TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun.
Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi atau
denaturasi protein sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih (Illyas S
.2010.).
2
II. ANATOMI LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan.
Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 10 mm. Di belakang iris, lensa digantung
oleh zonula (Zonula zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di
sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat
vitreus. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kaliumnya lebih tinggi dari
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah ataupun saraf
di lensa (Lang,2000).
Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks, dan nukleus. Lensa terus
berkembang sepanjang hidup. Saat lahir memiliki diameter 6,4 mm dan ketebalan
3,5 mm serta berat 90 mg. Lensa dewasa memiliki diameter 9 mm dan ketebalan 5
mm serta berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring
dengan usia (Budiono dkk., 2013).
3
a. Kapsul Lensa
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul lensa
tersusun dari kolagen tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul
berfungsi untuk mempertahankan bentuk lensa saat akomodasi. Kapsul lensa
paling tebal pada bagian anterior dan posterior zona preekuator (14 um,) dan
paling tipis pada bagian tengah kutub posterior (3um). (Pascolini D, 2011;
Budiono dkk, 2013).
b. Epitel Anterior
Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior.
Merupakan selapis sel kuboid yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
lensa dan regenerasi serat lensa. Pada bagian ekuator, sel ini berproliferasi
dengan aktif untuk membentuk serat lensa baru. (Pascolini D, 2011).
Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel
lainnya, seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga
dapat membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel
yang baru terbentuk akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat
lensa (Budiono dkk, 2013).
c. Serat Lensa
Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa
yang matur adalah serat lensa yang telah keihlangan nucleus, dan membentuk
korteks dari lensa. Serat-serat yang sudah tua akan terdesak oleh serat lensa
yang baru dibentuk ke tengah lensa, serat-serat ini disebut korteks (Budiono
dkk, 2013).
4
III. FISIOLOGIS LENSA
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks.
Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus
berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah
cepat, dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua
lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak
seperti “ gray reflek “ atau “senil reflek”, yang sering disangka katarak. Karna
proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya
berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai
pada usia 40 tahun (Guyton, 2006; Scanlon, 2007).
5
IV. METABOLISME LENSA
V. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000
6
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak ( Illyas S .2010).
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
congenital. Katarak congenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika
hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi
penyakit infeksi dan metabolic lainnya seperti diabetes mellitus. ( Illyas S .2010)
VII. PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis.
7
Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa.
Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yang
menyebabkan kekeruhan lensa (Pascolini, 2010).
Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut
kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah.
Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah
sklerosis nukleus lensa (Pascolini, 2010).
8
penglihatan. Katarak immatur merupakan kekeruhan lensa terutama dibagian
posterior nucleus dan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan
lensa, bilik mata depan menjadi dangkal dan bisa menimbulkan glaucoma sekunder.
Katarak matur adalah kekeruhan sudah mengenai seluruh lapisan lensa, warna
menjadi putih keabu abuan. Tajam penglihatan menurun tinggat metihat gerakan
tangan atau persepsi. Katarak hipermatur, yaitu terjadinya pencairan korteks dan
nucleus tenggelam ke bawah (Morgagni Katarak). Shrunken katarak: lensa akan terus
kehilangan cairan dan akhirnya akan keriput (mengkerut). (Ocampo VVD, 2013).
9
Sumber : Ilyas S., 2010
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien. (Pascolini D,
2011).
10
miopi, hal ini terjadi karena proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi
cembung dan daya refraksi mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh di depan
retina (Ilyas S., 2010).
X. DIAGNOSA
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung
(Pascolini D, 2011).
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik
mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa
harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi
lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa
dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau
katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan
11
stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan
indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai (Vaughan,
2000).
Lampu senter untuk mengetahui refleks pupil terhadap cahaya pada katarak
masih normal. Tampak kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan,
berwarna putih keabu-abuan yang harus dibedakan dengan refleks senil.
Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah pada katarak matur untuk
mengetahui fungsi retina secara garis besar (Nurwasis, 2006).
Slit lamp biomikroskopi yang dapat mengevaluasi lebih luas, tebal dan lokasi
kekeruhan lensa (Nurwasis, 2006).
XI. PENATALAKSANAAN
12
kosmetik. Saat ini terapi bedah katarak sudah mengalami banyak perkembangan
(Nungki, 2014).
Dahulu bedah katarak dilakukan dengan teknologi yang disebut ECCE dan
ICCE masih memerlukan sayatan lebar untuk mengeluarkan lensa secara utuh,
sehingga pasien pun harus mendapatkan jahitan yang cukup banyak pada matanya
yang mengakibatkan proses pemulihan matanya menjadi lama. Sekarang dengan
teknologi fakoemulsifikasi sayatan pada mata menjadi sangat kecil dan seringkali
tidak memerlukan jahitan.
Metode ”Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)”, yang saat ini masih sering
dipakai juga memerlukan insisi limbus superior. Bagian anterior kapsul dipotong
atau diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa dinuang dari mata dengan
irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga meninggalkan kapsul posterior. ECCE
diindikasikan untuk operasi katarak yang diiringi dengan pemasangan IOL atau
penambahan kacamata baca, terjadinya perlengketan luas antara iris dan lensa,
ablasi atau prolaps badan kaca. Kontraidikasi ECCE adalah pada keadaan dimana
terjadi insufisiensi zonula zinnii (Ilyas S., 2003; Vaughan, 2000)
13
adalah teknik ekstrakapsuler yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik untuk
mengangkat nukleus dan korteks melalui incisi limbus yang kecil (2-5mm),
sehingga mempermudah penyembuhan luka operasi dan keluhan mata merah tidak
lama (Ilyas S., 2003; Vaughan, 2000).
IOL adalah sebuah lensa jernih berupa plastik fleksibel yang difiksasi ke
dalam mata atau dekat dengan posisi lensa alami yang mengiringi ECCE. Sebuah
IOL dapat menghasilkan pembesaran dan distorsi minimal dengan sedikit
14
kehilangan persepsi dalam atau tajam penglihatan perifer (Ilyas S., 2003;
Vaughan, 2000).
IOL bersifat permanen, tidak membutuhkan perawatan dan penanganan
khusus dan tidak dirasakan pasien atau diperhatikan orang lain. Dengan sebuah
IOL kacamata baca dan kacamata untuk melihat dekat biasanya tetap dibutuhkan
dan umumnya dibutuhkan kacamata tipis untuk penglihatan jauh (Ilyas S., 2003;
Vaughan, 2000)
Kontraindikasi implantasi IOL antara lain adalah uveitis berulang, retinopati
diabetik progresif, rubeosis iridis dan glaukoma neovaskuler (Ilyas S., 2003;
Vaughan, 2000).
ICCE Zonula lemah Tidak ada resiko Resiko tinggi kebocoran vitreous
katarak sekunder. (20%).
Peralatan yang Astigmatisme.
dibutuhkan sedikit. Rehabilitasi visual terhambat.
IOL di COA atau dijahit di
posterior.
ECCE Lensa sangat Peralatan yang Astigmatisme.
keras. dibutuhkan paling Rehabilitasi visual terhambat.
Endotel kornea sedikit.
kurang bagus. Baik untuk endotel
kornea.
IOL di COP.
Phaco Sebagian besar Rehabilitasi visual cepat. Peralatan / instrumen mahal.
katarak kecuali Pelatihan lama.
katarak Ultrasound dapat mempengaruhi
Morgagni dan endotel kornea.
trauma.
Tabel Keuntungan dan Kerugian Berbagai Tekhnik Operasi Katarak
Sumber : Ilyas S., 2003; Vaughan, 2000
15
XII. KOMPLIKASI
Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa terjadi ketika intraoperasi maupun pasca operasi. Pada
intraoperasi selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin
akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari keseimbangan
solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran akibat insisi yang terlalu
lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif pada vitreus, perdarahan pada
suprachoroidal. Sedangkan pada pasca operasi dapat terjadi hilangnya vitreous,
prolapse iris, endoftalmitis, astigmatisme pascaoperasi,dan ablatio retina (Ilyas S.,
2003; Vaughan, 2000).
XIII. PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan
prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
16
pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat
(Kanski JJ, Bowling B., 2011).
17
BAB III
KESIMPULAN
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi
kabur. Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita
terganggu secara berangsur. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi,
komplikasi penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.
Gejala katarak adalah pandangan kabur. Silau, halo serta bayangan ganda
dapat juga awal dari katarak.
18
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Sjamsu dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Airlangga University
Press : Surabaya
Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Company ; 2006.
Ilyas, S. 2003 Katarak (Lensa Mata Keruh) cetakan ketiga. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Illyas S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Johns J.K. 2011. Lens and Cataract. Basic and Clinical Science Section 11.
American Academy of Ophthalmology.
Kanski JJ, Bowling B. 2011. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier
: (e-book)
Lang, G.K. 2000.Ophthalmology a short textbook. New York:Thieme;.p.170-89
Nungki, R.P. 2014. Perbedaan Tajam Penglihatan Pascaoperasi Fakoemulsifikasi
Pada Pasien Katarak Senilis Dengan Diabetes Mellitus Dan Tanpa Diabetes
Melitus. Universitas Diponegoro: Semarang
Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Mata. RSUD dr. Soetomo dan
FK UNAIR : Surabaya.
Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, diakses tanggal 12 Maret 2018.
Pararajasegaram R. 2010. Importance of Monitoring Cataract Surgical Outcomes. Journal of
Community Eye Health, International Centre for Eye Health. London.
http://www.Joc.Com, diakses tanggal 12 Maret 2018.
Pascolini D, Mariotti SP. Global Estimates of Visual Impairment 2010. BRJ
Ophthamol, 2011.
Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar Anatomi
dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. 2000 Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika.
19
20