Anda di halaman 1dari 23

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : An. F
Usia : 1 tahun 2 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : JL. Ketitiran Garuda Sakti
Tanggal masuk RS : 25 April 2016
Nomor Rekam Medis : tidak ada data
Tanggal pemeriksaan : 25 April 2016, Jam: 19.00 WIB

Nama ayah : Tn. W


Usia : 33 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Security
Nama ibu : Ny. K
Usia : 28 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

II. ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis terhadap Ny. K
A. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama : Anak sulit bernapas (sesak) sejak 1
hari ini
2. Riwayat penyakit sekarang : Ibu datang dengan mengatakan
anaknya sulit bernapas sejak 1 hari ini. Sebelumnya anak mengalami
demam, batuk, pilek dan muntah. Demam si anak telah diukur dirumah
sebelum ke RS yaitu 37,9ºC, demam tidak disertai menggigil, tidak
kejang, demam naik turun. Batuk anak berdahak dan muncul sangat
parah pada sore hari.

1
3. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
4. Riwayat pribadi
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
i. Riwayat kehamilan : G1A0H0P0, umur persalinan 38 minggu
ii. Riwayat persalinan : pasien lahir normal
iii. Riwayat pasca lahir : tidak ada data
5. Riwayat makanan : Tidak ada data
6. Pertumbuhan dan perkembangan anak
i. Pertumbuhan : Tidak ada data
ii. Perkembangan psikomotor
 Motorik kasar : Tidak ada data
 Motorik halus : Tidak ada data
 Bicara : Tidak ada data
 Sosial : Tidak ada data
iii. Mental /Intelegensia : Tidak ada data
iv. Emosi dan perilaku : Tidak ada data

7. Imunisasi
BCG : Tidak ada skar : Tidak ada di : Tidak ada data
data data
DPT : Tidak ada umur : Tidak ada di : Tidak ada data
data data
Polio : Tidak ada umur : Tidak ada di: Tidak ada data
data data
Hep B : Tidak ada umur : Tidak ada di : Tidak ada data
data data
Campak : Tidak ada umur : Tidak ada di : Tidak ada data
data data
Booster : Tidak ada
data

2
Simpulan : Tidak ada data

8. Riwayat penyakit dahulu


i. Penyakit
a. Diare : Tidak ada data
b. Campak : Tidak ada data
c. ISPA : Tidak ada data
d. Parotitis : Tidak ada data
e. Hepatitis : Tidak ada data
f. Demam tifoid : Tidak ada data
g. Malaria : Tidak ada data
h. Demam berdarah : Tidak ada data
ii. Riwayat rawat inap : tidak ada
iii. Riwayat operasi : Tidak ada

9. Sosial ekonomi dan lingkungan


i. Sosial ekonomi : Tidak ada data
ii. Lingkungan : Tidak ada data

10. Anamnesis sistem


i. Sistem serebrospinal : Tidak ada data
ii. Sistem kardiovaskuler : Tidak ada data
iii. Sistem respirasi : pasien tampak sesak
iv. Sistem gastrointestinal : Tidak ada data
v. Sistem urogenital : Tidak ada data
vi. Sistem integumentum : akral dingin
vii. Sistem muskuloskeletal : Tidak ada data

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan umum (dilakukan pada tanggal : 25 April 2016 jam :19.00
WIB)

3
1. Kesadaran umum : Komposmentis
2. Tanda utama
i. Nadi : 143 kali/menit
ii. Pernapasan : 52 kali/menit
iii. Tekanan darah : Tidak ada data
iv. Suhu : 38,1 0C
3. Status gizi :
i. Berat badan : 9 kg
ii. Panjang badan : 73 cm
iii. Lingkar kepala : 47 cm
iv. Lingkar lengan atas : 14,5 cm
4. Integumentum : tidak ada data
5. Muskuloskeletal : Normal

Pemeriksaan khusus
1. Kepala : Konjungtiva Anemis -/- , Sklera Ikterik -/-
2. Leher : Tidak ada data
3. Thoraks : Pernafasan tidak teratur, pola nafas kussmaul
4. Jantung : Normal
5. Paru-paru
Depan : Vesikuler (+), rhonki (+)
Belakang : Vesikuler (+), rhonki (+)
6. Perut
Inspeksi : datar
Auskultasi : Tidak ada data
Palpasi : Tidak ada data
Hati : Tidak ada data
Lien : Tidak ada data
Perkusi : Tidak ada data
7. Anogenital
a. Anus : Tidak ada data

4
b. Genital : Tidak ada data
8. Ekstremitas
a. Gerakan : Tidak ada data
b. Kekuatan : Tidak ada data
c. Tonus : Tidak ada data
d. Trofi : Tidak ada data
e. Refleks fisiologis : Tidak ada data
f. Refleks patologis : Tidak ada data
g. Klonus : Tidak ada data
h. Tanda meningeal : Tidak ada data
i. Sensibilitas : Tidak ada data

9. Kepala
a. Bentuk : normocephali
b. Rambut : hitam dan terdistribusi normal
c. Ubun-ubun : ubun-ubun besar belum menutup
d. Mata : Tidak ada data
e. Hidung : Tidak ada data
f. Telinga : Tidak ada data
g. Mulut : Tidak ada data
h. Tenggorokan : Tidak ada ada
i. Gigi : Tidak ada data

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DASAR


Darah
Hb : 9,9 g/dl ( lk. 13,5-pr. 16,5 )
Leukosit : 5,6 𝑚𝑚3 ( 3,5–10,9 )
Eosinofil : 1 ( 0-3 )
Basofil : 0 ( 0-1 )
Stb : 3 ( 2-6 )

5
Segmen : 53 ( 50-70 )
Limfosit : 36 ( 20-40 )
Monosit : 7 ( 2-8 )
Eritrosit : 3,22% ( lk. 4,37-pr. 5,63 )
Thrombosit : 435 mm ( lk. 145-pr. 335 )
Hematokrit : 27,0 % ( lk. 41-50 – pr. 37 )
MCV : 84 fl ( 81- 99 )
MCH : 30,7 pg ( 27,0-31,0 )
MCHC : 36,8 g/dl ( 31,0-37,0 )
RDW : 14,9% ( 11,5-14,5 )
MPV : 7,4 fl ( 6,5-9,5 )
Urin : Tidak ada data
Feses : Tidak ada data

V. RINGKASAN DASAR
Ibu datang dengan mengatakan anaknya sulit bernapas sejak 1 hari ini.
Sebelumnya anak mengalami demam, batuk, pilek dan muntah sejak 2 hari
yang lalu. Demam si anak telah diukur dirumah sebelum ke RS yaitu 37,9ºC,
demam tidak disertai menggigil, tidak kejang, demam naik turun. Batuk
anak berdahak dan muncul sangat parah pada sore hari. Pada auskultasi paru
depan didapatkan vesikuler (+), rhonki (+) dan paru belakang vesikuler (+)
rhonki (+), dan akral dingin. Frekuensi napas 52 x/menit dan frekuensi nadi
143 x/menit.

VI. DAFTAR PERMASALAHAN


Masalah aktif : pasien tampak sesak, batuk berdahak, pilek, dan demam
Masalah pasif : tidak ada data

VII. PENYEBAB MASALAH / DIAGNOSIS BANDING


Tidak ada data

6
VIII. RENCANA PENGELOLAAN
a. Rencana pemeriksaan / penegakan diagnosis
Cek labor

b. Rencana terapi
 Nebulizer ventolin 1 cc + Nacl 1cc
 Nebulizer fulmicont 1cc + Nacl 1 cc
 IVFD R5 1/4 NS 15 tetes per jam
 CPAP
 Meropenem
 Mikasin 2x20 g
c. Rencana perawatan : Rawat inap di HCU, pasang ventilator
d. Rencana diet : Tidak ada data
e. Rencana edukasi : Tidak ada data

IX. DIAGNOSIS
Bronkopneumonia

X. TERAPI
 Nebulizer ventolin 1 cc + Nacl 1cc
 CPAP
 Meropenem
 Mikasin 2x20
XI. PROGNOSIS
Tidak ada data

7
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Anamnesis
 Pada RPS, ibu mengatakan sebelumnya si anak mengalami batuk,
pilek, demam dan muntah. Seharusnya ditanyakan:
 Sejak kapan keluhan batuk si anak dan warna dahak.
 Sejak kapan keluhan pilek dirasakan anak. Ditanyakan juga
sekretnya kental atau cair, dan warna sekretnya bagaimana.
 Sejak kapan keluhan demam terjadi, bagaimana awal mula demam
si anak. Demam meningkat saat kapan (pagi,siang, atau sore)
 Sejak kapan keluhan muntah terjadi, frekuensi muntah, volume
muntah, isi muntahan berserta warnanya, dan apakah didahului
batuk atau tidak.
 Tanyakan juga sebelumnya sudah adakah usaha pengobatan yang
diberikan, apakah keluhan berkurang saat diberikan pengobatan.
2. Riwayat makanan
Ditanyakan juga apakah anak ada mengalami alergi atau menderita
alergi terhadap suatu jenis makanan. Tanyakan juga jenis susu yang
dikonsumsi (ASI atau susu formula) dan makanan pendamping yang
diberikan (gizi seimbang).
3. Imunisasi
Perlu ditanyakan riwayat imunisasi pada anak. Karena imunisasi dapat
meningkatkan daya tahan tubuh. Seperti imunisasi PCV dan influenza
yang merupakan salah satu penyebab tersering bronkopneumonia.
4. RPD perlu ditanyakan. Seperti pernahkah si anak mengalami ISPA.
5. Perlu juga ditanyakan tentang lingkungan tempat tinggal si anak. Apakah
padat penduduk dan cukup ventilasi atau tidak. Atau apakah ada dirumah
atau sekitar lingkungan tempat tinggal yang mengalami keluhan sama
dengan anak. Hal ini diperlukan untuk menyingkirkan DD yang mungkin
terjadi.

8
6. Pemeriksaaan Fisik
Pada inspeksi seharusnya diperhatikan napas cuping hidung dan
retraksi otot di subkostal, interkostal dan otot epigastrik. Dilihat juga
apakah terdapat sianosis pada anak atau tidak.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang seharusnya dilakukan pemeriksaan foto
torak. Foto torak merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrate
ditemukan pada satu atau beberapa lobus, Jika difus (merata) biasanya
disebabkan oleh staphylococcus pneumonia.
8. Terapi
Pada kasus ini lebih baik diberi antibiotik spectrum luas dengan
memantau selama 24-72 jam. Jika keluhan tidak berkurang berikan terapi
antibiotik sesuai jenis patogen penyebabnya.

9
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Bronkopenumonia adalah inflamasi pulmo yang dimulai dari bronkiolus
terminal kemudian bronkiolus terminal ini menjadi tertutup oleh eksudat
mukopurulen yang kemudian menjadi konsolidat tak lengkap dari lobulus
yang berdekatan. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai
satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-
bercak infiltrat. Bronkopneumoni disebut juga pneumonia lobularis yaitu
suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya
mengenai brokiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering
terjadi pada balita dan anak-anak, yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur
dan benda asing (Price dan Wilson, 2006).

2. Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun. Menurut Survey Kesehatan Nasional
(SKN) 2001, didapatkan 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di
Indonesia disebabkan oleh penyakit system respirasi. Laporan WHO 1999
menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk bronkopneumonia dan
influenza (Nelson, 2000). Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza
dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9
di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand
dan nomor 3 di Vietnam (Bennett, 2013).

3. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang sering di jumpai, yaitu (Nelson, 2000) :

10
a. Bakteri
 Pneumococcus
 Streptococcus
Sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti
morbili, influenza, atau komplikasi dari bakteri lain seperti
pertusis.
b. Virus
Virus yang paling sering adalah virus respiratori sinsitial, virus
para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo virus.
c. Aspirasi
Seperti makanan, kerosene (bensin dan minyak tanah), dan benda
asing.
d. Pneumonia hispotatik
Disebabkan oleh tidur telentang terlalu lama, misalnya pada anak
yang sakit dan membutuhkan istirahat di tempat tidur yang lama.
Tabel 1. Etiologi Bronkopneumonia
Usia Etiologi yang sering
Lahir – 20 hari Bakteri
E. colli
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes
3 minggu – 3 bulan Bakteri
Clamydia trachomati
Streptococcus pneumonia
Virus
Adenovirus
Influenza virus
Parainfluenza 1,2,3
Respiratory syncytial virus
4 bulan – 5 tahun Bakteri

11
Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumonia
Virus
Adenovirus
Rinovirus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Respiratory syncytial virus
5 tahun – remaja Clamydia pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Streptococcus pneumonia

4. Patogenesis
Normalnya saluran perbafasan steril dari daerah sub-laring sampai
parenkim paru. Paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme
pertahanan anaatomis dan mekanis, dan factor imun local dan sistemik.
Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, reflex batuk dan
mukosilier apparatus, mekanisme pertahanan lanjut berupa IgA local dan
respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,
immunoglobulin, makroofag alveolar dan imunitas yang diperantarai sel
(Bennette, 2013).
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme tersebut terganggu atau
bila virulensi organism bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran napas bagian atas.
Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas
bagian awah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun
(Nelson, 2000).
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif
jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhpneumonia), lobar, atau intersisial.
Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi karena pelebaran

12
pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan
infiltrasi neutrofil, dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi
jaringan  penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran
darah yang melewati paru yang terinfeksi  pergeseran fisiologis
(ventilation-perfusion mismatching)  hipoksemia  desturasi oksigen 
peningkatan kerja jantung (Nelson, 2000).
Infasi mukosa saluran napas karena patogen masuk saluran napas dan
membentuk koloni menyebabkan patogen berkembng biak di epitel paru
Produksi sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi  reaksi inflamasi pada
mukosa trakea dan bronkus  lumen bronchial terisi eksudat (makrofag,
lapisan epitel bronchial yang rusak)  obstruksi saluran napas. Selain itu,
Invasi mukosa saluran nafas karena pathogen yang masuk melalui saluran
napas dan membentuk koloni dapat merusak sel epitel dengan gerakan
perosidase  gangguan motilitas silier  mukosilier terganggu  batuk
(Nelson, 2000; Rahajoe, 2008).
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya.Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk
suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Nelson, 2000;
Bennette, 2013) :
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan

13
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan
fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami. kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
5. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

14
Gejala dari infeksi pada bronkopneumonia disebabkan oleh invasi pada
paru karena mikroorganisme dan respon imun terhadap infeksi. Seperti (Prince
dan Wilson, 2006; Rahajoe, 2008):
a. Bakteri
Bakteri secara khusus masuk ke paru ketika droplet yang berada di
udara dihirup, tetapi dapat juga mencapai paru melalui aliran darah
ketika ada infeksi pada bagian lain dari tubuh  alveoli  bakteri
menginvasi ruang diantara sel dan diantara alveoli  memacu system
imun mengirim neutrophil (tipe pertahanan tubuh) menuju paru 
neutrophil menelan dan membunuh organism pathogen dan
melepaskan cytokine  demam, menggigil, dan mual. Neutrophil dan
cairan dari pembuluh darah mengisi alveoli dan mengganggu
transportasi oksigen.
b. Virus
Virus menyerang dan merusak sel untuk berkembang biak.
Biasnaya virus masuk ke paru bersamaan droplet udara yang terhirup
 menyerang jalan napas dan alveoli  invasi sering menunjukan
kematian sel, virus langsung mematikan sel atau melalui suatu tipe
penghancuran sel (apoptosis)  system imun meningkat merespon
terhadap infeksi virus  kerusakan paru. Sel darah putih (sebagian
besar limfosit)  mengaktivasi sitokin  cairan masuk ke alveoli.
Kumpulan sel yang rusak dan cairan dalam alveoli  mempengaruhi
pengangkutan oksigen ke dalam aliran darah  sesak napas.

Gejala klinis dari bronkopneumoni bias juga didahului oleh infeksi saluran
napas atas selama beberapa hari. Demam biasanya tinggi 39-40ºC. Batuk
awalnya hanya berupa batuk kering yang lambat laun akan menjadi batuk
produktif. Pada bronkopneumoni terdapat trias, yaitu sesak napas, napas
cuping hidung, dan sianosis disekitar mulut dan hidung. Gejala klinis
bronkopneumonia dapat juga dibagi berdasarka usia penderita, yaitu (Rahajoe,
2008; Depkes RI, 2011) :

15
1) Neonatus
Jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala yang muncul
adalah apnea, takipnea, sianosis retraksi pada pernapasan, muntah,
letarghi, tidak mau minum dan merintih. Merintih disebabkan oleh
pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan
positif akhir ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap
terbuka. Retraksi muncul karena usaha untuk meningkatkan tekanan
intrathoraks untuk mengkompensasi menurunnya compliance paru.
2) Bayi sampai usia 1 tahun.
Merintih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul
dan bisa diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas,
nafsu makan menurun, demam menggigil serta gejala gastrointestinal
seperti muntah dan diare.
3) Balita - usia pra sekolah
Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk baik produktif
ataupun nonproduktif, takipnea dan sumbatan. Terkadang terdapat juga
muntah setelah batuk. Pada auskultasi akan terdengar suara nafas
menurun, fine crackles (krepitasi)
4) Anak dan remaja
Gejala yang sering muncul adalah demam, batuk, sumbatan, nyeri
dada, dehidrasi dan letargi.

6. Diagnosis
a. Kriteria diagnosis
Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan 3 dari 5 gejala, yaitu (Nelson,
2000):
1) Sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada
Kriteria takipnea menurut WHO:
 Anak umur < 2 bulan: ≥ 60 x/menit
 Anak umur 2 – 11 bulan: ≥ 50 x/menit

16
 Anak umur 1 – 5 tahun: ≥ 40 x/menit
 Anak umur ≥ 5 tahun: ≥ 30 x/menit
2) Suhu tubuh tinggi
3) Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4) Foto thorax menunjukkan gambaran infilrat difus
5) Leukositosis (pada infeksi virus ≤ 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutofil yang
predominan).
Kadar leukosit berdasarkan umur:
 Anak umur 1 bulan : 5.000 – 19.500
 Anak umur 1-3 tahun : 6.000 – 17.500
 Anak umur 4-7 tahun : 5.500 – 15.500
 Anak umur 8-13 tahun : 4.500 – 13.500

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik bronkopneumonia dapat ditemukan hal-hal berikut,
yaitu (WHO, 2006; Rahajoe, 2008):
1) Inspeksi
 Setiap napas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
 Tanda objektif distress pernapasan : retraksi dinding dada,
penggunaan otot tambahan dan cuping hidung
 Kontraksi dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossa
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling
dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan napas. Pada infant,
kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati
dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegak
lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan
sistem saraf pusat dicurigai.

17
2) Palpasi
Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi
yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi
vibrasi akan berkurang.
3) Perkusi
Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4) Auskultasi
Ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles, adalah bunyi non
musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Crackles dihasilkan oleh
gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu dalam
menegakkan diagnosis pasti, yaitu (Nelson, 2000; Bennette, 2013):
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah pada bronkopneumonia didapatkan leukositosis
hingga > 15.000/mm3 dengan dominan netrofil pada hitung jenis, atau
leukosit > 30.000/mm3dengan dominan netrofil mengarah ke
pneumonia streptococcus. Trombositosis > 500.000 khas untuk
pathogen bacterial.
2) Pemeriksaan radiologi
Foto torak merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak
infiltrate ditemukan pada satu atau beberapa lobus, Jika difus (merata)
biasanya disebabkan oleh staphylococcus pneumonia.

18
Gambar 1. Foto Toraks Bronkopneumonia
3) C-Reactive Protein
CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara
factor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan bakteri. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang
digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotic.
4) Uji serologi
Digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri atopic. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi
diagnosis.
5) Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkn etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan mikrobiologi specimen usap tenggorokan, sekresi
nasopharing, sputum, aspirasi trachea, fungsi pleura. Tapi pemeriksaan
ini banyak kendala dan jarang digunakan.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak
terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (WHO, 2009,
Bennatte, 2013) :
a. Penatalaksaan Umum

19
 Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
 Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan Khusus
 Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibiotik awal.
 Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu
tinggi, takikardi.
 Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pemberian antibiotik awal untuk anak (24-72 jam
pertama) menurut kelompok usia
 Neonates dan bayi muda (< 2 bulan):
- Ampicillin + aminoglikosid
- Amoksisillin + asam klavulanat
- Amoksisillin + aminoglikosid
- Sefalosporin generasi ke-3
 Bayi dan anak pra-sekolah (2 bulan-5 tahun)
- Beta laktam amoksisillin
- Amoksisillin-asam klavulanat
- Golongan sefalosporin
- Kotrimoksazol
- Makrolid (eritromisin)
 Anak usia sekolah (> 5 tahun)
- Amoksisilin/makrolid (eritromisin, klaritromisisn, dan
azitromisin)
- Tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
 Pemberian antivirus
Di Amerika Serikat dikenal 4 obat antivirus, yaitu oseltamivir,
zanamivir, amantadine, dan rimantadine. Pnemonia yang disebabkan

20
oleh virus Influenza A (H1N1) dan (H3N2) dapat diberikan zanamivir
atau oseltamivir. Inhibitor neuramidase (oseltamivir, zanamivir)
memiliki efek terhadap influenza virus A dan virus b, sedangkan
adamantanes (amantadine, rimantadine) hanya memiliki efek terhadap
influenza virus A.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC)
merekomendasikan pengobatan antiviral dan pencegahan influenza.
Lini pertama yaitu zanamivir untuk profilaksis antivirus atau
pengobatan saat influenza A . untuk lini kedua yaitu kombinasi dari
oseltamivir ditambah rimantadine. Rekomendasi CDC lainnya
(Bennette, 2013) :
- Virus pneumonia herpes simplex : acyclovir parenteral.
- CMV pneumonitis : gansiklovir infuse atau fascarnet.
- Infeksi jamur invasif (Aspergillus atau Zygomycetesspecies):
amfoterisin B atau vorikonazol.
 Bronkodilator
Bronkodilator tidak digunakan secara rutin. Hanya digunakan bila
diperlukan pada beberapa kasus yang dicurigai.

8. Diagnosis Banding
Diagnosis lain yang mungkin bisa terjadi selain bronkopneumonia dengan
gejala yang mungkin sama, diantaranya yaitu (Kliegman et al, 2007; Bennette,
2013):
1) Pneumonia lobaris
 Pada anak yang lebih besar dengan keluhan badan menggigil dan
kejang pada bayi
 Suhu meningkat cepat hingga 39º-40ºC dan biasanya tipe continue
 Sesak napas, napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan
mulut, dan nyeri dada.
 Rotgen: konsolidasi pada satu atau beberapa lobus

21
2) Bronkiolitis
 Diawali infeksi saluran napas atas, sebfebris, sesak napas, napas
cuping hidung, retraksi intercostals dan suprasternal
 Terdenganr wheezing, ronkhi nyaring halus pada auskultasi
 Laboratorium: dalam batas normal
 Kimia darah: asidosis respiratorik ataupun metabolic
3) Aspirasi benda asing
 Ada riwayat tersedak, stridor, atau distress pernapasan tiba-tiba
 Wheezing atau suara pernapasan yang menurun yang bersifat local

9. Komplikasi
Komplikasi pada bronkopneumonia yang bisa terjadi adalah (Nelson,
2000) :
a. Atelektasis: pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflex batuk
hilang.
b. Empisema: suatu keadaan dimana terkumpulnya pus dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru: pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sistemik
e. Endokarditis: peradangan pada setiap katiup endokardial
f. Meningitis: infeksi yang menyerang selaput otak

10. Prognosis
Pada era dimana antibiotic belum ada, angka mortalitas pada bayi dan
anak kecil berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak pra-sekolah dari 3%
sampai 5%. Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat,mortalitas
dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, keadaan ini terkecuali pada anak
dalam keadaan malnutrisi energy protein dan yang datang terlambat untuk
penanganan menunjukkan mortalitas lebih tinggi (Depkes RI, 2002).

22
DAFTAR PUSTAKA

Bennette, N.J. 2013. Pediatric Pneumonia. (http://emedicine.medscape.com/.


Diakses Mei 2016).

Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan


Atas Untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta.

Depkes RI. 2011. Pelayanan Anak Di Rumah Sakit. Available at:


http://www.gizikia.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2011/09/Buk
u-Saku-Pelayanan-Kesehatan-Anak-di-RS.pdf. Diakses Mei 2016.

Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., dan Stanton, B.F. 2007. Nelson
Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saunders Elsevier.

Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Ed. 15, Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Prince, S dan Wilson, L.M. 2006. Konsp Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.6,
Vol.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rahajoe, N.N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi I. Jakarta: IDAI

Unicef WHO. 2006. Pneumonia The Forgotten Killer of Children.

WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai