Malaria Serebral
Malaria Serebral
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Malaria Falciparum adalah penyebab utama kesehatan yang
menyebabkan kecacatan dan kematian di negara tropis. Meskipun 40% populasi
dunia berisiko, kebanyakan penularan terjadi di Afrika di mana anak-anak di
bawah usia 5 tahun paling sering terkena dan terjadi penurunan kejadian pada
anak yang lebih tua dengan imunitas yang mulai meningkat. Di Asia Tenggara,
malaria lebih sering terjadi pada orang dewasa dengan ciri klinis yang berbeda.
Setiap tahun, ada lebih dari 500 juta kasus ditemukan. 1% kasus infeksi
bisa berkembang menjadi malaria berat. Malaria berat dapat bermanifestasi
sebagai anemia, hipoglikemia, asidosis metabolik, kejang berulang, koma atau
kegagalan multipel organ dan diperkirakan menyebabkan lebih dari satu juta
2
kematian setiap tahunnya. Malaria serebral adalah manifestasi neurologis malaria
berat yang paling parah. Dengan kejadian 1.120 per 100.000 kasus per tahun di
daerah endemik seperti Afrika. 3
Di Indonesia penyakit ini ditemukan di seluruh kepulauan Nusantara. Pada
tahun 2003 malaria sudah tersebar di 6.053 desa pada 226 kabupaten di 30
propinsi. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumatera Barat, jika dilihat dari
Annual Malaria Incident (AMI), kasus malaria tahun 2006 sekitar 0,47 per 1000
penduduk, tahun 2007 meningkat menjadi 1,77 per 1000 penduduk. Malaria
Serebral merupakan komplikasi terberat Malaria Falciparum dengan angka
mortalitas tertinggi di dunia, yaitu 20-50%. Penelitian di Indonesia mendapatkan
angka mortalitas mencapai 21,5%-30,5%.4
2.3 Etiologi
Kini Plasmodium Knowlesi yang selama ini dikenal hanya ada pada
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), ditemukan pula ditubuh manusia.
Penelitian sebuah tim internasional yang dimuat dalam jurnal Clinical Infectious
Diseases memaparkan hasil tes pada 150 pasien malaria di rumah sakit Serawak,
Malaysia, Juli 2006 sampai Januari 2008, menunjukkan, dua pertiga kasus malaria
disebabkan infeksi Plasmodium Knowlesi.2
3
Kadang- kadang dijumpai tiga jenis plasmodium sekaligus, meskipun hal ini
jarang terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka
penualaran tinggi.2
2.4 Patofisiologi
Pada suatu saat imunitas tubuh menurun, hipnozoit akan menjadi aktif
sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh). Merozoit yang berasal dari
skizon hati yang pecah akan masuk keperedaran darah dan menginfeksi sel
darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari
stadium sporozoit sampai skizon. Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit
yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus
eritrositer. Setelah sampai 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gamet jantan
dan betina).2
4
dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya
menjadi sporozoit yang bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.2
Yaitu rentan waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis
yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung species
plasmodium.2
Salah satu gejala malaria yang paling awal adalah demam yang timbul saat
pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Demam mulai timbul bersamaan
pecahnya skizon darah yang mengeluarkan macam-macam antigen.2
5
Gambar 1. Siklus hidup plasmodium.
6
deformabilitas, menyebabkan anemia, bentukan rosette dan obstruksi
mikrovaskuler; kemudian hipotesis permeabilitas didasarkan pada gangguan
blood brain barrier (BBB) dan peningkatan permeabilitas vaskuler, diikuti
dengan senyawa toksik yang mencapai parenkim otak dan menyebabkan
gangguan neurologis.5
a. Cytoadherence
b. Rosette
7
Salah satu struktur yang penting dalam perlindungan sistem saraf otak
adalah blood brain barrier atau sawar darah otak. Komponen penyusun
blood brain barrier yaitu sel endotel kapiler, perisit, foot processes of
astrocytes dan basal membrane serta neuron yang membentuk unit
neurovaskular. Selama infeksi, parasit menginvasi sel endotel dan
memodulasi permeabilitas vaskular. Sel endotel adalah semiprofessional
antigen- presenting cells, memicu kostimulasi sel T dan aktivasi sel imun
spesifik. Hal ini menimbulkan pelepasan mediator inflamasi dan kerusakan
sel yang terinfeksi oleh efektor seperti sel T CD8+ yang berperan utama
pada malaria serebral. Selama infeksi, gangguan barrier dapat disebabkan
oleh pelepasan mediator radang, interaksi komponen mikrobial dengan
reseptor sel endotel. Gangguan barier ini dapat menyebabkan keadaan
patologi melalui edema, inflamasi dan obstruksi yang menyebabkan
jaringan menjadi iskemik.5
b. Senyawa Toksik
8
refleks tendon biasanya meningkat disertai klonus lutut dan kaki, bersama
dengan respons plantar ekstensor yang bervariasi. Refleks dinding perut dan
refleks kremaster tak dapat dibangkitkan. Tanda-tanda ini berguna untuk
membedakan dari gangguan perilaku akibat demam atau penyebab lain.
Disfungsi batang otak, dapat terjadi pada malaria serebral atau hipoglikemia.
Pada stadium deserebrasi dan dekortikasi sering ditemukan deviasi mata ke
atas, ekstensi leher, bibir mencucur, tetapi refleks primitif lain biasanya tidak
dijumpai. Umumnya pola nafas mendengkur periodik. Setelah itu terjadi
perburukan progresif fungsi batang otak dan dapat mengarah ke gagal nafas
atau gagal jantung.9
9
neurologik; (3) koma yang terjadi selama 24 – 72 jam, awalnya dapat
dibangunkan tetapi kemudian tidak sadar.9
Gejala Klinis malaria serebral, antara lain ditemukannya trias
malaria (demam, menggigil dan berkeringat), nyeri kepala, gejala
gangguan mental, nyeri tengkuk, kaku otot, kejang umum, diare, muntah,
delirium dan syok.10
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan penunjang
10
Gambar 3 : Microglia Akibat Granuloma Perivascular Pada Malaria Serebral
dengan Pewarnaan HE
2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi2,6,7,8
11
Terapi malaria serebral meliputi terapi spesifik anti malaria (OAM). Obat
pilihan anti malaria tergantung sensivitasnya terhadap Plasmodium falciparum.
Namun, banyak dipakai dalam pengobatan malaria Serebral yaitu artesunat,
artemeter, dan kina hidroklorida.
a. Artesunate.
b. Artemeter
c. Kina hidroklorida
12
Selanjutnya selama 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose
5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina dengan dosis
maintenance 10 mg/kgBB dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau NaCl
selama 4 jam. Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan
dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu diberikan dosis maintenance
seperti di atas sampai penderita dapat minum kina per-oral. Apabila
sudah sadar/dapat minum, obat pemberian kina iv diganti dengan kina
tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgBB/kali, pemberian 3 kali sehari
(dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang
pertama).
2. Terapi suportif7,8
Jika fasilitas tidak atau kurang memadai untuk merawat malaria cerebral,
maka persiapkan penderita dirujuk ke rumah sakit ataupun fasilitas yang lebih
memadai dan memiliki fasilitas perawatan intensif. Tindakan yang harus
lakukan yaitu seperti mengawasi tanda vital, hindari trauma, baringkan/
posisikan tidur sesuai kebutuhan, pemberian cairan, dan memberikan anti
konvulsan jika pasien kejang.
2.8 Komplikasi
2.9 Prognosis
13
organ. Semakin sedikit organ vital yang terganggu dan mengalami kegagalan
fungsi, maka semakin baik prognosisnya. 8
a. Meningitis
Untuk membedakan meningitis bakterial dan malaria cerebral diperlukan
hasil dari pemeriksaan laboratorium, diantaranya penemuan plasmodium pada
apusan darah, hitung leukosit pada CSS, kultur darah dan CSS, serta tes antigen
bakteri pada CSS.11
b. Tifoid ensefalopati
Pada malaria dan tetanus yang terjadi pada anak sering menunjukkan gejala
opistotonus. Hal tersebut harus dibedakan melalui anamnesis yang detail, seperti
riwayat luka sebelumnya dan demam yang menyertai. pada tetanus terdapat
riwat luka sebelumnya yang merupakan port de entry kuman Clostridium tetani.
Riwayat demam hanya ditemukan pada 60% pasien tetanus. Pada malaria
serebral gejala opistotonus biasanya dibarengi dengan keadaan koma (penurunan
kesadaran), tidak seperti pada tetanus yang kesadarannya baik.9
14
darah. Koma hipotiroid dan krisis tiroid dapat diketahui dari gejala klinik yang
lain.12
2.11 Pencegahan
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17