Anda di halaman 1dari 17

REHIDRASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik
Madya di SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Jayapura

Mega T. Mowoka, S.Ked


0120840177

Pembimbing:
dr. Sofia Elisjabet Rumbino, Sp.PD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2019
REHIDRASI

Rizka Humardewayanti Asdie, Doni Priambodowitjaksono, Soebagjo Loehoeri

PENDAHULUAN

Rehidrasi adalah usaha mengembalikan ke keadaan hidrasi yang normal dari keadaan
dehidrasi. Dehidrasi dalam pengertian klinis adalah tubuh kekurangan air beserta elektrolit-
elektrolitnya. Tujuan utama rehidrasi ini adalah pengembalian cairan badan ke volume
normal, osmolaritas yang efektik dan komposisi yang tepat untuk keseimbangan asam basa.
Jumlah dan jenis cairan yang diberikan tergantung pada analisis keadaan dehidrasinya.
Analisis harus dilakukan setia saat untuk mengevaluasi keadaan pasien. Seperti halnya
penatalaksanaan keadaan klinis yang lain, pada dehidrasipun dibutuhkan kombinasi data,
logika dan empirisme dengan tujuan juga menghilangkan komplikasi-komplikasi yang
disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam basa. Pada keadaan tertentu kadang-kadang
dituntut pemberian obat-obat lain yang dibutuhkan, misalnya pada pasien asidosis diabetik
harus diberikan insulin segera setelah pemberian glukosa dan kalium, pada insufisiensi
adrenokotikal harus diberikan kortison atau hidrokortison lain (alfa fluorohidrokortison).
Bila keadaan hidrasi ini sudah tercapai, barulah diteruskan dengan menjaga keadaan hidrasi
normal dengan tetesan pemeliharaan (maintenance).

Untuk memilih jenis cairan yang dibutuhkan harus diteliti betul kasus per kasus,
apakah seseorang pasien kekurangan air saja ataukah kekurangan air beserta elektrolit di
dalamnya ataukah sudah ada gangguan keseimbangan asam basa. Gangguan asam basa
sangat tergantung pada fungsi ginjal dan paru. Masalahnya menjadi lebih kompleks lagi bila
ternyata pasien juga mengalami gangguan ginjal dan paru.

EPIDEMIOLOGI

Diare hingga saat ini masih merupakan penyakit yang tersering yang meyebabkan
dehidrasi, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang seperti di Asia khusunya di
Asian Selatan dan Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika. Walaupun usaha WHO untuk
mengantisipasi keadaan tersebut sampai saat ini telah menunjukan perbaikan dari tahun ke
tahun, tetapi di negara yang masih berkembang diare masih merupakan penyebab utama
terjadinya dehidrasi, Di Indonesia sendiri diare masih merupakan penyakit urutan ke enam
dari sepuluh besar pola penyakit yang ada. Angka kesakitan diare (IR) dari tahun 1986
sampai 1991 berkisar 19,46-27,22 per seribu pasien, sedang angka kematian (CFR) berkisar
0,02-0,034 per seribu pasien, pada survei yang dilakukan di Amerika serikat oleh FootNet
dari Tahun 1998 sampai 1999 dilaporkan diare akut selama 4 minggu 6% dengan rata-rata
0,72 episode per orang dewasa per tahun, untuk anak-anak dengan 1,1 episode per tahun dan
untuk genatri usia diatas 65 tahun 0,32 episode per tahun. Pada penelitian tahun 2000 yang
dilakukan di Amerika Serikat angka perkiraan penyakit hati dan gastrointestinal berkisar 135
juta kasus pertahun yang disebabkan oleh non foodborne dan 76 juta kasus yang disebabkan
oleh foofborne.

Hasil survei program pemberantasan (P2) diare di Indonesia menyebutkan bahwa


angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per 1.000 penduduk dengan
episode diare balita adalah 1,0-1,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini
meningkat menjadi 374 per 1.000 penduduk dan merupakan penyakit dengan frekuensi KLB
kedua tertinggi setelah DBD³. Survei Departemen kesehatan (2003), penyakit diare menjadi
penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada
semua umur. Kejadian diare pada golongan balita secara proporsional lebih banyak
dibandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar 55 persen.

Angka kematian diare akut di Negara berkembang telah menurun dari 4,5 juta
kematian pada tahun 1979 menjadi 1,6 juta pada tahun 2002 namun angka kejadian diare akut
masih masuk urutan 5 besar dari penyakit yang sering menyerang anak Indonesia. Kejadian
diare akut di Indonesia diperkirakan masih sekitar 60 juta episode setiap tahunnya dan 1-5
persen diantaranya berkembang menjadi diare kronis. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa dari 35 persen seluruh kematian balita akibat diare disebabkan oleh diare akut.

Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan penyakit diare antara lain bertujuan


untuk menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan penanggulangan kejadian luar biasa
(KLB). Departemen Kesehatan RI melalui Keputusan Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL) telah mengeluarkan pedoman
peleksanaan dan pemantauan program pemberantasan Diare dengan tujuan khusus
menurunkan angka kematian pada semua umur dari 54 per 100.000 penduduk menjadi 28
per 100.000 penduduk, menurunkan angka kematian balita dari 2,5 per 1.000 balita menjadi
1,25 per 1.000 balita dan menurunkan angka fatalitas kasus (CFR) diare pada KLB dari 1-3,8
persen menjadi 1,5 persen.
ETIOLOGI

Secara garis besar dikenal 3 macam kehilangan cairan badan:

1. Kehilangan cairan sebagai akibat kehilangan air dari badan baik karena kekurangan
pasokan air atau kehilangan air berlebih melalui paru, kulit, ginjal, atau saluran
makanan.keadaan ini sering disebut dengan pure dehydration atau dehydration hypertonic
atau water deficit atau water deficiency atau pure water depletion. Kehilangan cairan tipe
ini biasa terjadi karena:
a. Kehilangan cairan karena pemasukan air tidak mencukupi, misalnya: orang-orang
yang kehabisan air minum di kapal yang rusak di tengah laut atau di padang pasir,
kerusakan atau tidak bias menelan, misalnya pada orang yang debil, koma atau
disfagia; rangsangan haus hilang, misalnya pada orang tua dengan aterosklerosis
serebral, tumor otak, poliomyelitis tipe bulbar, meningitis atau kerusakan otak
lainnya.
b. Kehilangan cairan karena pengeluaran melalui ginjal berlebihan: pada ginjal yang
normal, misalnya pada diabetes insipidus, karena kelebihan elektrolit atau
hiperosmoler dan pada pemasukan air yang berlebihan; pada gangguan fungsi ginjal
yang disebut nephrogenic diabetes insipidus, misalnya pada pyelonephritis kronik,
glumerulonefritis, ginjal polikistik, fase diuresis pada kegagalan ginjal akut,
penyumbatan sebagian saluran kemih, hipokalemi, aldosteronisme primer, paska
transplantasi ginjal, efek toksik litium karbonat, atau anestesia yang mengandung
penthrane (methoxyflurane).
c. Kehilangan cairan karena sebab lain seperti: pengeluaran air berlebihan seperti
melalui paru, orang-orang yang kontak dengan sinar matahari dalam waktu yang lama
tanpa minum, pada hiperventilasi dan demam; pengeluaran air yang berlebihan
misalnya luka bakar (kombusio); pengeluaran air yang berlebihan melalui saluran
cerna, misalnya pada gastroenteritis akut/choleriform diarrhea.
2. Kehilangan cairan karena kelebihan elektrolit (solute loading hypertonicity). Kehilangan
cairan karena ekskresi urin yang mengandung banyak elektrolit seperti natrium, klorida,
kalium dan anion serta kation lain-lain, atau bahan-bahan yang bukan ion seperti
dekstrosa, fruktosa atau urea, asam amino dan benda-benda nitrogen lainnya. Kehilangan
cairan ini bisa karena:
a. Pemberian makanan yang mengandung banyak dekstrosa, protein dan substansi lain
dengan air yang tidak mencukupi pada pasien dengan koma.
b. Pemberian makanan yang mengandung susu dank rim tanpa air pada pasien dengan
perdarahan lambung.
c. Pemberian makanan dengan karbohidrat tinggi pada orang-orang yang baru sembuh
dari luka bakar yang berat.
d. Pasien dengan asidosis diabetic berat yang tidak diobati
e. Keadaan lainnya yang berhubungan dengan hiperosmolaritas.
3. Kehilangan cairan karena hiperosmolaritas. Hal ini terjadi jika cairan ekstraselular karena
suatu sebab menjadi hiperosmoler, misalnya karena hiperosmoler hiperglikemia, koma
diabetik non ketoasidosis atau hiperosmolaritas yang terjadi karena pemberian substansi
baik per parenteral maupun per rektal yang dapat meningkatkan osmolaritas darah;koma
hiperglikemik hyperosmolar dapat juga terjadi pada dialysis peritoneal. Hyperosmolar
dapat juga terjadi pada angiografi dengan kontras, sesudah pemberian natrium sulfat
intravena pada hiperkalsemia, sesudah pemberian makanan hipertonik pada mega colon
dan pada pasien yang baru sembuh dari luka bakar yang berat.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Dalam penatalaksanaan rehidrasi haruslah diketehui terlebih dahulu patogenesis


dehidrasi termasuk patofisiologinya. Cairan didalam tubuh terdiri dari unsur-unsur cairan
ekstraselular dan intersisal. Jumlah air dalam tubuh dewasa dengan rata-rata berat badan 70
kg mendekati 40 liter, rata-rata 52% Berat badannya. Pada bayi yang baru lahir, mungkin
mencapai 75% dari berat badan, kemudian menurun secara progresif dari lahir sampai umur
tua. Kebanyakan penurunan terjadi dalam waktu 10 tahun awal kehidupan. Juga kegemukan
menurun presentase air dalam tubuh, kadang mencapai 45%.

Ambilan Dan Keluaran Air

Kebanyakan ambilan air tiap hari masuk melalui oral.hampir du pertiga dalam bentuk
air murni atau dalam bentuk minuman lain dan sisanya dari makanan yang dimakan.
Sejumlah kecil juga disintesis dalam tubuh sebagai hasil oksidasi dari makanan. Jumlah
sekitar 150 dan 250 ml/hari, tergantung dari derajat metabolismenya.

Table 1 menunjukan rute air yang hilang dari tubuh dalam keadaan yang berbeda.
Normal dalam suatu lingkungan suhu 680F (200C) hamper 1400 ml dan 2300 ml ambilan air
hilang lewat urin, 100 ml lewat feses dan 100 ml lewat keringat. Sisanya 700 ml hilang lewat
evaporasi dari respirasi atau difusi lewat kulit, yang kita sebut dengan insensible water loss.
Rata-rata hilangnya air oleh difusi lewat kulit mendekati 300-400 ml/hari, jumlah ini
juga sama dengan seseorang yang dilahirkan tanpa kelenjar keringat. Dengan kata lain,
molekul air secara difus menembus sel-sel kulit, yang dilapisi oleh jaringan tanduk kulit,
yang terisi oleh kolesterol, bertindak sebagai pelindung terhadap hilangnya air oleh proses
difusi.

Semua udara yang melalui alat pernapasan mencapai kelembaban yang jenuh, sampai
tekanan uap hampir 47 mmHg, sebelum dikeluarkan. Tekanan uap udara luar yang terhisap
melalui paru-paru biasanya jauh di bawah 47 mmHg, sehingga mengakibatkan rata-rata air
yang hilang melalui paru berkisar 300-400 ml/hari. Karena tekanan udara luar menurun
dengan menurunnya temperature, hilangnya air yang melewati paru terbanyak dalam cuaca
yang sangat dingin dan hanya sedikit dalam cuaca yang sangat panas. Hal ini menerangkan
perasaan kering dalam saluran pernapasan yang terjadi pada cuaca dingin. Sedangkan dalam
cuaca yang sangat panas, air yang hilang dalam keringat ditingkatkan mencapai 1,5-2
liter/jam, sehingga mengurangi cairan tubuh dengan cepat.

Latihan meningkatkan hilangnya air lewat 2 jalan. Pertama, latihan meningkatkan


derajat pernapasan, dengan meningkatkan kenaikan hilangnya air lewat saluran pernapasan
sesuai dengan meningkatnya derajat ventilasi. Kedua, latihan meningkatkan panas badan dan
akibatnya menghasilkan keringat yang berlebihan.
Unsur-Unsur Cairan Tubuh

Sekitar dari 25 sampai 40 liter cairan tubuh ada dalam 75 trilyun sel tubuh, disebut
cairan intraseluler. Masing-masing sel berisi cairan yang berisi campuran beberapa unsur
yang berbeda, namun konsentrasi unsur-unsur ini serupa antara satu sel dengan yang lainnya.

Semua cairan yang berada diluar sel disebut cairan ekstraselular, merupakan cairan
yang konstan, rata-rata 15 liter pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg. cairan
ekstraseluler ini terbagi menjadi cairan interstisial, plasma, cairan serebrospinal, cairan
intraokuler, cairan traktus gastrointestinal dan cairan ruang potensial.

Plasma adalah bagian dari darah yang non selular, yang merupakan bagian dari cairan
ekstraselular dan berhubungan dengan cairan intertisial melalui lubang-lubang dalam kapiler
secara terus menerus. Volume plasma rata-rata 3 liter pada dewasa normal.

Darah berisi cairan ekstraselular (plasma) dan cairan intraselular (dalam darah
sendiri). Rata-rata volume darah dewasa normal mendekati 5000 ml, sekitar 3000 ml berupa
plasma dan 2000 ml berupa sel darah. Nilai ini sangat bergantung dengan jenis kelamin, berat
badan, dan factor-faktor yang mempengaruhi volume darah. Secara fisiologis, jumlah cairan
tubuh pada orang dewasa berkisar 45-70% berat badan (BB), rata-rata 57% dan bergantung
dengan gemuk dan kurusnya seseorang, sedangkan pada anak-anak cairan tubuh berkisar 70-
80% berat badan, rata-rata 75%.

Cairan tubuh terdiri dari:


 Cairan intraselular (CIS) : 40% BB
 Cairan ekstraselular (CES) : Plasma (5% BB) dan cairan interstisial (15% BB)
 Cairan trans selular (CTS) : 1-3% BB

Unsur-Unsur Cairan Ekstraselular


Pada cairan plasma dan cairan interstisial mengandung sejumlah besar ion Na+ dan
ion Cl, sejumlah besar ion bikarbonat dan sejumlah kecil ion K, Ca++, Mg++, PO4, SO4 serta
ion asam organik.

Unsur-Unsur Cairan Intraselular


Cairan intreselular hanya berisi sejumlah kecil Na+, dan Cl dan hampir sama sekali
tidak terdapat ion Ca++, tetapi mengandung sejumlah besar K+ dan PO4, dan sejumlah kecil
Mg++ dan ion SO4. Sel-sel berisi sejumlah besar protein, hampir mencapai 4 kali lipat
dibandingkan di plasma.

Absorpsi Air Dan Elektrolit


Sejumlah kecil cairan hanya terserap dalam mukosa lambung, tetapi air terserap baik
melalui mukosa usus halus dan mukosa usus besar untuk mengantur naik turunnya nilai
osmotik. Na+ berdifusi ke dalam dan keluar usus halus tergantung dengan naik turunnya
kosentrasi. Karena membran lumen usus halusdan usus besar permeable terhadap Na+, dan
membrane basolateral mengandung Na+, K+, ATPase, sehingga Na+ aktif diserap.
Dalam usus halus, transportasi Na+, penting untuk menyerap glukosa, asam amino dan
bahan lainnya. Adanya glukosa dalam lumen usus membantu reabsorbsi Na+. hal ini
merupakan fisiologi dasar pengobatan hilangnya Na+ dan air pada diare dengan pemberian
larutan yang berisi glukosa dan NaCl. Begitu juga gandum berguna untuk pengobatan diare.
Ion Cl secara normal disekresi ke dalam lumen usus halus oleh saluran Cl- yang
diaktivasi oleh siklik AMP enterosit juga menyerap Na, K, Cl dengan bantuan suatu
contranspoter Ina+ - IK+ - 2Cl dalam membrane basolateral.

Pada penyakit kolera yang disebabkan oleh vibrio cholera yang tinggal di lumen usus,
menghasilkan suatu toksin yang mengikat adenosine difosfat ribosilatse subunit GS,
menghambat aktivasi GTPase, perubahan ini menyebabkan stimulasi adenilsiklase yang
berkepanjangan dan berakibat kenaikan siklik AMP intraselular.

Pada diare yang disebabkan Escherichia coli menghasilkan toksin yang serupa,
dimana akumulasi siklik AMP menaikan sekresi Cl- dari kelenjar intestinal dan menghambat
fungsi mukosa pembawa Na+, dengan hasil akhir menurunkan absorbs NaCl. Kenaikan
elektrolit dan air mengisi usu sehinga timbul diare. Na+ k+ ATPase dan Na/glikosa
cotransporter tak terpengaruh, sehingga reabsorbsi glukosa dan Na+ tetap terjadi.

Air bergerak keluar masuk usus sampai tekanan osmotik isi usus sam dengan plasma
isi duodenum osmolaritasnya bisa bisa hipotonik atau pun hipertonimktergantung pada
makanan yang dicerna, tetapi pada waktu bergantung, tetapi pada waktu makanan masuk ke
jejunum, osmolaritasnya mendekati plasma. Osmolaritas dipertahankan sepanjang sisa
seluruh usus halus, partikel osmotik aktif yang dihasilkan oleh pencernaan di ambil lewat
absorbs dan air mengalir secara pasif keluar dari usus besar mengikuti osmotik yang
dihasilakan. Dalam usus normal Na di pompakan keluar dan air mengalir secara pasif
dengannya, sesuai dengan naik turunnya osmolaritas.

Adanya beberapa secret K ke dalam lumen usus, terutama sebagai komponen mucus,
tetapi sebagian terbanyak, perpindahan K ke dalam usus disebabkan karena difusi. Ion K
dapat juga disekresikan ke daam kolon. Akumulasi K dalam kolon adalah akibat kerja dari
H+-K+ ATPase dalam membrane sel lumen kolon bagian distal, dengan hasilakhir transportasi
K+ yang aktif ke dalam sel. Walaupun demikian, hilangnya cairan di ileum dan kolon pada
diare kronik dapat menyebabkan hipokalemi berat.

Jika diet mengandung K tinggi untuk jangka panjang, sekresi aldosterone


meningkatkan lebih banyak K yang disekresikan ke dalam kolon, dikarenakan pompa Na+ K+
ATPase di dalam membrane sel, menyebabkan konsentrasi kenaikan K intraseluler dan difusi
K dari lumen ke dalam membrane sel.

HOMEOSTASIS DAN PATOFISIOLOGI

Untuk keseimbangan cairan tubuh dan elektroiitnya, mekanisme homeostasis


diselenggarakan oleh :
a. Ginjal, dengan mekalnisme renin-‘angiotensin, mempengaruhi tekanan darah
b. Kelenjar anak ginjal, dengan mekanisme aldosteron akan mempengaruhi retensi Na
c. Kelenjar hipofisis, dengan mekanisme ADH, akan mempengaruhi resorpsi air
d. Paru-paru, dengan mekanisme asidosis-alkalosis untuk menjaga asam basa

KLASIFIKASI DEHIDRASI DENGAN MANIFESTASI KLINIS

Derajat dehidrasi seseorang berdasarkan defisit berat badan, dapat digolongkan sebagai
berikut:
 Dehidrasi ringan (defisit < 5% BB)
 Keadaan umum sadar baik, rasa haus +,sirkulas1darah nadi normal, pemapasan biasa,
mata agak cekung, turgor biasa, kencing biasa.
 Dehidrasi sedang (defisit S~10% BB1
 Keadaan umum gelisah, rasa haus ++, sirkulasi darah nadi cepat (120-140), pemapasan
agak cepat, mata cekung, turgor agak berkurang, kencing sedikit.
 Dehidrasi berat(defis1t > 10% BB)
 Keadaan umum apatis/koma, rasa haus +++, sirkulasi darah nadi cepat (>140),
pernapasan Kussmaul (cepat dan da1am),mata cekung sekali, turgor kurang sekali,
kencing tidak ada.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratoriurn yang menunjukkan kelainan antara lain:
1. Hernatokrit, biasanya meningkat akibat hemo konsentrasi
2. Peningkatan beratjenis plasma
3. Peningkatan protein total
4. Kelainan pada astrup (asidosis metabolik)
5. Sel darah putih meningkat (karena hemokonsentrasi)
6. Fosfatase alkali meningkat
7. Natriurn dan kalium masih normal, setelah rehidrasi kalium ion dalam serum merendah

DIAGNOSIS
Di negara yang sedang berkembang dengan fasilitas laboratorium yang terbatas tidak semua
diagnosis etiologi bisa ditegakkan, sehingga sering kali diagnosis klinis yang dapat
dlgunakan. Media kultur yang tidak lengkap, hasil kultur yang tidak tumbuh, sehingga
diagnosis klinis lah yang digunakan.
Diagnosis etiologi penyebab diare akut atau dehidrasi di bagi atas:
1. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut:
- Rotavirus serotype 1, 2, 8, dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia. Dan serotype 5, 6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
- Narwalk virus: terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan clapatjuga terjadi penularan person to person. Astrovirus,
didapati pada anak dan dewasa
- Adenovirus (type 40, 41)
- Small bowel structured virus
- Cytomegalovirus

2. Bakteri
- Enterotoxigenlc Ecall (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting yaitu
faktor kolonlsasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit pada usus
halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan heat stabile (ST) yang menyebabkan
sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak
menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi mukosa.
- Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas.
Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan dari
membrane mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas
disakaridase.
- Enteroaggregatlve E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa usus halus
dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana mekanisme timbulnya
diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin memegang peranan.
- Enterolnvaslve E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan Shlgella.
Seperti Shigella, ElEC rnelakukan penetrasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon.
- Enteronemorrhagic E.coli (EHEC). EHEC rnemproduksi verocytotoxln (VT) 1 dan 2
yang disebutjuga Singa- like toxin yang menimbulkanedema dan perdarahan diffuse
di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-uremic syndrome.
- Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi didalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang rnasuk
kedalam aliran darah. Faktor virulensi termasuk: smooth lipopolysaccharlde cell-wall
antigen yang mempunyai aktifitas endotoksin serta membantu proses invasi dan
toksin (Shiga toxin dan Shiga-like toxin) yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan
mungkin menimbulkan watery diarrhea.
- Campylobacterjejuni (helicobacter jejunl). Manusia terinfeksi melalui kontak
Iangsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, clomba dan babi) atau dengan feses
hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan air. Kadang-
kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung person to person. Cjejuni
mungkin menyebabkan diare melalui invasi l<e dalam usus halus dan usus besar.Ada
2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan /7eat—lablle enterotoxin.
Perubahan histopaiologi yang terjadi mirip dengan proses ulceratlve colitis.
- Vibrlo Cholerae D1 dan \/. choleare 0139. Air atau makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri ini akan rnenularkan kolera. Penularan melalui person to person jarang terjad].
\/.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan diare‘ Toksin kolera "mi sangat mirip dengan heat—
lab[le toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang
mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera enterotoxln (ACE) dan
zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan
kedalam lumen usus.
- Salmonella (non thypold). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus. Enterotoksin
yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan mukosa yang
menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea.

3. Protozoa
- Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabohsme asam ernpedu,
Transmisi melalui rute feca1—oral. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur,
status nutrisi, endemisitas, dan status imun. Di daerah dengan endemisitas yang
tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa
malabsorbsi. Di daerah dengan endemisi-tas rendah, dapat terjadi wabah dalam S — 8
hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri
epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai matabsorbsi dengan faty
stools,nyeri perut dan gembung.
- Entamoeba nistolytica. Prevalensi disentri amoeba ini bervariasi, namun
penyebarannya di seluruh dunia. lnsidennya meningkat dengan bertambahnya umur,
dan terbanyak pada laki—laki dewasa. Kira—kira 90% infksi asirntomatik yang
disebabkan oleh Ehlstolytica non patogenik (Edlspar). Amebiasis yang simtomatik
dapat berupa d}are y-ang ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant.
- Cryprosporldlum. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosls 5 -15% dari kasus
diare pada anak. lnfeksi biasanya simtomatik pada bayi dan asimtonfiatik pada anak
yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery
diarrhea. ringan dan biasanya self—llmited. Pada penderita dengan gangguan sistirn
kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan
reemerglng disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis
antibiotik.
- Microsporidium spp
- Isospora belli
- Cyclospora cayatanensis

4. Helminths
- Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare.
- Schistosoma spp. Caclng darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
terrnasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan usus.
- Capilaria philippinensis. Cacing ini diternukan di usus halus, terutamajejunum,
menyebabkan inflamasi dan atrofi villi dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri
abdomen.
- Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. lnfeksi
berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
- Bakteri patogen noninvasif, antara lain : Escherichia coli, K lebsiella enterobacter,
Clostridium perfringens Staphylococcus aureus, Bacillus cereus
- Bakteri patogen invasifatau destruktifantara lain: Salmonella, Yersinia enferocolifica,
Campylobacter jejuni, Vibrio parahemolyticus, Vibrio mimicus, Vibn'o vulviticus,
E.coli invasif dan E.coli entero hemoragik
- Virus penyebab diare akut : Rafa virus
- Protozoa penyebab diare akut 2 Giardia lamblia, Amoeba histolytica

KOMPLIKASI
Dehidrasi akibat bakteri patogen noninvasif biasanya ringan, narnun pada kondisi
pasien yang jelak tanpa memperoleh rehidrasi yang adekuat dapat menjadi nekrosis tubular
akut hingga bisa menyebabkan kematian yang diakibatkan dengan renjatan hipovolemik.
Untuk rehldrasi sendirl jika tidak mencapal hidrasi normal dapat terjadi gagal ginjal akutdan
sebaliknyajika terjadl overhidrasl bisa meninggalakibat oedem paru akut.
Dehirasi akibat bakterl patogen invasif biasanya Iebih berat dibanding
dengan_noninvas'n‘, dan komplikasinya semakin berat jika rehidrasinya tidak adekuat,
sehingga bisa menyebabkan gagal ginjal akut dan akan terjadi oedem paru akutjika rehldrasi
yang berlebihan.
Dehidrasi akibat virus komplikasinya hampir sama dengan yang disebabkan bakteri,
kebanyakan lebih ringan. Sedangkan dehidrasi yang disebabkan protozoa biasanya Iebih akut
ataupun kronik tergantung dengan banyak maupun vlrulensi protozoa tersebut. Bila
jumlahnya banyak dan virulensinya tinggi selain komplikaslnya sepertl yang clisebabkan oleh
bakteri juga dapat mengakibatkan perforasi usus, peritonitis maupun terjadinya abses secara
emboli pada organ yang terserang.

PENGOBATAN
Pengobatan dapat clibagi menjadi: rehidrasi (suportif), pengobatan yang ditujukan
etiologinya, pengobatan spesiiik untuk rotavirus, clan pengobatan protozoa penyebab cliare.

REHIDRASI
Rehidrasi menurut Goldberge E (1980)
Cara 1:
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka
kehilangan air diperkirakan 2% dari berat baclan pada waktu itu. lika seseorang
pada waktu itu sedang berpergian 341 hari tanpa air dan ada rasa haus, mulut
kering clan oliguria, maka clefisit air diperkiraan 6% dari berat baclan pada
waktu itu.
- Bila ada tanda-tanda di atas ditambah dengan kelemahan fisik yang nyata,
perubahan mental seperti bingung atau delirium maka defisit air sekitar 744%
berat badan pada waktu itu.
Cara2:
Jika pasien dapat ditimbang tiap hari maka kehilangan berat baclan 4 kg pada fase akut sama
dengan defisit air 4 liter
Cara 3:
Dengan kenyataan konsentrasi natriumhdalam plasma berbanding terbalik dengan volume air
ekstraselular dengan pengertian bahwa kehilangan air tidak disertai dengan perubahan
konsentrasi natrium plasma maka clapat dihitung dengan rumus:

Na2 x BW2 = Na1 x BW1

Keterangan:
Na1 : kadar natrium plasma normal (142 mEq/L)
BWl : volume air badan normal, biasanya 60% dari BB pria dan 50% dari BB wanita
Na2 : kadar natrium plasma sekarang
BW2 : volume air badan sekarang

Rehidrasi Menurut Daldiyono


Daldiyono (1973) mengemukakan salah satu Cara menghitung kebutuhan cairan untuk
rehidrasi inisiai pada gastroenteritis akut/diare koliform berdasarkan sistem score (nilai).

Jumlah skor dapat dihitung dan dihitung pembeiian cairan dalam 2 jam:

Skor
× 𝟏𝟎% 𝑩𝑩 (𝒌𝒈) × 𝟏 𝒍𝒊𝒕𝒆𝒓
𝟏𝟓
Rehidrasi menurut Morgan-Watten
Dengan mengukur berat jenis plasma :

Berat jenis plasma - 1.025


× 𝑩𝑩 (𝒌𝒈) × 𝟒
𝟎. 𝟎𝟎𝟏

Cara Pemberian
Bila pasien dapat menelan, air diberikan per oral, kecuali kalau pasien muntah-muntah.
Airjuga diberikan per rektal. Air murni tidak boleh diberikan perinfus dikarenakan akan
menyebabkan eritrosit membengkak dan terjadi hemolisis. Oleh karena itu harus diberikan
cairan per infus. Puruhito (1980) memberlkan pedoman sebagai berikut:
- Ligasi pungsi
lnlus sebaiknya diberikan pada lengan tintuk memudahkan perawatannya, antara lain
venajugularis eksterna, vena subklavia, vena basilika, vena sefalika, vena mediana kubiti.
vena dorsalis manus atau pedis, vena safena magna. Untuk pemasangan central venous
pressure (CVP), vena yang dipakai adalah vena jugularis eksterna, vena subklavia, vena
basilika, vena seialika, vena inguinalis interna.
- Urutan kerja:
Lihat etiket pada botol infus, apakah sesuai dengan yang dijadwalkan, lihat kualitas cairan
apakah ada kekeruhan, perubahanywarna, partikel kotoran. larum inius yang dipalai
sebaiknya yang disposable.
Tutup infus dibersihkan dengan alkohol dan infus set diisi dengan cairan infus terisi
penuh dan tidak ada udara, Kemudian dilakukan pungsi vena di tepat yang dipilih. Jarum
pungsi difiksasi pada kulit plester, lalu pengaturan tetesan dibuka sesui dengan jadwal
yang diberikan.
Di samping pemberian cairan lewat infus, kita kenal pemberian cairan lewat
Hipodemoklinis pada pasien dengan penyakit jantung yang tidak memungkinkan pemberian
lewat per oral atau infus, dengan syarat—syarat sebagai berikut:
1. Cairan harus isotonik dengan plasma. Jika hipertonik akan terjadi retribusi cairan
kejaringan interstisial dan merangsang subkutan
2. Dekstrosa 5% dan air tidak boleh diberikan subkutan karena akan terjadi difusi glukosa
dari jaringan interstisial ke plasma dan difusi natrium dari plasma kejaringan interstisial.
Kecepatan Tetesan
Biasanya kehilangan cairan dapat dikoreksi dalam 2 hari. Setengah kebutuhan diberiiéan pada
hari yang pertama, dapat per oral, rektal atau infus. Bila kehilangan cairan cukup berat
dan‘ pemberian infus terlalu cepat, akan mengakibatkan intoksikasi air dan kejang,
disebabkan sel-sel otak dengan osmolaritasnya yang tinggi dibanding dengan sel-sel lain
mengalami edema dengan cepat. Untuk itu pemberian cairan dengan memperlambatnya dan
selalu diukur kadar natrium serum setelah setengah kebutuhan cairan diberikan.

PENGOBATAN PADA ETIOLOGINYA


Penggunakan antibiotik terhadap bakteri patogen noninvasif, pada umumnya:
- Tetrasiklin 30 mg/kgbb peroral tiap 6 jam, selama 2 hari
- Trlmetoprimal 60 mg dan sulfametoksazol 800 mg, per oral, 2x/hari, selama sehari
Pengobatan bakteri patogen yang invasif, pada umumnya selain obat - obat di atas,
dapat diberikanjuga kloramphenikol ataupun ampisilin. Pengobatan untuk Rotavirus, yang
spesifik tidak ada,jadi sifat pengobatannya hanya simtomatik atau suportif.
Sedangkan untuk pengobatan diare yang disebabkan protozoa adalah
- Untuk Giardia lamblia dengan Quinakrin 100 mg, 3x/l hari, selama 5-7 hari atau
metronidazol 250 mg, 3x/ |1ari,selama 5-7 hari
- Untuk amoebiasis dengan metronidazol 750 mg, 3x/ hari, selama 740 hari

PROGNOSIS
Pada umumnya baik, terutamajika mendapat penanganan cepat, tepat dan adekuat. Kematian
terjadijika mempunyai
penyakit dasar yang berat dan penanganan yang tidak adekuat.

REHABILITASI
Terutama bila pasien mempunyai penyakit dasar apalagi lebih dart satu penyakit dan
multiorgan seperti pada geriatri.

ASPEK KHUSUS
Penanganan rehidrasi yang terlambat dan tidak adekuat sering menimbulkan penyulit gagal
ginjal, tetapi jarang yang memerlukan hemodialisis kecuali kalau memang mempunyai
penyakit dasar berat dan lama, milsalnya diabetes melitus.

Anda mungkin juga menyukai