Anda di halaman 1dari 17

Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Pertambangan

Jun

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan
termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura,
Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan
Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global
karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah).
Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping
perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor
keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya
pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan
dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi
perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat
pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di
masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan
yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja
dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena
seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja
dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya yaitu pertambangan. Pertambangan
memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Pertambangan memberikan peran
yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor
riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan
negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun
program community development atau coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam
neraca perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif terhadap
ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham
Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.

Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko
yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya
kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.

Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha.
Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu
adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini
merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak
dapat digantikan oleh teknologi apapun.

Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat
kerja. Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu
diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat
internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi
dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.

Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga
kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan
dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan
hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun
tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat
dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan
dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan
tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas
perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas
perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia. Oleh karena itu, kami membahas tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di salah satu industri yaitu industri pertambangan batubara yang
merupakan industri besar diwilayah Indonesia.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

Untuk mengetahui Kecelakaan kerja tambang.

Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.

Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 Pertambangan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia
pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun
industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi
meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan
kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya
kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu,
perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969
tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12
tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi
permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406
tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang
lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air
maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang
tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.

Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta
sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3
yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu
pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

B. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang
tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada
pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan
mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat
untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap
karyawan pabrik.

Penyebab dasar kecelakaan kerja :

Faktor Personil

Kelemahan Pengetahuan dan Skill

Kurang Motivasi

Problem Fisik

Faktor Pekerjaan

Standar kerja tidak cukup Memadai

Pemeliharaan tidak memadai

Pemakaian alat tidak benar

Kontrol pembelian tidak ketat

Penyebab Langsung kecelakaan kerja

Tindakan Tidak Aman

Mengoperasikan alat bukan wewenangnya

Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi

Posisi kerja yang salah

Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi


Kondisi Tidak Aman

Tidak cukup pengaman alat

Tidak cukup tanda peringatan bahaya

Kebisingan/debu/gas di atas NAB

Housekeeping tidak baik

Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian Berdasarkan
Prosentasenya:

Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)

Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)

Diluar kemampuan manusia (2%)

C. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat
merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai
suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat
ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja

Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa
hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30%
menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas
kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan
tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24 jam sehari,
dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja
bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang
meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis
ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.

Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

D. Kecelakaan Kerja Tambang

Pengertian Batubara

Batubara adalah batuan yang berasal dari tumbuhan yang mati dan tertimbun endapan lumpur, pasir,
dan lempung sselama berjuta-juta tahun lamanya. Adanya tekanan lapisan tanah bersuhu tinggi serta
terjadinya gerak tektonik mengakibatkan terjadinya kebakaran atau oksidasi yang mengubah zat kayu
pada bangkai tumbuh-tumbuhan menjadi tumbuhan yang mudah terbakar yang bernama batubara.

Batubara merupakan salah satu sumberdaya energi yang banyak terdapat di dunia, selain minyak bumi
dan gas alam. Batubara sudah sejak lama digunakan, terutama untuk kegiatan produksi pada industri
semen dan pembangkit listrik. Batubara sebagai energi alternatif mempunyai nilai ekonomis yang cukup
tinggi sehingga dapat menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam kegiatan produksi untuk
industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini harga BBM terus mengalami kenaikan dan hal ini
sangat dirasakan dampaknya terutama dalam hal kebutuhanya sebagai sumber nergi bagi berbagai
aktivitas perekonomian dunia.

Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi
dirawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak
bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke
kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu
dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut
mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut
dan kemudian batu bara.

Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu
Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta
tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama
waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah
menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis
maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut
dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan
tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara
bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara ‘sub-
bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan
warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan
maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.

Pengertian Kerja tambang

Pengertian adalah Setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan langsung dengan
pekerjaan penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, operasi produksi, pengolahan/
pemurnian dan pengangkutan bahan galian golongan a, b, c, termasuk sarana dan fasilitas penunjang
yang ada di atas atau di bawah tanah/air, baik berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah
atau wilayah proyek.

Yang dimaksud kecelakaan tambang yaitu :


Kecelakaan Benar Terjadi

Membuat Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT

Akibat Kegiatan Pertambangan

Pada Jam Kerja Tambang

Pada Wilayah Pertambangan

Penggolongan Kecelakaan tambang

Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan)

Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu.

Cidera Berat (Kecelakaan Berat)

Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu.

Berdasarkan cedera korban, yaitu :

Retak Tengkorak kepala, tulang punggung pinggul, lengan bawah/atas, paha/kaki

Pendarahan di dalam atau pingsan kurang oksigen

Luka berat, terkoyak

Persendian lepas

Berdasarkan penelitian heinrich:


Perbuatan membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal dari:

Alat pelindung diri (12%)

b. Posisi kerja (30%)

c. Perbuatan seseorang (14%)

d. Perkakas (equipment) (20%)

e. Alat-alat berat (8%)

f. Tata cara kerja (11%)

g. Ketertiban kerja (1%)

Sumberlainnya diluar kemampuan dan kendali manusia.

E. Tindakan Setelah Kecelakaan Kerja

Manajemen K3

Pengorganisasian dan Kebijakan K3

Membangun Target dan Sasaran

Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan


SOP

Prosedur kerja standar adalah cara melaksanakan pekerjaan yang ditentukan, untuk memperoleh hasil
yang sama secara paling aman, rasional dan efisien, walaupun dilakukan siapapun, kapanpun, di
manapun. Setiap pekerjaan Harus memiliki SOP agar pekerjaan dapat dilakukan secara benar, efisien
dan aman

Rekrut Karyawan & Kontrol Pembelian

Inspeksi dan Pengujian K3

Komunikasi K3

Pembinaan

Investigasi Kecelakaan

Pengelolaan Kesehatan Kerja

Prosedur Gawat Darurat

Pelaksanaan Gernas K3

Manajemen K3 memiliki target dan sasaran berupa tercapainya suatu kinerja K3 yang optimal dan
terwujudnya “ZERO ACCIDENT” dalam kegiatan Proses Produksi .

Pedoman Peraturan K3 Tambang

Ruang Lingkup K3 Pertambangan : Wilayah KP/KK/PKP2B/SIPD Tahap Eksplorasi/Eksploitasi/Kontruksi


& Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana Penunjang

UU No. 11 Tahun 1967

UU No. 01 Tahun 1970

UU No. 23 Tahun 1992

PP No. 19 Tahun 1970


Kepmen Naker No. 245/MEN/1990

Kepmen Naker No. 463/MEN/1993

Kepmen Naker No. 05/MEN/1996

Kepmen PE. No.2555 K/26/MPE/1994

Kepmen PE No. 555 K/26/MPE/1995

Kepmen Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998

Kepmen ESDM No. 1453 K/29/MEM/2000

F. Sistem manajemen k3 di pertambangan

Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan
pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna
mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu
yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan
menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.

Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai berikut :

Ledakan

Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu
akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi
udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal

Longsor

Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam
tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak
adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
Kebakaran

Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu
getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari
kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian
membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka
akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.

Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini mendorong
budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar manajemen yang
baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam
memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian
akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain
itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang
modern, kami berupaya meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan
dalam operasional.

Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja
sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik
di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen
risiko adalah sebagai berikut :

Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi menimbulkan bahaya
atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak diinginkan’).

Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa yang tidak
diinginkan.

Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan
risiko yang tidak dapat diterima.

Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan mereka
efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya untuk mengetahui
faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan
identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai
langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu
dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk
dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan
menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang
bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan
pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.

Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut :

Menimalkan kerugian yang lebih besar

Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan

Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan

Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama dalam bentuk
ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan
oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut. Beberapa hal
yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :

Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:

Gas-gas yang mudah terbakar/meledak

Karakteristik gas

Sumber pemicu kebakaran/ledakan

Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:

Pengukuran konsentrasi gas

Pengontrolan sistem ventilasi tambang

Pengaliran gas (gas drainage)

Penggunaan alat ukur gas


Penyiraman air (sprinkling water)

Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan

Teknik pencegahan ledakan tambang

Penyiraman air (water sprinkling)

Penaburan debu batu (rock dusting)

Pemakaian alat-alat pencegahan standar.

Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:

Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan

Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan

Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan

Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:

Pemisahan rute (jalur) ventilasi

Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.

Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika sistem ventilasi tambang
batubara bawah tanah itu cukup baik.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kecelakaan kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau tidak dikehendaki yang
benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh
KTT sebagai akibat kegiatan pertambangan pada jam kerja tambang dan pada wilayah pertambangan.
Peran K3 sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan
keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara
mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja,
dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan
pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna
mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu
yang ekstrem, dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan
menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja. Pentingnya
kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat
terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi tersebut diawali dengan kebijakan dari
perusahaan untuk mengelola K3 dengan menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3).

B. Saran

Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan
kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan, kerugian pada diri pekerja,
bahkan kerugian pada Negara. Oleh karena itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara
maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat khusunya masyarakat pekerja di
pertambangan tersebut guna meminimalisir segala kerugian yang dapat terjadi

Anda mungkin juga menyukai