Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas


jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit
pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis, biasanya
dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan karena kecelakaan yang tidak
terduga (Masjoer, A, 2000). Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur
tulang. Patahan tadi mungkin terlebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
primpilan korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit
diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tetutup (atau sederhana) kalau kulit
atau salah satu dari rongga tubuh tertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau
compound) yang cendrung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (A,Graham,A &
Louis, S, 2000). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiridan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Price, A dan L. Wilson, 2003)
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan decade ini (2000-2010) menjadi dekade tulangdan persendian. Penyebab
fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas ini, selain
menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian ±1,25 juta orang
setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi
tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat yang meningkat
otomatis terjadi peningkatan penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor
khususnya bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan. Sehingga menmbah “
kesemerautan “ arus lalulintas. Arus lalulintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecendrungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Dan kecelakaan juga banyak
terjadi pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri, kecelakaan tersebut sering
kali menyebabkan cidera tulang atau fraktur (Kompas. Com, 2008).
Dari jenis-jenis fraktur yang sering terjadi adalah fraktur femur, fraktur femur
mempunyai insiden yang cukup tinggi diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya
fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi
pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan (Masjoer, A, 2000).
Penderita fraktur dengan tingkat pendidikan rendah cendrung menunjukan
adanya respon cemas yang berlebihan mengingat keterbatasan mereka dalam
memahami proses penyembuhan dari kondisi fraktur yang dialaminya tetapi sebagian
besar penelitian tidak menunjukan adanya korelasi kuat antara tingkat pendidikan
dengan kecemasan penderita fraktur. Respon cemas yang terjadi pada penderita fraktur
sangat berkaitan sekali dengan mekanisme koping yang dimilikinya, mekasnisme
koping yang baik akan membentuk respon psikologis yang baik, respon psikologis
yang baik yang berperan dalam menunjang proses kesembuhan (Depkes RI, 2008).
Penyebab dari fraktur femur terbagi menjadi dua bagian yaitu fraktur fisiologis
dan patologis. Fraktur fisiologis ini terjadi akibat kecelakaan, olahraga, benturan
benda dan trauma. Kejadian ini banyak ditemukan pada dewasa muda terutama pada
laki-laki umur 45 tahun kebawah sedangkan fraktur patologis terjadi pada daerah
tulang yang lemah oleh karena tumor, osteoporosis, osteomielitis,osteomalasia dan
rakhitis. Kejadian ini banyak ditemukan pada orang tua terutama perempuan umur 60
tahun keatas (Rasjad,C, 2007).
Fisioterapi berperan untuk mengembalikan gerak dan fungsional pada
kondisi di atas. Menggunakan modalitas fisioterapi diharapkan dapat membantu
dalam proses penyembuhan atau membantu pasien dapat beraktifitas secara normal
kembali, sehingga masalah yang dialami penderita dapat ditangani. Modalitas terapi
latihan pada pasca bedah fracture femur 1/3 distal bermanfaat untuk mencegah
komplikasi yang mungkin timbul seperti yang disampaikan penulis di atas, dengan
terapi latihan mengembalikan gerak dan fungsi sehingga pasien dapat beraktifitas
kembali.

BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
nNama : INH
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Poligon, Palembang
Agama : Islam
Status : Mahasiswa
Orang tua
Ayah : Hariyanto (50 tahun)
Ibu : Hadinawati (46 tahun)
Pekerjaan orang tua
Ayah : PNS
Ibu : PNS
Medical Record : 443726
Tanggal pemeriksaan :

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis
Keluhan utama :
Kaki kiri susah ditekuk

Riwayat perjalanan penyakit :


6 bulan yang lalu, os mengalami kecelakaan lalu lintas. Os tertabrak mobil saat
berboncengan motor dengan temannya dari samping kiri. Os mengalami patah
tulang paha kiri dan telah mengalami operasi bedah orthopedi di RS Siti Khodijah.
Os mengeluh kaki kiri susah ditekuk setelah operasi dan sekarang sedang
melaksanakan program fisioterapi.

Riwayat kebiasaan dan penyakit dahulu:


 Terdapat Riwayat trauma
Riwayat penyakit dalam keluarga
Tidak ada
Riwayat kehamilan
Tidak hamil
Riwayat sosial-ekonomi keluarga
Os merupakan anak . Status sosial ekonomi cukup.

C. PEMERIKSAAN FISIK ( 17 Maret2012 )


Status Generalis
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : tampak sehat
Suhu tubuh : 36,50C
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Penapasan : 22 x/menit
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 48 kg
Status gizi : Normal
Cara Berjalan/Gait
 Antalgik gait : ada kelainan
 Steppage gait : tidak ada kelainan
 Parkinson gait : tidak ada kelainan
 Tredelenberg gait : tidak ada kelainan
 Waddle gait : Tidak ada kelainan
 Lain-lain : tidak ada kelainan

Bahasa/Bicara
 Komunikasi verbal : lancar
 Komunikasi nonverbal : lancar

SARAF-SARAF OTAK
Nervus Kanan Kiri
I N.Olfaktorius Normal Normal
II N.Opticus Normal Normal
III N.Occulomotorius Normal Normal
IV N.Trochlearis Normal Normal
V N.Trigeminus Normal Normal
VI N.Abducens Normal Normal
VII N.Fascialis Normal Normal
VIII N/Vestibularis Normal Normal
IX N.Glossopharyngeus Normal Normal
X N.Vagus Normal Normal
XI N.Accesorius Normal Normal
XII N.Hypoglosus Normal Normal

Status Lokalis
Kepala
Bentuk kepala normal, wajah berbentuk oval, simetris, deformitas (-)

Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra
pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, diameter pupil 3 mm, reflek cahaya
normal, pergerakan mata ke segala arah baik. Edema subkonjugtiva (-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung (-).

Telinga
Tophi (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran
baik.

Mulut
Arcus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1 – T1, pucat pada lidah (-), atrofi
papil (-), hipertrofi ginggiva (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-),
fetor hepatikum (-), dinding faring tenang.

Leher
Pembesaran kelenjar getah bening leher (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP
(5 - 2) cmH2O, kaku kuduk (-).

KGB
Tidaak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal, dan
submandibula, serta tidak ditemukan adanya nyeri tekan KGB.

Paru-paru
Inspeksi : statis : simetris antara kanan dan kiri, pelebaran sela iga (-)
dinamis : gerakan paru kanan dan kiri sama
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler di kedua paru (+) normal, wheezing (-), ronkhi (-)

Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas jantung pada ICS II, batas kanan jantung pada linea
parasternal dextra, batas kiri jantung pada linea midclavicula sinistra
Auskultasi : HR = 80 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, simetris
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genitalia : tidak diperiksa

Anggota gerak bawah


Inspeksi kanan kiri
-Deformitas (-) (-)
-Edema (-) (-)
-Tremor (-) (-)
Palpasi
-nyeri tekan (lokasi paha) (-) (-)

Neurologi
Motorik kanan kiri
Gerakan normal normal
Kekuatan
Fleksi paha + - (agak terhambat)
Ekstensi paha + +
Ekstensi lutut + -
Fleksi lutut + -
Dorsofleksi pergelangan
Kaki + - (terhmbat)
Dorsofleksi ibu jari kaki + +
Plantar fleksi pergelangan
Kaki + +
Refleks fisiologis
Refleks tendo patella normal normal
Refleks tendo achilles normal normal
Refleks patologi
Babinsky normal normal
Chaddock normal normal
Luas gerak sendi aktif aktif pasif pasif
Dextra sinistra dextra sinistra
Fleksi paha 90 80 90 90
Adduksi paha 45 45 45 45
Abduksi paha 45 30 45 45
Fleksi lutut 130 100 135 120
Ekstensi lutut
Dorsofleksi pergelangan
Kaki 20 20 20 20
Plantar fleksi pergelangan
Kaki 50 50 50 50

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen

E. RESUME
Seorang wanita, umur 21 tahun, alamat di Palembang datang ke bagian
Rehabilitasi Medik RSMH dengan kepentingan untuk melakukan fisioterpi rutin.
Os mengalami kecelakaan motor 6 bulan lalu dan telah melakukan operasi bedah
ortopedi femur 2/3 distal sinistra. Riwayat demam tinggi disangkal. Riwayat
kejang sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum tampak sehat, kesadaran
compos mentis, nadi 80 x/menit, pernapasan 22 x/menit, tekanan darah
120/80mmHg, suhu 36,5°C.

F. Diagnosis Kerja
Post ORIF (open reduction internal fixation) femur 2/3 distal sinistra

G. Diagnosis Banding
- Fraktur komplit tertutup
- Fraktur komplit terbuka
- Fraktur ec osteoporosis

H. Penatalaksanaan
- Fisioterapi :
Terapi panas: IRR (superficial), MWD dan USD(dalam)
Traksi manual dengang menggunakan tangan terapis
-okupasi teerapi
Latihan ROM dan ADL : melakukan gerakan pada persedian baik secara aktif
ataupun pasif), belajar duduk dan berdiri, berjalan

- Ortotik prostetik : tongkat (cane), tongkat ketiak, dan walker.


- Edukasi :diberi pengetahuan akan petingnya latihan menggerakan kaki yang
kaku tersebut, berhati-hati dalam beraktivitas dan rajin meminum susu agar
mempercepat proses pertumbuhan tulang pasca operasi.

I. Prognosis
- Quo ad Vitam : bonam
- Quo ad Functionam : bonam

BAB III
ANALISIS KASUS

Seorang wanita berusia, 21 tahun mengalami kecelakaan motor 6 bulan yang


lalu saat berboncengan motor bersama temannya, ditabrak mobil dari sisi kiri dan
terlempar dari motor sejauh 2 meter. Os telah mengalami operasi pembedahan dan
sampai sekarang masih melanjutkan perawatan fisioterapi di bagian Rehabilitasi
Medik RS. Mohammad Hoesin Palembang. Os telah mengalami banyak perubahan
pasca operasi walaupun terkadang masih merasakan nyeri pada paha kiri. Sejak 4
bulan yang lalu pasca operasi, os menyadari bahwa ia mengalami kesulitan bila mau
menekuk lutut dan sesekali bekas operasi terasa gatal bila berkeringat. Kaki kanan
tidak ada keluhan tetapi os merasa ada kelaianan pada tulang belakang dikarenakan
suka merasa tidak nyaman bila duduk. Demam (-), kejang (-), dismorfik wajah (-),
gangguan bicara (-), trauma (+).Os telah menjalani fisioterapi di bagian Rehabilitasi
Medik Rumah Sakit Mohammad Hoesin sebanyak 5 kali dan masih membutuhkan
perawatan fisioterapi lebih lanjut.
Dari pemeriksaaan didapatkan os dalam keadaan compos mentis, tampak sehat,
suhu tubuh 36,50C, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, pernapasan 22
x/menit, tinggi badan 160 cm, berat badan 49 kg, cara berjalan antalgik gait serta
komunikasi verbal dan nonverbal lancar. Saraf otak dalam keadaan normal.
Os telah menjalani fisioterapi 5 kali untuk mengembalikan fungsi dari kaki kiri
akibat fraktur tulang femur. Fraktur femur adalah suatu patahan kontinuitas struktur
tulang, dikarenakan trauma langsung, trauma tidak langsung, factor tekanan atau
kelelahan dan faktor patologik. Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi,
diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur
1/3 dan 2/3 distal. Fraktur femur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan, atau kecelakaan.
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai
reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode
yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya. Pada
kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur
tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
dirduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,kawat, sekrup, plat, paku, atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah
fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai,traksi kontin, pin, dan tehnik gips. Sedangkan implant logam
digunakan untuk fiksasi interna. Mempertahankan dan mengembalikan fragmen
tulang, dapat dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler,
latihan isometric, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki
kemandirian dan harga diri.

Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu :

a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan


kemudian di rumah sakit.

b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang


yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.

c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan di bawah
fraktur.

d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur

Rehabilitasi post operasi akan sangat berguna untuk mengembalikan fungsi


awal dari tulang femur yan patah. Fisioterapi menggunakan terapi panas seperti MWD
(Micro Wave Diathermia), USD (Ultra Sound Diathermia), dan IRR sangat membantu
pasien fraktur untuk dapat kembali berjalan karena alat-alat tersebut berfungsi untuk
memperbaiki blood flow, meningkatkan suhu jaringan. Alat-alat seperti MWD dan
USD dapat menghantarkan paanas lebih dalam sampai ke otot dan tulang dan efektif
pada kotraktur jaringan ikat serta nyeri otot. Selain terapi panas, pasien membutuhkan
terapi latihan, seperti ROM (range of motion) secara aktif ataupun pasif. Latihan
seperti menggerakan kaki fleksi ekstensi paha, panggul dan lutut. Okupasi terapi juga
dibutuhkan untuk memberikan latihan penguatan, latihan koordinasi otot, melakukan
ADL. Penderita fraktur membutuhkan bantuan alat untuk melakukan kegiatan sehari
pasca operasi yang telah dijalaninya, seperti penggunaan tonkat, tongkat ketiak,
tongkat kaki tiga ataupun walker sesuai dengan kebutuhan penderita serta diberikan
latihan dan edukasi menggunakan alat bantu secara baik dan benar agar pasien
mengerti manfaat alat tersebut.

Anda mungkin juga menyukai