Anda di halaman 1dari 29

Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains (PPS702)

Dosen : Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr


Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, M.Sc

STATE OF THE ART


“PENGELOLAAN DANAU DI INDONESIA”

Oleh :

AHMAD MUHTADI
C261170061

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

1
A. LATAR BELAKANG

Forum Perairan Umum II yang diselenggarakan pada tanggal 22 Desember


2005 di Palembang disepakati bahwa istilah perairan umum yang pengertiannya
sama dengan perairan darat ditetapkan sebagai perairan umum daratan, yaitu semua
badan air yang terbentuk secara alami atau buatan dan terletak mulai garis pasang
surut terendah ke arah daratan serta bukan milik perorangan. Dengan demikian,
perairan umum daratan meliputi sungai dan paparan banjiran, danau, waduk, rawa,
dan genangan air lainnya (Kartamihardja et al., 2009). Perairan umum daratan
Indonesia mempunyai luas 33,89 juta ha yang terdiri atas 33,28 juta ha rawa, sungai
dan paparan banjiran (flood plains) (PU, 2013), 0,5 juta ha danau alam (natural
lakes) dan 0,11 juta ha danau buatan (man made lakes) atau waduk (reservoirs)
(Statistik Perikanan-KKP, 2015).
Indonesia memiliki sekitar 7560 sungai utama dengan panjang total
mencapai 94.573 km dan sekitar 65.017 anak sungai (PU, 2013). Paparan banjir
adalah lahan datar di sekitar sungai yang digenangi air saat banjir, yaitu saat daya
tampung alur sungai terlampaui sehingga air meluap. Paparan banjir berupa danau-
danau dangkal musiman, hutan rawa air tawar, atau rawa semak. Pada musim banjir,
paparan banjir dapat berbentuk sistem danau yang besar atau berupa danau-danau
kecil yang saling terhubungkan. Sebaliknya pada musim kemarau, aliran membalik
dan paparan banjir berfungsi untuk mengisi badan air sungai. Indonesia juga
memiliki sekitar 859 danau dan 735 situ (danau kecil) serta sekitar 257 waduk (PU,
2013).
Ikan-ikan di perairan umum daratan Indonesia oleh Kottelat & Whitten
(1996) memperkirakan jumlah spesies ikan air tawar sekitar + 1.300 spesies.
Kemudian oleh Hubert et al. (2015), melaporkan terdapat 1,218 spesies ikan air
tawar yang masuk ke dalam 84 famili, dan setidaknya 630 spesies ikan tersebut
adalah ikan endemik. Spesies ikaan air tawar ini merupakan jumlah tertinggi di
Benua Asia. Bahkan biodiversitas ini nomor dua terkaya di dunia setelah Brazil
yang kekayaan spesiesnya mencapai + 3.000 spesies. Lebih lanjut Para ahli
memperkirakan masih ada sekitar ratusan spesies ikan di wilayah perairan umum
daratan Indonesia yang belum ditemukan dan dideskripsikan (Wargasasmita,
2002). Kottelat et al. (1993) menyatakan bahwa Pulau Kalimantan memiliki lebih
dari 394 jenis ikan dan sebanyak 149 jenis merupakan ikan endemik (38%), Pulau
Sumatera memiliki 272 jenis dengan 30 jenis yang endemik (11%) dan Pulau Jawa
berjumlah 132 jenis dengan 12 jenis yang endemik (9%). Berdasarkan laporan dari
beberapa hasil penelitian terbaru bahkan menyebutkan bahwa ikan endemik di
Pulau Sumatera mengalami peningkatan disebabkan adanya penemuan jenis ikan
baru selama 20 tahun terakhir. Komposisi jenis ikan endemik Sumatera sebanyak
66 jenis yang terdiri dari 13 famili dan didominasi oleh famili Cyprinidae sebanyak
21 jenis dan famili Osphronemidae sebanyak 16 jenis (Prijanto et al., 2016)
Potensi perikanan tangkap di perairan umum daratan ditaksir mencapai
3.034.934 ton per tahun (Kartamihardja et al., 2009). Sampai tahun 2015 hasil
perikanan tangkap di perairan umum daratan mencapai 455.270 ton (Statistik
Perikanan-KKP, 2015). Selain potensi perikanan tangkap perairan umum daratan
juga dapat dikembangkan sebagai perikanan budidaya (Keramba Jaring Apung)
(158.125 ha) (Statistik Perikanan-KKP, 2015), dan obyek wisata alam (ecoturism).
Selain itu perairan umum daratan berperan penting sebagai sumber plasma nutfah

2
dan genetik, resapan air dan pengendali banjir serta pembangkit listrik tenaga air
(PLTA) dan sumber air bersih (Kartamihardja et al., 2009). Dengan demikian secara
global perairan umum daratan merupakan salah satu sumber protein dan ketahanan
pangan, sumber energi, sumber ekonomi dan lapangan kerja, serta sumber devisa
dan pendapatan asli daerah.
Satu diantara perairan umum daratan di Indonesia adalah Danau Siombak.
Danau Siombak merupakan salah satu danau di Indonesia yang kondisi perairannya
dipengaruhi oleh pasang surut (Muhtadi et al., 2016b; 2017b). Danau ini terdapat
di Kota Medan yang merupakan danau buatan dari hasil kegiatan pengerukan tanah
untuk pembuatan jalan tol Belawan–Medan–Tanjung Morawa (Belmera). Danau
ini berfungsi sebagai resapan air, pengendali banjir, area kegiatan penangkapan ikan
dan biota perairan yang lain, serta tempat wisata (Muhtadi et al., 2016b). Potensi
wisata air Danau Siombak dan daerah tepian danaunya dapat ditingkatkan menjadi
tempat perkemahan, taman margasatwa, dan area bermain (Restu et al., 2013) serta
situs warisan kota tua cina (Purnawibowo dan Koestoro, 2016). Di sisi lain, di area
sekitar danau terdapat berbagai aktivitas masyarakat seperti pertanian, peternakan,
perikanan tambak, dan permukiman penduduk yang akan memberikan dampak bagi
ekosistem Danau Siombak. Hasil penelitian Muhtadi et al. (2016b) mendapatkan
setidaknya ada 10 jenis ikan, 1 jenis udang dan 1 jenis kepiting yang ditemukan di
Danau Siombak. Sampai saat ini Danau Siombak dijadikan masyarakat sekitar
sebagai daerah penangkapan ikan, kerang dan kepiting. Selain itu Danau Siombak
juga dijadikan sebagai alternatif tujuan wisata bagi masyarakat kota Medan dan
sekitarnya. Akan tetapi pengelolaan perikanan Danau Siombak masih belum
dikelola dengan baik. Hal ini merupakan salah satu permasalahan pengelolaan
perikanan umum di Indonesia, khususnya di Kota Medan.

3
B. MASALAH SECARA MENYELURUH

Permasalahan pengelolaan sumberdaya perairan, khsususnya danau sangat


kompleks dan rumit. Permasalahan pengelolaan perairan di Indonesia disajikan
pada Gambar 1 dan diuraikan sebagai berikut:
1. Data dan informasi yang sangat minim
Permasalahan utama pengelolaan sumberda alam, khususnya perairan danau di
Indonesia adalah ketersediaan data yang komprehensif baik secara spasial
maupun temporal masih minim. Data-data hasil penelitian dari lembaga
penelitian termasuk LIPI maupun Perguruan Tinggi cenderung masih belum
lengkap dan tidak kontinu. Padahal ketersediaan data secara lengkap dan
komprehensif (spasial maupun temporal) merupakan pondasi awal dalam
pemanfaatan/ pengelolaan sumberdaya perairan. Sebagai contoh Danau Toba
yang merupakan danau terbesar dan khas Indonesia, ketersediaan data terkait
danau Toba masih terbatas. Data-data ekologi Danau Toba saat ini masih
batimetri dan jenis-jenis ikan. Data kualitas air serta sebaran ikan selama 1
tahun belum ada dilakukan penelitian. Contoh lain Danau Maninjau yang
merupakan daerah stasiun penelitian dari LIPI Limnologi juga datanya masih
terbatas. Data-data selain sosial-ekonomi daerah danau pun di hampir seluruh
danau di Indonesia masih sangat terbatas.
2. Perubahan dan kerusakan lahan sekitar danau
Permasalahan lain dari pengelolaan danau di Indonesia adalah perubahan lahan,
khususnya daerah tangkapan air (DTA) danau. Tandusnya gunung-gunung di
sekitar danau sebagai daerah tangkapan air mengakibatkan debit air danau
menurun di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Hutan-hutan di DTA
danau merupakan wilayah “perangkap” air sebagai sumber mata air danau
(KLH, 2008; 2011).
3. Pendangkalan/ sedimentasi
Akibat adanya pengggudnulan hutan di DTA danau dapat juga menyebebabkan
erosi. Erosi dari pola pemanfaatan lahan di DTA menyebabkan terjadinya
pendangkalan danau. Sebagai contoh, berdasarkan data dari PSDA Sumbar
(2005) in KLH (2011) sedimentasi akibat erosi lahan mencapai 2.410 ton/tahun
di Danau Maninjau.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya sedimentasi pendangkalan
danau antara lain (KLH, 2008; 2011):
a) Tidak jelasnya batas tata ruang pemanfaatan di kawasan danau yang
mengakibatkan kerusakan hutan, pendangkalan danau secara terus menerus.
b) Pengembangan daerah pemukiman, pariwisata, dan pembangunan sarana
publik di kawasan sekitar danau yang tidak memperhatikan aspek
lingkungan mengakibatkan perusakan ekosistem daerah aliran sungai
(DAS) secara tidak langsung.
4. Penurunan tinggi muka air/ debit air
Berubahnya lahan di DTA dan hulu sungai yang menjadi sumber mata air (inlet
danau) menyebabkan menurunnya volume/ debit air danau. Bahkan beberapa
danau-danau kecil (situ) di Jabotabek sudah sangat menghawatirkan. Danau-
danau tersebut bahkan beberapa sudah mengalami pengurangan luas/ volume
yang berubah menjadi kebun maupun kegiatan pertanian lainnya.

4
Perubahan fluktuasi muka air danau antara lain disebabkan oleh kerusakan DAS
dan DTA. Perubahan karakteristik aliran air di musim hujan dan musim
kemarau terjadi karena lahan tidak mampu menyerap dan menyimpan air hujan.
DAS dan DTA yang rusak menyebabkan fluktuasi debit banjir di musim hujan
dan debit sangat rendah di musim kemarau dengan perbedaan yang sangat
drastis. Sebagai akibatnya, luas dan kedalaman danau juga berubah cepat
mengikuti musim, seperti yang terjadi pada danau dangkal dan danau paparan
banjir (Tempe dan Limboto serta Situ-situ di Jabotabek).
Lahan sempadan danau yang terjadi akibat penyusutan dan penyempitan
perairan danau, selain berakibat pada peralihan ekosistem danau menjadi
ekosistem rawa lebak, juga mengakibatkan terjadinya perubahan status
kepemilikan dan pengelolaan lahan sempadan dan daratan yang ditimbulkannya
oleh penduduk di sekitarnya (KLH, 2008; 2011).
Pengambilan air untuk air baku, air irigasi, dan tenaga air, berpotensi
mengganggu keseimbangan ekologis daerah sempadan danau apabila
menganggu keseimbangan hidrologi danau. Pengambilan air danau berlebihan
dapat mengakibatkan permukaan air danau surut yang mengubah ekosistem
perairan, karena hamparan sempadan danau apabila tergenang air serta keliling
pantainya merupakan sumber kehidupan dan habitat berbagai biota air.
5. Pencemaran toksik
Pencemaran merupakan masalah seirus bagi perairan Indonesia, tidak terkecuali
perairan danau/ waduk. Waduk-waduk di Jawa Barat dilaporkan telah
mengalami pencemaran logam akibat kegiatan industri di bagian hulu
(Bandung). Danau-danau di Indonesia juga mengakalami pencemaran toksik
berupa pestisida dari kegiatan penduduk dan pertanian.
6. Pencemaran organik/Eutrifikasi
Sumber pencemaran air danau adalah limbah domestik berupa bahan organik
dari permukiman penduduk di daerah tangkapan air dan sempadan danau.
Adanya kegiatan lain berupa usaha pertanian, peternakan, industri rumah dan
pariwisata menambah limbah bahan organik yang masuk ke perairan danau
(Muhtadi et al., 2016a,b). Limbah tersebut terurai menjadi bahan anorganik,
yaitu unsur hara Nitrogen dan Phosphor yang sangat berpotensi menyuburkan
air danau. Limbah urine dan tinja ini mengandung juga zat nitrogen (N) dan
fosfor (P).
Kegiatan budidaya dengan keramba jaring apung (KJA) juga merupakan
sumber limbah yang potensial mencemari perairan danau. Penyebab utama
penurunan kualitas perairan (eutrifikaasi) Danau/ Waduk di Indonesia, seperti
Danau Maninjau, Waduk Jatiluhur, Waduk Cirata, Waduk Saguling, Danau
Toba adalah akibat dari kegiatan perikanan KJA yang sudah melampaui daya
dukung perairan danau.
Pemanfaatan danau untuk kegiatan budidaya perikanan dengan teknik KJA
selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sampai akhir tahun 2006,
terdapat 8.955 unit KJA yang beroperasi di perairan Danau Maninjau. Jumlah
ini sudah sangat melebihi daya dukung perairan danau untuk kegiatan KJA.
Bahkan pada tahun 2008 yang lalu jumlah karamba sudah sangat melebihi
kapasitas yaitu ± 15.000 unit KJA. Hal ini akan memberikan tekanan terhadap

5
perairan danau semakin meningkat berupa booming fitoplankton maupun
tumbuhan air (KLH, 2008; 2011).
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa kualitas perairan danau seperti Danau
Maninjau, Danau Tempe, dan Danau Limboto cenderung terus menurun dari
waktu ke waktu, akibat semakin tingginya tingkat pencemaran karena buangan
limbah domestik dan pertanian (KLH, 2008; 2011), termasuk Danau Kelapa
Gading di Kabupaten Asahan (Muhtadi et al., 2016a; Ridoan et al., 2016a) dan
Danau Siombak (Muhtadi et al., 2016b).
7. Degradasi dan kerusakan habitat/ ekosistem
Ancaman terhadap kondisi suatu lingkungan perairan baik yang berupa
penurunan kualitas air maupun pendangkalan di banyak badan air selalu terkait
dengan aktivitas manusia di lahan atas sekitarnya (anthropogenic factor).
Contoh jelas dapat dilihat di Waduk Saguling yang airnya berwarna hitam pekat
akibat menerima limbah domestik atau perkotaan dari kota Bandung sehingga
ikan tidak dapat hidup. Akibatnya tidak ada 1 nelayan pun di waduk tersebut.
Contoh lain adalah perairan Danau Tempe di Sulawesi Selatan, Danau
Semayang di Kalimantan Timur, dan Danau Limboto di Gorontalo yang
semakin dangkal dan keruh air akibat penggundulan hutan di lahan atasnya yang
berjalan secara intensif. Kondisi ini, apabila dibiarkan terus berlangsung, maka
tidak mustahil dalam waktu yang tidak lama lagi akan kehilangan sumber daya
ikan yang sangat potensial tersebut. Apabila dipetakan, maka secara
keseluruhan akan terlihat bahwa perairan umum daratan Indonesia lama
kelamaan akan semakin mengecil/ semakin berkurang (KLH, 2008; 2011).
Adapun dampak langsung degradasi habitat/ eksositem danau terhadap
kebutuhan manusia maupun secara ekologis adalah:
a. Hilangnya keanekaragaman hayati
Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity karena memiliki kekayaan
jenis tumbuhan dan hewan yang tinggi di dunia. Oleh karean itu, Indonesia
disebut sebagai sumber plasma nutfah dan genetik. Kekayaan tersebut
termasuk ikan-ikan endemik yang antara lain hidup di danau-danau Laut
Tawar, Toba, Maninjau, Singkarak, Limboto, Poso, Matano, Mahalona,
Towuti, dan Sentani. Adanya ancaman terhadap keanekaragaman hayati
ekosistem air tawar disebabkan oleh 5 faktor, yaitu (KLH, 2008; 2011):
 Penangkapan berlebihan (over exploitation) dan dengan cara yang yang
tidak ramah lingkungan.
 Kerusakan habitat oleh pelumpuran, pendangkalan dan penurunan
permukaan air serta penyempitan perairan danau.
 Kerusakan kualitas air oleh pencemaran dari DAS, DTA, sempadan
dan kegiatan pada perairan danau
 Perubahan pola aliran air
 Invasi oleh jenis-jenis hewan eksotis.
Pemanfaatan air danau untuk kebutuhan listrik atau pemanfaatan lainnya
dengan pembuatan bangunan di keluaran air (outlet) danau dapat
mengganggu ruaya beberapa jenis ikan. Ikan yang akan memijah di hulu
sungai atau danau (ikan anadromous) dan sebaliknya ikan yang akan
memijah di hilir sungai atau laut (ikan catadromous) misalnya ikan sidat,
pasti akan kesulitan dengan adanya bangunan tersebut. Pembuatan alur

6
ikan (fish way) merupakan tindakan yang bijak untuk mempermudah ikan
melakukan ruaya.
b. Stok perikanan menurun (perikanan tangkap)
Rusaknya habitat danau akibat pencemaran organik telah menyebabkan
kematian ikan sehingga stok di alam menajdi berkurang. Selain itu,
pencemaran oleh toksik (logam & deterjen) dapat menyebakan kerusakan
jaringan tubuh ikan, termasuk organ reproduksi. Jika hal ini terjadi maka
terjadi gangguan refroduksi ikan ayng berdampak pada berkurangnya/
rusaknya pola rekrutmen ikan. Jika hal ini terus berlanjut akan berdampak
pada stok ikan di alam akan berkurang. Adanya limbah plastik dapat
menutupi substrat perairan, sehingga mengganggu telur-telur ikan maupun
“nesting” dari organisme benthos. Hal ini juga akan berdampak pada
terganggunya pola rekrutmen ikan (KLH, 2008; 2011).
c. Kematian massal ikan (perikanan budidaya)
Pencemaran organik yang disebabkan oleh limbah rumah tangga maupun
kegiatan KJA menyebabkan terjadinya blooming algae yang dapat
menyebbakan terjadinya kematian ikan secara mendadak dan massal,
khususnya ikan-ikan yang terdapat di dalam KJA.
d. Mengurangi estetika (ekowisata)
Pada berbagai sisi danau akibat menumpuknya sampah (terutama plastik)
telah menyebabkan kerusakan habitat danau dan mengurangi nilai estetika
danau. Dengan demikian kegiatan ekowisata menjadi berkurang
Pertumbuhan massal gulma air/tumbuhan pada suatu danau atau waduk
juga dapat mengurangi nilai estetika dan mengganggu kegiatan olahraga
air. Tiga jenis diantaranya termasuk gulma yang dominan, yaitu eceng
gondok (Eichhornia crassipes), kiambang (Salvinia molesta), dan
ganggang (Hydrilla verticilata).
e. Sumber air bersih yang semakin berkurang/ berbahaya
Pencemaran organik maupun toksik merupakan masalah serius bagi
ketersedian air bersih bagi pemukiman. Sumber air yang tercemar selain
tidak layak konsumsi juga tidak layak menjadi sumber air bersih karena
mengandung bahan berbahaya (bahan toksik, misal logam berat dan
pestisida). Selain itu, biaya pengolahan akan semakin tinggi sehinga nilai
air bersih akan semakin mahal.
f. Pertanian (irigasi)
Berkurangnya volume/ debit air dapat berdampak pada distribusi dan
kuantitas air untuk pertanian menjadi berkurang. Dengan demikian dapat
berdampak juga bagi ketahanan pangan nasional
g. Berkurang nya debit/ volume air terhadap pasokan Listrik (energi)
Berkurangnya volume/ debit air juga dapat berdampak pada kuantitas air
untuk menggerak turbin PLTA menjadi berkurang. Dengan demikian
ketersedian energi listri dari PLTA dapat terganggu.
8. Populasi ikan asing invasif sebagai ancaman terhadap ikan asli
Keberadaan ikan introduksi yang bersifat invasif (alien invasive fish species)
telah menjadi permasalahan utama bagi pengelolaan perikanan, khususnya

7
perairan umum daratan di Indonesia. Ikan-ikan tersebut masuk ke Indonesia
secara langsung (disengaja) maupun tidak langsung (tidak disengaja). Secara
sengaja ikan-ikan tersebut masuk dengan di tebar di suatu perairan dengan tanpa
melakukan kajian mendalam di perairan yang dituju. Ikan-ikan tersebut
akhirnya meningkat dan menekan ikan-ikan asli. Secara tidak sengaja ikan
invasife masuk ke perairan Indonesia melalui air ballast, “ terlepas” dari kolam/
tambak yang masuk ke perairan umum (Kamal, 2017).
9. Perubahan iklim
Perubahan iklim merupakan berubahnya iklim dan cuaca akibat adanya
pemanasan global. saat ini perubahan iklim merupakan salah satu hal yang
menjadi sorotan utama dunia, yakni karena banyaknya dampak yang
ditimbulkan oleh terjadinya perubahan iklim tersebut dalam kehidupan
termasuk dunia perikanan/ perairan. Dampak perubahan iklim bagi perikanan/
perairan antara lain:
 Naiknya suhu perairan dapat mengganggu pola breeding ikan, sehingga
dapat berpengaruh pada perubahan stok
 Perubahan suhu perairan dapat mempengaruhi metabolisme, dan tentu
saja laju pertumbuhan, produksi total, musim reproduksi, serta kepekaan
terhadap penyakit dan racun. Pada organisme tertentu (khusus ikan-ikan
endemik / tawar) dapat menyebabkan kepunahan >>> biodiversitas
berkurang
10. Kebijakan pengelolaan
Perairan danau tidak hanya dimanfaatkan oleh sektor perikanan melainkan juga
oleh sektor-sektor yang lain seperti transportasi atau perhubungan, pariwisata,
pertanian, kelistrikan, dan lain-lain. Masing-masing sektor tersebut tentu
menjalankan aktivitas sesuai dengan tujuan dan peraturan yang melandasinya.
Akibatnya mungkin terjadi di suatu badan air akan terdapat berbagai peraturan
yang mungkin satu sama lain akan saling tumpang-tindih atau bahkan
bertentangan. Selain menonjol ego sektoral tadi, maka di era Otonomi Daerah
seperti sekarang ini, ego kedaerahan atau kewenangan daerah terasa sangat
menonjol. Hal ini dapat memicu terjadi konflik antar nelayan maupun dengan
petugas di lapangan. Misalnya di Danau Tempe dan Danau Toba yang dikelola
oleh beberapa kabupaten. Suatu kabupaten mungkin sedang menjalankan
program pelestaian sumber daya ikan dengan cara melakukan penebaran ikan,
tetapi kabupaten lain kurang peduli dengan hal itu, bahkan harga jual ikan di
kabupaten ini relatif lebih baik sehingga nelayan di danau tersebut lebih
memilih menjual ikan di kabupaten ke-2. Hal ini akan mudah menimbulkan
konflik karena ada kepentingan dalam perolehan pendapatan asli daerah. Hal-
hal semacam ini banyak terjadi di perairan umum daratan lain sehingga perlu
segera diatasi misalnya dengan membentuk semacam Badan Otoritas yang
diberi kewenangan untuk mengelola suatu badan air (contoh Badan Otoritas
Danau Toba). Jadi badan ini nantinya yang akan menjalankan aspirasi tiap
daerah yang berkepentingan dengan badan air tersebut.

8
Pemukiman (Perkotaan,
Peningkatan populasi Perdesaan)
manusia
Industrialisasi

Perubahan & kerusakan KJA


Pemakaian air yang berlebih
lahan/ hutan

Iklim

Pendangkalan/ Penurunan tinggi Pencemaran


Eutrifikasi
Sedimentasi muka/ Debit air toksik

Berkurangnya sumberdaya Degradasi & Kerusakan Hilangnya keanekaragaman


air Habitat/ ekosistem hayati

Terganggunya transfortasi
air
Pasar Penangkapan
Kematian massal
Stok menurun Estetika menurun
PLTA, Irigasi, dll (perikanan
(perikanan tangkap) (ekowisata)
budidaya)

Kebijakan Kelembaagaan Produksi perikanan


menurun

Kerusakan ekonomi

Gambar 1. Permasalahan Pengelolaan Danau di Indonesia

9
C. PEMECAHAN MASALAH SECARA UMUM

Mengacu pada permasalahn pengelolaan danau diatas, berikut beberapa pemecahan


permasalahan tersebut:
1. Baseline studi
Data dan informasi merupakan bagian penting dari pengelolaan perikanan.
Pengelolaan danau seharusnya diawali dengan pemahaman yang baik tentang
sifat dan ciri-ciri perairan (Pratiwi et al., 2007). Oleh karena itu, diperlukan
data-data tentang karakteristik perairan, termasuk aspek morfometri (fisik),
parameter fisika, kimia, dan biologi perairan. Oleh karena itu, pentingnya
pemahaman prinsip ekologi dalam upaya pengelolaan perikanan hal ini
berkaitan dengan ilmu ekologi yang mengkaji keterkaitan lingkungan (abiotik)
dengan makhluk hidup (biotik). Bahkan perkembangan ilmu ekologi yang baru
memasukan komponen sosial (manusia) ke dalam sistem ekologi. Bahwa sistem
manusia berperan dalam hubungan makhluk hidup dengan lingkungannya. Oleh
karena itu dalam pengelolaan sumberdaya perairan ada sistem ekologi dan
sistem sosial yang saling berpengaruh satu sama lain.
Gracia and Cochrane (2005) memberikan gambaran model sederhana dari
kompleksitas sumberdaya ikan sehingga membuat pendekatan terpadu berbasis
ekosistem menjadi sangat penting. Dalam hal ini ketersediaan data ekologi akan
menjadi sangat penting dan didukung oleh data lainnya dari segi sosial-ekonomi
dan kelembagaan. Gambar 2 berikut ini menyajikan model sederhana dari
interaksi antar komponen dalam ekosistem yang mendorong pentingya
penerapan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAFM)

Gambar 2. Keterkaitan data (sistem) dalam pengelolaan sumberdaya


perairan (Gracia dan Cochrane 2005)

2. Restorasi dan rehabilitasi habitat/ ekosistem


Upaya restorasi dan rehabilitasi ekosistem danau merupakan salah satu upaya
untuk menyelamatkan dan memperbaiki kondisi danau sebagai habitat bagi
berbagai organisme perairan serta sebagai pengatur iklim mikro. Restorasi

10
dapat didefinisikan sebagai proses yang intens dalam membantu pemulihan dan
pengelolaan integritas ekologi suatu ekosistem yang rusak. Dalam upaya
restorasi, terdapat empat kegiatan kunci, yaitu restorasi, rehabilitasi, remediasi,
dan reklamasi (Bradshaw, 1997). Perrow & Davy (2002) mendefinisikan empat
kegiatan kunci tersebut sebagai berikut;
 Restorasi merupakan proses pemulihan suatu ekosistem ke keadaan seperti
keadaan semula sebelum terjadinya kerusakan dalam ekosistem tersebut.
 Rehabilitasi merupakan tindakan mengembalikan kondisi sesuatu yang
rusak ke keadaan seperti sebelumnya yang lebih baik. Rehabilitasi ini
mendekati tujuan yang diharapkan oleh proses restorasi
 Remediasi merupakan proses perbaikan atau membuat kondisi ekosistem
menjadi baik kembali. Remediasi lebih menekankan kepada proses yang
dilakukan daripada pencapaian akhirnya.
 Reklamasi merupakan proses untuk mengondisikan suatu lahan cocok
untuk ditanami.
Upaya restorasi dan rehabilitasi ekosistem danau dapat dilakukan dengan:
 Pengerukan danau akibat adanya pendangkalan
 Penataan ulang lahan di DTA
 Penanaman pohon di sempadan danau
 Pembersihan air (permukaan) dari tanaman pengganggu/ gulma
 Pencegahan limbah langsung masuk ke danau (harus lebih dahulu
dilakukan treatmen/ pengolahan air limbah)
3. Pengendalian populasi ikan asing invasif
Pengendalian ikan asing invasif dapat dilakukan dengan menebar ikan
predatornya di perairan tersebut. Selain itu dapat juga dilakukan dengan
penangkapan secara kontinu hingga ikan-ikan tersebut habis dari perairan.
4. Domestikasi & restoking
Domestikasi adalah suatu upaya menjinakkan hewan (ikan) yang biasa hidup
liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan
di perairan umum merupakan upaya untuk melestarikan dan meningkatkan stok
ikan yang hampir punah. Domestikasi merupakan proses adaptasi ikan dari alam
yang selanjutnya akan mengarah pada kegiatan budidaya dan konservasi. Ikan
hasil domestiskasi selanjutnya dilakukan upaya pemijahan sehingga hasil
pemijahan tersebut dapat dilakukan untuk kegiatan restocking. Jenis ikan yang
perlu dilakukan domestikasi adalah ikan-ikan asli endemik yang dilindungi
dengan status IUCN adalah terancam (vulnerable) dan bahaya (endangered)
(Prianto et al., 2016).
Re-stocking merupakan upaya mengembalikan keberadaan ikan-ikan endemik
dapat dilakukanmelalui re-stocking bagi jenis ikan yang telah mengalami
penurunan populasinya. Pelaksanaan re-stocking ikan diatur berdasarkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.
15/MEN/2009 tentang Jenis Ikan dan Wilayah Penebaran Kembali Serta
Penangkapan Ikan Berbasis Budidaya. Jenis ikan yang ditebar diatur pada pasal
4 ayat 1menyatakan bahwa jenis ikan asli yang ditebar kembali sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan kriteria yaitu a) jenis ikan asli,
Selanjutnya pada ayat (2) jenis ikan yang akan ditebar kembali sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri dari: a) populasinya mulai menurun dan

11
hampir punah walaupun teknologi pembenihannya sudah dikuasai; b) tidak
mengancam keanekaragaman hayati; c) mempunyai pertumbuhan cepat; d)
disukai masyarakat setempat; e) mempunyai harga jual yang baik; dan f)
mempunyai manfaat bagi lingkungan sumber daya ikan. Permen ini jelas
menyatakan bahwa jenis ikan yang memerlukan penebaran ulang harus
merupakan ikan asli, bukan ikan introduksi.
Jenis ikan tersebut harusmemiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Di
komplek Danau Malili misalnya; kegiatan re-stocking harus dilakukan. Jenis
ikan yang harus dilakukan re-stocking adalah jenis ikan asli endemik yang
dilindungi dengan status IUCN adalah terancam (vulnerable) dan bahaya
(endangered). Jumlah jenis ikan yang dilakukan re-stocking sebanyak 25 jenis
di komplek Danau Malili. Restocking juga pernah di lakukan di Danau Toba,
yaitu ikan asli Danau Singkarak di introduksi di Danau Toba.
5. Pengelolaan Danau Secara Berkelanjutan
a. Penetapan zonasi pengelolaan
1) Zona konservasi/ suaka perikanan
Penetapan suaka perikanan harus mengacu kepada kondisi ekologi perairan
dan melibatkan masyarakat nelayan setempat. Lokasi yang akan dijadikan
suaka perikanan harus memenuhi persyaratan ekologi, ekonomi dan sosial
budaya sehingga keberadaannya dapat berfungsi dengan baik. Hartoto et al.,
(1998); Nasution (2009) menyatakan fungsi utama konservasi adalah
sebagai: 1) fungsi ekologis dalam menunjang peningkatan populasi alami
melalui pemulihan populasi, 2) fungsi sosio ekonomi dan sosio budaya
dalam memenuhi aspek pemanfaatannya bagi kesejahteraan manusia).
Ditambahkan pula dalam pembuatan kriteria evaluasi dan klasifikasi suaka
perikanan dari beberapa aspek yaitu: 1) ditinjau dari aspek teknis
manajemen perikanan, 2) ditinjau dari aspek biologi reproduksi, dan 3)
ditinjau dari aspek limnologis.
Model suaka perikanan yang dibangun berupa kawasan terbatas dan bersifat
tertutup dari berbagai aktifitas seperti penangkapan ikan, pencemaran dan
budidaya. Di Danau Towuti lokasi suaka perikanan dapat dikembangkan di
kawasan Tanjung Sulumarung, Lengkobale dan Tanjung Mae (Nasution et
al., 2013) sedangkan Di Danau Matano lokasi suaka perikanan dapat
dikembangan di kawasan Otuno (Tantu, 2012). Untuk Danau Mahalona
karena danau ini merupakan daerah terbatas sehingga dilarang dilakukan
aktifitas penangkapan oleh masyarakat (dibawah perlindungan PT. Valey)
maka secara otomatis sumberdaya ikan lebih terlindungi.
2) Zona perikanan
Zona perikanan di danau hendaknya tidak dilakukan pada zona suaka
perikanan. Penentuan zona perikanan tangkap dilakukan pada daerah daerah
mencari makan (ikan-ikan dewasa). Zona perikanan budidaya pun
diperkirakan tidak memberikan dampak negatif terhadap zoana suaka
perikanan.
3) Zona ekowisata
Zona ekowisata dapat dilakukan pada zona perikanan (rekreasi
memancing), akan tetapi dibuat di luar zona suaka perikanan. Penetapan

12
zoan ekowisata juga harus memperkirakan tidak mengganggu zona suaka
perikanan
4) Zona lain
Zona lain misalnya, tempat sandaran kapal/ perahu.
b. Penataan dan daya dukung KJA
Banyak jenis ikan yang dipelihara dalam KJA terlepas ke perairan dan
berkembangbiak sehingga dapat menjadi spesies invasive di perairan danau.
Disamping itu, pakan ikan berupa pelet dalam jumlah besar dapat
meningkatkan kesuburan perairan sehingga dalam jangka panjang akan
mempengaruhi kualitas perairan. Untuk menghindari hal ini perlu upaya
pengendalian dan pencegahan pengembangan KJA di Danau:
a) Membatasi jumlah KJA
Jumlah KJA yang boleh dibangun harus berdasarkan daya dukung
perairan untuk budidaya ikan di danau. Daya dukung perairan harus
berdasarkan jumlah biomassa ikan yang dipelihara.
b) Menentukan jenis ikan yang dipelihara
Jenis ikan yang dipelihara adalah ikan-ikan asli bukan ikan-ikan
introduksi yang berasal dari luar perairan.
c) Pemberian pakan ikan berupa pellet harus sesuai dengan daya dukung
perairan
c. Jumlah tangkapan maksimum lestari (MSY)
Bila penangkapan ikan lebih banyak dibandingkan kemampuan ikan
memijah, maka wilayah laut tersebut akan miskin. Hal tersebut yang dikenal
sebagai kondisi upaya tangkap lebih (overfishing). Sehubungan dengan hal itu
terdapat analisis Total Allowable Catch (jumlah tangkapan yang
diperbolehkan) dan Maximum Sustainable Yield (Jumlah Maksimum
Tangkapan Lestari). Besarnya TAC biasanya dihitung berdasarkan nilai
tangkapan maksimum lestari atau MSY (Maximum Sustainable Yield) suatu
sumberdaya perikanan yang perhitungannya didasarkan atas berbagai
pendekatan atau metode (Boer & Aziz 1995). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB/TAC) adalah 80% dari potensi maksimum lestarinya
(MSY) (FAO 1995).
Untuk mendapatkan nilai MSY yang riil perlu dilakukan kajian mendalam
terkait dengan keberadaan stok ikan di alam. Pengakajian stok mencakup
suatu estimasi tentang jumlah atau kelimpahan dari sumber daya. Selain itu,
mencakup pula pendugaan terhadap laju penurunan sumberdaya yang
diakibatkan oleh penangkapan serta tingkat kelimpahan dimana stok dapat
menjaga dirinya dalam jangka panjang.
d. Daya dukung ekowisata
Konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua hal, yaitu (1)
kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan
(2) keaslian sumberdaya alam. Kemampuan alam mentolerir kegiatan
manusia serta mempertahankan keaslian sumberdaya ditentukan oleh
besarnya gangguan yang kemungkinan akan muncul dari kegiatan wisata.
Suasana alami lingkungan juga menjadi persyaratan dalam menentukan
kemampuan tolerir gangguan dan jumlah pengunjung dalam unit area tertentu.

13
Tingkat kemampuan alam untuk mentolerir dan menciptakan lingkungan
yang alami dihitung dengan pendekatan potensi ekologis pengunjung. Potensi
ekologis pengunjung adalah kemampuan alam untuk menampung pengunjung
berdasarkan jenis kegiatan wisata pada area tertentu. Potensi ekologis
pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan wisata.
Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung dalam melakukan
aktifitas wisatanya, dipetimbangkan dalam menghitung kemampuan alam
dalam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga (Yulianda
et al, 2010)

e. Pengelolaan perikanan berbasis masyarakat


Pengelolaan Perikanan Berbasis Masyarakat (Community Based Fisheries
Management/CBFM) didefinisikan sebagai suatu proses pemberian Sistem
pengelolaan di dalam lubuk larangan, rantau larangan, ma’uwo, dan lelang
lebak lebung menyerupai pola pengelolaan pada sistem buka tutup (open close
system) yang merupakan salah satu sistem pengelolaan perikanan modern.
Bila ditelaah lebih jauh keempat sistem pengelolaan tersebut memiliki faktor-
faktor yang lebih efektif dan efisien untuk diterapkan daripada sistem yang
datang dari luar (bersifat dari atas atau top down). Hanya saja masih
memerlukan kajian yang lebih mendalam, karena informasi yang didapatkan
sebagian besar dikelompokkan ke dalam analisis emik (berbasis pengetahuan
lokal) dari konteks etnobiologi dan lebih banyakmenggunakan pendekatan
antropologi (sudut pandang manusia). Kearifan lokal pengelolaan sumber
daya ikan seharusnya juga memberikan dampak yang nyata terhadap
keberlanjutan populasi dari spesies-spesies yang dimanfaatkan dan dikelola.
Oleh karena itu, data dan informasi yang dapat dianalisis secara etik (berbasis
ilmiah) di dalam konteks etnobiologi sangat diperlukan, agar mendapatkan
gambaran yang utuh dari kearifan lokal tersebut (Oktaviani et al., 2016;
Utomo, 2016).

Gambar 2. Kerangka Pengelolaan Danau berbasis Masyarakat


(Sumber: Oktaviani et al., 2016)

14
f. EAFM
EAFM merupakan pendekatan yang ditawarkan untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan yang sudah ada (conventional management). Proses yang terjadi
pada conventional management digambarkan melalui garis tebal, sedangkan
pengembangan dari pengelolaan konvensional tersebut melalui EAFM
digambarkan melalui garis putus-putus. Sebagai contoh, pada pengelolaan
konvensional kegiatan perikanan hanya dipandang secara parsial bagaimana
ekstraksi dari sumberdaya ikan yang didorong oleh permintaan pasar. Dalam
konteks EAFM, maka ekstraksi ini tidak bersifat linier namun harus
dipertimbangkan pula dinamika pengaruh dari tingkat survival habitat yang
mensupport kehidupan sumberdaya ikan itu sendiri (Adrianto, 2014).
Lebih lanjut dapat digambarkan secara lebih sederhana (Gambar 3) bahwa
pengelolaan perikanan harus komprehensif melibatkan konektivitas antara
ekosistem-hasil tangkapan-upaya penangkapan permintaan konsumen.
Keempat domain tersebut terkoneksi satu sama lain sehingga tidak dapat
dipungkiri pentingnya pengelolaan berbasis ekosistem untuk menjaga
keberlanjutan sistem perikanan (Adrianto, 2014).

Gambar 3. Keterkaitan Ekosistem dan Kegiatan Perikanan (Sumber: Adrianto,


2014)

15
D. MASALAH SESUAI BIDANG

1. Data dan informasi yang sangat minim


Data dan informasi merupakan bagian penting dari pengelolaan perikanan.
Pengelolaan danau seharusnya diawali dengan pemahaman yang baik tentang
sifat dan ciri-ciri perairan (Pratiwi et al., 2007). Oleh karena itu, diperlukan
data-data tentang karakteristik limnologis Danau Siombak, termasuk aspek
morfometri, parameter fisika, kimia, dan biologi perairan.
Morfometri menjelaskan tentang karakteristik fisik badan danau dan
menggambarkan berbagai potensinya, serta kepekaan terhadap pengaruh beban
material dari daerah tangkapannya (Hakanson, 1981). Menurut Hakanson
(2005), morfometri danau memainkan peran penting dalam proses biologis dan
kimia danau. Morfometri danau juga mengatur muatan hara, produksi primer,
dan produksi sekunder zooplankton, zoobentos, dan ikan. Sementara itu,
paramater fisika-kimia perairan menjelaskan karakteristik perairan yang
terkandung dalam danau. Kualitas air yang baik sangat penting untuk
mendukung kehidupan biota air. Kondisi kualitas air menentukan ketersediaan
pakan alami bagi ikan seperti plankton, bentos, dan tumbuhan air (Astuti et al.,
2009).
Aspek biologis danau terdiri dari organisme yang tinggal dan berkembang-biak
di perairan danau, termasuk nekton, bentos, dan plankton. Informasi biologis
terkait struktur komunitas berdasarkan indeks keanekaragaman jenis (H’),
keseragaman (E), dan dominansi (C) merupakan indeks yang sering digunakan
untuk mengevaluasi keadaan suatu lingkungan perairan berdasarkan kondisi
biologis. Suatu lingkungan yang stabil dicirikan oleh kondisi keanekaragaman
biota yang seimbang, tanpa adanya spesies yang dominan (Odum, 1996). Untuk
mengetahui jumlah dan potensi lestari ikan yang boleh ditangkap, setidaknya
dibutuhkan data-data biologi perikanan, seperti pertumbuhan, makan dan
kebiasaan makan, serta aspek reproduksinya (Effendie, 2002). Data-data
tersebut akan melengkapi jumlah tangkapan lestari yang boleh ditangkap
(maximum sustinable yield). Stok ikan yang terdapat di suatu badan air atau
ekosistem perairan tergantung pada 5 faktor utama (Boer & Aziz 1995;
Effendie, 2002) yaitu keberhasilan ikan bereproduksi dan peremajaan, kuantitas
dan kualitas makanan yang tersedia, migrasi keluar dan masuk ekosistem,
mortalitas alami, dan penangkapan. Terkait dengan aspek penangkapan
Sitanggang (2008), menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan tangkap
seyogyanya didasarkan pada kajian biologis, ekonomis dan sosial, sementara
aspek teknis dikembangkan seirama dengan ketiga aspek tersebut.
Sampai saat ini data yang ada di Danau Siombak adalah data morfometri dan
batimetri danau, kualitas air, dan benthos serta keragaman ikan di Danau
Siombak (Muhtadi et al., 2016b; 2017). Data-data tersebut pun masih data
sampling 3 bulan, setidaknya untuk pengelolaan yang lebih tepat setidaknya
data yang tersedia merupakan data kajian tahunan (minimal 1 tahun). Hal ini
karena bisa saja pada waktu yang lain (misalnya perbedaan musim) keragaman
ikan bisa berbeda-beda, hal ini akibat adanya perubahan cuaca. Data-data
ekologi (biologi) yang mendukung seperti model pertumbuhan, makan dan
kebiasaan makan serta aspek reprodukdi belum ada sama sekali. Hal ini menjadi
kendala serius dalam menentukan model pengelolaan perikanan yang akan

16
diterapkan. Data-data aspek perikanan tersebut seyogyanya nanti dibuat
perjenis untuk lebih keakuratan informasi sehingga penerapan pengelolaan
menjadi lebih tepat. Selain itu, data dan informasi mengenai penggunaan alat
tangkap, armada tangkap, serta hasil tangkapan belum ada di perairan Danau
Siombak. Data dan informasi detail nelayan di danau tersebut juga masih
minim. Untuk perlu adanya penelitian secara detail terkait kondisi fisik danau
(morfometri), status mutu dan kesuburan perairan, distribusi spasil dan temporal
ikan, udang, kepiting, palnkton dan benthos, aspek biologi perikananan untuk
mengetahui dinamika populasi, hasil tangkpan dan upaya tangkap serta kondisi
sosial-ekonomi masyarakat. Kebutuhan data untuk pengelaloaan danau
disajikan dalam Gambar 4.
2. Perubahan dan kerusakan lahan sekitar danau
Daerah Danau Siombak yang terletak di daerah pesisir merupakan areal yang
ditumbuhi oleh vegetasi mangrove. Saat ini kawasan sekitar danau siombak
telah banyak berubah menjadi tambak ikan/ udang. Perubahan dan kerusakan
lahan atas berpengaruh pada tingkot erosi dan sediemntasi danau.
3. Pencemaran perairan
Pencemaran perairan merupakan salah satu permasalahan utama dalam
pengelolaan perikanan. Pencemaran perairan dapat mengganggu pertumbuhan
ikan dan biota perairan. Pencemaran juga dapat merubah struktur komunitas
ikan di perairan. Perubahan struktur komunitas ikan akan berdampak pada
keberadaan stok ikan diperairan. Dengan demikian akan berdampak pada
pengelolaan perikanan. Sinderman (2006), melaporkan bahwa pencemaran
perairan sangat berpengaruh terhadap stok ikan di alam, dan yang lebih
berbahaya adalah bahan psencemar tersebut merusak dan membunuh larva ikan.
Sehingga dalam hal ini terjadi kegagalan rekrutmen di alam.
Hasil penelitian penelitian Muhtadi et al., (2016b) yang melakukan penelitian
di Danau Siombak adalah tercemar ringan yang memiliki aktivitas wisata dan
aktivitas rumah tangga (Domestik) sama halnya dengan Danau Kelapa Gading
sehingga dapat disimpulkan sumber bahan pencemar yang paling berpengaruh
berasal dari limbah domestik (Muhtadi et al., 2016a). Sementara hasil penelitian
lainnya oleh Muhtadi et al., (2017a) di Danau Pondok Lapan didapatkan
kondisinya Baik yang tidak memiliki aktivitas wisata dan aktivitas rumah
tangga (Domestik) hal tersebut sangat berbeda dengan aktivitas yang ada di
danau kelapa gading sehingga dapat disimpulkan aktivitas disekitar danau
sangat berpengaruh terhadap masuknya pencemaran dan limbah ke perairan.

17
Danau Siombak

Morfometri/ Morfologi Kualitas air Organisme perairan Sosial /manusia Sempadan danau

Distribusi dan Kelimpahan/


keragaman kepadatan

Luas Pemukimaan Pertanian Hutan


Kedalaman Kontur dasar Fisika Kimia Fito plankton Zooplankton Krustasea Ikan Molluska
permukaan (industri) (perikanan) (taman)

Larva ikan

Penetrasi Suhu & Distribusi Daerah Makan & Debit/


Solids Organik Nutrien Klorofil Rekrutmen Reproduksi Pertumbuhan Penangkapan Wisata Erosi
cahaya kandungan panas oksigen littoral kebiasan makan volume air

Status tropik dan Status mutu


Dinamika populasi Pendangkalan
kesuburan perairan perairan

Produktivitas Beban
Stok ikan
perairan pencemaran

Daya dukung
perairan

Daerah mencari Daerah


Daerah asuhan
makan pemijahan

Zona penangkapan & Zona


musim penangkapan
Zona reservat Zona ekowisata rehabilitasi

Pengelolaan Danau Siombak

Gambar 4. Kebutuhan data dalam pengelolaan Danau Siombak.

18
4. Degradasi dan kerusakan habitat
Degradasi dan kerusakan habitat di Danau Siombak selain disebabkna oleh
pencemaran perairan juga terjadi karena adanya penebangan mangrove yang
tumbuh di sepanjang sisi danau tersebut. Perlu diketahui bahwa Danau Siombak
merupakan salah satu danau di Indonesia yang airnya payau dan ditumbuhi oleh
mangrove di tepian danau. Muchlisin et al., (2013), menyebutkan bahwa
keberadaan ikan di perairan umum daratan, terutama ikan-ikan endemik saat ini
telah mengalami penurunan akibat degradasi lingkungan, hilang atau
berubahnya habitat, introduksi ikan asing dan eksploitasi yang berlebihan.
Danau Siombak juga telah terjadi pendangkalan, dimana informasi dari
masyarakat bahwa awalnya danau tersebut dengan kedalaman mencapai 30 m.
Hasil kajian Muhtadi et al. (2017b) bahwa kedalamn maksimum Danau
Siombak tercatat hanya 17 m. Itu artinya jika benar kedalaman awal maksimum
30 m, telah terjadi pendangkalan 13 m selama lebih dari 30 tahun. Degradasi
lingkungan lainnya yang terjadi di Danau Siombak adalah pembuangan limbah
dari aktivitas perindustrian, pemukiman, dan budidaya (tambak). Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian Muhtadi et al. (2016b) yang menyebutkan Danau
Siombak telah tercemar ringan. Pada pinggiran danau siombak juga banyak
ditemukan tumpukan sampah plastik yang mungkin berasal dari aktivitas wisata
ataupun bawaan dari daratan melalui sungai yang masuk ke danau tersebut.
Pada daerah tenggara danau juga banyak dijumpai eceng gondok, sehingga
mengurangi estetika dan mengurangi penetrasi cahaya yang masuk ke perairan.
5. Pengelolaan (kebijakan) danau
Pengelolaan danau Siombak saat ini tidak “terkontrol” dan tidak jelas. Pada
beberapa tepian sungai (daerah timur) terdapat beton yang dipasang pada tepian
sungai untuk kegiatan wisata oleh pemilik rumah makan. Ada beberapa hal
penegelolaan danau siombak yang “berantakan” diantaranya:
a) Status lahan danau yang tidak jelas
Informasi yang didapat dari masyarakat bahwa danau siombak dimiliki oleh
perorangan yang saat ini tinggal di Malasyia (private property). Walaupun
perorangan masyarakat bebas masuk (common property) untuk melakukan
kegiatan penangkapan ikan di danau, termasuk menebang pohon nipah yang
terdapat di pnggiran danau. Akan tetapi pada tepian danau tertentu, milik
pribadi yang tidak bisa masuk dengan bebas.
b) Ketidak seriusan pemerintahan dalam pengelolaan/ penataan ruang
Hingga saat ini pengelolaan danau belum ada campur tangan dinas terkait
(perikanan maupun pariwisata), bahkan pemukiman di sekitar danau yang
merupakan salah satu situs warisan Cina di Medan luput dari perhatian
pemerintah setempat.
c) Tidak adanya forum/ lembaga yang mengurusi danau
Sampai saat ini pemanfaatan/ pengelolaan danau masih bersifat perorangan.
Belum ada aktivitas kelompok (nelayan maupun penggiat wisata)
berhimpun untuk mengelola danau siombak.

19
Pemukiman (Perkotaan,
Peningkatan populasi Perdesaan)
manusia

KJA
Perubahan & kerusakan
Industrialisasi
lahan/ hutan

Iklim

Pendangkalan/ Pencemaran
Eutrifikasi
Sedimentasi toksik

Degradasi & Kerusakan Hilangnya keanekaragaman


Habitat/ ekosistem hayati

Stok menurun Estetika menurun


Pasar Penangkapan
(perikanan tangkap) (ekowisata)

Kebijakan Kelembaagaan Produksi perikanan


menurun

Kerusakan ekonomi

Gambar 5. Permasalahan Pengelolaan Danau Siombak

20
E. JUDUL PENELITIAN YANG DIRENCANAKAN
Berdasarkan uraian permasalahan dan pemecahan masalah pada bab sebelumnya
dan beberapa topik penelitian tentang danau di Indonesia (Tabel 1) usulan
penelitian yang dapat diajukan adalah
“ Pengelolaan Danau: Integrasi Perikanan, Ekowisata dan Konervasi di
Danau Siombak, Medan Indonesia”

Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui sebaran spasial dan temporal ikan di Danau Siombak


2. Untuk mengetahui dinamika populasi ikan di Danau Siombak
3. Untuk mengetahui tingkat tropik (rantai makanan) di Danau Siombak
4. Untuk menentukan status pencemaran dan kesuburan Danau Siombak
5. Untuk menentukan kriteria zona konservasi danau
6. Untuk menentukan kesesuaian dan daya dukung ekowisata Danau Siombak
7. Untuk menentukan zona perikanan, ekowisata dan konservasi di danau
Siombak
8. Untuk mengetahui karakteristik sosial-ekonomi masyarakat di sekitar danau
siombak
9. Menentukan model pengelolaan perikanan, ekowisata dan konservasi di
Danau Siombak?

21
Tabel 1. Rekapitulasi penelitian tentang pengelolaan danau yang pernah dilakukan, sampai tahun 2017

No Judul penelitian Peneliti/ tahun Tujuan Metodologi Hasil penelitian

1 Strategi Pengelolaan (PSL-IPB) Merumuskan strategi yang tepat 1) Analisis Kriteria pengelolaan
Situ secara Burhan (2006) untuk mengelola situ secara SWOT situ berkelanjutan:
Berkelanjutan: Disertasi berkelanjutan. 2) SFAS atau 1) Kualitas air sesuai baku mutu golongan
Studi Kasus Strategic C.
Pengelolaan Situ di Factors 2) Mempunyai kekuatan hukum.
Wilayah Provinsi Analysis 3) Berfungsi secara ekologi, sosial, dan
DKI Jakarta. Summary ekonomi.
4) SDM yang berpengetahuan.
5) Masyarakat mendapat manfaat sosial dan
ekonomi
2 Disain Kelembagaan (PSL-IPB) 1) Memetakan Keberlanjutan 1) Analisis 1) Alternatif bentuk kelembagaan adalah
Pengelolaan Danau Umar (2007) berdasarkan kepentingan Stakeholder co-management.
Singkarak yang Disertasi stakeholder. 2) AWOT (AHP dan 2) Kelembagaan pengelolaan danau
Berkelanjutan 2) Merumuskan kelembagaan SWOT) dimodifikasi dari kelembagaan Nagari
Berbasis Nagari. pengelolaan Danau Singkarak 3) FGD dengan melibatkan seluruh
berbasis Nagari. stakeholders

3 Model (PSL-IPB) Membangun model Powersim 1) Sub-model pengendalian pencemaran, yaitu:


Pengendalian Marganof pengendalian versi 2,5c sub-model limbah penduduk, submodel
Pencemaran (2007) Pencemaran perairan Danau limbah hotel, sub-model limbah peternakan,
Perairan di Danau Disertasi Maninjau. submodel limbah pertanian, dan submodel
Maninjau limbah KJA.
Sumatera Barat 2) Faktor berpengaruh di masa depan:
jumlah KJA, pertumbuhan penduduk,
partisipasi masyarakat, pemanfaatan lahan,
dan dukungan pemerintah daerah
4 Kebijakan Pengelolaan (Studi 1) Mengkaji kebijakan Analisis kualitatif 1) Kebijakan pengelolaan sumberdaya air
Sumberdaya Air Pembangunan- pengelolaan Dengan metode studi Rawa Pening mencerminkan model
Danau dan Peran UKSW) Kasus kebijakan publik yang beragam.

22
No Judul penelitian Peneliti/ tahun Tujuan Metodologi Hasil penelitian

Kelembagaan Sutarwi sumberdaya air Danau Rawa 2) Peran kelembagaan informal: aktualisasi
Informal: (2008) Pening. nilai ngepen dan wening dalam pengelolaan
Menggugat Peran 2) Mengkaji peran kelembagaan danau mulai menghilang, peran Paguyuban
Negara atas Hilangnya informal dalam pengelolaan 3) Nelayan Sedyo Rukun mulai melemah
Nilai sumberdaya air Rawa Pening. karena terjadi konflik internal, peran Forum
Ngepen dan 3) Mengkaji keterkaitan Rembug Rawa Pening tidak
Wening dalam kebijakan dan kelembagaan efektif.
Pengelolaan informal dalam 4) Tidak semua tahapan dalam proses kebijakan
Danau Rawa Pengelolaan sumberdaya air dikaitkan dengan kelembagaan informal.
Pening di Jawa Danau Rawa Pening.
Tengah.
5 Pengelolaan Walukow 1) Menganalisis kapasitas 1) Powersim. 1) Parameter Cu, PO4, Zn, dan Fe berada di atas
Danau Terpadu (2009) (PSL- Asimilasi parameter kualitas 2) ISM. nilai kapasitas asimilasi
Berwawasan IPB) air. 2) Tingkat kebutuhan dan pembangunan
Lingkungan Studi Kasus 2) Mengembangkan model organisasi berbasis masyarakat.
di Danau Kelembagaan pengelolaan 3) Pendekatan model dinamik membantu
Sentani. danau. mengetahui perkembangan sumber
3) Rekayasa model sistem pencemar, beban pencemar, kualitas air dan
dinamik Pengelolaan danau daya dukung danau (kapasitas asimilasi).
lestari.
6 Analisis penilaian Asnil (2012) 1) Menghitung nilai ekonomi  Perhitungaan nilai 1) NET Danau Maninjau Rp 354 M
ekonomi dan kebijakan (PSL-IPB) total pemanfaatan danau ekonomi total 2) Persepsi masyarakat bervariasi sesuai
pemaanfaataaan maninja (NET) dengan umur, tingkat pendidikan, dan jenis
sumberdaya danau yang 2) Mengetahui persepsi  Analisis persepsi pekerjaan
berkelanjutan masyarakat terhadap masyarakat 3) BKPDM dan pemerinthaan nagari serta
(StudiKasus Danau pemanfaatan danau ppemerintah pusat memegang kunci
Maninjau Sumatera 3) Merumuskan kebijakan terhadap pengeloaan dan kebijakan danau
Barat) untuk melestarikan fungsi
Danau Maninjau
7 Model Pengelolaan MINDO TUA membangun model hubungan Pemodel Pengelolaan 1) Secara umum kualitas air Danau Toba masih
Keramba Jaring Apung SIAGIAN (PSL antara limbah Kerambah Jaring KJA Danau Toba baik
USU, 2013) Apung dengan tingkat

23
No Judul penelitian Peneliti/ tahun Tujuan Metodologi Hasil penelitian

(KJA) Masyarakat penurunan kualitas air di Danau 2) Masyarakat di daerah lokasi pengambilan
Berkelanjutan Toba dan juga dengan persepsi sampel uji kualitas air danau secara umum
Di Danau Toba masyarakat tentang kehadiran menyadari dampak KJA terhadap kualitas air
KJA masyarakat di Danau Toba
8 Model Pengendalian IRIADI, 2015 1) mendapatkan model 1) Metode storet 1) Danau laut tawar tergolong tercemar sedang
Pencemaran (PSL, IPB) pengendalian pencemaran 2) Daya tampung 2) Total beban pencemaran danau sebesar
Perairan Danau Laut perairan Danau Laut Tawar beban 19912.05 ton per tahun
Tawar Di Kabupaten 2) Menganalisis kualitas pencemaran 3) Potensi nilai ekonomi tertinggi dari aktivitas
Aceh Tengah perairan lingkungan Danau perairan danau masyarakat sebagai sumber limbah perairan
Laut Tawar (Kemen LH danau adalah keramba jaring apung, namun
3) menganalisis total beban 2009) aktivitas tersebut berpotensi sebagai
pencemaran dan daya 3) Nilai ekonomi penyumbang beban terbesar khususnya
tampung perairan Danau Laut danau (TCM) parameter TN dan TP.
Tawar 4) Rapid Appraisal 4) Indeks keberlanjutan multidimensi
4) menganalisis nilai ekonomi for Water pengendalian pencemaran perairan Danau
total Danau Laut Tawar; Pollution Control Laut Tawar adalah status kurang berlanjut
5) menganalisis status (Rap- 5) Model dibangun berdasarkan empat sub
keberlanjutan pengendalian WAPOLCO) model yakni sub model limbah permukiman,
pencemaran perairan Danau berbasis Multi pertanian, wisata dan keramba jaring apung.
Laut Tawar Dimensional
Scaling (MDS).
9 Status keberlanjutan dan Haerunnisa, 1) Mengetahui sumberdaya 1) EAFM 1) Terjadi perubahan keanekaragaman ikan
Strategi Pengelolaan 2016 (Unhas) keragaman ikan Danau 2) RAPFISH (Rapid dalam kurun waktu 10 tahun terakhir disertai
Perikanan Danau Tempe Tempe Appraisal for penurunan produksi dan ukuran ikan
melalui Pendekatan 2) Menganalisis keberlanjutan Fisheries 2) Status peneglolaan danau tempe dalam
Ekosistem perikanan danau tempe sustainability) kategori buruk (tidak berlanjut)
berdasarkan aspek SDI, 3) AHP (Analisis 3) Dimensi habitat merupakan domain prioritas
habitat, sosial, teknik Hirearki Proses) karena habitat yang rusak berupa
penangkapan, ekonomi, dan pendangkalan, (perlu restorasi dan rehabilitasi
kelembagaan) habitat

24
F. HIPOTESIS

Adapun hipotesa yang diajukan sesuai tujuan penelitian adalah:


1. Status limnologis Danau Siombak yang mengalami tekanan ?
2. Kondisi masyarakat yang tidak bergantung pada Danau Siombak?
3. Kegiatan perikanan, ekowisata dan konservasi tidak dapat diintegrasikan dalam
satu model pemanfaatan?

Adapun novelty yang diharapkan adalah:


1. Indeks status/ kesehatan danau berdasarkan bioekologi danau (termasuk
sempadan danau) (Modifikasi KLH, 2008)
2. Kriteria penentuan zona reservat di danau (Modifikasi Nasution, 2009 & Asaad
et al., 2017)
3. Kriteria kesesuaian dan daya dukung ekowisata danau
4. Kriteria zonasi perikanan, ekowisata dan konservasi danau
5. Model pengelolaan danau: integrasi perikanan, ekowisata dan konservasi.

25
G. DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, L. 2014. Petunjuk teknis Penilaian Indikator Pendekatan Ekosistem untuk


Pengelolaan Perikanan (EAFM). Lampiran: Keputusan Diretur Jenderal
Perikanan Tangkap No. 18/KEPDJPT/2014.
Asaad Irawan., Carolyn J. Lundquist, Mark V. Erdmannd, Mark J. Costello. 2017.
Ecological criteria to identify areas for biodiversity conservation. Biological
Conservation, 213 : 309–316
Asnil. 2012. Analisis penilaian ekonomi dan kebijakan pemaanfaataaan
sumberdaya danau yang berkelanjutan (StudiKasus Danau Maninjau
Sumatera Barat). [Disertasi]. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Astuti LP, A Warsa & H Satria. 2009. Kualitas Air dan Kelimpahan Plankton di
Danau Sentani, Kabupaten Jayapura. Jurnal Perikanan (J. Fish Sci.), 11(1):
66–77.
Barrington, K., Chopin, T., Robinson, S., 2009. Integrated multi-trophic
aquaculture (IMTA) in marine temperate waters. In: Soto, D. (Ed.),
Integrated Mariculture: A Global Review. FAO Fisheries and Aquaculture
Technical Paper 529, Rome, pp. 7–46.
Burhan. 2006. Strategi Pengelolaan Situ secara Berkelanjutan: Studi Kasus
Pengelolaan Situ di Wilayah Provinsi DKI Jakarta. [Disertasi]. Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Boer M & Aziz KA. 1995. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan sumberdaya perikanan
melalui pendekatan bio-ekonomi. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia. III(2): 109-119.
Bradshaw, A.D. 1997. What do we mean by restoration? In Restoration Ecology
and Sustainable Development. Jordan, W.R., Gilpin, M.E., Aber, J.D. pp.
23-29. Cambridge: Cambridge University Press
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantama. Yogyakarta
Hakanson, L. 1981. A Manual of lake morphometry. Springer-Verlag. Berlin.
Heiderberg. 1-73.
Hakanson, L. 2005. The Importance of Lake Morphometry and Catchment
Characteristic in Limnology – Ranking Based on Statistical Analysis.
Hydrobiologia, 541: 117– 137
Gracia, S.M. and Cochrane, K.L 2005. Ecosystem Approach to Fisheries : A
Review of Implementation Guidelines. ICES Journal of Marine Sciences
(62).
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. FAO species identification guide
for fishery purposes “The living marine resources of the Western Central
Pacific” Vol 5. Rome. 2791-3380 p
Haerunnisa. 2016. Status keberlanjutan dan Strategi Pengelolaan Perikanan Danau
Tempe melalui Pendekatan Ekosistem. [Disertasi]. Pascasarjana Universitas
Hasanuddin. Makassar

26
Hartoto, D.I., Sarnita, A.S., Sjafei, D.S., Satya, A., Syawal, Y., Sulastri., Kamal,
M.M., & Sidik, Y. (1998). Kriteria evaluasi suaka perikanan perairan darat
(p. 51). LIPI-Puslitbang Limnologi
Hubert, N., Kadarusman, A. Wibowo, F. Busson, D. Caruso, S. Sulandari, N.
Nafiqoh, L. Rüber, L. Pouyaud, J. C. Avarre, F. Herder, R. Hanner, P. Keith,
and R. K. Hadiaty 2015. DNA barcoding Indonesian freshwater fishes:
challenges and prospects. DNA Barcodes 3: 144-169
Iriadi. 2015. Model Pengendalian Pencemaran Perairan Danau Laut Tawar Di
Kabupaten Aceh Tengah. [Disertasi]. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Kamal, M.M. 2017. Problematika Jenis Ikan Berbahaya/Invasif di Indonesia dan
Cara Penanganannya. Disampaikan pada temu teknis Keamana Hayati Ikan.
Pusat Karantina Ikan, Jakarta 17 Oktober 2017
Kartamihardja E. S., K. Purnomo, & C. Umar. 2007. Sumber daya ikan perairan
umum daratan di Indonesia-terabaikan. Makalah pada Simposium Nasional
Riset Kelautan dan Perikanan dalam Rangka Hari Kebangkitan Teknologi
Nasional 2007. Hotel Bidakara. Jakarta. 7 Agustus 2007.
Kartamihardja E.S., K. Purnomo, & C. Umar. 2009. Sumber Daya Ikan Perairan
Umum Daratan Di Indonesia-Terabaikan. J. Kebijak. Perikan. Ind, 1 (1): 1-
15
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2008. Pengelolaan Danau.
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim.
Jakarta
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2011. Profil 15 Danau
Prioritas Nasional. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan
Perubahan Iklim. Jakarta
KKP [Kementerian Kelautan Dan Perikanan]. 2015. Kelautan Perikanan dalam
Angka Tahun 2015. Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
Kottelat, M., Whitten, J.A., Wirjoamodjo, S., & Kartikasari,A. N. 1996. Fishes of
West Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition Limited. Jakarta.
Kottelat, M., & Whitten, T. 1996. Freshwater Biodiversity in Asia, with Special
Reference to Fish.World Bank Technical Paper No. 343 break. 87 p.
Kottelat, M., Whiten, A.J., Kartikasari, S.N., & Wirjoatmodjo, S. 1993. Freshwater
Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions (HK) Ltd. In
Collaboration with the Envinmental Management Development in
Indonesia (EMDI) Project Minstry of State for Population and Environment,
Republic of Indonesia. 291 p
Marganof. 2007. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau
Sumatera Barat [Disertasi]. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Muchlisin, Z.A., Thomy, Z., Fadli, N., Sarong, M.A., & Siti-Azizah, M.N. 2013.
DNA Barcoding of Freshwater Fishes from Lake Laut Tawar, Aceh
Province, Indonesia. Acta Ichthyologica et Piscatoria, 43(1), 21–29

27
Muhtadi, A., H. Wahyuningsih, N. Zaharuddin, dan A. Sihaloho. 2016b. Status
Kualitas Air dan Kesuburan Perairan Danau Kelapa Gading Kota Kisaran
Provinsi Sumatra Utara. Prosiding Seminar Nasional USU ke-64:131– 137.
Muhtadi, A. Yunasfi, R. Leidonald, S. D. Sandy, A. Junaidy, A. T. Daulay. 2016b.
Limnological Status of Lake Siombak, Medan, North Sumatra. Oseanologi
dan Limnologi di Indonesia, 1 (1): 39-55
Muhtadi A, Yunasfi, M. Ma'rufi, dan A. Rizki. 2017a. Morfometri dan Daya
Tampung Beban Pencemaran Danau Pondok Lapan di Kabupaten Langkat,
Sumatra Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 2 (2) : 49-63
Muhtadi A., Zulham A. Harahap, Rusdi Leidonald. 2017b. Morphometry
Dynamical of Siombak Lake, Medan Indonesia. Omni akuatika, 13 (2) : 48-
56
Nasution, S.H. 2009. Perumusan Kriteria Zonasi Kawasan Konservasi Sumber
Daya Ikan Di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Laporan Akhir Kegiatan
Program Insentif Bagi Peneliti Dan Perekayasa Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia
Nasution, S. H., Sulastri., Lukman., Koeshendrajana, S., Ridwansyah, I & Diana,
R. 2013. Penyusunan Konsep KonservasiDanau Towuti dan Danau Toba
Melalui Pendekatan Enam Komponen Konservasi. Prosiding Pertemuan
Ilmiah Tahunan MLI I. Hal 417-440
Odum EP. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Penerjemah: T Samingan.
UGM Press. Yogyakarta
Oktaviani D, Eko Prianto dan Reny Puspasari. 2016. Penguatan Kearifan Lokal
Sebagai Landasan Pengelolaan Perikanan Perairan Umum Daratan Di
Sumatera. J.Kebijak.Perikan.Ind., 8 (1) 1-12
[PerMen] Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
PER. 15/MEN/2009 tentang Jenis Ikan dan Wilayah Penebaran Kembali
Serta Penangkapan Ikan Berbasis Budidaya
Perrow, M.R., Davy, A.J. 2002. Handbook of Ecological Restoration. Volume 1.
Principles of restoration. Cambridge: Cambridge University Press
Purnawibowo S dan P. Koestoro. 2016. Analisis Stakeholders Dalam Pengelolaan
Sumber Daya Arkeologi Di Kota Cina, Medan. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi, 34 (1) : 1-80
Pratiwi, N. T. M., E. M. Adiwilaga, J. Basmi, M. Krisanti, O. Hadijah, P.K.
Wulandari. 2007. The Limnological Status Of Cilala Reservoir Based On
Physical, Chemical, And Biological Parameters. Jurnal Perikanan, 9 (1) :
82—94
Prianto, R. Puspasari, D. Oktaviani and Aisyah. 2016. Status Pemanfaatan Dan
Upaya Pelestarian Ikan Endemik Air Tawar Di Pulau Sumatera. Jurnal
Kebijakaan Perikanan Indonesia (JKPI), 8 (2): 111-122
PU [Kementeraian Pekerjaan Umum]. 2013. Buku Informasi Statistik Pekerjaan
Umum 2013. PusatPengolahan Data, Kementerian Pekerjaan Umum

28
Restu, Azhari and Budiarta. 2013. Pengembangan Situs Bersejarah Kota Cina
dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitarnya untuk Mendorong Usaha
Ekonomi Kreatif dan Pengembangan Pariwisata di Kota Medan.
Jurnal Pembangunan Perkotaan, 1 (1) : 31 – 61
Ridoan, R., A. Muhtadi, dan P. Patana. 2016. Morfometri Danau Kelapa Gading
Kota Kisaran, Kabupaten Asahan Provinsi Sumatra Utara. Depik, 5 (2) :77–
84
Siagian MT. 2013. Model Pengelolaan Keramba Jaring Apung (KJA) Masyarakat
Berkelanjutan Di Danau Toba [Disertasi]. Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara. Medan
Sindermann Carl J. 2006. Effects of Coastal Pollution on Yields from Fish and
Shellfish Resources; di dalam, COASTAL POLLUTION Effects on Living
Resources and Humans. CRC Press, Taylor & Francis Group
Sitanggang, E.P. 2008. Landasan Pengembangan Perikanan Tangkap. Pacific
Journal, 2 (2):154-163
Sukadi, M. F. & E. S. Kartamihardja. 1995. Inland fisheries management of lakes
and reservoirs with multiple uses in Indonesia. Regional Symposium on
sustainable development of inland fisheries under environmental constrains.
Bangkok. Thailand. 19-21 October 1994. FAO. UN
Sutarwi. 2008. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air Danau dan Peran
Kelembagaan Informal: Menggugat Peran Negara atas Hilangnya Nilai
Ngepen dan Wening dalam Pengelolaan Danau Rawa Pening di Jawa
Tengah. [Disertasi]. Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wicana. Jakarta
Tantu, F. Y. 2012. Ekobiologi Reproduksi Ikan Opudi Telmatherina antoniae
(Kottelat, 1991) sebagai Dasar Konservasi Ikan Endemik di Danau Matano,
Sulawesi Selatan. Sekolah pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 124 hal
Umar. 2007. Disain Kelembagaan Pengelolaan Danau Singkarak yang
Berkelanjutan Berbasis Nagari. [Disertasi]. Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Utomo AD. 2016. Strategi Pegelolaan Suaka Perikanan Rawa Banjiran Di Sumatera
Dan Kalimantan. J.Kebijak.Perikan.Ind., 8 (1) : 14-20
Wargasasmita, S. (2002). Ikan Air Tawar Endemik Sumatra yang Terancam Punah
(The freshwater fishses of endemic of Sumatra that threatened species).
Jurnal Ikhtiologi Indonesia, 2(2): 41-49
Walukow. 2009. Pengelolaan Danau Terpadu Berwawasan Lingkungan Studi
Kasus di Danau Sentani. [Disertasi]. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Yulianda F, Hutabarat A, Fahrudin A, Harteti S, Kusharjani. Ho Sang Kang. 2010.
Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu (Edisi II). Pusdiklat Kehutanan.
Deptan. SECEN- KOREA International Coorperation Agency

29

Anda mungkin juga menyukai