Anda di halaman 1dari 2

Anies, Pulau Reklamasi, dan Batik Naga

GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan melemparkan pandang ke arah jauh. Tangannya
berada di pinggang belakang. Dari belakang fotografer menyorot adegan itu dengan latar laut
dengan sejumlah kapal barang. Matahari yang begitu terik kontras dengan pakaian Anies: batik
lengan panjang, celana hitam, dan sepatu pantofel. Anies memantau penyegelan Pulau Reklamasi
di Teluk Jakarta, Jakarta Utara, Kamis (7/6).

Paginya, saat di halaman Balai Kota DKI Jakarta, Anies lebih dulu melepas sebanyak 300 personel
Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas untuk melakukan penyegelan Pulau D dan Pulau C.
“Tunjukkan adab, tunjukkan tata cara yang terhormat, ini bukan berarti kita kompromi, bukan
lemah. Justru, tunjukkan senyum boleh lebar, wajah boleh ramah, tapi ketegasan tidak bisa
dikompromikan," kata Anies.

Menurut Anies, semua yang dilakukan itu adalah bagian dari yang memastikan bahwa Jakarta itu
tertib dan teratur. Bagi pelanggar yang punya status sosial ekonomi lemah atau kuat, semuanya
akan ditindak. “Setelah ini, kami memastikan tidak ada pengulangan di tempat lain," kata Anies.
Selanjutnya, Satpol PP akan mengawasi lokasi tersebut dan memastikan tidak ada lagi berbagai
kegiatan di pulau tersebut.

Anies mengatakan, setelah penyegelan itu pemprov akan menuntaskan penyusunan rancangan
peraturan daerah sekaligus membentuk badan yang yang diamanatkan Peraturan Presiden Nomor
52 Tahun 1995. "Jadi, bukan hanya soal Pulau C dan D, kami akan menata seluruh kawasan
pesisir Jakarta," ujar Anies.

Jumlah bangunan yang disegel ada 932 unit. Spanduk segel ditempel yang berisi peringatan bahwa
lokasi itu melanggar Pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Keputusan penyegelan itu adalah janji Anies bersama pasangannya Sandiaga Uno saat
kampanye Pilkada DKI 2017. "Mengapa kami menolak reklamasi? Karena memberikan dampak
buruk kepada nelayan kita dan memberikan dampak kepada pengelolan lingkungan," kata Anies
saat debat putaran kedua Pilkada DKI 2017 pada 12 April 2017.

Akhir tahun lalu, tepatnya 29 Desember 2017, Anies telah berkirim surat kepada Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil. Intinya, ia meminta agar
Sofyan Djalil membatalkan seluruh sertifikat hak guna bangunan (HGB) tiga pulau reklamasi yang
diberikan kepada pengembang. Surat permohonan itu dikirim untuk membatalkan tiga pulau yang
dimaksud yakni Pulau C, D dan G.

Pulau D itu berada di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Pantai Indah Kapuk adalah
kawasan elite yang dihuni oleh kebanyakan warga keturunan Tionghoa.

Proyek pulau reklamasi tersebut telah lama menimbulkan banyak perdebatan sampai kemudian
terkuak praktik suap yang dilakukan PT Muara Wisesa Samudera (MWS), anak perusahaan PT
Agung Podomoro Land (APL).

PT MWS ini sebelumnya mengantongi izin pelaksanaan reklamasi di Pulau G. Selain PT MWS,
yang mendapatkan izin reklamasi adalah PT Kapuk Naga Indah (KPI), anak perusahaan Agung
Sedayu Group yang melakukan reklamasi di pulau A, B, C, D, 2B; Pulau I kepada PT Jaladri
Kartika Pakci; dan Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo bekerja sama dengan PT Agung
Dinamika Persada.

Presiden Direktur APL juga Dirut PT MWS, Ariesman Widjaja, telah divonis selama tiga tahun
oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, 1 September 2016. Ia terbukti menyuap mantan Ketua Komisi D
DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi sebesar Rp 2 miliar terkait pembahasan Raperda tentang
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Dalam kasus itu, Sanusi juga telah
divonis selama tujuh tahun penjara.

Ada yang menarik dalam penyegelan Pulau D dan C, kemarin. Saat memantau di Pulau D, Anies
masih memakai batik bermotif naga, yang sebelumya juga dipakai saat upacara pelepasan Satpol
PP. Motif naga itu memiliki mahkota. Saat ditanya tentang motif batik naganya itu, Anies enggan
menjawab lugas, malah bertanya diplomatis. “Ayo hitung jumlahnya," ujar dia kepada wartawan
seperti dikutip dari Antara.

Motif naga adalah salah satu motif batik yang masyhur di kalangan orang Jawa sejak abad ke-18,
demikian seperti dikutip dalam Nusa Jawa: Silang Budaya karya Denys Lombard. Kala itu,
banyak perajin China yang membuka bengkel di pesisir, khususnya di Cirebon, Jawa Barat dan
Lasem, Jawa Tengah. Selain motif naga ini, motif masyhur lain adalah motif awan China dan
motif swastika (banji).

Iwet Ramadhan dalam Cerita Batik (2013) menyebutkan dalam bahasa Mandarin, naga disebut
long. Sementara dalam dialek Hokkian disebut liong yang bentuknya berbeda-beda di setiap
negara. Di Jawa, misalnya, ada Naga Jawa yang menggunakan mahkota, sedangkan Naga Eropa
memiliki tambahan sayap dan berwujud mirip dengan dinosaurus.

"Naga adalah lambang Kaisar China. Hanya naga kekaisaran yang cakarnya berjumlah lima.
Pakaian pembesar di bawah Kaisar hanya boleh dihiasi dengan naga bercakar empat," tulis Iwet.

Sementara, naga bercakar tiga hanya dipakai sebagai simbol untuk orang-orang dengan kedudukan
sosial lebih rendah lagi. "Orang-orang China menganggap naga sebagai pelindung, penolak bala,
pemberi rezeki, juga kesuburan karena mampu menurunkan hujan," kata Iwet. Maka dari itu, jika
ada ornamen naga pada pakaian atau bangunan, menurut Iwet, hal itu dianggap mampu menolak
bala dan memberi keberuntungan.

Dalam kacamata komunikasi politik, gestur atau pakaian bisa dimaknai sebagai pesan
tersembunyi. Pemilihan batik Anies sebelumnya saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo, yang
keturunan Jawa, pada 25 Oktober 2017 juga penuh dengan simbolik. Saat itu, Anies memakai
batik motif parang barong, yang menggambarkan kekuasaan seorang raja Jawa. Sementara, Jokowi
menandinginya dengan motif gunungan yang maknanya sebagai penguasa alam semesta.

Dan, kali ini, Anies kembali melakukan hal serupa. Ia sadar yang akan dihadapi adalah kawasan
yang “dikuasai” oleh pengusaha keturunan Tionghoa, maka pilihan motif naga adalah sebuah
pesan lain dari Anies. ANDI NUGROHO

Anda mungkin juga menyukai