu-satunya rumah kita merupakan tanggung jawab
Jalan LetJen TB Simatupang Kav 38 Jakarta Selatan 12540 Indonesia kita bersama.
Telp: +62-21-782 9461 Fax : +62-21-782 9462
Jabat Erat.
www.wwf.or.id Efransjah, CEO WWF-Indonesia
Daftar Isi
Sekapur Sirih 5
Daftar Isi 6
Daftar Tabel 8
Daftar Gambar 9
Daftar Singkatan 10
Daftar Istilah 11
Tabel 2. Penerapan Konsep Kelestarian Hutan 30 Gambar 2. Diagram Alur Sistem dalam Konsep Ekosistem Hutan 29
Tabel 3. Keluaran Kegiatan Pengembangan Panas Bumi 36 Gambar 3. Kerangka Kerja Pengurusan Hutan Indonesia 31
Tabel 4. Distribusi Potensi Panas Bumi di Kawasan Hutan Indonesia 38 Gambar 4. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsinya 32
Tabel 5. Wilayah Kerja Pengembangan Panas Bumi yang Telah Berproduksi 38 Gambar 5. Gradasi Fungsi Hutan Berdasarkan Keaslian dan Tingkat Intervensi Manusia 33
Tabel 6. Kemajuan Pengukuhan Kawasan Konservasi Indonesia 2011 47 Gambar 6. Jumlah dan Luas Kawasan Konservasi Berdasarkan Kategorinya 34
Tabel 7. Sinergi Kepentingan Kelestarian Ekosistem Hutan dan Kegiatan Pengusahaan 49 Gambar 7. Tahapan Kegiatan Pengembangan Panas Bumi 35
Panas Bumi di Kawasan Hutan
Gambar 8. Keterlibatan Para Pihak dalam Proses Pengusahaan Panas Bumi 37
Tabel 8. Indeks untuk Keanekaragaman Hayati 62
Gambar 9. Perbandingan Emisi CO2 dari Beberapa Jenis Sumber Energi 39
Tabel 9. Klasifikasi Intensitas Curah Hujan 65
Gambar 10. Situasi dalam Perumusan Kebijakan Pengusahaan Panas Bumi 42
Tabel 10. Klasifikasi Kelas Kelerengan 66 di Kawasan Hutan dan Arahan Pendekatan dalam Pengambilan Kebijakan
Tabel 11. Klasifikasi Kepekaan Tanah Terhadap Erosi 66 Gambar 11. Diagram Kemungkinan Kondisi Ekosistem pada Kawasan Hutan 58
Wilayah Kerja Panas Bumi
Tabel 12. Karakteristik Biofisik dalam Penentuan Sensitivitas Ekosistem 67
Gambar 12. Ilustrasi Penyusunan Baseline Pengelolaan Ekosistem Hutan 59
Tabel 13. Tipologi Aspek Ekologi 68
Gambar 13. Struktur Hubungan Kategori Keterancaman Spesies 64
Tabel 14. Definisi Tipologi Ekosistem Hutan Berdasarkan Aspek Ekologi 69
Gambar 14. Pengelompokan Tipologi Akhir Pengusahaan Bumi di Kawasan Hutan 68
Tabel 15. Matriks Kriteria dan Indikator Kelestarian Ekosistem Hutan Wilayah Kerja 76
Panas Bumi Gambar 15. Model Hierarki Kinerja Pengusahaan Panas Bumi di Kawasan Hutan 74
Tabel 16. Skala Intensitas Indikator Prinsip Kemantapan Fungsi Kawasan Hutan 78 Gambar 16. Model Hierarki Kelestarian Ekosistem Hutan Wilayah Kerja Panas Bumi 75
(Kriteria: Fungsi Kawasan Tetap)
Tabel 19. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Kemantapan Fungsi 96
Kawasan Hutan (Kriteria: Fungsi Kawasan Tetap)
Tabel 20. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Keberlanjutan Fungsi Ekologi 102
Kawasan Hutan (Kriteria: Terjaminnya Potensi Biologis Kawasan)
Tabel 21. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Keberlanjutan Fungsi Ekologi 110
Kawasan Hutan (Kriteria: Terjaminnya Kondisi Fisik Kawasan Hutan)
Tabel 22. Nilai Baku Setiap Indikator pada Masing-masing Tipologi 116
Hutan Lindung Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem Sustained Yield Principle Pada tingkat intensitas pengelolaan hutan tertentu, hasil kayu yang diproduksi
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan hutan berlangsung secara terus menerus.
erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Restorasi Pemulihan hutan alam untuk membangun kembali struktur dan fungsi,
Hutan Primer Lahan dengan jenis-jenis pohon dan tanaman berkayu yang tumbuh secara
melindungi dan memulihkan habitat kritis, daerah riparian, daerah aliran
alami dan sebagian besar belum terjamah aktivitas manusia sehingga proses
sungai, serta atribut lainnya.
ekologisnya tidak terganggu.
Pengelolaan Hutan Lestari Pengelolaan dan penggunaan hutan yang mempertahankan keanekaragaman
Hutan Sekunder Hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau dibuka untuk
hayati, produktivitas, kapasitas regenerasi, dan fungsi ekonomi sosial.
berbagai kegiatan.
United Nations Framework Perjanjian atau kesepakatan yang dibuat pada KTT Bumi pada tahun 1992, yang
Hutan Tanaman Lahan yang ditumbuhi tegakan pohon yang dibentuk melalui penyemaian benih
Convention on Climate mendesak semua negara yang berkepentingan untuk menstabilkan konsentrasi
dan penanaman anakan pohon.
Change (UNFCCC) GRK di atmosfer pada tingkat yang dianggap tidak membahayakan iklim bumi.
UNFCCC lebih umumnya merujuk pada Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang ditugaskan untuk mendukung pelaksanaan kesepakatan tersebut.
1
http://wapresri.go.id/index/preview/pidato/180
2
Daftar jenis-jenis satwa dan tumbuhan dilindungi dapat dilihat pada lampiran
PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
3
Statistik Kehutanan, Kementerian Kehutanan 2011
Nilai ekonomi keanekaragaman hayati sangat berpotensi Tabel 1. Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
menjadi tulang punggung sektor industri, pertanian,
perdagangan, kehutanan, kesehatan, dan pariwisata.
Kementerian Lingkungan Hidup, mengacu pada sejumlah
studi akademik menyebutkan, nilai sumber daya genetik dan
pengetahuan tradisional setiap tahunnya dapat mencapai
500–800 miliar dollar AS. Untuk tumbuhan obat Indonesia
diperkirakan bernilai 14,6 miliar dollar AS atau lebih dari 2
kali lipat nilai produk kayu hutan. Potensi ini semakin besar
seiring disetujuinya Protokol Nagoya yang akan memberi
perlindungan pada keanekaragaman hayati dan menjamin
pembagian keuntungan bagi Indonesia. Dalam konteks inilah
kepentingan ekologi dengan kekayaan hayatinya akan memberi
manfaat ekonomi.4 Seiring perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, diyakini bahwa penemuan berbagai jenis
keanekaragaman hayati baru dan kegunaannya akan terus
terjadi. Pada saat bersamaan, nilai ekonomi keanekaragaman
hayati akan terus meningkat.
2.1. Ekosistem Hutan dan Dalam perkembangan pengelolaan ekosistem hutan, isu
mengenai gangguan dan kerusakan ekosistem hutan masih
Konsep Kelestarian menjadi topik utama di kalangan ilmuwan, aktivis, dan
pengambil kebijakan di seluruh dunia. Ekosistem hutan
menjadi sorotan utama seputar isu kerusakan ekosistem bumi.
Definisi sederhana ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik makhluk hidup dengan Secara normatif, para pakar pengelolaan hutan (forest
lingkungannya.10 Hutan sebagai suatu ekosistem mencakup: management) telah membuat standar atau tolok ukur
(1) tumbuhan; (2) satwa; (3) tanah sebagai substrat tempat pengelolaan hutan yang baik, yang dikenal dengan konsep
tumbuh; (4) mikroorganisme; dan (5) atmosfer. Jadi, hutan kelestarian atau keberlanjutan hutan. Konsep ini mengacu
merupakan suatu sistem fisis dan biologis yang kompleks, pada pemeliharaan sumber daya untuk masa depan yang tak
yang di dalamnya ada banyak interaksi dan saling bergantung terbatas dengan tanpa penurunan kualitas. Konsep kelestarian
antarkomponen yang berbeda (Supriyadi, 2009). dibutuhkan, karena pengelolaan hutan bertujuan menyediakan
barang dan jasa untuk generasi sekarang dan masa mendatang.
Secara alami, interaksi antarkomponen ekosistem membentuk
variasi hutan, di mana kondisi lingkungan yang berbeda akan Konsep kelestarian hutan berevolusi tiga tahap, yaitu
membentuk hutan berbeda pula. Variasi hutan kemudian kelestarian produksi kayu, kelestarian multi-manfaat hutan,
diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yang istilahnya dan kelestarian ekosistem (Bettinger,2009).11 Pertama,
tergantung pada sistem klasifikasinya. Menurut Spurr dan kelestarian hasil kayu (sustained yield principles) yang
Barnes (1980), hutan dunia dikelompokkan menjadi dua, diartikan “pada tingkat intensitas pengelolaan hutan tertentu,
yakni hutan tropis dan subtropis. Untuk hutan di Indonesia, hasil kayu yang diproduksi hutan berlangsung terus menerus”.
Van Steenis mengelompokkan hutan menjadi hutan tropis Konsep kelestarian ini menekankan perencanaan hutan yang
dan monsoon. Kedua klasifikasi di atas lalu mengelompokkan bertumpu pada keseimbangan pertumbuhan (growth) pohon
tipe hutan secara lebih detil lagi menjadi beberapa tipe hutan. dan pemanenan (harvesting). Pertumbuhan pohon sendiri
Beberapa di antaranya adalah hutan hujan pegunungan, hutan bukanlah sesuatu yang mudah diketahui. Konsep kelestarian
rawa, hutan mangrove, dan hutan kerangas. hasil kayu ini diterjemahkan dalam kaidah pengaturan hasil
hutan (forest yield regulation). Penerapan konsep kelestarian
Untuk mengetahui bentuk respons komunitas hutan hasil kayu di Indonesia diterapkan melalui beberapa sistem
terhadap lingkungannya, komponen-komponen ekosistem silvikultur, misalnya untuk pengelolaan hutan alam adalah
dikelompokkan menjadi enam atribut ekosistem, yaitu (1) Tebang Pilih Indonesia (TPI), Tebang Pilih Tanam Indonesia
komposisi, (2) struktur, (3) pola, (4) heterogenitas, (5) fungsi, (TPTI), Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), dan terakhir
dan (6) dinamika dan resilience (Hobbs dan Norton, 1996). Silvikultur Intensif (Silint) yang sedang diujiterap pada
Heterogenitas sebagai salah satu atribut ekosistem umumnya beberapa unit manajemen hutan. Sementara, sistem silvikultur
dikenal dengan istilah biodiversitas. Definisi biodiversitas untuk hutan tanaman adalah Tebang Habis Permudaan Buatan.
sangat beragam, namun pada intinya biodiversitas adalah
variasi struktur dan fungsi organisme baik pada tingkatan Kedua, konsep kelestarian multi-manfaat hutan (sustainability
genetik, populasi, komunitas, maupun ekosistem (Cox, 1997; of multiple uses) yang berasal dari pemahaman bahwa kayu
Fielder dan Jain, 1992; Hunter, 1996; Hurbelt, 1971; ICBP, bukanlah satu-satunya hasil hutan dan kebutuhan manusia
1992; Johson, 1993; Magurran, 1988; McAllister, 1991; Peet, terhadap hutan sangat beragam. Dalam Millennium Ecosystem
1974; Reid dan Miller, 1989; Sandlund dkk, 1992 dan Wilson, Assessment dijelaskan empat kategori jasa ekosistem hutan
http://id.wikipedia.org/wiki/ekosistem
10 1992). Dalam dimensi keterukuran, biodiversitas dapat yang memberi beragam manfaat, yaitu jasa penyediaan 11
Bettinger P, Boston K, Siry JP,
dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu (1) alpha diversity; (provisioning services), jasa pengaturan (regulating Grebner DL. 2009. Forest Mangement
(2) beta diversity; (3) gamma diversity (Dykeet al, 2008). services), jasa budaya (cultural services), dan jasa pendukung and Planning. Amsterdam: Elsevier.
(supporting services).
Bentuk-bentuk manfaat dari masing-masing jasa ekosistem Kolbet al (1994) mengusulkan, hutan sehat dibedakan oleh empat atribut
ditunjukan pada gambar berikut: kualitatif:
Gambar 1. Berbagai Manfaat dari Ekosistem Hutan 1. Lingkungan fisik, sumber daya biotik, dan jaringan makanan atau nutrisi
untuk mendukung hutan yang produktif setidaknya selama beberapa tahap
Provisioning Services Regulating Services Cultural Services sere (transisi) dalam suksesi ekosistem hutan.
2. Resistensi terhadap perubahan katastropik dan/atau kemampuan untuk pulih
Product obtained from Benefits obtained from Nonmaterial benefits obtained dari perubahan katastropik pada tingkat lanskap.
ecosystem regulation of ecosystem from ecosystem 3. Keseimbangan fungsional antara penyediaan dan tuntutan kebutuhan
processes terhadap sumber daya yang esensial (air, nutrisi, cahaya, ruang tumbuh, dll)
• Food • Climate regulation • Spiritual and religious untuk bagian-bagian utama vegetasi.
• Fresh water • Desease regulation • Recreation and eco-tourism 4. Keanekaragaman dari tahap sere dan struktur tegakan yang menyediakan
• Fuel wood • Water regulation • Aesthetic habitat yang layak untuk berbagai spesies asli dan seluruh proses ekosistem
• Fiber • Water purification • Inspirational yang esensial.
• Bio-chemical • Pollination • Educational
• Genetic resources • Sense of place Pengukuran kesehatan ekosistem untuk kepentingan pengawasan merupakan
• Cultural heritage pekerjaan kompleks dan sulit, terlebih lagi setiap unit ekosistem hutan memiliki
karakteristik masing-masing. Para ahli menyarankan agar pengukuran atau
Supporting Services pengawasan kesehatan ekosistem didekati dengan cara studi baseline struktur
dan fungsi ekosistem, pengkajian terhadap sejarah ekosistem, dan penetapan
Service necessary for the production of all other ecosytem sevices
ekosistem rujukan (reference ecosystem) yang diacu sebagai hutan sehat untuk
• Soil formation • Nutrient cycling • Primary production suatu unit ekosistem hutan yang akan dipantau.
Sumber: Ecosystem and Human Well-being: Synthesis (2005) Gambar 2. Diagram Alur Sistem dalam Konsep Ekosistem Hutan
Ketiga, konsep kelestarian ekosistem yang muncul dari jenis, jumlah &
jenis, jumlah &
konsep pengelolaan berbasis ekosistem (ecosystem based distribusi tumbuhan
distribusi O2, CO2,
H2O, NH4, Panas,
management). Konsep ini menjelaskan, aliran barang dan jasa Komponen Biologis: dan hewan
dll
Vegetasi, Fauna, Manusia
dari hutan tergantung pada proses-proses yang melestarikan
ekosistem. Jika konsep kelestarian hasil kayu dan multimanfaat
Struktur Stabil
menekankan pentingnya hasil atau manfaat dari hutan sebagai
DINAMIKA EKOSISTEM HUTAN
sebuah pabrik barang dan jasa, maka kelestarian ekosistem
mementingkan pabrik itu sendiri.
Degradasi Suksesi Suksesi Ekosistem
Klimak
Konsep kelestarian ekosistem hutan banyak disebut Ekosistem Hutan Awal Pertengahan Hutan Sehat
Fungsi Hutan
Konsep Kelestrian
Produksi Lindung Konservasi
Kelestarian hasil kayu
Kelestarian multi-fungsi hutan
Kelestarian ekosistem
Keterangan :
: Dominan
: Berlaku tetapi tidak dominan
: Tidak berlaku
* Kelestarian ekosistem pada hutan produksi diimplementasikan melalui instrumen high conservation value forest (HCVF).
Sumber: Kompilasi dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990
Salah satu kegiatan pokok perencanaan kehutanan adalah dilakukan pada kawasan Gambar 5. Gradasi fungsi hutan berdasarkan keaslian
penatagunaan kawasan hutan untuk menetapkan fungsi dan hutan lindung dan hutan dan tingkat intervensi manusia.
penggunaan kawasan hutan. Berdasarkan fungsinya, kawasan produksi. Sementara pada
hutan Indonesia dikelompokkan pada tiga kategori: hutan konservasi hanya
pelaksanaannya PP Nomor
HL
Gambar 4. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsinya 2. Hutan lindung adalah 28 Tahun 2011 tentang
kawasan hutan yang Pengelolaan Kawasan HPT
spesies yang ditambahkan dengan lain sesuai kebutuhan. Delineasi, Studi Kelayakan (Feasibility Study), Pengeboran com/2012/09/tahapan-kegiatan-
unsur fisik. 4. Taman Hutan Raya ditata ke dalam zona perlindungan, zona Pengembangan, dan Pemanfaatan Panas Bumi.14 pengembangan-geothermal.html
pemanfaatan, zona koleksi, dan zona lain sesuai kebutuhan.
Merujuk pada SNI 13-5012-1998, keluaran (output) dari setiap Dalam regulasi yang berlaku saat ini, proses pengusahaan
tahapan kegiatan panas bumi sebagai berikut:15 panas bumi melibatkan berbagai pihak, mulai pemerintah
pusat, pemerintah provinsi, kabupaten, pengembang, dan
Tabel 3. Keluaran Kegiatan Pengembangan Panas Bumi pihak lain. Dalam proses itu belum terlihat peran atau
keterlibatan masyarakat lokal dalam proses pengusahaan panas
Tahapan Kegiatan Keluaran (Output) bumi itu.
Penyelidikan Pendahuluan 1. Peta geologi tinjau dan sebaran manifestasi
(Reconnainse Survey) 2. Temperatur fluida di permukaan Gambar 8. Keterlibatan Para Pihak dalam Proses Pengusahaan Panas Bumi
3. Temperatur bawah permukaan (estimasi)
4. Potensi Sumber Daya Spekulatif
Penyelidikan Lanjut 1. Peta geologi pendahuluan
2. a) Peta anomali unsur kimia
b) Tipe fluida
c) Sistem panas bumi
3. Peta geofisika
4. Peta hidrogeologi
5. Peta Sumber Daya Hipotesis
Penyelidikan Rinci 1. a) Peta geologi rinci
b) Peta zona ubahan/alterasi
c) Peta struktur geologi
d) Peta identifikasi bahaya geologi
2. a) Peta anomali kimia
b) Model hidrologi
3. a) Peta anomali dan penampang tegak sifat fisis batuan
b) Sifat fisis batuan dan & fluida dari sumur landaian suhu
4. Sumur landaian suhu
5. Model panas bumi tentatif
6. Rekomendasi titik lokasi pemboran eksplorasi.
7. Potensi “cadangan terduga”
Pemboran Eksplorasi 1. Sumur eksplorasi
(Wildcat) 2. a) Model geologi bawah permukaan
b) Zona ubahan/alterasi
3. Sifat fisis dan kimia sumur
4. Model panas bumi tentatif
5. Potensi sumur eksplorasi
Sumber: Ditjen EBTKE, 2010
Pra-Studi Kelayakan 1. a) Potensi “Cadangan Mungkin”
(Pre-Feasibility Study) b) Pemanfaatan langsung atau tidak langsung
2. Rencana pengembangan
Pemboran Delineasi 1. Sumur delineasi
2. Model panas bumi
3. Potensi sumur
4. Karakteristik reservoir
Studi Kelayakan 1. Potensi “Cadangan Terbukti”
(Feasibility Study) 2. a) Ranacngan sumur produksi dan injeksi
b) Rancangan pemipaan sumur produksi
c) Rancangan sistem pembangkit listrik
3. Layak atau tidak layak untuk dikembangkan
Pemboran Pengembangan 1. Sumur pengembangan
2. Kapasitas produksi lapangan panas bumi
Sumber: Irsamukthi, 2012
http://irsamukhti.blogspot.
15
com/2012/09/tahapan-kegiatan-
pengembangan-geothermal.html
36 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi Foto: ©Moving Images/ NL Agency WWF-Indonesia 37
2. PANAS BUMI DAN HUTAN
2.4. Potensi Sumber Daya Panas Bumi 2.5. Pengaruh Kegiatan Operasional
di Kawasan Hutan Panas Bumi Terhadap Hutan
Potensi panas bumi di kawasan hutan pada 2010 mencapai Panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang ramah
16.228 MW di 124 titik. Rinciannya, 41 titik potensi di kawasan lingkungan, karena emisi karbon yang dihasilkan sangat
Hutan Konservasi dengan potensi 5.935 MW, 46 titik potensi rendah dengan bukaan lahan lebih kecil bila dibandingkan
di kawasan Hutan Lindung (6.623 MW), dan 37 titik potensi jenis energi fosil, seperti batubara, minyak, dan gas bumi.
di kawasan Hutan Produksi (3.670 MW). Secara keseluruhan,
potensi panas bumi di kawasan hutan mencapai 57 persen dari Meskipun fakta panas bumi Gambar 9. Perbandingan Emisi CO2 dari Beberapa Jenis Sumber Energi
total potensi panas bumi Indonesia. lebih rendah emisi, masih
ada beda pendapat soal
Tabel 4. Distribusi Potensi Panas Bumi di Kawasan Hutan Indonesia pengusahaan panas bumi.
Para pendukung panas bumi
menganggap tak ada implikasi
KAWASAN HUTAN APL Total
serius dari pengembangan
Hutan panas bumi terhadap
PULAU Konservasi
Hutan Lindung Hutan Produksi
Jum. Ttk Potensi Jum. Ttk Potensi
Potensi (MW) Potensi (MW) kelestarian ekosistem hutan
Jum. Ttk Potensi Jum. Ttk Potensi Jum. Ttk Potensi
Potensi (MW) Potensi (MW) Potensi (MW) atau keanekaragaman hayati.
Sumatera 21 3.134 15 2.890 6 720 42 6.635 84 13.379 Alasannya, pembangkit panas
Jawa-Bali 8 2.100 12 2.899 9 2.024 47 3.269 76 10.292 bumi hanya butuh lahan kecil
NTB-NTT 1 27 3 338 3 279 15 837 22 1.481 untuk menempatkan beberapa
Maluku & Papua 2 165 7 155 12 452 4 227 25 999 kepala sumur (wellpad). Satu
Sulawesi 9 509 9 341 5 175 32 1.322 55 2.347 wellpad butuh ruang terbuka
Kalimantan 2 20 1 25 3 45 tak lebih dari 0,2 ha lahan Sumber: Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan Indonesia First
Jumlah 41 5.935 46 6.623 37 3.670 141 12.315 265 28.543 dengan 4-5 sumur di dalamnya. Communication on Climate Change Convention, pada presentasi Dr. Ir. Nenny Miryani Saptadji,
Kegiatan yang mengganggu “Issue Lingkungan dari Pengusahaan Panas Bumi”
Prosentase 15,47 20,79 17,36 23,20 13,96 12,86 53,21 43,15 100 100
Sumber: EBTKE, 2010 adalah saat berlangsungnya
pengeboran sumur baru yang butuh pembukaan lahan kurang
Hingga kini, operasi pengembangan panas bumi yang telah
1 ha dan pembukaan akses jalan ke lokasi pengeboran untuk
berproduksi berada di 5 kawasan dengan total penggunaan lahan
mobilisasi peralatan. Pengeboran satu sumur bisa memakan
566.333,74 hektar, yang meliputi 340.803.38 ha (60,18 persen) di
waktu 20-30 hari. Setelah itu, lahan yang telah dibuka dapat
areal penggunaan lain (APL), 51.768,99 ha (9,14 persen) di Hutan
langsung dipulihkan.
Konservasi (HK), 127.166,67 ha (22,45 persen) di Hutan Lindung
(HL), 3.758,48 ha (0,66 persen) di Hutan Produksi (HP), dan
Sementara itu, para pelestari lingkungan masih melihat
42.836,21 ha (7,56 persen) di Hutan Produksi Terbatas (HPT).
kegiatan panas bumi di kawasan hutan berisiko terhadap
kelestarian ekosistem hutan dengan berbagai alasan. Yakni:
Tabel 5. Wilayah Kerja Pengembangan Panas Bumi yang Telah Berproduksi 1. Instalasi drilling rig dan seluruh peralatan memerlukan
pembangunan jalan akses dan drilling pad. Operasi ini akan
No. NAMA WKP
LOKASI PENGGUNAAN LAHAN (Ha) mengubah morfologi permukaan (platform) dan dapat merusak
APL HK HL HP HPT Tubuh Air struktur vegetasi dan mempengaruhi habitat satwa liar.
1 Gunung Salak G. Salak,
6,326.11 17,242.60 19,077.20 2,399.62 1,431.48 310.31 2. Pelepasan uap tak terkendali (blowout) dapat mencemari
Sukabumi, Jabar
air permukaan.
2 PGE DTT Dieng G. Prahu Dieng,
Jateng
70,878.14 58.51 7,522.81 854.86 33,553.13 3. Instalasi pipa pengangkutan panas bumi dan pembangunan
3 PGE Kamojang/Darajat/ Papandayan, power plant juga membutuhkan pembukaan lahan yang
Cikuray, Jabar 105,987.29 14,222.39 32,474.83 246.43
Papandayan akan mempengaruhi struktur vegetasi dan habitat satwa liar,
4 PGE Lahendong Tompaso,
80,695.96 1,658.36 12,124.43 7,033.91 4,789.35 serta morfologi permukaan.
Tomohon, Sulut
5 PGE Pangalengan/ Patuha,
Papandayan, 76,915.88 18,587.13 55,967.40 257.57 817.69 184.86
Wayang Windu Malabar, Jabar
praktik pengelolaannya. Eksplorasi sumur panas bumi di belum mantap, dan 3) Kinerja pengelolaan yang masih
TNGHS pertama dimulai tahun 1983, lalu Unit 1 dan 2 mulai lemah. Legalitas seluruh kawasan hutan didasari oleh Peta
berproduksi tahun 1994. Setelah operasi pengembangan panas Penunjukan Menteri Kehutanan. Beberapa unit pengelolaan
bumi di TNGHS dimulai, pemahaman mengenai karakteristik hutan terutama Perhutani dan Perusahaan yang memiliki Hak
reservoir (subsurface) panas bumi di TNGHS terus meningkat, Pengusahaan Hutan (HPH) atau Ijin Usaha Pengelolaan Hasil
dan itu sangat menentukan strategi optimalisasi sumber daya Hutan Kayu (IUPHHK) telah menerjemahkan peta itu menjadi
panas bumi di TNGHS, di mana sumur-sumur berikutnya peta berskala lebih besar. Sementara, unit pengelolaan hutan
akan dibor, fasilitas produksi apa saja dan di mana yang akan konservasi di bawah pemangkuan Direktorat Jenderal PHKA
dibangun, di mana powerplant akan diletakkan, dan lain-lain. belum mengimplementasikannya dan secara aturan belum
punya arahan memadai untuk itu. Kawasan konservasi masih
Kasus serupa terjadi di Cagar Alam dan Taman Wisata menggunakan peta penunjukan/penetapan parsial maupun
Alam Kamojang serta hutan lindung di sekitarnya. Operasi peta kawasan hutan dan perairan per provinsi berskala kecil.
pengembangan panas bumi di sana adalah steam dominated Lalu, dari aspek prakondisi, masih banyak kawasan yang belum
geothermal system yang relatif jarang atau mungkin satu- selesai proses pengukuhannya (baca: penataan batas). Secara
satunya di Indonesia. Eksplorasi panas bumi di kawasan aktual, tanda-tanda fisik batas kawasan hutan di lapangan
konservasi itu terus bergerak dan belum diketahui kapan akan sering tidak jelas, yang berisiko terhadap klaim kepentingan
menemui titik jenuhnya. Semuanya itu berpengaruh terhadap yang tak jarang menimbulkan konflik kepemilikan lahan.
kegiatan pembukaan kawasan.
Tabel 6. Kemajuan Pengukuhan Kawasan Konservasi Indonesia 2011
Pembangunan berbagai fasilitas penunjang untuk operasional
pengusahaan sumber daya panas bumi di dalam kawasan
Kemajuan Pengukuhan CA SM TN TWA TB THR Jumlah
hutan membutuhkan pembukaan lahan yang berpotensi No
Kawasan
mengganggu habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa.
PLTP di kawasan TNGHS. Gangguan itu tak hanya terjadi pada satu titik lokasi, tetapi 1 Sudah penetapan 61 17 16 26 3 13 136
Foto: ©Moving Images/ NL Agency.
tersebar di beberapa titik di dalam kawasan hutan, termasuk 2 Sudah proses BATB 44 20 20 4 2 90
untuk pembangunan akses jalan, pipa uap, jaringan listrik, 3 Sudah temu gelang, proses 41 12 6 27 3 1 90
BATB belum selesai
dan infrastruktur lain untuk kepentingan pembangunan
21
Spesies eksotik, dalam buku 4 Dalam proses tata batas 45 9 24 9 2 89
Ensiklopedia Kehutanan Indonesia pembangkit listrik panas bumi.
5 Belum tata batas 54 17 4 34 1 6 116
disebutkan bahwa suatu pohon 245 75 50 116 13 22 521
dianggap eksotik apabila pohon Pembangunan jalan dan berbagai infrastruktur baru itu Keterangan :
tersebut tumbuh di luar sebaran seringkali dimanfaatkan para pencari lahan, penebang liar, BATB : Berita Acara Tata Batas TWA : Taman Wiasata Alam
alaminya. Jenis eksotik mungkin dapat dan perambah hutan untuk masuk ke dalam kawasan hutan CA : Cagar Alam TB : Taman Buru
merugikan flora ataupun fauna asli. SM : Suaka Margasatwa THR : Taman Hutan Raya
yang dilindungi. Terbukanya akses ke kawasan sering diiringi TN : Taman Nasional
Kebanyakan tanaman eksotik yang
menimbulkan problem lingkungan munculnya spesies-spesies eksotik21 yang sengaja atau tak
adalah tanaman yang diintroduksi sengaja diintroduksi ke dalam kawasan, bahkan bisa menjadi
secara tidak sengaja. Pada habitat dominan karena sifatnya invasif (invasive alien species). Dari aspek kinerja pengelolaan hutan, tidak jarang ditemui
barunya mungkin hanya sedikit predator Kejadian itu berpotensi menimbulkan fragmentasi habitat, suatu unit kawasan hutan dalam kondisi yang sama sekali
atau penyakit sehingga populasi memunculkan hambatan dalam proses migrasi dan memutus tak mencerminkan fungsinya, karena pengelolaan yang tidak
tumbuhnya tidak terkendali yang
ruang jelajah satwa, menurunkan dan memutus jaringan efektif. Contoh kasus di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,
sering dinamakan eksotik invasive.
Perakaran tanaman eksotik invasif persediaan pakan (trophic network), menurunkan kemampuan tepatnya di Resort Souh dan Sekincau dimana lokasi itu juga
bersifat ekstensif yang mendominasi reproduksi dan kelangsungan hidup berbagai spesies yang ditetapkan sebagai salah satu wilayah kerja pertambangan
atas kelembaban dan kandungan dilindungi, langka, dan terancam punah, serta menurunkan panas bumi. Luas total wilayah kerja kedua resort itu 50.975
nutrien tanah sehingga tanaman persediaan cadangan genetik, dan lain sebagainya. ha, dan seluas 29.707 ha berubah menjadi kebun kopi, coklat,
lebih cepat tumbuh dan tajuk cepat dan berbagai tanaman pertanian lainnya yang di dalamnya juga
menutup vegetasi di bawahnya. Juga
Dari sisi pengurusan hutan, ketidakpastian bersumber dari terdapat fasilitas-fasilitas publik seperti sekolah, kantor desa,
karena tanaman eksotik ada yang
menghasilkan “allelopati” yang bersifat tiga aspek utama, yaitu 1) Status hukum dan prosedur izin dan lain-lain. Itu gambaran kondisi bahwa status dan fungsi
racun bagi vegetasi lainnya sehingga pengusahaan panas bumi di kawasan hutan yang masih kawasan yang ditetapkan secara resmi mungkin akan berbeda
mengurangi keragaman biologi. belum jelas; 2) Status legal dan aktual kawasan yang masih dengan kondisi aktualnya.
(lanjutan) Tabel 7.
2.8. Beberapa Perangkat Kelestarian Lingkungan
Tahapan Kegiatan Keluaran (Output)
UU No. 27
Sebelum masuk tahap perumusan panduan, terlebih dahulu perlu
SNI 13-5012-1998 Kepentingan Pengembangan Panas Bumi Kepentingan Kelestarian Ekologi Hutan diketahui beberapa instrumen yang sering dipakai untuk berbagai
Tahun 2003
Eksplorasi Pengeboran Eksplorasi 1. Sumur eksplorasi 1. Hasil monitoring dampak kegiatan kepentingan yang pada dasarnya mengarah pada upaya menjamin
(Wildcat) 2. a) Model geologi bawa permukaan eksplorasi terhadap kondisi kelestarian lingkungan. Dimana posisi panduan itu terhadap
b) Zona ubahan/alterasi fisik kawasan instrumen-instrumen tersebut? Beberapa di antaranya sebagai berikut:
3. Sifat fisis dan kimia sumur 2. Hasil monitoring dampak kegiatan
4. Model panas bumi tentatif eksplorasi terhadap potensi
5. Potensi sumur eksplorasi biologis kawasan
3. Dampak kegiatan eksplorasi terhadap 1. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
fungsi ekologi ekosistem hutan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dikategorikan
Pra-Studi Kelayakan 1. a) Potensi “Cadangan Mungkin” 1. Tingkat pengaruh kegiatan ekploitasi
menjadi tiga jenis sesuai intensitas dan tingkat pembangunan yang
(Pre-Feasibility Study) b) Pemanfaatan langsung atau dan pemanfaatan panas bumi
tidak langsung terhadap kondisi ekologi hutan. diusulkan, antara lain:
2. Rencana pengembangan 2. Rencana perlindungan hutan • AMDAL Kegiatan Terpadu/multisektor, dampak penting suatu
berbasis ekosistem usaha atau kegiatan terpadu pada lingkungan dimana suatu
rencana proyek/kegiatan terletak di satu kesatuan hamparan
Pengeboran Delineasi 1. Sumur delineasi 1. Site plan kegiatan eksploitasi dan ekosistem dan juga melibatkan lebih dari satu instansi pemerintah
2. Model panas bumi pemanfaatan panas bumi. yang berwenang.
3. Potensi sumur 2. Posisi kegiatan-kegiatan eksploitasi
• AMDAL Kawasan, dampak penting suatu rencana proyek/kegiatan
4. Karakteristik reservoir dan pemanfaatan panas bumi pada
kawasan hutan berdasarkan zona/blok terpadu terletak di tipe ekosistem tunggal, di bawah kewenangan
dan tipologi biofisik ekosistem hutan. satu instansi pemerintah.
• AMDAL Daerah, dampak penting suatu rencana proyek/kegiatan
Studi Studi Kelayakan 1. Potensi “Cadangan Terbukti” 1. Kelayakan (layak atau tidak layak) terpadu yang diusulkan terletak di tipe ekosistem tunggal di daerah
Kelayakan (Feasibility Study) a) Rancangan sumur produksi dan injeksi kegiatan pengusahaan panas bumi perencanaan pembangunan, yang melibatkan lebih dari satu instansi
b) Rancangan pemipaan sumur produksi dilaksanakan di kawasan hutan dari berwenang sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan.
c) Rancangan sistem pembangkit listrik aspek ekologi hutan.
2. Layak atau tidak layak 2. Jika layak: Rancangan kegiatan
untuk dikembangkan pengelolaan ekosistem Dalam perangkat ini, dampak signifikan diartikan sebagai perubahan
(perlindungan ekosistem yang masih mendasar terhadap lingkungan yang disebabkan suatu usaha atau
dalam kondisi baik, pemeliharaan kegiatan. Signifikansi dampak ditentukan 7 parameter, yaitu:
proses suksesi yang sedang - Jumlah orang yang terkena dampak,
berlangsung, restorasi dalam rangka - Luasnya dampak,
percepatan suksesi alam dan
pemulihan areal terdegradasi)
- Lamanya dampak berlangsung,
3. Rancangan “kegiatan luar biasa”, - Intensitas dampak,
misalnya: pembuatan koridor jelajah - Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak,
satwa, pembangunan second habitat, - Sifat kumulatif dampak,
relokasi, restorasi, dll. - Dampak yang dapat dipulihkan atau tidak dapat dipulihkan.
Eksploitasi Pengeboran 1. Sumur pengembangan Pembangunan seluruh fasilitas utama Jenis usaha dan kegiatan yang dapat berdampak signifikan terhadap
Pengembangan 2. Kapasitas produksi lapangan panas bumi dan pendukung untuk eksploitasi
dan pemanfaatan tidak menimbulkan
lingkungan dikelompokkan dalam 14 sektor dan 84 kegiatan.
degradasi fungsi ekologi ekosistem. Rincian kegiatan dan skalanya pernah diumumkan oleh Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-11/Menlh/3/1994 mengenai
Pemanfaatan 1. Pembuatan fasilitas utama PLTP (wellpad, jenis usaha atau kegiatan yang membutuhkan penilaian dampak
pipa alir, sparator, switchyard, dll). lingkungan yang kemudian direvisi melalui Keputusan Menteri
2. Pembuatan fasilitas pendukung produksi Negara Lingkungan Hidup No. 17/2001 mengenai jenis usaha atau
(jalan, kantor, dll).
kegiatan yang membutuhkan penilaian dampak lingkungan. Laporan
Dampak Lingkungan disebut sebagai Analisa Dampak Lingkungan
(ANDAL) yang merupakan studi penelitian rinci dan mendalam
tentang dampak penting suatu proyek atau kegiatan. Lalu, • HCV2: Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap luas
rencana pengelolaan dan pemantauan harus disiapkan untuk yang penting secara global, regional, dan lokal yang berada di
mengelola dan memantau dampak signifikan dari rencana dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian
proyek dan kegiatan. Rencana Pengelolaan Lingkungan besar populasi spesies atau seluruh spesies yang secara alami
disebut sebagai RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan ada di kawasan tersebut berada dalam pola-pola distribusi
Rencana Pemantauan Lingkungan disebut RPL (Rencana dan kelimpahan alami.
Pemantauan Lingkungan).
• HCV3: Kawasan hutan yang berada di dalam atau mempunyai
Berdasar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun ekosistem yang langka, terancam, atau hampir punah.
2012 tentang Kegiatan Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Memiliki AMDAL, kegiatan pengusahaan panas bumi yang • HCV4: Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam
wajib memiliki Amdal adalah kegiatan eksploitasi panas bumi dalam situasi yang kritis, misalnya perlindungan daerah
dengan luas WKP lebih dari 200 ha, luas daerah terbuka untuk aliran sungai, pengendalian erosi, dll.
usaha panas bumi lebih dari 50 ha, pengembangan uap panas
bumi dan/atau pembangunan pembangkit lebih dari 55 MW, • HCV5: Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi
atau pembangunan jaringan transmisi ketenagalistrikan lebih kebutuhan dasar masyarakat lokal, misalnya pemenuhan
dari 150 kV. Untuk kegiatan pengusahaan panas bumi di bawah kebutuhan pokok, kesehatan, dll.
skala tersebut tidak membutuhkan AMDAL, namun tetap harus
membuat Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya • HCV6: Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas
Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai prosedur yang diatur budaya tradisional masyarakat lokal, seperti kawasan
dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 86 budaya, ekologi, ekonomi, dan agama yang penting yang
Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan UKL dan UPL. diidentifikasi bersama masyarakat lokal bersangkutan.
Kesehatan
Hutan
itu, diperlukan penetapan tipologi ekosistem hutan yang hutan yang terdegradasi,
Proyeksi Scenario
Additionality
hutan, tetapi dalam penyusunannya harus diupayakan merupakan manfaat tambahan
Proy
sesederhana mungkin agar mudah dipahami. dibandingkan dengan eksi
BaU
pengelolaan hutan dalam
Gambar 11. Diagram Kemungkinan Kondisi Ekosistem Penetapan tipologi ekosistem skema pengelolaan biasa
pada Kawasan Hutan Wilayah Kerja Panas Bumi hutan berdasar aspek (business as usual/BAU)
Tahun
ekologisnya dilakukan tanpa adanya pengusahaan
x-y x x+y
menggunakan pendekatan panas bumi.
baseline kesehatan ekosistem
Fungsi Ekosistem
Secara umum akan terdapat Oleh karena itu, upaya memahami karakteristik ekosistem dari
Struktur Ekosistem tiga kemungkinan arahan aspek ekologis, secara sederhana dapat dilihat dari karakteristik
pengelolaan ekosistem, biologis dan fisiknya. Karakteristik biologis ekosistem biasanya
yaitu 1) Pengelolaan ekosistem yang mengarah pada upaya dilihat dari keanekaragaman hayati serta keberadaan jenis fauna
mempertahankan kondisi aktual jika kondisi ekosistem secara dan flora penting (endemik, langka, dan terancam punah). Adapun
aktual dalam kondisi sehat; 2) Pengelolaan ekosistem yang karakteristik fisik ekosistem dilihat dari tutupan lahan, fisiografi
diarahkan pada upaya pemeliharaan atau percepatan proses lahan (bentuk lahan, ketinggian, kelerengan, dan land system), tanah,
suksesi yang sedang terjadi jika kondisi aktual ekosistem sedang air, dan udara.
dalam tahap suksesi secara alamiah; 3) Pengelolaan ekosistem
yang diarahkan pada upaya rehabilitasi atau restorasi jika 3.2.1. Karakteristik Biologis Ekosistem
kondisi aktual ekosistem dalam kondisi terdegradasi.
Karakteristik biologis suatu unit ekosistem ditunjukkan oleh berbagai
Kehadiran pengusahaan panas bumi dalam suatu unit kawasan hal. Contohnya, tingkat keanekaragaman hayati dan keberadaan
hutan diharapkan dapat meningkatkan kinerja pengelolaan suatu jenis, tipe habitat, dan lain-lain yang merupakan salah satu
ekosistem. Itu berkaitan dengan aspek additionality, yaitu ukuran penting dalam prinsip kelestarian.
bagaimana keberadaan pengusahaan panas bumi dapat
1. Keanekaragaman Hayati
Dalam dokumen Indonesian Biodiversity Strategy and Action • Keanekaragaman tingkat ekosistem
© WWF-Indonesia.
Plan 2003, pengertian atau definisi keanekaragaman hayati Makhluk hidup yang beranekaragam baik bentuk,
mencakup aspek-aspek sebagai berikut:26 penampakan, dan sifat-sifat lainnya berinteraksi dengan
lingkungan abiotiknya dan dengan jenis-jenis makhluk
• Keanekaragaman hayati adalah istilah yang dipakai untuk hidup lainnya. Interaksi itu akan membentuk berbagai
menggambarkan keanekaan bentuk kehidupan di bumi, macam ekosistem sehingga membentuk keanekaragaman
interaksi di antara berbagai makhluk hidup serta antara ekosistem. Di Indonesia, keanekaragaman ekosistemnya
mereka dengan lingkungannya; mencapai 47 ekosistem berbeda.
Pengukuran species diversity umumnya menggunakan indeks, yaitu suatu nilai tunggal yang Status suatu spesies dapat dikategorikan berdasarkan
menggambarkan suatu keadaan secara sederhana. Secara praktis, jika kita melakukan survei persebaran, kelimpahan, dan status perlindungannya, yaitu
di beberapa lokasi, maka nilai indeksnya dapat dibandingkan untuk mengetahui bagaimana sebagai berikut:
perbedaan keanekaragaman di masing-masing lokasi. Beberapa indeks species diversity yang
umum digunakan, misalnya indeks species richness (Margalef’s index), Shannon’s index, dan • Berdasar persebarannya, suatu spesies dapat diartikan
Simpson index. sebagai spesies asli, spesies endemik, dan spesies introduksi.
Ketiganya sering disebutkan untuk satu pengertian yang
Meski ada beberapa indeks menyangkut species richness, Margalef’s index yang paling sama, padahal masing-masing berbeda. Spesies asli (native
sederhana. Namun, dalam indeks ini proporsi kelimpahan jenis tidak diperhitungkan. species) yang disebut juga indigenous species adalah
spesies-spesies yang menghuni suatu wilayah atau ekosistem
• Analisis keanekaragaman vegetasi ini merupakan turunan dari kajian komposisi jenis. secara alami tanpa campur tangan manusia. Kehadiran
Analisis lebih lanjut dari tingkat keanekaragaman ini dapat diarahkan pada kajian mengenai spesies ini melalui proses alami tanpa intervensi manusia.
struktur komunitas dan profil tegakan. Struktur komunitas diperoleh melalui perhitungan Spesies endemik merupakan gejala alami sebuah biota untuk
Indeks Nilai Penting (INP) yang menggambarkan kerapatan pohon, penyebaran jenis menjadi unik pada suatu wilayah geografi tertentu. Sebuah
(frekuensi), dan penguasaan jenis (dominasi). Indeks Nilai Penting memberi gambaran spesies bisa disebut endemik jika spesies itu spesies asli yang
pengaruh atau peranan suatu jenis dalam komunitasnya. Sementara itu, profil tegakan hanya bisa ditemukan di sebuah tempat tertentu dan tidak
menggambarkan proyeksi vertikal dan horizontal suatu tegakan. ditemukan di wilayah lain. Wilayah di sini dapat berupa
pulau, negara, atau zona tertentu.
Tabel 8. Indek untuk Keanekaragaman Hayati
Sementara itu, spesies introduksi (introduced species)
merupakan spesies yang berkembang di luar habitat
Formula Keterangan
(wilayah) aslinya akibat campur tangan manusia, baik
Species Indeks
sengaja ataupun tidak. Beberapa spesies ada yang merusak
• Dm: Diversity, dan bersifat invasif. Namun, lainnya tak berdampak negatif,
• S: Jumlah species,
Margalef’s index bahkan menguntungkan bagi ekosistem dan manusia.
• N : Jumlah total individu seluruh
species dalam sampel
• H’: Nilai indeks Shannon-Wiener • Berdasar keberadaannya, suatu spesies di muka bumi terkait
• Pi: Proporsi dari tiap spesies i. risiko kepunahan di masa depan. Dalam IUCN Red List
• H’ adalah jumlah dari seluruh pi ln pi Catagories terdapat beberapa tingkatan spesies berdasar
untuk semua spesies dalam komunitas. risiko kepunahannya secara global, yaitu:
• Jika komunitas hanya memiliki 1
spesies, maka H’ = 0.
- Punah (Extinct/EX)
• Semakin tinggi nilai H’ mengindikasikan
semakin tinggi jumlah spesies dan Spesies dalam kategori ini di dalam daftar IUCN
Shannon’s index semakin tinggi kelimpahan relatifnya. merupakan spesies yang tak ada lagi keberadaannya.
• Nilai indeks Shannon biasanya berkisar Spesies terakhirnya terbukti benar-benar sudah mati.
antara 1.5 – 3.5, dan jarang sekali
mencapai 4.5. - Punah di Alam Liar (Extinct in the Wild/EW)
• Meskipun Shanon-Wiener’s index Keberadaan spesies kategori ini tak ada di alam liar atau
sudah menyertakan evenness dalam
perhitungannya, namun evenness dapat
habitat aslinya. Hanya ada di penangkaran-penangkaran.
dihitung secara terpisah menggunakan
nilai Hmax (maksimum diversity). - Kritis (Crically Endangered/CE)
• E: evenness Spesies yang benar-benar sangat berisiko tinggi akan
• ni: Jumlah individu dari suatu jenis punah di alam liar atau di habitat aslinya dalam
Simpson index • n: Jumlah total individu seluruh jenis waktu dekat.
- Data kurang (Data Deficient/DD) Data penafsiran citra satelit itu lalu dicek ke lapangan untuk
mengoreksi beberapa kesalahan penafsiran sehingga sesuai
- Belum dievaluasi (Not Evaluted/NE) kondisi riil dan perubahan terkini di lapangan.
Gambar 13. Struktur Hubungan Setiap Katagori Keterancaman Spesies Tipe iklim dianalisis berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt
dan Ferguson. Data hujan bulanan selama 10 tahun terakhir
dikelompokkan dalam bulan kering (curah hujan bulanan < 60
Extinct (EX) mm), bulan lembab (curah hujan bulanan antara 60-100 mm), dan
bulan basah (curah hujan bulanan > 100 mm). Penentuan tipe iklim
Extinct in the Wild (EW)
didasarkan pada nilai Q yang dihitung dengan rumus:
3. Mata Air
3.3. Tipologi Ekosistem Hutan
Pengamatan air meliputi pendataan sumber mata air di dalam
kawasan hutan. Informasi yang perlu dicatat, meliputi letak Berdasarkan Aspek Ekologis
mata air, debit mata air, ketinggian tempat lokasi mata air, dan
deskripsi tutupan lahan di sekitar mata air. Penyusunan tipologi aspek ekologi ini merupakan salah satu
bentuk analisis data ekosistem dari aspek ekologis. Analisis dapat
4. Fisiografi Lahan dipakai untuk berbagai kepentingan, termasuk melihat tingkat
sensitivitas ekologis suatu ekosistem untuk memprediksi respons
Bentuk lahan dan ketinggian tempat dianalisis secara deskriptif yang mungkin terjadi dari kemungkinan gangguan-gangguan
berdasarkan Peta Topografi dengan memperhatikan pola dan pada sistem ekologi. Sensitivitas juga dimaknai sebagai rasio
ketinggian garis kontur. Kelas lereng diklasifikasikan sesuai antara kekuatan dari luar yang akan menyebabkan perubahan
kerapatan garis kontur. Pada bagian berbukit/bergunung, kondisi asli ekosistem dengan kekuatan internal ekosistem dalam
selain dengan analisis kerapatan kontur, penetapan kelas mempertahankan keseimbangannya.
lereng juga dilakukan secara sistematis dengan melihat puncak
atau punggung bukit/gunung. Panjang lereng ditentukan Daerah-daerah yang dianggap sensitif biasanya adalah daerah yang
berdasarkan pengamatan di lapangan dengan memprediksi secara biologis memiliki tingkat keanekaragaman hayati tinggi
rata-ratanya pada masing-masing kelas lereng dan lokasinya. atau merupakan tempat hidup jenis-jenis flora dan atau fauna
Kelas kelerengan yang dipakai sebagai berikut: penting (endemik, langka, dan terancam punah). Dari berbagai
upaya dalam rangka mengukur tingkat sensitivitas ekologis suatu
ekosistem hutan dapat diterapkan beberapa parameter pada unsur
Table 10. Klasifikasi Kelas Kelerengan biologis dan fisik kawasan hutan, yaitu sebagai berikut:
Kelas Kondisi Klasifikasi Tabel 12. Karakteristik Biofisik dalam Penentuan Sensitivitas Ekosistem
Lereng Di Peta Di Lapangan lereng
1 Jarak kontur > 6,25 mm 0%-8% Datar Komponen Ekologi Sensitivitas
2 Jarak kontur 3,33 - 6,25 mm 8 % - 15 % Landai
3 Jarak kontur 2,00 - 3,32 mm 15 % - 25 % Agak curam Tinggi Sedang Rendah
4 Jarak kontur 1,25 – 1,99 mm 25 % - 40 % Curam Biologi Kawasan (B)
5 Jarak kontur < 1,25 mm > 40 % Sangat Curam Keanekaragaman hayati Tinggi Sedang Rendah
Sumber: SK Menteri Pertanian No. 873/Kpts/UM/11/1980
Keberadaan jenis tumbuhan endemik. Lebih dari satu jenis Satu jenis Tidak ada
Keberadaan jenis tumbuhan
5. Tanah terancam punah
Keberadaan jenis fauna endemik Lebih dari satu jenis Satu jenis Tidak ada
Kondisi fisik yang penting untuk diperhatikan dalam panduan
Keberadaan jenis fauna
ini adalah kepekaan tanah terhadap erosi. Data kepekaan tanah
terancam punah
terhadap erosi diperlukan untuk menentukan jenis perlakuan
Fisik Kawasan
yang dapat dilakukan pada suatu unit lahan. Kepekaan tanah
terhadap erosi menurut jenis tanahnya adalah sebagai berikut: Tutupan lahan Hutan primer Hutan sekunder Non hutan
Kelerengan Curam- Sangat Curam Agak curam Landai-Datar
(>25%) (15-25%) (0-15%)
Tabel 11. Klasifikasi Kepekaan Tanah terhadap Erosi Intensitas hujan Sangat tinggi-tinggi Sedang Rendah-sangat rendah
(>27,7) (20,7-27,7) (<20,7)
Kelas Tanah Tinggi – Sangat Tinggi Agak Tinggi – Sedang Sangat Rendah – Rendah
Jenis Tanah Kepekaan
Tanah (berdasarkan tingkat erodibiltas) 28 (0,44-0,64) (0,21-0,43) (0,00-0,10)
1 Aluvial, Glei Planosol, Hidromorf kelabu, Tidak peka
Laterita air tanah 28
Wischmeier dan Smith (1978) telah mengembangkan konsep erodibilitas tanah
2 Latosol Kurang peka yang cukup populer, dalam hal ini faktor erodibilitas tanah (K) didefinisikan
3 Brown forest soil, noncalsic brown, meditern Agak peka sebagai besarnya erosi persatuan indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam
4 Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podoslik Peka keadaan standar, yakni tanah terus-menerus diberakan (fallow) terletak pada
5 Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat peka lereng sepanjang 22 m, berlereng 9% dengan bentuk lereng seragam.
Tipologi aspek ekologi suatu kawasan hutan dapat diperoleh dengan cara Dari tipologi akhir itu dapat dikelompokkan empat jenis tipologi
mengombinasikan parameter unsur biologi dan fisik dalam suatu matriks. pengusahaan sumber daya panas bumi. Nantinya, itu dapat
Parameter biologis diletakkan pada kolom, sedangkan parameter fisik dijadikan pedoman memutuskan dapat atau tidaknya serta
diletakkan pada baris matriks. Dari pengombinasian ini dapat diperoleh tiga mengetahui persyaratan teknis apa yang diperlukan dari setiap
gradasi tingkat sensitivitas ekologis suatu kawasan hutan, yaitu kawasan tahapan pegusahaan sumber daya panas bumi di kawasan hutan.
hutan dengan tingkat sensitivitas ekologi tinggi, sedang, dan rendah. Keempat tipologi ekosistem hutan itu:
Tabel 13. Tipologi Aspek Ekologi Tabel 14. Definisi Tipologi Ekosistem Hutan Berdasarkan Aspek Ekologi
Sensitivitas Sensitivitas
Biologi Biologi
Rendah Tinggi
Sensivitas Sensivitas
Ekologi Rendah - Ekologi Tinggi –
Tingkat Kehati- Tingkat Kehati-
hatian Rendah hatian Tinggi
Tipologi-4 Tipologi-2
Panduan-4 Panduan-2
Sensitivitas
Fisik Rendah
Perumusan panduan dimulai dengan pemilihan kerangka 9. Validasi model yang dibangun pada masing-masing
kerja yang akan digunakan untuk menurunkan panduan. tipologi hutan.
Kerangka kerja dimaksudkan sebagai acuan logika yang 10. Konsultasi publik model yang telah diuji lapangan.
dibangun ketika panduan ditetapkan. Pembuatan kerangka 11. Penyusunan Manual Audit Internal dan Eksternal.
kerja dimulai dengan penetapan tujuan, lalu mengikuti hierarki
dengan urutan mulai dari Prinsip, Kriteria, dan Indikator.
Alat bantu yang akan digunakan untuk menyusun hierarki ini
adalah analytic hierarchy process. Setelah Prinsip, Kriteria, 4.2. Prinsip, Kriteria dan Indikator
dan Indikator kelestarian ekosistem hutan wilayah kerja
pengusahaan panas bumi dirumuskan, berikutnya diadakan Kelestarian ekosistem hutan wilayah kerja panas bumi dapat
konsultasi publik melibatkan paling tidak para pengelola diurai mengikuti logical framework yang hierarkis, dimulai
kawasan hutan, pengembang dan praktisi pengusahaan panas dari tingkat paling abstrak hingga tingkat paling konkrit/
bumi, akademisi, serta pihak-pihak lain yang relevan untuk operasional yang dapat diukur. Hierarki itu dimulai dari
memperoleh masukan dan perbaikan agar lebih diterima elemen goal atau tujuan pengelolaan taman nasional, lalu
dan mudah diterapkan. Prinsip, Kriteria, dan Indikator yang diikuti elemen prinsip, kriteria, dan indikator.
telah disepakati merupakan modal dasar suatu panduan akan
diterapkan di lapangan. Penjenjangan informasi Tujuan (T), Prinsip (P), Kriteria (K),
dan Indikator (I)) dalam penilaian kelestarian ekosistem
Panduan yang telah disepakati perlu diverifikasi melalui uji hutan wilayah kerja pengusahaan panas bumi dilakukan
terap di beberapa lokasi kawasan hutan. Pengujian dilakukan untuk menjamin konsistensi berpikir dalam mengembangkan
terhadap setiap tipologi keadaan hutan sehingga diperoleh panduan yang koheren. Penjenjangan P, K, & I memfasilitasi
model panduan untuk setiap tipologi. Selanjutnya, model perumusan parameter-parameter penilaian kelestarian
panduan diujiterap pada beberapa kawasan hutan yang telah pengusahaan sumber daya panas bumi di kawasan hutan secara
dan sedang dilakukan operasi pengusahaan sumber daya konsisten dan koheren. Setiap jenjang informasi menjelaskan
panas bumi. fungsinya sesuai tingkatannya sekaligus menjelaskan
karakteristik parameter yang muncul pada tingkat tertentu.
Model panduan pada masing-masing tipologi hutan yang
diperoleh perlu diuraikan dalam bentuk manual audit internal Secara umum, fungsi penjenjangan informasi sebagai berikut:
dan eksternal. Tujuannya, mudah dipakai atau diterapkan 1. Menambah peluang tercakupnya seluruh aspek penting
pelaku di lapangan dan pihak independen sebagai penilai. yang harus dipantau dan dinilai.
Dengan demikian, model panduan yang telah terbangun harus 2. Mencegah kerancuan dengan membatasi P, K, & I pada
disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan. tingkat minimum (parameter kunci) serta menghindarkan
parameter yang berlebihan.
Dari uraian di atas, secara umum tahapan perumusan panduan 3. Hasil penilaian memiliki hubungan transparan. Setiap
kelestarian pemanfaatan panas bumi di kawasan hutan adalah parameter yang diukur memiliki hubungan jelas dengan
sebagai berikut: prinsip yang melandasinya.
1. Penyusunan dan harmonisasi kerangka kerja yang 4. Memberi kemungkinan menelusuri parameter yang
digunakan untuk mengorganisasikan informasi. kurang/tidak sesuai kelestarian pengusahaan sumber daya
2. Observasi pemanfaatan panas bumi pada beberapa lokasi panas bumi di kawasan hutan sehingga dapat dirumuskan
yang telah beroperasi. rekomendasi untuk mencapai kelestarian, seperti
3. Seleksi dan pembuatan definisi Prinsip, Kriteria, dan Indikator ditetapkan dalam tujuan.
yang akan digunakan untuk alat metode analitiknya.
4. Kajian pakar terhadap Prinsip, Kriteria, dan Indikator. Dalam penjenjangan informasi perlu diperhatikan konsistensi
5. Konsultasi publik Prinsip, Kriteria, dan Indikator. horizontal dan vertikal. Konsistensi horizontal berarti
6. Pengumpulan data dan pembuatan database untuk parameter-parameter yang muncul dalam tingkat yang sama
keperluan indikator. tidak saling tindih/tampal (overlap), sedangkan konsistensi
7. Penggunaan alat bantu untuk visualisasi informasi yang vertikal berarti parameter-parameter pada tingkat bawah
diperoleh dan menganalisis sebab-akibatnya. menerangkan hubungan yang jelas dengan tingkat di atasnya.
8. Penyusunan draf model panduan kelestarian pemanfaatan Selain itu, parameter itu terletak pada hierarki yang benar dan
panas bumi di kawasan hutan. menggunakan istilah yang benar.
Dalam pengembangan P, K, & I, keseluruhan hierarki Kerangka P, K, & I kelestarian ekosistem hutan wilayah
informasi dikategorikan sebagai dimensi hasil dari sebuah kerja panas bumi merupakan bagian dari kerangka P, K, &
proses atau rangkaian kegiatan operasional panas bumi. I pengusahaan panas bumi secara keseluruhan. Kelestarian
Dalam hal ini, prinsip sebagai bagian eksplisit dari tujuan ekosistem hutan, selain dapat dilihat dari fungsi ekologis
dipandang sebagai dimensi hasil yang harus dicapai oleh berdasarkan karakteristik biofisiknya, juga ditentukan oleh
serangkaian kegiatan operasional panas bumi di kawasan kemantapan fungsi kawasan berdasarkan legalitas dan
hutan, melalui penilaian terhadap serangkaian kriteria dan legimitasinya atau pengakuan para pihak. Dengan demikian,
masing-masing indikatornya. kelestarian ekosistem hutan dari aspek ekologis harus
memenuhi prinsip kemantapan kawasan dan kelestarian
Secara keseluruhan, keberlanjutan pengusahaan panas bumi di fungsi ekologis.
kawasan hutan harus mencakup prinsip-prinsip atau dimensi
hasil sebagai berikut: Gambar 16. Model Hierarki Kelestarian Ekosistem Hutan Wilayah Kerja Panas Bumi
1. Keberlanjutan produksi panas bumi,
2. Kemantapan fungsi kawasan hutan,
Tujuan
3. Keberlanjutan fungsi ekologi ekosistem hutan, Kelestarian Ekosistem Hutan Wilayah Kerja Pengusahaan Panas Bumi
4. Keberlanjutan fungsi sosial ekonomi budaya ekosistem hutan.
Prinsip
Kemantapan Fungsi Keberlanjutan
indikator sebagai berikut: Kawasan Ekosistem
Gambar 15. Model Hierarki Kinerja Pengusahaan Panas Bumi di Kawasan Hutan
Kriteria
Fungsi Kawasan Potensi biologis Keadaan fisik
Tetap (K) kawasan terjamin (B) kawasan terjamin (F)
Tujuan
Kelestarian Fungsi Konservasi Hutan dan Keberlanjutan Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi
Operasional
Panas Bumi
Survey Studi
Eksplorasi Eksploitasi Pemanfaatan
Pendahuluan Kelayakan
Keberlanjutan Kemantapan Fungsi Keberlanjutan Fungsi Keberlanjutan Fungsi
Prinsip
Indikator
K1 – K... B1 – B… F1 – F...
Kepastian Fungsi Kawasan Potensi biologis Ruang Hidup
Kriteria
wilayah kerja (W) Tetap (K) kawasan terjamin (B) Masyarakat (R)
Kriteria Prasyarat Keadaan fisik Akses Ekonomi (E) Jika dimensi hasil diletakkan pada baris suatu matriks
kawasan terjamin (F) dan kegiatan operasional panas bumi diletakkan pada
Insentif (I)
kolom matriks, maka akan tampak keteraturan hubungan
keterkaitan dan ketergantungan antara dimensi hasil
dengan kegiatan operasional panas bumi tersebut. Indikator
Operasional
Panas Bumi
Survey
Eksplorasi
Studi
Eksploitasi Pemanfaatan kemudian dikembangkan di dalam matriks silang antara
Pendahuluan Kelayakan kriteria dengan kegiatan operasional panas bumi yang
dipandang paling berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem
kawasan hutan.
Indikator
Eksplorasi K3. Dampak kegiatan eksplorasi terhadap fungsi B3. Gangguan yang diakibatkan kegiatan F3. Gangguan yang diakibatkan kegiatan
kawasan hutan. eksplorasi terhadap kondisi biologis eksplorasi terhadap kondisi fisik
kawasan hutan. kawasan hutan.
Studi Kelayakan K4. Kelayakan rencana penguasahaan panas bumi dari segi B4. Potensi dampak eksploitasi dan F4. Potensi pengaruh kegiatan eksploitasi
fungsi kawasan hutan dan tujuan unit manajemen hutan pemanfaatan panas bumi terhadap dan pemanfaatan panas bumi terhadap
bersangkutan. kondisi biologis eksosistem hutan. kondisi fisik kawasan hutan.
B5. Upaya pengendalian dan pemeliharaan F5. Upaya pengendalian dan pemeliharaan
potensi biologis kawasan berdasarkan kondisi fisik kawasan berdasarkan
potensi dampak yang akan terjadi akibat potensi dampak yang akan terjadi.
kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan.
Eksploitasi K5. Ekploitasi atau pengeboran pengembangan tidak B6. Dampak eksploitasi terhadap kondisi F6. Dampak eksploitasi terhadap kondisi fisik
mengganggu fungsi kawasan dan tujuan pengelolaan hutan. biologis kawasan hutan dan upaya kawasan hutan.
penanganannya.
Pemanfaatan K6. Pembangunan sarana dan prasarana pemanfaatan (instalasi B7. Dampak pemanfaatan energi panas bumi F7. Dampak pemanfaatan panas bumi
pipa dari sumur produksi ke pembangkit, bangunan terhadap kondisi biologis kawasan hutan. terhadap kondisi fisik kawasan hutan.
pembangkit/power plant, instalasi jaringan listrik,
perkantoran, dll) sesuai zona/blok pengelolaan hutan. B8. Kontribusi pemanfaatan panas bumi F8. Kontribusi pemanfaatan panas bumi
terhadap kualitas pengelolaan potensi terhadap kualitas pengelolaan kondisi
biologis hutan. fisik hutan.
Indikator Pengertian Nilai Keterangan K6. Seluruh sarana dan prasarana Baik Seluruh fasilitas PLTP dibangun sesuai
Pembangunan pemanfaatan (instalasi pipa dari rancangan sistem pembangkit yang
K4. Hasil akhir kegiatan eksplorasi Baik Rencana pengembangan panas bumi sarana dan sumur produksi ke pembangkit, telah disusun sebelumnya dan sesuai
Kelayakan adalah model panas bumi, potensi layak dari aspek status dan fungsi prasarana bangunan pembangkit/power zonasi/blok pengelolaan hutan.
rencana sumur (cadangan terbukti), dan serta tujuan pengelolaan hutan. Lebih pemanfaatan plant, instalasi jaringan listrik,
pengusahaan karakteristik reservoir. Dari sini jauh, rancangan sumur produksi dan (instalasi pipa dari perkantoran, dll) harus sesuai zona/ Sedang Tidak seluruh fasilitas PLTP dibangun
panas bumi dapat diketahui pasti dimana dan injeksi, pemipaan sumur produksi, sumur produksi blok pengelolaan hutan. sesuai rancangan sistem pembagkit
dari segi fungsi bagaimana kegiatan pengembangan sistem pembangkit dan seluruh ke pembangkit, yang telah disusun sebelumnya sehingga
kawasan hutan yang harus dilakukan dan dampak- fasilitas utama, serta pendukung bangunan memerlukan sedikit penyesuaian zonasi/
dan tujuan unit dampak apa saja yang akan pemanfaatan energi panas bumi pembangkit/power blok pengelolaan hutan.
manajemen hutan terjadi terhadap ekosistem hutan. dapat dibangun sesuai zonasi/blok plant, instalasi
bersangkutan. Tujuannya, dapat diketahui jenis- pengelolaan hutan yang ada. jaringan listrik, Buruk Seluruh fasilitas PLTP dibangun tidak
jenis gangguan dan seberapa perkantoran, dll) sesuai rancangan sistem pembangkit
besar dampak pengusahaan panas Sedang Rencana pengembangan panas bumi sesuai zona/ yang telah disusun sebelumnya
yang akan terjadi. Informasi ini jadi layak dari aspek status dan fungsi serta blok pengelolaan sehingga tak sesuai zonasi/blok
bahan pertimbangan kelayakan tujuan pengelolaan hutan. Namun, hutan. pengelolaan hutan.
pengusahaan panas bumi dari segi rancangan sumur produksi dan injeksi,
fungsi dan tujuan pengelolaan hutan. pemipaan sumur produksi, sistem
Tujuan pengelolaan hutan secara pembangkit dan seluruh fasilitas utama
operasional dituangkan dalam dan pendukung pemanfaatan energi
zonasi/blok pengelolaan hutan panas bumi menuntut perubahan
dan rencana-rencana pengelolaan zonasi/blok pengelolaan hutan yang
hutan yang telah ditetapkan. telah ada.
Dengan demikian, perencanaan
fisik pengembangan panas bumi Buruk Rencana pengembangan panas bumi
harus memperhatikan zonasi/blok tidak layak dari aspek status dan fungsi
pengelolaan hutan yang ada. serta tujuan pengelolaan hutan.
Indikator Pengertian Nilai Keterangan B2. Setiap spesies memiliki perilaku hidup Baik Studi pendahuluan menghasilkan
Perilaku dan yang berbeda-beda dan unik. Beberapa data, informasi, dan pengetahuan
B1. Potensi keanekaragaman hayati suatu Baik Studi pendahuluan mampu peta habitat spesies fauna ada yang soliter atau mengenai perilaku hidup spesies-
Potensi unit kawasan hutan paling sederhana menghasilkan data lengkap spesies- spesies-spesies koloni; ada yang bisa berbagi ruang spesies penting dan karakteristik
keanekaragaman diamati pada tingkat spesies. Kajian spesies flora dan fauna kawasan flora dan fauna hidup dengan sesama jenisnya, serta peta habitatnya.
hayati kawasan potensi keanekaragaman hayati pada hutan, daftar spesies-spesies penting penting. tetapi ada pula yang cenderung ingin
hutan meliputi tingkat spesies ini meliputi daftar berdasarkan endemisitasnya, risiko menguasai sendiri; ada yang mampu Sedang Studi pendahuluan hanya
daftar lengkap lengkap spesies flora dan fauna, kepunahan dan kelangkaannya, serta berkembang biak secara cepat, ada menghasilkan data, informasi, dan
jenis flora dan daftar spesies-spesies penting, serta sebaran dan data trend/series populasi pula yang lambat; ada yang mampu pengetahuan mengenai perilaku hidup
fauna kawasan sebaran dan populasi spesies-spesies spesies-spesies penting tersebut. bertahan dalam gangguan, ada yang spesies-spesies penting.
hutan, jenis-jenis penting. Kategori spesies-spesies sangat mudah mati jika terganggu;
flora dan fauna penting ini ditentukan oleh endemisitas, Sedang Studi pendahuluan mampu ada yang dapat hidup pada ketinggian Buruk Studi pendahuluan tidak
penting, serta kelangkaan, dan keterancaman dari menghasilkan data lengkap spesies- dan suhu tertentu, tetapi ada yang menghasilkan data, informasi, dan
sebaran dan kepunahan berdasarkan Red List Data spesies flora dan fauna kawasan tidak; dll. Reaksi setiap spesies satwa pengetahuan mengenai perilaku
populasi jenis- Book IUCN. hutan, daftar spesies-spesies penting terhadap gangguan juga berbeda-beda. hidup, karakteristik, dan peta habitat
jenis penting berdasarkan endemisitasnya, serta Begitupun spesies flora, ada yang spesies-spesies penting.
tersebut. Tahap studi pendahuluan dalam risiko kepunahan dan kelangkaannya. sifatnya membutuhkan sinar matahari
pengusahaan panas bumi, selain Namun, tidak mampu menghasilkan banyak, tetapi ada yang tidak, dll.
diarahkan untuk mendapatkan data data sebaran dan data trend/series Kajian mengenai perilaku spesies dan
dan informasi teknis panas bumi, populasi spesies-spesies penting itu. karakteristik habitatnya sangat penting.
juga harus melakukan validasi dan Oleh karena itu, pelestarian spesies
pemutakhiran data-data potensi Buruk Studi pendahuluan hanya mampu hidupan liar secara insitu dilakukan
keanekaragaman hayati tersebut. menghasilkan daftar lengkap melalui pendekatan pengelolaan
Bahkan, untuk spesies-spesies penting spesies-spesies flora dan fauna habitat, yaitu kegiatan praktis mengatur
harus sampai berupa trend/series kawasan hutan. kondisi fisik dan biotik ekosistem
populasinya. Ini dapat digunakan sehingga dicapai kondisi optimal bagi
untuk menyusun baseline dalam perkembangan populasi.29
pengelolaan potensi biologis kawasan.
29
Yoakum dan Dasmann (1971)
dalam Alikodra (1989): “Teknik
Pengelolaan Satwa Liar Dalam Rangka
Mempertahankan Keanekaragaman
Hayati Indonesia”. IPB Press. Bogor
Indikator Pengertian Nilai Keterangan B4. Jenis-jenis dan skala gangguan yang Baik Jenis-jenis dan skala gangguan yang
Potensi dampak mungkin muncul akibat eksploitasi mungkin muncul akibat eksploitasi dan
B3. Kegiatan eksplorasi panas bumi di Baik Jenis dan skala gangguan yang eksploitasi dan dan pemanfaatan terhadap kondisi pemanfaatan terhadap kondisi biotik
Gangguan yang dalam kawasan hutan membutuhkan muncul akibat kegiatan eksplorasi pemanfaatan biotik ekosistem harus teridentifikasi, ekosistem teridentifikasi dengan baik.
diakibatkan pembukaan lahan untuk lapangan berada di bawah ambang batas panas bumi sehingga dapat dikaji apakah jenis- Jenis-jenis dan skala gangguan itu
kegiatan sumur eskplorasi, pembangunan kemampuan unsur-unsur biotik terhadap jenis dan skala gangguan itu tak seluruhnya masih di bawah ambang
eksplorasi akses jalan, basecamp, dll. Dampak ekosistem mempertahankan atau kondisi biologis melampaui ambang batas kemampuan batas kemampuan unsur-unsur biotik
terhadap kondisi langsung yang mungkin terjadi adalah memperbaharui kestabilannya dalam eksosistem unsur-unsur biotik ekosistem ekosistem untuk mempertahankan/
biologis kawasan fragmentasi habitat, dll. Jenis-jenis waktu relatif cepat. hutan. hutan untuk mempertahankan/ memulihkan diri.
hutan. gangguan terhadap kondisi biotik memperbaharui diri. Ini merupakan
ekosistem harus dapat diketahui Sedang Jenis-jenis dan skala gangguan yang salah satu sumber informasi penting Sedang Jenis-jenis dan skala gangguan yang
secara pasti, dan seberapa besar muncul dari kegiatan eksplorasi berada untuk menentukan kelayakan kegiatan mungkin muncul akibat kegiatan
pengaruh setiap jenis gangguan di bawah ambang batas kemampuan eksploitasi pemanfaatan panas bumi eksploitasi dan pemanfaatan
terhadap keberlangsungan hidup unsur-unsur biotik ekosistem untuk dari aspek ekologi. terhadap kondisi biotik ekosistem
setiap spesies penting yang hidup mempertahankan atau memperbaharui teridentifikasi dengan baik. Namun,
di dalam kawasan hutan. Seluruh kestabilannya, tetapi memerlukan jenis-jenis dan skala gangguan itu
dampak gangguan harus dapat waktu yang relatif lama. secara umum melampaui ambang
dikendalikan agar tak melampaui batas kemampuan unsur-unsur biotik
ambang batas kemampuan setiap Buruk Jenis-jenis dan skala gangguan yang ekosistem untuk mempertahankan/
unsur biotik ekosistem untuk muncul dari kegiatan eksplorasi memulihkan diri.
mempertahankan diri. berada di atas ambang batas
kemampuan unsur-unsur biotik Buruk Jenis-jenis dan skala gangguan yang
ekosistem untuk mempertahankan mungkin muncul akibat kegiatan
atau memperbaharui kestabilannya. eksploitasi dan pemanfaatan
terhadap kondisi biotik ekosistem
tidak diidentifikasi.
Indikator Pengertian Nilai Keterangan B6. Dampak-dampak kegiatan eksploitasi Baik Dampak-dampak kegiatan eksploitasi
Dampak panas bumi di dalam kawasan hutan panas bumi di dalam kawasan hutan
B5. Gangguan yang diperkirakan muncul Baik Terdapat rancangan teknis kegiatan eksploitasi terhadap potensi biologis kawasan dapat dikelola melalui kegiatan
Upaya dari pelaksanaan seluruh kegiatan perlindungan atau pemulihan terhadap kondisi hutan dan upaya penanganannya telah perlindungan atau pemulihan
pengendalian eksploitasi dan pemanfaatan ekosistem yang cukup memadai untuk biologis kawasan dikaji dan disusun sebelumnya. Pada yang telah dirancang sebelumnya.
dan panas bumi diharapkan dapat memastikan tidak ada risiko degradasi hutan dan upaya saat dan setelah kegiatan eksploitasi, Dampak-dampak tambahan yang
pemeliharaan ditangani, sehingga tak mengancam potensi biologis kawasan dari kegiatan penanganannya. dampak-dampak dan upaya-upaya muncul dan belum diperkirakan dapat
potensi biologis kelangsungan potensi biologis eksploitasi dan pemanfaatan panas penanganan ini perlu dipantau dan dikendalikan secara cepat sehingga
kawasan kawasan hutan. Untuk itu, perlu bumi. Rancangan teknis juga dinilai efektivitasnya untuk memastikan tidak mengakibatkan degradasi
berdasarkan dibuat rencana pengendalian dan memuat rancangan kegiatan yang tidak ada degradasi potensi biologis unsur-unsur biotik kawasan yang
potensi dampak pemeliharaan potensi biologis secara langsung berkontribusi yang bersifat permanen. bersifat permanen.
yang akan kawasan sesuai potensi dampak terhadap peningkatan kualitas
terjadi akibat yang akan terjadi. Dalam hal ini, jika pengelolaan hutan. Sedang Dampak-dampak kegiatan eksploitasi
pelaksanaan dibutuhkan perlu juga dibuat rencana panas bumi di dalam kawasan hutan
seluruh kegiatan kegiatan khusus untuk menangani Sedang Terdapat rancangan teknis kegiatan dapat dikelola melalui kegiatan
eksploitasi dan potensi dampak signifikan yang bisa perlindungan atau pemulihan perlindungan atau pemulihan yang
pemanfaatan. mengancam keberlangsungan hidup ekosistem yang cukup memadai untuk telah dirancang sebelumnya. Namun,
spesies-spesies endemik, langka, memastikan tidak ada risiko degradasi terdapat dampak-dampak tambahan
dan terancam punah yang hidup di potensi biologis kawasan. yang muncul dan belum diperkirakan
kawasan hutan yang jadi wilayah kerja sebelumnya yang tak dapat
panas bumi. Buruk Tidak ada rancangan teknis kegiatan dikendalikan sehingga mengakibatkan
perlindungan atau pemulihan degradasi unsur-unsur biotik kawasan
ekosistem yang dapat digunakan yang bersifat permanen.
untuk mengatasi/menangani risiko
degradasi potensi biologis kawasan Buruk Dampak-dampak kegiatan eksploitasi
dari kegiatan eksploitasi dan panas bumi di dalam kawasan hutan
pemanfaatan panas bumi. tidak dapat dikelola melalui kegiatan
perlindungan atau pemulihan yang
telah dirancang, karena pelaksanaan
rancangan kegiatan yang tak optimal.
Indikator Pengertian Nilai Keterangan B8. Kondisi habitat tidak selalu dalam Baik Pengusahaan panas bumi di
Kontribusi kondisi baik. Kondisi itu disebabkan kawasan hutan terbukti berkontribusi
B7. Dampak-dampak pemanfaatan panas Baik Dampak-dampak pemanfaatan panas pemanfaatan tingginya tekanan terhadap hutan, meningkatkan viabilitas populasi
Dampak bumi di dalam kawasan hutan terhadap bumi untuk energi listrik di dalam panas bumi karena belum efektiftnya pengelolaan spesies-spesies penting kawasan
pemanfaatan potensi biologis kawasan hutan dan kawasan hutan dapat dikelola melalui terhadap kualitas selama ini sehingga potensi melalui berbagai kegiatan yang
energi panas upaya penanganannya telah dikaji kegiatan perlindungan atau pemulihan pengelolaan biologis ekosistem dalam keadaan secara langsung mengurangi
bumi terhadap dan disusun sebelumnya. Pada saat yang telah dirancang. Dampak- potensi biologis tergdegradasi. Aspek additionality dari aktivitas penyebab degradasi unsur
kondisi biologis dan setelah kegiatan pemanfaatan, dampak tambahan yang muncul dan hutan. kehadiran pengusahaan panas bumi di biotik ekosistem.
kawasan hutan. dampak-dampak dan upaya-upaya belum diperkirakan sebelumnya dapat kawasan hutan dapat diarahkan untuk
penanganan ini perlu dipantau dan dikendalikan secara cepat, sehingga meningkatkan kualitas pengelolaan Sedang Pengusahaan panas bumi di kawasan
dinilai efektivitasnya untuk memastikan tidak mengakibatkan degradasi hutan, misalnya peningkatan kualitas hutan telah berupaya mendukung
tidak ada degradasi potensi biologis unsur-unsur biotik kawasan yang sarana- prasarana pengelolaan hutan, pengelolaan spesies-spesies penting
yang bersifat permanen. bersifat permanen. pembangunan lembaga konservasi, kawasan secara insitu, tetapi
pembinaan habitat melalui restorasi pengaruhnya masih belum signifikan.
Sedang Dampak-dampak pemanfaatan panas ekosistem, pemberdayaan masyarakat
bumi untuk energi listrik di dalam untuk pelestarian keanekaragaman Buruk Pengusahaan panas bumi di kawasan
kawasan hutan dapat dikelola melalui hayati, dll. hutan tidak memiliki upaya-upaya
kegiatan perlindungan atau pemulihan tambahan yang ditujukan untuk
yang telah dirancang. Namun, mendukung peningkatan kualitas
terdapat dampak-dampak tambahan pengelolaan spesies-spesies penting
yang muncul dan belum diperkirakan ekosistem secara insitu.
yang tidak dapat dikendalikan
sehingga mengakibatkan degradasi
unsur-unsur biotik kawasan yang
bersifat permanen.
F3. Pengeboran eksplorasi Baik Jenis-jenis dan skala gangguan yang muncul
Gangguan yang menimbulkan berbagai pengaruh dari kegiatan eksplorasi terhadap kondisi fisik
diakibatkan terhadap bentang alam, misalnya kawasan teridentifikasi dan dapat ditangani
kegiatan pembukaan lahan untuk melalui kegiatan pemulihan fisik kawasan
eksplorasi lapangan sumur dan fasilitas sehingga daya dukung fisik terhadap fungsi
terhadap kondisi pendukung lainnya, getaran ekosistem dapat bertahan.
fisik kawasan lokal pada saat pengeboran, dll.
hutan. Seluruh dampak fisik yang terjadi Sedang Jenis-jenis dan skala gangguan yang muncul
harus mampu diidentifikasi, baik dari kegiatan eksplorasi terhadap kondisi fisik
jenis maupun skalanya, dan kawasan teridentifikasi dan dapat ditangani
sesegera mungkin ditangani agar melalui kegiatan pemulihan fisik kawasan
tidak menurunkan daya dukung sehingga daya dukung fisik terhadap fungsi
fisik lahan terhadap kehidupan ekosistem dapat bertahan.
(life support system).
Buruk Jenis-jenis dan skala gangguan yang muncul
dari kegiatan eksplorasi terhadap kondisi fisik
kawasan tidak didentifikasi dan tidak ada
penanganan dampak sehingga berisiko pada
penurunan daya dukung fisik lahan terhadap
fungsi ekosistem.
Indikator Pengertian Nilai Keterangan F5. Gangguan-gangguan fisik Baik Terdapat rancangan teknis kegiatan
Upaya yang mungkin muncul akibat perlindungan atau pemulihan fisik ekosistem
F4. Jenis-jenis dan skala gangguan Baik Jenis-jenis dan skala gangguan yang pengendalian kegiatan eksploitasi dan yang cukup memadai untuk memastikan
Potensi yang mungkin muncul akibat mungkin muncul akibat kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan harus dapat tidak ada risiko degradasi fungsi ekosistem
pengaruh kegiatan eksploitasi dan dan pemanfaatan terhadap kondisi fisik pemeliharaan ditangani melalui upaya-upaya akibat eksploitasi dan pemanfaatan panas
kegiatan pemanfaatan panas bumi ekosistem teridentifikasi dengan baik. Jenis- kondisi fisik terencana baik. Dalam hal ini bumi. Rancangan teknis juga memuat
eksploitasi dan terhadap kondisi fisik ekosistem jenis dan skala ganguan itu seluruhnya kawasan harus dibuat perencanaan detil rancangan kegiatan yang secara langsung
pemanfaatan harus dapat teridentifikasi masih dalam kategori gangguan yang dapat berdasarkan untuk penanganan setiap jenis berkontribusi pada peningkatan kualitas
panas bumi sehingga dapat dikaji apakah ditangani dan tidak menimbulkan degradasi potensi dampak gangguan yang diperkirakan pengelolaan hutan.
terhadap kondisi jenis-jenis dan skala gangguan fungsi ekosistem secara sinfikan. yangakan terjadi. akan terjadi.
fisik kawasan itu tak melebihi ambang batas Sedang Terdapat rancangan teknis kegiatan
hutan. gangguan yang dapat ditoleransi Sedang Jenis-jenis dan skala gangguan yang perlindungan atau pemulihan fisik ekosistem
ekosistem. Ini salah satu mungkin muncul akibat kegiatan eksploitasi yang cukup memadai untuk memastikan
sumber informasi penting untuk dan pemanfaatan terhadap kondisi fisik tidak ada risiko degradasi fungsi ekosistem
menentukan kelayakan kegiatan ekosistem teridentifikasi dengan baik. Jenis- akibat eksploitasi dan pemanfaatan panas
eksploitasi pemanfaatan panas jenis dan skala gangguan itu seluruhnya bumi. Di dalam rancangan teknis ini
bumi dari aspek ekologi. masih dalam kategori gangguan yang dapat tidak ada upaya tambahan (additionality)
ditangani, meskipun membutuhkan waktu pengusahaan bumi untuk perbaikan kondisi
cukup lama. Akibatnya, pemulihan fungsi fisik ekosistem pada areal yang rusak
ekosistem juga membutuhkan waktu cukup sebelum operasi panas bumi berlangsung.
lama pula.
Buruk Tidak ada rancangan teknis kegiatan
Buruk Jenis-jenis dan skala gangguan yang perlindungan atau pemulihan ekosistem
mungkin muncul akibat kegiatan eksploitasi yang dapat digunakan untuk mengatasi/
dan pemanfaatan terhadap kondisi fisik menangani risiko degradasi fungsi ekosistem
ekosistem tidak diidentifikasi sehingga akibat kerusakan fisik yang disebabkan
mempersulit upaya penanganan dalam eksploitasi dan pemanfaatan panas bumi.
rangka pemeliharaan fungsi ekosistem.
Indikator Pengertian Nilai Keterangan F7. Dampak-dampak pemanfaatan Baik Dampak-dampak pemanfaatan panas
Dampak panas bumi untuk energi listrik bumi untuk energi listrik di dalam kawasan
F6. Dampak-dampak fisik eksploitasi Baik Dampak-dampak eksploitasi panas bumi di pemanfaatan di dalam kawasan hutan telah hutan dapat dikelola melalui kegiatan
Dampak panas bumi di dalam kawasan dalam kawasan hutan dapat dikelola melalui panas bumi diperkirakan sehingga dapat perlindungan atau pemulihan yang telah
eksploitasi hutan sudah diperkirakan kegiatan perlindungan atau pemulihan yang terhadap kondisi dikelola melalui kegiatan dirancang. Dampak-dampak tambahan yang
terhadap kondisi sebelumnya sehingga dapat telah dirancang. Dampak-dampak tambahan fisik kawasan perlindungan atau pemulihan muncul dan belum diperkirakan dapat cepat
fisik kawasan dikelola melalui kegiatan yang muncul dan belum diperkirakan dapat hutan. yang telah dirancang. Jika dikendalikan sehingga tak mengakibatkan
hutan. perlindungan atau pemulihan dikendalikan secara cepat sehingga tidak terdapat dampak-dampak degradasi fungsi ekosistem yang permanen.
yang juga telah dirancang. mengakibatkan degradasi fungsi ekosistem tambahan yang belum
Untuk memastikan penanganan yang bersifat permanen. diperkirakan sebelumnya, Sedang Dampak-dampak pemanfaatan panas bumi
dampak dapat dilaksanakan maka harus mampu untuk energi listrik di dalam kawasan hutan
efektif, maka dampak-dampak Sedang Dampak-dampak eksploitasi panas bumi di dikendalikan secara cepat dapat dikelola melalui kegiatan perlindungan
yang muncul dan upaya-upaya dalam kawasan hutan dapat dikelola melalui agar tidak mengakibatkan atau pemulihan yang telah dirancang.
penanganannya harus dapat kegiatan perlindungan atau pemulihan yang degradasi fungsi ekosistem Namun, ada dampak-dampak tambahan
dipantau sehingga dapat telah dirancang. Namun, terdapat dampak- yang bersifat permanen. yang muncul dan belum diperkirakan
menghindari degradasi fungsi dampak tambahan yang muncul dan belum yang tak dapat dikendalikan sehingga
ekosistem yang diperkirakan yang tidak dapat dikendalikan mengakibatkan degradasi fungsi ekosistem
bersifat permanen. sehingga mengakibatkan degradasi fungsi yang bersifat permanen.
eksositem yang bersifat permanen.
Buruk Dampak-dampak pemanfaatan panas
Buruk Dampak-dampak eksploitasi panas bumi di bumi untuk energi listrik di dalam kawasan
dalam kawasan hutan tidak dapat dikelola hutan tidak dapat dikelola melalui kegiatan
melalui kegiatan perlindungan atau pemulihan perlindungan atau pemulihan yang telah
yang telah dirancang, karena pelaksanaan dirancang, karena pelaksanaan rancangan
rancangan kegiatan yang tak optimal. kegiatan yang tidak optimal.
F8. Kondisi fisik suatu ekosistem Baik Pengusahaan panas bumi di kawasan
Kontribusi pada kawasan hutan yang hutan terbukti berkontribusi memulihkan
pemanfaatan menjadi wilayah kerja panas kondisi fisik kawasan yang terlanjur rusak
panas bumi bumi tidak selalu dalam kondisi sebelum operasi panas bumi berlangsung.
terhadap kualitas baik. Itu disebabkan tingginya Caranya, melalui berbagai kegiatan
pengelolaan tekanan terhadap hutan dan rehabilitasi dan restorasi.
kondisi fisik lemahnya pengelolaan sehingga
hutan. pengelolaan hutan tidak efektif Sedang Pengusahaan panas bumi di kawasan
dan fungsi ekosistem terus hutan telah berupaya mendukung
tergdedradasi. Aspek additionality pemulihan kondisi fisik kawasan yang telah
dari kehadiran pengusahaan panas terlanjur rusak sebelum operasi panas
bumi di kawasan hutan dapat bumi berlangsung, tetapi pengaruhnya
diarahkan untuk mengurangi/ belum signifikan.
menangani kerusakan fisik
ekosistem, misalnya rehabilitasi Buruk Pengusahaan panas bumi di kawasan hutan
lahan dan restorasi ekosistem, tidak memiliki upaya-upaya tambahan yang
pemberdayaan masyarakat untuk ditujukan mendukung kondisi fisik kawasan
menurunkan ketergantungan yang terlanjur rusak sebelum operasi panas
masyarakat terhadap lahan di bumi berlangsung.
dalam kawasan hutan, dll.
K1. Wilayah kerja panas bumi yang melingkupi atau 1. Prosedur penetapan Wilayah 1. Dokumen kebijakan pedoman/ 1. Delineasi wilayah kerja 1. Overlay peta wilayah kerja
Wilayah kerja panas berada di dalam kawasan hutan ditetapkan Kerja Panas Bumi. panduan/tata cara penetapan panas bumi. panas bumi dengan peta
bumi ditetapkan tanpa disertai usulan perubahan fungsi 2. Proses/risalah penetapan wilayah kerja panas bumi. kawasan hutan.
tanpa disertai usulan kawasan hutan. Untuk memastikannya, maka Wilayah Kerja Panas Bumi yang 2. Dokumen proses/risalah 2. Penelusuran informasi mengenai
perubahan fungsi seluruh tahapan dalam penetapan wilayah telah dilakukan. penetapan dan peta wilayah kerja ada atau tidaknya usulan
kawasan hutan. kerja panas bumi harus memperhatikan fungsi 3. Wilayah Kerja Panas Bumi yang panas bumi. perubahan fungsi kawasan hutan.
kawasan, tujuan pengelolaan, dan zona/blok telah ditetapkan. 3. Dokumen SK penetapan wilayah
pengelolaan hutan. 4. Fungsi Kawasan Hutan dan kerja panas bumi dan SK-nya.
tujuan pengelolaan hutan 4. Dokumen SK penunjukan/
tidak berubah. penetapan kawasan hutan.
K4. Hasil akhir eksplorasi adalah model panas 1. Model panas bumi, potensi 1. Dokumen hasil eksplorasi 1. Groudcheck lokasi-lokasi 1. Overlay peta lokasi-lokasi
Kelayakan rencana bumi, potensi sumur (cadangan terbukti), dan sumur (cadangan terbukti) dan yang memuat model panas pengembangan panas bumi pengembangan panas bumi yang
pengusahaan panas karakteristik reservoir. Dari sini dapat diketahui karakteristik reservoir. bumi, cadangan terbukti, dan yang akan dilaksanakan di dalam akan dilaksanakan dengan peta
bumi dari segi fungsi pasti dimana dan bagaimana kegiatan-kegiatan 2. Rancangan teknis (DED/Site karakteristik reservoir. kawasan hutan sesuai peta zonasi/blok pengelolaan hutan.
kawasan hutan dan pengembangan yang harus dilakukan dan Plan) pembangunan seluruh 2. Dokumen perencanaan dan site plan pengembangan
tujuan unit manajemen dampak-dampak apa saja yang akan terjadi fasilitas utama dan pendukung pengembangan panas bumi (eksploitasi dan pemanfaatan).
hutan bersangkutan. terhadap ekosistem hutan. Dengan begitu, pengembangan (eksploitasi dan yang dilengkapi arahan spasial
diketahui jenis-jenis gangguan dan seberapa pemanfaatan) panas bumi. (peta dan site plan) rencana
besar dampak pengusahaan panas yang akan 3. Zonasi/blok pengelolaan hutan. pembangunan seluruh sarana dan
terjadi. Informasi ini jadi bahan pertimbangan 4. Kelayakan seluruh kegiatan prasarana pengembangan panas
kelayakan pengusahaan panas bumi dari pengembangan menurut bumi di dalam kawasan hutan.
segi fungsi dan tujuan pengelolaan hutan. ketentuan masing-masing zona/ 3. Dokumen SK penetapan zona/
Tujuan pengelolaan hutan secara operasional blok pengelolaan hutan. blok pengelolaan hutan
dituangkan dalam zonasi/blok pengelolaan 5. Jika harus dilakukan dan petanya.
hutan dan rencana-rencana pengelolaan hutan penyesuaian zona/blok, 4. Dokumen hasil kajian kesesuaian
yang telah ditetapkan. Dengan demikian, maka harus dipastikan tidak kegiatan pengembangan
perencanaan fisik pengembangan panas bumi memengaruhi fungsi kawasan panas bumi (eksploitasi dan
harus memperhatikan zonasi/blok pengelolaan dan tujuan pengelolaan hutan pemanfaatan) terhadap zona/blok
hutan yang ada. yang ditetapkan sebelumnya. pengelolaan hutan.
5. Dokumen usulan perubahan zona/
blok pengelolaan hutan (jika ada).
K6. Seluruh sarana dan prasarana pemanfaatan 1. Kegiatan pembangunan sarana 1. Dokumen laporan pembangunan 1. Observasi pada lokasi kegiatan 1. Penelusuran dokumen
Pembangunan (instalasi pipa dari sumur produksi ke dan prasarana pemanfaatan. sarana dan prasarana pembangunan sarana dan perencanaan dan pelaksanaan
sarana dan prasarana pembangkit, bangunan pembangkit/power plant, 2. Dampak pembangunan sarana pemanfaatan panas bumi prasarana pemanfaatan panas kegiatan pemanfaatan sumber
pemanfaatan instalasi jaringan listrik, perkantoran, dll) harus dan prasarana pemanfaatan menjadi energi listrik. bumi menjadi energi listrik. daya panas bumi menjadi
(instalasi pipa dari sesuai zona/blok pengelolaan hutan. panas bumi menjadi energi listrik. 2. Dokumen laporan hasil penilaian 2. Rapid assessment di lapangan energi listrik.
sumur produksi ke 3. Penanganan dampak dampak pembangunan sarana untuk melihat dampak 2. Penelusuran dokumen laporan
pembangkit, bangunan pembangunan sarana dan dan prasarana pemanfaatan pembangunan sarana dan penilaian dampak kegiatan
pembangkit/power prasarana pemanfaatan panas panas bumi menjadi energi listrik. prasarana pemanfaatan panas pemanafaatan sumber daya
plant, instalasi jaringan bumi menjadi energi listrik. 3. Dokumen laporan hasil bumi menjadi energi listrik dan panas bumi menjadi energi listrik.
listrik, perkantoran, penanganan dampak penanganannya. 3. Analisis perubahan kondisi hutan
dll) sesuai zona/blok pembangunan sarana dan sebelum dan setelah kegiatan
pengelolaan hutan. prasarana pemanfaatan panas pemanfaatan sumber daya panas
bumi menjadi energi listrik. bumi menjadi energi listrik.
100 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 101
Tabel 20. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Keberlanjutan Fungsi Ekologi Kawasan Hutan (Kriteria: Terjaminnya Potensi Biologis Kawasan)
B2. Setiap spesies memiliki perilaku hidup yang 1. Hasil kajian perilaku spesies- 1. Dokumen hasil studi perilaku 1. Observasi lapangan untuk 1. Analisis habitat untuk
Perilaku dan peta berbeda-beda dan unik. Beberapa spesies fauna spesies endemik, langka, dan hidup spesies-spesies endemik, mengamati kondisi habitat menentukan daerah-daerah
habitat spesies- ada yang bersifat soliter atau koloni; ada yang bisa terancam punah yang hidup di langka, dan terancam punah spesies-spesies endemik, langka, penting yang perlu dilindungi
spesies flora-fauna berbagi ruang hidup dengan sessama jenisnya, kawasan hutan yang menjadi yang hidup di kawasan hutan dan terancam punah yang hidup demi keberlangsungan habitat
penting. tetapi ada pula yang cenderung ingin menguasai wilayah kerja panas bumi. yang menjadi wilayah kerja di kawasan hutan yang menjadi spesies-spesies endemik,
sendiri; ada yang mampu berkembang biak secara 2. Deskripsi dan peta habitat panas bumi wilayah kerja panas bumi. langka, dan terancam punah
cepat, ada yang lambat; ada yang mampu bertahan spesies-spesies endemik, langka, 2. Peta habitat spesies-spesies yang hidup di kawasan hutan
dalam gangguan, ada yang sangat mudah mati jika dan terancam punah yang hidup endemik, langka, dan terancam yang menjadi wilayah kerja
terganggu; ada yang dapat hidup pada ketinggian di kawasan hutan yang menjadi punah yang hidup di kawasan panas bumi.
dan suhu tertentu, ada yang tidak, dll. Reaksi setiap wilayah kerja panas bumi. hutan yang menjadi wilayah kerja
spesies satwa terhadap gangguan juga berbeda- Peta habitat didasarkan pada panas bumi .
beda. Begitupun spesies flora, ada yang sifatnya komponen-komponen habitat.
membutuhkan sinar matahari banyak, tetapi ada
yang tidak, dll. Kajian mengenai perilaku spesies
dan karakteristik habitatnya sangat penting. Oleh
karena itu, pelestarian spesies hidupan liar secara
insitu dilakukan melalui pendekatan pengelolaan
habitat, yaitu kegiatan praktis mengatur kondisi fisik 30
Yoakum dan Dasmann (1971) dalam
dan biotik ekosistem sehingga dicapai kondisi yang Alikodra (1989): “Teknik Pengelolaan Satwa
optimal bagi perkembangan populasi.30 Liar Dalam Rangka Mempertahankan
Keanekaragaman Hayati Indonesia”. IPB
Press. Bogor.
102 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 103
Lanjutan Tabel 20
B4. Jenis-jenis dan skala ganguan yang mungkin 1. Sebaran calon lokasi kegiatan 1. Peta lokasi kegiatan-kegiatan 1. Observasi lapangan pada lokasi 1. Analisis jenis dan tingkat
Potensi dampak muncul akibat kegiatan eksploitasi dan pengeboran sumur (eksploitasi) panas bumi dalam rangka kegiatan-kegiatan eksploitasi gangguan yang mungkin
eksploitasi dan pemanfaatan terhadap kondisi biotik ekosistem 2. Habitat spesies-spesies endemik, eksploitasi dan pemanfaatan. dan pemanfataan yang telah terjadi akibat kegiatan-kegiatan
pemanfaatan panas harus dapat teridentifikasi sehingga dapat langka, dan terancam punah 2. Peta habitat spesies-spesies direncanakan. eksploitasi dan pemanfaatan
bumi terhadap dikaji apakah jenis-jenis dan skala gangguan yang hidup di kawasan hutan endemik, langka, dan terancam 2. Observasi lapangan untuk panas bumi
kondisi biologis itu tidak melampaui ambang batas kemampuan yang menjadi wilayah kerja punah yang hidup di kawasan mengamati lokasi-lokasi yang 2. Analisis tingkat kemampuan/
eksositem hutan. unsur-unsur biotik ekosistem hutan untuk panas bumi. hutan yang menjadi wilayah kerja diperkirakan terkena dampak ambang batas spesies-spesies
mempertahankan/memperbaharui diri. Ini salah 3. Potensi dampak kegiatan panas bumi. kegiatan-kegiatan eksploitasi dan endemik, langka, dan terancam
satu sumber informasi penting untuk menentukan eksploitasi terhadap kondisi 3. Dokumen laporan kajian potensi pemanfaatan panas bumi. punah yang hidup di kawasan hutan
kelayakan kegiatan eksploitasi pemanfaatan biotik kawasan hutan yang dampak kegiatan eksploitasi yang menjadi wilayah kerja panas
panas bumi dari aspek ekologi. menjadi wilayah kerja panas terhadap kondisi biotik kawasan bumi dalam menerima gangguang.
bumi, terutama terhadap habitat hutan yang menjadi wilayah kerja 3. Overlay lokasi-lokasi yang
spesies-spesies endemik, langka, panas bumi, terutama dampak diperkirakan terkena dampak
dan terancam punah. terhadap kondisi habitat. dengan peta habitat spesies-
spesies endemik, langka, dan
terancam punah yang hidup di
kawasan hutan yang menjadi
wilayah kerja panas bumi.
104 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 105
Lanjutan Tabel 20
B6. Dampak-dampak kegiatan eksploitasi panas 1. Sebaran lokasi kegiatan-kegiatan- 1. Dokumen laporan kegiatan- 1. O bservasi lapangan untuk 1. Analisis jenis dan tingkat
Dampak eksploitasi bumi di dalam kawasan hutan terhadap kegiatan eksploitasi. kegiatan eksploitasi. menilai perubahan-perubahan gangguan dari kegiatan-kegiatan
terhadap kondisi potensi biologis kawasan hutan dan upaya 2. Habitat spesies-spesies endemik, 2. Dokumen laporan kajian habitat yang disebabkan eksploitasi yang masih bisa
biologis kawasan penanganannya telah dikaji dan disusun langka, dan terancam punah penilaian dampak kegiatan kegiatan eksploitasi. ditoleransi oleh spesies-spesies
hutan dan upaya sebelumnya. Pada saat dan setelah eksploitasi yang hidup di kawasan hutan eksploitasi terhadap potensi 2. Observasi lapangan untuk menilai endemik, langka, dan terancam
penangannya. dilaksanakan, dampak-dampak dan upaya- yang menjadi wilayah kerja biologis kawasan hutan yang penanganan dampak eksploitasi punah yang hidup di kawasan
upaya penanganannya perlu dipantau dan dinilai panas bumi. menjadi wilayah kerja panas dan kegiatan khusus yang hutan yang menjadi wilayah kerja
efektivitasnya untuk memastikan tidak ada 3. Dampak eksploitasi terhadap bumi, terutama dampak terhadap ditujukan untuk perlindungan panas bumi.
degradasi potensi biologis yang potensi biologis kawasan hutan kondisi habitat. spesies-spesies endemik, langka, 2. Analisis efektivitas penanganan
bersifat permanen. yang menjadi wilayah kerja 3. Dokumen laporan hasil dan terancam punah yang hidup dampak kegiatan eksploitasi
panas bumi. penanganan dampak kegiatan di kawasan hutan yang menjadi dilihat dari pengaruhnya
4. Penanganan dampak kegiatan eksploitasi terhadap potensi wilayah kerja panas bumi. terhadap keberlangsungan
eksploitasi terhadap potensi biologis kawasan hutan yang hidup spesies-spesies endemik,
biologis kawasan kawasan hutan menjadi wilayah kerja panas bumi. langka, dan terancam punah
yang menjadi wilayah kerja 4. Dokumen laporan kegiatan yang hidup di kawasan hutan
panas bumi. khusus (misal: pembuatan yang menjadi wilayah kerja
koridor) yang ditujukan untuk panas bumi.
menjaga keberlangsungan
hidup spesies-spesies endemik,
langka, dan terancam punah
yang hidup di kawasan hutan
yang menjadi wilayah kerja
panas bumi.
106 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 107
Lanjutan Tabel 20
B8. Kondisi habitat tidak selalu baik. Kondisi ini 1. Kegiatan khusus yang diinisiasi 1. Dokumen rencana kegiatan khusus 1. Observasi lapangan untuk melihat 1. Analisis efektivitas pelaksanaan
Kontribusi disebabkan tingginya tekanan terhadap hutan, pengembang panas bumi yang diinisiasi pengembang panas efektivitas kegiatan khusus yang kegiatan khusus yang diinisiasi
pemanfaatan panas karena belum efektifnya kegiatan pengelolaan untuk mendukung peningkatan bumi untuk meningkatkan efektivitas diinisiasi pengembang terhadap pengembang panas bumi yang
bumi terhadap selama ini sehingga potensi biologis ekosistem kualitas pengelolaan hutan untuk pelestarian keanekaragaman hayati peningkatan kualitas pengelolaan ditujukan untuk meningkatkan
kualitas pengelolaan dalam keadaan terdegradasi. Aspek additionality pelestarian keanekaragaman secara insitu sesuai fungsi dan keanekaragaman hayati kawasan kualitas pengelolaan
potensi biologis dari kehadiran pengusahaan panas bumi hayati secara insitu sesuai fungsi tujuan pengelolaan hutan yang hutan sesuai fungsi dan tujuan keanekaragaman hayati
hutan. di kawasan hutan dapat diarahkan untuk dan tujuan pengelolaan hutan telah ditetapkan. pengelolaannya. kawasan hutan sesuai fungsi dan
meningkatkan kualitas pengelolaan hutan, yang telah ditetapkan. 2. Dokumen laporan kegiatan khusus tujuan pengelolaannya.
misalnya peningkatan kualitas sarana- prasarana yang diinisiasi pengembang
pengelolaan hutan, pembangunan lembaga panas bumi yang ditujukan untuk
konservasi, pembinaan habitat melalui restorasi meningkatkan efektivitas pelestarian
ekosistem, pemberdayaan masyarakat untuk keanekaragaman hayati secara
pelestarian keanekaragaman hayati, dll. insitu sesuai fungsi dan tujuan
pengelolaan hutan yang ditetapkan.
108 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 109
Tabel 21. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Keberlanjutan Fungsi Ekologi Kawasan Hutan (Kriteria: Terjaminnya Kondisi Fisik Kawasan Hutan)
F2. Kondisi fisik lahan lain yang penting untuk 1. Kelas kelerengan wilayah pada 1. Peta kelas kelerengan wilayah 1. Uji petik pengambilan sampel 1. Analisis kerentanan unit lahan
Karakteristik fisik menentukan tingkat kemampuan lahan kawasan hutan yang menjadi pada kawasan hutan yang menjadi tanah untuk dilakukan soil testing secara fisik pada kawasan hutan
lahan hutan lainnya perlu diidentifikasi dan dikaji.Ini agar dapat wilayah kerja panas bumi. wilayah kerja panas bumi. di laboratorium. yang menjadi wilayah kerja
yang meliputi faktor menentukan jenis dan tingkat perlakuan yang 2. Tingkat curah hujan wilayah pada 2. Peta sebaran tingkat curah hujan 2. Pembuatan stasiun pengamatan panas bumi berdasarkan tingkat
kelerengan, tanah, masih bisa dilakukan pada unit lahan tersebut. kawasan hutan yang menjadi wilayah pada kawasan hutan tingkat curah hujan. kelerengan, curah hujan, dan
dan curah hujan. wilayah kerja panas bumi. yang menjadi wilayah kerja kepekaan tanah.
3. Kepekaan tanah terhadap erosi panas bumi.
pada kawasan hutan yang menjadi 3. Peta sebaran kelas kepekaan
wilayah kerja panas bumi. tanah terhadap erosi pada
4. Kerentanan lahan pada kawasan kawasan hutan yang menjadi
hutan yang menjadi wilayah kerja wilayah kerja panas bumi.
panas bumi. 4. Peta tingkat kerentanan lahan
pada kawasan hutan yang menjadi
wilayah kerja panas bumi.
F3. Pengeboran eksplorasi menimbulkan berbagai 1. Jenis-jenis dan skala 1. Dokumen laporan kegiatan 1. Observasi lapangan pada lokasi- 1. Analisis komprehensif untuk
Gangguan yang pengaruh terhadap bentang alam, misalnya gangguan terhadap kondisi eksplorasi panas bumi pada lokasi kegiatan eksplorasi. mendapat kesimpulan mengenai
diakibatkan kegiatan pembukaan lahan untuk lapangan sumur dan fisik kawasan yang diakibatkan kawasan hutan yang menjadi 2. Observasi lapangan untuk jenis, tingkat, dan lokasi
eksplorasi terhadap fasilitas pendukung lainnya, getaran lokal pada kegiatan eksplorasi. wilayah kerja panas bumi. mengamati dampak-dampak fisik gangguan fisik yang ditimbulkan
kondisi fisik saat pengeboran, dll. Seluruh dampak fisik 2. Kegiatan pengendalian dan 2. Dokumen laporan hasil dari kegiatan-kegiatan eksplorasi. oleh kegiatan-kegiatan eksplorasi
kawasan hutan. yang terjadi harus mampu diidentifikasi, baik pemeliharaan kondisi fisik penilaian dampak fisik kegiatan 3. Observasi lapangan untuk serta ambang batas gangguan
jenis maupun skalanya, dan sesegera mungkin kawasan yang terkena eskplorasi pada kawasan hutan mengamati pelaksanaan dan yang dapat ditoleransi.
ditangani agar tidak menurunkan daya dukung fisik dampak eksplorasi. yang menjadi wilayah kerja efektivitas kegiatan-kegiatan 2. Penilaian efektivitas penanganan
lahan terhadap kehidupan (life support system). panas bumi. penanganan dampak fisik dampak kegiatan eksplorasi.
3. Dokumen laporan hasil kegiatan eksplorasi.
penanganan dampak fisik
kegiatan eksplorasi pada
kawasan hutan yang menjadi
wilayah kerja panas bumi.
110 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 111
Lanjutan Tabel 21
F5. Gangguan-gangguan fisik yang mungkin muncul 1. Rencana kegiatan pengendalian dan 1. Dokumen perencanaan kegiatan 1. Observasi lapangan untuk 1. Analisis kelayakan pengendalian,
Upaya pengendalian akibat kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan pemeliharaan kondisi fisik berdasarkan pengendalian dan pemeliharaan mengamati kesesuaian rencana pemeliharaan kondisi fisik
dan pemeliharaan harus dapat ditangani melalui upaya-upaya potensi dampak yang akan terjadi fisik kawasan hutan kegiatan pengendalian, kawasan, dan kegiatan khusus
kondisi fisik kawasan yang terencana baik. Dalam hal ini harus dibuat akibat kegiatan-kegiatan eksploitasi berdasarkan potensi dampak pemeliharaan kondisi fisik yang dilakukan dengan potensi
berdasarkan potensi perencanaan detail untuk penanganan setiap dan pemanfaatan panas bumi. yang akan terjadi dilengkapi kawasan, dan rencana kegiatan jenis dan skala dampak yang
dampak yang jenis gangguan yang diperkirakan akan terjadi. 2. Rancangan teknis kegiatan dengan peta rancangan. khusus yang ditujukan untuk akan terjadi.
akan terjadi. khusus yang ditujukan untuk 2. Dokumen perencanaan kegiatan perlindungan kondisi fisik
penanganan dampak yang signifikan khusus yang ditujukan untuk kawasan hutan pada lokasi-
mempengaruhi kondisi fisik kawasan perlindungan kondisi fisik lokasi dengan kerentanan tinggi.
pada lokasi-lokasi yang rentan kawasan hutan pada lokasi-
secara fisik. lokasi dengan kerentanan tinggi.
F6. Dampak-dampak fisik dari kegiatan eksploitasi 1. Sebaran lokasi kegiatan-kegiatan 1. Dokumen laporan kegiatan- 1. Observasi lapangan untuk menilai 1. Analisis mengenai tingkat
Dampak eksploitasi panas bumi di dalam kawasan hutan telah dalam rangka eksploitasi. kegiatan eksploitasi. perubahan-perubahan fisik yang gangguan fisik yang terjadi akibat
terhadap kondisi fisik diperkirakan sebelumnya, sehingga dapat 2. Lokasi-lokasi kritis secara fisik yang 2. Dokumen laporan kajian penilaian disebabkan kegiatan eksploitasi. kegiatan-kegiatan eksploitasi,
kawasan hutan. dikelola melalui kegiatan perlindungan memiliki tingkat kerentanan tinggi. dampak kegiatan eksploitasi 2. Observasi lapangan untuk menilai apakah masuk kategori tingkat
atau pemulihan yang juga telah dirancang 3. Dampak kegiatan eksploitasi terhadap kondisi fisik kawasan penanganan dampak kegiatan gangguan yang masih bisa
sebelumnya. Untuk memastikan penanganan terhadap kondisi fisik kawasan hutan yang menjadi wilayah kerja eksploitasi serta pelaksanaan ditoleransi atau tidak.
dampak dapat dilaksanakan secara efektif, maka hutan yang menjadi wilayah kerja panas bumi, terutama dampak kegiatan khusus yang ditujukan 2. Analisis efektivitas penanganan
dampak-dampak yang muncul dan upaya-upaya panas bumi. terhadap kondisi habitat. untuk perlindungan kondisi fisik dampak kegiatan eksploitasi
penanganannya harus dapat dipantau sehingga 4. Penanganan dampak kegiatan 3. Dokumen laporan hasil kawasan di lokasi-lokasi dilihat dari pengaruhnya
dapat menghindari degradasi fungsi ekosistem eksploitasi terhadap kondisi fisik penanganan dampak kegiatan yang rentan. terhadap sistem pengaturan/tata
yang bersifat permanen. kawasan hutan yang menjadi eksploitasi terhadap kondisi fisik air dan kestabilan tanah.
wilayah kerja panas bumi. kawasan hutan yang menjadi
wilayah kerja panas bumi.
4. Dokumen laporan kegiatan khusus
yang ditujukan untuk perlindungan
kondisi fisik kawasan hutan pada
lokasi-lokasi yang diketahui rentan.
112 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 113
Lanjutan Tabel 21
F8. Kondisi fisik suatu eksositem pada kawasan 1. Kegiatan khusus yang diinisiasi 1. Dokumen rencana kegiatan 1. Observasi lapangan untuk melihat 1. Analisis efektivitas pelaksanaan
Kontribusi hutan yang menjadi wilayah kerja panas pengembang panas bumi yang khusus yang diinisiasi dampak-dampak kegiatan khusus kegiatan khusus yang diinisiasi
pemanfaatan panas bumi tidak selalu dalam kondisi baik. Kondisi ditujukan untuk meningkatkan pengembang panas bumi yang terhadap peningkatan kualitas pengembang panas bumi untuk
bumi terhadap ini disebabkan tingginya tekanan terhadap kualitas pengelolaan hutan, ditujukan untuk memperbaiki kondisi fisik hutan dalam rangka memperbaiki kondisi fisik hutan
kualitas pengelolaan hutan dan lemahnya kegiatan pengelolaan terutama dalam rangka kondisi fisik kawasan hutan revitalisasi fungsi kawasan dan dalam rangka revitalisasi fungsi
kondisi fisik hutan. sehingga pengelolaan hutan tidak efektif dan memperbaiki kondisi fisik yang sebelumnya rusak akibat pencapaian tujuan pengelolaan kawasan dan pencapaian
fungsi ekosistem terus terdegradasi. Aspek kawasan hutan sesuai dengan lemahnya kegiatan pengelolaan hutan yang telah ditetapkan. tujuan pengelolaan hutan yang
additionality dari kehadiran pengusahaan fungsi dan tujuan pengelolaan selama ini. telah ditetapkan.
panas bumi di kawasan hutan dapat diarahkan hutan yang telah ditetapkan. 2. Dokumen laporan kegiatan
untuk mengurangi/menangani kerusakan fisik khusus yang diinisiasi
ekosistem, misalnya rehabilitasi lahan dan pengembang panas bumi yang
restorasi ekosistem, pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk memperbaiki
untuk menurunkan ketergantungan masyarakat kondisi fisik hutan.
terhadap lahan di dalam kawasan hutan, dll.
114 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 115
Tabel 22. Nilai Baku setiap Indikator pada Masing-masing Tipologi
Indikator Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4 Indikator Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4
Prinsip Kemantapan Fungsi Kawasan Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi Kawasan
K1. Model panas bumi, cadangan baik baik baik baik B1. Potensi keanekaragaman baik baik sedang sedang
terduga, dan sasaran lokasi hayati kawasan hutan meliputi
pengeboran eksplorasi di daftar lengkap jenis flora dan
kawasan hutan. fauna kawasan hutan, jenis-jenis
flora dan fauna penting (endemik,
K2. Wilayah kerja panas bumi baik baik baik baik
langka, terancam punah), serta
ditetapkan tanpa disertai usulan
sebaran dan populasi jenis-jenis
perubahan fungsi kawasan hutan.
penting tersebut.
K3. Pelaksanaan kegiatan baik baik baik baik
B2. Perilaku dan peta habitat baik baik sedang sedang
eksplorasi tidak mengganggu
spesies-spesies flora dan
kondisi ekosistem hutan yang
fauna penting.
berisiko mengganggu fungsi
kawasan hutan. B3. Jenis-jenis dan skala baik baik sedang sedang
gangguan yang diakibatkan
K4. Kelayakan rencana baik baik baik baik
kegiatan eksplorasi terhadap
pengusahaan panas bumi dari
kondisi biologis kawasan hutan.
segi fungsi kawasan hutan dan
tujuan unit manajemen hutan B4. Potensi dampak eksploitasi baik baik sedang sedang
bersangkutan. dan pemanfaatan panas bumi
terhadap kondisi biologis
K5. Kegiatan ekploitasi atau baik baik baik baik
ekosistem hutan.
pengeboran pengembangan
tidak mengganggu fungsi B5. Upaya pengendalian dan baik baik sedang sedang
kawasan hutan. pemeliharaan potensi biologis
kawasan berdasarkan potensi
K6. Pembangunan seluruh baik baik baik baik
dampak yang akan terjadi.
fasilitas PLTP sesuai tata ruang/
zonasi pengelolaan hutan. B6. Dampak pemanfaatan energi baik baik sedang sedang
panas bumi terhadap kondisi
biologis kawasan hutan.
B7. Dampak pemanfaatan energi baik baik sedang sedang
panas bumi terhadap kondisi
biologis kawasan hutan.
B8. Kontribusi pemanfaatan baik baik sedang sedang
panas bumi terhadap kualitas
pengelolaan potensi biologis hutan.
116 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 117
(Lanjutan) Tabel 22
Daftar Referensi
Indikator Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4
Alikodra, H.S. 1989. Teknik Pengelolaan Satwa Irsamukthi P, 2012. Tahapan Kegiatan
Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi Kawasan Liar Dalam Rangka Mempertahankan Pengembangan Geothermal. http://
Keanekaragaman Hayati Indonesia. irsamukhti.blogspot.com/2012/09/.htm
F1. Kondisi tutupan lahan terkini, baik baik sedang sedang IPB Press. Bogor IUCN, 2001. The IUCN Red List Categories and
tren historis, dan proyeksi tutupan Anonim, 1990. Undang-Undang Nomor 5 Tahun Criteria Version 3.1. Gland
lahan ke depan. 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Stewart C, George P, Rayden T, dan Nussbaum R.
Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta, Indonesia. 2008. Pedoman Pelaksanaan Penilaian
F2. Karakteristik fisik lahan hutan baik sedang baik sedang Anonim, 2006. Peraturan Menteri Kehutanan Nilai Konservasi Tinggi: “Sebuah petunjuk
lainnya yang meliputi faktor No.P.56/Menhut-II/2006 tentang Panduan praktis bagi para praktisi dan penilai
fisiografi, tanah, dan curah hujan. Zonasi Taman Nasional. Jakarta, Indonesia. lapangan. Proforest.
Anonim, 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun Kemenhut, 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011.
F3. Jenis-jenis dan skala baik sedang baik sedang 1999 tentang Kehutanan. Jakarta, Indonesia. Kementerian Kehutanan Indonesia. Jakarta.
gangguan yang diakibatkan Anonim, 2003. Undang-Undang Nomor 27 Tahun Kementerian ESDM, 2012. Profil Potensi Panas Bumi.
kegiatan eksplorasi terhadap 2003 tentang Panas Bumi. Jakarta, Indonesia. Kementerian ESDM. Indonesia. Jakarta
kondisi fisik kawasan hutan. Anonim, 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Kementerian ESDM. 2012. Rancangan Blueprint
Tahun 2007 tentang Pengusahaan Panas Pengembangan Energi Baru Terbarukan
F4. Potensi pengaruh kegiatan baik sedang baik sedang Bumi. Jakarta, Indonesia. dan Konservasi Energi. Kementerian ESDM.
eksploitasi dan pemanfaatan Anonim. 2011. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.18/ Indonesia. Jakarta.
panas bumi terhadap kondisi fisik Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Kolb, T.E., M.R. Wagner., W.W. Covingtong. 1994.
Pakai Kawasan Hutan. Jakarta. Indonesia Utilitarian and Ecosystem Perspektive:
kawasan hutan. Anonim. 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Concept of Forest Healt. Journal of Forestry
F5. Upaya pengendalian dan baik sedang baik sedang Hidup No.17/2001 tentang Jenis Usaha atau 92(7):10-15.
Kegiatan yang Membutuhkan Penilaian Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and It’s
pemeliharaan kondisi fisik
Dampak Lingkungan. Jakarta. Indonesia Measurement. Cambridge University Press,
kawasan berdasarkan potensi Anonim. 2012. Peratuan Menteri Lingkungan Hidup Cambridge: x + 179 pp.
dampak yang akan terjadi. No. 05 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Millennium Ecosystem Assessment, 2005. Ecosystems
dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki and Human Well-being: Synthesis. Island
F6. Dampak eksploitasi terhadap baik sedang baik sedang AMDAL. Jakarta. Indonesia Press, Washington, DC.
kondisi fisik kawasan hutan. Anonim. 2011. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B.
2011 tentang Kawasan Suaka Alam dan Saunders Company. London.
F7. Dampak pemanfaatan panas baik sedang baik sedang Kawasan Pelestarian Alam. Jakarta. Indonesia Supriyadi. 2009. Ekologi Hutan, Buku Ajar
bumi terhadap kondisi fisik Bappenas, 2003. Indonesia Biodiversity Strategy and Matakuliah Ekologi Hutan. Fakultas
kawasan hutan. Action Plan. Bappenas. Jakarta. Indonesia. Kehutanan UGM, Yogyakarta.
Bettinger, P. 2009. Forest Management in a Climate Saptadji, N. 2012. Energi Panas Bumi di Indonesia.
F8. Kontribusi pemanfaatan baik sedang baik sedang Change Era: Issues for Planning. University ITB. Bandung
panas bumi terhadap kualitas of Georgia. Siregar, M.S., R. Abdulhadi. 1996. Studi Dasar
pengelolaan kondisi fisik hutan. Bettinger, P. Boston, K. Siry JP, Grebner DL., 2009. Lingkungan Sebagai Bahan Pertimbangan
Forest Mangement and Planning. Amsterdam. Dalam Kegiatan Eksplorasi Panasbumi. LIPI.
BSN. 1998. Standar Nasional Indonesia: Indonesia. Bandung.
“Klasfikasi Potensi Energi Panas Bumi di Spurr, S.H., and B.V. Barnes (1980). Forest Ecology.
Indonesia”. Badan Standarisasi Nasional Jhon Wiley & Son. New York.
Indonesia, Jakarta Sukyar, R. 2010. Indonesia sebagai Pusat Panas Bumi.
Ditjen PHKA. 2011. Laporan Penyusunan Pedoman Kementerian ESDM. Indonesia. Jakarta.
Pengelolaan Ekosistem di Taman Nasional. Tkacz, B.M. 2007. Forest Health Monitoring.
Kementerian Kehutanan Indonesia, Jakarta USDA Forest Service.
Dyke, F.V. 2008. Conservation Biology: Faoundations, Walker, B. C. S. Holling, S. R. Carpenter, and A.
Concepts, Applications. Kinzig. 2004. Resilience, adaptability and
Forest People Program. Free, Prior and Informed transformability in social–ecological systems.
Consent. http://www.forestpeoples.org/ Ecology and Society 9(2): 5. http://www.
guiding-principles/free-prior-and-informed- ecologyandsociety.org/vol9/iss2/art5.
consent-fpic
IPCC. 2003. Good Practice Guidance for Land Use,
Land Use Change and Forestry. IPCC National
Greenhouse Gas Inventories Programme.
Institute for Global Environmental.
118 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 119
LAMPIRAN:
© WWF-Indonesia/ Zulfahmi
120 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 121
Lampiran 1. Zonasi Pengelolaan Taman Nasional
Nama Definisi Kriteria Fungsi Kegiatan yang dapat dilakukan
Zona Bagian taman nasional a) Bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis Untuk perlindungan ekosistem, a) Perlindungan dan pengamanan;
Inti yang mempunyai tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; pengawetan flora dan fauna b) Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati
kondisi alam, baik b) Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang khas beserta habitatnya yang dengan ekosistemnya;
biota ataupun fisiknya merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang peka terhadap gangguan dan c) Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan
masih asli dan tidak kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu manusia; perubahan, sumber plasma atau penunjang budidaya;
atau belum diganggu c) Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli nutfah dari jenis tumbuhan dan d) Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permamen dan terbatas
manusia yang mutlak dan tidak atau belum diganggu manusia; satwa liar untuk kepentingan untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan.
dilindungi. Berfungsi d) Mempunyai luasan dan bentuk tertentu yang cukup untuk penelitian dan pengembangan
untuk perlindungan menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang ilmu pengetahuan, pendidikan,
keterwakilan pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses dan penunjang budidaya.
keanekaragaman ekologis secara alami;
hayati yang asli dan e) Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang
khas. keberadaannya memerlukan upaya konservasi;
f) Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta
ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah;
g) Merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas
dan khas/endemik;
h) Merupakan tempat aktivitas satwa migran.
Zona Bagian taman a) Kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk Untuk kegiatan pengawetan a) Perlindungan dan pengamanan;
Rimba nasional yang melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan jenis satwa liar; dan pemanfaatan sumber daya b) lnventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati
karena letak, kondisi, b) Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu alam dan lingkungan alam dengan ekosistemnya;
dan potensinya menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan; bagi kepentingan penelitian, c) Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas,
mampu mendukung c) Merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran. pendidikan konservasi, wisata pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya;
kepentingan terbatas,habitat satwa migran d) Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan
pelestarian pada dan menunjang budidaya serta keberadaan populasi hidupan liar;
zona inti dan zona mendukung zona inti. e) Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan
pemanfaatan. penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas.
Zona Bagian taman nasional a) Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi Untuk pengembangan a) Perlindungan dan pengamanan;
Peman- yang letak, kondisi, ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik; pariwisata alam dan rekreasi, b) Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan
faatan dan potensi alamnya, b) Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensl dan jasa lingkungan, pendidikan, ekosistemnya;
yang terutama daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata alam; penelitian, serta pengembangan c) Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya;
dimanfaatkan untuk c) Kondisi Iingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, yang menunjang pemanfatan d) Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam;
kepentingan pariwisata pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan; kegiatan penunjang budidaya. e) Pembinaan habitat dan populasi;
alam dan kondisi/jasa d) Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana f) Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa
lingkungan lainnya. bagi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, lingkungan;
penelitian dan pendidikan; g) Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian,
e) Tidak berbatasan langsung dengan zona inti. pendidikan, wisata alam, dan pemanfatan kondisi/jasa Iingkungan.
122 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 123
(Lanjutan) Lampiran 1. Zonasi Pengelolaan Taman Nasional
Nama Definisi Kriteria Fungsi Kegiatan yang dapat dilakukan
Zona Bagian dari taman nasional yang a) Adanya potensi dan kondisi sumber daya alam Untuk pemanfaatan potensi a) Perlindungan dan pengamanan;
Tradisio- ditetapkan untuk kepentingan hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan tertentu taman nasional oleh b) Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan
nal pemanfaatan tradisional oleh secara tradisional oleh masyarakat setempat guna masyarakat setempat secara oleh masyarakat;
masyarakat, yang karena kesejarahan memenuhi kebutuhan hidupnya; lestari melalui pengaturan c) Pembinaan habitat dan populasi;
mempunyai ketergantungan dengan b) Di wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi pemanfaatan dalam rangka d) Penelitian dan pengembangan;
sumber daya alam. sumber daya alam hayati tertentu yang telah memenuhi kebutuhan hidupnya. e) Pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam sesuai
dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.
perbanyakan, dan pembesaran oleh masyarakat
setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Zona Bagian dari taman nasional, yang a) Adanya perubahan fisik, sifat fisik, dan hayati yang Untuk mengembalikan ekosistem a) Perlindungan dan pengamanan;
Rehabili- karena mengalami kerusakan maka secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian kawasan yang rusak menjadi b) Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh
tasi perlu dilakukan kegiatan pemulihan ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur atau mendekati kondisi ekosistem masyarakat;
komunitas hayati dan ekosistemnya tangan manusia; alamiahnya. c) Pembinaan habitat dan populasi;
yang mengalami kerusakan. b) Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis d) Penelitian dan pengembangan;
atau spesies asli dalam kawasan; e) Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan
c) Pemulihan kawasan pada huruf a dan b minimal kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.
memerlukan waktu 5 tahun.
Zona Bagian dari taman nasionai yang a) Adanya lokasi untuk kegiatan religi yang masih Untuk memperlihatkan dan melindungi a) Perlindungan dan pengamanan;
Religi, didalamnya terdapat situs religi, dipelihara dan dipergunakan masyarakat; nilai-nilai hasiI karya, budaya, sejarah, b) Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi;
Budaya peninggalan warisan budaya dan atau b) Adanya situs budaya dan sejarah, baik yang arkeologi, maupun keagamaan c) Penyelenggaraan upacara adat;
dan sejarah yang dimanfaatkan untuk dilindungi undang-undang maupun tidak dilindungi sebagai wahana penelitian; d) Pemeliharaan situs budaya dan sejarah, serta keberlangsungan
Sejarah kegiatan keagamaan, perlindungan nilai- undang-undang. pendidikan dan wisata alam sejarah, upacara-upacara ritual keagamaan/adat yang ada.
nilai budaya atau sejarah. arkeologi, dan religius.
Zona Bagian dari taman nasional, yang karena a) Telah terdapat sekelompok masyarakat dan Untuk kepentingan aktivitas a) Perlindungan dan pengamanan;
Khusus kondisi tidak dapat dihindarkan telah sarana penunjang kehidupannya yang tinggal kelompok masyarakat yang tinggal b) Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat;
terdapat kelompok masyarakat berikut sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan di wilayah tersebut sebelum c) Rehabilitasi;
sarana penunjang kehidupannya yang sebagai taman nasional; ditunjuk/ ditetapkan sebagai d) Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat, serta daya
tinggal sebelum wilayah itu ditetapkan b) Telah terdapat sarana prasarana, antara lain taman nasional. Masyarakat dukung wilayah.
sebagai taman nasional, antara telekomunikasi, fasilitas transportasi, dan listrik, eksis berikut sarana penunjang
lain sarana telekomunikasi, fasilitas sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan kehidupannya serta kepentingan
transportasi, dan listrik. sebagai taman nasional; yang tidak dapat dihindari, seperti
c) Lokasi tidak berbatasan dengan zona inti. sarana telekomunikasi, fasilitas
transportasi, dan Iistrik.
Sumber: Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006
Foto: ©Moving Images/ NL Agency
124 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 125
Lampiran 2. Rekapitulasi Kegiatan Non Kehutanan Panas Bumi di Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Pelestarian Alam
No. Lokasi Pihak Ke-3 Kegiatan Perijinan/ Persetujuan Perjanjian Kerja Sama Jangka Waktu
1. TN Gn. Halimun Salak PT. Chevron Geothermal Pengembangan lapangan panas - Surat Menhut No.1018/Menhut- Perjanjian Pinjam Pakai dengan 20 tahun
(dh. Unocal Geothermal of bumi dan Pembangkit Listrik VII/1995 tgl. 11 Juni 1995 kompensasi rasio 1:2 No.06/044.3/
Indonesia) Tenaga Panas Bumi (PLTP) di - Surat Menhut No.1053/Menhut- III/1996 tgl. 15 Agustus 1996
HL Gunung Salak selama 20 VII/1995 tgl. 19 Juli 1995
tahun seluas 273,66 ha - Surat Dirjen PHKA No. S.797/IV/
KK/2005 tgl. 20 Desember 2005
2. CA Kawah Kamojang Pertamina UEP III Jalan masuk pipa uap dan - Surat Dirjen Kehutanan No.2143/ Pinjam pakai tanpa kompensasi 01 Agustus 1995 -
instalasi pengeboran seluas Dj/1/74 tgl. 30 Mei 1974 01 Agustus 2000
5,25 ha dan 4,25 ha - Surat Dirjen Kehutanan No.3059/
DJ/1/78 tgl. 21 September 1978 Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgl 21 Desember 2009
3. CA Kawah Kamojang Pertamina UEP III Pengeboran panas bumi dan - Surat Dirjen Kehutanan No.204/ Pinjam pakai tanpa kompensasi 01 Agustus 1995 -
jalur pipa uap seluas 21,505 ha DJ/1/1983 tgl. 17 Januari 1983 01 Agustus 2000
- Surat Dirjen Kehutanan No.576/
DJ/1/1983 tgl. 11 Februari 1983
- Surat Menhut No.022/Kpts-II/1984 Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
tgl. 17 Februari 1984 Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgl 21 Desember 2009
4. CA Kawah Kamojang Pertamina UEP III Pengeboran panas bumi tahap 2 - Surat Menhut No.227/Kpts-II/1989 Pinjam pakai dengan kompensasi seluas 01 September 1995 -
seluas 5,85 ha dan 12,4 ha tgl. 11 Februari 1989 12 ha dan 24 ha 01 September 2020
- Surat Menhut No.927/Menhut-VII/1997 dan
tgl. 20 Agustus 1997 20 Agustus 1997 -
20 Agustus 2022
Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgl 21 Desember 2009
5. CA Kawah Kamojang Pertamina UEP III Pengembangan Lapangan Surat Menhut No.341/Menhut-VII/1997 Pinjam pakai dengan kompensasi 24 ha
Tahap 2 seluas 12 ha tgl. 15 Maret 1997
Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgl 21 Desember 2009
6. CA Kawah Kamojang PT. Latoka Trimas Bina Energi Pembangunan PLTP Unit VI Surat Menhut No.242/Menhut-VII/1998 Pinjam pakai dengan kompensasi 4 ha.
seluas 2 ha tgl. 25 Februari 1998
Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgll 21 Desember 2009
126 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 127
(Lanjutan) Lampiran 2. Rekapitulasi Kegiatan Non Kehutanan Panas Bumi di Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Pelestarian Alam
No. Lokasi Pihak Ke-3 Kegiatan Perijinan/ Persetujuan Perjanjian Kerja Sama Jangka Waktu
7. CA Papandayan PT. Amoseas Indonesia Inc. Perluasan Kegiatan Tahap 2 Surat Menhut No.336/Menhut-VII/1997 Pinjam pakai dengan kompensasi 1998-2003
seluas 26 ha tgl. 26 Maret 1997
9. CA Papandayan PT. Amoseas Indonesia Inc. Pemasangan Pipa Penyalur Surat Menhut No.126/Kpts-II/1992 05 April 1993 -
Gas/ Uap seluas 0,095 ha tgl. 10 Januari 1992 05 April 1998
Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Chevron Geothermal Indonesia
tgl 13 Juli 2009
10. TN Bukit Barisan Selatan Pemkab Lampung Barat Pembangunan Surat Dirjen PHKA No.S.98/IV-KK/2008 Perjanjian Kerja Sama TNBBS dg 29 Januari 2009 -
PLTP Sekincau-Suoh di TNBBS tgl 25 Februari 2008 Pemkab Lampung Barat No. PKS.89/ 29 Januari 2014
BBTNBBS-1/2009 dan No. 549/01/
PEMKAB-LB/II.11/2009 tgl 29 Januari
2009
Chevron Geothermal Suoh Penelitian potensi panas bumi Surat Dirjen PHKA No.S.370/IV- (tahap survey 3G)
Sekincau (survei Geologi, Geofisika dan KKBHL/2011 tgl 8 Agustus 2011
Geokimia) di TNBBS
11. TN Kelimutu PT Sokoria PLTP Sokoria Belum proses
12. TN Gunung Rinjani PT PLN (Persero) Studi UKL-UPL (AMDAL), Surat Dirjen PHKA No.S.256/IV- (tahap survey 3G)
Survei Geologi, Geokimia, KKBHL/2011 tgl. 26 Mei 2011
Geofisika di Sembalun
Sumber: Direktorat Konservasi Kawasan Ditjen PHKA (2011)
128 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 129
130 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi
About WWF Ring of Fire Program
With the Ring of Fire Program, WWF has an ambition:
by 2015 there is a significant shift towards the use of renewable energy and
particularly in the sustainable production and use of geothermal energy in
Indonesia and the Phillipines.
WWF strengths of working in partnership with the public and private sector, and combining expertise
with on the ground implementation, will form the basis of our approach. Furthermore, WWF has
been 50 years of experience in the region. WWF intends to use this program as a catalyst to accelerate
geothermal development in other countries within the region - and potentially in other regions with
rich geothermal energy potential.
The program will show it is possible to achieve this ambition in a sustainable way, conserving
biodiversity, and at the same time support innovation and green economic growth, counter climate
change and improve the living conditions of targeted communities. A rightly approached ‘Green New
Deal’ works on energy supply, environment protection, employment creation and economic growth.
www.wwf.or.id
Recycled
Supporting responsible use of forest resources
www.fsc.org Cert no. BV COC 008904
© 1996 Forest Stewardship Council