Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun.
Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi atau
denaturasi protein sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih (Illyas S
.2010.).

Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh


atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan berkurang. Katarak
terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal transparan terurai dan
mengalami koagulasi (Corwin, 2001).

Gambar 2. Katarak pada mata yang dilihat dengan slit lamp

Sumber: Pararajasegaram R., 2010

2
II. ANATOMI LENSA

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan.
Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 10 mm. Di belakang iris, lensa digantung
oleh zonula (Zonula zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di
sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat
vitreus. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kaliumnya lebih tinggi dari
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah ataupun saraf
di lensa (Lang,2000).

Lensa merupakan struktur yang transparan, bikonveks, dan kristalin terletak di


antara iris dan badan kaca. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang
berasal dari badan siliar. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan
lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul merupakan
membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. Permukaan
anterior dan posterior lensa memiliki beda kelengkungan, dimana permukaan
anterior lensa lebih melengkung dibandingkan bagian posterior. Kedua permukaan
ini bertemu di bagian ekuator. Sebagai media refraksi, lensa memiliki indeks
refraksi sebesar 1,39, dan memilki kekuatan hingga 15-16 dioptri. Dengan
bertambahnya usia, kemampuan akomodasi lensa akan berkurang, sehingga
kekuatan lensa pun akan menurun (Pascolini D, 2011),.

Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks, dan nukleus. Lensa terus
berkembang sepanjang hidup. Saat lahir memiliki diameter 6,4 mm dan ketebalan
3,5 mm serta berat 90 mg. Lensa dewasa memiliki diameter 9 mm dan ketebalan 5
mm serta berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring
dengan usia (Budiono dkk., 2013).

3
a. Kapsul Lensa
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul lensa
tersusun dari kolagen tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul
berfungsi untuk mempertahankan bentuk lensa saat akomodasi. Kapsul lensa
paling tebal pada bagian anterior dan posterior zona preekuator (14 um,) dan
paling tipis pada bagian tengah kutub posterior (3um). (Pascolini D, 2011;
Budiono dkk, 2013).
b. Epitel Anterior
Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior.
Merupakan selapis sel kuboid yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
lensa dan regenerasi serat lensa. Pada bagian ekuator, sel ini berproliferasi
dengan aktif untuk membentuk serat lensa baru. (Pascolini D, 2011).
Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel
lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga
dapat membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel
yang baru terbentuk akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat
lensa (Budiono dkk, 2013).
c. Serat Lensa
Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa
yang matur adalah serat lensa yang telah keihlangan nucleus, dan membentuk
korteks dari lensa. Serat-serat yang sudah tua akan terdesak oleh serat lensa
yang baru dibentuk ke tengah lensa, serat-serat ini disebut korteks (Budiono
dkk, 2013).

4
III. FISIOLOGIS LENSA

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk


memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan
serat zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus
siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi (Guyton, 2006; Scanlon, 2007).

Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks.
Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus
berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah
cepat, dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua
lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak
seperti “ gray reflek “ atau “senil reflek”, yang sering disangka katarak. Karna
proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya
berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai
pada usia 40 tahun (Guyton, 2006; Scanlon, 2007).

Gambar Akomodasi Mata (Guyton, 2006)

5
IV. METABOLISME LENSA

Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk


mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour
sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun
hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh karena itu, sel-
sel yang berada ditengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan
luar lensa dengan membangun low resistance gap junction antar sel (Pascolini D,
2011).

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium


dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium
dibagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar
Natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi
bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan didalam
oleh Ca-ATPase (Lang, 2000).

Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).


Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan
ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose
reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol
dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase (Lang, 2000).

V. EPIDEMIOLOGI

Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000

6
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak ( Illyas S .2010).

VI. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan


lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh
faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi
vit E, radang menahun dalam bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang
mengandung timbal. Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda,
panas yang tinggi, dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan
gejala seperti katarak. ( Illyas S .2010)

Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
congenital. Katarak congenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika
hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi
penyakit infeksi dan metabolic lainnya seperti diabetes mellitus. ( Illyas S .2010)

VII. PATOFISIOLOGI

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya


transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. ( Illyas S .2010)

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis.

7
Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa.
Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yang
menyebabkan kekeruhan lensa (Pascolini, 2010).

Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut
kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah.
Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah
sklerosis nukleus lensa (Pascolini, 2010).

VIII. KLASIFIKASI KATARAK


Berdasarkan penyebab, katarak dapat dibagi menjadi katarak degeneratif, yaitu :
katarak yang di derita pada usia >40. Katarak traumatika, yaitu katarak yang timbul
karena adanya riwayat trauma baik fisik, mekanik maupun kimia. Katarak
komplikata, yaitu katarak yang terjadi akibat penyakit lain (DM, uveitis, obat-obatan
ex: kortikosteroid). (Ocampo VVD, 2013).

Berdasarkan onset teriadinya, katarak dapat dibagi menjadi katarak congenital


adalah katarak yang timbul pada bayi berusia kurang dari 1 tahun atau sejak lahir.
Terbanyak disebabkan infeksi virus rubella pada trismester pertama kehamilan.
Katarak juvenil adalah katarak yang timbul pada usia diatas 1 tahun dan dibawah 40
tahun. Katarak senilis adalah katarak yang terjadi pada usia lanjut (>40 tahun)
(Ocampo VVD, 2013).

Berdasarkan tingkat maturitasnya, katarak dapat dibagi menjadi katarak senil


merupakan semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas
40 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senil
secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur, hipermatur (Ilyas,
2010). Katarak insipien merupakan kekeruhan lensa tampat terutama dibagian perifer
kortek berupa garis garis yang melebar dan makin ke sentral menyerupai jeruji
sebuah rode. Biasanya pada stadium ini tidak menimbulkan gangguan tajam

8
penglihatan. Katarak immatur merupakan kekeruhan lensa terutama dibagian
posterior nucleus dan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan
lensa, bilik mata depan menjadi dangkal dan bisa menimbulkan glaucoma sekunder.
Katarak matur adalah kekeruhan sudah mengenai seluruh lapisan lensa, warna
menjadi putih keabu abuan. Tajam penglihatan menurun tinggat metihat gerakan
tangan atau persepsi. Katarak hipermatur, yaitu terjadinya pencairan korteks dan
nucleus tenggelam ke bawah (Morgagni Katarak). Shrunken katarak: lensa akan terus
kehilangan cairan dan akhirnya akan keriput (mengkerut). (Ocampo VVD, 2013).

Sumber : Ilyas S., 2010

9
Sumber : Ilyas S., 2010

Berdasarkan lokasi, katarak dapat dibagi menjadi katarak nuklear : bentuk


katarak yang sangat umum. kekeruhan terutama pada nukleus yang terletak dibagian
sentral lensa, katarak ini disebabkan oleh bertambahnya usia. Katarak kortikal :
katarak atau kekeruhan lensa yang terbentuk pada korteks lensa. Seseorang yang
mengalami katarak ini akan mengalami silau pada saat menangkap atau melihat
cahaya. Katarak subkapsular : dimulai dibagian belakang lensa . subkapsular sering
ditemukan pada penderita diabetes melitus , rabun jauh berat , retinitis pigmentosa dll
(Ocampo VVD, 2013).

IX. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien. (Pascolini D,
2011).

Subjektif : penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun


secara progresif ; Visus mudur yang derajatnya tergantung lokasi dan tebal
tipisnya kekeruhan ; Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak
bergerak ; Diplopia monokular. Pada stadium permulaan penderita mengeluh

10
miopi, hal ini terjadi karena proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi
cembung dan daya refraksi mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh di depan
retina (Ilyas S., 2010).

Obyektif : Pada mata tidak ada tanda-tanda inflamasi ; Pada oblique


illumination (mata disinar dari samping): Lensa tampak keruh keabuan atau
keputihan dengan latar hitam ; Pada fundus refleks dengan oftalmoskop. Pada
stadium matur hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa latar
orange (Ilyas S., 2010).

X. DIAGNOSA

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung
(Pascolini D, 2011).

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui


kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior
dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur
intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis
penglihatannya (Pascolini D, 2011).

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik
mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa
harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi
lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa
dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau
katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan

11
stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan
indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai (Vaughan,
2000).

Cara pemeriksaan untuk mendiagnosa katarak yaitu dengan Optotip Snellen


yang bertujuan untuk mengetahui tajam penglihatan penderita. Pada stadium
insipien dan imatur bisa dicoba koreksi dengan lensa kacamata yang terbaik
(Nurwasis, 2006).

Lampu senter untuk mengetahui refleks pupil terhadap cahaya pada katarak
masih normal. Tampak kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan,
berwarna putih keabu-abuan yang harus dibedakan dengan refleks senil.
Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah pada katarak matur untuk
mengetahui fungsi retina secara garis besar (Nurwasis, 2006).

Oftalmoskopi untuk pemeriksaan ini sebaiknya pupil dilebarkan. Pada


stadium insipient dan imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman dengan latar
belakang jingga sedangkan pada stadium matur hanya didapatkan warna
kehitaman tanpa latar belakang jingga atau refleks fundus negative (Nurwasis,
2006).

Slit lamp biomikroskopi yang dapat mengevaluasi lebih luas, tebal dan lokasi
kekeruhan lensa (Nurwasis, 2006).

XI. PENATALAKSANAAN

Satu-satunya terapi katarak adalah tindakan bedah. Indikasi operasi katarak


secara umum adalah untuk rehabilitasi visus, mencegah dan mengatasi
komplikasi, tujuan terapeutik dan diagnostik, mencegah ambliopia dan tujuan

12
kosmetik. Saat ini terapi bedah katarak sudah mengalami banyak perkembangan
(Nungki, 2014).
Dahulu bedah katarak dilakukan dengan teknologi yang disebut ECCE dan
ICCE masih memerlukan sayatan lebar untuk mengeluarkan lensa secara utuh,
sehingga pasien pun harus mendapatkan jahitan yang cukup banyak pada matanya
yang mengakibatkan proses pemulihan matanya menjadi lama. Sekarang dengan
teknologi fakoemulsifikasi sayatan pada mata menjadi sangat kecil dan seringkali
tidak memerlukan jahitan.

Metode “Ekstraksi intrakapsuler (ICCE)”, yang jarang lagi dilakukan


sekarang adalah mengangkat lensa in toto yakni didalam kapsulnya melalui limbus
superior 140-160 derajat. ICCE dilakukan pada negara-negara dimana terdapat
keterbatasan mikroskop untuk melakukan operasi katarak. ICCE diindikasikan
pada kasus-kasus katarak tidak stabil, intumesen, hipermatur, dan katarak luksasi.
Kontraindikasi absolut ICCE adalah katarak pada anak dan dewasa muda serta
katarak traumatik dengan ruptur kapsul. Kontraindikasi relatif ICCE adalah miopi
tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni (Ilyas S., 2003; Vaughan, 2000)

Metode ”Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)”, yang saat ini masih sering
dipakai juga memerlukan insisi limbus superior. Bagian anterior kapsul dipotong
atau diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dinuang dari mata dengan
irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga meninggalkan kapsul posterior. ECCE
diindikasikan untuk operasi katarak yang diiringi dengan pemasangan IOL atau
penambahan kacamata baca, terjadinya perlengketan luas antara iris dan lensa,
ablasi atau prolaps badan kaca. Kontraidikasi ECCE adalah pada keadaan dimana
terjadi insufisiensi zonula zinnii (Ilyas S., 2003; Vaughan, 2000)

Metode fakoemulsifikasi yaitu dengan sayatan kecil dan tidak memerlukan


benang. Ada berbagai keuntungan dari metode tersebut, antara lain tanpa dijahit.
Ini karena sayatannya kecil. Kalaupun perlu jahitan hanya satu jahitan.
Fakofragmentasi atau fakoemulsi dengan irigasi atau aspirasi atau keduanya

13
adalah teknik ekstrakapsuler yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk
mengangkat nukleus dan korteks melalui incisi limbus yang kecil (2-5mm),
sehingga mempermudah penyembuhan luka operasi dan keluhan mata merah tidak
lama (Ilyas S., 2003; Vaughan, 2000).

Sumber : Ilyas S., 2003; Vaughan, 2000

Setelah operasi semua pasien membutuhkan koreksi kekuatan tambahan untuk


memfokuskan benda dekat dibandingkan untuk melihat jauh. Akomodasi hilang
dengan diangkatnya lensa. Kekuatan yang hilang pada sistem optik mata tersebut
harus digantikan oleh kacamata afakia yang tebal, lensa kontak yang tipis atau
implantasi lensa plastik (IOL) di dalam bola mata (Ilyas S., 2003; Vaughan,
2000).

IOL adalah sebuah lensa jernih berupa plastik fleksibel yang difiksasi ke
dalam mata atau dekat dengan posisi lensa alami yang mengiringi ECCE. Sebuah
IOL dapat menghasilkan pembesaran dan distorsi minimal dengan sedikit

14
kehilangan persepsi dalam atau tajam penglihatan perifer (Ilyas S., 2003;
Vaughan, 2000).
IOL bersifat permanen, tidak membutuhkan perawatan dan penanganan
khusus dan tidak dirasakan pasien atau diperhatikan orang lain. Dengan sebuah
IOL kacamata baca dan kacamata untuk melihat dekat biasanya tetap dibutuhkan
dan umumnya dibutuhkan kacamata tipis untuk penglihatan jauh (Ilyas S., 2003;
Vaughan, 2000)
Kontraindikasi implantasi IOL antara lain adalah uveitis berulang, retinopati
diabetik progresif, rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler (Ilyas S., 2003;
Vaughan, 2000).

Metode Indikasi Keuntungan Kerugian

ICCE Zonula lemah  Tidak ada resiko  Resiko tinggi kebocoran vitreous
katarak sekunder. (20%).
 Peralatan yang  Astigmatisme.
dibutuhkan sedikit.  Rehabilitasi visual terhambat.
 IOL di COA atau dijahit di
posterior.
ECCE  Lensa sangat  Peralatan yang  Astigmatisme.
keras. dibutuhkan paling  Rehabilitasi visual terhambat.
 Endotel kornea sedikit.
kurang bagus.  Baik untuk endotel
kornea.
 IOL di COP.
Phaco Sebagian besar Rehabilitasi visual cepat.  Peralatan / instrumen mahal.
katarak kecuali  Pelatihan lama.
katarak  Ultrasound dapat mempengaruhi
Morgagni dan endotel kornea.
trauma.
Tabel Keuntungan dan Kerugian Berbagai Tekhnik Operasi Katarak
Sumber : Ilyas S., 2003; Vaughan, 2000

15
XII. KOMPLIKASI

Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa terjadi ketika intraoperasi maupun pasca operasi. Pada
intraoperasi selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin
akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari keseimbangan
solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu
lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif pada vitreus, perdarahan pada
suprachoroidal. Sedangkan pada pasca operasi dapat terjadi hilangnya vitreous,
prolapse iris, endoftalmitis, astigmatisme pascaoperasi,dan ablatio retina (Ilyas S.,
2003; Vaughan, 2000).

Jangka Pendek Jangka Panjang


 Infeksi pada mata  Fotosensitif
 Perdarahan pada kornea  Dislokasi IOL
(hifema)  Kekeruhan pada kapsul lensa
 Edema papil  Ablasio retina
 Edema kornea  Astigmatisma
 Rupture kapsul lensa  Glaukoma
 Ablasio retina  Ptosis13
Tabel. Komplikasi Pada Katarak
Sumber : Ilyas S., 2003; Vaughan, 2000

XIII. PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan
prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman

16
pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat
(Kanski JJ, Bowling B., 2011).

17
BAB III
KESIMPULAN

Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi
kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita
terganggu secara berangsur. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi,
komplikasi penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.

Katarak berdasarkan usia dibagi menjadi 3.Pertama, katarak senil yaitu


katarak yang terjadi pada usia lanjut, umumnya terjadi pada usia diatas 50 tahun.
Biasanya disebabkan karena proses penuaan. Kedua, katarak juvenile yaitu katarak
yang terjadi pada anak-anak. Ketiga, katarak kongenital yaitu katarak yang terjadi
sebelum atau segera setelah lahir.

Gejala katarak adalah pandangan kabur. Silau, halo serta bayangan ganda
dapat juga awal dari katarak.

Terapi utama katarak adalah operasi ekstraksi lensa untuk mencegah


penurunan penglihatan yang lebih lanjut agar tidak menganggu aktivitas sehari-hari.
Terdapat empat jenis ekstraksi lensa yaituPhacoemulsification,Small Insicion
Cataract Surgery (SICS), Extracapsular Cataract Extraction(ECCE), dan
Intracapsular Cataract Extraction (ICCE). Phacoemulsification adalah teknik yang
paling sering digunakan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Sjamsu dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Airlangga University
Press : Surabaya

Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Company ; 2006.
Ilyas, S. 2003 Katarak (Lensa Mata Keruh) cetakan ketiga. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Illyas S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Johns J.K. 2011. Lens and Cataract. Basic and Clinical Science Section 11.
American Academy of Ophthalmology.

Kanski JJ, Bowling B. 2011. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier
: (e-book)
Lang, G.K. 2000.Ophthalmology a short textbook. New York:Thieme;.p.170-89
Nungki, R.P. 2014. Perbedaan Tajam Penglihatan Pascaoperasi Fakoemulsifikasi
Pada Pasien Katarak Senilis Dengan Diabetes Mellitus Dan Tanpa Diabetes
Melitus. Universitas Diponegoro: Semarang

Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Mata. RSUD dr. Soetomo dan
FK UNAIR : Surabaya.
Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, diakses tanggal 12 Maret 2018.
Pararajasegaram R. 2010. Importance of Monitoring Cataract Surgical Outcomes. Journal of
Community Eye Health, International Centre for Eye Health. London.
http://www.Joc.Com, diakses tanggal 12 Maret 2018.
Pascolini D, Mariotti SP. Global Estimates of Visual Impairment 2010. BRJ
Ophthamol, 2011.

Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar Anatomi
dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2000 Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika.

19
20

Anda mungkin juga menyukai