Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa
anak. Orang tua berperan untuk membentuk arah keyakinan anak-anak. Karena setiap
bayi dilahirkan atas kefitrahan tauhid serta aqidah keimanan terhadap Allah s.w.t.
dilahirkan bersih dan suci sehingga sudah memiliki potensi untuk beragama, namun
bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari
bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh kedua orang tua mereka.
Konsep dasar pendidikan keluarga islam dalam akhlak termasuk
ketauhidannya masalah beribadah dan risalah maka konsep-konsep tauhid dalam
keluarga karena sebagaimana risalah utama Nabi adalah “Tidaklah aku di utus
melainkan untuk menyempurnakan akhlak”. Pendidikan awal seorang anak dimulai
dari rumah, Peranan keluarga untuk mendidik anak-anak amat besar dan kesalahan
dalam mendidik akan mendatangkan kesan yang tidak baik kepada kehidupan anak-
anak.
Apabila pendidikan dari rumahnya sudah baik, kemudiannya dibiarkan anak-
anak itu bergaul dengan golongan yang baik-baik, orang mukmin yang terpelajar,
kelak apabila ia dewasa, anak-anak ini akan menjadi insan yang berguna dan
mempunyai keimanan yang kukuh, akhlak yang terpuji serta pendidikan yang baik,
begitu pula sebaliknya.
Apabila kita membicarakan tentang pendidikan keagamaan, sudah pastilah
kita akan membahas soal yang berkaitan dengan pendidikan keimanan anak. Sehingga
dalam konteks ini, penyusun akan membahas tentang seberapa besar peranan keluarga
dalam pendidikan aqidah sebagaimana firman Allah "Wahai orang-orang yang
beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari siksa api neraka, yang bahan bakarnya
terdiri dari manusia dan batu" (QS. At Tahrim: 6).

1.2 Rumusan masalah


Untuk mengkaji dan mengulas tentang aqidah dalam keluarga,maka
diperlukan subpokok masalah yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Ahklak?
2. Apa yang dimaksud sumber ahklak?
3. Apa itu Ahklak dalam keluarga?
1.3 Tujuan dan manfaat penulis

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
AIK dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan
penulis dan pembaca tentang aqidah dalam keluarga dan dapat diimplementasikan
dalam kehidupan.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak
Secara etimologis (lugbatan) akhlak (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari
khuluq yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kholiq (Pencipta), dan mahluk
(yang diciptakan), dan khalq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku
mahluk (manusia). Atau dengan kata lain,tata perilaku seseorang terhadap orang lain
dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi manakala tindakan
atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan). Dari pengertian
etimologis ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang
mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur
hubungan antara manusia dengan tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.
Secara Terminologis ada beberapa definisi tentang akhlak, penulis pilihkan
tiga di antaranya :
1. Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.
2. Ibrahim Anis
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah
macam –macam perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan.
3. Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya
baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau
meninggalkannya.
B. Sumber Akhlak
Yang dimaksud sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk
atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran islam, sumber ahklak adalah
Al-Quran dan Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana
pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula Karena baik atau buruk dengan
sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazilah.
C. Ruang lingkup Ahklak
Muhammad ‘ Abdullah Draz dalam bukunya Dustur Al-ahklak fi al-islam,
membagi ruang lingkup ahklak kepada 5 bagian :
1. Ahklak Pribadi (al-ahklaq al-fardiyah)
2. Ahklak Berkeluarga (al-ahklak al-usariyah)
3. Ahklak Bermasyarakat (al-ahklak al-ijtima’iyyah)
4. Ahklak Bernegara (al-ahklak ad-daulah)
5. Ahklak Beragama (al-ahklak ad-diniyyah)
Dari sistematika yang dibuat oleh ‘Abdullah Draz diatas tampaklah bagi kta
bahwa ruang lingkup ahklak itu sangat luas, mencakup seluruh aspek kehidupan, baik
secara vertical dengan Allah SWT maupun secara horizontal dengan sesama mahluk-
Nya.
D. Ciri-ciri Ahklak dalam Islam
1. Ahklak Rabbani
Ajaran ahklak dalam islam bersumber dari wahyu Ilahi yang termaktub dalam Al-
Quran dan Sunnah. Didalam Al-Quran terdapat kira-kira 1.500 ayat yang
mengandung ajaran ahklak, baik yang teoritis maupun praktis. Sifat Rabbani dari
ahklak juga menyangkut tujuannya, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan di dunia
kini dan di akhirat nanti.
Ciri Rabbani juga menegaskan bahwa ahklak dalam islam bukanlah moral
yang kondisional dan situasional, tetapi ahklak yang benar-benar memiliki nilai
yang mutlaq.
2. Ahklak Manusiawi
Ajaran ahklak dalam islam sejalan dan memenuhi tuntunan fitrah manusia.
Kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti
ajaran ahklak dalam islam. Ajaran ahklak dalam islam diperuntukan bagi manusia
yang merindukan kebahagiaan dalam arti hakiki, bukan kebahagiaan semu.
Ahklak dalam islam adalah ahklak yang benar-benar memelihara eksistensi
manusia sebagai mahluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.
3. Ahklak Universal
Ajaran ahklak dalam islam sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan
mencakup segala aspek hidup manusia. Baik yang dimensinya vertical maupun
horizontal. Sebagai contoh AL-Quran menyebutkan sepuluh macam keburukan
yang wajib dijauhi oleh setiap orang, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada
orang tua, membunuh anak Karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka
maupun tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak
yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain kewajiban
melampaui kekuatannya, persaksian tidak adil, dan menghianati janji dengan
Allah (QS.Al-an’am 6:151-152).
4. Ahklak Keseimbangan
Ajaran ahklak dalam islam berada di tengah antara yang menghayalkan manusia
sebagai malaikat yang menitikberatkan segi kebaikannya dan yang menghayalkan
manusia seperti hewan yang menitikbertakan sifat keburukannya saja. Manusia
menurut pandangan islam memiliki dua kekuatan dalam dirinya, kekuatan baik
pada hati nurani dan akalnya dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Manusia
meiliki naluriah hewani dan juga ruhaniah malaikat. Manusia memiliki unsur
ruhani dan jasmani yang memerlukan pelayanan masing-masing secara seimbang.
Manusia hidup tidak hanya kini, tetapi dilanjutkan dengan kehidupan di akhirat
nanti. Hidup di dunia merupakan ladang bagi akhirat. Ahklak islam memenuhi
tuntutan kebutuhan manusia jasmani dan ruhani secara seimbang memenuhi
tuntutan hidup bahagia di dunia dan di akhirat secara seimbang pula.
5. Ahklak Realistik
Ajaran ahklak dalam islam memperhatikan kenyataan hidup manusia.
Meskipun manusia telah dinyatakan sebagai mahluk yang memiliki kelebihan
dibandingkan mahluk-mahluk yang lain, tetapi manusia mempunyai kelemahan-
kelemahan, memiliki kecenderungan manusiawi dan berbagai macam kebutuhan
material dan spiritual. Dengan kelemahan-kelemahan itu manusia sangat mungkin
melakukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaran. Oleh sebab itu islam
memberikan kesempatan kepada manusia yang melakukan kesalahan untuk
memperbaiki diri dengan bertaubat.
E. Akhlak Dalam Keluarga
Birrul Walidain istilah Birrul Walidain berasal langsung dari Nabi Muhammad
saw. Dalam sebuah riwayat jdisebutkan bahwa Abdullah bin Mas’ud seorang sahabat
Nabi terkenal bertanya kepada Rasulullah saw tentang amalan yang disukai oleh
Allah SWT, beliau menyebutkan : pertama shalat tepat pada waktunya, kedua Birrul
Walidain, ketiga jihad pisabilillah. Teks lengkapnya sebagai berikut:
Diriwayatkan oleh Abu Abdurahman Abdullah ibn Mas’ud ra, dia berkata. Aku
bertanya kepada Nabi saw, apa amalan yang paling disukai oleh Allah SWT beliau
menjawab “shalat tepat pada waktunya”, aku bertanya lagi kemudian apa? beliau
menjawab, “Birrul Walidain”, kemudian beliau menjawab lagi seterusnya apa?beliau
menjawab jihad fisabilillah. (H.Mutafaqun alaih)

Birrul Walidain terdiri dari kata Birrul dan al-walidain yang artinya kebajikan
(ingat penjelasan tentang al-birra dalam surat al-baqarah ayat 177). Al-walidain
artinya dua orang tua ibu bapak. Jadi Birrul Walidain adalah berbuat kebaikan kepada
kedua orang tua.
Semakna dengan birrul walidain Al-Quran Al-Karim menggunakan istilah
ihsan(wa bil-walidaini ihsana), seperti yang terdapat antara lain dalam surat Al-isra
ayat 23:
“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik
baiknya”.(QS.Al-Isra 17:23)

Kedudukan Birrul Walidain


Birrul walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran islam. Ada
beberapa alasan yang membuktikan hal tersebut, antara lain:

1. Perintah ihsan kepada ibu bapak diletakan oleh Allah SWT didalam Al-Quran
langsung sesudah perintah beribadah hanya kepada semata mata atau sesudah
larangan mempersekutukannya Allah berfirman:
“Dan ingatlah ketika kami mengambil janji dari bani israil yaitu: janganlah
kamu menyembah selain allah, dan berbuat kepada ibu bapak”.(QS.Al-
baqarah 2:83)

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mepersekutukannya dengan


sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapa”.(QS.An-nisa
4:36)
2. Allah SWT mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada ibu
bapak. Allah berfirman:
“Dan kami mewasiatkan mewajibkan kepada umat manusia supaya berbuat
kebaikan kepada dua orang ibu bapak”. (QS.Al-ankabut 29:8)

“Kami mewasiatkan kepada umat manusia supaya berbuat kebaikan kepada


dua orang ibu bapak”. (QS.Al-ahqaf 46:15)
3. Allah SWT meletakan perintah berterima kasih kepada ibu bapak langsung
sesudah perintah berterima kasih kepada Allah SWT. Allah berfirman:
“Dan kami memerintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan
lemah, dan menyusuinya dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapaknya, hanya kepadakulah kembalimu”. (QS.Al-luqman 31:14)
4. Rasulullah saw meletakan birrul walidain sebagai amalan nomor dua terbaik
sesudah shalat tepat pada waktunya.
“Diriwayatkan oleh Abu Abdurahman Abdullah ibn Mas’ud ra, dia berkata.
Aku bertanya kepada Nabi saw, apa amalan yang paling disukai oleh Allah
SWT beliau menjawab “shalat tepat pada waktunya”, aku bertanya lagi
kemudian apa? beliau menjawab, “Birrul Walidain”, kemudian beliau
menjawab lagi seterusnya apa?beliau menjawab jihad fisabilillah.
(H.Mutafaqun alaih)
5. Rasulullah saw meletakan uququl walidain (durhaka kepada dua orang ibu
bapak)sebagai dosa besar nomor dua sesudah syirik.
“Diriwayatkan oleh Abu bakrah Nifa’I Ibn Al-harits ra, dia berkata “Rasulullah
saw bersabda: Tidaklah akan aku beritahhukan kepada kalian dosa-dosa yang
paling besar?Beliau mengulangi lagi pertanyaan tersebut tiga kali. Kemudian
para sahabat mengiyakan. Lalu Rasulullah menyebutkan: “yaitu
mempersekutukan Allah dan durhaka kepada ibu bapak”. (H.Mutafaqun Alaih)
6. Rasulullah saw mengaitkan ke ridhoan dan kemarahan Allah SWT dengan
keridhoan dan kemarahan orang tua. Beliau bersabda:
“Keridhoan Rabb(ALLAH) ada pada keridhoan orang tua dan kemarahan
Rabb(ALLAH) ada pada kemarahan orang tua. (HR.Tirmidzi)

Demikianlah Allah dan Rasulnya menempatkan orang tua pada posisi yang
sangat istimewa, sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang
sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya juga menempati posisi yang
sangat hina. Hal demikian menurut hemat kita, mengingat jasa ibu bapa yang sangat
besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia.

F. Bentuk-bentuk Birrul Walidain


Banyak cara bagi seorang anak untuk dapat mewujudkan Birrul Walidain
tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik
masalah pendidikan,pekerjaan,jodoh maupun masalah lainnya. Tentu dengan
satu catatan penting. Selama keingina-keinginan dan saran itu sesuai dengan
ajaran islam. Apabila bertentangan atau tidak sejalan dengan ajaran islam, anak
tidaklah punya kewajiban untuk mematuhinya. Bahkan harus menolaknya dengan
cara yang baik, seraya berusaha meluruskannya, hal demikian sesuai dengan
tuntutan Al-Quran:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya didunia dengan baik”.
(QS.Luqman 31:15)
2. Menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh terima kasih dan
kasih sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak mungkin bisa dinilai dengan
apapun. Ibu yang mengandung dengan susah payah dan penuh penderitaan. Ibu
yang melahirkan,menyusui,mengasuh merawat dan membesarkan. Bapak yang
membanting tulang mencari nafkah untuk ibu dan anak anaknya. Bapak yang
menjadi pelindung untuk mendapatkan rasa aman. Allah SWT berwasiat kepada
kita untuk berterima kasih kepada ibu bapak sesudah bersyukur kepadanya.
“Dan kami memerintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan
lemah, dan menyusuinya dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapaknya, hanya kepadakulah kembalimu”. (QS.Al-luqman 31:14)
3. Membantu ibi bapak secara fisik dan materiil, contohnya sebelum berkeluarga
dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua terutama (ibu)
mengerjakan pekerjaan rumah, dan setelah berkeluarga atau berdiri sendiri
membantu orang tua secara finansial, baik untuk membeli
pakaian,makanan,minuman apalagi untuk berobat. Rasulullah saw menjelaskan
bahwa betapapun engkau mengeluarkan uang untuk membantu orang tuamu
tidak sebanding jasanya kepadamu.
“Tidak dapat seorang anak membalas budi kebaikan ayahnya, kecuali jika
mendapatkan ayahnya tertawan menjadi hamba sahaya dan kemudian
ditebus dimerdekakannya. (HR.Muslim)
4. Mendoakan ibu bapak semoga diberi oleh Allah SWT keampunan rahmat dan
lain sebagainya. Allah SWT menukilkan dalam Al-Quran do’a nabi nuh
memintakan keampunan memohonkan rahmat bagi orang tuanya.
“Ya Tuhanku ampunilah aku, ibu bapaku”. (QS.Nuh 71:28)
5. Setelah orang tuamu meninggal dunia Birrul Walidain masih bias dengan cara
antara lain:
a. Menyelenggarakan jenazahnya dengan sebaik baiknya
b. Melunasi hutang-hutangnya
c. Melaksanakan Wasiatnya
d. Meneruskan silaturahim yang dibinanya diwaktu hidup
e. Memuliakan sahabat-sahabatnya
f. Mendo’akannya
Demikianlah beberapa bentuk Birrul Walidain yang bias kita lakukan terhadap
kedua orang tua baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keluarga adalah satu institusi sosial karena keluarga menjadi penentu utama
tentang apa jenis warga masyarakat. Apabila keluarga kukuh, maka masyarakat
akan bersih dan kukuh. Namun apabila rapuh, maka rapuhlah masyarakat.
Begitu pentingnya keluarga dalam menentukan kualitas masyarakat, sehingga
dalam pembentukan sebuah keluarga harus benar-benar mengetahui pilar-pilar
membangun sebuah keluarga.
Mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah adalah dambaan
setiap manusia. keluarga yang beraqidah ialah kondisi keluarga yang sangat
ideal yang terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebendaan bukanlah sebagai ukuran
untuk membentuk keluarga bahagia. Membangun keluarga yang beraqidah
tidaklah mudah, banyak yang mengalami kesulitan. Dasarnya, mereka harus
mengetahui konsep-konsep membangun keluarga sakinah.
B. Saran
Dengan demikian makalah kami dapat kami selesaikan, dengan dukungan
para-para dosen pembimbing dan juga oleh kawan semua. namun masih banyak
terdapat kekurangan di dalamnya, baik itu dalam pembahsan yang kami bahas
maupun dari sistem penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat berharap maaf
yang sebesarnya dan mohon bimbingannya agar makalah kami dapat diperbaiki
jika terdapat kesalahan nantinya.
DATAR PUSTAKA

 Lembaga pengkajian dan Pemgamalan Islam(LPPI)


 Buku Kuliah Akhlak (Prof.Dr.H.Yunahar Ilyas,Lc.,M.A.)

Anda mungkin juga menyukai