Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita menganggap bahwa pernapasan yang baik sebagai sesuatu yang wajar
sehingga kita menyadari kita secara tarus menerus bernapas. Jika ada gangguan dalam
pernapasan baru kita mengingat bahwa oksigen sangatlah penting. Kekurangan oksigen
dalam beberapa menit saja dapat berakibat fatal bagi organ-organ pernapasan didalam
tubuh kita, bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara
normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas dalam setiap kali
bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama
melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen
dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolismenya, oksigen
hasil buangannya dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. ( Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005 ) .
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosphir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen
dalam ruangan adalah 21 %, ( Brunner & Suddarth,2001 ). Sejalan dengan hal tersebut
diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan
tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 ( Orthobarik )
2. Meningkatkan tekanan oksigen ( Hiperbarik

Dalam makalah ini akan dibahas tentang penanganan pada gangguan


pernapasan dengan macam – macam pemberian oksigen.
B. Rumusan Masalah
a) Apakah pengertian Ventury Mask ?
b) Apakah pengertian Bag. Valve and mask ?
c) Apakah pengertian Pipa oropharing dan nasopharing ?
d) Apakah pengertian Intubasi endrotrakheal ?

C. Tujuan Masalah
a) Tujuan Umum
Untuk Menambah wawasan dan pengetahuan tentang macam – macam
pemberian oksigen khususnya pada mahasiswa/i calon petugas medis agar supaya
bisa mempersiapkan sedini mungkin untuk penanganan kasus tersebut.
b) Tujuan Khusus
 Mengenal dan memahami tentang pengertian macam – macam pemberian
oksigen
 Mengerti tentang Ventury Mask
 Untuk memahami Bag. Valve and mask
 Untuk memahami Pipa oropharing dan nasopharing
 Untuk Memahami Intubasi endrotrakheal
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ventury Mask


Adalah metode pemberian yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi
oksigen yang tepat melalui cara non – infasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga
memungkinkan udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah ditetapkan.
Masker ini digunakan terutama bagi pasien PPOM karena memberikan suplemen oksigen
tingkat rendah, sehingga menghindari resiko dorongan hipoksik. (Brenda, Suzanne, 2001)

Masker venturi menerapkan prinsip Entrainmen udara (menjebak udara seperti


vakum), yang memberikan aliran udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen
terkontrol. Kelebihan gas keluar masker melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut
bersama karbondioksida yang dihembuskan. Mtode ini memungkinkan konsentrasi
oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung pada kedalaman dan
kecepatan perafasan. Masker harus terpasang dengan pas, untuk mencegah oksigen
mengalir ke dalam mata, dan kulit pasien diperiksa terhadap iritasi. Prinsip pemberian
oksigen dgn alat ini yaitu gas yg dialirkan dari tabung akan menuju ke masker yg
kemudian akan dihimpit utk mengatur suplai oksigen shg tercipta tekanan negative,
akibatnya udara luar dapat dihisap dan aliran udara yg dihasilkan lebih banyak.
Masker venturi dpt memberikan aliran yg bervariasi : 4 – 14 liter/menit dgn
konsentrasi 24– 50%. Dipakai pd pasien dg tipe ventilasi tidak teratur. (FIO2 24%–
28%)

Keuntungan venturi mask :


 Konsentrasi oksigen yg diberikan konstan sesuai dgn petunjuk pd alat dan tidak
dipengaruhi perubahan pola napas terhadap FiO2.
 Suhu dan kelembaban gas dapat dikontrol.
 Tidak terjadi penumpukan C O2.

Kerugian venturi mask :

 Masker harus dilepaskan sehingga pasien tidak dapat makan, minum, dan minum
obat.
 Konsentrasi oksigen : 24 – 50 %
 Aliran oksigen : 4 – 10 LPM

B. Pengertian Bag. Valve and Mask


Bag Valve Mask yang juga dikenal BVM atau Ambubag adalah alat yang digunakan
untuk memberikan tekanan pada sistem pernafasan pasien yang henti nafas atau yang
nafasnya tidak adekuat. Alat ini umumnya merupakan bagian dari peralatan resusitasi untuk
tenaga ahli, seperti pekerja Ambulans. Alat ini digunakan secara ekstensif di ruang operasi
untuk bantuan pernafasan pasien yang tidak sadar pada saat sebelum diberikan bantuan
pernafasan mekanik. (Brenda, Suzanne, 2001).
Bag Valve Mask digunakan pada pasien :
 Cardiac arrest .
 Respiratory failure
 Sebelum, selama dan sesudah suction

Gas flows 12 – 15 liter, selama resusitasi buatan, hiperinflasi / bagging,


kantong resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk memberikan konsentrasi
oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak digunakan sebagai
reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan kecepatan 15 liter/menit telah
ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten dengan konsentrasi 95 % - 100 %.
Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga memberikan jaminan visual bahwa aliran
oksigen utuh dan kantong menerima oksigen tambahan. Pengetahuan tentang kantong
dan keterampilan penggunaan adalah vital :
 Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT )
 Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
 Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pemberian Bag Valve Mask :
 Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan apakah
terjadi distensi abdomen
 Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru
 Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau spasme
bronkus yang memburuk.

Syarat – syarat Resusitator manual :


 Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut
 Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi terhadap
muntah / darah yang dapat mengakibatkan aspirasi
 Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut
 Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.

Ambu bag terdiri dari bag yang berfungsi untuk memompa oksigen udara
bebas, valve/pipa berkatup dan masker yang menutupi mulut dan hidung penderita.
Penggunaan ambu bag atau bagging sungkup memerlukan keterampilan tersendiri dalam
hal memberikan bantuan nafas. Penolong seorang diri dalam menggunakan ambubag
harus dapat mempertahankan terbukanya jalan nafas dengan mengangkat rahang bawah,
menekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras
bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap
pernafasan. Ambubag sangat efektif bila dilakukan oleh dua orang penolong yang
berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan nafas dan menempelkan
sungkup wajah korban dan penolong lain memeras bagging. Kedua penolong harus
memperhatikan pengembangan dada korban
Ambu bag digunakan dengan satu tangan penolong memegang bag sambil
memompa udara sedangkan tangan lainnya memegang dan memfiksasi masker. Pada
Tangan yang memegang masker, ibu jari dan jari telunjuk memegang masker
membentuk huruf C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang bawah penderita
sekaligus membuka jalan nafas penderita dengan membentuk huruf E. Konsentrasi
oksigen yang dihasilkan dari ambu bag sekitar 20 %. Dapat ditingkatkan menjadi 100%
dengan tambahan oksigen. Untuk kondisi yang mana penderita mengalami henti nafas
dan henti jantung, dilakukan resusitasi jantung-paru-otak.
C. Pengertian Pipa Oropharing dan Nasopharing
Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara mulut
dan pharynx pada orang yang tidak sadar yang berfungsi untuk membebaskan jalan
nafas. (Medical Dictionary) Pembebasan jalan nafas dengan oropharyngeal tube adalah
cara yang ideal untuk mengembalikan sebuah kepatenan jalan nafas yang menjadi
terhambat oleh lidah pasien yang tidak sadar atau untuk membantu ventilasi (Sally
Betty,2005) Oropharyngeal tube adalah alat yang terbuat dari karet bengkok atau plastik
yang dimasukkan pada mulut ke pharynx posterior untuk menetapkan atau memelihara
kepatenan jalan nafas. (William dan Wilkins).
Pada pasien tidak sadar, lidah biasanya jatuh ke bagian pharynx posterior
sehingga menghalangi jalan nafas, sehingga pemasangan oropharyngeal tube yang
bentuknya telah disesuaikan dengan palatum / langit-langit mulut mampu membebaskan
dan mengedarkan jalan nafas melalui tabung / lubang pipa. Dapat juga berfungsi untuk
memfasilitasi pelaksanaan suction. Pembebasan jalan nafas dengan oropharingeal tube
digunakan dalam jangka waktu pendek pada post anastesi atau langkah postictal.
Penggunaan jangka panjang dimungkinkan pada pasien yang terpasang endotracheal tube
untuk menghindari gigitan pada selang endotraceal.

Organ-organ yang terlibat dalam oropharyngeal airway :


a. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)
b. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah
c. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)
Indikasi dan Kontra Indikasi :
a. Indikasi
Adapun indikasi pemasangan oropharyngeal tube adalah sebagai berikut :
 Pemeliharaan jalan nafas pasien dalam ketidaksadaran,
 Melindungi endotracheal tube dari gigitan,
 Memfasilitasi suction pada jalan nafas
b. Kontra indikasi
Tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan sadar ataupun semi sadar
karena dapat merangsang muntah, spasme laring. Harus berhati-hati bila terdapat
trauma oral.
Pemasangan Pipa (Tube)
Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa nasofaring). Pipa orofaring
digunakan untuk mempertahankan jalan nafas dan menahan pangkal lidah agar tidak
jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan napas terutama pada pasien-pasien tidak
sadar.

Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga baik,
dilakukan pemasangan pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube). Pemasangan pipa
endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan
memudahkan tindakan bantuan pernapasan.

1. Pipa Oropharing
Sebuah jalan napas orofaringeal (juga dikenal sebagai saluran udara lisan, OPA atau
saluran napas Guedel pola) adalah perangkat medis yang disebut tambahan digunakan
untuk menjaga jalan nafas paten (terbuka) . Hal ini dilakukan dengan mencegah lidah
dari meliputi epiglotis , yang bisa mencegah orang dari pernapasan. Ketika seseorang
menjadi sadar, otot-otot di rahang mereka rileks dan memungkinkan lidah untuk
menghalangi jalan napas.( Ed Dickinson; Dan Limmer 2008)

Jalan napas orofaringeal dirancang oleh Arthur Guedel 1862 .

Saluran udara orofaringeal datang dalam berbagai ukuran, dari bayi ke


dewasa, dan biasa digunakan dalam perawatan pra-rumah sakit darurat dan untuk
jangka pendek manajemen jalan nafas pasca anestesi atau ketika metode manual tidak
memadai untuk menjaga jalan napas terbuka. Ini bagian dari peralatan yang
digunakan oleh responden bersertifikat pertama , teknisi medis darurat , dan
paramedis - ditambah profesional kesehatan lain saat intubasi trakea yang baik tidak
tersedia, tidak dianjurkan atau masalah adalah durasi jangka pendek. Saluran udara
orofaringeal ditunjukkan hanya dalam bawah sadar orang, karena kemungkinan
bahwa perangkat akan merangsang refleks muntah pada orang yang sadar atau
setengah sadar. Hal ini dapat mengakibatkan muntah dan berpotensi mengarah pada
jalan napas tersumbat. saluran udara Nasofaring sebagian besar digunakan sebagai
pengganti karena mereka tidak merangsang refleks muntah. Secara umum saluran
udara orofaringeal harus berukuran dan dimasukkan dengan benar untuk
memaksimalkan efektivitas dan meminimalkan kemungkinan komplikasi - seperti
trauma oral. (Ed Dickinson; Dan Limmer 2008).

OPA ukuran yang benar dipilih dengan mengukur dari tengah mulut orang
untuk sudut rahang. Jalan napas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mulut orang
terbalik. Setelah kontak dibuat dengan bagian belakang tenggorokan, saluran udara
diputar 180 derajat, memungkinkan untuk penyisipan mudah, dan meyakinkan bahwa
lidah dijamin. Sebuah metode alternatif untuk penyisipan, metode yang
direkomendasikan untuk digunakan OPA pada anak dan bayi, melibatkan memegang
lidah maju dengan penekan lidah dan memasukkan sisi kanan jalan napas atas.
Penggunaan OPA tidak menghapus kebutuhan untuk posisi pemulihan dan penilaian
jalan napas berkelanjutan dan tidak mencegah obstruksi oleh cairan (darah, air liur,
makanan, cairan cerebrospinal) atau penutupan celah suara . Tapi bisa memfasilitasi
ventilasi selama CPR ( cardiopulmonary resuscitation ) dan untuk orang dengan lidah
yang besar

Resiko utama penggunaannya adalah :


 jika seseorang memiliki refleks muntah-muntah mereka mungkin
 ketika terlalu besar, dapat menutup glotis dan demikian dekat jalan napas
 ukuran yang tidak benar dapat menyebabkan perdarahan pada saluran udara

2. Pipa Nasopharing
Dalam kedokteran , suatu saluran napas nasofaring, juga dikenal sebagai NPA
atau terompet hidung karena akhir berkobar, sebuah jenis saluran napas tambahan,
adalah sebuah tabung yang dirancang untuk dimasukkan ke dalam lorong hidung
untuk mengamankan terbuka jalan napas . Ketika seorang pasien menjadi tidak sadar,
otot-otot di rahang umumnya santai dan dapat memungkinkan lidah untuk meluncur
kembali dan menyumbat jalan napas. Tujuan akhir menyala adalah untuk mencegah
perangkat dari menjadi hilang di dalam kepala pasien. (Daniel dan Michael F. Limmer
O'Keefe. 2005)

Indikasi dan kontraindikasi

Nasofaring saluran udara kadang-kadang digunakan oleh orang yang memiliki


sleep apnea . Alat ini juga digunakan oleh para profesional perawatan darurat seperti
EMT dan paramedis dalam situasi di mana bentuk pemeliharaan jalan napas buatan
diperlukan tetapi tidak mungkin atau disarankan untuk menggunakan jalan napas
orofaringeal , jenis yang disukai saluran napas tambahan, atau intubasi , dianggap
paling cara tertentu untuk mengamankan jalan napas paten, tetapi juga yang paling
invasif medis. Dalam pasien tak sadarkan diri, hisap dari saluran napas atas juga dapat
diterapkan melalui NPA. Penyisipan dari NPA merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan cedera kepala berat atau wajah, atau memiliki bukti patah tulang tengkorak
basilar ( tanda Battle , mata rakun, cairan serebrospinal / darah dari telinga, dll) karena
kemungkinan penyusupan langsung pada jaringan otak . Sebuah jalan napas
orofaringeal dapat digunakan sebagai pengganti, tetapi perangkat ini sering memicu
pasien refleks muntah , sementara saluran udara nasofaring biasanya tidak.

Jalan napas ukuran yang benar dipilih dengan mengukur perangkat pada
pasien:. Perangkat harus mencapai dari lubang hidung pasien ke daun telinga atau
sudut rahang. Bagian luar tabung dilumasi dengan pelumas berbasis air sehingga
memasuki hidung lebih mudah. Perangkat dimasukkan sampai akhir berkobar
menyentuh lubang hidung. (Daniel dan Michael F. Limmer O'Keefe. 2005)
D. Pengertian Intubasi Endrotrakheal

Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau
melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada intinya,
Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam trakhea
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan
(Hendrickson ,2002),

Tujuan Intubasi Endotrakhea.


Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk
membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten,
mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien
operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal (Anonim, 1986) :
a. Mempermudah pemberian anestesia.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran
pernafasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,
lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.

Indikasi dan Kontraindikasi.


Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :
1. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri
dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui
masker nasal.
2. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di
arteri.
3. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai
bronchial toilet.
4. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien
dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
Dalam sumber lain (Anonim, 1986) disebutkan indikasi intubasi endotrakheal
antara lain:
a. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.
b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada
kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa
mengganggu pekerjaan ahli bedah.
c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak
ada ketegangan.
d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah,
memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan intra
pulmonal.
e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.
f. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
g. Tracheostomni.
h. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.
Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi
endotrakheal antara lain :
a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada
beberapa kasus.
b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
Obat-Obatan yang Dipakai.
Berikut ini adalah obat-obat yang biasa dipakai dalam tindakan intubasi
endotrakheal (Anonim, 1986), antara lain :
1. Suxamethonim (Succinil Choline), short acting muscle relaxant merupakan obat yang
paling populer untuk intubasi yang cepat, mudah dan otomatis bila dikombinasikan
dengan barbiturat I.V. dengan dosis 20 –100 mg, diberikan setelah pasien dianestesi,
bekerja kurang dari 1 menit dan efek berlangsung dalam beberapa menit. Barbiturat
Suxamethonium baik juga untuk blind nasal intubation, Suxamethonium bisa
diberikan I.M. bila I.V. sukar misalnya pada bayi.
2. Thiophentone non depolarizing relaxant : metode yang bagus untuk direct vision
intubation. Setelah pemberian nondepolarizing / thiophentone, kemudian pemberian
O2 dengan tekanan positif (2-3 menit) setelah ini laringoskopi dapat dilakukan.
Metode ini tidak cocok bagi mereka yang belajar intubasi, dimana mungkin
dihadapkan dengan pasien yang apneu dengan vocal cord yang tidak tampak.
3. Cyclopropane : mendepresi pernafasan dan membuat blind vision intubation sukar.
4. I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi.
Iritabilitas laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis
besar dapat mendepresi pernafasan.
5. N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.
penambahan triklor etilen mempermudah blind intubation, tetapi tidak memberikan
relaksasi yang diperlukan untuk laringoskopi.
6. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan laring
dan dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.

7. Analgesi lokal dapat dipakai cara-cara sebagai berikut :


 Menghisap lozenges anagesik .
 Spray mulut, faring, cord.
 Blokade bilateral syaraf-syaraf laringeal superior.
 Suntikan trans tracheal.

Cara-cara tersebut dapat dikombinasikan dengan valium I.V. supaya pasien


dapat lebih tenang. Dengan sendirinya pada keadaan-keadaan emergensi. Intubasi dapat
dilakukan tanpa anestesi. Juga pada necnatus dapat diintubai tanpa anestesi.

Komplikasi Intubasi Endotrakheal.


a) Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)
a. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi
laringeal cuff.
b. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa
mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.
c. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat,
tekanan intraocular meningkat dan spasme laring.
d. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.
b) Komplikasi pemasukan pipa endotracheal
a. Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial dan
malposisi laringeal cuff.
b. Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit
hidung.
c. Malfungsi tuba berupa obstruksi.

c) Komplikasi setelah ekstubasi


a. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea),
suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan
aspirasi laring.
b. Gangguan refleks berupa spasme laring.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh secara
normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup udara bebas dalam setiap kali
bernafas. Dengan bernafas setiap sel tubuh menerima oksigen, dan pada saat yang sama
melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen
dari jaringan memungkinkan setiap sel melangsungkan proses metabolismenya, oksigen
hasil buangannya dalam bentuk karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. ( Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005 ) .
Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosphir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah. Terapi oksigen adalah
pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam
atmosfir lingkungan.

B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas saran yang dapat kami buat yaitu untuk lebih
memperdalam lagi tentang macam – macam pemberian oksigen karena dalam makalah kami
tentunya masih banyak kekuranagannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2002), Endotracheal Intubation,


http://www.medicinet.com/script/main/art.asp?li=mni&articlekey=7035

Gail Hendrickson, RN, BS., (2002), Intubation,


http://www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/1219.html

Gisele de Azevedo Prazeres, MD., (2002), Orotracheal Intubation,


http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html

Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani W.I., Setiowulan W., (ed)., (2002), Kapita Selekta
Kedokteran, edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
Suanne C. Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Potter & Perry. 2000. Fundamental Keperawatan Edisi IV Vol. 1. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai