Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)


Dosen pembimbing :
Shinta Wahyusari, S.Kep.,N.s.,M.Kep.Mat

Nama Kelompok 2 :
Chairun nisa’
Dian febri sadewa
Fitalia nur azizah
Noer amalia
Reynaldi kurniawan
Yulia megayatri
Tutik rin hidayanti

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN
GENGGONG-PROBOLINGGO 2015-1016
BAB I

KONSEP DASAR TEORI

A. Pendahuluan

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan masalah
kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak merupakan penyebab
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi. Angka kematian ISPA di negara maju
berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi.
Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %.
Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA. (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang
terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 - 6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % - 60 % dari
kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim, 2009).

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada anak dengan ISPA
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian pada anak dengan ISPA
b. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan apa yang muncul pada anak dengan ISPA
c. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan ISPA
d. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan apa yang tetapat pada anak dengan ISPA
e. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan serta rencana tindakan apa yang akan
dilakukan pada anak dengan ISPA.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


I. Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut atau sering disebut sebagai ISPA adalah terjadinya infeksi
yang parah pada bagian sinus, tenggorokan, saluran udara, atau paru-paru. Infeksi yang terjadi
lebih sering disebabkan oleh virus meski bakteri juga bisa menyebabkan kondisi ini.

Kondisi ini menyebabkan fungsi pernapasan menjadi terganggu. Jika tidak segera ditangani,
ISPA dapat menyebar ke seluruh sistem pernapasan tubuh. Tubuh tidak bisa mendapatkan cukup
oksigen karena infeksi yang terjadi dan kondisi ini bisa berakibat fatal, bahkan mungkin
mematikan.

ISPA harus dianggap sebagai kondisi darurat, jika mencurigai terjadinya serangan ISPA,
segera cari bantuan medis. Kondisi ini berpotensi menyebar dari orang ke orang. Bagi yang
mengalami kelainan sistem kekebalan tubuh dan juga orang yang lanjut usia akan lebih mudah
terserang penyakit ini. Terlebih lagi pada anak-anak, di mana sistem kekebalan tubuh mereka
belum terbentuk sepenuhnya.

Seseorang bisa tertular infeksi saluran pernapasan akut ketika orang tersebut menghirup
udara yang mengandung virus atau bakteri. Virus atau bakteri ini dikeluarkan oleh penderita
infeksi saluran pernapasan melalui bersin atau ketika batuk. Selain itu, cairan mengandung virus
atau bakteri yang menempel pada permukaan benda bisa menular ke orang lain saat mereka
menyentuhnya. Ini disebut sebagai penularan secara tidak langsung. Untuk menghindari
penyebaran virus maupun bakteri, sebaiknya mencuci tangan secara teratur terutama setelah
Anda melakukan aktivitas di tempat umum.

II. Etiologi ISPA


Berikut ini adalah beberapa mikroorganisme penyebab munculnya ISPA yang sudah diketahui.

1. Adenovirus. Gangguan pernapasan seperti pilek, bronkitis, dan pneumonia bisa disebabkan
oleh virus ini yang memiliki lebih dari 50 jenis.

2. Rhinovirus. Ini adalah jenis virus yang menyebabkan pilek. Tapi pada anak kecil dan orang
dengan sistem kekebalan yang lemah, pilek biasa bisa berubah menjadi ISPA pada tahap
yang serius

3. Pneumokokus. Ini adalah jenis bakteri yang menyebabkan meningitis. Tapi bakteri ini bisa
memicu gangguan pernapasan lain, seperti halnya pneumonia.
Sistem kekebalan tubuh seseorang sangat berpengaruh dalam melawan infeksi virus
maupun bakteri terhadap tubuh manusia. Risiko seseorang mengalami infeksi akan meningkat
ketika kekebalan tubuh lemah. Hal ini cenderung terjadi pada anak-anak dan orang yang lebih tua.
Atau siapa pun yang memiliki penyakit atau kelainan dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

ISPA sendiri akan lebih mudah menjangkiti orang yang menderita penyakit jantung atau
memiliki gangguan dengan paru-parunya. Perokok juga berisiko tinggi terkena infeksi saluran
pernapasan akut dan cenderung lebih sulit untuk pulih dari kondisi ini.

