Anda di halaman 1dari 67

Panduan Kelestarian Ekosistem

LAPORAN
DESEMBER

2013 untuk Pemanfaatan Panas Bumi


Panduan Kelestarian Ekosistem
untuk Pemanfaatan Panas Bumi

WWF Indonesia
2013
Sekapur Sirih
Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi Energi menjadi salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara dan bahkan menjadi kekuatan
ekonomi politik tidak terkecuali Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan
ISBN: 978-979-1461-35-1 ekonomi, tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan energi Indonesia juga terus meningkat
pesat. Sebagian besar kebutuhan energi ini berasal dari sumber energi fosil yang tidak
©2013 terbarukan seperti minyak bumi, gas bumi dan batubara, dimana pemanfaatan energi
Diterbitkan oleh WWF-Indonesia tersebut menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berkontribusi terhadap terjadinya
dan didukung oleh Kedutaan Besar Inggris di Jakarta pemanasan global dan perubahan iklim. Untuk meningkatkan ketahanan energi nasional
dalam jangka panjang serta berkontribusi terhadap upaya global dalam menahan laju
perubahan iklim, konservasi energi dan diversifikasi energi melalui pengembangan energi
Koordinator Program terbarukan yang berkelanjutan merupakan keniscayaan.
Indra Sari Wardhani
Visi WWF di sektor energi adalah mendorong tercapainya 100% Energi Terbarukan pada
Penulis: 2050 secara global. Bagi Indonesia, saat ini merupakan masa penting untuk transisi
Robi Royana dan transformasi menuju pembangunan sektor energi yang lebih ramah lingkungan
dan berkelanjutan. Potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar dan belum
Editor Teknis: dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya adalah energi Panas Bumi. Melalui program
Indra Sari Wardhani “Ring of Fire”, WWF mendukung pengembangan energi panas bumi yang berkelanjutan.

Kontributor Teknis: Pengembangan panas bumi di Indonesia masih terbilang lambat dengan dinamika
Hadi Alikodra, WWF-Indonesia permasalahan yang kompleks. Salah satu yang menjadi perhatian adalah lokasi potensi
Budi Wardhana, WWF-Indonesia panas bumi yang sebagian besar berada di wilayah yang merupakan kawasan hutan dimana
Nyoman Iswarayoga, WWF Indonesia hutan menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati, menyediakan jasa lingkungan seperti
Anwar Purwoto, WWF-Indonesia sumber mata air, mempunyai fungsi sebagai penjaga keseimbangan iklim bumi serta
Indra Sari Wardhani, WWF-Indonesia menjadi sumber pendapatan ekonomi bagi masyarakat dan negara. Panas bumi dan hutan
Retno Setiyaningrum, WWF-Indonesia merupakan sumber daya alam yang memiliki manfaat besar bagi kelangsungan hidup
Arif Budiman, WWF-Indonesia manusia. Pengembangan Panas bumi di kawasan hutan harus senantiasa memperhatikan
Thomas Barano, WWF-Indonesia aspek-aspek kelestarian ekosistem. “Panduan Kelestarian Ekosistem Hutan: Wilayah Kerja
Zulfira Warta, WWF-Indonesia Pengusahaan Energi Panas Bumi di Kawasan Hutan” merupakan sumbangsih pemikiran
WWF-Indonesia dalam upaya mensinergikan pengembangan energi terbarukan yang
Tata Letak dan Desain: berkelanjutan dan mendukung konservasi hutan di Indonesia.
Arief Darmawan
Panduan ini mengidentifikasi kriteria serta indikator penting yang perlu diterapkan dalam
menjaga keberlanjutan kegiatan pemanfaatan panas bumi di kawasan hutan dengan
memperhatikan kemantapan fungsi kawasan hutan, keberlanjutan fungsi ekologi ekosistem
hutan serta keberlanjutan fungsi sosial ekonomi dan budaya pada ekosistem hutan.
Penyusunan panduan ini telah melalui serangkaian proses diskusi dan konsultasi dengan
para pemangku kepentingan. Saya berharap panduan ini dapat menjadi referensi bagi
pemerintah, pengembang panas bumi, akademisi maupun masyarakat.
Yayasan WWF Indonesia
Gedung Graha Simatupang Tower 2 Unit C Kelestarian bumi yang merupakan satu-satunya rumah kita merupakan tanggung jawab
Jalan LetJen TB Simatupang Kav 38 Jakarta Selatan 12540 Indonesia kita bersama.
Telp: +62-21-782 9461 Fax : +62-21-782 9462
Jabat Erat.
www.wwf.or.id Efransjah, CEO WWF-Indonesia
Daftar Isi

Sekapur Sirih 5

Daftar Isi 6

Daftar Tabel 8

Daftar Gambar 9

Daftar Singkatan 10

Daftar Istilah 11

1. Pendahuluan 17 3. Baseline dan Tiplogi Ekosistem Hutan 57


1.1. Latar Belakang 17 3.1. Kerangka Pikir Penyusunan Basline dan Tipologi Ekosistem Hutan 57
1.2. Tujuan 21 3.2. Aspek Ekologi Hutan 59
1.3. Ruang Lingkup Panduan 21 3.2.1. Karakteristik Biologis Ekosistem 59
1.4. Metodologi Penyusunan Panduan 22 3.2.2. Karakteristik Fisik Ekosistem 65
1.5. Sistematika Penulisan Panduan 23 3.3. Tipologi Ekosistem Hutan Berdasarkan Aspek Ekologi 67

2. Panas Bumi dan Hutan 25 4. Panduan Kelestarian Ekosistem Hutan pada Wilayah Kerja 71
2.1. Ekosistem Hutan dan Konsep Kelestarian 26 Panas Bumi
2.2. Kerangka Kerja Kehutanan Indonesia 31 4.1. Kerangka Kerja Perumusan Panduan 71
2.3. Kerangka Kerja Pengusahaan Panas Bumi 35 4.2. Prinsip, Kriteria dan Indikator 73
2.4. Potensi Sumber Daya Panas Bumi di Kawasan Hutan 38
2.5. Pengaruh Kegiatan Operasional Panas Bumi terhadap Hutan 39 Lampiran 121
2.6. Situasi Masalah Kebijakan Pengusahaan Panas Bumi di Kawasan Hutan 41 Lampiran 1. Zonasi Pengelolaan Taman Nasional 123
2.7. Pola Pikir Kebijakan Panas Bumi di Kawasan Hutan 48 Lampiran 2. Rekapitulasi Kegiatan Non Kehutanan Panas Bumi di Kawasan 126
2.8. Beberapa Perangkat Kelestarian Lingkungan 51 Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam

6 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 7


Daftar Tabel Daftar Gambar
Tabel 1. Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 19 Gambar 1. Berbagai Manfaat dari Ekosistem Hutan 28

Tabel 2. Penerapan Konsep Kelestarian Hutan 30 Gambar 2. Diagram Alur Sistem dalam Konsep Ekosistem Hutan 29

Tabel 3. Keluaran Kegiatan Pengembangan Panas Bumi 36 Gambar 3. Kerangka Kerja Pengurusan Hutan Indonesia 31

Tabel 4. Distribusi Potensi Panas Bumi di Kawasan Hutan Indonesia 38 Gambar 4. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsinya 32

Tabel 5. Wilayah Kerja Pengembangan Panas Bumi yang Telah Berproduksi 38 Gambar 5. Gradasi Fungsi Hutan Berdasarkan Keaslian dan Tingkat Intervensi Manusia 33

Tabel 6. Kemajuan Pengukuhan Kawasan Konservasi Indonesia 2011 47 Gambar 6. Jumlah dan Luas Kawasan Konservasi Berdasarkan Kategorinya 34

Tabel 7. Sinergi Kepentingan Kelestarian Ekosistem Hutan dan Kegiatan Pengusahaan 49 Gambar 7. Tahapan Kegiatan Pengembangan Panas Bumi 35
Panas Bumi di Kawasan Hutan
Gambar 8. Keterlibatan Para Pihak dalam Proses Pengusahaan Panas Bumi 37
Tabel 8. Indeks untuk Keanekaragaman Hayati 62
Gambar 9. Perbandingan Emisi CO2 dari Beberapa Jenis Sumber Energi 39
Tabel 9. Klasifikasi Intensitas Curah Hujan 65
Gambar 10. Situasi dalam Perumusan Kebijakan Pengusahaan Panas Bumi 42
Tabel 10. Klasifikasi Kelas Kelerengan 66 di Kawasan Hutan dan Arahan Pendekatan dalam Pengambilan Kebijakan

Tabel 11. Klasifikasi Kepekaan Tanah Terhadap Erosi 66 Gambar 11. Diagram Kemungkinan Kondisi Ekosistem pada Kawasan Hutan 58
Wilayah Kerja Panas Bumi
Tabel 12. Karakteristik Biofisik dalam Penentuan Sensitivitas Ekosistem 67
Gambar 12. Ilustrasi Penyusunan Baseline Pengelolaan Ekosistem Hutan 59
Tabel 13. Tipologi Aspek Ekologi 68
Gambar 13. Struktur Hubungan Kategori Keterancaman Spesies 64
Tabel 14. Definisi Tipologi Ekosistem Hutan Berdasarkan Aspek Ekologi 69
Gambar 14. Pengelompokan Tipologi Akhir Pengusahaan Bumi di Kawasan Hutan 68
Tabel 15. Matriks Kriteria dan Indikator Kelestarian Ekosistem Hutan Wilayah Kerja 76
Panas Bumi Gambar 15. Model Hierarki Kinerja Pengusahaan Panas Bumi di Kawasan Hutan 74

Tabel 16. Skala Intensitas Indikator Prinsip Kemantapan Fungsi Kawasan Hutan 78 Gambar 16. Model Hierarki Kelestarian Ekosistem Hutan Wilayah Kerja Panas Bumi 75
(Kriteria: Fungsi Kawasan Tetap)

Tabel 17. Skala Intensitas Indikator Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi 82


(Kriteria: Potensi Biologis Kawasan Hutan Terjamin)

Tabel 18. Skala Intensitas Indikator Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi 90


(Kriteria: Kondisi Fisik Kawasan Hutan Terjamin)

Tabel 19. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Kemantapan Fungsi 96
Kawasan Hutan (Kriteria: Fungsi Kawasan Tetap)

Tabel 20. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Keberlanjutan Fungsi Ekologi 102
Kawasan Hutan (Kriteria: Terjaminnya Potensi Biologis Kawasan)

Tabel 21. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Keberlanjutan Fungsi Ekologi 110
Kawasan Hutan (Kriteria: Terjaminnya Kondisi Fisik Kawasan Hutan)

Tabel 22. Nilai Baku Setiap Indikator pada Masing-masing Tipologi 116

8 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 9


Daftar Singkatan Daftar Istilah
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Keanekaragaman Hayati Istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman bentuk kehidupan
ANDAL : Analisis Dampak Lingkungan di bumi, interaksi di antara berbagai makhluk hidup serta antara mereka
APL : Areal Penggunaan Lain dengan lingkungannya.
CITES : Convention on International Trade of Endangered Species
CSA : Canada’s National Sustainable Forest Management Standard Panas Bumi Sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan
bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak
FPIC : Free, Prior, and Informed Consent dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya
FPP : Forest People Program diperlukan proses penambangan.
FSC : Forest Stewardship Council
GRI : Global Reporting Initiative Sumber Daya Panas Bumi Besarnya potensi panas bumi yang ditentukan dengan dasar estimasi parameter
GRK : Gas Rumah Kaca terbatas untuk dibuktikan menjadi potensi cadangan.
HCVF : High Conservation Value Forest
HK : Hutan Konservasi Usaha Panas Bumi Kegiatan menemukan sumber daya panas bumi hingga pemanfaatannya baik
HL : Hutan Lindung secara langsung maupun tidak langsung.
HP : Hutan Produksi
HPT : Hutan Produksi Terbatas Reservoir Formasi batuan di bawah permukaan yang mampu menyimpan dan
mengalirkan fluida termal (uap dan atau air panas). Reservoir biasanya
IBSAP : Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan
merupakan batuan yang memiliki porositas dan permeabilitas yang baik.
INP : Indeks Nilai Penting
IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change Sistem Panas Bumi Sistem penghantaran panas di dalam mantel atas dan kerak bumi dimana
ITTO : International Tropical Timber Organization panas dihantarkan dari suatu sumber panas (heat source) menuju suatu tempat
IUCN : International Union for Conservation of Nature penampungan panas (heat sink).
IUPHHK : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
KESDM : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Pemanfaatan Langsung Usaha pemanfaatan energi dan/atau fluida panas bumi untuk keperluan
KPA : Kawasan Pelestarian Alam nonlistrik, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan sendiri.
KSA : Kawasan Suaka Alam
KSDAHE : Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pemanfaatan Pemanfaatan Tidak Langsung untuk tenaga listrik adalah kegiatan usaha
LEI : Lembaga Ekolabel Indonesia Tidak Langsung pemanfaatan energi Panas Bumi untuk pembangkit tenaga listrik, baik untuk
kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri.
MEA : Millennium Ecosystem Assessment
PDB : Produk Domestik Bruto
Geothermal Surface Manifestasi panas bumi di permukaan yang menunjukkan keberadaan suatu
PEFC : Pan-European Forest Certification Manifestation sistem hidrotermal di bawah permukaan bumi, seperti mata air panas, geyser,
PGE : Pertamina Geothermal Energy dan sebagainya.
PHPL : Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
PKI : Prinsip, Kriteria, dan Indikator Baseline atau Dasar Kecenderungan yang akan terjadi tanpa adanya intervensi kebijakan atau
PLTP : Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Pengukuran kegiatan. Batas ini biasanya dikaitkan dengan tahun tertentu dan digunakan
RKL : Rencana Pengelolaan Lingkungan sebagai dasar penghitungan kenaikan atau penurunan.
RPL : Rencana Pemantauan Lingkungan
SFI : Sustainable Forest Initiative Deforestasi Perubahan lahan yang semula berhutan menjadi lahan tanpa tegakan pohon.
SNI : Standar Nasional Indonesia
TBL : Triple Bottom Line Degradasi Hutan Perubahan lahan hutan yang semula memiliki tutupan rapat menjadi jarang.
TNGHS : Taman Nasional Gunung Halimun Salak
TPI : Tebang Pilih Indonesia Studi Pendahuluan Kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang
berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan geokimia untuk
TPTI : Tebang Pilih Tanam Indonesia memperkirakan letak dan adanya sumber daya panas bumi serta wilayah kerja.
TPTJ : Tebang Pilih Tanam Jalur
UKL : Upaya Pengelolaan Lingkungan Eksplorasi Rangkaian kegiatan penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran
UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan memperoleh dan
WWF : World Wide Fund menambah informasi kondisi geologi bawah permukaan guna menemukan dan
mendapatkan perkiraan potensi panas bumi.

10 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 11


Daftar Istilah
Studi Kelayakan Tahapan kegiatan pertambangan panas bumi untuk memperoleh informasi Hutan Konservasi Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang memiliki fungsi pokok
rinci seluruh aspek yang berkaitan demi menentukan kelayakan usaha pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya.
pertambangan panas bumi, termasuk penyelidikan atau studi jumlah
cadangan yang dapat dieksploitasi. Kawasan Hutan Suaka Alam Hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang
Eksploitasi Rangkaian kegiatan pada suatu wilayah kerja tertentu yang meliputi pengeboran juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan fasilitas lapangan,
serta operasi produksi sumber daya panas bumi. Kawasan Hutan Hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok perlindungan
Pelestarian Alam sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa,
Cadangan Panas Bumi Jumlah kandungan panas yang tersimpan di bawah permukaan dan dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
diestimasikan dengan ilmu-ilmu kebumian serta kelistrikan yang dapat
dimanfaatkan dalam waktu tertentu. Land Use, Land-Use Sektor inventarisasi gas rumah kaca yang meliputi emisi dan pemindahan
Change and Forestry gas rumah kaca yang berasal dari pemanfaatan lahan, perubahan lahan, dan
Cadangan Spekultaif Kelas sumber daya yang estimasi potensi energinya didasarkan pada studi (LULUCF) kegiatan kehutanan yang dilakukan langsung oleh manusia.
literatur serta penyelidikan pendahuluan.
Taman Nasional Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
Cadangan Mungkin Kelas cadangan yang estimasi potensi energinya didasarkan pada hasil sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
penyelidikan rinci dan telah diindentifikasi dengan bereksplorasi (wildcat) serta pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
hasil prastudi kelayakan.
Hutan Tanaman Industri Hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun kelompok industri
Cadangan Terduga Kelas cadangan yang estimasi potensi energinya didasarkan pada hasil (HTI) kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi. Caranya,
penyelidikan rinci. menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku
industri hasil hutan.
Cadangan Terbukti Kelas cadangan yang estimasi potensi energinya didasarkan pada hasil
penyelidikan rinci, diuji dengan sumur eksplorasi, delineasi dan pengembangan, Habitat Lingkungan tempat tumbuhan atau satwa hidup dan berkembang secara alami.
serta dilakukan studi kelayakan.
Alpha Diversitas Rata-rata jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan dalam suatu komunitas/
Degradasi Lahan Berkurangnya kemampuan lahan hutan menyediakan jasa ekosistem dan ekosistem, yang disebut kekayaan jenis ekosistem. Nilai keanekaragaman alpha
produk hutan, karena pengaruh-pengaruh negatif pada struktur hutan. menunjukkan keanekaragaman jenis pada skala geografi yang bersifat lokal
dan dapat diketahui dengan cara menghitung rata-rata jumlah jenis tumbuhan
Hutan Suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam dalam beberapa komunitas atau ekosistem suatu unit ekosistem hutan.
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Beta Diversitas Jumlah jenis tumbuhan dalam skala regional yang lebih luas. Nilai
keanekaragaman beta diketahui dengan cara menghitung jumlah jenis
Kawasan Hutan Wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan pemerintah untuk tumbuhan yang merupakan gabungan beberapa komunitas yang sama dalam
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. satu kawasan. Keanekaragaman beta menghubungkan keanekaragaman alpha
dan gamma, dihitung dengan cara membagi nilai keanekaragaman gamma
dengan nilai alpha.
Hutan Negara Hutan pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.

Gamma Diversitas Nilai keanekaragaman jenis yang menggambarkan tingkat perubahan


Hutan Hak Hutan pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
komposisi jenis yang mencakup satu daerah yang luas dalam skala bentang
alam. Untuk penerapan pengelolaan ekosistem di suatu unit ekosistem hutan,
Hutan Adat Hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. keanekaragaman gamma adalah jumlah jenis tumbuhan yang dimiliki suatu
ekosistem tertentu yang merupakan gabungan dari beberapa bagian dalam satu
Hutan Produksi Kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok memproduksi hasil hutan. unit pengelolaan hutan.

Hutan Lindung Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem Sustained Yield Principle Pada tingkat intensitas pengelolaan hutan tertentu, hasil kayu yang diproduksi
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan hutan berlangsung secara terus menerus.
erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

12 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 13


Daftar Istilah
Sustainability of Pemahaman bahwa kayu bukanlah satu-satunya hasil hutan dan kebutuhan Intergovernmental Badan yang menyurvei literatur teknis dan ilmiah di seluruh dunia dan
Multiple Use manusia terhadap hutan sangat beragam. Panel on Climate Change mempublikasikan laporan yang menjadi sumber informasi perubahan iklim
(IPCC, atau Panel Antar terpercaya dan dasar negosiasi Konvensi Perubahan Iklim. Lebih dari 2.500
Reference Ecosystem Ekosistem hutan yang diacu sebagai hutan sehat untuk suatu unit ekosistem Pemerintah untuk ilmuwan dan 800 penulis dari 130 negara memberi kontribusi terhadap IPCC
hutan yang akan dimonitor. Perubahan Iklim) Fourth Assessment Report tahun 2007, yang mengukuhkan bahwa kegiatan
manusia menjadi penyebab perubahan iklim. IPCC merupakan institusi
independen yang tidak terkait secara struktur dengan Konvensi.
Resilience Kapasitas sistem untuk menyerap gangguan dan mengenalinya saat mengalami
perubahan sehingga masih dapat mempertahankan fungsi dan struktur dasarnya.
Jasa ekosistem Jasa atau layanan yang didukung, diatur, dan disediakan ekosistem bagi
manusia. Hutan, misalnya, menyediakan bahan pangan, air, kayu dan serat,
Adaptability Kapasitas aktor dalam sistem untuk mempengaruhi resistence.
serta mengatur iklim dan tata air. Ekosistem ini juga memberikan manfaat
untuk rekreasi, estetika, dan kepuasan spiritual.
Transformability Kemampuan untuk menciptakan sistem baru secara fundamental, ketika
struktur ekologis, ekonomi, dan sosial yang ada tidak dapat dipertahankan.
Mekanisme Pembangunan Mekanisme di bawah Protokol Kyoto dimana negara maju dapat mendanai
Bersih (CDM) proyek pengurangan emisi gas rumah kaca di negara berkembang dan
Maximum Disturbance Keadaan ini hanya akan terjadi jika gangguan yang diterima ekosistem menerima kredit karbon yang dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban
melebihi ambang batas kemampuan ekosistem untuk mempertahankan dan pengurangan emisinya.
memperbaharui diri.
Mitigasi Tindakan mengurangi emisi gas rumah kaca yang disebabkan kegiatan manusia
Carrying Capacity Jumlah maksimum individu unsur hayati yang masih dapat dijamin hidup serta meningkatkan penyimpanan karbon untuk mengatasi perubahan iklim.
dengan baik pada kondisi lingkungan tertentu. Dalam sistem ekologi, setiap
spesies berarti sebagai lingkungan bagi spesies lainnya sehingga lingkungan
Perubahan Iklim Perubahan kondisi iklim yang disebabkan aktivitas manusia yang mengubah
itu sendiri adalah hubungan interdependensi antarspesies yang ditambahkan
komposisi atmosfer global. Pengukuran kondisi dan variabilitasnya didasarkan
dengan unsur fisik.
pada rata-rata jangka panjang nilai tengah parameter cuaca berupa suhu udara,
curah hujan, dan kecepatan angin.
Efek Rumah Kaca Efek yang ditimbulkan gas rumah kaca, ketika gas-gas seperti CO2 menahan
radiasi balik matahari yang dipancarkan bumi dalam bentuk panas sehingga
Protokol Kyoto Kesepakatan internasional bahwa negara-negara industri akan mengurangi
memanaskan atmosfer bumi.
emisi gas rumah kaca yang dihasilkannya sebesar 5,2 persen dari tingkat emisi
tahun 1990 selama periode 2008-2012.
Gas Rumah Kaca (GRK) Gas-gas di atmosfer yang bertanggungjawab sebagai penyebab pemanasan
global dan perubahan iklim. Jenis gas rumah kaca yang utama adalah karbon
Pemanasan Global Naiknya suhu rata-rata atmosfer bumi dari tahun ke tahun akibat meningkatnya
dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N20).
konsentrasi gas rumah kaca, terutama karena kegiatan manusia seperti
industrialisasi dan deforestasi.
Ekosistem Sistem kehidupan yang terdiri atas faktor-faktor yang hidup (biotik) dan yang
tak hidup (abiotik) yang telah mencapai keseimbangan yang mantap.
Penyerapan Karbon Proses pengikatan CO2 di atmosfer oleh tanaman yang mempunyai pigmen
Sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup
menangkap cahaya, yaitu klorofil melalui proses fotosintesis.
dengan lingkungannya.

Restorasi Pemulihan hutan alam untuk membangun kembali struktur dan fungsi,
Hutan Primer Lahan dengan jenis-jenis pohon dan tanaman berkayu yang tumbuh secara
melindungi dan memulihkan habitat kritis, daerah riparian, daerah aliran
alami dan sebagian besar belum terjamah aktivitas manusia sehingga proses
sungai, serta atribut lainnya.
ekologisnya tidak terganggu.

Pengelolaan Hutan Lestari Pengelolaan dan penggunaan hutan yang mempertahankan keanekaragaman
Hutan Sekunder Hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau dibuka untuk
hayati, produktivitas, kapasitas regenerasi, dan fungsi ekonomi sosial.
berbagai kegiatan.

United Nations Framework Perjanjian atau kesepakatan yang dibuat pada KTT Bumi pada tahun 1992, yang
Hutan Tanaman Lahan yang ditumbuhi tegakan pohon yang dibentuk melalui penyemaian benih
Convention on Climate mendesak semua negara yang berkepentingan untuk menstabilkan konsentrasi
dan penanaman anakan pohon.
Change (UNFCCC) GRK di atmosfer pada tingkat yang dianggap tidak membahayakan iklim bumi.
UNFCCC lebih umumnya merujuk pada Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang ditugaskan untuk mendukung pelaksanaan kesepakatan tersebut.

14 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 15


I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat
keanekaragaman hayati tinggi di dunia. Kekayaan hayati
Tanah Air itu dikutip Wakil Presiden RI dalam pidatonya pada
Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2012, bahwa Indonesia
memiliki sekitar 90 tipe ekosistem, 40.000 spesies tumbuhan,
dan 300.000 spesies hewan. Untuk kepentingan melindungi
1

keanekaragaman hayati, akhir tahun 2010 Kementerian


Kehutanan telah menetapkan jenis flora dan fauna yang
dilindungi, yang terdiri atas mamalia (127 jenis), burung (382
jenis), reptilia (31 jenis), ikan (9 jenis), serangga (20 jenis),
krustasea (2 jenis), anthozoa (1 jenis), dan bivalvia (12 jenis). 2

Salah satu upaya menangani perdagangan flora dan fauna yang


mendekati kepunahan, Indonesia menandatangani konvensi
CITES dan mendaftarkan sejumlah jenis flora dan fauna ke
dalam Appendix I dan II. 3
Foto: ©Moving Images/ NL Agency

1
http://wapresri.go.id/index/preview/pidato/180
2
Daftar jenis-jenis satwa dan tumbuhan dilindungi dapat dilihat pada lampiran
PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
3
Statistik Kehutanan, Kementerian Kehutanan 2011

16 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 17


1. Pendahuluan

Nilai ekonomi keanekaragaman hayati sangat berpotensi Tabel 1. Kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
menjadi tulang punggung sektor industri, pertanian,
perdagangan, kehutanan, kesehatan, dan pariwisata.
Kementerian Lingkungan Hidup, mengacu pada sejumlah
studi akademik menyebutkan, nilai sumber daya genetik dan
pengetahuan tradisional setiap tahunnya dapat mencapai
500–800 miliar dollar AS. Untuk tumbuhan obat Indonesia
diperkirakan bernilai 14,6 miliar dollar AS atau lebih dari 2
kali lipat nilai produk kayu hutan. Potensi ini semakin besar
seiring disetujuinya Protokol Nagoya yang akan memberi
perlindungan pada keanekaragaman hayati dan menjamin
pembagian keuntungan bagi Indonesia. Dalam konteks inilah
kepentingan ekologi dengan kekayaan hayatinya akan memberi
manfaat ekonomi.4 Seiring perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, diyakini bahwa penemuan berbagai jenis
keanekaragaman hayati baru dan kegunaannya akan terus
terjadi. Pada saat bersamaan, nilai ekonomi keanekaragaman
hayati akan terus meningkat.

Di sisi lain, wilayah Indonesia juga memiliki kandungan


sumber daya alam berupa mineral dan energi yang cukup
tinggi, salah satunya adalah panas bumi. Sumber energi panas
bumi Indonesia umumnya berada pada jalur gunung api,
membentang mulai dari ujung Pulau Sumatera, sepanjang
Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku.5 Sumber: Kementerian Energi dan Mineral Resources, Desember 2012
Panjang jalur tersebut sekitar 7.500 kilometer dengan lebar
50-200 km.6 Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistem
pemilik potensi energi panas bumi terbesar di dunia, yang hidrotermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225º C),
mencapai 28.617 megawatt (MW)7 atau sekitar 40 persen dari yang terletak di beberapa wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi
total potensi dunia yang tersebar di 299 lokasi. Secara geografis dan sebagian wilayah timur Indonesia. Adanya suatu sistem
sumber panas bumi terbanyak terdapat di Sumatera (12.760 hidrotermal di bawah permukaan bumi seringkali ditunjukkan
MW), Jawa (9.717 MW), Sulawesi (3.044 MW), Nusa Tenggara dengan manifestasi panas bumi di permukaan (Geothermal
(1.451 MW), Maluku (1.071 MW), Bali (354 MW) serta di Surface Manifestation), seperti mata air panas, geyser, dan
daerah lain (220 MW). sebagainya.9 Berdasar pengalaman pengembangan lapangan
panas bumi di dunia dan Indonesia, sistem panas bumi
Secara global, pemanfaatan energi panas bumi untuk bertemperatur tinggi dan sedang sangat potensial untuk
pembangkitan listrik mencapai 9.900 MW di dunia. Di pembangkit listrik.
4
http://www.menlh.go.id/peringatan- Indonesia, berdasarkan data Badan Geologi Kementerian
hari-cinta-puspa-dan-satwa-nasional-
hcpsn-2011
ESDM, pemanfaatan panas bumi untuk listrik hingga Desember Lokasi potensi panas bumi pada wilayah vulkanik biasanya
5
Profil Potensi Panas Bumi, 2012 tercatat 1.341 MW yang tersebar di Jawa (1.134 MW), berasosiasi dengan hutan. Data Direktorat Jenderal Energi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Sumatera (122 MW), Sulawesi (80 MW) dan Nusa Tenggara Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi
Mineral 2012 (5 MW). Ini menempatkan Indonesia sebagai produsen listrik dan Sumber Daya Mineral (KESDM) tahun 2010 menyebutkan,
6
LIPI panas bumi terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat potensi panas bumi yang berada dalam kawasan hutan PLTP Ulubelu, Lampung.
7
Badan Geologi, Kementerian Energi Foto: ©Moving Images/ NL Agency
(2.687 MW) dan Fiilipina (1.968 MW)8. Dengan potensi yang konservasi sebanyak 41 titik dengan kapasitas 5.935 MW,
dan SUmber Daya Mineral, 2012
8
Indonesia sebagai Pusat Panas Bumi,
ada, pemanfaatan listrik dari panas bumi di Indonesia masih dalam kawasan hutan lindung (46 titik) dengan potensi 6.623
R. Sukhyar, Kementrian Energi dan dapat ditingkatkan. Selain untuk pembangkit listrik, energi MW, dan dalam kawasan hutan produksi (37 titik) dengan 9
Energi panas Bumi di Indonesia,
Sumber Daya Mineral, April 2010. panas bumi juga bisa untuk kegiatan non-listrik, seperti sarana potensi 3.670 MW. Nenny Saptadji, ITB
rekreasi pemandian air panas, pengering produk pertanian dan
perikanan, penghangat ruangan, dan lain sebagainya.

18 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 19


1. Pendahuluan

Hingga kini, pengembangan panas bumi di kawasan hutan masih menghadapi


banyak hambatan, terutama ketidaksinkronan regulasi pemerintah di sektor energi 1.2. Tujuan
dan kehutanan. Beberapa upaya untuk mengatasi kendala kebijakan itu telah dan
sedang dilakukan pemerintah yang didukung kalangan praktisi panas bumi. Pihak Penyusunan Standar Pemanfaatan Energi Panas Bumi yang
KESDM masih berupaya merevisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Berkelanjutan di Kawasan Hutan merupakan salah satu
Panas Bumi, sedangkan Kementerian Kehutanan berupaya merevisi Undang- kegiatan utama dalam program “Ring of Fire” WWF. Program
Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ini bertujuan mempercepat pengembangan dan pemanfaatan
Ekosistemnya (KSDAHE). energi panas bumi yang berkelanjutan di Indonesia dan
Filipina, yang sejalan dengan Visi Global Sektor Energi WWF
Sejalan dengan itu, Menteri ESDM dan Menteri Kehutanan menandatangani Nota 100 Persen Energi Terbarukan pada tahun 2050.
Kesepahaman No. 7662/05/MEM.S/2011 dan No. NK.16/Menhut-II/2011 tentang
Percepatan Perijinan Pengusahaan Panas Bumi pada Kawasan Hutan Produksi, Secara umum, penyusunan panduan ini untuk membantu
Kawasan Hutan Lindung, dan Kawasan Hutan Konservasi. Nota kesepahaman itu para pengelola hutan dan pengembang panas bumi, serta
untuk mempercepat proses perijinan pengusahaan panas bumi di kawasan hutan para pihak lain yang berkepentingan untuk merumuskan
produksi dan kawasan hutan lindung, serta menyiapkan langkah-langkah agar dan menetapkan tolok ukur keberlanjutan ekosistem hutan
kegiatan pemanfaatan panas bumi dapat dilakukan di kawasan hutan konservasi secara spesifik lokasi berdasarkan kriteria dan indikator
dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip konservasi. yang disepakati. Perangkat kriteria dan indikator selanjutnya
dapat digunakan sebagai kerangka kerja untuk memantau
Merespons kondisi itu, WWF-Indonesia melakukan serangkaian kajian perkembangan keberlanjutan ekosistem.
pendahuluan yang secara umum dimaksudkan untuk memastikan kelestarian
ekosistem hutan yang telah dan akan menjadi lokasi operasi pengusahaan panas Secara spesifik, pengembangan panas bumi yang
bumi, terutama hutan-hutan dengan nilai konservasi tinggi. Di antaranya, seluruh berkelanjutan dapat:
hutan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi, hutan lindung, dan • Meminimalisir dan atau menghindari dampak negatif
kawasan-kawasan hutan bernilai konservasi tinggi (high conservation value terhadap lingkungan dan kelestarian hutan yang bernilai
forest/HCVF) yang berada pada bentang alam (landscape) produksi. konservasi tinggi serta dampak sosial masyarakat.
• Mempertahankan dan atau meningkatkan nilai kearifan
Secara sistematis, kajian ini meliputi identifikasi jumlah dan sebaran potensi panas lokal masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam
bumi di kawasan hutan, baik yang telah dieksploitasi maupun masih berupa potensi; dan lingkungan serta nilai-nilai konservasi tinggi yang
mengidentifikasi kerangka kerja kegiatan pengusahaan dan pengembangan panas teridentifikasi di wilayah pengembangan panas bumi.
bumi; mengidentifikasi pengaruh-pengaruh dari setiap kegiatan dalam tahapan • Membangun dukungan luas dari para pihak melalui profil
pengusahaan panas bumi terhadap ekosistem hutan; memperjelas nilai ekonomi keberlanjutan yang lebih maju dan penerimaan sosial yang
ekosistem hutan yang dapat dibandingkan dengan nilai ekonomi pengusahaan panas lebih baik dengan cara melindungi kepentingan masyarakat
bumi di kawasan hutan; dan menyusun rekomendasi berupa panduan kelestarian dan ekosistem, serta meningkatkan peran industri panas
ekosistem hutan yang menjadi lokasi pengusahaan panas bumi. bumi dalam konservasi hutan dan keanekaragaman hayati.
• Memberi masukan dalam penyusunan kebijakan dan
Panduan kelestarian ekosistem hutan wilayah kerja panas bumi itu untuk peraturan maupun kegiatan advokasi untuk percepatan
memastikan berbagai pertimbangan kelestarian ekosistem hutan benar-benar pengembangan dan pemanfaatan energi panas bumi, serta
mempengaruhi setiap jenjang keputusan dalam pengusahaan panas bumi di menjadi salah satu opsi pertimbangan bagi pemerintah pusat
kawasan hutan. maupun daerah dalam memberikan izin pengembangan panas
bumi, terutama yang berada di kawasan hutan di Indonesia.
PLTP Kamojang, Jawa Barat. Foto: ©WWF-Philippines/ Christopher Ng.

20 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 21


1. Pendahuluan

1.3. Ruang Lingkup Panduan


Secara keseluruhan, fungsi ekosistem mencakup fungsi-fungsi 2. Penyusunan Draf Panduan
ekologis, ekonomi, dan sosial. Panduan kelestarian ekosistem
hutan wilayah kerja panas bumi ini fokus pada fungsi ekologis a. Penetapan dan harmonisasi kerangka kerja yang akan digunakan untuk
dari ekosistem hutan yang meliputi komponen biologi dan fisik mengorganisasikan informasi.
dari ekosistem hutan. Adapun lingkup bahasan panduan ini b. Observasi lapangan pada beberapa lokasi pemanfaatan panas bumi yang telah beroperasi.
hanya meliputi: c. Penyusunan kerangka kerja baseline dan tipologi ekosistem hutan.
1. Tipologi ekosistem hutan berdasarkan aspek ekologis hutan. d. Seleksi dan pembuatan definisi prinsip, kriteria, dan indikator kelestarian ekosistem
2. Prinsip, kriteria, dan indikator kelestarian ekosistem hutan hutan pada konteks pengusahaan panas bumi.
wilayah kerja panas bumi. e. Penyusunan rancangan Prinsip, Kriteria, dan Indikator Kelestarian Ekosistem Hutan
3. Pemantauan kelestarian ekosistem hutan wilayah kerja pada Wilayah Kerja Pengusahaan Panas Bumi.
panas bumi. f. Konsultasi publik melalui FGD untuk rancangan Prinsip, Kriteria, dan Indikator
Kelestarian Ekosistem Hutan pada Wilayah Kerja Pengusahaan Panas Bumi.
Fungsi sosial dan ekonomi ekosistem merupakan aspek-aspek g. Penyusunan alat ukur (verifier) dan metode untuk pengujian indikator.
penting. Bahkan, pengelolaan aspek sosial menjadi kondisi h. Penyusunan kerangka kerja penilaian untuk kebutuhan pengawasan kelestarian
pemungkin dalam kesuksesan pengelolaan sumber daya ekosistem pada wilayah kerja pengusahaan panas bumi.
alam. Oleh karena itu, panduan ini dapat efektif diterapkan i. Penyusunan draf komprehensif panduan.
manakala aspek sosial dapat dikelola terlebih dahulu. Saat
ini sudah banyak perangkat-perangkat pengelolaan isu sosial
yang dikembangkan berbagai pihak, dan WWF-Indonesia 3. Penyusunan Panduan Final
mendorong elemen-elemen yang kompeten dalam isu ini untuk
memformulasikan suatu perangkat pengelolaan isu sosial yang a. Konsultasi publik rancangan panduan.
lebih khusus. Ini untuk mengawal pengusahaan panas bumi di b. Perbaikan panduan berdasarkan masukan para pihak.
kawasan hutan dapat diterima secara sosial. c. Peluncuran panduan final.

1.4. Metodologi Penyusunan Panduan 1.5. Sistematika Penulisan Panduan


Panduan ini disusun melalui berbagai kegiatan yang Bagian ke satu: menjelaskan latar belakang, tujuan, metodologi, dan ruang lingkup
dilaksanakan sistematis dengan melibatkan pihak-pihak yang panduan.
relevan. Tahapan kegiatan itu sebagai berikut: Bagian ke dua: menjelaskan secara singkat konsep ekosistem dan kelestarian
ekosistem, kerangka kerja pengelolaan hutan Indonesia, kerangka
1. Persiapan kerja operasional panas bumi, potensi panas bumi di kawasan hutan,
pengaruh kegiatan operasional panas bumi terhadap kelestarian
a. Penyusunan kerangka acuan kerja penyusunan panduan. ekosistem hutan, situasi masalah kebijakan pengusahaan panas bumi
b. Identifikasi para pihak yang melibatkan berbagai kalangan di kawasan hutan, pola pikir kebijakan panas bumi di kawasan hutan,
(pemerintah, pengembang panas bumi, LSM, perguruan dan beberapa bentuk perangkat pengelolaan lingkungan di Indonesia.
tinggi, dll). Bagian ke tiga: menjelaskan kerangka pikir penyusunan tipologi ekosistem hutan dan
c. Identifikasi data dan informasi potensi serta profil tipologi ekosistem hutan itu sendiri.
pemanfaatan panas bumi di kawasan hutan. Bagian ke empat: menjelaskan kerangka kerja perumusan panduan, hierarki
d. Kajian literatur mengenai ekosistem hutan dan sistem prinsip, kriteria, dan indikator kelestarian ekosistem hutan secara
panas bumi. komprehensif yang dikerucutkan pada prinsip, kriteria, dan indikator
e. Kajian dokumen kebijakan kehutanan dan pengusahaan kelestarian ekosistem hutan dari aspek fungsi ekologis serta kerangka
panas bumi. kerja penilaian kelestarian ekosistem hutan dari aspek ekologis.
f. Focus Group Discussion mengenai rencana kerja
penyusunan panduan.

22 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 23


II. PANAS BUMI DAN HUTAN
Pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi bersih dan
ramah lingkungan berperan sangat penting untuk mendukung
ketahanan energi nasional dan mengurangi emisi karbon
yang merupakan kontributor utama terjadinya pemanasan
global dan perubahan iklim. Begitupun dengan hutan sebagai
penyimpan karbon terbesar dan habitat bagi keanekaragaman
hayati sehingga keberadaannya perlu dijaga dan dilestarikan.
Dua kepentingan yang tampak bertentangan, dapatkah menjadi
komplementer satu dengan lainnya? Apakah fungsi kawasan
hutan yang harus beradaptasi dengan operasi pengusahaan
panas bumi? Atau sebaliknya, pengusahaan panas bumi yang
harus beradaptasi dengan setiap fungsi kawasan hutan dimana
operasi itu akan dilakukan?

Foto: ©Moving Images/ NL Agency

24 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 25


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

2.1. Ekosistem Hutan dan Dalam perkembangan pengelolaan ekosistem hutan, isu
mengenai gangguan dan kerusakan ekosistem hutan masih
Konsep Kelestarian menjadi topik utama di kalangan ilmuwan, aktivis, dan
pengambil kebijakan di seluruh dunia. Ekosistem hutan
menjadi sorotan utama seputar isu kerusakan ekosistem bumi.
Definisi sederhana ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik makhluk hidup dengan Secara normatif, para pakar pengelolaan hutan (forest
lingkungannya.10 Hutan sebagai suatu ekosistem mencakup: management) telah membuat standar atau tolok ukur
(1) tumbuhan; (2) satwa; (3) tanah sebagai substrat tempat pengelolaan hutan yang baik, yang dikenal dengan konsep
tumbuh; (4) mikroorganisme; dan (5) atmosfer. Jadi, hutan kelestarian atau keberlanjutan hutan. Konsep ini mengacu
merupakan suatu sistem fisis dan biologis yang kompleks, pada pemeliharaan sumber daya untuk masa depan yang tak
yang di dalamnya ada banyak interaksi dan saling bergantung terbatas dengan tanpa penurunan kualitas. Konsep kelestarian
antarkomponen yang berbeda (Supriyadi, 2009). dibutuhkan, karena pengelolaan hutan bertujuan menyediakan
barang dan jasa untuk generasi sekarang dan masa mendatang.
Secara alami, interaksi antarkomponen ekosistem membentuk
variasi hutan, di mana kondisi lingkungan yang berbeda akan Konsep kelestarian hutan berevolusi tiga tahap, yaitu
membentuk hutan berbeda pula. Variasi hutan kemudian kelestarian produksi kayu, kelestarian multi-manfaat hutan,
diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yang istilahnya dan kelestarian ekosistem (Bettinger,2009).11 Pertama,
tergantung pada sistem klasifikasinya. Menurut Spurr dan kelestarian hasil kayu (sustained yield principles) yang
Barnes (1980), hutan dunia dikelompokkan menjadi dua, diartikan “pada tingkat intensitas pengelolaan hutan tertentu,
yakni hutan tropis dan subtropis. Untuk hutan di Indonesia, hasil kayu yang diproduksi hutan berlangsung terus menerus”.
Van Steenis mengelompokkan hutan menjadi hutan tropis Konsep kelestarian ini menekankan perencanaan hutan yang
dan monsoon. Kedua klasifikasi di atas lalu mengelompokkan bertumpu pada keseimbangan pertumbuhan (growth) pohon
tipe hutan secara lebih detil lagi menjadi beberapa tipe hutan. dan pemanenan (harvesting). Pertumbuhan pohon sendiri
Beberapa di antaranya adalah hutan hujan pegunungan, hutan bukanlah sesuatu yang mudah diketahui. Konsep kelestarian
rawa, hutan mangrove, dan hutan kerangas. hasil kayu ini diterjemahkan dalam kaidah pengaturan hasil
hutan (forest yield regulation). Penerapan konsep kelestarian
Untuk mengetahui bentuk respons komunitas hutan hasil kayu di Indonesia diterapkan melalui beberapa sistem
terhadap lingkungannya, komponen-komponen ekosistem silvikultur, misalnya untuk pengelolaan hutan alam adalah
dikelompokkan menjadi enam atribut ekosistem, yaitu (1) Tebang Pilih Indonesia (TPI), Tebang Pilih Tanam Indonesia
komposisi, (2) struktur, (3) pola, (4) heterogenitas, (5) fungsi, (TPTI), Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), dan terakhir
dan (6) dinamika dan resilience (Hobbs dan Norton, 1996). Silvikultur Intensif (Silint) yang sedang diujiterap pada
Heterogenitas sebagai salah satu atribut ekosistem umumnya beberapa unit manajemen hutan. Sementara, sistem silvikultur
dikenal dengan istilah biodiversitas. Definisi biodiversitas untuk hutan tanaman adalah Tebang Habis Permudaan Buatan.
sangat beragam, namun pada intinya biodiversitas adalah
variasi struktur dan fungsi organisme baik pada tingkatan Kedua, konsep kelestarian multi-manfaat hutan (sustainability
genetik, populasi, komunitas, maupun ekosistem (Cox, 1997; of multiple uses) yang berasal dari pemahaman bahwa kayu
Fielder dan Jain, 1992; Hunter, 1996; Hurbelt, 1971; ICBP, bukanlah satu-satunya hasil hutan dan kebutuhan manusia
1992; Johson, 1993; Magurran, 1988; McAllister, 1991; Peet, terhadap hutan sangat beragam. Dalam Millennium Ecosystem
1974; Reid dan Miller, 1989; Sandlund dkk, 1992 dan Wilson, Assessment dijelaskan empat kategori jasa ekosistem hutan
http://id.wikipedia.org/wiki/ekosistem
10 1992). Dalam dimensi keterukuran, biodiversitas dapat yang memberi beragam manfaat, yaitu jasa penyediaan 11
Bettinger P, Boston K, Siry JP,
dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu (1) alpha diversity; (provisioning services), jasa pengaturan (regulating Grebner DL. 2009. Forest Mangement
(2) beta diversity; (3) gamma diversity (Dykeet al, 2008). services), jasa budaya (cultural services), dan jasa pendukung and Planning. Amsterdam: Elsevier.
(supporting services).

26 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 27


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

Bentuk-bentuk manfaat dari masing-masing jasa ekosistem Kolbet al (1994) mengusulkan, hutan sehat dibedakan oleh empat atribut
ditunjukan pada gambar berikut: kualitatif:

Gambar 1. Berbagai Manfaat dari Ekosistem Hutan 1. Lingkungan fisik, sumber daya biotik, dan jaringan makanan atau nutrisi
untuk mendukung hutan yang produktif setidaknya selama beberapa tahap
Provisioning Services Regulating Services Cultural Services sere (transisi) dalam suksesi ekosistem hutan.
2. Resistensi terhadap perubahan katastropik dan/atau kemampuan untuk pulih
Product obtained from Benefits obtained from Nonmaterial benefits obtained dari perubahan katastropik pada tingkat lanskap.
ecosystem regulation of ecosystem from ecosystem 3. Keseimbangan fungsional antara penyediaan dan tuntutan kebutuhan
processes terhadap sumber daya yang esensial (air, nutrisi, cahaya, ruang tumbuh, dll)
• Food • Climate regulation • Spiritual and religious untuk bagian-bagian utama vegetasi.
• Fresh water • Desease regulation • Recreation and eco-tourism 4. Keanekaragaman dari tahap sere dan struktur tegakan yang menyediakan
• Fuel wood • Water regulation • Aesthetic habitat yang layak untuk berbagai spesies asli dan seluruh proses ekosistem
• Fiber • Water purification • Inspirational yang esensial.
• Bio-chemical • Pollination • Educational
• Genetic resources • Sense of place Pengukuran kesehatan ekosistem untuk kepentingan pengawasan merupakan
• Cultural heritage pekerjaan kompleks dan sulit, terlebih lagi setiap unit ekosistem hutan memiliki
karakteristik masing-masing. Para ahli menyarankan agar pengukuran atau
Supporting Services pengawasan kesehatan ekosistem didekati dengan cara studi baseline struktur
dan fungsi ekosistem, pengkajian terhadap sejarah ekosistem, dan penetapan
Service necessary for the production of all other ecosytem sevices
ekosistem rujukan (reference ecosystem) yang diacu sebagai hutan sehat untuk
• Soil formation • Nutrient cycling • Primary production suatu unit ekosistem hutan yang akan dipantau.

Sumber: Ecosystem and Human Well-being: Synthesis (2005) Gambar 2. Diagram Alur Sistem dalam Konsep Ekosistem Hutan

Ketiga, konsep kelestarian ekosistem yang muncul dari jenis, jumlah &
jenis, jumlah &
konsep pengelolaan berbasis ekosistem (ecosystem based distribusi tumbuhan
distribusi O2, CO2,
H2O, NH4, Panas,
management). Konsep ini menjelaskan, aliran barang dan jasa Komponen Biologis: dan hewan
dll
Vegetasi, Fauna, Manusia
dari hutan tergantung pada proses-proses yang melestarikan
ekosistem. Jika konsep kelestarian hasil kayu dan multimanfaat
Struktur Stabil
menekankan pentingnya hasil atau manfaat dari hutan sebagai
DINAMIKA EKOSISTEM HUTAN
sebuah pabrik barang dan jasa, maka kelestarian ekosistem
mementingkan pabrik itu sendiri.
Degradasi Suksesi Suksesi Ekosistem
Klimak
Konsep kelestarian ekosistem hutan banyak disebut Ekosistem Hutan Awal Pertengahan Hutan Sehat

sebagai konsep kelestarian yang paling dibutuhkan saat


ini, mengingat kondisi kerusakan ekosistem yang sudah
pada tahap mengkhawatirkan. Dalam konteks kelestarian Fungsi Stabil
ekosistem hutan ini, para ahli ekosistem mengaitkannya
dengan konsep kesehatan ekosistem hutan (forest ecosystem Komponen Fisik:
health). Konsep kesehatan ekosistem dipromosikan sebagai Tanah, Air, Udara, Siklus karbon,
Matahari, dsb Siklus energi nitrogen, phospor,
Foto: ©WWF-Indonesia/ PHKA konsep yang akan membantu memperjelas, mengevaluasi, dsb
dan mengimplementasikan kebijakan ekologi. Ditinjau dari
perspektif analisis sistem, konsep kesehatan ekosistem hutan Interaksi Linkungan
Interaksi
Lingkungan Abiotik
dapat diartikan sebagai proses terciptanya suatu kondisi Abiotik dan Biotik
dengan organisme
ekosistem hutan yang mampu mendukung ekosistem untuk
memperbaharui dirinya sendiri secara alami, mempertahankan Dinamika Populasi
diversitas penutupan vegetasi, menjamin stabilitas habitat
untuk flora dan fauna, serta terbentuknya hubungan fungsional
di antara komunitas tumbuhan, hewan, dan lingkungan.

28 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 29


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

Posisi manusia dalam ekosistem selalu menjadi bahasan


menarik. Pada tataran konsep, keberadaan manusia dipetakan 2.2. Kerangka Kerja Kehutanan Indonesia
sebagai bagian tak terpisahkan dari ekosistem. Oleh karena
itu, konsep kelestarian ekosistem berkembang menjadi konsep Dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan
kelestarian ekosistem dan nilai-nilai sosial (sustainability didefinisikan sebagai kesatuan ekosistem berupa hamparan
of ecosystem and social values). Kajian tentang bagaimana lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
hubungan manusia dengan ekosistem atau seringkali disebut pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu
dengan istilah social-ecological system dilihat dari tiga atribut, dengan lainnya tak dapat dipisahkan. Adapun kawasan hutan
yakni resilience, adaptability, dan transformability. adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
Resilience adalah kapasitas sistem untuk menyerap gangguan hutan tetap. Pembangunan sektor kehutanan di Indonesia
dan mengenalinya saat menjalani perubahan sehingga diselenggarakan melalui serangkaian kegiatan pengurusan
masih dapat mempertahankan fungsi dan struktur dasarnya. hutan, yang meliputi perencanaan kehutanan, pengelolaan
Adaptability adalah kapasitas aktor dalam sistem untuk hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan,
mempengaruhi resistence. Adapun transformability adalah penyuluhan kehutanan, serta pengawasan seperti yang
kemampuan menciptakan sistem baru secara fundamental, ditunjukkan pada bagan berikut.
ketika struktur ekologis, ekonomi, dan sosial yang ada tidak
dapat dipertahankan.12 Keadaan ini hanya akan terjadi jika Gambar 3. Kerangka Kerja Pengurusan Hutan Indonesia
gangguan pada ekosistem melebihi ambang batas kemampuan
ekosistem mempertahankan dan memperbaharui diri
(maximum disturbance).
12
Walker, B., C. S. Holling, S. R.
Carpenter, and A. Kinzig. 2004. Penerapan konsep kelestarian dalam pengelolaan hutan
Resilience, adaptability and
dipengaruhi nilai-nilai yang dianut serta tujuan dari
transformability in social–ecological
systems. Ecology and Society 9(2): 5. pengelolaan hutan. Gambaran mengenai penerapan ketiga
http://www.ecologyandsociety.org/vol9/ konsep kelestarian tersebut dalam sistem pengelolaan hutan
iss2/art5 Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Penerapan Konsep Kelestarian Hutan

Fungsi Hutan
Konsep Kelestrian
Produksi Lindung Konservasi
Kelestarian hasil kayu
Kelestarian multi-fungsi hutan
Kelestarian ekosistem
Keterangan :
: Dominan
: Berlaku tetapi tidak dominan
: Tidak berlaku
* Kelestarian ekosistem pada hutan produksi diimplementasikan melalui instrumen high conservation value forest (HCVF).

Sumber: Kompilasi dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990

30 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 31


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

Salah satu kegiatan pokok perencanaan kehutanan adalah dilakukan pada kawasan Gambar 5. Gradasi fungsi hutan berdasarkan keaslian
penatagunaan kawasan hutan untuk menetapkan fungsi dan hutan lindung dan hutan dan tingkat intervensi manusia.
penggunaan kawasan hutan. Berdasarkan fungsinya, kawasan produksi. Sementara pada
hutan Indonesia dikelompokkan pada tiga kategori: hutan konservasi hanya

Tingkat Keutuhan/Keaslian Kawasan


dapat dilakukan pemanfaatan Hutan Konservasi Hutan Lindung Hutan Produksi
1. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri kawasan hutan dengan
khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan batasan-batasan tertentu
CA
keanekaragaman tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya. seperti diatur dalam UU SM dan
Kawasan konservasi meliputi kawasan suaka alam, kawasan Nomor 5 Tahun 1990 tentang TN
TWA

pelestarian alam, dan taman buru. KSDAHE dan peraturan Tahura

pelaksanaannya PP Nomor
HL
Gambar 4. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsinya 2. Hutan lindung adalah 28 Tahun 2011 tentang
kawasan hutan yang Pengelolaan Kawasan HPT

mempunyai fungsi pokok Suaka Alam dan Kawasan HP

melindungi sistem penyangga Pelestarian Alam. HPK

kehidupan untuk mengatur Tingkat Intervensi Manusia


tata air, mencegah banjir, Hutan konservasi dapat
mengendalikan erosi, berupa Kawasan Pelestarian
mencegah intrusi air laut, dan Alam, Kawasan Suaka Alam atau Taman Buru. Kawasan Suaka
memelihara kesuburan tanah. Alam (KSA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik
di daratan maupun di perairan dengan fungsi pokok sebagai
3. Hutan produksi adalah kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
kawasan hutan dengan serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem
fungsi pokok memproduksi penyangga kehidupan. Sementara, Kawasan Pelestarian Alam
hasil hutan. Hutan produksi (KPA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
meliputi hutan produksi daratan maupun di perairan dengan fungsi pokok perlindungan
terbatas, hutan produksi tetap, sistem penyangga kehidupan,
dan hutan produksi konversi pengawetan keanekaragaman Gambar 6. Jumlah dan Luas Kawasan Konservasi
sebagai cadangan untuk jenis tumbuhan dan satwa, Bedasarkan Kategorinya.
kepentingan penggunaan di serta pemanfaatan secara
luar sektor kehutanan. lestari sumber daya alam
Sumber: Statistik Kehutanan Tahun 2011. hayati dan ekosistemnya.
Kawasan suaka alam terdiri
atas cagar alam dan suaka
Pembagian fungsi kawasan hutan ini memperlihatkan bentuk margasatwa, sedangkan
dan tingkatan intervensi pengelolaan terhadap masing-masing kawasan pelestarian alam
hutan. Rentangnya mulai dari cagar alam (salah satu kategori meliputi taman nasional,
kawasan hutan konservasi yang harus dijaga keasliannya taman wisata alam, dan taman
dengan semaksimal mungkin menghindari intervensi manusia) hutan raya.
hingga hutan produksi yang dapat dikonversi, yang merupakan
salah satu kategori dalam hutan produksi sebagai hutan yang Secara umum, kegiatan
dicadangkan untuk pembangunan di luar sektor kehutanan. pengelolaan kawasan
konservasi meliputi
Selain untuk kepentingan kehutanan, kawasan hutan juga perlindungan sistem
dapat dialokasikan untuk kegiatan di luar kepentingan sektor penyangga kehidupan,
kehutanan. Untuk tujuan ini digunakan istilah penggunaan pengawetan keanekaragaman
kawasan hutan, yaitu penggunaan atas sebagian kawasan jenis tumbuhan dan satwa
hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan beserta ekosistemnya, serta
Taman Nasional Tesso Nilo.
kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukkan pemanfaatan secara lestari
Foto: ©WWF-Indonesia/ Zulfahmi. kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan hanya dapat sumber daya alam hayati dan Sumber: Statistik Kehutanan Tahun 2011.

32 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 33


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

ekosistemnya. Prinsip dasar pengelolaan kawasan hutan konservasi


yang membedakan dengan kegiatan pengelolaan hutan lainnya 2.3. Kerangka Kerja Pengusahaan Panas Bumi
terletak pada prinsip kehati-hatian untuk menghindari perubahan-
perubahan terhadap kondisi aslinya. Prinsip kehati-hatian itu Panas Bumi dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003
untuk mempertahankan daya dukung alam (carrying capacity) didefinisikan sebagai sumber energi panas yang terkandung
sebagai penyangga kehidupan dan menjaga kelangsungan potensi di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral
keanekaragaman (biodiversity) sumber daya alam hayati (natural ikutan dan gas lainnya, yang secara genetik semuanya
capital stock).13 Oleh karena itu, aturan dalam pengelolaan kawasan tak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan
konservasi lebih banyak menyebutkan pembatasan-pembatasan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.
untuk menjaga sesedikit mungkin modifikasi. Pengusahaan panas bumi adalah kegiatan menemukan sumber
panas bumi hingga pemanfaatannya, baik secara langsung
Secara praktis, pengelolaan kawasan konservasi menggunakan maupun tidak langsung.
pendekatan penataan atau pembagian ruang yang dikenal Gambar 7. Tahapan Kegiatan Pengembangan Panas Bumi
dengan konsep zonasi atau blok. Setiap zona mencerminkan Pengembangan area
fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya berpotensi sumber daya
masyarakat. Perhatian khusus diberikan pada daerah-daerah panas bumi menjadi suatu
yang dianggap punya keistimewaan ekologis, terutama karena lapangan panas bumi yang
keberadaan spesies-spesies flora dan fauna endemik, langka, menghasilkan energi listrik
dilindungi, dan terancam punah. Pertimbangan kondisi fisik yang harus melalui beberapa tahap
juga diperhatikan secara khusus adalah morfologi (ketinggian, kegiatan. Berdasar UU No. 27
kemiringan, dll), keunikan (uniqueness) bentang alam Tahun 2003, tahapan kegiatan
(landscape), dan lain-lain. Dari proses pengidentifikasian dengan operasional panas bumi terdiri
titik tekan pada daerah-daerah khusus itu, kawasan dibagi-bagi atas: Survei Pendahuluan,
menjadi beberapa zona atau blok yang masing-masing memiliki Eksplorasi, Studi Kelayakan,
satu atau lebih sub tujuan, definisi, deskripsi atau uraian, dan Eksploitasi, dan Pemanfaatan.
azas-azas pengelolaan. Penentuan zona akan mengarahkan bentuk Selanjutnya, sebagian dari
tindakan dan investasi kegiatan yang khas sesuai zona. kegiatan operasional panas
bumi itu dinyatakan sebagai
Jadi, dapat dikatakan bahwa proses pembagian zona atau blok kegiatan pengusahaan panas
pada kawasan konservasi merupakan penjabaran konsep-konsep bumi, yakni: Eksplorasi, Studi
dan tujuan pengelolaan sehingga menjadi panduan gerak langkah Kelayakan, dan Pemanfataan.
kegiatan pengelolaan kawasan konservasi.
Dalam PP No. 59 Tahun
Berdasarkan data terakhir, dari 521 unit kawasan konservasi, 2003 tentang Kegiatan Usaha
terdapat 47 unit kawasan konservasi yang masih belum Panas Bumi dijelaskan lebih
membangun penataan zonasi. Acuan penataan zona atau blok rinci kegiatan usaha panas
kawasan konservasi di Indonesia baru tersedia untuk taman bumi, yang mencakup: Survei
13
Daya dukung dalam ekologi Pendahuluan, Penetapan
didefinisikan oleh Colinvaoux nasional (Permenhut P. 56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman
(1986) sebagai jumlah maksimum Zonasi Taman Nasional). Untuk kawasan konservasi lain, dan Pelelangan Wilayah Sumber: Irsamukthi, 2012
individu unsur hayati yang masih sementara ini mengacu arahan Direktur Jenderal PHKA Nomor Kerja, Eksplorasi, Studi
dapat dijamin hidup dengan baik S.688/IV-KK/2007 tanggal 16 Juli 2007 perihal Penyusunan Zona Kelayakan, Eksploitasi, dan Pemanfaatan. Sementara itu, di
pada kondisi lingkungan tertentu. dan Blok KSA/KPA. Dalam surat itu disebutkan: dalam Standard Nasional Indonesia (SNI) disebutkan, tahapan
Dalam sistem ekologi setiap kegiatan pengembangan panas bumi meliputi: Penyelidikan
spesies berarti sebagai lingkungan
1. Istilah blok dalam TWA dan Tahura diganti dengan istilah zona.
2. Cagar Alam dan Suaka Margasatwa ditata ke dalam zona inti, zona Pendahuluan (Reconnainsance Survey), Penyelidikan Lebih
bagi spesies lainnya, sehingga
lingkungan itu sendiri adalah perlindungan, dan zona lainnya sesuai kebutuhan. Lanjut, Penyelidikan Rinci, Pengeboran Eksplorasi (Wildcat),
hubungan interdependensi antar 3. Taman Wisata Alam ditata ke dalam zona perlindungan dan zona Pra-Sudi Kelayakan (Pre-Feasibility Study), Pengeboran http://irsamukhti.blogspot.
14

spesies yang ditambahkan dengan lain sesuai kebutuhan. Delineasi, Studi Kelayakan (Feasibility Study), Pengeboran com/2012/09/tahapan-kegiatan-
unsur fisik. 4. Taman Hutan Raya ditata ke dalam zona perlindungan, zona Pengembangan, dan Pemanfaatan Panas Bumi.14 pengembangan-geothermal.html
pemanfaatan, zona koleksi, dan zona lain sesuai kebutuhan.

34 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 35


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

Merujuk pada SNI 13-5012-1998, keluaran (output) dari setiap Dalam regulasi yang berlaku saat ini, proses pengusahaan
tahapan kegiatan panas bumi sebagai berikut:15 panas bumi melibatkan berbagai pihak, mulai pemerintah
pusat, pemerintah provinsi, kabupaten, pengembang, dan
Tabel 3. Keluaran Kegiatan Pengembangan Panas Bumi pihak lain. Dalam proses itu belum terlihat peran atau
keterlibatan masyarakat lokal dalam proses pengusahaan panas
Tahapan Kegiatan Keluaran (Output) bumi itu.
Penyelidikan Pendahuluan 1. Peta geologi tinjau dan sebaran manifestasi
(Reconnainse Survey) 2. Temperatur fluida di permukaan Gambar 8. Keterlibatan Para Pihak dalam Proses Pengusahaan Panas Bumi
3. Temperatur bawah permukaan (estimasi)
4. Potensi Sumber Daya Spekulatif
Penyelidikan Lanjut 1. Peta geologi pendahuluan
2. a) Peta anomali unsur kimia
b) Tipe fluida
c) Sistem panas bumi
3. Peta geofisika
4. Peta hidrogeologi
5. Peta Sumber Daya Hipotesis
Penyelidikan Rinci 1. a) Peta geologi rinci
b) Peta zona ubahan/alterasi
c) Peta struktur geologi
d) Peta identifikasi bahaya geologi
2. a) Peta anomali kimia
b) Model hidrologi
3. a) Peta anomali dan penampang tegak sifat fisis batuan
b) Sifat fisis batuan dan & fluida dari sumur landaian suhu
4. Sumur landaian suhu
5. Model panas bumi tentatif
6. Rekomendasi titik lokasi pemboran eksplorasi.
7. Potensi “cadangan terduga”
Pemboran Eksplorasi 1. Sumur eksplorasi
(Wildcat) 2. a) Model geologi bawah permukaan
b) Zona ubahan/alterasi
3. Sifat fisis dan kimia sumur
4. Model panas bumi tentatif
5. Potensi sumur eksplorasi
Sumber: Ditjen EBTKE, 2010
Pra-Studi Kelayakan 1. a) Potensi “Cadangan Mungkin”
(Pre-Feasibility Study) b) Pemanfaatan langsung atau tidak langsung
2. Rencana pengembangan
Pemboran Delineasi 1. Sumur delineasi
2. Model panas bumi
3. Potensi sumur
4. Karakteristik reservoir
Studi Kelayakan 1. Potensi “Cadangan Terbukti”
(Feasibility Study) 2. a) Ranacngan sumur produksi dan injeksi
b) Rancangan pemipaan sumur produksi
c) Rancangan sistem pembangkit listrik
3. Layak atau tidak layak untuk dikembangkan
Pemboran Pengembangan 1. Sumur pengembangan
2. Kapasitas produksi lapangan panas bumi
Sumber: Irsamukthi, 2012

http://irsamukhti.blogspot.
15

com/2012/09/tahapan-kegiatan-
pengembangan-geothermal.html

36 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi Foto: ©Moving Images/ NL Agency WWF-Indonesia 37
2. PANAS BUMI DAN HUTAN

2.4. Potensi Sumber Daya Panas Bumi 2.5. Pengaruh Kegiatan Operasional
di Kawasan Hutan Panas Bumi Terhadap Hutan
Potensi panas bumi di kawasan hutan pada 2010 mencapai Panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang ramah
16.228 MW di 124 titik. Rinciannya, 41 titik potensi di kawasan lingkungan, karena emisi karbon yang dihasilkan sangat
Hutan Konservasi dengan potensi 5.935 MW, 46 titik potensi rendah dengan bukaan lahan lebih kecil bila dibandingkan
di kawasan Hutan Lindung (6.623 MW), dan 37 titik potensi jenis energi fosil, seperti batubara, minyak, dan gas bumi.
di kawasan Hutan Produksi (3.670 MW). Secara keseluruhan,
potensi panas bumi di kawasan hutan mencapai 57 persen dari Meskipun fakta panas bumi Gambar 9. Perbandingan Emisi CO2 dari Beberapa Jenis Sumber Energi
total potensi panas bumi Indonesia. lebih rendah emisi, masih
ada beda pendapat soal
Tabel 4. Distribusi Potensi Panas Bumi di Kawasan Hutan Indonesia pengusahaan panas bumi.
Para pendukung panas bumi
menganggap tak ada implikasi
KAWASAN HUTAN APL Total
serius dari pengembangan
Hutan panas bumi terhadap
PULAU Konservasi
Hutan Lindung Hutan Produksi
Jum. Ttk Potensi Jum. Ttk Potensi
Potensi (MW) Potensi (MW) kelestarian ekosistem hutan
Jum. Ttk Potensi Jum. Ttk Potensi Jum. Ttk Potensi
Potensi (MW) Potensi (MW) Potensi (MW) atau keanekaragaman hayati.
Sumatera 21 3.134 15 2.890 6 720 42 6.635 84 13.379 Alasannya, pembangkit panas
Jawa-Bali 8 2.100 12 2.899 9 2.024 47 3.269 76 10.292 bumi hanya butuh lahan kecil
NTB-NTT 1 27 3 338 3 279 15 837 22 1.481 untuk menempatkan beberapa
Maluku & Papua 2 165 7 155 12 452 4 227 25 999 kepala sumur (wellpad). Satu
Sulawesi 9 509 9 341 5 175 32 1.322 55 2.347 wellpad butuh ruang terbuka
Kalimantan 2 20 1 25 3 45 tak lebih dari 0,2 ha lahan Sumber: Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dan Indonesia First
Jumlah 41 5.935 46 6.623 37 3.670 141 12.315 265 28.543 dengan 4-5 sumur di dalamnya. Communication on Climate Change Convention, pada presentasi Dr. Ir. Nenny Miryani Saptadji,
Kegiatan yang mengganggu “Issue Lingkungan dari Pengusahaan Panas Bumi”
Prosentase 15,47 20,79 17,36 23,20 13,96 12,86 53,21 43,15 100 100
Sumber: EBTKE, 2010 adalah saat berlangsungnya
pengeboran sumur baru yang butuh pembukaan lahan kurang
Hingga kini, operasi pengembangan panas bumi yang telah
1 ha dan pembukaan akses jalan ke lokasi pengeboran untuk
berproduksi berada di 5 kawasan dengan total penggunaan lahan
mobilisasi peralatan. Pengeboran satu sumur bisa memakan
566.333,74 hektar, yang meliputi 340.803.38 ha (60,18 persen) di
waktu 20-30 hari. Setelah itu, lahan yang telah dibuka dapat
areal penggunaan lain (APL), 51.768,99 ha (9,14 persen) di Hutan
langsung dipulihkan.
Konservasi (HK), 127.166,67 ha (22,45 persen) di Hutan Lindung
(HL), 3.758,48 ha (0,66 persen) di Hutan Produksi (HP), dan
Sementara itu, para pelestari lingkungan masih melihat
42.836,21 ha (7,56 persen) di Hutan Produksi Terbatas (HPT).
kegiatan panas bumi di kawasan hutan berisiko terhadap
kelestarian ekosistem hutan dengan berbagai alasan. Yakni:
Tabel 5. Wilayah Kerja Pengembangan Panas Bumi yang Telah Berproduksi 1. Instalasi drilling rig dan seluruh peralatan memerlukan
pembangunan jalan akses dan drilling pad. Operasi ini akan
No. NAMA WKP
LOKASI PENGGUNAAN LAHAN (Ha) mengubah morfologi permukaan (platform) dan dapat merusak
APL HK HL HP HPT Tubuh Air struktur vegetasi dan mempengaruhi habitat satwa liar.
1 Gunung Salak G. Salak,
6,326.11 17,242.60 19,077.20 2,399.62 1,431.48 310.31 2. Pelepasan uap tak terkendali (blowout) dapat mencemari
Sukabumi, Jabar
air permukaan.
2 PGE DTT Dieng G. Prahu Dieng,
Jateng
70,878.14 58.51 7,522.81 854.86 33,553.13 3. Instalasi pipa pengangkutan panas bumi dan pembangunan
3 PGE Kamojang/Darajat/ Papandayan, power plant juga membutuhkan pembukaan lahan yang
Cikuray, Jabar 105,987.29 14,222.39 32,474.83 246.43
Papandayan akan mempengaruhi struktur vegetasi dan habitat satwa liar,
4 PGE Lahendong Tompaso,
80,695.96 1,658.36 12,124.43 7,033.91 4,789.35 serta morfologi permukaan.
Tomohon, Sulut
5 PGE Pangalengan/ Patuha,
Papandayan, 76,915.88 18,587.13 55,967.40 257.57 817.69 184.86
Wayang Windu Malabar, Jabar

38 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 39


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

2.6. Situasi Masalah Kebijakan Pengusahaan


Panas Bumi di Kawasan Hutan Indonesia.
4. Fluida panas bumi (uap atau air panas) biasanya Pembahasan masalah pengusahaan panas bumi di kawasan hutan
mengandung gas seperti karbon dioksida (CO2), hidrogen mengerucut pada kawasan hutan konservasi. Ini disebabkan lima
sulfida (H2S), amonia (NH3), metana (CH4), dan sejumlah kondisi yang saling bertautan, yaitu: 1) Sebagian besar potensi
gas lain, serta bahan kimia terlarut. Sebagai contoh, natrium panas bumi, baik yang belum dieksplorasi, telah dieksplorasi,
klorida (NaCl), boron (B), arsen (As), dan merkuri (Hg) yang dan akan dieksploitasi, serta yang telah dieksploitasi dan
merupakan sumber polusi jika dibuang ke lingkungan. dimanfaatkan berada di kawasan konservasi; 2) Panas bumi
5. Air limbah dari pembangkit panas bumi juga bersuhu lebih dilihat sebagai komoditas energi yang diperoleh melalui kegiatan
tinggi dari lingkungan. Organisme tumbuhan dan hewan penambangan;16 3) Kegiatan pertambangan dalam perspektif
yang paling sensitif terhadap variasi suhu secara bertahap sektor kehutanan terkategorikan sebagai penggunaan kawasan
bisa menghilang, yang dapat menyebabkan spesies ikan untuk kepentingan di luar sektor kehutanan yang tak dapat
tanpa sumber makanan. Peningkatan suhu air juga dapat dilakukan di kawasan konservasi;17 4) Pemanfaatan di kawasan
mengganggu perkembangan telur spesies ikan lainnya. Jika konservasi sangat terbatas yang sangat menghindari aktivitas 16
UU No. 27 Tahun 2003, Pasal 1, Butir
ikan dimakan dan dimanfaatkan masyarakat nelayan, maka pembukaan kawasan; dan 5) Kegiatan pengusahaan sumber
1, Panas Bumi adalah sumber energi
hilangnya ikan akan berdampak penting terhadap masyarakat. daya panas bumi menyebabkan pembukaan kawasan yang panas yang terkandung di dalam air
6. Ekstraksi jumlah besar cairan dari reservoir panas bumi dikhawatirkan dapat mempengaruhi kestabilan ekosistem. panas, uap air, dan batuan bersama
dapat menimbulkan fenomena penurunan permukaan tanah mineral ikutan dan gas lainnya yang
secara perlahan. Pada ranah kebijakan dalam konteks politik pemerintahan saat secara genetik semuanya tidak dapat
7. Reinjeksi fluida panas bumi dapat memicu atau ini, pengusahaan sumber daya panas bumi di kawasan hutan dipisahkan dalam suatu sistem Panas
Bumi dan untuk pemanfaatannya
meningkatkan frekuensi kejadian gempa di daerah tertentu. konservasi akan mungkin dilakukan dengan adanya perubahan
diperlukan proses penambangan. UU
Ancaman kejadian gempa yang berhubungan dengan operasi di tingkat regulasi. Kendala kebijakan dan regulasi yang selama No. 27 Tahun 2003, Pasal 1, Butir 7,
panas bumi dapat menyebabkan tanah longsor, seperti ini menjadi “penghambat”, kemungkinan akan diatasi melalui Usaha Pertambangan Panas Bumi
terjadi di daerah Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi dua jalan. Pertama, mengubah peraturan perundangan di adalah usaha yang meliputi kegiatan
Jambi pada Januari 2013. sektor energi yang diarahkan pada perubahan definisi panas eksplorasi, studi kelayakan, dan
8. Kebisingan yang melebihi ambang batas akibat operasi bumi sebagai bukan komoditas pertambangan.18 Kedua, eksploitasi.
pembangkit panas bumi bisa menjadi masalah pada saat mengategorikan panas bumi sebagai komoditas jasa lingkungan 17
UU 41 Tahun 1999, Pasal 24,
pengeboran dan produksi. sehingga dapat diinternalisasikan sebagai salah satu komoditas Pemanfaatan kawasan hutan dapat
sektor kehutanan. dilakukan pada semua kawasan hutan
Dari perspektif pembangunan dalam skala lebih luas dan kecuali pada hutan cagar alam serta
jangka panjang, dengan memperhitungkan kebutuhan energi Di sisi lain, pada ranah kebijakan sebagai suatu obyek studi, zona inti dan zona rimba pada taman
yang terus meningkat dan dampak-dampak yang cukup besar formulasi kebijakan untuk pengembangan panas bumi di nasional. Pasal 38 (1) Penggunaan
kawasan hutan untuk kepentingan
dari penggunaan energi fosil, maka upaya meningkatkan kawasan hutan terbilang sangat kompleks. Dari sisi substansi,
pembangunan di luar kegiatan
penggunaan energi panas bumi dapat dikatakan sebagai pengelolaan hutan meliputi banyak aspek, antara lain ekologi, kehutanan hanya dapat dilakukan di
alternatif cukup strategis. Namun, dalam skala lokal, ekonomi, teknik, manajemen, dan sosial. Dari sisi keterkaitan dalam kawasan hutan produksi dan
khususnya jika pengusahaan energi panas bumi dilakukan dan ketergantungan, meliputi alokasi tata ruang (spatial) dan kawasan hutan lindung. PP 24 Tahun
pada lokasi-lokasi yang tergolong penting secara ekologis, alokasi antargeneratif, sedangkan dari sisi pelaku meliputi 2010, Butir 2, Kepentingan pembangunan
maka sejumlah persyaratan harus diterapkan untuk menjamin masyarakat lokal, pengusaha, pemerintah, masyarakat di luar kegiatan kehutanan salah satunya
adalah pertambangan.
gangguan ekologis masih di bawah ambang batas. Ini sangat umum, konsumen, bahkan masyarakat dunia (benefit beyond
bisa dilakukan sepanjang pengusahaan panas bumi mampu boundary). Dalam kompleksitas seperti ini, efektivitas 18
Undang-undang No. 27 tahun 2003
menginternalisasikan pertimbangan-pertimbangan ekologis kebijakan akan ditentukan interaksi antara pembuat kebijakan tentang Panas Bumi telah masuk dalam
dalam kegiatan operasionalnya. dengan para pemangku kepentingan (stakeholders). Interaksi Program Legislasi Nasional tahun 2013.
itu hanya terjadi secara benar pada budaya politik partisipatif.
Pelibatan para stakeholder dalam perumusan kebijakan sangat
penting untuk mengurangi risiko konflik akibat dampak negatif
dalam penerapan kebijakan. Jika kebijakan itu sendiri memiliki
nilai konsensus, maka dampak kebijakan yang muncul akan
relatif lebih sederhana untuk dihadapi.
40 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 41
2. PANAS BUMI DAN HUTAN

1. Kompleksitas Pengusahaan Panas Bumi di Kawasan


Hutan dari Beberapa Perspektif Kepentingan
Selain masalah kompleksitas, formulasi kebijakan panas Dilihat dari variasi kepentingan dan peta para pelaku sektor,
bumi di kawasan hutan memiliki unsur ketidakpastian akibat pengusahaan sumber daya panas bumi di kawasan hutan terbilang
keterbatasan data, informasi, dan pengetahuan yang relevan. sangat kompleks. Pengamatan terhadap beberapa pertemuan
Padahal, efektivitas kebijakan salah satunya tergantung multipihak diperoleh beberapa temuan sebagai berikut:
akses terhadap stok pengetahuan, karena kebijakan itu
sendiri merupakan pengetahuan yang dapat diterapkan pada a. Kepentingan Pembangunan Sektor Kehutanan
konteks ruang dan waktu tertentu. Tingkat ketersediaan Meskipun terdapat kendala kebijakan, sektor kehutanan
data, informasi, dan pengetahuan itu memperlihatkan situasi ternyata menaruh harapan besar terhadap pengusahaan
ketidakpastian yang dihadapi dalam proses perumusan panas bumi di kawasan hutan. Para pemegang otoritas
kebijakan. Beberapa ahli lingkungan menyebutkan bahwa di sektor kehutanan telah memproyeksikan pengusahaan
ketidakpastian ini adalah salah satu karakter dalam kebijakan panas bumi sebagai bagian dari kegiatan usaha di bawah
pengelolaan sumber daya lingkungan. Data, informasi, dan otoritas sektor kehutanan. Dalam Peta Jalan Pembangunan
pengetahuan yang utuh tentang sumber daya lingkungan Kehutanan Berbasis Hutan Tanaman dan Taman Nasional
tak bisa diperoleh sekaligus, tetapi selalu akan muncul 2011-2030 disebutkan, panas bumi akan dijadikan salah satu
justru setelah pengelolaan berjalan. Di sisi lain, kebijakan “pendongkrak” kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB
seringkali harus dibuat tanpa bisa menunggu hingga data, Nasional. Sejalan dengan itu, dalam Rencana Kehutanan
informasi, dan pengetahuan yang dibutuhkan lengkap. Tingkat Nasional 2011-2030, panas bumi merupakan komoditas
Tawaran solusinya, para ahli lingkungan dan sumber daya jasa lingkungan yang akan menjadi bagian penting dalam
alam mempromosikan penerapan konsep pengelolaan adaptif skenario pembangunan kehutanan 20 tahun ke depan.
terhadap sumber daya lingkungan.
b. Kepentingan Konservasi Sumber Daya Alam
Gambar 10. Situasi Dalam Perumusan Kebijakan Pengusahaan Panas Bumi Melihat kondisi di atas, Kompleksitas masalah dalam perumusan kebijakan
di Kawasan Hutan dan Arahan Pendekatan Dalam Pengambilan Kebijakan permasalahan dalam proses pengusahaan sumber daya panas bumi di kawasan hutan
pengambilan kebijakan Indonesia menyangkut perbedaan kepentingan. Pengusahaan
Ketidakpastian merupakan kombinasi antara sumber daya panas bumi sebagai sumber energi bersih dan
Tinggi
tingkat kompleksitas persoalan ramah lingkungan dianggap berperan penting mendukung
dengan ketidakpastian yang ketahanan energi nasional dan mengurangi emisi karbon
dihadapi. Kombinasi tersebut yang memicu pemanasan global dan perubahan iklim.
Perlu riset,
Perlu riset, menentukan situasi yang Hutan sebagai penyimpan karbon terbesar dan habitat
pemanfaatan
menggunakan dihadapi dalam perumusan keanekaragaman hayati juga menjadi alasan kenapa
proses
kehati-hatian kebijakan sekaligus keberadaannya perlu dijaga dan dilestarikan.19
stakeholder
mengarahkan bagaimana
perumusan kebijakan harus c. Kepentingan Pembangunan Sektor Energi
Kompleksitas Kompleksitas
Rendah Tinggi dilakukan, termasuk dalam Berdasar Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006, Kebijakan Energi
proses pengambilan kebijakan Nasional bertujuan mewujudkan keamanan pasokan energi dalam
pengusahaan panas bumi di negeri, dimana salah satu sasarannya adalah mencapai bauran 19
Laporan IPCC mengenai
Cara rasional- Mediasi dan
kawasan hutan. energi (energy mix) yang optimal pada tahun 2025. Peranan penggunaan lahan, perubahan
enginering, negosiasi-
energi panas bumi diproyeksikan lebih dari 5 persen dari total penggunaan lahan dan kehutanan
pemanfaatan pemanfaatan memperhitungkan lebih 1 ha lahan
ahli terpadu
pasokan energi (primer) nasional. Lalu, dalam rangka Program
Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW tahap hutan dalam kondisi baik dapat
menyerap lebih dari 8 ton karbon dan
II, sesuai Perpres No. 4 Tahun 2010, direncanakan pengembangan dapat mencegah emisi sebesar
Ketidakpastian panas bumi hingga tahun 2014 sebesar 4.925 MW. Dalam hal 29,36 ton CO2.
Rendah ini, Kementerian ESDM punya kewenangan dan tanggung jawab
penuh untuk mencapai target itu. Potensi panas bumi yang
sebagian besar berasosiasi dengan kawasan hutan jelas butuh
koordinasi antarsektor dalam pemanfaatannya.

42 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 43


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

2. Ketidakpastian Pengusahaan Panas Bumi


di Kawasan Hutan
d. Kepentingan pembangunan daerah Ketidakpastian pengusahaan panas bumi di kawasan hutan
Dalam konteks otonomi daerah, sesuai UU No. 32 muncul dari dua sisi, baik dari sisi operasional pengusahaan
Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, urusan yang jadi panas bumi maupun dari sisi pengurusan hutannya.
kewenangan daerah, salah satunya adalah meningkatkan Karakteristik kegiatan pengusahaan sumber daya panas
kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan bumi tidak statis, melainkan dinamis. Dalam jangka panjang
potensi unggulan daerah bersangkutan. Pemerintah daerah selalu ada kebutuhan melakukan pengeboran sumur-sumur
juga wajib mengurus persoalan lingkungan.20 Dalam hal ini, tambahan untuk mempertahankan pasokan uap. Pengalaman
setiap pemerintah daerah dipastikan selalu berupaya agar di Indonesia, penurunan jumlah pasokan uap panas bumi
pengusahaan panas bumi di wilayah administrasinya dapat (steam depletion) pada lapangan panas bumi yang telah
berkontribusi signifikan terhadap peningkatan pendapatan beroperasi berkisar 5–7 persen setiap tahun. Itu mungkin
asli daerah dalam rangka meningkatkan kemampuan terjadi, karena kondisi reservoir panas bumi yang bisa berubah.
daerah menyejahterakan masyarakatnya. Secara bersamaan, Bisa juga disebabkan kondisi geologi atau berkurangnya
pemerintah daerah juga wajib mengendalikan lingkungan pengelolaan reservoir.
untuk menghindari dampak lingkungan yang berbahaya dari
aktivitas pembangunan. Pemahaman para ahli panas bumi terhadap sebuah prospek
atau reservoir panas bumi tak diperoleh sekaligus, tetapi
e. Kepentingan Bisnis dalam Pengembangan terus berkembang seiring waktu dan tingkat operasi atau
Energi Panas Bumi eksplorasi. Semakin akurat kualitas survei data sub-surface
Dari perspektif para pengembang dan praktisi panas bumi, yang diketahui, maka informasi mengenai lokasi reservoir
panas bumi bukan komoditas jasa lingkungan ataupun panas bumi juga semakin akurat. Itu kemudian sangat
pertambangan, melainkan komoditas energi. Dari sisi mempengaruhi rencana pengembangan potensi panas bumi
regulasi, para pengusaha panas bumi mendorong kejelasan selanjutnya. Dalam kondisi itu, para ahli dan pengembang
status hukum wilayah kerja panas bumi di kawasan panas bumi menghendaki agar fungsi kawasan hutan terus
hutan konservasi, kelancaran prosedur pengurusan izin, dievaluasi dan perubahan fungsi harus terus berlanjut sampai
kejelasan aturan mengenai kewajiban-kewajiban yang harus pada titik waktu dimana karekteristik sumber daya panas bumi
dipenuhi, dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah tata telah diketahui keseluruhan. Ini jelas berbanding terbalik
kelola (governance) dalam kaitannya dengan kepastian dengan logika konservasi (pengelolaan kawasan konservasi)
usaha pengembangan energi berbasis panas bumi di yang mengedepankan pembatasan-pembatasan sebagai bentuk
kawasan hutan. prinsip kehatian-hatian. Pengembangan panas bumi pada
suatu kawasan hutan terpaksa harus berhenti pada satu titik
f. Kepentingan Sosial Ekonomi dan Budaya yang dianggap berisiko tinggi terhadap kelestarian fungsi
Masyarakat lokal selalu akan menjadi kelompok yang paling hutan. Pertanyaannya kemudian, apakah fungsi kawasan hutan
potensial terkena dampak dari suatu investasi program atau yang harus beradaptasi dengan operasi pengusahaan panas
proyek, baik dampak positif maupun negatif. Kehadiran bumi? Atau sebaliknya, pengusahaan panas bumi yang harus
pengusahaan panas bumi pada kawasan hutan dipastikan beradaptasi dengan setiap fungsi kawasan hutan di mana
akan mempengaruhi hubungan antara masyarakat dengan operasi tersebut akan dilakukan?
hutan yang selama ini sudah terjadi. Hubungan ini tak saja
bersifat sosial ekonomi, tetapi sering juga berupa hubungan Contoh kasus paling baik dapat diperhatikan pada operasi
spiritual yang dicirikan dengan fenomena budaya lokal. pengusahaan panas bumi di Taman Nasional Gunung Halimun
Salah satu isu penting adalah mengenai “tenurial”, bahwa Salak (TNGHS). Sistem pengembangan panas bumi di TNGHS
kepemilikan lahan berdasarkan klaim formal tak selalu adalah water dominated geothermal system yang merupakan
Undang-Undang No. 32
20 sejalan dengan sistem kepemilikan yang berlaku di suatu sistem pengembangan paling dominan di Indonesia. Di sisi
Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, masyarakat, terutama masyarakat lama atau adat yang hidup lain, TNGHS merupakan taman nasional, salah satu dari
Pasal 13 dan 14. turun-temurun pada suatu wilayah. kategori kawasan konservasi yang paling maju konsep dan

44 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 45


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

praktik pengelolaannya. Eksplorasi sumur panas bumi di belum mantap, dan 3) Kinerja pengelolaan yang masih
TNGHS pertama dimulai tahun 1983, lalu Unit 1 dan 2 mulai lemah. Legalitas seluruh kawasan hutan didasari oleh Peta
berproduksi tahun 1994. Setelah operasi pengembangan panas Penunjukan Menteri Kehutanan. Beberapa unit pengelolaan
bumi di TNGHS dimulai, pemahaman mengenai karakteristik hutan terutama Perhutani dan Perusahaan yang memiliki Hak
reservoir (subsurface) panas bumi di TNGHS terus meningkat, Pengusahaan Hutan (HPH) atau Ijin Usaha Pengelolaan Hasil
dan itu sangat menentukan strategi optimalisasi sumber daya Hutan Kayu (IUPHHK) telah menerjemahkan peta itu menjadi
panas bumi di TNGHS, di mana sumur-sumur berikutnya peta berskala lebih besar. Sementara, unit pengelolaan hutan
akan dibor, fasilitas produksi apa saja dan di mana yang akan konservasi di bawah pemangkuan Direktorat Jenderal PHKA
dibangun, di mana powerplant akan diletakkan, dan lain-lain. belum mengimplementasikannya dan secara aturan belum
punya arahan memadai untuk itu. Kawasan konservasi masih
Kasus serupa terjadi di Cagar Alam dan Taman Wisata menggunakan peta penunjukan/penetapan parsial maupun
Alam Kamojang serta hutan lindung di sekitarnya. Operasi peta kawasan hutan dan perairan per provinsi berskala kecil.
pengembangan panas bumi di sana adalah steam dominated Lalu, dari aspek prakondisi, masih banyak kawasan yang belum
geothermal system yang relatif jarang atau mungkin satu- selesai proses pengukuhannya (baca: penataan batas). Secara
satunya di Indonesia. Eksplorasi panas bumi di kawasan aktual, tanda-tanda fisik batas kawasan hutan di lapangan
konservasi itu terus bergerak dan belum diketahui kapan akan sering tidak jelas, yang berisiko terhadap klaim kepentingan
menemui titik jenuhnya. Semuanya itu berpengaruh terhadap yang tak jarang menimbulkan konflik kepemilikan lahan.
kegiatan pembukaan kawasan.
Tabel 6. Kemajuan Pengukuhan Kawasan Konservasi Indonesia 2011
Pembangunan berbagai fasilitas penunjang untuk operasional
pengusahaan sumber daya panas bumi di dalam kawasan
Kemajuan Pengukuhan CA SM TN TWA TB THR Jumlah
hutan membutuhkan pembukaan lahan yang berpotensi No
Kawasan
mengganggu habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa.
PLTP di kawasan TNGHS. Gangguan itu tak hanya terjadi pada satu titik lokasi, tetapi 1 Sudah penetapan 61 17 16 26 3 13 136
Foto: ©Moving Images/ NL Agency.
tersebar di beberapa titik di dalam kawasan hutan, termasuk 2 Sudah proses BATB 44 20 20 4 2 90
untuk pembangunan akses jalan, pipa uap, jaringan listrik, 3 Sudah temu gelang, proses 41 12 6 27 3 1 90
BATB belum selesai
dan infrastruktur lain untuk kepentingan pembangunan
21
Spesies eksotik, dalam buku 4 Dalam proses tata batas 45 9 24 9 2 89
Ensiklopedia Kehutanan Indonesia pembangkit listrik panas bumi.
5 Belum tata batas 54 17 4 34 1 6 116
disebutkan bahwa suatu pohon 245 75 50 116 13 22 521
dianggap eksotik apabila pohon Pembangunan jalan dan berbagai infrastruktur baru itu Keterangan :
tersebut tumbuh di luar sebaran seringkali dimanfaatkan para pencari lahan, penebang liar, BATB : Berita Acara Tata Batas TWA : Taman Wiasata Alam
alaminya. Jenis eksotik mungkin dapat dan perambah hutan untuk masuk ke dalam kawasan hutan CA : Cagar Alam TB : Taman Buru
merugikan flora ataupun fauna asli. SM : Suaka Margasatwa THR : Taman Hutan Raya
yang dilindungi. Terbukanya akses ke kawasan sering diiringi TN : Taman Nasional
Kebanyakan tanaman eksotik yang
menimbulkan problem lingkungan munculnya spesies-spesies eksotik21 yang sengaja atau tak
adalah tanaman yang diintroduksi sengaja diintroduksi ke dalam kawasan, bahkan bisa menjadi
secara tidak sengaja. Pada habitat dominan karena sifatnya invasif (invasive alien species). Dari aspek kinerja pengelolaan hutan, tidak jarang ditemui
barunya mungkin hanya sedikit predator Kejadian itu berpotensi menimbulkan fragmentasi habitat, suatu unit kawasan hutan dalam kondisi yang sama sekali
atau penyakit sehingga populasi memunculkan hambatan dalam proses migrasi dan memutus tak mencerminkan fungsinya, karena pengelolaan yang tidak
tumbuhnya tidak terkendali yang
ruang jelajah satwa, menurunkan dan memutus jaringan efektif. Contoh kasus di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,
sering dinamakan eksotik invasive.
Perakaran tanaman eksotik invasif persediaan pakan (trophic network), menurunkan kemampuan tepatnya di Resort Souh dan Sekincau dimana lokasi itu juga
bersifat ekstensif yang mendominasi reproduksi dan kelangsungan hidup berbagai spesies yang ditetapkan sebagai salah satu wilayah kerja pertambangan
atas kelembaban dan kandungan dilindungi, langka, dan terancam punah, serta menurunkan panas bumi. Luas total wilayah kerja kedua resort itu 50.975
nutrien tanah sehingga tanaman persediaan cadangan genetik, dan lain sebagainya. ha, dan seluas 29.707 ha berubah menjadi kebun kopi, coklat,
lebih cepat tumbuh dan tajuk cepat dan berbagai tanaman pertanian lainnya yang di dalamnya juga
menutup vegetasi di bawahnya. Juga
Dari sisi pengurusan hutan, ketidakpastian bersumber dari terdapat fasilitas-fasilitas publik seperti sekolah, kantor desa,
karena tanaman eksotik ada yang
menghasilkan “allelopati” yang bersifat tiga aspek utama, yaitu 1) Status hukum dan prosedur izin dan lain-lain. Itu gambaran kondisi bahwa status dan fungsi
racun bagi vegetasi lainnya sehingga pengusahaan panas bumi di kawasan hutan yang masih kawasan yang ditetapkan secara resmi mungkin akan berbeda
mengurangi keragaman biologi. belum jelas; 2) Status legal dan aktual kawasan yang masih dengan kondisi aktualnya.

46 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 47


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

2.7. Pola Pikir Kebijakan Panas Bumi


di Kawasan Hutan
Kebijakan pengembangan panas bumi di kawasan hutan Prinsip FPIC telah lama diajukan Forest People Program
konservasi harus diletakkan pada dua tujuan, yaitu 1) (FPP) dan sekarang telah jadi prinsip utama dalam hukum
Kelestarian fungsi konservasi hutan mencakup konservasi internasional dan yurisprudensi yang berkaitan dengan
genetik, spesies, dan ekosistem; 2) Kepastian usaha masyarakat adat.23 Persoalan lain dalam aspek sosial yang
pengembangan sumber daya panas bumi. Dalam formula harus diselesaikan lebih dahulu adalah pengakuan masyarakat
kebijakan, tujuan ini merupakan policy outcome yang harus terhadap batas, status, dan fungsi kawasan hutan. Di beberapa 23
FPP. Free, Prior and Informed
dicapai melalui serangkaian aktivitas. Dalam upaya ini selalu tempat sering ditemukan kasus dimana suatu unit kawasan Consent. http://www.forestpeoples.
ada policy delivery system di mana kebijakan diterjemahkan hutan telah mantap secara legal, tetapi secara faktual masih org/guiding-principles/free-prior-and-
dalam program-program yang disertai instrumen-instrumen terjadi klaim dari masyarakat. informed-consent-fpic.
yang didesain untuk memastikan implementasi program-
program itu secara simultan berkontribusi pada tercapainya Tabel 7. Sinergi Kepentingan Kelestarian Ekosistem Hutan
tujuan. Salah satu instrumen yang diperlukan adalah pedoman dan Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi Kawasan Hutan
atau panduan praktis yang dapat diandalkan secara teknis
untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan operasional Tahapan Kegiatan Keluaran (Output)
panas bumi di kawasan hutan memperhatikan kelestarian UU No. 27
SNI 13-5012-1998 Kepentingan Pengembangan Panas Bumi Kepentingan Kelestarian Ekologi Hutan
ekosistem hutan. Tahun 2003
Studi Penyelidikan Pendahuluan 1. Peta geologi tinjau dan 1. Peta Kawasan Hutan
Untuk kepentingan itu, WWF-Indonesia mencoba mendorong Pendahuluan (Reconnainse Survey) sebaran manifestasi 2. Peta zonasi/blok pengelolaan hutan
secara konkrit munculnya instrumen tersebut melalui kajian 2. Temperatur fluida di permukaan 3. Potensi sumberdaya hutan
3. Temperatur bawah permukaan (estimasi) (spasial dan non spasial)
kelestarian ekosistem hutan wilayah kerja panas bumi
4. Potensi Sumber Daya Spekulatif 4. Kelas tutupan lahan hutan
dalam bentuk seperangkat kriteria dan indikator kelestarian
ekosistem hutan wilayah kerja pengusahaan panas bumi. Penyelidikan Lanjut 1. Peta geologi pendahuluan 1. Peta fisiografi lahan hutan.
Hasil akhir dari kajian itu berupa sebuah panduan kelestarian 2. Peta anomali unsur kimia 2. Peta hidrologi kawasan hutan.
ekosistem hutan. Proses kajian hingga menghasilkan panduan Tipe fluida 3. Peta tanah.
dilakukan dengan melibatkan para pihak melalui serangkaian Sistem panas bumi 4. Daftar lengkap dan sebaran
kegiatan, antara lain diskusi grup terfokus, konsultasi publik, 3. Peta geofisika keanekeragaman hayati.
4. Peta hidrogeologi 5. Daftar spesies penting.
diskusi dengan pakar, praktisi kehutanan, praktisi panas bumi,
5. Peta Sumber Daya Hipotesis 6. Sebaran dan populasi
dan lain-lain. spesies penting.
7. Habitat spesies-spesies penting
Panduan kelestarian ekosistem untuk pemanfaatan panas bumi
berfokus pada aspek biofisik sebagai sumber indikatornya. Penyelidikan Rinci 3. Peta geologi rinci 1. Kelas sensivitas fisik kwasan hutan
22
Legalitas kawasan hutan mengacu Aspek-aspek lain yang juga penting diperhatikan dalam Peta zona ubahan/alterasi (spasial & non spasial)
kepada pengukuhan kawasan hutan Peta struktur geologi 2. Kelas sensitivitas biologis kawasan
pengusahaan panas bumi di kawasan hutan adalah aspek legal
yang meliputi proses penunjukan Peta identifikasi bahaya geologi (spasial & non spasial)
kawasan hutan, pemetaan, penataan dan sosial yang merupakan kondisi pemungkin (enabling 4. Peta anomali kimia 3. Sebaran variasi tipologi ekosistem
batas dan pembuatan berita acara tata condition) atau prasyarat sehingga harus dipenuhi terlebih Model hidrologi hutan menurut aspek ekologi
batas, dan penetapan kawasan hutan. dahulu. Aspek legal mencakup legalitas keberadaan operasional 5. Peta anomali & penampang tegak berdasarkan karaketeristik biofisik
panas bumi di kawasan hutan dan legalitas kawasan hutannya.22 sifat fisis batuan eksositem(spasial & non spasial).
Sementara, aspek sosial dapat dipenuhi dengan penerapan b) Sifat fisis batuan & fluida sumur 4. Posisi kegiatan-kegiatan eksplorasi
prinsip free prior informed consent (FPIC), yaitu prinsip landaian suhu panas bumi pada kawasan hutan
6. Sumur landaian suhu berdasarkan zona/blok dan tipologi
bahwa masyarakat memiliki hak memberi atau tidak memberi 7. Model panas bumi tentatif biofisik ekosistem hutan.
persetujuannya terhadap usulan proyek yang dapat berdampak 8. Rekomendasi titik lokasi 5. Rencana perlindungan hutan berbasis
pada lahan-lahan yang mereka miliki, tempati, atau gunakan. pengeboranpengeboran eksplorasi ekosistem dari kegiatan eksplorasi
9. Potensi “cadangan terduga” panas bumi.

48 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 49


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

(lanjutan) Tabel 7.
2.8. Beberapa Perangkat Kelestarian Lingkungan
Tahapan Kegiatan Keluaran (Output)
UU No. 27
Sebelum masuk tahap perumusan panduan, terlebih dahulu perlu
SNI 13-5012-1998 Kepentingan Pengembangan Panas Bumi Kepentingan Kelestarian Ekologi Hutan diketahui beberapa instrumen yang sering dipakai untuk berbagai
Tahun 2003
Eksplorasi Pengeboran Eksplorasi 1. Sumur eksplorasi 1. Hasil monitoring dampak kegiatan kepentingan yang pada dasarnya mengarah pada upaya menjamin
(Wildcat) 2. a) Model geologi bawa permukaan eksplorasi terhadap kondisi kelestarian lingkungan. Dimana posisi panduan itu terhadap
b) Zona ubahan/alterasi fisik kawasan instrumen-instrumen tersebut? Beberapa di antaranya sebagai berikut:
3. Sifat fisis dan kimia sumur 2. Hasil monitoring dampak kegiatan
4. Model panas bumi tentatif eksplorasi terhadap potensi
5. Potensi sumur eksplorasi biologis kawasan
3. Dampak kegiatan eksplorasi terhadap 1. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
fungsi ekologi ekosistem hutan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dikategorikan
Pra-Studi Kelayakan 1. a) Potensi “Cadangan Mungkin” 1. Tingkat pengaruh kegiatan ekploitasi
menjadi tiga jenis sesuai intensitas dan tingkat pembangunan yang
(Pre-Feasibility Study) b) Pemanfaatan langsung atau dan pemanfaatan panas bumi
tidak langsung terhadap kondisi ekologi hutan. diusulkan, antara lain:
2. Rencana pengembangan 2. Rencana perlindungan hutan • AMDAL Kegiatan Terpadu/multisektor, dampak penting suatu
berbasis ekosistem usaha atau kegiatan terpadu pada lingkungan dimana suatu
rencana proyek/kegiatan terletak di satu kesatuan hamparan
Pengeboran Delineasi 1. Sumur delineasi 1. Site plan kegiatan eksploitasi dan ekosistem dan juga melibatkan lebih dari satu instansi pemerintah
2. Model panas bumi pemanfaatan panas bumi. yang berwenang.
3. Potensi sumur 2. Posisi kegiatan-kegiatan eksploitasi
• AMDAL Kawasan, dampak penting suatu rencana proyek/kegiatan
4. Karakteristik reservoir dan pemanfaatan panas bumi pada
kawasan hutan berdasarkan zona/blok terpadu terletak di tipe ekosistem tunggal, di bawah kewenangan
dan tipologi biofisik ekosistem hutan. satu instansi pemerintah.
• AMDAL Daerah, dampak penting suatu rencana proyek/kegiatan
Studi Studi Kelayakan 1. Potensi “Cadangan Terbukti” 1. Kelayakan (layak atau tidak layak) terpadu yang diusulkan terletak di tipe ekosistem tunggal di daerah
Kelayakan (Feasibility Study) a) Rancangan sumur produksi dan injeksi kegiatan pengusahaan panas bumi perencanaan pembangunan, yang melibatkan lebih dari satu instansi
b) Rancangan pemipaan sumur produksi dilaksanakan di kawasan hutan dari berwenang sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan.
c) Rancangan sistem pembangkit listrik aspek ekologi hutan.
2. Layak atau tidak layak 2. Jika layak: Rancangan kegiatan
untuk dikembangkan pengelolaan ekosistem Dalam perangkat ini, dampak signifikan diartikan sebagai perubahan
(perlindungan ekosistem yang masih mendasar terhadap lingkungan yang disebabkan suatu usaha atau
dalam kondisi baik, pemeliharaan kegiatan. Signifikansi dampak ditentukan 7 parameter, yaitu:
proses suksesi yang sedang - Jumlah orang yang terkena dampak,
berlangsung, restorasi dalam rangka - Luasnya dampak,
percepatan suksesi alam dan
pemulihan areal terdegradasi)
- Lamanya dampak berlangsung,
3. Rancangan “kegiatan luar biasa”, - Intensitas dampak,
misalnya: pembuatan koridor jelajah - Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak,
satwa, pembangunan second habitat, - Sifat kumulatif dampak,
relokasi, restorasi, dll. - Dampak yang dapat dipulihkan atau tidak dapat dipulihkan.
Eksploitasi Pengeboran 1. Sumur pengembangan Pembangunan seluruh fasilitas utama Jenis usaha dan kegiatan yang dapat berdampak signifikan terhadap
Pengembangan 2. Kapasitas produksi lapangan panas bumi dan pendukung untuk eksploitasi
dan pemanfaatan tidak menimbulkan
lingkungan dikelompokkan dalam 14 sektor dan 84 kegiatan.
degradasi fungsi ekologi ekosistem. Rincian kegiatan dan skalanya pernah diumumkan oleh Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-11/Menlh/3/1994 mengenai
Pemanfaatan 1. Pembuatan fasilitas utama PLTP (wellpad, jenis usaha atau kegiatan yang membutuhkan penilaian dampak
pipa alir, sparator, switchyard, dll). lingkungan yang kemudian direvisi melalui Keputusan Menteri
2. Pembuatan fasilitas pendukung produksi Negara Lingkungan Hidup No. 17/2001 mengenai jenis usaha atau
(jalan, kantor, dll).
kegiatan yang membutuhkan penilaian dampak lingkungan. Laporan
Dampak Lingkungan disebut sebagai Analisa Dampak Lingkungan
(ANDAL) yang merupakan studi penelitian rinci dan mendalam

50 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 51


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

tentang dampak penting suatu proyek atau kegiatan. Lalu, • HCV2: Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap luas
rencana pengelolaan dan pemantauan harus disiapkan untuk yang penting secara global, regional, dan lokal yang berada di
mengelola dan memantau dampak signifikan dari rencana dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian
proyek dan kegiatan. Rencana Pengelolaan Lingkungan besar populasi spesies atau seluruh spesies yang secara alami
disebut sebagai RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan ada di kawasan tersebut berada dalam pola-pola distribusi
Rencana Pemantauan Lingkungan disebut RPL (Rencana dan kelimpahan alami.
Pemantauan Lingkungan).
• HCV3: Kawasan hutan yang berada di dalam atau mempunyai
Berdasar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun ekosistem yang langka, terancam, atau hampir punah.
2012 tentang Kegiatan Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib
Memiliki AMDAL, kegiatan pengusahaan panas bumi yang • HCV4: Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam
wajib memiliki Amdal adalah kegiatan eksploitasi panas bumi dalam situasi yang kritis, misalnya perlindungan daerah
dengan luas WKP lebih dari 200 ha, luas daerah terbuka untuk aliran sungai, pengendalian erosi, dll.
usaha panas bumi lebih dari 50 ha, pengembangan uap panas
bumi dan/atau pembangunan pembangkit lebih dari 55 MW, • HCV5: Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi
atau pembangunan jaringan transmisi ketenagalistrikan lebih kebutuhan dasar masyarakat lokal, misalnya pemenuhan
dari 150 kV. Untuk kegiatan pengusahaan panas bumi di bawah kebutuhan pokok, kesehatan, dll.
skala tersebut tidak membutuhkan AMDAL, namun tetap harus
membuat Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya • HCV6: Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas
Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai prosedur yang diatur budaya tradisional masyarakat lokal, seperti kawasan
dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 86 budaya, ekologi, ekonomi, dan agama yang penting yang
Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan UKL dan UPL. diidentifikasi bersama masyarakat lokal bersangkutan.

Perangkat AMDAL lebih diposisikan sebagai salah satu


persyaratan dalam perijinan, tetapi kurang memperhatikan aspek
penilaian terhadap kinerja, ketika kegiatan yang telah dijinkan
3. Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari
berjalan. Namun demikian, hasil-hasil dari AMDAL sangat
Terdapat beberapa skema sertifikasi hutan yang saat ini
berguna sebagai data dasar yang dapat digunakan oleh perangkat-
berjalan dan dapat dikelompokkan dalam skema wajib
perangkat lain yang dibuat dalam rangka penilaian kinerja.
(mandatory) dan sukarela (voluntary), yaitu sebagai berikut:

a. Skema sertifikasi pengelolaan hutan mandatory untuk


2. Penilaian Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) yang diatur
Nilai Konservasi Tinggi melalui Permenhut No.38/Menhut-II/2009, Perdirjen
BPK No.P.6/VI-Set/2009, dan Perdirjen BPK No.P.02/
VI-BPPHH/2010. Skema mandatory yang dikembangkan
Penilaian untuk mengidentifikasi kawasan-kawasan hutan
di Indonesia itu dibangun bersama International Tropical
dengan nilai konservasi tinggi atau dikenal dengan HCVFs
Timber Organisation (ITTO).
(High Conservation Value Forests) dikembangkan oleh Forest
Stewardship Council (FSC) dan diterbitkan tahun 1999.
b. Skema sertifikasi pengelolaan hutan voluntary yang telah
Kunci menuju konsep HCVFs adalah mengidentifikasi nilai
diakui dan dilaksanakan di lapangan cukup beragam, baik yang
konservasi tinggi (HCVs). Di dalam panduan mengenai cara
dikembangkan sebagai inisiatif nasional, regional, maupun
mengidentifikasi, mengelola, dan memantau hutan dengan
internasional. Beberapa skema sertifikasi hutan itu antara lain:
nilai konservasi tinggi dijelaskan bahwa hutan dengan nilai
• FSC (Forest Stewardship Council)
konservasi tinggi adalah kawasan hutan yang memiliki satu
• PEFC (Pan-European Forest Certification)
25
Prinsip dan Kriteria FCS (2003) atau lebih ciri-ciri yang definisinya sebagai berikut:25
• CSA (Canada’s National Sustainable Forest Management
dalam toolkit untuk pengelola hutan
Standard)
dan pihak-pihak terkait lainnya • HCV1: Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai-
untuk mengidentifikasi, mengelola • SFI (Sustainable Forest Initiative)
nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global,
dan memantau hutan dengan nilai • American Tree Farm System
regional, dan lokal, misalnya spesies endemik, spesies
konservasi tinggi. • LEI (Lembaga Ekolabel Indonesia)
hampir punah, tempat menyelamatkan diri (refugia), dll.

52 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 53


2. PANAS BUMI DAN HUTAN

4. “Triple Bottom Line Sustainability Framework” dan


“Sustainability Reporting”
Konsep Triple Bottom Line (TBL) adalah kerangka kerja Akurasi penentuan indikator menjadi sangat tergantung pada
untuk perhitungan kinerja yang dilakukan pada tiga dimensi determinasi stakeholders dan para ahli yang terlibat, serta
pengukuran, yaitu sosial, lingkungan, dan finansial. Dimensi kemampuan mengembangkan baseline data. Dari baseline
pada TBL juga populer dengan sebutan 3P: People, Planet, dan data itu lalu dikembangkan pendekatan baku mutu lingkungan
Profit. Pengukuran kinerja pada dimensi profit dapat dilakukan (untuk dimensi lingkungan) dan perbandingan indeks (untuk
relatif lebih sederhana dengan melihat tingkat hasil profit dimensi sosial) sesuai variabel-variabel lingkungan dan sosial
sebuah investasi dalam ukuran moneter. Namun, pengukuran yang dianggap penting pada suatu lokasi dan kasus.
kinerja untuk dimensi sosial dan lingkungan (ekologi) akan
lebih sulit, karena variasi kondisi dan situasi sosial dan Kerangka kerja TBL selanjutnya dikembangkan untuk
lingkungan pada setiap tempat di mana pengukuran akan pelaporan keberlanjutan (sustainability reporting), yaitu
dilakukan. Itu menyebabkan ketiadaan standar universal untuk suatu kerangka kerja pelaporan mengenai kebijakan ekonomi,
pengukuran TBL. Pandangan para ahli hanya sama pada dua lingkungan, dan sosial, serta dampak dan kinerja suatu
prinsip, yaitu: organisasi dan hasil-hasilnya dalam konteks pembangunan
berkelanjutan. Pelaporan berkelanjutan dipromosikan dan
dikembangkan oleh Global Reporting Initiative (GRI).25

Secara umum, sustainability reporting menyediakan kerangka


kerja yang dapat digunakan oleh banyak organisasi di dunia
untuk mengukur dan melaporkan kinerja keberlanjutannya
secara transparan dan akuntabel. Itu dilihat dari empat kunci
kriteria keberlanjutan, yaitu ekonomi, lingkungan, sosial, dan
tata kelola.

Panduan kelestarian ekosistem hutan wilayah kerja panas


bumi memiliki keterkaitan erat dengan instrumen-instrumen
tersebut. Panduan ini akan mengadaptasikan beberapa
parameter yang dipakai pada instrumen-instrumen lain yang
dianggap sesuai. Namun, berbeda dengan yang lain, panduan
ini secara khusus dirancang untuk menjadi bagian terintegrasi
dalam manajemen operasional pengusahaan panas bumi
dan pengelolaan hutan. Lebih lanjut, panduan ini juga akan
mendorong skenario pengelolaan lingkungan yang dapat
1) Bagaimana kegiatan yang dilakukan sebuah organisasi diukur, dilaporkan, dan diverifikasi.
berpengaruh terhadap “kesejahteraan masyarakat” untuk
pengukuran dimensi sosial,

2) Bagaimana kegiatan itu mempengaruhi “kesehatan


lingkungan” untuk pengukuran kinerja pada dimensi
lingkungan. Sementara, analisis kinerja lebih lanjut akan
membutuhkan seperangkat indikator pada masing-masing
dimensi itu, dan indikator-indikator tersebut bersifat
spesifik lokasi dan kasusnya.
25
Organisasi nir-laba yang bekerja untuk
pembangunan ekonomi berkelanjutan
dengan cara menyediakan petunjuk
untuk pelaporan keberlanjutan.

54 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 55


III. BASELINE DAN TIPOLOGI
EKOSISTEM HUTAN
3.1. Kerangka Pikir Penyusunan Baseline dan
Tipologi Ekosistem Hutan
Wilayah kerja panas bumi atau biasa disebut WKP biasanya
mencakup areal cukup luas, yang sangat mungkin terdiri atas
mosaik-mosaik lahan dengan karakteristik biofisik berbeda.
Meskipun arealnya luas, yang benar-benar dimanfaatkan untuk
operasional panas bumi umumnya sekitar 1 persen dari area
WKP-nya. Suatu unit WKP panas bumi dapat beroperasi pada
area dengan kondisi biofisik bervariasi. Kondisi aktual ekosistem
hutan yang akan menjadi wilayah kerja panas bumi pun tak
selalu dalam kondisi baik atau tidak mencerminkan kondisi
aslinya. Bisa jadi lokasi itu sedang dalam kondisi terdegradasi
atau tahap suksesi, setelah sebelumnya terganggu secara alami
atau karena ulah manusia. Informasi mengenai variasi biofisik,
kondisi aktual, dan profil kondisi asli ekosistem (reference
© WWF-Indonesia/ Zulfahmi

ecosystem) sangat diperlukan sebagai sumber pengetahuan untuk


mengambil keputusan bagaimana seharusnya proyek panas bumi
dilaksanakan di suatu titik lokasi.

56 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 57


3. BASELINE DAN TIPOLOGI EKOSISTEM HUTAN

Pertimbangan-pertimbangan tersebut juga menjadi penuntun berkontribusi terhadap upaya


dalam penyusunan panduan ini, bahwa panduan kelestarian mempertahankan kelestarian Gambar 12. Ilustrasi Penyusunan Baseline Pengelolaan Ekosistem Hutan
ekosistem hutan wilayah kerja panas bumi seyogyanya ekosistem hutan dalam kondisi
dapat diterapkan pada berbagai kondisi hutan. Untuk baik, memperbaiki ekosistem

Mendukung Konservasi Hutan?

Kesehatan
Hutan
itu, diperlukan penetapan tipologi ekosistem hutan yang hutan yang terdegradasi,
Proyeksi Scenario

Dapatkah Panas Bumi


jadi sasaran pengusahaan sumber daya panas bumi untuk dan atau memelihara proses Hutan dengan PB
Histo
mengklasifikasikan hutan berdasarkan komponen ekosistem. suksesi yang sedang terjadi. ris
Tipologi harus mampu mewakili seluruh keadaan ekosistem Aspek additionality ini

Additionality
hutan, tetapi dalam penyusunannya harus diupayakan merupakan manfaat tambahan
Proy
sesederhana mungkin agar mudah dipahami. dibandingkan dengan eksi
BaU
pengelolaan hutan dalam
Gambar 11. Diagram Kemungkinan Kondisi Ekosistem Penetapan tipologi ekosistem skema pengelolaan biasa
pada Kawasan Hutan Wilayah Kerja Panas Bumi hutan berdasar aspek (business as usual/BAU)
Tahun
ekologisnya dilakukan tanpa adanya pengusahaan
x-y x x+y
menggunakan pendekatan panas bumi.
baseline kesehatan ekosistem
Fungsi Ekosistem

yang diletakkan pada fungsi


Ekosistem Asli/
Sehat/Lestari
dan struktur ekosistem.
Baseline kesehatan ekosistem 3.2. Aspek Ekologis Hutan
adalah informasi dasar
kondisi ekosistem hutan Hutan sebagai ekosistem dapat dipandang sebagai sebuah komunitas
yang dihimpun sebelum yang terdiri atas keanekaragaman jenis organisme dalam satu
proyek panas bumi dimulai ekosistem. Komunitas di sini sangat dipengaruhi lingkungan fisik,
Suksesi
dan akan digunakan yang secara bersama-sama membentuk ekosistem. Komunitas di
sebagai pembanding untuk dalam lingkungan fisik yang relatif stabil, seperti pada hutan tropis
mendefisinikan kondisi aktual, mempunyai keanekaragaman jenis lebih tinggi daripada komunitas
sekaligus memproyeksikan yang dipengaruhi lingkungan fisik yang tidak stabil atau sering
atau memperkirakan dampak- terganggu. Lingkungan yang stabil lebih menjamin keberhasilan
dampak dari setiap kegiatan adaptasi suatu organisme dan lebih memungkinkan keberlangsungan
proyek panas bumi terhadap evolusi daripada lingkungan yang berubah-ubah atau tidak stabil
Ekosistem (Odum, 1985).
Terdegradasi kondisi ekosistem hutan.

Secara umum akan terdapat Oleh karena itu, upaya memahami karakteristik ekosistem dari
Struktur Ekosistem tiga kemungkinan arahan aspek ekologis, secara sederhana dapat dilihat dari karakteristik
pengelolaan ekosistem, biologis dan fisiknya. Karakteristik biologis ekosistem biasanya
yaitu 1) Pengelolaan ekosistem yang mengarah pada upaya dilihat dari keanekaragaman hayati serta keberadaan jenis fauna
mempertahankan kondisi aktual jika kondisi ekosistem secara dan flora penting (endemik, langka, dan terancam punah). Adapun
aktual dalam kondisi sehat; 2) Pengelolaan ekosistem yang karakteristik fisik ekosistem dilihat dari tutupan lahan, fisiografi
diarahkan pada upaya pemeliharaan atau percepatan proses lahan (bentuk lahan, ketinggian, kelerengan, dan land system), tanah,
suksesi yang sedang terjadi jika kondisi aktual ekosistem sedang air, dan udara.
dalam tahap suksesi secara alamiah; 3) Pengelolaan ekosistem
yang diarahkan pada upaya rehabilitasi atau restorasi jika 3.2.1. Karakteristik Biologis Ekosistem
kondisi aktual ekosistem dalam kondisi terdegradasi.
Karakteristik biologis suatu unit ekosistem ditunjukkan oleh berbagai
Kehadiran pengusahaan panas bumi dalam suatu unit kawasan hal. Contohnya, tingkat keanekaragaman hayati dan keberadaan
hutan diharapkan dapat meningkatkan kinerja pengelolaan suatu jenis, tipe habitat, dan lain-lain yang merupakan salah satu
ekosistem. Itu berkaitan dengan aspek additionality, yaitu ukuran penting dalam prinsip kelestarian.
bagaimana keberadaan pengusahaan panas bumi dapat

58 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 59


3. BASELINE DAN TIPOLOGI EKOSISTEM HUTAN

1. Keanekaragaman Hayati

Dalam dokumen Indonesian Biodiversity Strategy and Action • Keanekaragaman tingkat ekosistem

© WWF-Indonesia.
Plan 2003, pengertian atau definisi keanekaragaman hayati Makhluk hidup yang beranekaragam baik bentuk,
mencakup aspek-aspek sebagai berikut:26 penampakan, dan sifat-sifat lainnya berinteraksi dengan
lingkungan abiotiknya dan dengan jenis-jenis makhluk
• Keanekaragaman hayati adalah istilah yang dipakai untuk hidup lainnya. Interaksi itu akan membentuk berbagai
menggambarkan keanekaan bentuk kehidupan di bumi, macam ekosistem sehingga membentuk keanekaragaman
interaksi di antara berbagai makhluk hidup serta antara ekosistem. Di Indonesia, keanekaragaman ekosistemnya
mereka dengan lingkungannya; mencapai 47 ekosistem berbeda.

• Keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk


kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk sederhana Panduan ini akan menempatkan keanekaragaman spesies
seperti jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu sebagai fokus perhatian dalam mengukur keanekaragaman
berpikir seperti manusia; hayati dengan alasan bahwa keanekaragaman spesies dapat
menjadi indikator kesehatan ekosistem. Informasi seputar
• Keanekaragaman hayati ialah fungsi-fungsi ekologi atau keanekaragaman hayati suatu kawasan biasanya merupakan
layanan alam, berupa layanan yang dihasilkan satu spesies perbandingan nilai keanekaragaman jenis antara satu tempat
dan/atau ekosistem (ruang hidup) yang memberi manfaat dengan tempat lain. Indeks kuantitatif keanekaragaman hayati
kepada spesies lain, termasuk manusia (McAllister, 1998); (biodiversitas) dapat dianalisis dengan beberapa cara, yaitu:
Keanekaragaman hayati merujuk pada aspek keseluruhan
dari sistem penopang kehidupan, yaitu mencakup aspek • Keanekaragaman alpha (α), yaitu rata-rata jumlah jenis
sosial, ekonomi dan lingkungan, aspek sistem pengetahuan tumbuhan dalam suatu komunitas atau ekosistem, yang
dan etika, serta kaitan di antara berbagai aspek ini; sering disebut sebagai kekayaan jenis ekosistem. Nilai
keanekaragaman alpha menunjukkan keanekaragaman jenis
• Keanekaan sistem pengetahuan dan kebudayaan masyarakat pada skala geografi yang bersifat lokal dan dapat diketahui
juga terkait erat dengan keanekaragaman hayati. dengan cara menghitung rata rata jumlah jenis tumbuhan
dalam beberapa komunitas atau ekosistem suatu unit
ekosistem hutan.
Terdapat tiga tingkatan keanekaragaman hayati yang sering
digunakan, yakni keanekaragaman tingkat genetik, jenis • Keanekaragaman gamma (γ), yaitu jumlah jenis tumbuhan
(spesies), dan ekosistem. Berikut ini pengertian untuk masing- dalam skala regional yang lebih luas. Untuk penerapan
masing tingkatan:27 pengelolaan ekosistem di suatu unit ekosistem hutan,
keanekaragaman gamma adalah jumlah jenis tumbuhan
• Keanekaragaman tingkat gen (genetika) dalam suatu ekosistem yang merupakan gabungan beberapa
Merupakan keanekaragaman di antara individu satu dengan bagian dalam satu unit pengelolaan hutan.
lainnya yang masih dalam satu spesies. Itu disebabkan
adanya variasi komposisi atau susunan gen (DNA) pada • Keanekaragaman beta (β), yaitu nilai keanekaragaman
masing-masing individu, meskipun mereka satu spesies jenis yang menggambarkan tingkat perubahan komposisi
sehingga di dunia ini tidak ada makhluk hidup yang sama jenis yang mencakup satu daerah yang luas dalam skala
26
Diringkas dari buku Indonesia persis. Misalnya, variasi dalam spesies ayam (Gallus gallus) bentang alam. Nilai keanekaragaman beta diketahui dengan
Biodiversity Strategy and Action Plan yang meliputi ayam cemani (berwarna hitam), bangkok cara menghitung jumlah jenis tumbuhan yang merupakan
(IBSAP) 2003
putih, arab, dan kampung. gabungan dari beberapa komunitas yang sama dalam
27
Diambil dari http://biology- satu kawasan. Keanekaragaman beta menghubungkan
community.blogspot.com/2012/09/ • Keanekaragaman tingkat jenis (spesies) keanekaragaman alpha dan gamma, dihitung dengan cara
keanekaragaman-hayati.html Merupakan keanekaragaman individu yang berbeda membagi nilai keanekaragaman gamma dengan nilai alpha.
spesies. Memperlihatkan adanya variasi bentuk,
kenampakan, dan variasi sifat lainnya antara spesies satu
dengan lainnya. Misalnya, variasi pada berbagai spesies
unggas seperti ayam, bebek, itik, angsa, dan lain-lain.

60 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 61


3. BASELINE DAN TIPOLOGI EKOSISTEM HUTAN

2. Status Konservasi Species

Pengukuran species diversity umumnya menggunakan indeks, yaitu suatu nilai tunggal yang Status suatu spesies dapat dikategorikan berdasarkan
menggambarkan suatu keadaan secara sederhana. Secara praktis, jika kita melakukan survei persebaran, kelimpahan, dan status perlindungannya, yaitu
di beberapa lokasi, maka nilai indeksnya dapat dibandingkan untuk mengetahui bagaimana sebagai berikut:
perbedaan keanekaragaman di masing-masing lokasi. Beberapa indeks species diversity yang
umum digunakan, misalnya indeks species richness (Margalef’s index), Shannon’s index, dan • Berdasar persebarannya, suatu spesies dapat diartikan
Simpson index. sebagai spesies asli, spesies endemik, dan spesies introduksi.
Ketiganya sering disebutkan untuk satu pengertian yang
Meski ada beberapa indeks menyangkut species richness, Margalef’s index yang paling sama, padahal masing-masing berbeda. Spesies asli (native
sederhana. Namun, dalam indeks ini proporsi kelimpahan jenis tidak diperhitungkan. species) yang disebut juga indigenous species adalah
spesies-spesies yang menghuni suatu wilayah atau ekosistem
• Analisis keanekaragaman vegetasi ini merupakan turunan dari kajian komposisi jenis. secara alami tanpa campur tangan manusia. Kehadiran
Analisis lebih lanjut dari tingkat keanekaragaman ini dapat diarahkan pada kajian mengenai spesies ini melalui proses alami tanpa intervensi manusia.
struktur komunitas dan profil tegakan. Struktur komunitas diperoleh melalui perhitungan Spesies endemik merupakan gejala alami sebuah biota untuk
Indeks Nilai Penting (INP) yang menggambarkan kerapatan pohon, penyebaran jenis menjadi unik pada suatu wilayah geografi tertentu. Sebuah
(frekuensi), dan penguasaan jenis (dominasi). Indeks Nilai Penting memberi gambaran spesies bisa disebut endemik jika spesies itu spesies asli yang
pengaruh atau peranan suatu jenis dalam komunitasnya. Sementara itu, profil tegakan hanya bisa ditemukan di sebuah tempat tertentu dan tidak
menggambarkan proyeksi vertikal dan horizontal suatu tegakan. ditemukan di wilayah lain. Wilayah di sini dapat berupa
pulau, negara, atau zona tertentu.
Tabel 8. Indek untuk Keanekaragaman Hayati
Sementara itu, spesies introduksi (introduced species)
merupakan spesies yang berkembang di luar habitat
Formula Keterangan
(wilayah) aslinya akibat campur tangan manusia, baik
Species Indeks
sengaja ataupun tidak. Beberapa spesies ada yang merusak
• Dm: Diversity, dan bersifat invasif. Namun, lainnya tak berdampak negatif,
• S: Jumlah species,
Margalef’s index bahkan menguntungkan bagi ekosistem dan manusia.
• N : Jumlah total individu seluruh
species dalam sampel
• H’: Nilai indeks Shannon-Wiener • Berdasar keberadaannya, suatu spesies di muka bumi terkait
• Pi: Proporsi dari tiap spesies i. risiko kepunahan di masa depan. Dalam IUCN Red List
• H’ adalah jumlah dari seluruh pi ln pi Catagories terdapat beberapa tingkatan spesies berdasar
untuk semua spesies dalam komunitas. risiko kepunahannya secara global, yaitu:
• Jika komunitas hanya memiliki 1
spesies, maka H’ = 0.
- Punah (Extinct/EX)
• Semakin tinggi nilai H’ mengindikasikan
semakin tinggi jumlah spesies dan Spesies dalam kategori ini di dalam daftar IUCN
Shannon’s index semakin tinggi kelimpahan relatifnya. merupakan spesies yang tak ada lagi keberadaannya.
• Nilai indeks Shannon biasanya berkisar Spesies terakhirnya terbukti benar-benar sudah mati.
antara 1.5 – 3.5, dan jarang sekali
mencapai 4.5. - Punah di Alam Liar (Extinct in the Wild/EW)
• Meskipun Shanon-Wiener’s index Keberadaan spesies kategori ini tak ada di alam liar atau
sudah menyertakan evenness dalam
perhitungannya, namun evenness dapat
habitat aslinya. Hanya ada di penangkaran-penangkaran.
dihitung secara terpisah menggunakan
nilai Hmax (maksimum diversity). - Kritis (Crically Endangered/CE)
• E: evenness Spesies yang benar-benar sangat berisiko tinggi akan
• ni: Jumlah individu dari suatu jenis punah di alam liar atau di habitat aslinya dalam
Simpson index • n: Jumlah total individu seluruh jenis waktu dekat.

Sumber: diolah dari berbagai sumber

62 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 63


3. BASELINE DAN TIPOLOGI EKOSISTEM HUTAN

3.2.2. Karakteristik Fisik Ekosistem


- Terancam (Endangered/EN) Karakteristik fisik ekosistem dalam panduan ini akan difokuskan
Dalam kategori ini, spesies berisiko tinggi akan punah di pada beberapa aspek yang dianggap penting. Sebagai berikut:
alam liar atau di habitat aslinya.
1. Stratifikasi Kelas Tutupan Hutan
- Rentan (Vulnerable/VU)
Spesies yang berisiko tinggi akan status terancam di Berdasarkan penafsiran citra satelit beresolusi tinggi, penutupan
alam liar. lahan di Indonesia dibedakan menjadi 23 kelas penutupan lahan,
yang selanjutnya dikelompokkan menjadi 3 kelompok penutupan
- Hampir Terancam (Near Threatened/NT) lahan berdasarkan tingkat penutupan vegetasinya, yaitu:
Spesies yang akan mendapat perhatian, karena mendekati a. Kelompok Penutupan I : terdiri atas jenis penutupan tanah terbuka,
ancaman kepunahan di waktu mendatang. semak/belukar, pertanian, lahan kering bercampur semak.
b. Kelompok Penutupan II : terdiri atas jenis penutupan hutan
- Beresiko (Least Concer/LC) lahan kering sekunder, hutan rawa sekunder.
Spesies yang masuk kategori aman dan jauh dari ancaman c. Kelompok Penutupan III : terdiri atas jenis penutupan savana,
kepunahan. pertanian lahan kering, sawah, pertambangan dan pemukiman.

- Data kurang (Data Deficient/DD) Data penafsiran citra satelit itu lalu dicek ke lapangan untuk
mengoreksi beberapa kesalahan penafsiran sehingga sesuai
- Belum dievaluasi (Not Evaluted/NE) kondisi riil dan perubahan terkini di lapangan.

2. Tipe Iklim dan Curah Hujan

Gambar 13. Struktur Hubungan Setiap Katagori Keterancaman Spesies Tipe iklim dianalisis berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt
dan Ferguson. Data hujan bulanan selama 10 tahun terakhir
dikelompokkan dalam bulan kering (curah hujan bulanan < 60
Extinct (EX) mm), bulan lembab (curah hujan bulanan antara 60-100 mm), dan
bulan basah (curah hujan bulanan > 100 mm). Penentuan tipe iklim
Extinct in the Wild (EW)
didasarkan pada nilai Q yang dihitung dengan rumus:

Critically Endangered (CE) Q = (BK / BB) x 100% Keterangan:


BK = Jumlah bulan kering dalam
Adequate Data Threatenen satu periode analisis (bulan)
Endangered (EN) Selanjutnya, penentuan tipe iklim didasarkan pada kriteria Schmidt BB = Jumlah bulan basah dalam
& Ferguson. Intensitas hujan (I) dihitung berdasarkan curah hujan satu periode analisis (bulan)
Vulnerable (VU) rata-rata dalam satu tahun dan hari hujannya. Sebagai berikut:
Evaluated

Near Threatened (NT) I = CH / HH Keterangan :


CH = Curah hujan rata-rata
dalam satu tahun
Least Concern (LC) HH = Hari hujan rata-rata
Tabel 9. Klasifikasi Intensitas Curah Hujan
dalam satu tahun
Data Deficient (DD)
Kelas Intensitas Intensitas Curah hujan Klasifikasi CH
Not Evaluated (NE) Curah hujan (mm/hari)
1 < 13,6 Sangat rendah
2 13,6 – 20,7 Rendah
3 20,7 – 27,7 Sedang
4 27,7 – 34,8 Tinggi
5 > 34,8 Sangat Tinggi
64 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 65
3. BASELINE DAN TIPOLOGI EKOSISTEM HUTAN

3. Mata Air
3.3. Tipologi Ekosistem Hutan
Pengamatan air meliputi pendataan sumber mata air di dalam
kawasan hutan. Informasi yang perlu dicatat, meliputi letak Berdasarkan Aspek Ekologis
mata air, debit mata air, ketinggian tempat lokasi mata air, dan
deskripsi tutupan lahan di sekitar mata air. Penyusunan tipologi aspek ekologi ini merupakan salah satu
bentuk analisis data ekosistem dari aspek ekologis. Analisis dapat
4. Fisiografi Lahan dipakai untuk berbagai kepentingan, termasuk melihat tingkat
sensitivitas ekologis suatu ekosistem untuk memprediksi respons
Bentuk lahan dan ketinggian tempat dianalisis secara deskriptif yang mungkin terjadi dari kemungkinan gangguan-gangguan
berdasarkan Peta Topografi dengan memperhatikan pola dan pada sistem ekologi. Sensitivitas juga dimaknai sebagai rasio
ketinggian garis kontur. Kelas lereng diklasifikasikan sesuai antara kekuatan dari luar yang akan menyebabkan perubahan
kerapatan garis kontur. Pada bagian berbukit/bergunung, kondisi asli ekosistem dengan kekuatan internal ekosistem dalam
selain dengan analisis kerapatan kontur, penetapan kelas mempertahankan keseimbangannya.
lereng juga dilakukan secara sistematis dengan melihat puncak
atau punggung bukit/gunung. Panjang lereng ditentukan Daerah-daerah yang dianggap sensitif biasanya adalah daerah yang
berdasarkan pengamatan di lapangan dengan memprediksi secara biologis memiliki tingkat keanekaragaman hayati tinggi
rata-ratanya pada masing-masing kelas lereng dan lokasinya. atau merupakan tempat hidup jenis-jenis flora dan atau fauna
Kelas kelerengan yang dipakai sebagai berikut: penting (endemik, langka, dan terancam punah). Dari berbagai
upaya dalam rangka mengukur tingkat sensitivitas ekologis suatu
ekosistem hutan dapat diterapkan beberapa parameter pada unsur
Table 10. Klasifikasi Kelas Kelerengan biologis dan fisik kawasan hutan, yaitu sebagai berikut:

Kelas Kondisi Klasifikasi Tabel 12. Karakteristik Biofisik dalam Penentuan Sensitivitas Ekosistem
Lereng Di Peta Di Lapangan lereng
1 Jarak kontur > 6,25 mm 0%-8% Datar Komponen Ekologi Sensitivitas
2 Jarak kontur 3,33 - 6,25 mm 8 % - 15 % Landai
3 Jarak kontur 2,00 - 3,32 mm 15 % - 25 % Agak curam Tinggi Sedang Rendah
4 Jarak kontur 1,25 – 1,99 mm 25 % - 40 % Curam Biologi Kawasan (B)
5 Jarak kontur < 1,25 mm > 40 % Sangat Curam Keanekaragaman hayati Tinggi Sedang Rendah
Sumber: SK Menteri Pertanian No. 873/Kpts/UM/11/1980
Keberadaan jenis tumbuhan endemik. Lebih dari satu jenis Satu jenis Tidak ada
Keberadaan jenis tumbuhan
5. Tanah terancam punah
Keberadaan jenis fauna endemik Lebih dari satu jenis Satu jenis Tidak ada
Kondisi fisik yang penting untuk diperhatikan dalam panduan
Keberadaan jenis fauna
ini adalah kepekaan tanah terhadap erosi. Data kepekaan tanah
terancam punah
terhadap erosi diperlukan untuk menentukan jenis perlakuan
Fisik Kawasan
yang dapat dilakukan pada suatu unit lahan. Kepekaan tanah
terhadap erosi menurut jenis tanahnya adalah sebagai berikut: Tutupan lahan Hutan primer Hutan sekunder Non hutan
Kelerengan Curam- Sangat Curam Agak curam Landai-Datar
(>25%) (15-25%) (0-15%)
Tabel 11. Klasifikasi Kepekaan Tanah terhadap Erosi Intensitas hujan Sangat tinggi-tinggi Sedang Rendah-sangat rendah
(>27,7) (20,7-27,7) (<20,7)
Kelas Tanah Tinggi – Sangat Tinggi Agak Tinggi – Sedang Sangat Rendah – Rendah
Jenis Tanah Kepekaan
Tanah (berdasarkan tingkat erodibiltas) 28 (0,44-0,64) (0,21-0,43) (0,00-0,10)
1 Aluvial, Glei Planosol, Hidromorf kelabu, Tidak peka
Laterita air tanah 28
Wischmeier dan Smith (1978) telah mengembangkan konsep erodibilitas tanah
2 Latosol Kurang peka yang cukup populer, dalam hal ini faktor erodibilitas tanah (K) didefinisikan
3 Brown forest soil, noncalsic brown, meditern Agak peka sebagai besarnya erosi persatuan indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam
4 Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podoslik Peka keadaan standar, yakni tanah terus-menerus diberakan (fallow) terletak pada
5 Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat peka lereng sepanjang 22 m, berlereng 9% dengan bentuk lereng seragam.

66 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 67


3. BASELINE DAN TIPOLOGI EKOSISTEM HUTAN

Tipologi aspek ekologi suatu kawasan hutan dapat diperoleh dengan cara Dari tipologi akhir itu dapat dikelompokkan empat jenis tipologi
mengombinasikan parameter unsur biologi dan fisik dalam suatu matriks. pengusahaan sumber daya panas bumi. Nantinya, itu dapat
Parameter biologis diletakkan pada kolom, sedangkan parameter fisik dijadikan pedoman memutuskan dapat atau tidaknya serta
diletakkan pada baris matriks. Dari pengombinasian ini dapat diperoleh tiga mengetahui persyaratan teknis apa yang diperlukan dari setiap
gradasi tingkat sensitivitas ekologis suatu kawasan hutan, yaitu kawasan tahapan pegusahaan sumber daya panas bumi di kawasan hutan.
hutan dengan tingkat sensitivitas ekologi tinggi, sedang, dan rendah. Keempat tipologi ekosistem hutan itu:

Tabel 13. Tipologi Aspek Ekologi Tabel 14. Definisi Tipologi Ekosistem Hutan Berdasarkan Aspek Ekologi

Tipologi Karakteristik Biologi Karakteristik Biologi


Aspek Aspek Fisik
Tipologi 1 • Keanekaragaman hayati antara sedang • Hutan sekunder atau primer
Biologi
Tinggi Sedang Rendah sampai tinggi • Kerentanan fisiografi lahan antara sedang
Tinggi Sensitivitas Ekologi Tinggi Sensitivitas Ekologi Tinggi Sensitivitas Ekologi Tinggi • Terdapat satu jenis atau lebih flora penting sampai tinggi
Sedang Sensitivitas Ekologi Tinggi Sensitivitas Ekologi Sedang Sensitivitas Ekologi Sedang (endemik, langka, terancam punah) • Tingkat erodibilitas tanah antara sedang
Rendah Sensitivitas Ekologi Sedang Sensitivitas Ekologi Sedang Sensitivitas Ekologi Rendah • Terdapat satu jenis atau lebih fauna penting sampai tinggi
(endemik, langka, terancam punah)
Tipologi 2 • Keanekaragaman hayati antara sedang • Non hutan atau hutan sekunder
Berdasar aspek ekologis, tipologi akhir ekosistem hutan merupakan sampai tinggi • Kerentanan fisiografi antara rendah
kombinasi karakteristik biologis dan fisik yang mencerminkan • Terdapat satu jenis atau lebih flora penting sampai sedang
pertimbangan dominasi satu komponen terhadap komponen lainnya. (endemik, langka, terancam punah) • Tingkat erodibilitas tanah antara rendah
Hasilnya bisa digunakan untuk mengarahkan skenario pengelolaan • Terdapat satu jenis atau lebih fauna penting sampai sedang
ekosistem yang harus dilakukan dalam setiap kegiatan operasional panas (endemik, langka, terancam punah)
bumi di suatu unit ekosistem hutan, terutama operasional panas bumi Tipologi 3 • Keanekaragaman hayati antara rendah • Hutan sekunder atau primer
yang berpotensi menimbulkan perubahan-perubahan terhadap ekosistem. sampai sedang • Kerentanan fisiografi lahan antara sedang
• Terdapat satu jenis atau tidak ada flora penting sampai tinggi
(endemik, langka, terancam punah) • Tingkat erodibilitas tanah antara sedang
Gambar 14. Pengelompokan Tipologi Akhir Pengusahaan Bumi di Kawasan Hutan • Terdapat satu jenis atau tidak ada fauna sampai tinggi
Sensitivitas penting (endemik, langka, terancam punah)
Fisik Tinggi
Tipologi 4 • Keanekaragaman hayati antara rendah • Non hutan atau hutan sekunder
Tipologi-3 Tipologi-1 sampai sedang • Kerentanan fisiografi antara rendah
Panduan-3 Panduan-1 • Terdapat satu jenis atau tidak ada flora penting sampai sedang
Sensivitas Sensivitas (endemik, langka, terancam punah) • Tingkat erodibilitas tanah antara rendah
Ekologi Sedang –
Tingkat Kehati-
Ekologi Tinggi –
Tingkat Kehati-
• Terdapat satu jenis atau tidak ada fauna sampai sedang
hatian Sedang hatian Tinggi penting (endemik, langka, terancam punah)

Sensitivitas Sensitivitas
Biologi Biologi
Rendah Tinggi

Sensivitas Sensivitas
Ekologi Rendah - Ekologi Tinggi –
Tingkat Kehati- Tingkat Kehati-
hatian Rendah hatian Tinggi

Tipologi-4 Tipologi-2
Panduan-4 Panduan-2

Sensitivitas
Fisik Rendah

68 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 69


IV. PANDUAN KELESTARIAN
EKOSISTEM HUTAN
4.1. Kerangka Kerja Perumusan Panduan
Berbagai kerangka kerja (framework) pernah dikembangkan
sejumlah pihak untuk menyusun panduan pengelolaan
lingkungan. Salah satu yang paling sesuai dan relatif sering
dipakai dalam upaya kegiatan berkelanjutan di kawasan hutan,
yaitu model “logical framework”, yang sering disebut dalam
literatur sebagai kerangka input-process-output-outcome-
impact. Dalam perumusan panduan kelestarian ekosistem
hutan wilayah kerja pengusahaan panas bumi ini, penggunaan
logical framework akan dimodifikasi untuk menyederhanakan
proses analisis dan pemahaman.
© WWF-Indonesia/ Zulfahmi

70 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 71


4. Panduan Kelestarian Ekosistem Hutan

Perumusan panduan dimulai dengan pemilihan kerangka 9. Validasi model yang dibangun pada masing-masing
kerja yang akan digunakan untuk menurunkan panduan. tipologi hutan.
Kerangka kerja dimaksudkan sebagai acuan logika yang 10. Konsultasi publik model yang telah diuji lapangan.
dibangun ketika panduan ditetapkan. Pembuatan kerangka 11. Penyusunan Manual Audit Internal dan Eksternal.
kerja dimulai dengan penetapan tujuan, lalu mengikuti hierarki
dengan urutan mulai dari Prinsip, Kriteria, dan Indikator.
Alat bantu yang akan digunakan untuk menyusun hierarki ini
adalah analytic hierarchy process. Setelah Prinsip, Kriteria, 4.2. Prinsip, Kriteria dan Indikator
dan Indikator kelestarian ekosistem hutan wilayah kerja
pengusahaan panas bumi dirumuskan, berikutnya diadakan Kelestarian ekosistem hutan wilayah kerja panas bumi dapat
konsultasi publik melibatkan paling tidak para pengelola diurai mengikuti logical framework yang hierarkis, dimulai
kawasan hutan, pengembang dan praktisi pengusahaan panas dari tingkat paling abstrak hingga tingkat paling konkrit/
bumi, akademisi, serta pihak-pihak lain yang relevan untuk operasional yang dapat diukur. Hierarki itu dimulai dari
memperoleh masukan dan perbaikan agar lebih diterima elemen goal atau tujuan pengelolaan taman nasional, lalu
dan mudah diterapkan. Prinsip, Kriteria, dan Indikator yang diikuti elemen prinsip, kriteria, dan indikator.
telah disepakati merupakan modal dasar suatu panduan akan
diterapkan di lapangan. Penjenjangan informasi Tujuan (T), Prinsip (P), Kriteria (K),
dan Indikator (I)) dalam penilaian kelestarian ekosistem
Panduan yang telah disepakati perlu diverifikasi melalui uji hutan wilayah kerja pengusahaan panas bumi dilakukan
terap di beberapa lokasi kawasan hutan. Pengujian dilakukan untuk menjamin konsistensi berpikir dalam mengembangkan
terhadap setiap tipologi keadaan hutan sehingga diperoleh panduan yang koheren. Penjenjangan P, K, & I memfasilitasi
model panduan untuk setiap tipologi. Selanjutnya, model perumusan parameter-parameter penilaian kelestarian
panduan diujiterap pada beberapa kawasan hutan yang telah pengusahaan sumber daya panas bumi di kawasan hutan secara
dan sedang dilakukan operasi pengusahaan sumber daya konsisten dan koheren. Setiap jenjang informasi menjelaskan
panas bumi. fungsinya sesuai tingkatannya sekaligus menjelaskan
karakteristik parameter yang muncul pada tingkat tertentu.
Model panduan pada masing-masing tipologi hutan yang
diperoleh perlu diuraikan dalam bentuk manual audit internal Secara umum, fungsi penjenjangan informasi sebagai berikut:
dan eksternal. Tujuannya, mudah dipakai atau diterapkan 1. Menambah peluang tercakupnya seluruh aspek penting
pelaku di lapangan dan pihak independen sebagai penilai. yang harus dipantau dan dinilai.
Dengan demikian, model panduan yang telah terbangun harus 2. Mencegah kerancuan dengan membatasi P, K, & I pada
disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan. tingkat minimum (parameter kunci) serta menghindarkan
parameter yang berlebihan.
Dari uraian di atas, secara umum tahapan perumusan panduan 3. Hasil penilaian memiliki hubungan transparan. Setiap
kelestarian pemanfaatan panas bumi di kawasan hutan adalah parameter yang diukur memiliki hubungan jelas dengan
sebagai berikut: prinsip yang melandasinya.
1. Penyusunan dan harmonisasi kerangka kerja yang 4. Memberi kemungkinan menelusuri parameter yang
digunakan untuk mengorganisasikan informasi. kurang/tidak sesuai kelestarian pengusahaan sumber daya
2. Observasi pemanfaatan panas bumi pada beberapa lokasi panas bumi di kawasan hutan sehingga dapat dirumuskan
yang telah beroperasi. rekomendasi untuk mencapai kelestarian, seperti
3. Seleksi dan pembuatan definisi Prinsip, Kriteria, dan Indikator ditetapkan dalam tujuan.
yang akan digunakan untuk alat metode analitiknya.
4. Kajian pakar terhadap Prinsip, Kriteria, dan Indikator. Dalam penjenjangan informasi perlu diperhatikan konsistensi
5. Konsultasi publik Prinsip, Kriteria, dan Indikator. horizontal dan vertikal. Konsistensi horizontal berarti
6. Pengumpulan data dan pembuatan database untuk parameter-parameter yang muncul dalam tingkat yang sama
keperluan indikator. tidak saling tindih/tampal (overlap), sedangkan konsistensi
7. Penggunaan alat bantu untuk visualisasi informasi yang vertikal berarti parameter-parameter pada tingkat bawah
diperoleh dan menganalisis sebab-akibatnya. menerangkan hubungan yang jelas dengan tingkat di atasnya.
8. Penyusunan draf model panduan kelestarian pemanfaatan Selain itu, parameter itu terletak pada hierarki yang benar dan
panas bumi di kawasan hutan. menggunakan istilah yang benar.

72 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 73


4. Panduan Kelestarian Ekosistem Hutan

Dalam pengembangan P, K, & I, keseluruhan hierarki Kerangka P, K, & I kelestarian ekosistem hutan wilayah
informasi dikategorikan sebagai dimensi hasil dari sebuah kerja panas bumi merupakan bagian dari kerangka P, K, &
proses atau rangkaian kegiatan operasional panas bumi. I pengusahaan panas bumi secara keseluruhan. Kelestarian
Dalam hal ini, prinsip sebagai bagian eksplisit dari tujuan ekosistem hutan, selain dapat dilihat dari fungsi ekologis
dipandang sebagai dimensi hasil yang harus dicapai oleh berdasarkan karakteristik biofisiknya, juga ditentukan oleh
serangkaian kegiatan operasional panas bumi di kawasan kemantapan fungsi kawasan berdasarkan legalitas dan
hutan, melalui penilaian terhadap serangkaian kriteria dan legimitasinya atau pengakuan para pihak. Dengan demikian,
masing-masing indikatornya. kelestarian ekosistem hutan dari aspek ekologis harus
memenuhi prinsip kemantapan kawasan dan kelestarian
Secara keseluruhan, keberlanjutan pengusahaan panas bumi di fungsi ekologis.
kawasan hutan harus mencakup prinsip-prinsip atau dimensi
hasil sebagai berikut: Gambar 16. Model Hierarki Kelestarian Ekosistem Hutan Wilayah Kerja Panas Bumi
1. Keberlanjutan produksi panas bumi,
2. Kemantapan fungsi kawasan hutan,

Tujuan
3. Keberlanjutan fungsi ekologi ekosistem hutan, Kelestarian Ekosistem Hutan Wilayah Kerja Pengusahaan Panas Bumi
4. Keberlanjutan fungsi sosial ekonomi budaya ekosistem hutan.

Model hierarki keberlanjutan pengusahaan panas bumi, secara


keseluruhan mengikuti logika tujuan, prinsip, kriteria, dan

Prinsip
Kemantapan Fungsi Keberlanjutan
indikator sebagai berikut: Kawasan Ekosistem

Gambar 15. Model Hierarki Kinerja Pengusahaan Panas Bumi di Kawasan Hutan

Kriteria
Fungsi Kawasan Potensi biologis Keadaan fisik
Tetap (K) kawasan terjamin (B) kawasan terjamin (F)
Tujuan

Kelestarian Fungsi Konservasi Hutan dan Keberlanjutan Pengusahaan Sumberdaya Panas Bumi

Operasional
Panas Bumi
Survey Studi
Eksplorasi Eksploitasi Pemanfaatan
Pendahuluan Kelayakan
Keberlanjutan Kemantapan Fungsi Keberlanjutan Fungsi Keberlanjutan Fungsi
Prinsip

Produksi Kawasan Ekologi Sosbud

Indikator
K1 – K... B1 – B… F1 – F...
Kepastian Fungsi Kawasan Potensi biologis Ruang Hidup
Kriteria

wilayah kerja (W) Tetap (K) kawasan terjamin (B) Masyarakat (R)
Kriteria Prasyarat Keadaan fisik Akses Ekonomi (E) Jika dimensi hasil diletakkan pada baris suatu matriks
kawasan terjamin (F) dan kegiatan operasional panas bumi diletakkan pada
Insentif (I)
kolom matriks, maka akan tampak keteraturan hubungan
keterkaitan dan ketergantungan antara dimensi hasil
dengan kegiatan operasional panas bumi tersebut. Indikator
Operasional
Panas Bumi

Survey
Eksplorasi
Studi
Eksploitasi Pemanfaatan kemudian dikembangkan di dalam matriks silang antara
Pendahuluan Kelayakan kriteria dengan kegiatan operasional panas bumi yang
dipandang paling berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem
kawasan hutan.
Indikator

W1 – W... K1 – K... B1 – B… F1 – F... R1 – R... E1 – E... I1 – I...

74 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 75


Tabel 15. Matriks Kriteria dan Indikator Kelestarian Ekosistem Hutan Wilayah Kerja Panas Bumi

Kemantapan Fungsi Kawasan Hutan Kelestarian Fungsi Ekologi


Kegiatan Operasional
Panas Bumi Fungsi Kawasan Tetap Potensi Biologis Kawasan Terjamin Keadaan Fisik Kawasan Terjamin
(K) (B) (F)
Survey Pendahuluan K1. Model panas bumi, cadangan terduga dan sasaran lokasi B1. Potensi keanekaragaman hayati kawasan F1. Kondisi tutupan lahan terkini, perubahan
dan Penetapan pengeboran eksplorasi di kawasan hutan. hutan meliputi daftar lengkap jenis flora tutupan lahan secara historis, dan
Wilayah Kerja dan fauna kawasan hutan, jenis-jenis proyeksi tutupan lahan ke depan.
K2. Wilayah kerja panas bumi ditetapkan tanpa disertai flora dan fauna penting, serta sebaran dan
usulan perubahan fungsi kawasan hutan. populasi jenis-jenis penting tersebut. F2. Karakteristik fisik lahan hutan lainnya
yang meliputi faktor kelerengan, tanah,
B2. Perilaku dan peta habitat spesies-spesies dan curah hujan.
flora dan fauna penting.

Eksplorasi K3. Dampak kegiatan eksplorasi terhadap fungsi B3. Gangguan yang diakibatkan kegiatan F3. Gangguan yang diakibatkan kegiatan
kawasan hutan. eksplorasi terhadap kondisi biologis eksplorasi terhadap kondisi fisik
kawasan hutan. kawasan hutan.
Studi Kelayakan K4. Kelayakan rencana penguasahaan panas bumi dari segi B4. Potensi dampak eksploitasi dan F4. Potensi pengaruh kegiatan eksploitasi
fungsi kawasan hutan dan tujuan unit manajemen hutan pemanfaatan panas bumi terhadap dan pemanfaatan panas bumi terhadap
bersangkutan. kondisi biologis eksosistem hutan. kondisi fisik kawasan hutan.

B5. Upaya pengendalian dan pemeliharaan F5. Upaya pengendalian dan pemeliharaan
potensi biologis kawasan berdasarkan kondisi fisik kawasan berdasarkan
potensi dampak yang akan terjadi akibat potensi dampak yang akan terjadi.
kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan.
Eksploitasi K5. Ekploitasi atau pengeboran pengembangan tidak B6. Dampak eksploitasi terhadap kondisi F6. Dampak eksploitasi terhadap kondisi fisik
mengganggu fungsi kawasan dan tujuan pengelolaan hutan. biologis kawasan hutan dan upaya kawasan hutan.
penanganannya.
Pemanfaatan K6. Pembangunan sarana dan prasarana pemanfaatan (instalasi B7. Dampak pemanfaatan energi panas bumi F7. Dampak pemanfaatan panas bumi
pipa dari sumur produksi ke pembangkit, bangunan terhadap kondisi biologis kawasan hutan. terhadap kondisi fisik kawasan hutan.
pembangkit/power plant, instalasi jaringan listrik,
perkantoran, dll) sesuai zona/blok pengelolaan hutan. B8. Kontribusi pemanfaatan panas bumi F8. Kontribusi pemanfaatan panas bumi
terhadap kualitas pengelolaan potensi terhadap kualitas pengelolaan kondisi
biologis hutan. fisik hutan.

76 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 77


Tabel 16. Skala Intensitas Indikator Prinsip Kemantapan Fungsi Kawasan Hutan
K2. Wilayah kerja panas bumi yang Baik Penetapan wilayah kerja panas bumi
(Kriteria: Fungsi Kawasan Tetap)
Wilayah kerja melingkupi atau berada di dalam memperhatikan dan melibatkan
panas bumi kawasan hutan ditetapkan unsur-unsur di sektor kehutanan
Indikator Pengertian Nilai Keterangan ditetapkan tanpa tanpa disertai usulan perubahan sehingga tidak disertai risiko dan usulan
K1. Model panas bumi, potensi cadangan Baik Studi pendahuluan tidak saja disertai usulan fungsi kawasan hutan. Untuk perubahan fungsi kawasan hutan.
Model panas bumi, panas bumi terduga, dan sasaran menghasilkan informasi mengenai perubahan fungsi memastikannya, maka seluruh
cadangan terduga lokasi pengeboran eksplorasi model panas bumi, cadangan terduga kawasan hutan tahapan dalam penetapan Sedang Penetapan wilayah kerja panas bumi
dan sasaran merupakan tiga keluaran utama dari dan sasaran lokasi pengeboran wilayah kerja panas bumi harus dilakukan tanpa melibatkan unsur-unsur
lokasi pengeboran tahap studi pendahuluan. Ketiganya eksplorasi, tetapi juga menghasilkan memperhatikan fungsi kawasan, di sektor kehutanan, tetapi tidak disertai
eksplorasi di akan memberikan informasi informasi mengenai potensi dampak tujuan pengelolaan, dan zona/blok usulan perubahan fungsi kawasan hutan.
kawasan hutan. mengenai dimana dan bagaimana kegiatan pengusahaan panas bumi pengelolaan hutan.
kegiatan eksplorasi yang akan/ terhadap fungsi kawasan hutan, rencana Buruk Penetapan wilayah kerja panas bumi
harus dilakukan. Dari informasi awal pengelolaan ekosistem sebagai respons dilakukan tanpa melibatkan unsur-unsur
itu dapat dikaji potensi pengaruh dari potensial dampak yang akan sektor kehutanan dan disertai risiko dan
eksplorasi terhadap fungsi kawasan mengganggu fungsi kawasan hutan. usulan perubahan fungsi kawasan hutan.
dan tujuan pengelolaan hutan
yang telah ditetapkan, sehingga Sedang Studi pendahuluan tidak saja K3. Kegiatan eksplorasi di dalam Baik Kegiatan eksplorasi berjalan efektif
dapat disiapkan rencana-rencana menghasilkan informasi mengenai model Dampak kegiatan kawasan hutan membutuhkan tanpa kesalahan teknis sehingga
pengendalian eksplorasi agar fungsi panas bumi, cadangan terduga dan eksplorasi pembukaan lahan, tidak saja pada dampak eksplorasi dapat dikendalikan
kawasan dan tujuan pengelolaan sasaran lokasi pengeboran eksplorasi, terhadap fungsi lokasi pengeboran, tetapi untuk sesuai rencana yang telah disusun
hutan tidak terganggu. tetapi juga menghasilkan informasi kawasan hutan. sarana-prasarana pendukungnya dalam tahap studi pendahuluan.
potensi dampak kegiatan pengusahaan (jalan akses, basecamp, dll) yang
panas bumi terhadap fungsi kawasan akan berpengaruh terhadap kondisi Kegiatan eksplorasi kurang efektif,
hutan. Namun, belum menghasilkan hutan. Secara substantif, fungsi Sedang karena terjadi kesalahan-kesalahan
rencana pengelolaan ekosistem sebagai hutan ditetapkan berdasarkan teknis dalam pengeboran yang
respons dari dampak potensial yang kondisi (potensi hutan) sehingga berakibat pada peningkatan skala
mempengaruhi fungsi kawasan hutan. perubahan kondisi hutan akibat dampak atau muncul dampak baru tidak
eksplorasi dikhawatirkan turut terduga, tetapi masih bisa dikendalikan
Buruk Studi pendahuluan hanya menghasilkan memengaruhi fungsi hutan itu. walaupun membutuhkan waktu lebih
informasi mengenai model panas Oleh karena itu, eksplorasi harus lama dan upaya-upaya tambahan yang
bumi, cadangan terduga dan sasaran dilakukan efektif dan menghindari belum direncanakan sebelumnya.
lokasi pengeboran eksplorasi tanpa kesalahan teknis dalam proses
menghasilkan informasi potensi pengeboran. Kesalahan teknis Kegiatan eksplorasi tidak efektif
dampak kegiatan pengusahaan panas dapat menyebabkan skala dikarenakan banyaknya/vitalnya
bumi terhadap fungsi kawasan hutan, gangguan yang muncul melebihi Buruk kesalahan teknis dalam pengeboran
sehingga tidak ada rencana pengelolaan perkiraan atau bahkan dapat yang berakibat pada peningkatan
ekosistem untuk mempertahankan fungsi muncul jenis-jenis dampak baru skala dampak, munculnya dampak
kawasan hutan. yang tak terduga. Prinsipnya, baru yang tak terduga yang belum
seluruh dampak kegiatan eksplorasi diketahui cara pengendaliannya
harus mampu dikendalikan sehingga kondisi ekosistem hutan
sehingga fungsi kawasan hutan terus memburuk dan tak sesuai lagi
dan tujuan pengelolaan hutan yang dengan fungsi kawasan hutan.
berlaku sebelumnya dapat tetap
dipertahankan.

78 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 79


Lanjutan Tabel 16

Indikator Pengertian Nilai Keterangan K6. Seluruh sarana dan prasarana Baik Seluruh fasilitas PLTP dibangun sesuai
Pembangunan pemanfaatan (instalasi pipa dari rancangan sistem pembangkit yang
K4. Hasil akhir kegiatan eksplorasi Baik Rencana pengembangan panas bumi sarana dan sumur produksi ke pembangkit, telah disusun sebelumnya dan sesuai
Kelayakan adalah model panas bumi, potensi layak dari aspek status dan fungsi prasarana bangunan pembangkit/power zonasi/blok pengelolaan hutan.
rencana sumur (cadangan terbukti), dan serta tujuan pengelolaan hutan. Lebih pemanfaatan plant, instalasi jaringan listrik,
pengusahaan karakteristik reservoir. Dari sini jauh, rancangan sumur produksi dan (instalasi pipa dari perkantoran, dll) harus sesuai zona/ Sedang Tidak seluruh fasilitas PLTP dibangun
panas bumi dapat diketahui pasti dimana dan injeksi, pemipaan sumur produksi, sumur produksi blok pengelolaan hutan. sesuai rancangan sistem pembagkit
dari segi fungsi bagaimana kegiatan pengembangan sistem pembangkit dan seluruh ke pembangkit, yang telah disusun sebelumnya sehingga
kawasan hutan yang harus dilakukan dan dampak- fasilitas utama, serta pendukung bangunan memerlukan sedikit penyesuaian zonasi/
dan tujuan unit dampak apa saja yang akan pemanfaatan energi panas bumi pembangkit/power blok pengelolaan hutan.
manajemen hutan terjadi terhadap ekosistem hutan. dapat dibangun sesuai zonasi/blok plant, instalasi
bersangkutan. Tujuannya, dapat diketahui jenis- pengelolaan hutan yang ada. jaringan listrik, Buruk Seluruh fasilitas PLTP dibangun tidak
jenis gangguan dan seberapa perkantoran, dll) sesuai rancangan sistem pembangkit
besar dampak pengusahaan panas Sedang Rencana pengembangan panas bumi sesuai zona/ yang telah disusun sebelumnya
yang akan terjadi. Informasi ini jadi layak dari aspek status dan fungsi serta blok pengelolaan sehingga tak sesuai zonasi/blok
bahan pertimbangan kelayakan tujuan pengelolaan hutan. Namun, hutan. pengelolaan hutan.
pengusahaan panas bumi dari segi rancangan sumur produksi dan injeksi,
fungsi dan tujuan pengelolaan hutan. pemipaan sumur produksi, sistem
Tujuan pengelolaan hutan secara pembangkit dan seluruh fasilitas utama
operasional dituangkan dalam dan pendukung pemanfaatan energi
zonasi/blok pengelolaan hutan panas bumi menuntut perubahan
dan rencana-rencana pengelolaan zonasi/blok pengelolaan hutan yang
hutan yang telah ditetapkan. telah ada.
Dengan demikian, perencanaan
fisik pengembangan panas bumi Buruk Rencana pengembangan panas bumi
harus memperhatikan zonasi/blok tidak layak dari aspek status dan fungsi
pengelolaan hutan yang ada. serta tujuan pengelolaan hutan.

K5. Pengeboran pengembangan untuk Baik Sumur pengembangan/produksi


Kegiatan mengeksploitasi “potensi panas dibangun sesuai rancangan teknis
ekploitasi atau bumi terbukti” (sumur produksi dan yang sesuai zona/blok pengelolaan
pengeboran sumur injeksi) dilaksanakan sesuai hutan dan dapat beroperasi dengan
pengembangan ketentuan zona/blok pengelolaan kapasitas produksi yang layak atau
tidak hutan. Harus dapat dipastikan pula, sesuai perkiraan.
mengganggu kapasitas produksi sumur produksi
fungsi kawasan sesuai perkiraan sebelumnya untuk Sedang Sumur pengembangan/produksi
dan tujuan menghindari kegiatan pembukaan dibangun sesuai rancangan teknis yang
pengelolaan lahan baru untuk mencari titik-titik sesuai zona/blok pengelolaan hutan
hutan. sumur produksi baru dalam rangka dan dapat beroperasi, tetapi dengan
memenuhi kapasitas produksi uap kapasitas produksi yang kurang layak
yang layak secara keekonomian. atau tak sesuai perkiraan.

Buruk Sumur pengembangan/produksi


dibangun tidak sesuai rancangan
teknis sehingga tak sesuai zona/blok
pengelolaan hutan.

80 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 81


Tabel 17. Skala Intensitas Indikator Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi
(Kriteria: Potensi Biologis Kawasan Hutan Terjamin)

Indikator Pengertian Nilai Keterangan B2. Setiap spesies memiliki perilaku hidup Baik Studi pendahuluan menghasilkan
Perilaku dan yang berbeda-beda dan unik. Beberapa data, informasi, dan pengetahuan
B1. Potensi keanekaragaman hayati suatu Baik Studi pendahuluan mampu peta habitat spesies fauna ada yang soliter atau mengenai perilaku hidup spesies-
Potensi unit kawasan hutan paling sederhana menghasilkan data lengkap spesies- spesies-spesies koloni; ada yang bisa berbagi ruang spesies penting dan karakteristik
keanekaragaman diamati pada tingkat spesies. Kajian spesies flora dan fauna kawasan flora dan fauna hidup dengan sesama jenisnya, serta peta habitatnya.
hayati kawasan potensi keanekaragaman hayati pada hutan, daftar spesies-spesies penting penting. tetapi ada pula yang cenderung ingin
hutan meliputi tingkat spesies ini meliputi daftar berdasarkan endemisitasnya, risiko menguasai sendiri; ada yang mampu Sedang Studi pendahuluan hanya
daftar lengkap lengkap spesies flora dan fauna, kepunahan dan kelangkaannya, serta berkembang biak secara cepat, ada menghasilkan data, informasi, dan
jenis flora dan daftar spesies-spesies penting, serta sebaran dan data trend/series populasi pula yang lambat; ada yang mampu pengetahuan mengenai perilaku hidup
fauna kawasan sebaran dan populasi spesies-spesies spesies-spesies penting tersebut. bertahan dalam gangguan, ada yang spesies-spesies penting.
hutan, jenis-jenis penting. Kategori spesies-spesies sangat mudah mati jika terganggu;
flora dan fauna penting ini ditentukan oleh endemisitas, Sedang Studi pendahuluan mampu ada yang dapat hidup pada ketinggian Buruk Studi pendahuluan tidak
penting, serta kelangkaan, dan keterancaman dari menghasilkan data lengkap spesies- dan suhu tertentu, tetapi ada yang menghasilkan data, informasi, dan
sebaran dan kepunahan berdasarkan Red List Data spesies flora dan fauna kawasan tidak; dll. Reaksi setiap spesies satwa pengetahuan mengenai perilaku
populasi jenis- Book IUCN. hutan, daftar spesies-spesies penting terhadap gangguan juga berbeda-beda. hidup, karakteristik, dan peta habitat
jenis penting berdasarkan endemisitasnya, serta Begitupun spesies flora, ada yang spesies-spesies penting.
tersebut. Tahap studi pendahuluan dalam risiko kepunahan dan kelangkaannya. sifatnya membutuhkan sinar matahari
pengusahaan panas bumi, selain Namun, tidak mampu menghasilkan banyak, tetapi ada yang tidak, dll.
diarahkan untuk mendapatkan data data sebaran dan data trend/series Kajian mengenai perilaku spesies dan
dan informasi teknis panas bumi, populasi spesies-spesies penting itu. karakteristik habitatnya sangat penting.
juga harus melakukan validasi dan Oleh karena itu, pelestarian spesies
pemutakhiran data-data potensi Buruk Studi pendahuluan hanya mampu hidupan liar secara insitu dilakukan
keanekaragaman hayati tersebut. menghasilkan daftar lengkap melalui pendekatan pengelolaan
Bahkan, untuk spesies-spesies penting spesies-spesies flora dan fauna habitat, yaitu kegiatan praktis mengatur
harus sampai berupa trend/series kawasan hutan. kondisi fisik dan biotik ekosistem
populasinya. Ini dapat digunakan sehingga dicapai kondisi optimal bagi
untuk menyusun baseline dalam perkembangan populasi.29
pengelolaan potensi biologis kawasan.

29
Yoakum dan Dasmann (1971)
dalam Alikodra (1989): “Teknik
Pengelolaan Satwa Liar Dalam Rangka
Mempertahankan Keanekaragaman
Hayati Indonesia”. IPB Press. Bogor

82 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 83


Lanjutan Tabel 17

Indikator Pengertian Nilai Keterangan B4. Jenis-jenis dan skala gangguan yang Baik Jenis-jenis dan skala gangguan yang
Potensi dampak mungkin muncul akibat eksploitasi mungkin muncul akibat eksploitasi dan
B3. Kegiatan eksplorasi panas bumi di Baik Jenis dan skala gangguan yang eksploitasi dan dan pemanfaatan terhadap kondisi pemanfaatan terhadap kondisi biotik
Gangguan yang dalam kawasan hutan membutuhkan muncul akibat kegiatan eksplorasi pemanfaatan biotik ekosistem harus teridentifikasi, ekosistem teridentifikasi dengan baik.
diakibatkan pembukaan lahan untuk lapangan berada di bawah ambang batas panas bumi sehingga dapat dikaji apakah jenis- Jenis-jenis dan skala gangguan itu
kegiatan sumur eskplorasi, pembangunan kemampuan unsur-unsur biotik terhadap jenis dan skala gangguan itu tak seluruhnya masih di bawah ambang
eksplorasi akses jalan, basecamp, dll. Dampak ekosistem mempertahankan atau kondisi biologis melampaui ambang batas kemampuan batas kemampuan unsur-unsur biotik
terhadap kondisi langsung yang mungkin terjadi adalah memperbaharui kestabilannya dalam eksosistem unsur-unsur biotik ekosistem ekosistem untuk mempertahankan/
biologis kawasan fragmentasi habitat, dll. Jenis-jenis waktu relatif cepat. hutan. hutan untuk mempertahankan/ memulihkan diri.
hutan. gangguan terhadap kondisi biotik memperbaharui diri. Ini merupakan
ekosistem harus dapat diketahui Sedang Jenis-jenis dan skala gangguan yang salah satu sumber informasi penting Sedang Jenis-jenis dan skala gangguan yang
secara pasti, dan seberapa besar muncul dari kegiatan eksplorasi berada untuk menentukan kelayakan kegiatan mungkin muncul akibat kegiatan
pengaruh setiap jenis gangguan di bawah ambang batas kemampuan eksploitasi pemanfaatan panas bumi eksploitasi dan pemanfaatan
terhadap keberlangsungan hidup unsur-unsur biotik ekosistem untuk dari aspek ekologi. terhadap kondisi biotik ekosistem
setiap spesies penting yang hidup mempertahankan atau memperbaharui teridentifikasi dengan baik. Namun,
di dalam kawasan hutan. Seluruh kestabilannya, tetapi memerlukan jenis-jenis dan skala gangguan itu
dampak gangguan harus dapat waktu yang relatif lama. secara umum melampaui ambang
dikendalikan agar tak melampaui batas kemampuan unsur-unsur biotik
ambang batas kemampuan setiap Buruk Jenis-jenis dan skala gangguan yang ekosistem untuk mempertahankan/
unsur biotik ekosistem untuk muncul dari kegiatan eksplorasi memulihkan diri.
mempertahankan diri. berada di atas ambang batas
kemampuan unsur-unsur biotik Buruk Jenis-jenis dan skala gangguan yang
ekosistem untuk mempertahankan mungkin muncul akibat kegiatan
atau memperbaharui kestabilannya. eksploitasi dan pemanfaatan
terhadap kondisi biotik ekosistem
tidak diidentifikasi.

PLTP Kamojang, Jawa Barat. Foto: ©WWF-Philippines/ Christopher Ng.

84 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 85


Lanjutan Tabel 17

Indikator Pengertian Nilai Keterangan B6. Dampak-dampak kegiatan eksploitasi Baik Dampak-dampak kegiatan eksploitasi
Dampak panas bumi di dalam kawasan hutan panas bumi di dalam kawasan hutan
B5. Gangguan yang diperkirakan muncul Baik Terdapat rancangan teknis kegiatan eksploitasi terhadap potensi biologis kawasan dapat dikelola melalui kegiatan
Upaya dari pelaksanaan seluruh kegiatan perlindungan atau pemulihan terhadap kondisi hutan dan upaya penanganannya telah perlindungan atau pemulihan
pengendalian eksploitasi dan pemanfaatan ekosistem yang cukup memadai untuk biologis kawasan dikaji dan disusun sebelumnya. Pada yang telah dirancang sebelumnya.
dan panas bumi diharapkan dapat memastikan tidak ada risiko degradasi hutan dan upaya saat dan setelah kegiatan eksploitasi, Dampak-dampak tambahan yang
pemeliharaan ditangani, sehingga tak mengancam potensi biologis kawasan dari kegiatan penanganannya. dampak-dampak dan upaya-upaya muncul dan belum diperkirakan dapat
potensi biologis kelangsungan potensi biologis eksploitasi dan pemanfaatan panas penanganan ini perlu dipantau dan dikendalikan secara cepat sehingga
kawasan kawasan hutan. Untuk itu, perlu bumi. Rancangan teknis juga dinilai efektivitasnya untuk memastikan tidak mengakibatkan degradasi
berdasarkan dibuat rencana pengendalian dan memuat rancangan kegiatan yang tidak ada degradasi potensi biologis unsur-unsur biotik kawasan yang
potensi dampak pemeliharaan potensi biologis secara langsung berkontribusi yang bersifat permanen. bersifat permanen.
yang akan kawasan sesuai potensi dampak terhadap peningkatan kualitas
terjadi akibat yang akan terjadi. Dalam hal ini, jika pengelolaan hutan. Sedang Dampak-dampak kegiatan eksploitasi
pelaksanaan dibutuhkan perlu juga dibuat rencana panas bumi di dalam kawasan hutan
seluruh kegiatan kegiatan khusus untuk menangani Sedang Terdapat rancangan teknis kegiatan dapat dikelola melalui kegiatan
eksploitasi dan potensi dampak signifikan yang bisa perlindungan atau pemulihan perlindungan atau pemulihan yang
pemanfaatan. mengancam keberlangsungan hidup ekosistem yang cukup memadai untuk telah dirancang sebelumnya. Namun,
spesies-spesies endemik, langka, memastikan tidak ada risiko degradasi terdapat dampak-dampak tambahan
dan terancam punah yang hidup di potensi biologis kawasan. yang muncul dan belum diperkirakan
kawasan hutan yang jadi wilayah kerja sebelumnya yang tak dapat
panas bumi. Buruk Tidak ada rancangan teknis kegiatan dikendalikan sehingga mengakibatkan
perlindungan atau pemulihan degradasi unsur-unsur biotik kawasan
ekosistem yang dapat digunakan yang bersifat permanen.
untuk mengatasi/menangani risiko
degradasi potensi biologis kawasan Buruk Dampak-dampak kegiatan eksploitasi
dari kegiatan eksploitasi dan panas bumi di dalam kawasan hutan
pemanfaatan panas bumi. tidak dapat dikelola melalui kegiatan
perlindungan atau pemulihan yang
telah dirancang, karena pelaksanaan
rancangan kegiatan yang tak optimal.

86 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 87


Lanjutan Tabel 17

Indikator Pengertian Nilai Keterangan B8. Kondisi habitat tidak selalu dalam Baik Pengusahaan panas bumi di
Kontribusi kondisi baik. Kondisi itu disebabkan kawasan hutan terbukti berkontribusi
B7. Dampak-dampak pemanfaatan panas Baik Dampak-dampak pemanfaatan panas pemanfaatan tingginya tekanan terhadap hutan, meningkatkan viabilitas populasi
Dampak bumi di dalam kawasan hutan terhadap bumi untuk energi listrik di dalam panas bumi karena belum efektiftnya pengelolaan spesies-spesies penting kawasan
pemanfaatan potensi biologis kawasan hutan dan kawasan hutan dapat dikelola melalui terhadap kualitas selama ini sehingga potensi melalui berbagai kegiatan yang
energi panas upaya penanganannya telah dikaji kegiatan perlindungan atau pemulihan pengelolaan biologis ekosistem dalam keadaan secara langsung mengurangi
bumi terhadap dan disusun sebelumnya. Pada saat yang telah dirancang. Dampak- potensi biologis tergdegradasi. Aspek additionality dari aktivitas penyebab degradasi unsur
kondisi biologis dan setelah kegiatan pemanfaatan, dampak tambahan yang muncul dan hutan. kehadiran pengusahaan panas bumi di biotik ekosistem.
kawasan hutan. dampak-dampak dan upaya-upaya belum diperkirakan sebelumnya dapat kawasan hutan dapat diarahkan untuk
penanganan ini perlu dipantau dan dikendalikan secara cepat, sehingga meningkatkan kualitas pengelolaan Sedang Pengusahaan panas bumi di kawasan
dinilai efektivitasnya untuk memastikan tidak mengakibatkan degradasi hutan, misalnya peningkatan kualitas hutan telah berupaya mendukung
tidak ada degradasi potensi biologis unsur-unsur biotik kawasan yang sarana- prasarana pengelolaan hutan, pengelolaan spesies-spesies penting
yang bersifat permanen. bersifat permanen. pembangunan lembaga konservasi, kawasan secara insitu, tetapi
pembinaan habitat melalui restorasi pengaruhnya masih belum signifikan.
Sedang Dampak-dampak pemanfaatan panas ekosistem, pemberdayaan masyarakat
bumi untuk energi listrik di dalam untuk pelestarian keanekaragaman Buruk Pengusahaan panas bumi di kawasan
kawasan hutan dapat dikelola melalui hayati, dll. hutan tidak memiliki upaya-upaya
kegiatan perlindungan atau pemulihan tambahan yang ditujukan untuk
yang telah dirancang. Namun, mendukung peningkatan kualitas
terdapat dampak-dampak tambahan pengelolaan spesies-spesies penting
yang muncul dan belum diperkirakan ekosistem secara insitu.
yang tidak dapat dikendalikan
sehingga mengakibatkan degradasi
unsur-unsur biotik kawasan yang
bersifat permanen.

Buruk Dampak-dampak pemanfaatan panas


bumi untuk energi listrik di dalam
kawasan hutan tidak dapat dikelola
melalui kegiatan perlindungan atau
pemulihan yang telah dirancang,
karena pelaksanaan rancangan
kegiatan yang tak optimal.

88 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 89


Tabel 18. Skala Intensitas Indikator Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi
F2. Kondisi fisik lahan lain yang Baik Data kelerengan, tingkat kepekaan erosi
(Kriteria: Kondisi Fisik Kawasan Hutan Terjamin)
Karakteristik penting untuk menentukan tanah, tingkat curah hujan pada kawasan
fisik lahan hutan tingkat kemampuan lahan perlu hutan yang menjadi sasaran wilayah kerja
Indikator Pengertian Nilai Keterangan lainnya yang diidentifikasi dan dikaji untuk panas bumi dapat diketahui secara pasti
meliputi faktor dapat menentukan jenis dan melalui pengamatan dan pengukuran serta
F1. Kondisi tutupan lahan merupakan Baik Data tutupan lahan saat ini, tren tutupan
kelerengan, tingkat perlakuan yang masih penelitian langsung, yang dilanjutkan analisis
Kondisi tutupan indikator paling sederhana lahan periode waktu sebelumnya, dan
tanah, dan curah bisa dilakukan pada unit lahan mendalam mengenai tingkat kemampuan
lahan terkini, untuk melihat kondisi fisik proyeksi tutupan lahan di masa yang akan
hujan. tersebut. lahan dalam menerima suatu perlakuan.
perubahan ekosistem. Untuk meningkatkan datang dengan tahun acuan yang ditetapkan
tutupan lahan ketepatan dalam analisis, dapat teridentifikasi melalui penafsiran
Sedang Data kelerengan, tingkat kepekaan erosi
secara historis, kondisi tutupan lahan yang dikaji citra satelit resolusi tinggi liputan terkini
tanah, tingkat curah hujan pada kawasan
dan proyeksi harus merupakan data series dan pengecekan lapangan, liputan periode
hutan yang menjadi sasaran wilayah
tutupan lahan. untuk melihat kecenderungan tahun sebelumnya, dan analisis proyeksi
kerja panas bumi diketahui hanya dari
perubahan, baik secara historis berdasarkan kegiatan pengelolaan biasa
data-data sekunder, sedangkan analisis
maupun proyeksi di masa (business as usual/BAU).
mengenai tingkat kemampuan lahan dalam
depan. Ini sangat berguna untuk
menerima suatu perlakuan hanya dilakukan
menyusun baseline kondisi Sedang Data tutupan lahan saat ini dapat
berdasarkan data-data sekunder.
fisik tutupan lahan sebelum teridentifikasi melaui penafsiran citra
dan setelah adanya operasi satelit beresolusi tinggi liputan terkini dan
Buruk Data kelerengan, tingkat kepekaan tanah
pengusahaan panas bumi. pengecekan lapangan.
terhadap erosi, tingkat curah hujan pada
kawasan hutan yang menjadi sasaran
Buruk Data tutupan lahan saat ini dapat
wilayah kerja panas bumi diketahui hanya
teridentifikasi melaui penafsiran citra satelit
dari data-data sekunder.Tidak ada kajian/
beresolusi rendah tanpa pengecekan
analisis mengenai tingkat kemampuan lahan.
lapangan.

F3. Pengeboran eksplorasi Baik Jenis-jenis dan skala gangguan yang muncul
Gangguan yang menimbulkan berbagai pengaruh dari kegiatan eksplorasi terhadap kondisi fisik
diakibatkan terhadap bentang alam, misalnya kawasan teridentifikasi dan dapat ditangani
kegiatan pembukaan lahan untuk melalui kegiatan pemulihan fisik kawasan
eksplorasi lapangan sumur dan fasilitas sehingga daya dukung fisik terhadap fungsi
terhadap kondisi pendukung lainnya, getaran ekosistem dapat bertahan.
fisik kawasan lokal pada saat pengeboran, dll.
hutan. Seluruh dampak fisik yang terjadi Sedang Jenis-jenis dan skala gangguan yang muncul
harus mampu diidentifikasi, baik dari kegiatan eksplorasi terhadap kondisi fisik
jenis maupun skalanya, dan kawasan teridentifikasi dan dapat ditangani
sesegera mungkin ditangani agar melalui kegiatan pemulihan fisik kawasan
tidak menurunkan daya dukung sehingga daya dukung fisik terhadap fungsi
fisik lahan terhadap kehidupan ekosistem dapat bertahan.
(life support system).
Buruk Jenis-jenis dan skala gangguan yang muncul
dari kegiatan eksplorasi terhadap kondisi fisik
kawasan tidak didentifikasi dan tidak ada
penanganan dampak sehingga berisiko pada
penurunan daya dukung fisik lahan terhadap
fungsi ekosistem.

90 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 91


Lanjutan Tabel 18

Indikator Pengertian Nilai Keterangan F5. Gangguan-gangguan fisik Baik Terdapat rancangan teknis kegiatan
Upaya yang mungkin muncul akibat perlindungan atau pemulihan fisik ekosistem
F4. Jenis-jenis dan skala gangguan Baik Jenis-jenis dan skala gangguan yang pengendalian kegiatan eksploitasi dan yang cukup memadai untuk memastikan
Potensi yang mungkin muncul akibat mungkin muncul akibat kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan harus dapat tidak ada risiko degradasi fungsi ekosistem
pengaruh kegiatan eksploitasi dan dan pemanfaatan terhadap kondisi fisik pemeliharaan ditangani melalui upaya-upaya akibat eksploitasi dan pemanfaatan panas
kegiatan pemanfaatan panas bumi ekosistem teridentifikasi dengan baik. Jenis- kondisi fisik terencana baik. Dalam hal ini bumi. Rancangan teknis juga memuat
eksploitasi dan terhadap kondisi fisik ekosistem jenis dan skala ganguan itu seluruhnya kawasan harus dibuat perencanaan detil rancangan kegiatan yang secara langsung
pemanfaatan harus dapat teridentifikasi masih dalam kategori gangguan yang dapat berdasarkan untuk penanganan setiap jenis berkontribusi pada peningkatan kualitas
panas bumi sehingga dapat dikaji apakah ditangani dan tidak menimbulkan degradasi potensi dampak gangguan yang diperkirakan pengelolaan hutan.
terhadap kondisi jenis-jenis dan skala gangguan fungsi ekosistem secara sinfikan. yangakan terjadi. akan terjadi.
fisik kawasan itu tak melebihi ambang batas Sedang Terdapat rancangan teknis kegiatan
hutan. gangguan yang dapat ditoleransi Sedang Jenis-jenis dan skala gangguan yang perlindungan atau pemulihan fisik ekosistem
ekosistem. Ini salah satu mungkin muncul akibat kegiatan eksploitasi yang cukup memadai untuk memastikan
sumber informasi penting untuk dan pemanfaatan terhadap kondisi fisik tidak ada risiko degradasi fungsi ekosistem
menentukan kelayakan kegiatan ekosistem teridentifikasi dengan baik. Jenis- akibat eksploitasi dan pemanfaatan panas
eksploitasi pemanfaatan panas jenis dan skala gangguan itu seluruhnya bumi. Di dalam rancangan teknis ini
bumi dari aspek ekologi. masih dalam kategori gangguan yang dapat tidak ada upaya tambahan (additionality)
ditangani, meskipun membutuhkan waktu pengusahaan bumi untuk perbaikan kondisi
cukup lama. Akibatnya, pemulihan fungsi fisik ekosistem pada areal yang rusak
ekosistem juga membutuhkan waktu cukup sebelum operasi panas bumi berlangsung.
lama pula.
Buruk Tidak ada rancangan teknis kegiatan
Buruk Jenis-jenis dan skala gangguan yang perlindungan atau pemulihan ekosistem
mungkin muncul akibat kegiatan eksploitasi yang dapat digunakan untuk mengatasi/
dan pemanfaatan terhadap kondisi fisik menangani risiko degradasi fungsi ekosistem
ekosistem tidak diidentifikasi sehingga akibat kerusakan fisik yang disebabkan
mempersulit upaya penanganan dalam eksploitasi dan pemanfaatan panas bumi.
rangka pemeliharaan fungsi ekosistem.

Foto: ©Moving Images/ NL Agency

92 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 93


Lanjutan Tabel 18

Indikator Pengertian Nilai Keterangan F7. Dampak-dampak pemanfaatan Baik Dampak-dampak pemanfaatan panas
Dampak panas bumi untuk energi listrik bumi untuk energi listrik di dalam kawasan
F6. Dampak-dampak fisik eksploitasi Baik Dampak-dampak eksploitasi panas bumi di pemanfaatan di dalam kawasan hutan telah hutan dapat dikelola melalui kegiatan
Dampak panas bumi di dalam kawasan dalam kawasan hutan dapat dikelola melalui panas bumi diperkirakan sehingga dapat perlindungan atau pemulihan yang telah
eksploitasi hutan sudah diperkirakan kegiatan perlindungan atau pemulihan yang terhadap kondisi dikelola melalui kegiatan dirancang. Dampak-dampak tambahan yang
terhadap kondisi sebelumnya sehingga dapat telah dirancang. Dampak-dampak tambahan fisik kawasan perlindungan atau pemulihan muncul dan belum diperkirakan dapat cepat
fisik kawasan dikelola melalui kegiatan yang muncul dan belum diperkirakan dapat hutan. yang telah dirancang. Jika dikendalikan sehingga tak mengakibatkan
hutan. perlindungan atau pemulihan dikendalikan secara cepat sehingga tidak terdapat dampak-dampak degradasi fungsi ekosistem yang permanen.
yang juga telah dirancang. mengakibatkan degradasi fungsi ekosistem tambahan yang belum
Untuk memastikan penanganan yang bersifat permanen. diperkirakan sebelumnya, Sedang Dampak-dampak pemanfaatan panas bumi
dampak dapat dilaksanakan maka harus mampu untuk energi listrik di dalam kawasan hutan
efektif, maka dampak-dampak Sedang Dampak-dampak eksploitasi panas bumi di dikendalikan secara cepat dapat dikelola melalui kegiatan perlindungan
yang muncul dan upaya-upaya dalam kawasan hutan dapat dikelola melalui agar tidak mengakibatkan atau pemulihan yang telah dirancang.
penanganannya harus dapat kegiatan perlindungan atau pemulihan yang degradasi fungsi ekosistem Namun, ada dampak-dampak tambahan
dipantau sehingga dapat telah dirancang. Namun, terdapat dampak- yang bersifat permanen. yang muncul dan belum diperkirakan
menghindari degradasi fungsi dampak tambahan yang muncul dan belum yang tak dapat dikendalikan sehingga
ekosistem yang diperkirakan yang tidak dapat dikendalikan mengakibatkan degradasi fungsi ekosistem
bersifat permanen. sehingga mengakibatkan degradasi fungsi yang bersifat permanen.
eksositem yang bersifat permanen.
Buruk Dampak-dampak pemanfaatan panas
Buruk Dampak-dampak eksploitasi panas bumi di bumi untuk energi listrik di dalam kawasan
dalam kawasan hutan tidak dapat dikelola hutan tidak dapat dikelola melalui kegiatan
melalui kegiatan perlindungan atau pemulihan perlindungan atau pemulihan yang telah
yang telah dirancang, karena pelaksanaan dirancang, karena pelaksanaan rancangan
rancangan kegiatan yang tak optimal. kegiatan yang tidak optimal.

F8. Kondisi fisik suatu ekosistem Baik Pengusahaan panas bumi di kawasan
Kontribusi pada kawasan hutan yang hutan terbukti berkontribusi memulihkan
pemanfaatan menjadi wilayah kerja panas kondisi fisik kawasan yang terlanjur rusak
panas bumi bumi tidak selalu dalam kondisi sebelum operasi panas bumi berlangsung.
terhadap kualitas baik. Itu disebabkan tingginya Caranya, melalui berbagai kegiatan
pengelolaan tekanan terhadap hutan dan rehabilitasi dan restorasi.
kondisi fisik lemahnya pengelolaan sehingga
hutan. pengelolaan hutan tidak efektif Sedang Pengusahaan panas bumi di kawasan
dan fungsi ekosistem terus hutan telah berupaya mendukung
tergdedradasi. Aspek additionality pemulihan kondisi fisik kawasan yang telah
dari kehadiran pengusahaan panas terlanjur rusak sebelum operasi panas
bumi di kawasan hutan dapat bumi berlangsung, tetapi pengaruhnya
diarahkan untuk mengurangi/ belum signifikan.
menangani kerusakan fisik
ekosistem, misalnya rehabilitasi Buruk Pengusahaan panas bumi di kawasan hutan
lahan dan restorasi ekosistem, tidak memiliki upaya-upaya tambahan yang
pemberdayaan masyarakat untuk ditujukan mendukung kondisi fisik kawasan
menurunkan ketergantungan yang terlanjur rusak sebelum operasi panas
masyarakat terhadap lahan di bumi berlangsung.
dalam kawasan hutan, dll.

94 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 95


Tabel 19. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Kemantapan Fungsi Kawasan Hutan (Kriteria: Fungsi KawasanTetap)

Data dan Informasi


Indikator Pengertian Verifier Metode Verifikasi
Sekunder Primer
K1. Model panas bumi, potensi cadangan panas 1. Model panas bumi, cadangan 1. Laporan hasil studi pendahuluan 1. Groundcheck pada lokasi- 1. Overlay peta potensi panas
Model panas bumi, bumi terduga, dan sasaran lokasi pengeboran terduga sumber daya panas yang memuat potensi panas lokasi yang diusulkan untuk bumi terduga dengan peta
cadangan terduga eksplorasi merupakan tiga keluaran utama bumi, dan usulan lokasi-lokasi bumi terduga dan usulan lokasi- eksplorasi dan seluruh kegiatan kawasan hutan dan zona/blok
dan sasaran lokasi dari tahap studi pendahuluan. Ketiganya akan eksplorasi di dalam kawasan lokasi eksplorasi yang dilengkapi pendukungnya sesuai rancangan pengelolaan hutan.
pengeboran eksplorasi memberi informasi dimana dan bagaimana hutan yang dilaporkan pelaksana peta-peta (peta sebaran surface teknis eksplorasi yang dibuat 2. Overlay peta kawasan hutan
di kawasan hutan. kegiatan eksplorasi yang akan/harus dilakukan. studi pendahuluan. manifestation, peta sebaran pelaksana studi pendahuluan. dengan peta-peta rancangan
Dari informasi awal itu dapat dikaji bagaimana 2. Batas-batas kawasan hutan. calon lokasi sumur eksplorasi, 2. Groundcheck batas-batas eksplorasi dan seluruh kegiatan
potensi pengaruh kegiatan eksplorasi terhadap 3. Zona/blok pengelolaan hutan. peta pembangunan ssrana- kawasan hutan. pendukungnnya (sarana-
fungsi kawasan dan tujuan pengelolaan hutan 4. Potensi dampak eksplorasi prasana eksplorasi, dll). 3. Groundcheck kondisi zona/blok prasarana eksplorasi)
yang telah ditetapkan sehingga dapat disiapkan terhadap fungsi kawasan dan 2. Dokumen SK penunjukkan/ pengelolaan hutan. 3. Overlay peta zona/blok
rencana-rencana pengendalian eksplorasi agar pengelolaan hutan. penetapan kawasan hutan. 4. Laporan hasil studi penilaian pengelolaan hutan dengan
fungsi kawasan dan tujuan pengelolaan hutan 5. Rencana pengendalian 3. Peta kawasan hutan. potensi dampak kegiatan kegiatan eksplorasi dan seluruh
tak terganggu. eksplorasi yang difokuskanuntuk 4. Peta zona/blok eksplorasi terhadap fungsi kegiatan pendukungnya (sarana-
mempertahankan fungsi pengelolaan hutan. kawasan dan pengelolaan hutan. prasarana eksplorasi).
kawasan dan tujuan 5. Dokumen Rencana 4. Penelusuran dokumen legalitas
pengelolaan hutan. Pengelolaan Hutan. kawasan dan dokumen
6. Dokumen Rancangan Teknis pengelolaan hutan.
(DED) eksplorasi yang akan 5. Mengkaji potensi pengaruh
dilakukan, dilengkapi peta dan kegiatan eksplorasi dan seluruh
site plan. kegiatan pendukungnya terhadap
fungsi kawasan dan tujuan
pengelolaan hutan.

K1. Wilayah kerja panas bumi yang melingkupi atau 1. Prosedur penetapan Wilayah 1. Dokumen kebijakan pedoman/ 1. Delineasi wilayah kerja 1. Overlay peta wilayah kerja
Wilayah kerja panas berada di dalam kawasan hutan ditetapkan Kerja Panas Bumi. panduan/tata cara penetapan panas bumi. panas bumi dengan peta
bumi ditetapkan tanpa disertai usulan perubahan fungsi 2. Proses/risalah penetapan wilayah kerja panas bumi. kawasan hutan.
tanpa disertai usulan kawasan hutan. Untuk memastikannya, maka Wilayah Kerja Panas Bumi yang 2. Dokumen proses/risalah 2. Penelusuran informasi mengenai
perubahan fungsi seluruh tahapan dalam penetapan wilayah telah dilakukan. penetapan dan peta wilayah kerja ada atau tidaknya usulan
kawasan hutan. kerja panas bumi harus memperhatikan fungsi 3. Wilayah Kerja Panas Bumi yang panas bumi. perubahan fungsi kawasan hutan.
kawasan, tujuan pengelolaan, dan zona/blok telah ditetapkan. 3. Dokumen SK penetapan wilayah
pengelolaan hutan. 4. Fungsi Kawasan Hutan dan kerja panas bumi dan SK-nya.
tujuan pengelolaan hutan 4. Dokumen SK penunjukan/
tidak berubah. penetapan kawasan hutan.

96 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 97


Lanjutan Tabel 19

Data dan Informasi


Indikator Pengertian Verifier Metode Verifikasi
Sekunder Primer
K3. Kegiatan eksplorasi di dalam kawasan hutan 1. Potensi dampak eksplorasi. 1. Dokumen laporan kajian potensi 1. Penilaian lapangan perubahan 1. Penelusuran dokumen
Dampak eksplorasi membutuhkan pembukaan lahan, tidak saja 2. Pelaksanaan eksplorasi dampak eksplorasi. kondisi hutan sebelum dan perencanaan eksplorasi
terhadap fungsi pada lokasi pengeboran, tetapi juga untuk 3. Dampak-dampak seluruh 2. Dokumen rancangan teknis setelah eksplorasi. 2. Penelusuran dokumen laporan
kawasan hutan. sarana-prasarana pendukungnya (jalan akses, eksplorasi terhadap penanganan dampak eksplorasi. 2. Penilaian lapangan terhadap studi dampak eksplorasi
basecamp, dll) yang akan memengaruhi kondisi kondisi hutan. 3. Dokumen laporan eksplorasi. penanganan dampak eksplorasi. 3. Penelusuran dokumen
hutan. Secara substantif, fungsi hutan ditetapkan 4. Penanganan dampak eksplorasi. 4. Dokumen laporan kajian 3. Penilaian efektivitas penanganan perencanaan penanganan
berdasar kondisi (potensi hutan) sehingga penilaian dampak eksplorasi. dampak eksplorasi terhadap dampak eksplorasi
perubahan kondisi hutan akibat eksplorasi 5. Dokumen laporan penanganan kondisi hutan. 4. Rapid assessment di lapangan
dikhawatirkan juga mempengaruhi fungsi hutan dampak-dampak eksplorasi terhadap eksplorasi, dampak
itu. Oleh karena itu, eksplorasi harus efektif terhadap kondisi hutan. yang terjadi, dan upaya
dan menghindari kesalahan teknis dalam penanganan yang dilakukan.
proses pemboran. Kesalahan teknis ini dapat
menyebabkan skala gangguan yang muncul
melebihi perkiraan atau bahkan dapat muncul
jenis-jenis dampak baru yang tidak terduga.
Prinsipnya, seluruh dampak eksplorasi harus
mampu dikendalikan sehingga fungsi kawasan
hutan dan tujuan pengelolaan hutan yang
berlaku sebelumnya dapat tetap dipertahankan.

K4. Hasil akhir eksplorasi adalah model panas 1. Model panas bumi, potensi 1. Dokumen hasil eksplorasi 1. Groudcheck lokasi-lokasi 1. Overlay peta lokasi-lokasi
Kelayakan rencana bumi, potensi sumur (cadangan terbukti), dan sumur (cadangan terbukti) dan yang memuat model panas pengembangan panas bumi pengembangan panas bumi yang
pengusahaan panas karakteristik reservoir. Dari sini dapat diketahui karakteristik reservoir. bumi, cadangan terbukti, dan yang akan dilaksanakan di dalam akan dilaksanakan dengan peta
bumi dari segi fungsi pasti dimana dan bagaimana kegiatan-kegiatan 2. Rancangan teknis (DED/Site karakteristik reservoir. kawasan hutan sesuai peta zonasi/blok pengelolaan hutan.
kawasan hutan dan pengembangan yang harus dilakukan dan Plan) pembangunan seluruh 2. Dokumen perencanaan dan site plan pengembangan
tujuan unit manajemen dampak-dampak apa saja yang akan terjadi fasilitas utama dan pendukung pengembangan panas bumi (eksploitasi dan pemanfaatan).
hutan bersangkutan. terhadap ekosistem hutan. Dengan begitu, pengembangan (eksploitasi dan yang dilengkapi arahan spasial
diketahui jenis-jenis gangguan dan seberapa pemanfaatan) panas bumi. (peta dan site plan) rencana
besar dampak pengusahaan panas yang akan 3. Zonasi/blok pengelolaan hutan. pembangunan seluruh sarana dan
terjadi. Informasi ini jadi bahan pertimbangan 4. Kelayakan seluruh kegiatan prasarana pengembangan panas
kelayakan pengusahaan panas bumi dari pengembangan menurut bumi di dalam kawasan hutan.
segi fungsi dan tujuan pengelolaan hutan. ketentuan masing-masing zona/ 3. Dokumen SK penetapan zona/
Tujuan pengelolaan hutan secara operasional blok pengelolaan hutan. blok pengelolaan hutan
dituangkan dalam zonasi/blok pengelolaan 5. Jika harus dilakukan dan petanya.
hutan dan rencana-rencana pengelolaan hutan penyesuaian zona/blok, 4. Dokumen hasil kajian kesesuaian
yang telah ditetapkan. Dengan demikian, maka harus dipastikan tidak kegiatan pengembangan
perencanaan fisik pengembangan panas bumi memengaruhi fungsi kawasan panas bumi (eksploitasi dan
harus memperhatikan zonasi/blok pengelolaan dan tujuan pengelolaan hutan pemanfaatan) terhadap zona/blok
hutan yang ada. yang ditetapkan sebelumnya. pengelolaan hutan.
5. Dokumen usulan perubahan zona/
blok pengelolaan hutan (jika ada).

98 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 99


Lanjutan Tabel 19

Data dan Informasi


Indikator Pengertian Verifier Metode Verifikasi
Sekunder Primer
K5. Pengeboran pengembangan untuk 1. Kegiatan eksploitasi/ pengeboran 1. Dokumen laporan pelaksanaan 1. Observasi lapangan di lokasi 1. Penelusuran dokumen
Kegiatan ekploitasi mengeksploitasi “potensi panas bumi terbukti” pengembangan eksploitasi/ pengeboran eksploitasi/ pengeboran perencanaan dan pelaksanaan
atau pengeboran (sumur produksi dan sumur injeksi) dilaksanakan 2. Dampak eksploitasi/ pengeboran pengembangan. pengembangan. eksploitasi.
pengembangan tidak sesuai ketentuan zona/blok pengelolaan pengembangan 2. Dokumen laporan penilanaan 2. Rapid assessment di lapangan 2. Penelusuran dokumen laporan
mengganggu fungsi hutan. Harus dapat dipastikan pula kapasitas 3. Penanganan dampak eksploitasi/ dampak eksploitasi/ pengeboran untuk melihat dampak eksploitasi/ penilaian dampak eksploitasi dan
kawasan dan tujuan produksi sumur produksi sesuai perkiraan untuk pengeboran pengembangan. pengembangan pengeboran pengembangan dan kegiatan penanganan dampak.
pengelolaan hutan. menghindari pembukaan lahan baru untuk 3. Dokumen laporan penanganan penanganannya. 3. Analisis perubahan kondisi
mencari titik-titik sumur produksi baru dalam dampak eksploitasi/ pengeboran hutan sebelum dan setelah
rangka memenuhi kapasitas produksi uap yang pengembangan. eksploitasi dilakukan.
layak secara keekonomian.

K6. Seluruh sarana dan prasarana pemanfaatan 1. Kegiatan pembangunan sarana 1. Dokumen laporan pembangunan 1. Observasi pada lokasi kegiatan 1. Penelusuran dokumen
Pembangunan (instalasi pipa dari sumur produksi ke dan prasarana pemanfaatan. sarana dan prasarana pembangunan sarana dan perencanaan dan pelaksanaan
sarana dan prasarana pembangkit, bangunan pembangkit/power plant, 2. Dampak pembangunan sarana pemanfaatan panas bumi prasarana pemanfaatan panas kegiatan pemanfaatan sumber
pemanfaatan instalasi jaringan listrik, perkantoran, dll) harus dan prasarana pemanfaatan menjadi energi listrik. bumi menjadi energi listrik. daya panas bumi menjadi
(instalasi pipa dari sesuai zona/blok pengelolaan hutan. panas bumi menjadi energi listrik. 2. Dokumen laporan hasil penilaian 2. Rapid assessment di lapangan energi listrik.
sumur produksi ke 3. Penanganan dampak dampak pembangunan sarana untuk melihat dampak 2. Penelusuran dokumen laporan
pembangkit, bangunan pembangunan sarana dan dan prasarana pemanfaatan pembangunan sarana dan penilaian dampak kegiatan
pembangkit/power prasarana pemanfaatan panas panas bumi menjadi energi listrik. prasarana pemanfaatan panas pemanafaatan sumber daya
plant, instalasi jaringan bumi menjadi energi listrik. 3. Dokumen laporan hasil bumi menjadi energi listrik dan panas bumi menjadi energi listrik.
listrik, perkantoran, penanganan dampak penanganannya. 3. Analisis perubahan kondisi hutan
dll) sesuai zona/blok pembangunan sarana dan sebelum dan setelah kegiatan
pengelolaan hutan. prasarana pemanfaatan panas pemanfaatan sumber daya panas
bumi menjadi energi listrik. bumi menjadi energi listrik.

Foto: ©Moving Images/ NL Agency

100 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 101
Tabel 20. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Keberlanjutan Fungsi Ekologi Kawasan Hutan (Kriteria: Terjaminnya Potensi Biologis Kawasan)

Data dan Informasi Metode Verifikasi/


Indikator Pengertian Verifier
Sekunder Primer Sampling
B1. Potensi keanekaragaman hayati suatu unit 1. Daftar lengkap spesies-spesies 1. Dokumen laporan inventarisasi 1. Survei populasi dan sebaran 1. Penyusunan biodiversity index
Potensi kawasan hutan paling sederhana diamati pada flora dan fauna kawasan hutan spesies flora dan fauna kawasan spesies flora dan fauna endemik, kawasan hutan.
keanekaragaman tingkat spesies. Kajian potensi keanekaragaman yang menjadi wilayah kerja hutan, minimal memperlihatkan langka, dan terancam punah 2. Pembuatan status endemisitas,
hayati kawasan hayati pada tingkat spesies ini, meliputi daftar panas bumi. daftar lengkap spesies-spesies flora secara purposive. kelangkaan, dan keterancaman
hutan meliputi lengkap spesies flora dan fauna, daftar spesies- 2. Daftar spesies-spesies endemik, dan fauna yang hidup pada kawasan spesies-spesies flora dan fauna
daftar lengkap jenis spesies penting, serta sebaran dan populasi langka, dan terancam punah hutan yang menjadi wilayah kerja yang berhasil teridentifikasi pada
flora dan fauna spesies-spesies penting itu. Kategori spesies- yang hidup di kawasan hutan panas bumi dan populasinya. kawasan hutan yang menjadi
kawasan hutan, spesies penting ditentukan endemisitas, yang menjadi wilayah kerja 2. Dokumen Red List Data Book wilayah kerja panas bumi.
jenis-jenis flora kelangkaan, dan keterancaman dari kepunahan panas bumi. IUCN dan lampirannya. 3. Pembuatan Permanent Sampling
dan fauna penting, berdasarkan Red List Data Book IUCN. 3. Sebaran dan populasi spesies- 3. Dokumen laporan hasil identifikasi Plot (PSP) untuk monitoring populasi
serta sebaran dan spesies endemik, langka, dan jenis flora dan fauna endemik, dan sebaran masing-masing spesies
populasi jenis-jenis Tahap studi pendahuluan dalam pengusahaan terancam punah yang hidup di langka, dan terancam punah. flora dan fauna endemik, langka, dan
penting tersebut. panas bumi, selain diarahkan untuk mendapatkan kawasan hutan yang menjadi 4. Dokumen laporan studi sebaran dan terancam punah.
data dan informasi teknis panas bumi, juga harus wilayah kerja panas bumi. populasi flora dan fauna endemik, 4. Monitoring populasi dan sebaran
melakukan validasi dan pemutakhiran data- langka, dan terancam punah yang spesies flora dan fauna endemik,
data potensi keanekaragaman hayati tersebut. hidup di kawasan hutan yang langka, dan terancam punah.
Bahkan, untuk spesies-spesies penting, harus menjadi wilayah kerja panas bumi. 5. Analisis tren populasi spesies-
sampai berupa trend/series populasinya. Ini 5. Peta tematik spesies flora dan fauna spesies endemik, langka, dan
dapat digunakan untuk menyusun baseline dalam endemik, langka, dan terancam punah terancam punah yang hidup di
pengelolaan potensi biologis kawasan. yang hidup di kawasan hutan yang kawasan hutan yang menjadi
menjadi wilayah kerja panas bumi. wilayah kerja panas bumi.

B2. Setiap spesies memiliki perilaku hidup yang 1. Hasil kajian perilaku spesies- 1. Dokumen hasil studi perilaku 1. Observasi lapangan untuk 1. Analisis habitat untuk
Perilaku dan peta berbeda-beda dan unik. Beberapa spesies fauna spesies endemik, langka, dan hidup spesies-spesies endemik, mengamati kondisi habitat menentukan daerah-daerah
habitat spesies- ada yang bersifat soliter atau koloni; ada yang bisa terancam punah yang hidup di langka, dan terancam punah spesies-spesies endemik, langka, penting yang perlu dilindungi
spesies flora-fauna berbagi ruang hidup dengan sessama jenisnya, kawasan hutan yang menjadi yang hidup di kawasan hutan dan terancam punah yang hidup demi keberlangsungan habitat
penting. tetapi ada pula yang cenderung ingin menguasai wilayah kerja panas bumi. yang menjadi wilayah kerja di kawasan hutan yang menjadi spesies-spesies endemik,
sendiri; ada yang mampu berkembang biak secara 2. Deskripsi dan peta habitat panas bumi wilayah kerja panas bumi. langka, dan terancam punah
cepat, ada yang lambat; ada yang mampu bertahan spesies-spesies endemik, langka, 2. Peta habitat spesies-spesies yang hidup di kawasan hutan
dalam gangguan, ada yang sangat mudah mati jika dan terancam punah yang hidup endemik, langka, dan terancam yang menjadi wilayah kerja
terganggu; ada yang dapat hidup pada ketinggian di kawasan hutan yang menjadi punah yang hidup di kawasan panas bumi.
dan suhu tertentu, ada yang tidak, dll. Reaksi setiap wilayah kerja panas bumi. hutan yang menjadi wilayah kerja
spesies satwa terhadap gangguan juga berbeda- Peta habitat didasarkan pada panas bumi .
beda. Begitupun spesies flora, ada yang sifatnya komponen-komponen habitat.
membutuhkan sinar matahari banyak, tetapi ada
yang tidak, dll. Kajian mengenai perilaku spesies
dan karakteristik habitatnya sangat penting. Oleh
karena itu, pelestarian spesies hidupan liar secara
insitu dilakukan melalui pendekatan pengelolaan
habitat, yaitu kegiatan praktis mengatur kondisi fisik 30
Yoakum dan Dasmann (1971) dalam
dan biotik ekosistem sehingga dicapai kondisi yang Alikodra (1989): “Teknik Pengelolaan Satwa
optimal bagi perkembangan populasi.30 Liar Dalam Rangka Mempertahankan
Keanekaragaman Hayati Indonesia”. IPB
Press. Bogor.

102 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 103
Lanjutan Tabel 20

Data dan Informasi Metode Verifikasi/


Indikator Pengertian Verifier
Sekunder Primer Sampling
B3. Kegiatan eksplorasi panas bumi di dalam 1. Sebaran lokasi seluruh kegiatan 1. Dokumen laporan lengkap 1. O bservasi lapangan untuk 1. Analisis jenis dan tingkat
Gangguan yang kawasan hutan membutuhkan pembukaan lahan dalam rangka eksplorasi kegiatan eksplorasi. melihat perubahan-perubahan gangguan yang masih bisa
diakibatkan kegiatan untuk lapangan sumur eskplorasi, pembangunan panas bumi. 2. Dokumen laporan kajian habitat yang disebabkan ditoleransi oleh spesies-spesies
eksplorasi terhadap akses jalan, basecamp, dll. Dampak langsung 2. Habitat spesies-spesies endemik, penilaian dampak kegiatan kegiatan eksplorasi. endemik, langka, dan terancam
kondisi biologis yang mungkin terjadi adalah fragmentasi habitat, langka, dan terancam punah yang eksplorasi terhadap kondisi 2. Observasi lapangan untuk menilai punah yang hidup di kawasan
kawasan hutan. dll. Jenis-jenis gangguan terhadap kondisi biotik hidup di kawasan hutan yang jadi biotik kawasan hutan yang penanganan dampak serta hutan yang menjadi wilayah kerja
ekosistem harus dapat diketahui secara pasti dan wilayah kerja panas bumi. menjadi wilayah kerja panas pelaksanaan kegiatan khusus panas bumi.
seberapa besar pengaruh setiap jenis gangguan 3. Dampak kegiatan eksplorasi bumi, terutama dampak terhadap yang ditujukan untuk perlindungan 2. Analisis efektivitas penanganan
terhadap keberlangsungan hidup setiap spesies terhadap kondisi biotik kawasan kondisi habitat. spesies-spesies endemik, langka, dampak kegiatan eksplorasi
penting yang hidup di dalam kawasan hutan. hutan yang menjadi wilayah kerja 3. Dokumen laporan hasil dan terancam punah yang hidup dilihat dari pengaruhnya
Seluruh dampak gangguan tersebut harus dapat panas bumi. penanganan dampak kegiatan di kawasan hutan yang menjadi terhadap keberlangsungan
dikendalikan agar tidak melampaui ambang batas 4. Penanganan dampak kegiatan eksplorasi terhadap kondisi biotik wilayah kerja panas bumi hidup spesies-spesies endemik,
kemampuan setiap unsur biotik ekosistem untuk eksplorasi terhadap kondisi biotik kawasan hutan yang menjadi langka, dan terancam punah
mempertahankan diri. kawasan hutan yang menjadi wilayah kerja panas bumi. yang hidup di kawasan hutan
wilayah kerja panas bumi. 4. Dokumen laporan kegiatan yang menjadi wilayah kerja
khusus (misal: pembuatan panas bumi.
koridor) yang ditujukan untuk
perlindungan keberlangsungan
hidup spesies-spesies endemik,
langka, dan terancam punah
yang hidup di kawasan hutan
yang menjadi wilayah kerja
panas bumi.

B4. Jenis-jenis dan skala ganguan yang mungkin 1. Sebaran calon lokasi kegiatan 1. Peta lokasi kegiatan-kegiatan 1. Observasi lapangan pada lokasi 1. Analisis jenis dan tingkat
Potensi dampak muncul akibat kegiatan eksploitasi dan pengeboran sumur (eksploitasi) panas bumi dalam rangka kegiatan-kegiatan eksploitasi gangguan yang mungkin
eksploitasi dan pemanfaatan terhadap kondisi biotik ekosistem 2. Habitat spesies-spesies endemik, eksploitasi dan pemanfaatan. dan pemanfataan yang telah terjadi akibat kegiatan-kegiatan
pemanfaatan panas harus dapat teridentifikasi sehingga dapat langka, dan terancam punah 2. Peta habitat spesies-spesies direncanakan. eksploitasi dan pemanfaatan
bumi terhadap dikaji apakah jenis-jenis dan skala gangguan yang hidup di kawasan hutan endemik, langka, dan terancam 2. Observasi lapangan untuk panas bumi
kondisi biologis itu tidak melampaui ambang batas kemampuan yang menjadi wilayah kerja punah yang hidup di kawasan mengamati lokasi-lokasi yang 2. Analisis tingkat kemampuan/
eksositem hutan. unsur-unsur biotik ekosistem hutan untuk panas bumi. hutan yang menjadi wilayah kerja diperkirakan terkena dampak ambang batas spesies-spesies
mempertahankan/memperbaharui diri. Ini salah 3. Potensi dampak kegiatan panas bumi. kegiatan-kegiatan eksploitasi dan endemik, langka, dan terancam
satu sumber informasi penting untuk menentukan eksploitasi terhadap kondisi 3. Dokumen laporan kajian potensi pemanfaatan panas bumi. punah yang hidup di kawasan hutan
kelayakan kegiatan eksploitasi pemanfaatan biotik kawasan hutan yang dampak kegiatan eksploitasi yang menjadi wilayah kerja panas
panas bumi dari aspek ekologi. menjadi wilayah kerja panas terhadap kondisi biotik kawasan bumi dalam menerima gangguang.
bumi, terutama terhadap habitat hutan yang menjadi wilayah kerja 3. Overlay lokasi-lokasi yang
spesies-spesies endemik, langka, panas bumi, terutama dampak diperkirakan terkena dampak
dan terancam punah. terhadap kondisi habitat. dengan peta habitat spesies-
spesies endemik, langka, dan
terancam punah yang hidup di
kawasan hutan yang menjadi
wilayah kerja panas bumi.

104 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 105
Lanjutan Tabel 20

Data dan Informasi Metode Verifikasi/


Indikator Pengertian Verifier
Sekunder Primer Sampling
B5. Gangguan yang diperkirakan muncul dari 1. Rencana kegiatan pengendalian 1. Dokumen perencanaan kegiatan 1. Observasi lapangan untuk 1. Analisis kelayakan rencana
Upaya pengendalian pelaksanaan seluruh kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan potensi pengendalian dan pemeliharaan mengamati kesesuaian kegiatan pengendalian dan pemeliharaan
dan pemeliharaan dan pemanfaatan panas bumi diharapkan biologis kawasan berdasarkan potensi biologis kawasan pengendalian dan pemeliharaan potensi biologis kawasan dan
potensi biologis dapat ditangani sehingga tidak mengancam potensi dampak yang akan berdasarkan potensi dampak potensi biologis kawasan dan kegiatan khusus yang dilakukan.
kawasan keberlangsungan potensi biologis kawasan terjadi yang dilengkapi dengan yang akan terjadi yang dilengkapi rencana kegiatan khusus yang Kelayakan didasarkan pada hasil
berdasarkan potensi hutan. Untuk itu, perlu dibuat rencana peta rancangan. peta rancangan ditujukan untuk perlindungan penilaian potensi jenis dan skala
dampak yang pengendalian dan pemeliharaan potensi biologis 2. Rancangan teknis kegiatan 2. Dokumen perencanaan kegiatan spesies-spesies endemik, langka, dampak yang akan terjadi.
akan terjadi akibat kawasan sesuai dengan dampak potensial yang khusus yang ditujukan untuk khusus (misal: pembuatan dan terancam punah yang hidup
pelaksanaan seluruh akan terjadi. Dalam hal ini, jika dibutuhkan perlindungan spesies flora koridor) yang ditujukan untuk di kawasan hutan yang menjadi
kegiatan eksploitasi bisa juga dibuat rencana kegiatan khusus untuk endemik, langka, dan terancam menjaga keberlangsungan wilayah kerja panas bumi.
dan pemanfaatan. menangani potensi dampak signifikan yang bisa punah (misalnya pembuatan hidup spesies-spesies endemik,
mengancam keberlangsungan hidup spesies- koridor, dll). langka, dan terancam punah
spesies endemik, langka, dan terancam punah yang hidup di kawasan hutan
yang hidup di kawasan hutan yang menjadi yang menjadi wilayah kerja
wilayah kerja panas bumi. panas bumi.

B6. Dampak-dampak kegiatan eksploitasi panas 1. Sebaran lokasi kegiatan-kegiatan- 1. Dokumen laporan kegiatan- 1. O bservasi lapangan untuk 1. Analisis jenis dan tingkat
Dampak eksploitasi bumi di dalam kawasan hutan terhadap kegiatan eksploitasi. kegiatan eksploitasi. menilai perubahan-perubahan gangguan dari kegiatan-kegiatan
terhadap kondisi potensi biologis kawasan hutan dan upaya 2. Habitat spesies-spesies endemik, 2. Dokumen laporan kajian habitat yang disebabkan eksploitasi yang masih bisa
biologis kawasan penanganannya telah dikaji dan disusun langka, dan terancam punah penilaian dampak kegiatan kegiatan eksploitasi. ditoleransi oleh spesies-spesies
hutan dan upaya sebelumnya. Pada saat dan setelah eksploitasi yang hidup di kawasan hutan eksploitasi terhadap potensi 2. Observasi lapangan untuk menilai endemik, langka, dan terancam
penangannya. dilaksanakan, dampak-dampak dan upaya- yang menjadi wilayah kerja biologis kawasan hutan yang penanganan dampak eksploitasi punah yang hidup di kawasan
upaya penanganannya perlu dipantau dan dinilai panas bumi. menjadi wilayah kerja panas dan kegiatan khusus yang hutan yang menjadi wilayah kerja
efektivitasnya untuk memastikan tidak ada 3. Dampak eksploitasi terhadap bumi, terutama dampak terhadap ditujukan untuk perlindungan panas bumi.
degradasi potensi biologis yang potensi biologis kawasan hutan kondisi habitat. spesies-spesies endemik, langka, 2. Analisis efektivitas penanganan
bersifat permanen. yang menjadi wilayah kerja 3. Dokumen laporan hasil dan terancam punah yang hidup dampak kegiatan eksploitasi
panas bumi. penanganan dampak kegiatan di kawasan hutan yang menjadi dilihat dari pengaruhnya
4. Penanganan dampak kegiatan eksploitasi terhadap potensi wilayah kerja panas bumi. terhadap keberlangsungan
eksploitasi terhadap potensi biologis kawasan hutan yang hidup spesies-spesies endemik,
biologis kawasan kawasan hutan menjadi wilayah kerja panas bumi. langka, dan terancam punah
yang menjadi wilayah kerja 4. Dokumen laporan kegiatan yang hidup di kawasan hutan
panas bumi. khusus (misal: pembuatan yang menjadi wilayah kerja
koridor) yang ditujukan untuk panas bumi.
menjaga keberlangsungan
hidup spesies-spesies endemik,
langka, dan terancam punah
yang hidup di kawasan hutan
yang menjadi wilayah kerja
panas bumi.

106 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 107
Lanjutan Tabel 20

Data dan Informasi Metode Verifikasi/


Indikator Pengertian Verifier
Sekunder Primer Sampling
B7. Dampak-dampak pemanfaatan panas bumi di 1. Sebaran lokasi kegiatan dalam 1. Dokumen laporan kegiatan- 1. Observasi lapangan untuk 1. Analisis jenis dan tingkat
Dampak dalam kawasan hutan terhadap potensi biologis rangka pemanfaatan energi kegiatan dalam rangka menilai perubahan-perubahan gangguan dari kegiatan-kegiatan
pemanfaatan energi kawasan hutan dan upaya penanganannya telah panas bumi. pemanfaatan sumber daya panas habitat yang disebabkan kegiatan dalam rangka pemanfaatan
panas bumi terhadap dikaji dan disusun sebelumnya. Pada saat dan 2. Habitat spesies-spesies endemik, bumi menjadi energi listrik. pemanfaatan sumber daya panas sumber daya panas bumi
kondisi biologis setelah pemanfaatan dilaksanakan, dampak- langka, dan terancam punah 2. Dokumen laporan kajian bumi menjadi energi listrik. menjadi energi listrik yang masih
kawasan hutan. dampak dan upaya-upaya penanganan ini yang hidup di kawasan hutan penilaian dampak pemanfaatan 2. Observasi lapangan untuk bisa ditoleransi spesies-spesies
perlu dipantau dan dinilai efektivitasnya untuk yang menjadi wilayah kerja sumber daya panas bumi menilai penanganan dampak endemik, langka, dan terancam
memastikan tidak ada degradasi potensi biologis panas bumi. menjadi energi listrik terhadap pemanfaatan sumber daya panas punah yang hidup di kawasan
yang bersifat permanen. 3. Dampak pemanfaatan energi potensi biologis kawasan hutan bumi menjadi energi listrik serta hutan yang menjadi wilayah kerja
panas panas bumi terhadap yang menjadi wilayah kerja pelaksanaan kegiatan khusus panas bumi.
potensi biologis kawasan hutan panas bumi, terutama dampak yang ditujukan untuk perlindungan 2. Analisis efektivitas penanganan
yang menjadi wilayah kerja terhadap kondisi habitat. spesies-spesies endemik, langka, dampak kegiatan-kegiatan dalam
panas bumi. 3. Dokumen laporan hasil dan terancam punah yang hidup rangka pemanfaatan sumber
penanganan dampak di kawasan hutan yang menjadi daya panas bumi menjadi energi
pemanfaatan sumber daya wilayah kerja panas bumi. listrik, dilihat dari pengaruhnya
panas bumi menjadi energi terhadap keberlangsungan
listrik terhadap potensi biologis hidup spesies-spesies endemik,
kawasan hutan yang menjadi langka, dan terancam punah
wilayah kerja panas bumi. yang hidup di kawasan hutan
4. Dokumen laporan kegiatan yang menjadi wilayah kerja
khusus (misal: pembuatan panas bumi.
koridor) yang ditujukan untuk
menjaga keberlangsungan hidup
spesies-spesies endemik, langka,
dan terancam punah yang hidup
di kawasan hutan yang menjadi
wilayah kerja panas bumi.

B8. Kondisi habitat tidak selalu baik. Kondisi ini 1. Kegiatan khusus yang diinisiasi 1. Dokumen rencana kegiatan khusus 1. Observasi lapangan untuk melihat 1. Analisis efektivitas pelaksanaan
Kontribusi disebabkan tingginya tekanan terhadap hutan, pengembang panas bumi yang diinisiasi pengembang panas efektivitas kegiatan khusus yang kegiatan khusus yang diinisiasi
pemanfaatan panas karena belum efektifnya kegiatan pengelolaan untuk mendukung peningkatan bumi untuk meningkatkan efektivitas diinisiasi pengembang terhadap pengembang panas bumi yang
bumi terhadap selama ini sehingga potensi biologis ekosistem kualitas pengelolaan hutan untuk pelestarian keanekaragaman hayati peningkatan kualitas pengelolaan ditujukan untuk meningkatkan
kualitas pengelolaan dalam keadaan terdegradasi. Aspek additionality pelestarian keanekaragaman secara insitu sesuai fungsi dan keanekaragaman hayati kawasan kualitas pengelolaan
potensi biologis dari kehadiran pengusahaan panas bumi hayati secara insitu sesuai fungsi tujuan pengelolaan hutan yang hutan sesuai fungsi dan tujuan keanekaragaman hayati
hutan. di kawasan hutan dapat diarahkan untuk dan tujuan pengelolaan hutan telah ditetapkan. pengelolaannya. kawasan hutan sesuai fungsi dan
meningkatkan kualitas pengelolaan hutan, yang telah ditetapkan. 2. Dokumen laporan kegiatan khusus tujuan pengelolaannya.
misalnya peningkatan kualitas sarana- prasarana yang diinisiasi pengembang
pengelolaan hutan, pembangunan lembaga panas bumi yang ditujukan untuk
konservasi, pembinaan habitat melalui restorasi meningkatkan efektivitas pelestarian
ekosistem, pemberdayaan masyarakat untuk keanekaragaman hayati secara
pelestarian keanekaragaman hayati, dll. insitu sesuai fungsi dan tujuan
pengelolaan hutan yang ditetapkan.

108 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 109
Tabel 21. Verifier dan Metode Verifikasi Indikator Prinsip Keberlanjutan Fungsi Ekologi Kawasan Hutan (Kriteria: Terjaminnya Kondisi Fisik Kawasan Hutan)

Data dan Informasi


Indikator Pengertian Verifier Metode Verifikasi
Sekunder Primer
F1. Kondisi tutupan lahan merupakan indikator paling 1. Kondisi tutupan lahan terkini. 1. Citra satelit beresolusi tinggi 1. Groundcheck kondisi penutupan 1. Penafsiran citra satelit beresolusi
Kondisi tutupan sederhana untuk melihat kondisi fisik ekosistem. 2. Data series tutupan lahan. liputan terkini. lahan secara purposive. tinggi liputan terkini dan
lahan terkini, Untuk meningkatkan ketepatan analisis, kondisi 2. Citra satelit beresolusi beberapa tahun sebelumnya.
perubahan tutupan tutupan lahan yang dikaji harus merupakan data tinggi beberapa periode 2. Analisis proyeksi (ekstrapolasi)
lahan secara historis, series untuk melihat kecenderungan perubahan, tahun sebelumnya. kondisi tutupan lahan di masa
dan proyeksi tutupan baik secara historis maupun proyeksi di masa 3. Dokumen hasil kajian proyeksi depan berdasarkan data series
lahan ke depan. depan. Ini sangat berguna untuk menyusun kecenderungan perubahan secara historis.
baseline kondisi fisik tutupan lahan sebelum dan tutupan lahan di masa depan
setelah operasi pengusahaan panas bumi. berdasarkan skenario kegiatan
pengelolaan hutan biasa
(business as usual/BAU)

F2. Kondisi fisik lahan lain yang penting untuk 1. Kelas kelerengan wilayah pada 1. Peta kelas kelerengan wilayah 1. Uji petik pengambilan sampel 1. Analisis kerentanan unit lahan
Karakteristik fisik menentukan tingkat kemampuan lahan kawasan hutan yang menjadi pada kawasan hutan yang menjadi tanah untuk dilakukan soil testing secara fisik pada kawasan hutan
lahan hutan lainnya perlu diidentifikasi dan dikaji.Ini agar dapat wilayah kerja panas bumi. wilayah kerja panas bumi. di laboratorium. yang menjadi wilayah kerja
yang meliputi faktor menentukan jenis dan tingkat perlakuan yang 2. Tingkat curah hujan wilayah pada 2. Peta sebaran tingkat curah hujan 2. Pembuatan stasiun pengamatan panas bumi berdasarkan tingkat
kelerengan, tanah, masih bisa dilakukan pada unit lahan tersebut. kawasan hutan yang menjadi wilayah pada kawasan hutan tingkat curah hujan. kelerengan, curah hujan, dan
dan curah hujan. wilayah kerja panas bumi. yang menjadi wilayah kerja kepekaan tanah.
3. Kepekaan tanah terhadap erosi panas bumi.
pada kawasan hutan yang menjadi 3. Peta sebaran kelas kepekaan
wilayah kerja panas bumi. tanah terhadap erosi pada
4. Kerentanan lahan pada kawasan kawasan hutan yang menjadi
hutan yang menjadi wilayah kerja wilayah kerja panas bumi.
panas bumi. 4. Peta tingkat kerentanan lahan
pada kawasan hutan yang menjadi
wilayah kerja panas bumi.

F3. Pengeboran eksplorasi menimbulkan berbagai 1. Jenis-jenis dan skala 1. Dokumen laporan kegiatan 1. Observasi lapangan pada lokasi- 1. Analisis komprehensif untuk
Gangguan yang pengaruh terhadap bentang alam, misalnya gangguan terhadap kondisi eksplorasi panas bumi pada lokasi kegiatan eksplorasi. mendapat kesimpulan mengenai
diakibatkan kegiatan pembukaan lahan untuk lapangan sumur dan fisik kawasan yang diakibatkan kawasan hutan yang menjadi 2. Observasi lapangan untuk jenis, tingkat, dan lokasi
eksplorasi terhadap fasilitas pendukung lainnya, getaran lokal pada kegiatan eksplorasi. wilayah kerja panas bumi. mengamati dampak-dampak fisik gangguan fisik yang ditimbulkan
kondisi fisik saat pengeboran, dll. Seluruh dampak fisik 2. Kegiatan pengendalian dan 2. Dokumen laporan hasil dari kegiatan-kegiatan eksplorasi. oleh kegiatan-kegiatan eksplorasi
kawasan hutan. yang terjadi harus mampu diidentifikasi, baik pemeliharaan kondisi fisik penilaian dampak fisik kegiatan 3. Observasi lapangan untuk serta ambang batas gangguan
jenis maupun skalanya, dan sesegera mungkin kawasan yang terkena eskplorasi pada kawasan hutan mengamati pelaksanaan dan yang dapat ditoleransi.
ditangani agar tidak menurunkan daya dukung fisik dampak eksplorasi. yang menjadi wilayah kerja efektivitas kegiatan-kegiatan 2. Penilaian efektivitas penanganan
lahan terhadap kehidupan (life support system). panas bumi. penanganan dampak fisik dampak kegiatan eksplorasi.
3. Dokumen laporan hasil kegiatan eksplorasi.
penanganan dampak fisik
kegiatan eksplorasi pada
kawasan hutan yang menjadi
wilayah kerja panas bumi.

110 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 111
Lanjutan Tabel 21

Data dan Informasi


Indikator Pengertian Verifier Metode Verifikasi
Sekunder Primer
F4. Jenis-jenis dan skala gangguan yang mungkin 1. Sebaran calon lokasi kegiatan 1. Peta sebaran tingkat kerentanan 1. Observasi lapangan pada lokasi 1. Overlay lokasi-lokasi yang
Potensi pengaruh muncul akibat kegiatan eksploitasi dan pengeboran sumur (eksploitasi) unit lahan pada kawasan hutan kegiatan-kegiatan eksploitasi dan diperkirakan terkena dampak
kegiatan eksploitasi pemanfaatan panas bumi terhadap kondisi fisik dan sarana-prasarana yang menjadi wilayah kerja pemanfaatan panas bumi. dengan peta tingkat kerentanan
dan pemanfaatan ekosistem harus dapat teridentifikasi, sehingga pemanfaatan panas bumi. panas bumi. 2. Observasi lapangan untuk unit lahan.
panas bumi terhadap dapat dikaji apakah jenis dan skala gangguan itu 2. Lokasi-lokasi kritis yang memiliki 2. Dokumen laporan penilaian mengamati lokasi-lokasi yang 2. Analisis jenis dan tingkat
kondisi fisik tak melebihi ambang batas gangguan yang dapat tingkat kerentanan fisik tinggi. potensial dampak kegiatan- diperkirakan terkena dampak gangguan fisik yang masih
kawasan hutan. ditoleransi ekosistem. Ini salah satu sumber 3. Potensi dampak kegiatan eksploitasi kegiatan eksploitasi dan kegiatan-kegiatan eksploitasi bisa ditoleransi sesuai tingkat
informasi penting untuk menentukan kelayakan dan pemanfaatan terhadap kondisi pemanfaatan terhadap kondisi dan pemanfaatan. kemampuan lahan berdasarkan
kegiatan eksploitasi pemanfaatan panas bumi fisik kawasan hutan yang menjadi fisik kawasan hutan yang kerentanan unit lahan.
dari aspek ekologi. wilayah kerja panas bumi, terutama menjadi wilayah kerja
lokasi-lokasi kritis yang memiliki panas bumi.
tingkat kerentanan fisik tinggi.

F5. Gangguan-gangguan fisik yang mungkin muncul 1. Rencana kegiatan pengendalian dan 1. Dokumen perencanaan kegiatan 1. Observasi lapangan untuk 1. Analisis kelayakan pengendalian,
Upaya pengendalian akibat kegiatan eksploitasi dan pemanfaatan pemeliharaan kondisi fisik berdasarkan pengendalian dan pemeliharaan mengamati kesesuaian rencana pemeliharaan kondisi fisik
dan pemeliharaan harus dapat ditangani melalui upaya-upaya potensi dampak yang akan terjadi fisik kawasan hutan kegiatan pengendalian, kawasan, dan kegiatan khusus
kondisi fisik kawasan yang terencana baik. Dalam hal ini harus dibuat akibat kegiatan-kegiatan eksploitasi berdasarkan potensi dampak pemeliharaan kondisi fisik yang dilakukan dengan potensi
berdasarkan potensi perencanaan detail untuk penanganan setiap dan pemanfaatan panas bumi. yang akan terjadi dilengkapi kawasan, dan rencana kegiatan jenis dan skala dampak yang
dampak yang jenis gangguan yang diperkirakan akan terjadi. 2. Rancangan teknis kegiatan dengan peta rancangan. khusus yang ditujukan untuk akan terjadi.
akan terjadi. khusus yang ditujukan untuk 2. Dokumen perencanaan kegiatan perlindungan kondisi fisik
penanganan dampak yang signifikan khusus yang ditujukan untuk kawasan hutan pada lokasi-
mempengaruhi kondisi fisik kawasan perlindungan kondisi fisik lokasi dengan kerentanan tinggi.
pada lokasi-lokasi yang rentan kawasan hutan pada lokasi-
secara fisik. lokasi dengan kerentanan tinggi.

F6. Dampak-dampak fisik dari kegiatan eksploitasi 1. Sebaran lokasi kegiatan-kegiatan 1. Dokumen laporan kegiatan- 1. Observasi lapangan untuk menilai 1. Analisis mengenai tingkat
Dampak eksploitasi panas bumi di dalam kawasan hutan telah dalam rangka eksploitasi. kegiatan eksploitasi. perubahan-perubahan fisik yang gangguan fisik yang terjadi akibat
terhadap kondisi fisik diperkirakan sebelumnya, sehingga dapat 2. Lokasi-lokasi kritis secara fisik yang 2. Dokumen laporan kajian penilaian disebabkan kegiatan eksploitasi. kegiatan-kegiatan eksploitasi,
kawasan hutan. dikelola melalui kegiatan perlindungan memiliki tingkat kerentanan tinggi. dampak kegiatan eksploitasi 2. Observasi lapangan untuk menilai apakah masuk kategori tingkat
atau pemulihan yang juga telah dirancang 3. Dampak kegiatan eksploitasi terhadap kondisi fisik kawasan penanganan dampak kegiatan gangguan yang masih bisa
sebelumnya. Untuk memastikan penanganan terhadap kondisi fisik kawasan hutan yang menjadi wilayah kerja eksploitasi serta pelaksanaan ditoleransi atau tidak.
dampak dapat dilaksanakan secara efektif, maka hutan yang menjadi wilayah kerja panas bumi, terutama dampak kegiatan khusus yang ditujukan 2. Analisis efektivitas penanganan
dampak-dampak yang muncul dan upaya-upaya panas bumi. terhadap kondisi habitat. untuk perlindungan kondisi fisik dampak kegiatan eksploitasi
penanganannya harus dapat dipantau sehingga 4. Penanganan dampak kegiatan 3. Dokumen laporan hasil kawasan di lokasi-lokasi dilihat dari pengaruhnya
dapat menghindari degradasi fungsi ekosistem eksploitasi terhadap kondisi fisik penanganan dampak kegiatan yang rentan. terhadap sistem pengaturan/tata
yang bersifat permanen. kawasan hutan yang menjadi eksploitasi terhadap kondisi fisik air dan kestabilan tanah.
wilayah kerja panas bumi. kawasan hutan yang menjadi
wilayah kerja panas bumi.
4. Dokumen laporan kegiatan khusus
yang ditujukan untuk perlindungan
kondisi fisik kawasan hutan pada
lokasi-lokasi yang diketahui rentan.

112 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 113
Lanjutan Tabel 21

Data dan Informasi


Indikator Pengertian Verifier Metode Verifikasi
Sekunder Primer
F1. Dampak-dampak kegiatan pemanfaatan panas 1. Sebaran lokasi kegiatan dalam 1. Dokumen laporan kegiatan- 1. Observasi lapangan untuk menilai 1. Analisis mengenai tingkat
Dampak bumi untuk energi listrik di dalam kawasan hutan rangka pemanfaatan energi kegiatan dalam rangka perubahan-perubahan fisik yang gangguan fisik yang terjadi
pemanfaatan panas telah diperkirakan sebelumnya, sehingga dapat panas bumi. pemanfaatan sumber daya panas disebabkan kegiatan-kegiatan akibat kegiatan-kegiatan
bumi terhadap dikelola melalui kegiatan perlindungan atau 2. Sebaran lokasi-lokasi yang rentan bumi menjadi energi listrik. pemanfaatan panas bumi menjadi pemanfaatan panas bumi.
kondisi fisik kawasan pemulihan yang telah dirancang sebelumnya. secara fisik. 2. Dokumen laporan kajian energi listrik (pembangunan Apakah masuk kategori tingkat
hutan. Jika terdapat dampak-dampak tambahan yang 3. Dampak dari seluruh kegiatan penilaian dampak kegiatan pembangkit listrik, dll). gangguan yang masih bisa
belum diperkirakan sebelumnya, maka harus pemanfaatan energi panas pemanfaatan sumber daya 2. Observasi lapangan untuk menilai ditolerensasi atau tidak.
mampu dikendalikan secara cepat agar tidak panas bumi terhadap kondisi fisik panas bumi menjadi energi listrik penanganan dampak kegiatan 2. Analisis efektivitas penanganan
mengakibatkan degradasi fungsi ekosistem yang kawasan hutan yang menjadi terhadap kondisi fisik kawasan pemanfaatan serta pelaksanaan dampak kegiatan pemanfaatan
bersifat permanen. wilayah kerja panas bumi. hutan yang menjadi wilayah kerja kegiatan khusus yang ditujukan dilihat dari pengaruhnya
panas bumi. untuk perlindungan kondisi fisik terhadap sistem pengaturan tata
3. Dokumen laporan hasil kawasan di lokasi-lokasi air dan kestabilan tanah.
penanganan dampak kegiatan yang rentan.
pemanfaatan sumber daya
panas bumi menjadi energi listrik
terhadap kondisi fisik kawasan
hutan yang menjadi wilayah kerja
panas bumi.
4. Dokumen laporan kegiatan
khusus yang ditujukan untuk
perlindungan fungsi lahan hutan
sebagai pengaturan tata air dan
kestabilan kondisi tanah.

F8. Kondisi fisik suatu eksositem pada kawasan 1. Kegiatan khusus yang diinisiasi 1. Dokumen rencana kegiatan 1. Observasi lapangan untuk melihat 1. Analisis efektivitas pelaksanaan
Kontribusi hutan yang menjadi wilayah kerja panas pengembang panas bumi yang khusus yang diinisiasi dampak-dampak kegiatan khusus kegiatan khusus yang diinisiasi
pemanfaatan panas bumi tidak selalu dalam kondisi baik. Kondisi ditujukan untuk meningkatkan pengembang panas bumi yang terhadap peningkatan kualitas pengembang panas bumi untuk
bumi terhadap ini disebabkan tingginya tekanan terhadap kualitas pengelolaan hutan, ditujukan untuk memperbaiki kondisi fisik hutan dalam rangka memperbaiki kondisi fisik hutan
kualitas pengelolaan hutan dan lemahnya kegiatan pengelolaan terutama dalam rangka kondisi fisik kawasan hutan revitalisasi fungsi kawasan dan dalam rangka revitalisasi fungsi
kondisi fisik hutan. sehingga pengelolaan hutan tidak efektif dan memperbaiki kondisi fisik yang sebelumnya rusak akibat pencapaian tujuan pengelolaan kawasan dan pencapaian
fungsi ekosistem terus terdegradasi. Aspek kawasan hutan sesuai dengan lemahnya kegiatan pengelolaan hutan yang telah ditetapkan. tujuan pengelolaan hutan yang
additionality dari kehadiran pengusahaan fungsi dan tujuan pengelolaan selama ini. telah ditetapkan.
panas bumi di kawasan hutan dapat diarahkan hutan yang telah ditetapkan. 2. Dokumen laporan kegiatan
untuk mengurangi/menangani kerusakan fisik khusus yang diinisiasi
ekosistem, misalnya rehabilitasi lahan dan pengembang panas bumi yang
restorasi ekosistem, pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk memperbaiki
untuk menurunkan ketergantungan masyarakat kondisi fisik hutan.
terhadap lahan di dalam kawasan hutan, dll.

114 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 115
Tabel 22. Nilai Baku setiap Indikator pada Masing-masing Tipologi

Indikator Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4 Indikator Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4
Prinsip Kemantapan Fungsi Kawasan Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi Kawasan
K1. Model panas bumi, cadangan baik baik baik baik B1. Potensi keanekaragaman baik baik sedang sedang
terduga, dan sasaran lokasi hayati kawasan hutan meliputi
pengeboran eksplorasi di daftar lengkap jenis flora dan
kawasan hutan. fauna kawasan hutan, jenis-jenis
flora dan fauna penting (endemik,
K2. Wilayah kerja panas bumi baik baik baik baik
langka, terancam punah), serta
ditetapkan tanpa disertai usulan
sebaran dan populasi jenis-jenis
perubahan fungsi kawasan hutan.
penting tersebut.
K3. Pelaksanaan kegiatan baik baik baik baik
B2. Perilaku dan peta habitat baik baik sedang sedang
eksplorasi tidak mengganggu
spesies-spesies flora dan
kondisi ekosistem hutan yang
fauna penting.
berisiko mengganggu fungsi
kawasan hutan. B3. Jenis-jenis dan skala baik baik sedang sedang
gangguan yang diakibatkan
K4. Kelayakan rencana baik baik baik baik
kegiatan eksplorasi terhadap
pengusahaan panas bumi dari
kondisi biologis kawasan hutan.
segi fungsi kawasan hutan dan
tujuan unit manajemen hutan B4. Potensi dampak eksploitasi baik baik sedang sedang
bersangkutan. dan pemanfaatan panas bumi
terhadap kondisi biologis
K5. Kegiatan ekploitasi atau baik baik baik baik
ekosistem hutan.
pengeboran pengembangan
tidak mengganggu fungsi B5. Upaya pengendalian dan baik baik sedang sedang
kawasan hutan. pemeliharaan potensi biologis
kawasan berdasarkan potensi
K6. Pembangunan seluruh baik baik baik baik
dampak yang akan terjadi.
fasilitas PLTP sesuai tata ruang/
zonasi pengelolaan hutan. B6. Dampak pemanfaatan energi baik baik sedang sedang
panas bumi terhadap kondisi
biologis kawasan hutan.
B7. Dampak pemanfaatan energi baik baik sedang sedang
panas bumi terhadap kondisi
biologis kawasan hutan.
B8. Kontribusi pemanfaatan baik baik sedang sedang
panas bumi terhadap kualitas
pengelolaan potensi biologis hutan.

116 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 117
(Lanjutan) Tabel 22
Daftar Referensi
Indikator Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Tipologi 4
Alikodra, H.S. 1989. Teknik Pengelolaan Satwa Irsamukthi P, 2012. Tahapan Kegiatan
Prinsip Kelestarian Fungsi Ekologi Kawasan Liar Dalam Rangka Mempertahankan Pengembangan Geothermal. http://
Keanekaragaman Hayati Indonesia. irsamukhti.blogspot.com/2012/09/.htm
F1. Kondisi tutupan lahan terkini, baik baik sedang sedang IPB Press. Bogor IUCN, 2001. The IUCN Red List Categories and
tren historis, dan proyeksi tutupan Anonim, 1990. Undang-Undang Nomor 5 Tahun Criteria Version 3.1. Gland
lahan ke depan. 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Stewart C, George P, Rayden T, dan Nussbaum R.
Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta, Indonesia. 2008. Pedoman Pelaksanaan Penilaian
F2. Karakteristik fisik lahan hutan baik sedang baik sedang Anonim, 2006. Peraturan Menteri Kehutanan Nilai Konservasi Tinggi: “Sebuah petunjuk
lainnya yang meliputi faktor No.P.56/Menhut-II/2006 tentang Panduan praktis bagi para praktisi dan penilai
fisiografi, tanah, dan curah hujan. Zonasi Taman Nasional. Jakarta, Indonesia. lapangan. Proforest.
Anonim, 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun Kemenhut, 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011.
F3. Jenis-jenis dan skala baik sedang baik sedang 1999 tentang Kehutanan. Jakarta, Indonesia. Kementerian Kehutanan Indonesia. Jakarta.
gangguan yang diakibatkan Anonim, 2003. Undang-Undang Nomor 27 Tahun Kementerian ESDM, 2012. Profil Potensi Panas Bumi.
kegiatan eksplorasi terhadap 2003 tentang Panas Bumi. Jakarta, Indonesia. Kementerian ESDM. Indonesia. Jakarta
kondisi fisik kawasan hutan. Anonim, 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Kementerian ESDM. 2012. Rancangan Blueprint
Tahun 2007 tentang Pengusahaan Panas Pengembangan Energi Baru Terbarukan
F4. Potensi pengaruh kegiatan baik sedang baik sedang Bumi. Jakarta, Indonesia. dan Konservasi Energi. Kementerian ESDM.
eksploitasi dan pemanfaatan Anonim. 2011. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.18/ Indonesia. Jakarta.
panas bumi terhadap kondisi fisik Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Kolb, T.E., M.R. Wagner., W.W. Covingtong. 1994.
Pakai Kawasan Hutan. Jakarta. Indonesia Utilitarian and Ecosystem Perspektive:
kawasan hutan. Anonim. 2001. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Concept of Forest Healt. Journal of Forestry
F5. Upaya pengendalian dan baik sedang baik sedang Hidup No.17/2001 tentang Jenis Usaha atau 92(7):10-15.
Kegiatan yang Membutuhkan Penilaian Magurran, A.E. 1988. Ecological Diversity and It’s
pemeliharaan kondisi fisik
Dampak Lingkungan. Jakarta. Indonesia Measurement. Cambridge University Press,
kawasan berdasarkan potensi Anonim. 2012. Peratuan Menteri Lingkungan Hidup Cambridge: x + 179 pp.
dampak yang akan terjadi. No. 05 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Millennium Ecosystem Assessment, 2005. Ecosystems
dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki and Human Well-being: Synthesis. Island
F6. Dampak eksploitasi terhadap baik sedang baik sedang AMDAL. Jakarta. Indonesia Press, Washington, DC.
kondisi fisik kawasan hutan. Anonim. 2011. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B.
2011 tentang Kawasan Suaka Alam dan Saunders Company. London.
F7. Dampak pemanfaatan panas baik sedang baik sedang Kawasan Pelestarian Alam. Jakarta. Indonesia Supriyadi. 2009. Ekologi Hutan, Buku Ajar
bumi terhadap kondisi fisik Bappenas, 2003. Indonesia Biodiversity Strategy and Matakuliah Ekologi Hutan. Fakultas
kawasan hutan. Action Plan. Bappenas. Jakarta. Indonesia. Kehutanan UGM, Yogyakarta.
Bettinger, P. 2009. Forest Management in a Climate Saptadji, N. 2012. Energi Panas Bumi di Indonesia.
F8. Kontribusi pemanfaatan baik sedang baik sedang Change Era: Issues for Planning. University ITB. Bandung
panas bumi terhadap kualitas of Georgia. Siregar, M.S., R. Abdulhadi. 1996. Studi Dasar
pengelolaan kondisi fisik hutan. Bettinger, P. Boston, K. Siry JP, Grebner DL., 2009. Lingkungan Sebagai Bahan Pertimbangan
Forest Mangement and Planning. Amsterdam. Dalam Kegiatan Eksplorasi Panasbumi. LIPI.
BSN. 1998. Standar Nasional Indonesia: Indonesia. Bandung.
“Klasfikasi Potensi Energi Panas Bumi di Spurr, S.H., and B.V. Barnes (1980). Forest Ecology.
Indonesia”. Badan Standarisasi Nasional Jhon Wiley & Son. New York.
Indonesia, Jakarta Sukyar, R. 2010. Indonesia sebagai Pusat Panas Bumi.
Ditjen PHKA. 2011. Laporan Penyusunan Pedoman Kementerian ESDM. Indonesia. Jakarta.
Pengelolaan Ekosistem di Taman Nasional. Tkacz, B.M. 2007. Forest Health Monitoring.
Kementerian Kehutanan Indonesia, Jakarta USDA Forest Service.
Dyke, F.V. 2008. Conservation Biology: Faoundations, Walker, B. C. S. Holling, S. R. Carpenter, and A.
Concepts, Applications. Kinzig. 2004. Resilience, adaptability and
Forest People Program. Free, Prior and Informed transformability in social–ecological systems.
Consent. http://www.forestpeoples.org/ Ecology and Society 9(2): 5. http://www.
guiding-principles/free-prior-and-informed- ecologyandsociety.org/vol9/iss2/art5.
consent-fpic
IPCC. 2003. Good Practice Guidance for Land Use,
Land Use Change and Forestry. IPCC National
Greenhouse Gas Inventories Programme.
Institute for Global Environmental.

118 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 119
LAMPIRAN:

1. Zonasi Pengelolaan Taman Nasional

2. Rekapitulasi Kegiatan Non Kehutanan Panasbumi


di Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Pelestarian Alam

© WWF-Indonesia/ Zulfahmi

120 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 121
Lampiran 1. Zonasi Pengelolaan Taman Nasional
Nama Definisi Kriteria Fungsi Kegiatan yang dapat dilakukan
Zona Bagian taman nasional a) Bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis Untuk perlindungan ekosistem, a) Perlindungan dan pengamanan;
Inti yang mempunyai tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; pengawetan flora dan fauna b) Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati
kondisi alam, baik b) Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang khas beserta habitatnya yang dengan ekosistemnya;
biota ataupun fisiknya merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang peka terhadap gangguan dan c) Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan
masih asli dan tidak kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu manusia; perubahan, sumber plasma atau penunjang budidaya;
atau belum diganggu c) Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli nutfah dari jenis tumbuhan dan d) Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permamen dan terbatas
manusia yang mutlak dan tidak atau belum diganggu manusia; satwa liar untuk kepentingan untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan.
dilindungi. Berfungsi d) Mempunyai luasan dan bentuk tertentu yang cukup untuk penelitian dan pengembangan
untuk perlindungan menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang ilmu pengetahuan, pendidikan,
keterwakilan pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses dan penunjang budidaya.
keanekaragaman ekologis secara alami;
hayati yang asli dan e) Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang
khas. keberadaannya memerlukan upaya konservasi;
f) Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta
ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah;
g) Merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas
dan khas/endemik;
h) Merupakan tempat aktivitas satwa migran.
Zona Bagian taman a) Kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk Untuk kegiatan pengawetan a) Perlindungan dan pengamanan;
Rimba nasional yang melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan jenis satwa liar; dan pemanfaatan sumber daya b) lnventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati
karena letak, kondisi, b) Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu alam dan lingkungan alam dengan ekosistemnya;
dan potensinya menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan; bagi kepentingan penelitian, c) Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas,
mampu mendukung c) Merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran. pendidikan konservasi, wisata pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya;
kepentingan terbatas,habitat satwa migran d) Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan
pelestarian pada dan menunjang budidaya serta keberadaan populasi hidupan liar;
zona inti dan zona mendukung zona inti. e) Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan
pemanfaatan. penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas.
Zona Bagian taman nasional a) Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi Untuk pengembangan a) Perlindungan dan pengamanan;
Peman- yang letak, kondisi, ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik; pariwisata alam dan rekreasi, b) Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan
faatan dan potensi alamnya, b) Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensl dan jasa lingkungan, pendidikan, ekosistemnya;
yang terutama daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata alam; penelitian, serta pengembangan c) Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya;
dimanfaatkan untuk c) Kondisi Iingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, yang menunjang pemanfatan d) Pengembangan potensi dan daya tarik wisata alam;
kepentingan pariwisata pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan; kegiatan penunjang budidaya. e) Pembinaan habitat dan populasi;
alam dan kondisi/jasa d) Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana f) Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa
lingkungan lainnya. bagi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, lingkungan;
penelitian dan pendidikan; g) Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian,
e) Tidak berbatasan langsung dengan zona inti. pendidikan, wisata alam, dan pemanfatan kondisi/jasa Iingkungan.

122 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 123
(Lanjutan) Lampiran 1. Zonasi Pengelolaan Taman Nasional
Nama Definisi Kriteria Fungsi Kegiatan yang dapat dilakukan
Zona Bagian dari taman nasional yang a) Adanya potensi dan kondisi sumber daya alam Untuk pemanfaatan potensi a) Perlindungan dan pengamanan;
Tradisio- ditetapkan untuk kepentingan hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan tertentu taman nasional oleh b) Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan
nal pemanfaatan tradisional oleh secara tradisional oleh masyarakat setempat guna masyarakat setempat secara oleh masyarakat;
masyarakat, yang karena kesejarahan memenuhi kebutuhan hidupnya; lestari melalui pengaturan c) Pembinaan habitat dan populasi;
mempunyai ketergantungan dengan b) Di wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi pemanfaatan dalam rangka d) Penelitian dan pengembangan;
sumber daya alam. sumber daya alam hayati tertentu yang telah memenuhi kebutuhan hidupnya. e) Pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam sesuai
dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.
perbanyakan, dan pembesaran oleh masyarakat
setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Zona Bagian dari taman nasional, yang a) Adanya perubahan fisik, sifat fisik, dan hayati yang Untuk mengembalikan ekosistem a) Perlindungan dan pengamanan;
Rehabili- karena mengalami kerusakan maka secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian kawasan yang rusak menjadi b) Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh
tasi perlu dilakukan kegiatan pemulihan ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur atau mendekati kondisi ekosistem masyarakat;
komunitas hayati dan ekosistemnya tangan manusia; alamiahnya. c) Pembinaan habitat dan populasi;
yang mengalami kerusakan. b) Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis d) Penelitian dan pengembangan;
atau spesies asli dalam kawasan; e) Pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan
c) Pemulihan kawasan pada huruf a dan b minimal kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.
memerlukan waktu 5 tahun.
Zona Bagian dari taman nasionai yang a) Adanya lokasi untuk kegiatan religi yang masih Untuk memperlihatkan dan melindungi a) Perlindungan dan pengamanan;
Religi, didalamnya terdapat situs religi, dipelihara dan dipergunakan masyarakat; nilai-nilai hasiI karya, budaya, sejarah, b) Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi;
Budaya peninggalan warisan budaya dan atau b) Adanya situs budaya dan sejarah, baik yang arkeologi, maupun keagamaan c) Penyelenggaraan upacara adat;
dan sejarah yang dimanfaatkan untuk dilindungi undang-undang maupun tidak dilindungi sebagai wahana penelitian; d) Pemeliharaan situs budaya dan sejarah, serta keberlangsungan
Sejarah kegiatan keagamaan, perlindungan nilai- undang-undang. pendidikan dan wisata alam sejarah, upacara-upacara ritual keagamaan/adat yang ada.
nilai budaya atau sejarah. arkeologi, dan religius.
Zona Bagian dari taman nasional, yang karena a) Telah terdapat sekelompok masyarakat dan Untuk kepentingan aktivitas a) Perlindungan dan pengamanan;
Khusus kondisi tidak dapat dihindarkan telah sarana penunjang kehidupannya yang tinggal kelompok masyarakat yang tinggal b) Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat;
terdapat kelompok masyarakat berikut sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan di wilayah tersebut sebelum c) Rehabilitasi;
sarana penunjang kehidupannya yang sebagai taman nasional; ditunjuk/ ditetapkan sebagai d) Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat, serta daya
tinggal sebelum wilayah itu ditetapkan b) Telah terdapat sarana prasarana, antara lain taman nasional. Masyarakat dukung wilayah.
sebagai taman nasional, antara telekomunikasi, fasilitas transportasi, dan listrik, eksis berikut sarana penunjang
lain sarana telekomunikasi, fasilitas sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan kehidupannya serta kepentingan
transportasi, dan listrik. sebagai taman nasional; yang tidak dapat dihindari, seperti
c) Lokasi tidak berbatasan dengan zona inti. sarana telekomunikasi, fasilitas
transportasi, dan Iistrik.
Sumber: Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006
Foto: ©Moving Images/ NL Agency

124 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 125
Lampiran 2. Rekapitulasi Kegiatan Non Kehutanan Panas Bumi di Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Pelestarian Alam
No. Lokasi Pihak Ke-3 Kegiatan Perijinan/ Persetujuan Perjanjian Kerja Sama Jangka Waktu
1. TN Gn. Halimun Salak PT. Chevron Geothermal Pengembangan lapangan panas - Surat Menhut No.1018/Menhut- Perjanjian Pinjam Pakai dengan 20 tahun
(dh. Unocal Geothermal of bumi dan Pembangkit Listrik VII/1995 tgl. 11 Juni 1995 kompensasi rasio 1:2 No.06/044.3/
Indonesia) Tenaga Panas Bumi (PLTP) di - Surat Menhut No.1053/Menhut- III/1996 tgl. 15 Agustus 1996
HL Gunung Salak selama 20 VII/1995 tgl. 19 Juli 1995
tahun seluas 273,66 ha - Surat Dirjen PHKA No. S.797/IV/
KK/2005 tgl. 20 Desember 2005
2. CA Kawah Kamojang Pertamina UEP III Jalan masuk pipa uap dan - Surat Dirjen Kehutanan No.2143/ Pinjam pakai tanpa kompensasi 01 Agustus 1995 -
instalasi pengeboran seluas Dj/1/74 tgl. 30 Mei 1974 01 Agustus 2000
5,25 ha dan 4,25 ha - Surat Dirjen Kehutanan No.3059/
DJ/1/78 tgl. 21 September 1978 Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgl 21 Desember 2009
3. CA Kawah Kamojang Pertamina UEP III Pengeboran panas bumi dan - Surat Dirjen Kehutanan No.204/ Pinjam pakai tanpa kompensasi 01 Agustus 1995 -
jalur pipa uap seluas 21,505 ha DJ/1/1983 tgl. 17 Januari 1983 01 Agustus 2000
- Surat Dirjen Kehutanan No.576/
DJ/1/1983 tgl. 11 Februari 1983
- Surat Menhut No.022/Kpts-II/1984 Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
tgl. 17 Februari 1984 Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgl 21 Desember 2009
4. CA Kawah Kamojang Pertamina UEP III Pengeboran panas bumi tahap 2 - Surat Menhut No.227/Kpts-II/1989 Pinjam pakai dengan kompensasi seluas 01 September 1995 -
seluas 5,85 ha dan 12,4 ha tgl. 11 Februari 1989 12 ha dan 24 ha 01 September 2020
- Surat Menhut No.927/Menhut-VII/1997 dan
tgl. 20 Agustus 1997 20 Agustus 1997 -
20 Agustus 2022
Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgl 21 Desember 2009
5. CA Kawah Kamojang Pertamina UEP III Pengembangan Lapangan Surat Menhut No.341/Menhut-VII/1997 Pinjam pakai dengan kompensasi 24 ha
Tahap 2 seluas 12 ha tgl. 15 Maret 1997
Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgl 21 Desember 2009
6. CA Kawah Kamojang PT. Latoka Trimas Bina Energi Pembangunan PLTP Unit VI Surat Menhut No.242/Menhut-VII/1998 Pinjam pakai dengan kompensasi 4 ha.
seluas 2 ha tgl. 25 Februari 1998
Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Pertamina GE tgl 13 Juli 2009,
addendum tgll 21 Desember 2009

126 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 127
(Lanjutan) Lampiran 2. Rekapitulasi Kegiatan Non Kehutanan Panas Bumi di Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Pelestarian Alam
No. Lokasi Pihak Ke-3 Kegiatan Perijinan/ Persetujuan Perjanjian Kerja Sama Jangka Waktu
7. CA Papandayan PT. Amoseas Indonesia Inc. Perluasan Kegiatan Tahap 2 Surat Menhut No.336/Menhut-VII/1997 Pinjam pakai dengan kompensasi 1998-2003
seluas 26 ha tgl. 26 Maret 1997

Perpanjangan Perjanjian Kerja Sama 13 Juli 2009 -


antara BB KSDA Jabar dengan Chevron 13 Juli 2014
Geothermal Ind. tgl 13 Juli 2009
8. CA Papandayan PT. Amoseas Indonesia Inc. Eksplorasi dan eksploitasi panas - Surat Menhut No.520/Menhut-VI/1986 Pinjam pakai dengan kompensasi 7 ha 30 Januari 1997 -
bumi dan jalan masuk pipa tgl. 22 Okt 1986 29 Februari 2002
pemboran seluas 7 ha - Surat Menhut No.126/Menhut-II/1992
tgl. 10 Januari 1992
- Surat Menhut No.321/Menhut-V/2001 Perpanjangan Perjanjian Kerja Sama 13 Juli 2009 -
antara BBKSDA Jabar dengan Chevron 13 Juli 2014
Geothermal Ind. tgl 13 Juli 2009

9. CA Papandayan PT. Amoseas Indonesia Inc. Pemasangan Pipa Penyalur Surat Menhut No.126/Kpts-II/1992 05 April 1993 -
Gas/ Uap seluas 0,095 ha tgl. 10 Januari 1992 05 April 1998
Perpanjangan melalui Perjanjian Kerja 13 Juli 2009 -
Sama antara Balai Besar KSDA Jabar 13 Juli 2014
dengan Chevron Geothermal Indonesia
tgl 13 Juli 2009
10. TN Bukit Barisan Selatan Pemkab Lampung Barat Pembangunan Surat Dirjen PHKA No.S.98/IV-KK/2008 Perjanjian Kerja Sama TNBBS dg 29 Januari 2009 -
PLTP Sekincau-Suoh di TNBBS tgl 25 Februari 2008 Pemkab Lampung Barat No. PKS.89/ 29 Januari 2014
BBTNBBS-1/2009 dan No. 549/01/
PEMKAB-LB/II.11/2009 tgl 29 Januari
2009
Chevron Geothermal Suoh Penelitian potensi panas bumi Surat Dirjen PHKA No.S.370/IV- (tahap survey 3G)
Sekincau (survei Geologi, Geofisika dan KKBHL/2011 tgl 8 Agustus 2011
Geokimia) di TNBBS
11. TN Kelimutu PT Sokoria PLTP Sokoria Belum proses

12. TN Gunung Rinjani PT PLN (Persero) Studi UKL-UPL (AMDAL), Surat Dirjen PHKA No.S.256/IV- (tahap survey 3G)
Survei Geologi, Geokimia, KKBHL/2011 tgl. 26 Mei 2011
Geofisika di Sembalun
Sumber: Direktorat Konservasi Kawasan Ditjen PHKA (2011)

128 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi WWF-Indonesia 129
130 Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi
About WWF Ring of Fire Program
With the Ring of Fire Program, WWF has an ambition:
by 2015 there is a significant shift towards the use of renewable energy and
particularly in the sustainable production and use of geothermal energy in
Indonesia and the Phillipines.

Improved Enabling Environment


By 2015, an improved enabling
environment conducive to geothermal
energy and other RES will be in place in
Indonesia and the Philippines.
WWF’s
Sustainability
Guidelines
WWF’s 100%
Renewable Vision
By 2015, WWF’s
Sustainability Guidelines
shall have been accepted by
By 2015, Indonesia the geothermal industry as
has agreed to national a best practice benchmark,
renewable energy targets has significantly improved
for 2030 in line with geothermal energy’s social
WWF’s 100% renewable acceptability and built
vision, including a broad stakeholder support.
target for ending energy
poverty by 2030. By
2015, the targets for the
Philippines will be more
ambitious than the 2030
target announced by
government.

WWF strengths of working in partnership with the public and private sector, and combining expertise
with on the ground implementation, will form the basis of our approach. Furthermore, WWF has
been 50 years of experience in the region. WWF intends to use this program as a catalyst to accelerate
geothermal development in other countries within the region - and potentially in other regions with
rich geothermal energy potential.

The program will show it is possible to achieve this ambition in a sustainable way, conserving
biodiversity, and at the same time support innovation and green economic growth, counter climate
change and improve the living conditions of targeted communities. A rightly approached ‘Green New
Deal’ works on energy supply, environment protection, employment creation and economic growth.

Why we are here


To stop the degradation of the planet’s natural environment and
to build a future in which humans live in harmony with nature

www.wwf.or.id

Recycled
Supporting responsible use of forest resources
www.fsc.org Cert no. BV COC 008904
© 1996 Forest Stewardship Council

Anda mungkin juga menyukai