Anda di halaman 1dari 6

TES MASUK SD DAN KONSEP PERKEMBANGAN

KOGNITIF
9 Mei 2014 pukul 03.21

Sebuah Kisah

Beberapa hari terakhir, Johana, putri bungsuku, sibuk belajar membaca dan menulis bersama ibu
atau kakaknya. Dan aku memperhatikan itu. Rupanya, dari TK tempat dia belajar, ada semacam
‘peringatan’ dari Miss-nya, agar Johana harus bisa membaca, karena tinggal beberapa hari lagi
dia harus masuk SD. Saya lalu menegur ibu dan kakaknya, agar tidak perlu kejar tayang dan
memaksa si kecil untuk belajar membaca atau menulis. Ibunya telah mendengar bahwa aka nada
tes masuk SD tujuan kami dan karenanya meminta aku mengkonfirmasi kabar itu. Konfirmasi
sudah kulakukan, dan benar besok pada saat pendaftaran masuk SD akan ada tes. Tadi malam,
sebelum tidur, Johana dengan lugunya masih sempat berkata pada saya, “Pa, gmana besok? Aku
kan mau masuk SD…ada ujian lagi!” Tersentaklah saya mendengar pertanyaan ini. Miris sekali.
Saya lalu, mendekatinya, dan berusaha menyakinkan dan menenangkan dia, bahwa besok semua
baik-baik saja dan sekarang dia harus tidur supaya besok dia bisa tepat waktu bangunnya. Maka
diapun tertidur.

Hari ini (08/05), sesuai kesepakatan antara saya dan Ibunya, maka saya bertugas mengantar dan
mendampingi Johana mendaftar ke sebuah SD, sepulangnya dari TK-nya. Sekedar informasi,
walau “Ijazah TK” –nya sudah dibagikan, tapi anak-anak TK masih belajar, dan bahkan masih
diberikan PR. Singkat cerita, siang tadi saya lalu menemani Yohana mendaftarkan dirinya pada
sebuah SD. Benar informasi itu. Setelah menyerahkan persyaratan administrasi berupa, copy
Akte Kelahiran dan “Ijazah TK” serta membayar uang pendaftaran, Johana dibawa ke sebuah
ruangan di lantai dua untuk di tes. Disana sudah ada dua orang guru yang bertugas untuk itu.

Saya mencoba mengikuti prosedur sekolah tersebut dengan tenang dan saya juga berusaha
menenangkan Johana, sambil berkata “Santai aja” dan dia sudah mengerti maksud saya, bahwa
memang dia ikuti saja tes itu dengan tenang dan santai, dan bila dia tidak bisa mengerjakan tes
tersebut, dia akan mengatakan bahwa memang dia tidak bisa atau dia tidak tahu. Maka masuklah
Johana ke ruangan itu dan mengerjakan tes. Disana juga sudah ada beberapa anak TK lain yng
sedang mengerjakan tes. Suasana tes memang terkesan santai. Para guru yang bertugas juga
terkesan ramah dan baik dengan anak-anak.Setelah selesai, saya dan Johana bersama ke ruang
pendaftaran dilantai satu tadi, sambil mencoba menunggu hasil tes-nya. Saya juga sedikit
penasaran dengan hasil tes tersebut, saya mau tau model tes-nya seperti apa dan bagaimana
kelanjutannya. Saya tetap berusaha tenang. Tidak lama kemudian datanglah seorang guru
membawa hasil tes. Saya meminta untukk melihat lembaran tes tersebut.

Materi tes tersebut adalah sebagai berikut :

1) Mengenal huruf, dimana tercetak huruf a-z dalam sebuah kotak dan anak ditugaskan menulis
kembali huruf tersebut pada kota kosong dibawahnya;
2) Mengenal angka, hampir sama dengan mengenal huruf, dimana tercetak angka 1-20 dan anak
ditugaskan menulis kembali angka tersebut pada kotak kosong dibawahnya;

3) Mengenal anggota tubuh, dimana tercetak gambar seorang gadis kecil, dan dari setiap bagian
tubuh gadis kecil tersebut, mulai dari kepala, rambut, telinga, hidung, mulifut, tangan dan kaki
dan dihubungkan dengan sebuah garis yang mengarah pada kotak kosong disampingnya, dan
anak ditugaskan untuk menulis bagian-bagian tubuh tersebut pada kotak kosong dimaksud;

4) Mengenal warna, dimana terdapat sederetan kotak dengan warna merah, hijau, kuning, biru
dan ungu, lalu anak ditugaskan untuk menulis warna tersebut pada kotak kosong dibawahnya.

Pada sudut bahwa lembaran tes terdapat kolom data anak dan petugas, serta kolom nilai. Dan
saya jelas melihat nilainya tersebut "C". Namun saya tidak melihat criteria atau perhitungan dari
nilai tersebut maka saya menduga nilai "C" tersebut juga sebuah nilai subjektif.

Sampai disini saya lalu bertanya, kebetulan ada sang Kepsek yang bersedia menjawabnya. Dari
penjelasan yang saya terima, tentang tes ini saya menyimpulkan beberapa hal berikut :

1) Tes ini diadakan baru dalam waktu tiga tahun terakhir, termasuk tahun ini;

2) Tes ini diadakan sekolah, karena pernah kecolongan, ada siswa yang diterima rupanya
‘idiot’, dan ada juga yang ‘hyper aktif’;

(saya tidak tahu dengan tes apalagi maka sekolah beri ‘label’ ini pd siswa dimaksud)

3) Tes ini bukanlah menjadi penentu utama diterima atau tidaknya si anak di sekolah tersebut;

4) Orangtua dapat berkoordinasi dan berkomunikasi dengan sekolah perihal potensi anak;

5) Ketika orang tua bisa menyakinkan sekolah, maka anak tersebut bisa diterima;

6) Syarat lain yang juga diperhatikan, adalah kecukupan umur, dimana sekolah ini
menetapkan umur minimal masuk kelas I SD adalah 5,5 tahun.

Sekarang kita bahas sejenak hasil tes Johana. Dari sisi nilai, sebagaimana tertera pada lembar
jawabannya, nilainya adalah “C”, mungkin agak sulit untuk diterima disekolah ini. Dari sisi
kecukupan umur, Johana pada 16 Juni ini genap berusia 6 tahun, jadi tidak ada masalah. Dari sisi
komunikasi tadi, setidaknya menurut saya, saya berhasil meyakinkan Kepsek tentang potensi dan
kemampuan anak saya, karena saya mengenalnya dengan baik. Faktanya memang benar bahwa
dia belum bisa membaca dan menulis. Tapi dari sisi lain, kecakapan berbicara, pemahaman
konsep benda, ruang, waktu, kesopanan, keberanian, dll, saya kira tidak ada yang perlu saya
ragukan. Memang sejak mulai belajar calistung di TK, Johana terkesan malas belajar. Kita lihat
saja hasilnya setelah masuk SD nanti. Tapi sekali lagi saya tekankan disini, bahwa ada begitu
banyak dimensi kecerdasan lain dalam diri si anak, selain potensi kecerdasan intelektual, yang
menjadi ukuran standar semua sekolah.
Bagi saya ketika anak masuk SD dengan potensi belum bisa calistung, itu bukanlah sebuah
masalah. Karena memang si anak masih pada tahapan perkembangan motoris, belum sampai
pada tahapan perkembangan kognitif yang memadai. Maka ketika dia belum bisa calistung, hal
ini menjadi tugas gurunya!

Bolehkah Tes Masuk SD Diadakan

Nah, soal boleh atau tidak, ini soal wilayah otoritas siapa. Di negeri ini, sudah jelas bagi kita
siapa pemegang otoritas tersebut. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh sudah
melarang dengan tegas tentang pemberlakuan tes membaca, menulis dan berhitung atau calistung
bagi siswa yang akan masuk sekolah dasar. Berikut cuplikan sebuah berita :

"Saya perintahkan kepada Kepala Dinas Pendidikan untuk melarang sekolah dasar melakukan
tes calistung atau membaca, menulis, dan berhitung saat masuk SD," kata Nuh di Semarang,
Jawa Tengah, Minggu (13/1). Hal tersebut disampaikan Mendikbud saat melakukan sosialisasi
Kurikulum 2013 di depan sekitar 350 rektor, pejabat Dinas Pendidikan, kepala sekolah, dan
guru se-Jawa Tengah. Menurut dia, idealnya seorang siswa yang masuk SD baru bisa membaca,
menulis, dan berhitung, bukan diajarkan saat taman kanak-kanak.

Mendikbud mengatakan taman kanak-kanak seharusnya diisi siswa untuk bersosialisasi, bukan
untuk belajar calistung. "Taman kanak-kanak itu bukan sekolah. Sebab, yang namanya sekolah
adalah dimulai dari SD, dan seterusnya" katanya.

Oleh karena itu, kata Nuh, untuk mengurangi beban siswa dalam melakukan belajar, sebaiknya
di TK tidak diajarkan calistung, dan calistung diajarkan saat kelas 1 SD. "Dalam Kurikulum
2013 beban siswa dalam belajar justru akan menjadi ringan," katanya.

Demikian pula saat penerimaan murid SD, kata dia, pihak sekolah tidak harus mewajibkan usia
6 tahun. "Kalau baru berumur enam tahun kurang beberapa bulan, silakan diterima," kata
Mendikbud. (http://www.setkab.go.id/nusantara-6991-mendikbud-larang-tes-calistung-masuk-
sd.html)

Larangan Pak Menteri ini juga tentunya sudah memiliki dasar. Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya pada Pasal 69 dan
Pasal 70 menegaskan hal ini. Berikut ini kutipan pasal – pasal dimaksud :

Pasal 69 :

(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak
didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain

Pasal 70 :

(1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka
pemilihan peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas
dari yang paling tua.
(2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan

peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan
satuan pendidikan.

(3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih
awal diprioritaskan.

Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasinal No. 58 Tahun 2009 tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini, terdapat empat tingkat pencapaian terkait dengan kemampuan
calistung bagi anak usia 4-6 tahun, yaitu:

1. Pura-pura membaca cerita bergambar dalam buku dengan kata-kata sendiri.

2. Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol


untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung.

3. Membaca nama sendiri.

4. Menuliskan nama sendiri.

Jadi, berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka sebenarnya kemampuan tertinggi yang
diharapkan dari anak lulusan TK adalah membaca dan menulis namanya sendiri. Inipun cukup
nama pendek, sekedar mengenali namanya dan memberi nama lembar kerjanya.

Semakin diperjelas lagi hal ini, ketika dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar Dan Menengah Nomor 1839/C.C2/TU/2009 Perihal Penyelenggaraan
Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Penerimaan Siswa Baru Sekolah Dasar, terdapat 3 hal
yang ditekankan yaitu :

1. Pendidikan di TK tidak diperkenankan mengajarkan materi calistung secara langsung;

2. Pendidikan di TK tidak diperkenankan memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada anak


didik dalam bentuk apapun;

3. Setiap sekolah dasar (SD) wajib menerima peserta didik tanpa melalui tes masuk.

Perkembangan Kognitif

Dari aspek perkembangan kognitif, teori Jean Piaget paling laris dijadikan referensi.

Piaget, membagi tahapan perkembangan kognitif sebagai berikut :


Tahapan Sensorimotor (sejak lahir sd. 2 tahun), ciri-cirinya :

- Membedakan diri sendiri dengan setiap objek;

- Mengenal diri sebagai pelaku kegiatan dan mulai bertindak dengan tujuan tertentu,

misalnya : menarik seutas tali untuk menggerakkan sebuah mobil atau menggoyan
mainan untuk mendengarkan bunyinya;

- Menyadari benda tetap ada meskipun tidak lagi terjangkau .

Tahapan Praoperasional (2-6 tahun), ciri-cirinya :

- Belajar menggunakan bahasa dan menggambarkan objek dengan imajinasi dan kata-kata;

- Egosentris : sulit menerima pandangan orang lain

- Mengklasifikasi objek menurut tanda, misalnya : mengelompokkn semua balok merah


tanpa melihat bentuknya.

Tahapan Operasional Konkret (6-12 tahun), ciri-cirinya :

- Mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian;

- Menguasai konservasi jumlah;

- Mengklasifikasikan objek menurut tanda dan mampu menyusunnya dalam suatu seri
berdasarkan satu dimensi;

Tahapan Operasional Formal (12 tahun keatas) , ciri-cirinya :

- Mampu berpikir logis mengenai soal abstrak serta menguji hipotesis secara sistematis;

- Menaruh perhatian pada masalah hipotesis, masa depan dan ideology.

Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:

 Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu
sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur;
 Universal (tidak terkait budaya);
 Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang
berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan;
 Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis;
 Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan
sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi);
 Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan
hanya perbedaan kuantitatif;

Latihan Calistung

Berdasarkan uraian diatas, maka menjadi jelas bagi kita bahwa kemampuan membaca, menulis
dan menghitung, masih beroperasi pada tahapan praoperasional. Tahapan perkembangan
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) bukanlah keterampilan yang dapat
begitu saja dikuasai anak usia berusia 2-6 tahun. Anak perlu diberi atau dilatih dengan
keterampilan dasar sebelum akhirnya diajarkan membaca, menulis, dan berhitung pada saat
duduk di bangku SD. Dalam hal kemampuan membaca, pada balita usia 3-5 tahun, anak
diharapkan sudah memiliki ketertarikan untuk membaca gambar. Saat ini, berilah buku-buku
bergambar yang lucu, dengan warna-warni yang menarik. Pada usia 4-6 tahun, anak diharapkan
sudah mengerti simbol dan logo. Johana pernah minta sebuah merk sampo yang iklannya ada di
televisi. Asal melihat logo sampo tersebut, dia sudah paham bahwa itu adalah sampo. Saat ini
anak juga dibiasakan memang pinsil atau buku, membuka lembaran-lembaran buku tersebut dari
kanan ke kiri, hal mana ketrampilan ini kelak menjadi dasar berkembangnya kemampuan
motoriknya. Kemampuan menulis, akan berkembang dengan baik, ketika jauh sebelum anak
memang pinsil, anak dilatih menjumput, yaitu memegang dengan jari telunjuk dan ibu jari.
Untuk berkembangnya kemampuan berhitung, Anak perlu memahami konsep berhitung, bahwa
satu untuk satu benda (one-to-one correspondence). Jadi sebelum mengajarkan anak menghitung
satu-dua-tiga, ajarkan anak untuk membagikan satu benda untuk satu orang atau satu benda ke
dalam satu lubang. Permainan tradisional congklak, bisa menjadi sarana yang baik dan menarik.

Saya kurang yakin, kalau konsep-konsep penting ini belum dipahami secara benar dan utuh oleh
kebanyakan orangtua dan khususnya para pendidik. Namun parahnya lagi, fakta menunjukkan
bahwa ada banyak orangtua yang merasa bangga ketika selesai TK dan masuk SD, anaknya
sudah pada ‘level’ bisa membaca, menulis dan berhitung! Lebih parah lagi kalau orangtua
mengirim anaknya secara khusus pada lembaga tertentu hanya untuk belajar membaca, menulis
dan berhitung, padahal usia anaknya masih pada tahapan praoperasional! Inilah negeri latah dan
salah kaprah, dan kita hidup di dalamnya!

Catatan ini saya akhiri disini saya, sebelum berkembang kemana-mana. Namun saya perlu
menegaskan, bahwa catatan ini tidak bermaksud untuk mencela atau menyalahkan siapa-siapa,
saya sekedar membagi dari sedikit yang saya pahami. Saya Bung Joss, Salam Joss untukmu,
Kawan!

Anda mungkin juga menyukai