III. Klasifikasi ISPA


ISPA terdiri dari sekelompok klinik dengan etiologi dan perjalanan klinik yang berbeda. Berikut ini
klasifikasi dari ISPA.

1. Klasifikasi menurut Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:

a. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest
indrawing).

b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis
tergolong bukan pneumonia.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun.

Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

a. Pneumonia berat : ditandai dengan batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan
yaitu 60 kali per menit atau lebih.

b. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada
bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada tiga klasifikasi penyakit, yaitu :
a. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang tldak menangis atau meronta).

b. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah
50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

c. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah dan tidak ada napas cepat (Lembang, 2003).

2. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomic

A. ISPA bagian atas adalah infeksi akut menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya:

1. Tonsilitis, penyakit ini ditandai rasa sakit pada saat menelan diikuti dengan demam
dan kelemahan tubuh, dapat disebabkan oleh virus dan bakteri.

2. Common cold adalah infeksi primer di nasofaring dan hidung yang sering dijumpai
pada balita yang disertai demam tinggi.

3. Sinusitus akut merupakan radang pada sinus, beringus, sakit kepala, demam, malaise
dan nausea.

4. Pharingitis yaitu peradangan pada mukosa pharing dengan gejala demam disertai
menggigil, rasa sakit pada tenggorokan, sakit kepala, sakit saat menelan dan lain-lain.

B. ISPA bagian bawah adalah infeksi saluran pernapasan dari epiglotis sampai alveoli paru,
misalnya:

1. Bronchitis akut adalah demam yang disertai batuk-batuk, sesak napas, dahaknya sulit
keluar karena menjadi lengket, ditemukan adanya ronki basah dan wheezing.

2. Pneomonia adalah radang paru-paru disertai eksudasi dan konsolodasi, panyakit


penyakit ini muncul karena akut dengan demam, penderita pucat, batuk-batuk dan
pernapasan menjadi cepat.

3. Bronkopnemonia adalah peradangan paru-paru, biasanya dimulai di bronkioli


terminal, gejalanya adalah demam, sesak napas, batuk dengan dahak yang kuning
kehijauan dan biasanya berupa serangan yang datangnya secara tiba-tiba.

4. Tubercolosis paru adalah penyakit yang disebabkan M. Tuberculosis, gejalanya batuk


biasanya disertai darah, panas, nyeri dada, kurus akibat kurang nafsu makan.
3. Kalisifikasi berdasarkan derajat keparahan penyakit

a. ISPA ringan, penatalaksaan cukup dengan tindakan penunjang tanpa pengobatan anti
mikroba. Tanda dan gejalanya: batuk, pilek, sesak dengan ataupun tanpa napas, keluarnya
cairan dari telinga yang lebih dari 2 minggu tanpa rasa sakit di telinga.

b. ISPA sedang, penatalaksanaannya memerlukan pengobatan anti mikroba, tetapi tidak


perlu dirawat. Tanda dan gejalanya: pernapasan cepat (lebih dari 50 kali permenit),
wheezing, napas menciut-ciut dan panas.

c. ISPA berat, kasus ISPA yang perlu pananganan langsung oleh tenaga madis atau tenaga
kesehatan. Tanda dan gejalanya: penarikan dada ke dalam pada saat penarikan napas,
pernasan ngorok, tak mau makan, kulit kebiru-biruan, dehidrasi, kesadaran menurun.

Perlu diingat, bahwa sebenarnya tidak semua batuk, pilek dan panas disebabkan oleh
kuman penyakit, tetapi dapat juga disebabkan karena seseorang tidak tahan terhadap sesuatu,
misalnya makanan tertentu, udara dingin, debu, dan sebagainya. Namun penyebab yang paling
umum adalah kuman penyakit. ISPA dapat menyerang anak-anak dan orang dewasa. Tetapi
bagi kita sangat penting memperhatikan ISPA pada anak-anak, karena penyakit ini merupakan
salah satu penyebab penting kematian pada anak-anak, terutama pada bayi dan anak-anak di
bawah umur lima tahun (Balita).

IV. Tanda-tanda terserang ISPA


Menurut berat ringannya penyakit, ISPA dibagi menjadi tiga golongan yaitu:

a. Tanda-tanda ISPA ringan, jika ditemukan salah satu atau tebih dari tanda-tanda berikut:

1. Batuk

2. Serak : anak bersuara parau saat mengeluarkan suara (saat berbicara atau menangis).

3. Pilek : mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.


4. Panas(demam): suhu badan lebih dari 37 0 atau jika dahi anak diraba dengan punggung
tangan panas terasa panas.

b. Tanda-tanda ISPA Sedang, jika dijumpai tanda-tanda ISPA ringan disertai satu atau lebih
tanda-tanda berikut:

Pernafasan lebih dari 50x per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun, atau
lebih dari 40x per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung
pernafasan adalah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk ini
maka diperlukan arloji. Suhu lebih dari 39oC (diukur dengan alat pengukur suhu
badan/termometer). Tenggorokan berwarna merah. Timbul bercak-bercak pada kulit
menyerupai bercak campak. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). Pernafasan berbunyi menciut-ciut
(Makmur, 2004).

Dari tanda-tanda ISPA perlu berhati-hati karena jika anak menderita ISPA ringan, tetapi penderita
mengalami: Panas badannya lebih dari 390C atau gizinya kurang, atau umurnya 4 bulan atau
kurang, maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan dari
pertugas kesehatan (perawat, bidan).

c. Tanda-tanda ISPA Berat, jika dijumpai tanda-tanda ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu
atau lebih tanda-tanda berikut:

1. Bibir atau kulit biru.

2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.

3. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun.

4. Pernafasan berbunyi bercuit-ciut, dan anak tampak gelisah.

5. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.

6. Nadi cepat lebih dari 160x permenit atau tak teraba.

7. Tenggorokan berwarna merah.

 Tanda-tanda klinis
 Pada sistem pernafasan adalah: napas tak teratur dan cepat, retraksi/ tertariknya kulit
kedalam dinding dada, napas cuping hidung/napas dimana hidungnya tidak lobang, sesak
kebiruan, suara napas lemah atau hilang, suara nafas seperti ada cairannya sehingga
terdengar keras

 Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat atau lemah, hipertensi,
hipotensi dan gagal jantung.

 Pada sistem Syaraf adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang dan
coma.

 Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda pada anak:


 Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk.

 Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa
diminumnya), kejang, kesadaran menurun, mendengkur, mengi, demam dan dingin

Penderita ISPA berat harus dirawat di rumah sakit atau Puskesmas, karena perlu mendapat
perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen dan/cairan infus.

 Cara Penularan ISPA


ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan
bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat
pada bulan-bulan musim dingin.

ISPA bermula pada saat mikriorganisme atau atau zat asing seperti tetesan cairan yang
dihirup, memasuki paru dan menimbulkan radang. Bila penyebabnya virus atau bakteri, cairan
digunakan oleh organisme penyerang untuk media perkembangan. Bila penyebabnya zat asing,
cairan memberi tempat berkembang bagi organisme yang sudah ada dalam paru-paru atau sistem
pernapasan,

Umumnya penyakit pneumonia menular secara langsung dari seseorang penderita kepada
orang lain melalui media udara. Pada waktu batuk banyak virus dan kuman yang dikeluarkan dan
dapat terhirup oleh anak lain yang berdekatan dengan penderita.
 Pencegahan
Mengingat pencegahan lebih baik dari pengobatan maka sebaiknya pengelolaan ISPA
dilaksanakan secara menyeluruh meliputi penyuluhan kesehatan yang baik, menggalakkan
imunisasi dan penatalaksanaan penderita secara medik sebagaimana lazimnya. Walaupun
morbiditas ISPA bawah relatif lebih kecil dari ISPA atas namun fasilitas klinik yang dibutuhkan
dalam penanganannya sangat tinggi. Selayaknyalah pemberantasan ISPA bawah diprioritaskan
dengan menitik beratkan usaha penekanan morbiditas ISPA bawah baik sebagai lanjutan ISPA atas
atau tidak dan mortalitasnya.

Dalam upaya pencegahan ISPA dapat dilihat dalam lima tingkat pencegahan, yaitu sebagai
berikut:

1. Promosi Kesehatan (Health Promotion)

Promosi kesehatan untuk pencegahan penyakit ISPA dapat dilakukan dengan berbagai upaya,
antara lain:

a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menerapkan pola hidup


sehat dan PHBS sejak dini.

b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan pemberantasan


serta diagnosa dini dari suatu penyakit seperti ISPA.

c. Melakukan perbaikan lingkungan sosial seperti mengurangi dan menghilangkan kondisi


sosial yang mempertinggi resiko terjadinya infeksi.

2. Perlindungan Khusus (Spesifik Protection)

Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya penyakit ISPA dapat dilakukan dengan upaya
antara lain:

a. Perbaikan status gizi individu/perorangan ataupun masyarakat untuk membentuk daya


tahan dalam tubuh yang lebih baikdan dapat melawan agent penyakit yang akan masuk ke
dalam tubuh.

b. Pemberian ASI Ekslusif kepada bayi yang baru lahir, karena ASI banyak mengandung kalori,
protein dan vitamin yang banyak dibutuhkan tubuh, pencegahan ini bertujuan untuk
membentuk sistem kekebalan tubuh.

3. Diagnosis dini dan Pengobatan Segera (early diagnosis and prompt treatment)
Diagnosis dini dan pengobatan segera terhadap penyakit ISPA dapat dilakukan upaya antara lain:

a. Temukan semua penderita secara dini dan aktif dengan cara diperiksa di sarana pelayanan
kesehatan guna memastikan bahwa seseorang/bayi benar-benar tidak menderita ISPA.

b. Melakukan pencarian penderita ISPA dan berikan segera pengobatan yang tepat serta
sediakan fasilitas untuk penemuan dan pengobatan penderita agar tidak menularkan
penyakitnya pada orang lain.

c. Sediakan fasilitas yang memadai seperti laboratorium agar dapat melakukan diagnosa dini
terhadap penderita, kontak, dan tersangka.

4. Pemberantasan cacat (disability limitation)

Penyakit ISPA jika tidak diobati secara baik dan teratur akan dapat mengakibatkan kematian.
Pemberantasan cacat dalam mencegah terjadinya penyakit ISPA dapat dilakukan dengan berbagai
upaya diantaranya:

a. Mencegah proses lebih lanjut dengan cara melakukan pengobatan secara


berkesinambungan sehingga dapat tercapai proses pemulihan yang baik.

b. Melakukan perawatan khusus secara berkala guna memperoleh pemulihan kesehatan yang
lebih baik.

5. Rehabilitasi (Rehabilitation)

Rehabilitasi dalam mencegah terjadinya penyakit ISPA dapat dilakukan dengan rehabilitasi fisik
/medis apabila terdapat gangguan kesehatan fisik akibat penyakit ISPA.

Secara pencegahan terhadap ISPA dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut:

· Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

· Immunisasi.

· Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

· Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

V. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalam DepKes RI,
1992).

Pathway
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan
adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
4. Laboratorium:
Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:
a. Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%
b. Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3
c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3
d. Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh
meningkat.

VII. Penatalaksanaan ISPA


1. Medis

Pengobatan penderita penyakit ISPA dimaksud untuk mencegah berlanjutnya ISPA ringan
menjadi ISPA sedang dan ISPA sedang menjadi ISPA berat serta mengurangi angka kematian ISPA
berat. Adapun jenis pengobatannya :

a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan


sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin
diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita
menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin
prokain.

c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung
zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh
kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, salah satunya
dengan merawat penderita di rumah sakit. Apabila perawatan untuk semua anak dengan
penarikan dinding dada tidak memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan terapi
antibiotik dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang tidak mengalami penarikan
dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit yang sangat berat.

Pengobatan selanjutnya yaitu memberikan oksigen, jika frekuensi pernapasan lebih dari 70,
terdapat penarikan dinding dada hebat, atau gelisah. Penggunaan terapi antibiotik juga
merupakan salah satu pengobatan dimana di berikannya bencil penisilin secara intramoskular
setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari.(ampisilin secara intramoskular, walaupun mahal dapat
digantikan bencilpenisilin). Pengobatan antibiotik sebaiknya diteruskan selama 3 hari setelah
keadaan membaik.

2. Keperawatan

Penyuluhan pada pasien tentang cara memutus infeksi

VIII. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :

1. Bronchitis kronik

2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang
biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi
pada mereka drainase sputumnya kurang baik.

3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
pleuritis sicca pada daerah yang terkena.

4. Efusi pleura atau empisema

5. Abses metastasis di otak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian

6. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis )
,cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi
haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.

7. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas


8. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan
oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan
lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi
gagal jantung kanan.

9. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat dan
luas

10. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan
jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran
hati dan limpa serta proteinurea.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISPA

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien : Meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Tanggal masuk
RS, Tanggal pengkajian, No RM, Diagnosa Medis, Nama orang tua, Pekerjaan, Agama, dll

2. Riwayat Kesehatan : Riwayat penyakit sekarang biasanya klien mengalami demam


mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,
batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

3. Riwayat penyakit dahulubiasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini

4. Riwayat penyakit keluarga.Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien tersebut.

5. Riwayat social. Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya

6. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum. Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.

b. Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien

c. Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala

d. Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.

e. Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/


tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan

f. Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman

g. Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak,
apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan,
apakah ada kesulitan dalam berbicara.

h. Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena
jugularis
i. Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.

j. Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat
nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan
bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.

k. Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita
lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.

l. Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas

m. Ekstremitas atas : Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta
kelainan bentuk.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing,
apakah ada gangguan dalam pernafasan.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

1) Inspeksi

a. Membran mukosa- faring tamppak kemerahan

b. Tonsil tampak kemerahan dan edema

c. Tampak batuk tidak produktif

d. Tidak ada jaringan parut dan leher

e. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan

2) Palpasi

a. Adanya demam

b. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus
limfe servikalis

c. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid


3) Perkusi : Suara paru normal (resonance)

4) Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

B. DIAGNOSA

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan,
nyeri.
Tujuan : Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan
meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
1) Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.
2) Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
3) Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta
menyerap keringat.
4) Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
5) Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
6) Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas
oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih
dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
1) Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
2) Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
3) Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semipronedan side
lying position).
4) Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
5) Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode
tachypnea.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.
7) Berikan kelembaban udara yang cukup.
8) Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.

3. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan : Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah
tidak sering bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Intervensi:
1) Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang
diberikan).
2) Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
3) Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
4) Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/
tidak jelas.
5) Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan
anaknya.
6) Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluar

DAFTAR PUSTAKA
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja.1997. Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus, Jakarta :
Balai penerbit FKUI

Suriadi,Yuliani R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak, Jakarta : CV sagung Seto

Gordon,et.al. 2001. Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002, USA : Philadelpia

Departemen Kesehatan RI. 2002.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan


Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, Jakarta : Depkes RI

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31, Jakarta : EGC

DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Jakarta :
EGC

Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3, Jakarta : EGC

Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan, Jakarta : EGC

https://aanborneo.blogspot.co.id/2013/01/materi-infeksi-saluran-pernapasan-akut.html?m=1

http://googleweblight.com/?lite_url=http://erwinamaterasu.blogspot.com/2013/07/laporan-
pendahuluan-ispa_27.html?m%3D1&ei=JB20hqsB&lc=id-
ID&s=1&m=399&host=www.google.co.id&ts=1474337827&sig=AKOVD651JmdppY2JqIh91GqfQ2b
yN6joWQ

http://muhamad-sahiddin.blogspot.in/2011/12/infeksi-saluran-pernapasan-akut-ispa.html

http://mantelbangetsatuaskep.blogspot.co.id/2012/06/askep-ispa.html?m=1

Tugas-tugas Anggota kelompok 2 :


Chairun nisa’ : Askep teori
Dian febri sadewa : pengertian + etiologi (KETUA KELOMPOK)
Fitalia nur azizah : Komplikasi
Noer amalia : Pemeriksaan penunjang
Reynaldi kurniawan : Klasifikasi +tanda dan gejala
Yulia megayatri : patofisiologi + pathway
Tutik rin hidayanti : penatalaksanaan + mengetik makalah (SEKERTARIS)

Anda mungkin juga menyukai