Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SDR.

E DENGAN
DENGUE SHOCK SYNDROME DI RUANG ICU
RS ISLAM PDHI

Oleh :
Galuh Putri Anggadini
18400013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan tanda dan gejala demam, nyeri otot,
nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
(Rohim, 2004).
Sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk
terkena infeksi virus Dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis
pernah mengalami letusan demam berdarah. Kurang dari 500.000 kasus
setiap tahun di rawat di RS dan ribuan orang meninggal (Mekadiana,
2007).
Pada bulan januari 2009, penderita DHF di Jawa Tengah sebanyak
1706 orang. Sedangkan kasus DHF yang terjadi di beberapa kota di Jawa
Tengah sampai pertengahan 2009 sebanyak 2767 orang 73 diantaranya
meninggal (Lismiyati, 2009).
Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat mengalami Dengue
Syok Sindrom yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan
pasien mengalami deficit volume cairan akibat meningkatnya
permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju keluar
pembuluh. Sebagai akibatnya hampir 35% paien DHF yang terlambat
ditangani di RS mengalami syok hipovolemik hingga meninggal.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Mampu melakukan proses keperawatan, mahasiswa mampu melakukan
upaya pemecahan masalah yang ada pada kasus pasien dengan
appendisitis dengan menggunakan pendekatan proses asuhan keperawatan
yang disusun secara sistematis dan komprehensif.
Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan dengue shock syndrome
2. Mampu menjelaskan etiologi dengue shock syndrome
3. Mampu menjelaskan patofiologi dengue shock syndrome
4. Mampu menjelaskan patways dengue shock syndrome
5. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada dengue shock
syndrome
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi fisiologi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer,
2009).
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue
disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue
Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
(sumarmo dkk , 2008).
B. Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk
ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari
empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus
dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari
yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal
dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster
Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
(Soedarto, 2012).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &
Suprohaita, 2009).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan


vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya
melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting
di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana-
bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang
terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya
(Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap
darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan
senja hari. (Soedarto, 2012).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama
kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi
tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus
dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang
yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan
pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk
pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 2012).
C. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF)
dibagi menjadi 4 tingkat (Widoyono. 2012) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (>120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik
dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak
biru.
D. Patofisologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi di tenggorokan, timbulnya
ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati
dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah
dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DD dan DBD ialah meningginya permeabilitas
dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan
serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat
ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga
peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi
anoxia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain kematian
pada DBD adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam
peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh
aktifasi sistem koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS,
terutama pada pasien dengan perdarahan hebat (Mansjoer, Arif . 2009).
E. Pathway
F. Manifestasi klinis
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah.Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia.Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.(Soedarto, 2012).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan
purpura.(Soedarto, 2012).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi
peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di
perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita
.(Soederta, 2012).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta
sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam
maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.(2012).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat
penyakitnya, tanda dan gejala lain
adalah :
a. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi
perabaan.
b. Asites.
c. Cairan dalam rongga pleura (kanan).
d. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah – muntah, diare maupun
obstipasi dan kejang-kejang. (Soedarto, 2012).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil laboratorium
a. Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 –
b. Hematokrit meningkat 20% atau lebih
c. Albumin cenderung menurun
d. SGOT, SGPT sedikit meningkat
e. Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3
menurun.
f. Dengue blatIgM positif IgG positif pada hari ke 6.
g. NS 1 positif
2. Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) : Efusi Pleura
3. USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :
a. Asites dan Efusi pleura
b. Hepatomegali
H. Penetalaksanaan Medis
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut
UPF IKA, 1994 ; 203-206 adalah :
1. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan
“surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan
asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan pada :
a. Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari.
b. Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
c. Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari.
d. Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
2. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak
dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB <
10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya.
3. Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.
4. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan
infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan
penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan
sebagai berikut :
a. 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
b. 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
c. 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
d. 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
5. Obat-obatan lain :
a. Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain.
b. Antipiretik untuk anti panas.
c. Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF)
menurut UPF IKA, 1994 adalah :
1. Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika
dan “surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan
asetaminofen, asetosal tidak boleh diberikan pada :
a. Umur 6-12 bulan : 60 mg/kaji, 4 kali sehari.
b. Umur 1-5 tahun : 50-100 mg, 4 sehari.
c. Umur 5-10 tahun : 100 -200 mg, 4 kali sehari
d. Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
Terapi cairan :
1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml/kgBB/hari untuk anak
dengan BB < 10 kg atau 50 ml/kgBB/hari untuk anak dengan BB < 10 10
kg bersama-sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak-banyaknya dan sesering mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan
infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan
penderita dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai
berikut :
a. 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
b. 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
c. 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
d. 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
e. Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk
anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
2. Dengan Renjatan (Grade III) :
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg
dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral
hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika
nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan
dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu (24 jam
dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai
berikut :
1) 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
2) a75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
3) 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
4) 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam
keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau
plasma ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/
KgBB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun
waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg
BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80
mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut
harus memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal
30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Bila pasien sudah masuh
dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4
maka penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan
diantaranya adalah : Resusitasi volume pada DSS adalah Pilihan
cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler.
Cepat mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama
didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1. Kristaloid
a. R / C
b. NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut
dengan dehidrasi.
2. Koloid
a. HES
b. Wida HES
c. Voluven
d. Fima HES, dll.
Efek yang menguntungkan :
1) Dapat meningkatkan ankotik plasma.
2) Dapat meningkatkan volume darah.
3) Dapat membatasi kebocoran vaskuler
3. Kolaborasi Medis àPemberian terapi /oksigen.
4. Transfusi komponen darah
a. Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB.
b. Bila terdapat trombositopeni beratàTrombosit konsentrit (Trombo
< 30.000 / m3).
5. Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)
a. Pemberian Antibiotika
b. Pemberian obat antipiretik
c. Imunoglobolin intravena (Gamaras)
d. Bicnat bila asidosis metabolic
I. Pengkajian
1. Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah
ada yang terkena DB)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi.
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas?
c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)
d. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetic atau tidak)
e. Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh
kembang?
f. Riwayat imunisasi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,
panjang badan, usia)
b. Pemeriksaan per system
1) System persepsi sensori :
a) Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak,
cekung/normal
b) Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak
lembab/kering
2) System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
3) System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis,
cuping hidung, odem pulmo, krakles
4) System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak
teraba, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis,
sianosis perifer, nyeri dada
5) System gastrointestinal :
a) Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi
b) Perut : turgor?, kembung/meteorismus, distensi, nyeri,
asites, lingkar perut?
c) Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume,
bau, konsistensi, darah, melena
6) System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit
kering/lembab, pendarahan bekas tempat injeksi?
7) System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria
Gejala klinis didapatkan :
1. Derajat I: Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas,
manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet positif dan atau
mudah memar, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan
spontan dibawah kulit seperti ptekhie, hematoma dan perdarahan dari
tempat lain.
3. Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah
dengan terdapat kegagalan sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau
hipotensi, disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah.
4. Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah
dengan renjatan yang berat ditandai tekanan darah tidak terukur dan
nadi tidak teraba.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue (viremia)
2. Kekurangan volume cairan b/d perpindahan cairan dari intravaskuler
ke ekstravaskuler
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake in
adekuat
4. Resiko syok hipovolemik b/d permeabilitas membran meningkat
K. Intervensi
1. Hipertermi berhubungan dengan Proses Infeksi Virus Dengue
(Viremia)
Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan
perawatan.
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °c, membran mukosa basah,
nadi dalam batas normal (80 – 100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
Intervensi :
a. Berikan kompres (air biasa / kran).
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara
konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara
perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 –
2000 cc/hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi.
c. Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis
dan mudah menyerap keringat pada klien.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah)
tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian
obat antipiretik sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan
suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas
tubuh pasien.
2. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan
Cairan Dari Intravaskuler Ke Ekstravaskuler
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok
hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal
(TD 100/70 mmHg, N: 80 – 120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok,
Akral hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
a. Observasi vital sign tiap 3 jam / lebih sering.
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan
intravaskuler
b. Observasi capillary Refill.
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ
urine.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ
diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh,
untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
berhubungan dengan Intake In Adekuat
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan
berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan
mampu dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi.
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan).
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas
intervensi.
d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun
sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral.
f. Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan
mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan
bagi proses penyembuhan.
h. Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
i. Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.
j. Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.
k. Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.
4. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan Permeabilitas
Membran Meningkat
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan
terutama saat terjadi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-
tanda presyok / syok.
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih.
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok / shock.
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan.
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-
tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat
dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena.
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut
DAFTAR PUSTAKA

Ginanjar. (2008). Demam Berdarah. Yogyakarta: B-fist (PT. Bentang Pustaka)

Hidayat, A. Azis Alimul.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2.


Salemba Medika : Jakarta

Hockenberry, Wilson.2007. Wong’s Nursing Care Of Infants And Children


Eighth Edition. Mosby Elsevter : Canada.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2009. Kapita Slekta Kedokteran Jilid III. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius : Jakarta.

Nadesul, Handrawan.2007. Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Kompas


: Jakarta.

Soedarmo SSP,dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia : Jakarta.

Soedarto. (2012). Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Sagung Seto

Sutaryo.2004. Dengue. Medika Fak.Kedokteran UGM : Yogyakarta.

WHO. (2012). Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan,


Pencegahan, dan Pengendalian (Monica ester, S.Kp, Penerjemah.). Jakarta: EGC

Widoyono. (2012). Penyakit Tropis : Epidemologi, Penularan, Pencegahan,


Pemberantasan. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai