BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus
diare pada orang dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat,
insidens kasus diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar
900.000 kasus diare perlu perawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5
juta kasus kematian karena diare per tahun. Di Amerika Serikat, diare terkait
mortalitas tinggi pada lanjut usia. Satu studi data mortalitas nasional melaporkan
lebih dari 28.000 kematian akibat diare dalam waktu 9 tahun, 51% kematian
terjadi pada lanjut usia. Selain itu, diare masih merupa kanpenyebab kematian
anak di seluruh dunia, meskipun tatalaksana sudah maju.10
Menurut SDKI 2012, sumber air minum memiliki pengaruh terhadap angka
kejadian diare pada anak. Prevalensi diare pada anak dengan sumber air minum
yang layak lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
sumber air minum yang layak. Selain itu, prevalensi diare pada anak yang tinggal
dalam rumah tangga yang memiliki fasilitas toilet dengan tangki septik jauh lebih
rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki fasilitas toilet dan
4
sering buang air besar di sungai ataupun halaman. Hal ini membuktikan bahwa
diare terkait dengan sanitasi dan kondisi ekonomi yang buruk.10
2.3. Etiologi
Etiologi diare pada anak dapat diklasifikasikan berdasarkan mikroorganisme
yang menyebabkan, yaitu virus, bakteri, dan parasit.
2.3.1 Virus
Di negara berkembang seperti di Indonesia, virus merupakan penyebab
utama terjadinya diare akut pada anak- anak, utamanya adalah Rotavirus.
Rotavirus seringkali menyebabkan dehidrasi berat pada anak- anak dan
menyebabkan 500.000 kematian di seluruh dunia. Insiden tertinggi infeksi virus
ini ditemukan pada bayi usia 4-23 bulan. Selain Rotavirus, beberapa tipe virus
yang sering menjadi penyebab diare akut pada anak adalah Calicivirus,
Adenovirus, dan Astrovirus11,12.
2.3.2 Bakteri
Bakteri menempati tempat selanjutnya sebagai penyebab terjadinya diare
akut pada anak. Beberapa genus bakteri seperti Campylobacter sering ditemukan
saat pemeriksaan feses terutama pada bayi dan anak- anak di negara
berkembang12. Sumber penularan sering kali berasal dari hewan ternak seperti
unggas. Infeksi seringkali muncul berupa diare cair, kadang disertai dengan
darah12. Salmonella nontyphoid atau Salmonella gastroenteritis seringkali
menyebabkan mual, muntah, diare yang bersifat cair12. Subspesies Escherichia
coli seperti enteroaggregative E.coli (EaggEC)menyebabkan diare cair pada anak
serta diare persisten pada anak dengan infeksi HIV. enterotoxigenic E.coli
(ETEC) dan enteropathogenic E.coli (EPEC) juga didapati menjadi salah satu
penyebab diare akut terutama pada anak dibawah umur 2 tahun12. Beberapa
bakteri lain yang berperan menyebabkan terjadinya diare pada anak- anak adalah
Shigella, Yersinia, Clostrium difficile, Vibrio cholerae.
2.3.3 Parasit
Parasit jarang ditemukan sebagai penyebab diare pada anak. Kelompok
protozoa seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium parvum ditemukan pada
beberapa kasus diare meskipun tidak sering11,12.
5
2.4. Patofisiologi
Secara konseptual mekanisme terjadinya diare dibagi menjadi penurunan
absorpsi dan peningkatan sekresi. Biasanya mekanisme diare terjadi karena
peningkatan cairan dalam usus yang melebihi kapasitas absoprsi maksimum
dalam usus. Diare juga bisa diakibatkan oleh peningkatan motilitas usus yang
mengakibatkan pemendekan waktu transit (transit time). Selain itu penurunan
motilitas juga dapat memicu diare akibat pertumbuhan bakteri karena stasis. Ada 2
prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan osmotik.13,14,15
2.4.1 Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus. Hal ini terjadi bila absropsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi
klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi
cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja
cair. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare yang terjadi karena
infeksi, perubahan yang terjadi akibat adanya rangsangan pada mukosa usus oleh
toksin bakteri seperti Escherichia coli dan Vibrio cholera atau virus (rotavirus).
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus.
Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di
sel epitel berlangsung terus atau meningkat. 13,14,15
Dikenal dua bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia. Toksin
penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP, dan Ca dependen yang selanjutnya akan meningkatkan
protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi
membrane protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan
menyebabkan Cl di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium
dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl. 13,14,15
6
Pada diare terjadi kehilangan air dan elektrolit tubuh melalui tinja.
Kehilangan bertambah bila ada muntah. Kehilangan ini menyebabkan dehidrasi
7
Proses yang sama mungkin terjadi bila bahan terlarut adalah laktosa (pada
anak dengan defisiensi laktase) atau glukosa (pada anak dengan malabsorpsi
glukosa), kedua keadaan kadang-kadang merupakan komplikasi dari infeksi usus.
8
Bila substansi yang diabsorpsi dengan buruk misalnya berupa larutan hipertonik,
air (dan beberapa elektrolit) akan berpindah dari ekstraseluler ke dalam lumen
usus hingga osmolaritas dari isi usus sama dengan ekstraseluler dan darah. Hal ini
menaikkan volume tinja, dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan
tubuh. 13,14,15
2.5. Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Anamnesis anak dengan gejala diare akut perlu dimulai dengan mengambil
informasi yang mungkin mengarahkan apakah diare tersebut primer atau
sekunder. Infeksi primer contohnya seperti diare yang disebabkan oleh rotavirus
pada bayi yang dapat menyebabkan penyakit sedang sampai berat, sedangkan
reinfeksi pada remaja menyebabkan penyakit ringan. Diare dapat terjadi secara
sekunder sebagai bagian atau akibat dari penyakit dasar lain. Gejala respiratorik,
seperti batuk atau sesak mengarahkan pada pneumonia. Frekuensi berkemih
meningkat dan nyeri saat berkemih mengarahkan pada infeksi saluran kencing
atau pielonefritis. Adanya sakit telinga mungkin akibat otitis media akut, adanya
demam disertai perubahan kesadaran mungkin merupakan gejala meningitis,
ensefalitis, atau sepsis.15
Tujuan ananmnesis selanjutnya adalah menilai beratnya gejala dan risiko
komplikasi seperti dehidrasi. Pertanyaan spesifik mengenai frekuensi, volume
serta lama diare dan muntah, serta ada tidaknya demam, jumlah dan jenis cairan
yang telah diminum, diperlukan untuk menentukan derajat kehilangan cairan dan
gangguan elektrolit yang terjadi.Dehidrasi yang bermakna dapat bermanifestasi
sebagai berkurangnya aktifitas, volume urin dan berat badan. Berbagai cara
penilaian derajat dehidrasi dapat dilihat pada Tabel 1, 2, dan 3.15
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk memperkirakan derajat dehidrasi dan
mencari tanda-tanda penyakit penyerta. Gejala dan tanda dehidrasi perlu
ditemukan dan harus ditentukan derajat dehidrasinya (lihat tabel 1, 2, dan 3).
Berat badan sebelum sakit perlu ditanyakan.Berat badan saat datang harus diukur
sebagai parameter kehilangan cairan dan dapat digunakan sebagai parameter
keberhasilan terapi. Bila ditemukan napas cepat dan dalam menandakan adanya
9
komplikasi asidosis metabolik. Bila nyeri bertambah pada palpasi atau ditemukan
nyeri tekan, nyeri lepas atau anak menolak diperiksa, waspadai kemungkinan
komplikasi atau kemungkinan penyebab non infeksi. Pada keadaan kembung,
auskultasi harus lebih cermat untuk mendeteksi adanya ileus paralitik. Amati
adanya eritema perianal akibat adanya malabsorpsi karbohidrat sekunder atau
akibat malabsorpsi garam empedu sekunder yang disertai dengan dermatitis
atopik.15
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan labotarium yang lebih lengkap hanya dikerjakan jika diare
tidak sembuh dalam 5 – 7 hari. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dikerjakan
adalah pemeriksaan tinja baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Selain
itu pemeriksaan tambahan pada tinja seperti biakan kuman, tes resistensi terhadap
berbagai antibiotika, ph dan kadar gula dapat dilakukan apabila diduga ada
intoleransi laktosa, uji tinja Rotazim (enzyme-link immunosorbent assay [ELISA])
untuk mengonfirmasi apakah virus merupakan penyebab diare. Pemeriksaan
tambahan seperti pemeriksaan kadar gula darah pada kasus dengan malnutrisi dan
dehidrasi berat dan atau dengan ensefalopati.15,16
Pemeriksaan lain yang perlu dikerjakan pada dehidrasi berat dan atau
dengan ensefalopati adalah pemeriksaan elektrolit serum, analisis gas darah, dan
nitrogen urea. Pemeriksaan kadar elektrolit serum perlu dilakukan pada anak
dengan gejala hipernatremia atau hipokalemia. Adapun tanda-tanda hipernatremia
adalah kulit teraba hangat, tanda dehidrasi seolah-olah ringan, hipertonia,
hiperefleksia, letargi, namun terdapat iritabilitas yang nyata bila dirangsang.
Tanda hipokalemia seperti nampak lemah, ileus dengan distensi abdomen dan
aritmia. 15,16
2.6. Penatalaksanaan
2.6.1 Pengobatan cairan/elektrolit8,9
a. Tanpa dehidrasi
Beri oralit osmolaritas rendah sejumlah 10 mL/kgBB setiap kali buang air
besar
b. Dehidrasi ringan-sedang
Lakukan upaya rehidrasi oral (URO) dengan larutan oralit osmoaritas
rendah sesuai dengan tabel
- Jumlah oralit yang diberikan pada 3 jam pertama disesuaikan
dengan berat badan, yaitu 75 mL/kgBB. Jika berat badan tidak
diketahui, minimal dilakukan pemberian sebagai berikut.
2.7. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.15
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Pasien juga dikatakan sedikit demam sejak 1 hari yang lalu, demam
dikatakan muncul secara perlahan dan menetap hingga masuk rumah sakit namun
ibu pasien tidak mengetahui suhu demam saat sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan lain seperti pilek, batuk dan juga kejang disangkal.
Riwayat Pengobatan:
Pasien sempat diajak berobat ke bidan dengan keluhan demam dan
diberikan obat tempra 3 kali sehari.
Riwayat Persalinan
Riwayat persalinan dengan sectio caesaria dengan berat badan lahir 2500
gram, panjang 49 cm, saat lahir pasien segera menangis. Lingkar kepala dikatakan
lupa serta dikatakan tidak ada masalah saat melahirkan.
Riwayat Nutrisi
ASI : sejak lahir pasien hanya diberikan ASI hingga usia 2 bulan
dengan frekuensi on demand
Susu formula : sejak usia 2 bulan hingga sekarang dengan frekuensi on
demand
Nasi lembek : sejak usia 7 bulan dengan frekuensi 3 kali sehari
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi pasien yakni BCG 4 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B 4
kali, DPT-HB-Hib 3 kali, Campak 1 kali.
KPSP
Kuesioner Praskrining Perkembangan sesuai 24 bulan (dilakukan pada tanggal 05
April 2018)
Umur anak: 2 tahun 3 bulan 5 hari
17
YA: 0/10
Interpretasi: Perkembangan anak mengalami penyimpangan (tidak sesuai
dengan umurnya).
SpO2 : 98%
Status Antropometri
Berat badan lahir : 2500 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Berat Badan Aktual : 15 kilogram
Panjang Badan : 90 cm
Kebutuhan Nutrisi
Kebutuhan Energi : 100 kkal/kgBB/hari ~ 1280 kkal/hari
Kebutuhan Protein : 1,5 gram/kgBB/hari ~ 19,2 gram/hari
Kebutuhan Cairan : 1250 ml/hari
Status general
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis tidak ada, ikterus tidak ada, air mata ada,
mata cowong tidak ada.
THT : Napas cuping hidung tidak ada, faring hiperemis
tidak ada, tonsil T1|T1.
Mulut : Mukosa bibir basah, sianosis tidak ada,
palatogenolabioskisis.
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thoraks
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
19
KIE:
BAB IV
PEMBAHASAN
6
U
5
KETERANGAN
1 : TV
2 : LEMARI
3
3 : KULKAS
2 4 : TEMPAT TIDUR
5 : KAMAR MANDI
6 : DAPUR
1
4
7
PINTU
JENDELA
b. Sandang
Keperluan sandang kurang dianggap sebagai prioritas dalam
keluarga, namun cukup diperhatikan. Mereka membeli pakaian baru
saat ada uang lebih atau saat hari raya. Namun dari pengamatan,
kebersihan dari pakaian pasien dan keluarganya kurang diperhatikan,
karena meskipun ibu mencuci pakaian anak dan anggota keluarga
lainnya setiap hari, namun tempat ibu menjemur pakaian berada di
dekat pintu gerbang kos dimana tempat tersebut dijadikan jalan raya
untuk kendaraan berlalu-lalang sehingga sering terpapar debu.
c. Papan
Pasien tinggal di Jalan Raya Pemogan, Gang Anggrek VII A
No.30, Denpasar. Pasien tinggal di sebuah kamar kos. Kamar kos
tersebut dihuni oleh keluarga inti penderita dengan total penghuni 5
orang. Pasien, kakak perempuan, kembarannya dan orang tuanya tidur
23
yang cukup aktif. Pasien dan keluarga juga tidak mengetahui cara mencuci tangan
yang baik dan benar.
4.3.4 Lingkungan rumah
Pasien tinggal di sebuah kamar kos yang dihuni oleh 5 orang anggota
keluarga, yakni ayah, ibu, kakak perempuan pasien, kembaran pasien dan pasien.
Pasien, kembarannya, kakak perempuan dan orang tuanya tidur sekamar yang
berukuran 3x5 meter, dengan dinding semen bercat warna putih dan lantai dari
keramik. Kurang ada ventilasi di kamar tidur, hanya terdapat ventilasi dari jendela
dan pintu masuk sehingga mendapatkan sinar matahari yang cukup dan kamar
tidur pasien cukup lembab karena hanya menggunakan kipas angin. Kamar kos ini
hanya memiliki satu tempat tidur, satu dapur dan satu kamar mandi yang
pemakaiannya secara bersama-sama. Kondisi kamar mandi terkesan cukup bersih.
Sumber air didapatkan dari air pompa sumur dengan warna jernih dan tidak
berbau. Lingkungan rumah keluarga kurang tertata rapi karena ibu pasien jarang
mengurus rumah dan lebih fokus mengurus pasien dan kembarannya.
4.5 KIE
4.5.1 Asuh
1. Memberikan penjelasan pada orang tua pasien untuk selalu menjaga
kesehatan terutama gizi pasien dengan selalu berusaha memberikan
asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya.
2. Menyarankan pada keluarga untuk rutin kontrol ke poliklinik baik
untuk mencegah dan/atau terjadinya diare berulang.
3. Memberikan penjelasan pada orang tua pasien untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan agar tidak menimbulkan keluhan diare
kembali.
4.5.2 Asah
26
Memberikan informasi kepada orang tua untuk mengajak pasien bermain dan
berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
4.5.3 Asih
Memberikan penjelasan tentang pentingnya hubungan erat antara penderita
dengan orang tua pada masa pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya dengan
dukungan pangan, sandang, papan, dan perawatan kesehatan yang layak serta
menjalin komunikasi.
27
BAB V
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. World Heath Organization. Diarrhoea: Why children are still dying and what
can be done. Geneva: WHO Press; 2009.
2. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan : Lintas Diare.
Jakarta : Depkes RI. 2013.
3. WHO. The Treatment of Diarrhoea. Geneva: WHO Press; 2005 p. 4.
4. World Heath Organization. Clinical management of acute diarrhoea. Geneva:
WHO Press; 2004.
5. Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar. 2011
6. Walker A, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith JA, Watkins JB. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Tiga. Canada:BC Decker;2008. h. 28-36.
7. Departemen Kesehatan RI. Buku saku petugas kesehatan: Lintas diare.
Jakarta: Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes
RI. 2011.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta; 2009 p.
58.
9. SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah. Pedoman Pelayanan Medis.
Denpasar; 2010.
10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta; 2013.
11. World Gastroenterology Organisation. Acute diarrhea in adults and children:
a global perspective. 2012.
12. Agtini MD, Soenarto S. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan Volume 2, Triwulan 2. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia 2011 Volume 2, Triwulan 2.
13. Craven L, Editor. Pediatric Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Dua Jilid 1.
Missouri: Mosby; 2009. h. 251-260.
14. Walker A, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith JA, Watkins JB. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Tiga. Canada:BC Decker;2008. h. 28-36.
15. Juffrie M, Soenarto SY, Oswari H, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010 h. 87-120
16. Soenarto, Sri Suparyati. Vaksin Rotavirus untuk Pencegahan Diare. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan Volume 2, Triwulan 2. 2011.
FOTO HASIL KUNJUNGAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN