Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

Diare merupakan salah satu sumber masalah kesehatan di negara


berkembang, termasuk di Indonesia, karena tingkat kesakitan dan kematiannya
yang masih tinggi. Lebih dari 2,3 milyar kasus dan 1,5 juta anak di bawah lima
tahun meninggal karena diare, mencakup sekitar 16% seluruh kematian anak di
bawah lima tahun di seluruh dunia. Asia Tenggara memberikan kontribusi besar,
yaitu 38%. Menurut data Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit kedua
di Indonesia yang dapat menyebabkan kematian pada anak usia balita setelah
radang paru atau pneumonia. Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun
2013, diare dapat mengenai semua kelompok umur terutama usia 1-4 tahun dan
balita terutama usia 12-23 bulan. Diare memiliki hubungan yang erat dengan
tingkat pengetahuan, status ekonomi dan kondisi lingkungan yang tidak higenis.1,2
Diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya (lebih dari tiga kali per hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/atau lendir. Peningkatan kandungan air
dalam tinja adalah akibat adanya gangguan keseimbangan fungsi usus halus dan
usus besar dalam proses absorbsi substrat dan air. Sebagian besar diare
berlangsung selama 7 hari dan biasanya sembuh sendiri (self limiting disease).
Hanya 10% diare yang melanjut sampai 14 hari. Bila diare berlangsung kurang
dari 14 hari dinamakan dengan diare akut.3
Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, kontak tangan langsung dengan
penderita, barnag-barang yang telah tercemar tinja penderita atau secara tidak
langsung melalui lalat. Cara penularan ini dikenal dengan istilah 4F, yaitu finger,
flies, fluid, field. Adapun faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan
enteropatogen diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi
usia 4-6 bulan, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh
tinja, kurangnya sarana kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruh, penyimpanan dan pengolahan makanan yang tidak higenis. Kejadian diare
ini dapat dicegah dengan memperhatikan air minum yang aman dan sanitasi yang
higenis.3,4
2

Di negara berkembang seperti di Indonesia, virus merupakan penyebab


utama terjadinya diare akut pada anak- anak, utamanya adalah Rotavirus. Insiden
tertinggi infeksi virus ini ditemukan pada bayi usia 4-23 bulan. Selain Rotavirus,
beberapa tipe virus yang sering menjadi penyebab diare akut pada anak adalah
Calicivirus, Adenovirus, dan Astrovirus.5,6
Mengingat tingginya angka kesakitan dan kematian disebabkan diare,
World Health Association (WHO) mengeluarkan pedoman tatalaksana diare.
Penggunaan cairan rehidrasi oral (CRO) sebagai terapi dan pencegahan dehidrasi,
serta suplementasi zinc diharapkan dapat mengurangi angka kematian akibat
diare. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah me ngeluarkan pedoman
yang mencakup aspek yang lebih luas, dikenal dengan LINTAS diare. LINTAS
diare adalah rehidrasi, suplementasi zinc, dukungan nutrisi, pemberian antibiotik
selektif, dan edukasi. Akan tetapi menurut data WHO, hanya sekitar 39% anak
dengan diare di negara berkembang yang mendapat pengobatan sesuai
rekomendasi WHO.7
Mengacu kepada fakta di atas, seorang dokter penting untuk memahami
dan menguasai kasus diare. Pada laporan ini akan dipaparkan landasan teori
terkait diare akut serta laporan kasus hasil kunjungan lapangan pada pasien
dengan diare akut yang pernah di rawat di RSUP Sanglah.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diare


Menurut WHO diare didefinisikan sebagai perubahan konsistensi feses
menjadi lembek atau cair dan meningkatnya frekuensi buang air besar yang
biasanya terjadi selama lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Menurut Panduan Praktis
Klinis IDAI tahun 2009, bila diare berlangsung kurang dari 1 minggu, disebut
sebagai diare akut. Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Medis IKA RSUP
Sanglah tahun 2011, diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
Apabila diare berlangsung lebih dari 14 hari, digolongkan pada diare kronis atau
persisten. Diare persisten dikatakan sebagai kondisi lanjutan dari diare akut yang
disebabkan karena infeksi, sedangkan diare kronis bukan disebabkan karena
infeksi. Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta
dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan
tanda-tanda dehidrasi.5,8,9

2.2. Epidemiologi
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus
diare pada orang dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat,
insidens kasus diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar
900.000 kasus diare perlu perawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5
juta kasus kematian karena diare per tahun. Di Amerika Serikat, diare terkait
mortalitas tinggi pada lanjut usia. Satu studi data mortalitas nasional melaporkan
lebih dari 28.000 kematian akibat diare dalam waktu 9 tahun, 51% kematian
terjadi pada lanjut usia. Selain itu, diare masih merupa kanpenyebab kematian
anak di seluruh dunia, meskipun tatalaksana sudah maju.10
Menurut SDKI 2012, sumber air minum memiliki pengaruh terhadap angka
kejadian diare pada anak. Prevalensi diare pada anak dengan sumber air minum
yang layak lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
sumber air minum yang layak. Selain itu, prevalensi diare pada anak yang tinggal
dalam rumah tangga yang memiliki fasilitas toilet dengan tangki septik jauh lebih
rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki fasilitas toilet dan
4

sering buang air besar di sungai ataupun halaman. Hal ini membuktikan bahwa
diare terkait dengan sanitasi dan kondisi ekonomi yang buruk.10

2.3. Etiologi
Etiologi diare pada anak dapat diklasifikasikan berdasarkan mikroorganisme
yang menyebabkan, yaitu virus, bakteri, dan parasit.
2.3.1 Virus
Di negara berkembang seperti di Indonesia, virus merupakan penyebab
utama terjadinya diare akut pada anak- anak, utamanya adalah Rotavirus.
Rotavirus seringkali menyebabkan dehidrasi berat pada anak- anak dan
menyebabkan 500.000 kematian di seluruh dunia. Insiden tertinggi infeksi virus
ini ditemukan pada bayi usia 4-23 bulan. Selain Rotavirus, beberapa tipe virus
yang sering menjadi penyebab diare akut pada anak adalah Calicivirus,
Adenovirus, dan Astrovirus11,12.
2.3.2 Bakteri
Bakteri menempati tempat selanjutnya sebagai penyebab terjadinya diare
akut pada anak. Beberapa genus bakteri seperti Campylobacter sering ditemukan
saat pemeriksaan feses terutama pada bayi dan anak- anak di negara
berkembang12. Sumber penularan sering kali berasal dari hewan ternak seperti
unggas. Infeksi seringkali muncul berupa diare cair, kadang disertai dengan
darah12. Salmonella nontyphoid atau Salmonella gastroenteritis seringkali
menyebabkan mual, muntah, diare yang bersifat cair12. Subspesies Escherichia
coli seperti enteroaggregative E.coli (EaggEC)menyebabkan diare cair pada anak
serta diare persisten pada anak dengan infeksi HIV. enterotoxigenic E.coli
(ETEC) dan enteropathogenic E.coli (EPEC) juga didapati menjadi salah satu
penyebab diare akut terutama pada anak dibawah umur 2 tahun12. Beberapa
bakteri lain yang berperan menyebabkan terjadinya diare pada anak- anak adalah
Shigella, Yersinia, Clostrium difficile, Vibrio cholerae.
2.3.3 Parasit
Parasit jarang ditemukan sebagai penyebab diare pada anak. Kelompok
protozoa seperti Giardia lamblia dan Cryptosporidium parvum ditemukan pada
beberapa kasus diare meskipun tidak sering11,12.
5

2.4. Patofisiologi
Secara konseptual mekanisme terjadinya diare dibagi menjadi penurunan
absorpsi dan peningkatan sekresi. Biasanya mekanisme diare terjadi karena
peningkatan cairan dalam usus yang melebihi kapasitas absoprsi maksimum
dalam usus. Diare juga bisa diakibatkan oleh peningkatan motilitas usus yang
mengakibatkan pemendekan waktu transit (transit time). Selain itu penurunan
motilitas juga dapat memicu diare akibat pertumbuhan bakteri karena stasis. Ada 2
prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan osmotik.13,14,15
2.4.1 Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus. Hal ini terjadi bila absropsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi
klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi
cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja
cair. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare yang terjadi karena
infeksi, perubahan yang terjadi akibat adanya rangsangan pada mukosa usus oleh
toksin bakteri seperti Escherichia coli dan Vibrio cholera atau virus (rotavirus).
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus.
Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di
sel epitel berlangsung terus atau meningkat. 13,14,15
Dikenal dua bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia. Toksin
penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP, dan Ca dependen yang selanjutnya akan meningkatkan
protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi
membrane protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan
menyebabkan Cl di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium
dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl. 13,14,15
6

Gambar 1. Diare akibat infeksi bakteri

Gambar 2. Patofisiologi Diare sekretorik

Pada diare terjadi kehilangan air dan elektrolit tubuh melalui tinja.
Kehilangan bertambah bila ada muntah. Kehilangan ini menyebabkan dehidrasi
7

(karena kehilangan air dan natrium klorida), asidosis (karena kehilangan


bikarbonat), dan kekurangan kalium.Dehidrasi adalah keadaan yang paling
berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemi, kolaps kardiovaskular, dan
kematian. 13,14,15
2.4.2 Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus
dengan cairan ekstraseluler. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan
yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi.Diare terjadi akibat
kelainan di usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi bertambah.
Dalam keadaan ini, diare dapat terjadi apabila suatu bahan yang secara osmotik
aktif dan sulit diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan
bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare.
Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilewati air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan
cairan ekstraseluler. Diare terjadi apabila suatu bahan yang secara osmotik aktif
dan sulit diserap. Jika bahan itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang larut
di dalamnya akan lewat tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare. 13,14,15

Gambar 3. Perbedaan diare osmotik dan sekretorik.

Proses yang sama mungkin terjadi bila bahan terlarut adalah laktosa (pada
anak dengan defisiensi laktase) atau glukosa (pada anak dengan malabsorpsi
glukosa), kedua keadaan kadang-kadang merupakan komplikasi dari infeksi usus.
8

Bila substansi yang diabsorpsi dengan buruk misalnya berupa larutan hipertonik,
air (dan beberapa elektrolit) akan berpindah dari ekstraseluler ke dalam lumen
usus hingga osmolaritas dari isi usus sama dengan ekstraseluler dan darah. Hal ini
menaikkan volume tinja, dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan
tubuh. 13,14,15

2.5. Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Anamnesis anak dengan gejala diare akut perlu dimulai dengan mengambil
informasi yang mungkin mengarahkan apakah diare tersebut primer atau
sekunder. Infeksi primer contohnya seperti diare yang disebabkan oleh rotavirus
pada bayi yang dapat menyebabkan penyakit sedang sampai berat, sedangkan
reinfeksi pada remaja menyebabkan penyakit ringan. Diare dapat terjadi secara
sekunder sebagai bagian atau akibat dari penyakit dasar lain. Gejala respiratorik,
seperti batuk atau sesak mengarahkan pada pneumonia. Frekuensi berkemih
meningkat dan nyeri saat berkemih mengarahkan pada infeksi saluran kencing
atau pielonefritis. Adanya sakit telinga mungkin akibat otitis media akut, adanya
demam disertai perubahan kesadaran mungkin merupakan gejala meningitis,
ensefalitis, atau sepsis.15
Tujuan ananmnesis selanjutnya adalah menilai beratnya gejala dan risiko
komplikasi seperti dehidrasi. Pertanyaan spesifik mengenai frekuensi, volume
serta lama diare dan muntah, serta ada tidaknya demam, jumlah dan jenis cairan
yang telah diminum, diperlukan untuk menentukan derajat kehilangan cairan dan
gangguan elektrolit yang terjadi.Dehidrasi yang bermakna dapat bermanifestasi
sebagai berkurangnya aktifitas, volume urin dan berat badan. Berbagai cara
penilaian derajat dehidrasi dapat dilihat pada Tabel 1, 2, dan 3.15
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk memperkirakan derajat dehidrasi dan
mencari tanda-tanda penyakit penyerta. Gejala dan tanda dehidrasi perlu
ditemukan dan harus ditentukan derajat dehidrasinya (lihat tabel 1, 2, dan 3).
Berat badan sebelum sakit perlu ditanyakan.Berat badan saat datang harus diukur
sebagai parameter kehilangan cairan dan dapat digunakan sebagai parameter
keberhasilan terapi. Bila ditemukan napas cepat dan dalam menandakan adanya
9

komplikasi asidosis metabolik. Bila nyeri bertambah pada palpasi atau ditemukan
nyeri tekan, nyeri lepas atau anak menolak diperiksa, waspadai kemungkinan
komplikasi atau kemungkinan penyebab non infeksi. Pada keadaan kembung,
auskultasi harus lebih cermat untuk mendeteksi adanya ileus paralitik. Amati
adanya eritema perianal akibat adanya malabsorpsi karbohidrat sekunder atau
akibat malabsorpsi garam empedu sekunder yang disertai dengan dermatitis
atopik.15
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan labotarium yang lebih lengkap hanya dikerjakan jika diare
tidak sembuh dalam 5 – 7 hari. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dikerjakan
adalah pemeriksaan tinja baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Selain
itu pemeriksaan tambahan pada tinja seperti biakan kuman, tes resistensi terhadap
berbagai antibiotika, ph dan kadar gula dapat dilakukan apabila diduga ada
intoleransi laktosa, uji tinja Rotazim (enzyme-link immunosorbent assay [ELISA])
untuk mengonfirmasi apakah virus merupakan penyebab diare. Pemeriksaan
tambahan seperti pemeriksaan kadar gula darah pada kasus dengan malnutrisi dan
dehidrasi berat dan atau dengan ensefalopati.15,16
Pemeriksaan lain yang perlu dikerjakan pada dehidrasi berat dan atau
dengan ensefalopati adalah pemeriksaan elektrolit serum, analisis gas darah, dan
nitrogen urea. Pemeriksaan kadar elektrolit serum perlu dilakukan pada anak
dengan gejala hipernatremia atau hipokalemia. Adapun tanda-tanda hipernatremia
adalah kulit teraba hangat, tanda dehidrasi seolah-olah ringan, hipertonia,
hiperefleksia, letargi, namun terdapat iritabilitas yang nyata bila dirangsang.
Tanda hipokalemia seperti nampak lemah, ileus dengan distensi abdomen dan
aritmia. 15,16

Tabel 1. Penilaian derajat dehidrasi berdasarkan MTBS7


Dehidrasi Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :
Berat Letargi atau tidak sadar; mata cekung; tidak bisa minum atau
malas minum; cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat.

Dehidrasi Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :


Ringan/Sedang Gelisah, rewel atau mudah marah; mata cekung; haus, minum
dengan lahap; cubitan kulit perut kembalinya lambat.
10

Tanpa Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai


Dehidrasi dehidrasi berat atau ringan/sedang.

Tabel 2. Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO7


Tanda dan Derajat Dehidrasi
Gejala Tanpa Ringan/Sedang Berat
Anamnesis
Diare Biasanya 1-3x 3x atau lebih Terus menerus banyak
Muntah Tidak ada atau Kadang-kadang Biasanya kering
sedikit
Rasa haus Tidak ada atau Haus Haus sekali atau tidak
sedikit mau minum
Kencing Normal Sedikit, pekat Tidak kencing (6 jam)
Nafsu makan/ Normal Nafsu makan Nafsu makan tidak
aktifitas berkurang, aktifitas ada, anak sangat lemas
menurun
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
KU Baik Mengantuk/ gelisah Gelisah/ tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut/Lidah Basah Kering Sangat kering
Nafas Normal Lebih cepat kering Cepat dan dalam
b. Palpasi
Turgor Kembali cepat Kembali pelan Kembali sangat pelan
(>2detik)
Nadi Normal Lebih cepat Sangat cepat/ tidak
teraba
Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung
c. Kehilangan Sedikit 5-9% >10%
Berat Bada
2 atau lebih gejala : 2 atau lebih gejala : 2 atau lebih gejala :
Kesimpulan Dehidrasi (-) Dehidrasi ringan Dehidrasi berat
sedang

Tabel 3. Penilaian derajat dehidrasi yang dimodifikasi 12,13


Derajat
Dehidrasi Kesadaran Rasa Kelopak/
Mulut Kulit Urin
(kehilangan Umum Haus air mata
%BB)
Tanpa Baik,
Minum
dehidrasi kompos Normal Basah Normal normal
normal
(<5%BB) mentis
Minum Cekung, Pucat,
Ringan/sedang Rewel,
seperti produksi Kering CRT<3 Berkurang
(5-10% BB) gelisah
kehausan kurang detik
Berat Letargi, Malas Sangat Sangat Pucat,
Tidak ada
(>10%BB) lemah, minum cekung, kering CRT ≥ 3
11

kesadaran atau tidak produksi detik


menurun, dapat tidak ada
nadi dan minum
napas cepat

2.6. Penatalaksanaan
2.6.1 Pengobatan cairan/elektrolit8,9
a. Tanpa dehidrasi
Beri oralit osmolaritas rendah sejumlah 10 mL/kgBB setiap kali buang air
besar
b. Dehidrasi ringan-sedang
Lakukan upaya rehidrasi oral (URO) dengan larutan oralit osmoaritas
rendah sesuai dengan tabel
- Jumlah oralit yang diberikan pada 3 jam pertama disesuaikan
dengan berat badan, yaitu 75 mL/kgBB. Jika berat badan tidak
diketahui, minimal dilakukan pemberian sebagai berikut.

Umur < 1 tahun 1-5 tahun >5 tahun Dewasa


Jumlah 300 mL 600 mL 1200 mL 2400
oralit mL
- Bila rehidrasi berhasil lanjutkan dnegan pemberian oralit 10
mL/kgBB setap kali BAB
- Dorong ibu untuk meneruskan ASI
- Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan
100-200 ml air masak/susu formula selama masa ini
c. Dehidrasi berat
- Mulai diberikan cairan IV segera. Bila penderita bisa minum,
berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Beri 100 mg/kgBB
cairan ringer laktat (NaCl 0,9%) dibagi sbb :
Pemberian I Kemudian
Umur
30 mL/kgBB dalam 70 mL/kgBB dalam
Bayi <12 bulan 1 jam * 5 jam
Anak > 1 tahun ½ - 1 jam * 2 ½ -3 jam
*ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
- Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapi,
percepat tetesan IV.
12

- Segera berikan oralit 5 mL/kgBB/jam bila penderita bisa minum,


biasanya setelah 3-4 jam pada bayi atau 1-2 jam pada anak.
- Setelah 6 jam pada bayi atau setelah 3 jam pada anak, dilakukan
evaluasi kembali.
2.6.2 Pengobatan dietetic8,9
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur
tetap diberikan untuk mencegah kehiangan berat badan dan sebagai pengganti
nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
kesembuhan, anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi
sering (6 kali sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.
2.6.3 Pemberian preparat zinc elemental selama 10-14 hari8,9
1. Anak dibawah 6 bulan dengan dosis 10 mg/hari
2. Anak diatas 6 bulan dengan dosis 20 mg/hari
2.6.4 Antibiotika bia ada indikasi, yaitu pada8,9 :
1. Kolera
- Umur >7 tahun : tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 4
dosis selama 2-3 hari
- Semua umur: trimetrophim (TMP) 8 mg/kgBB/hari ;
Sulfamethoxazole (SMX) 40 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis
selama 3 hari
2. Disentri
- Anak-anak: trimetrophim (TMP) 10 mg/kgBB/hari;
Sulfamethoxazole (SMX) 50 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis
selama 5 hari atau Ampisilin 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
selama 5 hari
- Bayi: eritromisin 25 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 4 dosis selama
3 hari
3. Giardiasis
Antibiotika pilihan adalah metronidazole 30-50 mg/kgBB/hari dibagi
menjadi 3 dosis sehari
4. Amoebiasis
Antibiotika pilihan adalah metronidazole 30-50 mg/kgBB/hari dibagi
menjadi 3 dosis sehari
13

5. Diare pada bayi dibawah 3 bulan


- Obat spasmolitik dan antisekretorik tidak boleh diberikan
- Obat pengeras tinja tidak bermanfaat dan tidak perlu diberikan
2.6.5 Edukasi8,9
1. Orangtua diminta membawa kembali anaknya ke pusat pelayanan
kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut :
- Demam
- Tinja berdarah
- Makan atau minum sedikit
- Sangat haus
- Diare makin kering
- Tidak membaik dalam 3 hari
2. Orangtua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar
3. Langkah preventif :
- ASI tetap diberikan
- Kebersihan perorangan
- Cuci tangan sebelum makan
- Kebersihan lingkungan
- BAB di jamban
- Imunisasi campak
- Memberikan makanan penyapihan yang benar
- Penyediaan air minum yang bersih
- Selalu memasak makanan

2.7. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.15
14

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : MA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 31 Desember 2015
Umur : 2 tahun 3 bulan 5 hari
Alamat : Jalan Raya Pemogan, Gang Anggrek VII A No.30
Agama : Islam
Nomor RM : 18012892
Tanggal MRS : 27 Maret 2018 pukul 12.00 WITA
Tanggal Kunjungan : 05 April 2018 pukul 11.00 WITA

3.2. Heteroanamnesis (Ibu kandung Pasien)


Keluhan Utama:
BAB Cair
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 27 Maret 2018 diantar
oleh orangtuanya dengan keluhan BAB cair sejak 6 jam SMRS. BAB cair
dikeluhkan terjadi ±5 kali dalam sehari. BAB dikatakan cair berwarna kuning dan
bercampur dengan sedikit ampas disertai lendir dengan volume ±1/2 aqua gelas
setiap BAB. Menurut orang tua, pada saat BAB tidak ditemukan adanya darah
atau BAB yang berwarna hitam. Tidak ada hal yang memperberat maupun
memperingan keluhan tersebut.
Pasien juga mengeluh muntah yang terjadi sehari sebelum munculnya
diare. Muntah dikatakan sebanyak ±2 kali dalam sehari dengan volume ±1/2 aqua
gelas, berisi susu yang diminum dan tanpa adanya darah pada muntahan. Keluhan
ini memberat apabila pasien diberi minum susu formula. Pasien dikatakan
semenjak mengalami BAB cair dan muntah terlihat lebih lemas dari biasanya.
Pasien juga dikatakan terlihat haus dan lebih banyak minum susu daripada hari-
hari sebelumnya.
15

Pasien juga dikatakan sedikit demam sejak 1 hari yang lalu, demam
dikatakan muncul secara perlahan dan menetap hingga masuk rumah sakit namun
ibu pasien tidak mengetahui suhu demam saat sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan lain seperti pilek, batuk dan juga kejang disangkal.

Anamnesis Saat Kunjungan di Rumah Pasien (5 April 2018)


Kondisi pasien sudah membaik, keluhan muntah dan BAB cair sudah tidak
ada, namun pasien masih terlihat lemas. Pasien juga sudah minum susu formula
seperti biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien sering mengalami diare sejak usia 3 bulan. Pasien sempat dirawat
inap di RSAD selama 4 hari karena diare dan pulang dengan keadaan baik.

Riwayat Pengobatan:
Pasien sempat diajak berobat ke bidan dengan keluhan demam dan
diberikan obat tempra 3 kali sehari.

Riwayat Keluarga dan Sosial


Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pasien tinggal bersama
keluarganya terdiri dari kedua orang tua dan kakak perempuan serta kembarannya.
Tempat tinggal pasien merupakan kos-kosan dengan bangunan permanen dan
biasanya pasien tidur bersama dengan kedua orangtuanya. Saudara kembar pasien
sempat mengalami keluhan diare yang serupa, namun membaik dengan
sendirinya. Pasien sehari- hari dijaga oleh ibunya sedangkan ayah pasien bekerja,
dari jam 08.00 hingga 20.00 WITA. Makanan sehari-hari pasien adalah nasi
lembek dengan sayur – sayuran dan susu formula melalui botol susu.
Kondisi tempat tinggal pasien terkesan sesak, termasuk tempat tidur
pasien. Tempat sampah juga belum teratur, dan keluarga pasien belum
mengetahui cara mencuci tangan yang baik. Untuk urusan minum pasien
menggunakan air isi ulang sedangkan untuk mandi dan mencuci menggunakan air
pompa sumur.
16

Riwayat Persalinan
Riwayat persalinan dengan sectio caesaria dengan berat badan lahir 2500
gram, panjang 49 cm, saat lahir pasien segera menangis. Lingkar kepala dikatakan
lupa serta dikatakan tidak ada masalah saat melahirkan.

Riwayat Nutrisi
ASI : sejak lahir pasien hanya diberikan ASI hingga usia 2 bulan
dengan frekuensi on demand
Susu formula : sejak usia 2 bulan hingga sekarang dengan frekuensi on
demand
Nasi lembek : sejak usia 7 bulan dengan frekuensi 3 kali sehari

Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi pasien yakni BCG 4 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B 4
kali, DPT-HB-Hib 3 kali, Campak 1 kali.

Riwayat Tumbuh Kembang


Pemeriksaan Denver II (05 April 2018)
Usia Pasien: 2 tahun 3 bulan 5 hari
Motorik Kasar Motorik Halus
Bahasa Personal sosial
Menegakkan kepala : 6 bulan Mengikuti ke
Bereaksi Menatap wajah,
Membalikkan badan : 9 bulan garis tengah,
terhadap bel, membalas
Duduk :- melewati garis
terhadap senyuman,
Merangkak :- tengah, suara, bersuara tersenyum
Berdiri :- memegang “OOOAAHH” spontan,
Berjalan :- kerincingan,
, tertawa, mengamati
tangan menoleh ke tangannya.
bersentuhan.
bunyi
kerincingan,
menoleh ke
arah suara.
Kesan: Perkembangan Pertumbuhan anak mengalami Keterlambatan (Delayed).

KPSP
Kuesioner Praskrining Perkembangan sesuai 24 bulan (dilakukan pada tanggal 05
April 2018)
Umur anak: 2 tahun 3 bulan 5 hari
17

YA: 0/10
Interpretasi: Perkembangan anak mengalami penyimpangan (tidak sesuai
dengan umurnya).

3.3. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik pada saat kunjungan tanggal 05 April 2018
Status Present
Kesan Umum : Baik
Kesadaran : GCS E4V3M3
Nadi : 110 kali/menit, reguler, isi cukup
Respiration Rate : 38 kali/menit (reguler).
Tax(temperature axilla) : 36,5°C
18

SpO2 : 98%

Status Antropometri
Berat badan lahir : 2500 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Berat Badan Aktual : 15 kilogram
Panjang Badan : 90 cm

Status gizi menurut:


Berat Badan Ideal : 12,8 kilogram
BB/Umur : z score (+1) – 2 SD
PB/Umur : z score 0 – (+1) SD
BB/PB : z score (+1) – 2 SD
Status nustrisi Waterlow : 117 % (gizi lebih)

Kebutuhan Nutrisi
Kebutuhan Energi : 100 kkal/kgBB/hari ~ 1280 kkal/hari
Kebutuhan Protein : 1,5 gram/kgBB/hari ~ 19,2 gram/hari
Kebutuhan Cairan : 1250 ml/hari

Status general
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis tidak ada, ikterus tidak ada, air mata ada,
mata cowong tidak ada.
THT : Napas cuping hidung tidak ada, faring hiperemis
tidak ada, tonsil T1|T1.
Mulut : Mukosa bibir basah, sianosis tidak ada,
palatogenolabioskisis.
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Thoraks
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
19

Palpasi : Iktus cordis teraba di MCL V sinistra


Auskultasi : S1S2 normal, reguler, murmur tidak ada,
Paru
Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fokal fremitus normal
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : vesikuler +|+-, ronchi -|-, wheezing -|-
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, nyeri tekan
tidak ada, turgor kembali cepat.
Perkusi : timpani
Kulit : Turgor kembali cepat, sianosis (-), ikterus (-).
Ekstremitas : Akral hangat (+),edema tidak ada, CRT < 2 detik

3.4. Diagnosis Kerja


Follow Up diare akut Dehidrasi Ringan-Sedang Terehidrasi et causa virus
dd bakteri + Gizi Lebih + Global Delay Development (GDD)

3.5 Penatalaksanaan. (Selama perawatan di rumah)


- Kebutuhan cairan 1250 ml/hari ~ pasien mampu minum seluruhnya
- Zinc 20 mg tiap 24 jm (oral) selama 10-14 hari.

KIE:

 Menjelaskan kepada orang tua tentang keadaan pasien, penyakit yang


dialami, komplikasi dari penyakitnya.
 Menjelaskan kepada orang tua pasien untuk turut serta memantau
kondisi pasien
 Menjelaskan kepada orang tua pasien langkah langkah pencegahan
diare seperti sterilisasi botol susu, penyimpanan susu, penggunaan air
20

bersih dan matang untuk minum serta menitik beratkan kepentingan


mencuci tangan yang bersih sebelum menyiapkan dan memberi makan
 Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa asupan cairan tetap perlu
di lanjutkan selama diare dan ditingkatkan bila sembuh.
 Menjelaskan kepada orang tua pasien tentang higenitas, menjaga
kebersihan dapur sebagai tempat penyediaan makanan, membuang
sampah makanan di dapur dengan cara yang benar.
21

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Lingkungan Rumah


Pasien tinggal di sebuah kamar kos bersama dengan ayah, ibu, kakak
perempuan pasien, dan kembarannya dengan denah rumah sebagai berikut.

6
U
5
KETERANGAN
1 : TV
2 : LEMARI
3
3 : KULKAS

2 4 : TEMPAT TIDUR
5 : KAMAR MANDI
6 : DAPUR
1
4

7
PINTU
JENDELA

4.2 Analisis Kasus


4.2.1 Kebutuhan dasar anak
1. Kebutuhan fisik biomedis (ASUH)
a. Kebutuhan pangan/gizi
Orang tua pasien menyatakan bahwa mereka selalu mengusahakan
untuk memenuhi kebutuhan pangan penderita. Kebutuhan pangan
diberikan setidaknya 2 jam dalam sehari yaitu berupa susu formula.
Berdasarkan tabel 4.1, pasien telah mendapatkan asupan kalori yang
cukup sesuai yang dibutuhkan, yakni sebesar 1500 kkal per harinya
yang menyebabkan status gizi pasien termasuk dalam gizi baik. Asupan
cairan yang dibutuhkan sudah cukup yang dibutuhkan oleh pasien.
Tabel 4.1 Kebutuhan Kalori dan Cairan Pasien
Kebutuhan kalori 100kkal/KgBB/hari x BB
22

100 kkal x 12,8 kg


1280 kkal/hari
Kebutuhan protein 1,5 gram/kgBB/hari
1,5 gram x 12,8 kg
19,2 gram/hari
Kebutuhan Cairan 100 cc/kgBB/hari + 50 cc/kgBB/hari
(100 cc x 10 kg) + (50 cc x 2,8 kg)
1140 cc/KgBB/Hari

Tabel 4.2 Asupan Nutrisi (Food recall 24 jam)


Jumlah Total Kalori
Jenis Makanan Kalori/gram
(gram) dan Cairan
Makan pagi
Susu 240 cc 0,66 kcal/cc 158,4 kkal
Total kalori pagi 79,2 kkal
Total cairan pagi 240 cc
Makan siang
Susu 240 cc 0,66 kcal/cc 158,4 kkal
Total kalori siang 79,2 kkal
Total cairan siang 240 cc
Makan malam
Susu 240 cc 0,66 kcal/cc 158,4 kkal
Total kalori malam 79,2 kkal
Total cairan malam 240 cc
Total kalori dalam satu hari 475,2 kkal
Total cairan dalam satu hari 720 cc

b. Sandang
Keperluan sandang kurang dianggap sebagai prioritas dalam
keluarga, namun cukup diperhatikan. Mereka membeli pakaian baru
saat ada uang lebih atau saat hari raya. Namun dari pengamatan,
kebersihan dari pakaian pasien dan keluarganya kurang diperhatikan,
karena meskipun ibu mencuci pakaian anak dan anggota keluarga
lainnya setiap hari, namun tempat ibu menjemur pakaian berada di
dekat pintu gerbang kos dimana tempat tersebut dijadikan jalan raya
untuk kendaraan berlalu-lalang sehingga sering terpapar debu.
c. Papan
Pasien tinggal di Jalan Raya Pemogan, Gang Anggrek VII A
No.30, Denpasar. Pasien tinggal di sebuah kamar kos. Kamar kos
tersebut dihuni oleh keluarga inti penderita dengan total penghuni 5
orang. Pasien, kakak perempuan, kembarannya dan orang tuanya tidur
23

sekamar yang berukuran 3x5 meter, dengan dinding semen bercat


warna putih, lantai dari keramik, dan kurang ada ventilasi di kamar
tidur, hanya terdapat ventilasi dari jendela dan pintu masuk sehingga
mendapatkan sinar matahari yang cukup. Kamar pasien juga lembab,
dikarenakan kamarnya tidak menggunakan AC, hanya kipas angin.
Kamar kos ini hanya memiliki satu tempat tidur, satu dapur dan satu
kamar mandi yang pemakaiannya secara bersama-sama. Kondisi kamar
mandi terkesan cukup bersih. Sumber air didapatkan dari air pompa
sumur dengan warna jernih dan tidak berbau.
d. Perawatan Kesehatan
Keluarga pasien merupakan keluarga yang mempercayakan
kesehatannya kepada petugas kesehatan. Ibu pasien menyebutkan
bahwa apabila ada keluhan sakit dari anaknya maka akan langsung
dibawa ke tempat pelayanan kesehatan. Perawatan kesehatan bagi
pasien merupakan suatu prioritas dalam keluarga, kepercayaan
perawatan kesehatan diberikan kepada paramedis dan bukan alternatif.
e. Waktu Bersama Keluarga
Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga, sedangkan ayahnya bekerja
sebagai pegawai swasta, yang bekerja dengan jam yang tidak tentu
setiap harinya, namun biasanya bekerja dari jam 08.00-20.00, sesekali
ayah pasien pulang untuk makan siang atau makan malam kemudian
kembali bekerja. Saat ayahnya bekerja, pasien tinggal di rumah bersama
ibu dan kembarannya. Kakak pasien sudah kelas 3 SD, sehingga dari
pagi jam 08.00-13.00, kakak pasien masih berada di sekolah. Setelah
pulang sekolah, barulah kakak pasien sempat untuk menemani pasien di
rumah.
2. Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)
a. Hubungan emosi dan kasih sayang dengan kedua orangtua.
Orang tua pasien terlihat menyayangi pasien, terlihat dengan
kedekatan pasien dengan ibunya saat kunjungan. Ibu lebih berperanan
dalam hal perawatan dan pengawasan pasien sehari-harinya. Hubungan
antara pasien dengan ibunya tetap terjalin erat dan ibu tetap
24

memberikan perhatian dengan selalu berusaha memenuhi kebutuhan


gizi anak sesuai dengan yang dianjurkan oleh dokter.
3. Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
a. Sehari-hari pasien menghabiskan waktunya di rumah. Pasien juga
lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bermain dengan
ibunya dan tidur. Hubungan pasien dengan orang tua cukup dekat
dan keluarga sangat menyayangi pasien. Hal ini terlihat saat orang
tua pasien mengetahui kebiasaan dan perkembangan pasien sehari-
hari.
b. Perkembangan pasien secara umum masih dalam batas normal.
Saat ini pasien masih belum bersekolah dikarenakan umur pasien
yang baru 2 tahun 3 bulan 5 hari.

4.3 Analisis Bio-Psiko-Sosial


4.3.1 Biologis
Saat ini pada pasien sudah tidak ditemukan keluhan diare namun masih
lemas dan tidak seaktif saat sebelum sakit. Jika dilihat dari kurva WHO, tinggi
berbanding umur dan berat berbanding umur, keduanya memperlihatkan bahwa
penderita berada dibawah batas normal untuk anak seumuran dirinya, sehingga
terjadi perlambatan perkembangan pertumbuhan. Saat ini penderita masih
mengkonsumsi obat zinc dan oralit bila diperlukan.
4.3.2 Psikologis
Kedua orang tuanya memberikan perhatian yang cukup terhadap pasien
terutama masalah kesehatannya. Kedua orang tuanya secara sabar dan rutin selalu
menjaga interaksi dengan pasien, yaitu dengan menjalin komunikasi khususnya
saat waktu kosong berkumpul bersama keluarga.
4.3.3 Sosial
Aktivitas pasien akhir-akhir ini sangat dipengaruhi oleh penyakit yang
dideritanya. Sebelum sakit, pasien merupakan seorang anak yang aktif, namun
sekarang terlihat lemas dan sering menangis. Kebiasaan yang dilakukan pasien
adalah sering memasukan tangannya ke dalam mulut dimana tangan pasien tidak
selalu dalam kondisi yang bersih. Tangan pasien juga sering menyentuh
permukaan-permukaan yang tidak bersih karena pasien merupakan seorang anak
25

yang cukup aktif. Pasien dan keluarga juga tidak mengetahui cara mencuci tangan
yang baik dan benar.
4.3.4 Lingkungan rumah
Pasien tinggal di sebuah kamar kos yang dihuni oleh 5 orang anggota
keluarga, yakni ayah, ibu, kakak perempuan pasien, kembaran pasien dan pasien.
Pasien, kembarannya, kakak perempuan dan orang tuanya tidur sekamar yang
berukuran 3x5 meter, dengan dinding semen bercat warna putih dan lantai dari
keramik. Kurang ada ventilasi di kamar tidur, hanya terdapat ventilasi dari jendela
dan pintu masuk sehingga mendapatkan sinar matahari yang cukup dan kamar
tidur pasien cukup lembab karena hanya menggunakan kipas angin. Kamar kos ini
hanya memiliki satu tempat tidur, satu dapur dan satu kamar mandi yang
pemakaiannya secara bersama-sama. Kondisi kamar mandi terkesan cukup bersih.
Sumber air didapatkan dari air pompa sumur dengan warna jernih dan tidak
berbau. Lingkungan rumah keluarga kurang tertata rapi karena ibu pasien jarang
mengurus rumah dan lebih fokus mengurus pasien dan kembarannya.

4.4 Problem List


4.4.1 Diare kemungkinan berasal dari susu formula yang dikonsumsi pasien.
4.4.2 Tangan pasien sering terpapar pada permukaan yang tidak bersih, dan
pasien sering memasukkan tangannya ke dalam mulut tanpa di cuci terlebih
dahulu.

4.5 KIE
4.5.1 Asuh
1. Memberikan penjelasan pada orang tua pasien untuk selalu menjaga
kesehatan terutama gizi pasien dengan selalu berusaha memberikan
asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya.
2. Menyarankan pada keluarga untuk rutin kontrol ke poliklinik baik
untuk mencegah dan/atau terjadinya diare berulang.
3. Memberikan penjelasan pada orang tua pasien untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan agar tidak menimbulkan keluhan diare
kembali.
4.5.2 Asah
26

Memberikan informasi kepada orang tua untuk mengajak pasien bermain dan
berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
4.5.3 Asih
Memberikan penjelasan tentang pentingnya hubungan erat antara penderita
dengan orang tua pada masa pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya dengan
dukungan pangan, sandang, papan, dan perawatan kesehatan yang layak serta
menjalin komunikasi.
27

BAB V

SIMPULAN

Diare didefinisikan sebagai kejadian buang air besar dengan konsistensi


lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi lebih sering (biasanya tiga kali atau
lebih) selama satu hari atau lebih, dan feses dapat disertai lendir atau darah. Diare
memiliki hubungan yang erat dengan tingkat pengetahuan, status ekonomi dan
kondisi lingkungan yang tidak higenis. Dimana akses terhadap air bersih, perilaku
cuci tangan yang benar, serta ketersedian sarana pembuangan kotoran atau jamban
mempengaruhi angka kejadian diare. Penegakan diagnosis diare berdasarkan pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan penunjang. Tujuan
ananmnesis selanjutnya adalah menilai beratnya gejala dan risiko komplikasi
seperti dehidrasi. Pertanyaan spesifik mengenai frekuensi, volume serta lama diare
dan muntah, serta ada tidaknya demam, jumlah dan jenis cairan yang telah
diminum, diperlukan untuk menentukan derajat kehilangan cairan dan gangguan
elektrolit yang terjadi. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk memperkirakan derajat
dehidrasi dan mencari tanda-tanda penyakit penyerta. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan tinja baik secara makroskopik maupun
mikroskopik.
Pasien By MA berusia 2 tahun 3 bulan 5 hari, terdiagnosis dengan Follow
Up diare akut Dehidrasi Ringan-Sedang Terehidrasi et causa virus dd bakteri +
Gizi Lebih + Global Delay Development (GDD).
Pemberian rehidrasi pada penanganan awal dan disertai pemberian zinc
selama perawatan memberikan hasil yang baik. Saat ini kondisi diare sudah tidak
ada, gizi membaik dan pasien dan keluarga sudah mendapatkan informasi
mengenai faktor resiko diare dan cara pencegahan seperti melakukan tindakan
cuci tangan yang benar.
28

DAFTAR PUSTAKA

1. World Heath Organization. Diarrhoea: Why children are still dying and what
can be done. Geneva: WHO Press; 2009.
2. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan : Lintas Diare.
Jakarta : Depkes RI. 2013.
3. WHO. The Treatment of Diarrhoea. Geneva: WHO Press; 2005 p. 4.
4. World Heath Organization. Clinical management of acute diarrhoea. Geneva:
WHO Press; 2004.
5. Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar. 2011
6. Walker A, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith JA, Watkins JB. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Tiga. Canada:BC Decker;2008. h. 28-36.
7. Departemen Kesehatan RI. Buku saku petugas kesehatan: Lintas diare.
Jakarta: Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes
RI. 2011.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta; 2009 p.
58.
9. SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah. Pedoman Pelayanan Medis.
Denpasar; 2010.
10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta; 2013.
11. World Gastroenterology Organisation. Acute diarrhea in adults and children:
a global perspective. 2012.
12. Agtini MD, Soenarto S. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan Volume 2, Triwulan 2. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia 2011 Volume 2, Triwulan 2.
13. Craven L, Editor. Pediatric Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Dua Jilid 1.
Missouri: Mosby; 2009. h. 251-260.
14. Walker A, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith JA, Watkins JB. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Tiga. Canada:BC Decker;2008. h. 28-36.
15. Juffrie M, Soenarto SY, Oswari H, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010 h. 87-120
16. Soenarto, Sri Suparyati. Vaksin Rotavirus untuk Pencegahan Diare. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan Volume 2, Triwulan 2. 2011.
FOTO HASIL KUNJUNGAN PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN

Anda mungkin juga menyukai