Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Daerah lumbal terdiri atas L1 sampai L5 dan L5 – S1 yang paling besar menerima

beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling

besar sepanjang vertebra. Menurut The Healthy Back Institute (2010), daerah lumbal

merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya nyeri pinggang karena

daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh bergerak dan saat menumpuh berat

badan. Disamping itu, gerakan membawa atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya

dapat menyebabkan terjadinya cidera pada lumbar spine.

Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang

umumnya menyebabkan nyeri pinggang adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy

lumbar, gangguan pada tulang (stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan

tulang (spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan skoliosis)

(William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah diobservasi bahwa sekitar 90%

pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009).Spondylosis

lumbal menduduki peringkat kedua dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri pinggang

sedangkan lumbar strain/sprain memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari mekanikal

nyeri pinggang.

Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau diskus

intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah usia, obesitas, duduk

dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia menunjukkan

bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas

juga berperan dalam menyebabkan perkembangan spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia,


2009). Problem nyeri, spasme dan keterbatasan gerak dapat ditangani dengan intervensi

fisioterapi. Berbagai modalitas dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut.

Pemberian Short Wave Diathermy yang menghasilkan efek thermal dapat menurunkan nyeri

dan spasme otot. Adanya efek panas yang sedatif dapat merangsang ujung saraf sensorik dan

proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot lambat laun akan menurun. Kemudian

pemberian William Flexion Exercise dapat menghasilkan peningkatan stabilitas lumbal dan

menambah luas gerak sendi pada lumbal melalui peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot.

Berdasarkan pengamatan peneliti, beberapa pasien yang berusia 40 tahun keatas dan

umumnya wanita mengalami kondisi spondylosis lumbal dengan problem nyeri pinggang

serta gangguan gerak dan fungsi pada lumbal. Keadaan ini biasanya membatasi aktivitas

kegiatan sehari-hari penderita dan setelah beberapa kali ditangani oleh fisioterapi kondisinya

menjadi membaik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Spondylosis Lumbal

1. Definisi

Spondylosis merupakan kondisi dimana terjadi perubahan degeneratif pada

sendi intervertebralis antara corpus dan diskus. Spondylosis merupakan kelompok

osteoarthritis yang juga dapat menghasilkan perubahan degeneratif pada sendi-sendi

sinovial sehingga dapat terjadi pada sendi-sendi apophyseal tulang belakang. Secara

klinis, kedua perubahan degeneratif tersebut seringkali terjadi secara bersamaan

(Ann Thomson et al, 2010).

Spondylosis lumbal merupakan gangguan degeneratif yang terjadi pada corpus

dan diskus intervertebralis, yang ditandai dengan pertumbuhan osteofit pada corpus

vertebra tepatnya pada tepi inferior dan superior corpus. Osteofit pada lumbal dalam

waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri pinggang karena ukuran osteofit yang

semakin tajam (Bruce M.Rothschild, 2009).

Menurut Statement of Principles Concerning (2009), spondylosis lumbar

didefinisikan sebagai perubahan degeneratif yang menyerang vertebra lumbar atau

diskus intervertebralis, sehingga menyebabkan nyeri lokal dan kekakuan, atau dapat

menimbulkan gejala-gejala spinal cord lumbar, cauda equina atau kompresi akar

saraf lumbosacral.

Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur

tulang yang terbentuk karena adanya proses penuaan atau degenerasi.

Komponen-komponen vertebra yang seringkali mengalami spondylosis adalah

diskus intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen

flavum) (John J. Regan, 2010).


Gambar 2.1 Spondylosis Lumbal

Sumber : Fisiosilfia (2015)

2. Anatomi Biomekanik

a) Anatomi Vertebralis Lumbal

Lumbal spine terdiri dari 5 vertebra lumbal, segmen Th12-L1 dan segmen L5-

S1. Vertebra lumbal merupakan struktur paling bawah sebelum sacrum. Vertebra

lumbal memiliki corpus vertebra yang lebih besar dan lebih tebal dibandingkan

regio lain. Vertebra lumbal tidak memiliki foramen transversum dan facies

artikularis costalis. Lumbal spine memiliki diskus intervetebralis diantara corpus

vertebra dan facet joint antara processus articularis superior-inferior.


Gambar 2.2 Vertebra lumbalis ke IV, tampak dari cranial

Sumber : (Sobotta, 1995)

Keterangan Gambar 2.2:

1. Body

2. Pedicle

3. Processius tranversus

4. Facies Articularis

5. Lamina

6. Processius Spinosus

7. Foramen Vertebrae

8. Facies Articularis Inferior

b) Anatomi segmen gerak

1) Facet Joint

Facet joint adalah persambungan pada rongga spinal yang terletak dibelakang

tulang vertebra. Facet terletak pada bidang vertical sagital yang memungkinkan

gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis

lumbalis (hipeekstensi lumbal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan

kolateral, oblique, dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi

kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling menjauh sehingga

memungkinkan gerakan ke lateral berputar.

2) Diskus Intervertebralis

Sendi-sendi corpus vertebra termasuk jenis sendi kondral sekunder (simfisis)

yang dirancang untuk menanggung beban dan kekuatan. Permukaan vertebra-


vertebra berdekatan memperoleh hubungan melalui sebuah diskus intervertebralis

dan ligamentum. (Keith, 2002)

Discus intervertebralis menyusun seperempat dari panjang columna

vertebralis. Discus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat banyak

terjadinya columna vertebralis. Discus bersifat semielastis. Ciri fisik ini

memungkinkannya berfungsi sebagai peredam benturan bila beban pada columna

vertebralis mendadak bertambah kelenturan atau daya pegas memungkinkan

vertebra yang kakau dapat bergeraks atu dengan lainnya. Daya pegas ini

berangsur menghilang dengan bertambahnya usia. Discus intervertebralis tidak

ditemukan diantara c2-c2, di dalam os sacrum, dan di dalam os coccygeus. (Snell,

2006)

Menurut Richard Snell (2006), discus intervertebralis antara lain tersiri dari:

1) Annulus fibrosus

Terdiri atas jaringan fibrokartilago, di dalamnya serabut-serabut kolagen

tersusun dalam lamel-lamel yang konsentris, dimana lamel-lamel yang lain

berjalan dalam arah sebaliknya. Serabut-serabut yang lebih perifer melekat

erat pada ligentum longitudinale anterius dan posterius columna vertebralis.

2) Nucleus pulposus

Pada anak-anak dan remaja terdiri dari zat gelatin yang banyak

mengandung ari, sedikit serabut kolagen, dan sedikit tulang rawan. Biasanya

berada dalam tekanan dan terletak sedikit lebih dekat pinggir posterior

daripada pinggir anterior discus. Difat nucleus pulposus yang setengah cair

memungkinkan berubah bentuk dan vertebra dapat menjungkit ke depan dan

ke belakang di atas yang lain, seperti gerakan fleksi dan ekstendo columna
vertebralis. Permukaan atas dan bawah corpus vertebra yang berdekatan yang

menempel pada discus diliputi cartilago hialin yang tipis.

Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna vertebralis

menyebabkan nucleus pulposus yang semicair menjadi gepeng. Dorongan

keluar nucleus ini dapat ditahan oleh daya pegas annulus fibrosus di

sekelilingnya. Kadang, dorongan ini terlalu kuat bagi annulus, sehingga

annulus menjadi robek dan nucleus pulposus keluar dan menonjol ke dalam

canalis vertebralis serta dapat menekan radix saraf spinalis, nervus spinalis,

atau bahkan medulla spinalis.

Dengan bertambahnya usia, kandungan air di dalam nucleus pulposis

berkurang dan digantikan oleh fibrokartilago. Serabut-serabut kolagen

annulus berdegenerasi dan sebagai akibatnya annulus tidak lagi berada dalam

tekanan/ pada usia lanjut, discus ini tipis, kurang lentur, dan tidak dapat

dibedakan lagi antara nucleus dengana annulus.

Gambar

2.3 A. nucleus pulposus. B. Perubahan bentuk nucleus pulposus saat fleksi dan

ekstensi

Sumber : (Sobotta, 2006)

3) Ligament
Bagian anterior :

a) Ligamen Longitudinal Anterior

Ligamentum longitudinal anterior merupakan suatu serabut yang

membentuk pita lebar dan tebal serta kuat, yang melekat pada bagian

corpus vertebra, dimulai dari sebelah anterior corpus vertebrae cervicalis II

(yang meluas ke kepala pada os occipitale pars basilaris dan tuberculum

anterior atlantis) dan memanjang ke bawah sampai bagian atas depan

fascies pelvina os sacrum. Ligamen longitudinal anterior ini lebih tebal

pada bagian depan corpus karena mengisi kecekungan corpus. Ligamen

longitudinal anterior ini berfungsi untuk membatasi gerakan extensi

columna vertebralis. Dimana daerah lumbal akibat berat tubuh akan

mengalami penambahan lengkungan pada vertebra columna didaerah

lumbal.

Gambar 2.4 Ligament anterior dan posterior

Sumber : (Sobotta, 2006)

Bagian posterior :

a) Ligamentum longitudinal posterior


Ligamentum longitudinal posterior berada pada permukaan posterior

corpus vertebrae sehingga dia berada di sebelah depan canalis vertebralis.

Ligamentum ini melekat pada corpus vertebra. servikal II dan memanjang

kebawah os sacrum. Ligamentum ini diatas discus intervertebralis diantara

kedua vertebra yang berbatasan akan melebar, sedangkan dibelakang

corpus vertebra akan menyempit sehingga akan membentuk rigi.

Ligamentum ini berfungsi seperti ligamentum-ligamentum lain pada

bagian posterior vertebra colum, yaitu membatasi gerakan ke arah fleksi

dan membantu memfiksasi dan memegang dalam posisi yang betul dari

suatu posisis reduksi ke arah hyperextensi, terutama pada daerah thorakal.

b) Ligamentum Flavum

Ligamentum flavum merupakan suatu jaringan elastis dan berwarna

kuning, berbentuk pita yang melekat mulai dari permukaan anterior tepi

bawah suatu lamina, kemudian memanjang ke bawah melekat pada bagian

atas permukaan posterior lamina yang berikutnya. Ligamentum flavum ini

di daerah servikal tipis akan tetapi di daerah thorakal ligamentum ini agak

tebal. Ligamentum ini akan menutup foramen intervertebral untuk

lewatnya arteri, vena serta nervus intervertebral. Adapun fungsi

ligamentum ini adalah untuk memperkuat hubungan antara vertebra yang

berbatasan.

c) Ligamen Interspinosus

Menghubungkan prosesus spinosus yang berdekatan. Hanya duapertiga

yang benar – benar ligamentum, sepertiganya bersatu dengan ligamentum

supraspinosus. Ligamentum ini berperan dalam mencegah terpisahnya 2

vertebra.
d) Ligamen supraspinosus

Ligamen supraspinosus menghubungkan proc. Spinosus di daerah apex

vertebra C7 sampai sacrum. Ligament ini dibagian kranial bergabung

dengan ligament nuchae. Ligament supraspinosus ini kuat, menyerupai tali

(Yanuar,2002)

e) Ligamen intertransversalis

Merupakan suatu membran yang membentang antara procesus transversus

dan merupakan system facial yang memisahkan otot-otot di bagian ventral

dan posterior.

f) Ligamen iliolumbar

Ligament iliolumbar yang mengikat processus transversus L5 ke ilium.

Pada usia-usia awal ia bersifat muscular dan merupakan komponen L5 dari

iliocostalis lumborum, seiring bertambahnya usia akan mengalami

metaplasia fibrosa. Ligamentum ini menahan terluncurnya kedepan,

menekuk ke lateral dan rotasi ke axial vertebra L5 terhadap sacrum.

4) Sistem Muskuloskeletal

Menurut Moore dan Agur (2013) otot penggerak batang tubuh secara langsung

atau pun tidak langsung mempengaruhi vertebra. Otot-otot tersebut adalah m.

erector spinae, m. psoas, m. rectus abdominis.

a) M. Erector Spinae

(1) Origo: berasal melalui tendo yang lebar dari bagian dorsal crista

iliaca, permukaan dorsal sacrum dan processus spinosus

vertebraelumbalis kaudal, dan ligament supraspinale.


(2) Insertion: M. iliocostalis: lumborum, thoracis, dan cervicis; serabut

melintas kranial ke angulus costae kaudal dan proc. Transversus

vertebrae cervicalis.

(3) M. longissimus: thoracis, cervicis dan capitis; serabut melintas

kranial ke costae antara tuberculum costae dan angulus costae, keproc.

Spinosus di daerah thorakal dan cervical, dan proc.

Mastoideus ossis temporalis.

(4) M. spinalis: thoracis, cervicis dan capitis: serabut melintas kranial ke

proc. Spinosus di daerah torakal kranial dan cranium.

Fungsi utama: bekerja bilateral: ekstensi columna vertebralis dan

kepala sewaktu punggung membungkuk, otot-otot ini mangaturgerakan

dengan memperpanjang serabutnya secara bertahap; bekerja unilateral:

laterofleksi columna vertebralis.

b) M. Psoas Major

(1) Origo: Proc. Tansversus vertebrae lumbalis; sisi corpus vertebrae

T12-L5 dan discus intervertebralis.

(2) Insertio: melalui tendon yang kuat pada trochanter minor femur.

Fungsi: Kontraksi bagian kranial bersama m. illiacus mengadakan

fleksi paha; kontraksi bagian kaudal megadakan laterofleksi columna

vertebralis; berguna untuk mengatur keseimbangan batang tubuh

seaktu duduk; kontraksi bagian kaudal bersama m. illiacus

mengadakan fleksi batang tubuh.

c) M. Rectus Abdomini

(1) Origo: Symphysis pubica dan crista pubica


(2) Insertion: Proc. Xiphoideus dan cartilagines costales V-VII Fungsi:

fleksi batang tubuh dan menekan visera abdomen.

Gambar 2.5 Otot pada Lumbal

Sumber : (Susanfahry 20014)

5) Sistem Persyarafan

Sistem yang keluar dari vertebra adalah nervus spinalis, nervus spinalis yaitu

akar-akar yang dimulai dari radiks anterior medulla spinalis kemudian keluar

melalui feramen invertebralis secara topografi nervus spinalis terdiri dari 31

pasang saraf yang tersusun secara sistematis. Antara L4-5 akan keluar radiks atau

akar syaraf lumbal 5 nervus spinalis akan mencapai dua bagian yaitu ramus

primarius anterior, lumbalis bersama sakral 1-2 akan membentuk pleksus sakralis

dan kadang mendapatkan tambahan dari L4. Pleksus sakralis mempercabangkan

diri menjadi 1) N. Cutaneus femoralis posterior, 2) N. Gluteus superior, 3) N.

Gluteus inferior, 4) N. Ischiadicus.

Cabang-cabang pleksus sakralis yang mengandung saraf lumbal 5, meliputi:

N. Gluteus superior (L4-5 dan S1), N. Gluteus inferior (L5 dan S1-2), N.
Ischiadicus (L4-5 dan 4-3). Nervus ischiadicus merupakan saraf perifer terbesar

dalam tubuh yang keluar dari vertebra lumbal 4-5 dan S1-3 pada hakekatnya

terdiri dari 2 bagian yang tergabung menjadi satu berkas oleh jaringan ikat

longgar dan terdiri dari 2 nervus yang terpisah dalam satu lubang.

c. Biomekanik

Biomekanik terbagi atas gerakan osteokinematik danarthrokinematik. Gerak

osteokinematik merupakan gerakan yangberhubungan dengan Lingkup Gerak

Sendi. Pada lumbal spinemelibatkan gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral

fleksi.Sedangkan gerak arthrokinemetik merupakan gerakan yang terjadididalam

kapsul sendi pada persendian. Pada lumbal spine gerakannyaberupa gerak slide

atau glide terjadi pada permukaan persendian.

a) Osteokinematik

Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada sagital

plane, lateral fleksi pada frontal plane, dan rotasikanan-kiri terjadi pada

transverse plane. Sudut normal gerakan fleksi yaitu 65o-85o, gerakan ekstensi

sudut normal gerakan sekitar25o-40o, dan untuk gerakan lateral fleksi 25o,

sedangkan gerakan rotasi dengan sudut normal yang dibentuk adalah 45o

(Reese danbandy, 2010).

b) Arthrokinematik

Pada lumbal, ketika lumbal spine bergerak fleksi discusintervertebralis

tertekan pada bagian anterior dan menggelembungpada bagian posterior dan

terjadi berlawanan pada gerakanekstensi. Pada saat lateral flexion, discus

intervertebralis tertekanpada sisi terjadi lateral fleksi. Misalnya, lateral fleksi

ke kirimenyebabkan discus intervertebralis tertekan pada sisi sebelahkiri.

Secara bersamaan discus intervertebralis sisi kanan menjadimenegang. Pada


level lumbal spine, jaringan collagen padasetengah dari lamina mengarah pada

arah yang berlawanan (kira-kira 120o) dari jaringan setengah lainnya.

Setengah jaringan itulebih mengarah ke kanan akan membatasi rotasi kekiri.

Pada biomekanik, spine mempertimbangkan kinematicchain. Ini

menggambarkan model pola deskripsi sederhana darigerak. Misalnya pada

gerakan fleksi normal dari lumbal spinesuperior vertebra akan bergerak pada

vertebra dibawahnya.L1 akanbergerak pertama pada L2, L2 selanjutnya akan

bergerak pada L3,dan L3 selanjutnya akan bergerak pada L4, begitu

seterusnya. Padakeadaan ini, gerakan arthrokinematik mellibatkan gerakan

dariinferior facet dari vertebra pada superior facet dari caudal vertebra.

Superior vertebra slide ke anterior dan superior pada caudalvertebra. Hingga

facet joint terbuka pada fleksi dan tertutup padaekstensi (Schenck, 2005).

3. Etiologi

Spondylosis lumbal muncul karena adanya fenomena proses penuaan atau

perubahan degeneratif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini tidak

berkaitan dengan gaya hidup, tinggi-berat badan, massa tubuh, aktivitas fisik,

merokok dan konsumsi alkohol (Bruce M. Rothschild, 2009).

Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia

45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-

faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Ann Thomson et

al, 1991) :

1) Kebiasaan postur yang jelek

2) Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan

gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.

3) Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada

vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :

1) Faktor usia

Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses

penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang

khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa

spondylitis deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% -

72% antara usia 39 – 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar

16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70 tahun.

2) Stress akibat aktivitas dan pekerjaan

Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian

retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa

tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk,

postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti

berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan

kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.

3) Peran herediter

Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus.

Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang

ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua

penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif

yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan

faktor genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan

beban fisik dan resistance training.


4) Adaptasi fungsional

Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif

pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra.

Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan

cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat

terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau

perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.

Anda mungkin juga menyukai