Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Issue Etik


Issue adalah topik yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang
memungkinkan setiap orang mempunyai pendapat. Pendapat yang timbul akan
bervariasi, isu muncul dikarenakan perbedaan nilai-nilai dan kepercayaan.
Issue adalah masalah pokok yang berkembang di suatu masyarakat atau suatu
lingkungan yang belum tentu benar, yang membutuhkan pembuktian. Etik
merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia
dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah
penyelesaiannya baik atau buruk (Jones, 1994).
Issue etik adalah topik yang cukup penting untuk dibicarakan sehingga
mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut sesuai
dengan asas ataupun nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai benar salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat. Dilema moral menurut Campbell adalah
suatu keadaan dimana dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya
sama atau hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema muncul
karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan antara
nilai-nilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada.
B. Kode Etik

1. Pengertian Kode Etik

Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan
oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan tugas
profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi
petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus
menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan
tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan
oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya,
melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan
sehari-hari di dalam masyarakat.

2. Kode Etik Profesi


Kode etik profesi merupakan suatu pernyataaan komprehensif dari profesi
yang memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktek
dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga,
masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan
bahwa kode etik pada zaman dimana nilai-nilai peradaban semakin kompleks,
kode etik tidak dapat lagi dipakai sebagai pegangan satu-satunya dalam
menyelesikan masalah etik. Untuk itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang
berhubungan dengan hukum. Benar atau salah pada penerapan kode etik,
ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada profesi.

3. Tujuan Kode Etik


Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi
adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi. Secara umum
tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:

a.Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi


Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau
masyarakat mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu
profesi. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarng
berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat
mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kode etik
juga disebut kode kehormatan.

b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota

Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan materiil dan


spiritualatau mental. Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi
kode etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya
untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik
juga menciptakan peraturan-peraturan yang ditujukan kepada
pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota
profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.

c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.


Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi
tertentu,sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui
tugas dan tanggungjawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode
etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh para anggota
profesi dalam menjalankan tugasnya.

d. Untuk meningkatkan mutu profesi

Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar


profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan
bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana
cara memelihara dan menigkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di
atas, jelas bahwa tujuan suatu profesi, menjaga dan memelihara
kesejahtereaan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota, dan
meningkatkan mutu profesi serta meningkatkan mutu organisasi profesi.

4. Kode Etik Kebidanan


a.Definisi bidan
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai
dengan persyaratanya yang berlaku, dicatat ( register ), diberi izin secara sah
untuk menjalankan praktek.

b. Definisi Kode Etik

Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai
internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam
melaksanakan pengabdian profesi.

c. Kode etik bidan


Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab. Ketujuh bab
dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu :

1) Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)

a) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan


mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas
pengabdiannya.

b) Setiap bidan dalam menjalankan tugas proofesinya


menjunjung tinggiharkat dan martabat kemanusiaan yang yang utuh
dan memelihara citra bidan

c)Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman


padaperan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien,
keluarga dan masyarakat

d) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan


kepentinganklien, menghormati hak klien, dan menghormati nilai-nilai
yang berlaku dimasyarakat
e) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa
mendahulukankepentingan klien, keluarga dan masyarakat denganj
indentitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.

f) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi


dalamhubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong
partisipasimasyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya
secara optimal

2) Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)

a) Setiap bidan senantiasa mwemberikan pelayanan paripurna


terhadapklien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan
profesiyang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat
b) Setiap bidan berhal memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan mengadakan konsultasi
danatau rujukan
c) Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat
danatau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan
atau diperlukan sehubungan kepentingan klien

3) Kewajiban Bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2


butir)

a) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman


sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi

b) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling


menghormati
baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.

4) Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)

a) Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra
profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
b) Setiap harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
c) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan
kegiatan sejenisnya yang dapat meniingkatkan mutu dan citra
profesinya

5) Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)

a) Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dalam


melaksanakan tugas profesinya dengan baik
b) Setiap bidan harus berusaha secara terus-menerus untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

6) Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)

a) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan


ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya
dalam palayanan KIA / KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat
b) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan
pemikirannya kepada pemerintahan untuk meningkatakan mutu
jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA / KB dan
kesehatan keluarga.

7) Penutup (1 butir)
Kasus Distosia Bahu Di Puskesmas Limboto
ROLE PLAY DISTOSIA BAHU

Kelompok 6 :
Bidan Ayu
Bidan Neri
Nyonya Dita
Pak Karim
Ibu Nita + Bidan Eka

Pada 20.00 di salah satu puskesmas, terdapat dua bidan jaga. Kemudian masuklah
seorang pasien inpartu.
Ibu Nita : Assalamualaikum’
Bidan Ayu : Waalaikumsalam. Ada yang bisa saya bantu?
Ibu Nita : Saya membawa keponakan saya. Dari siang dia sudah sakit-sakitan
Bidan Neri : Dimana keponakan ibu?
Ibu Nita : Sudah dalam perjalanan menuju kemari bersama suaminya

Sepuluh menit kemudian tibalah pasien bersama suaminya


Pak Karim : Assalamualaikum sus
Bidan Ayu : Waalaikumsalam mari pak silahkan masuk, ibu langsung dibaringkan
ke tempat tidur
Pak Karim : Iya sus (sambil membawa ibu naik ke tempat tidur)
Nyonya Dita : Aduh aduh sakit sus saya sudah tidak tahan
Bidan Ayu : Iya bu tahan ya ayo naik dulu ke tempat tidur nanti kami akan
melakukan pemeriksaan
Nyonya Dita : Iya sus (sambil merintih)
Bidan Neri : Saya akan melakukan pemeriksaan kepada istri bapak, bapak bisa
Menunggu diluar
Pak Karim : Iya sus

Sambil melakukan pemeriksaan Bidan Ayu melakukan anamnesa melalui orang tua
dari Nyonya Dita karena Nyonya Dita dalam keadaan sakit
Setelah dilakukan pemeriksaan Bidan Neri menjelaskan hasil pemeriksaan pada
Nyonya Dita dan keluarganya
Bidan Neri : Ibu saya akan menjelaskan hasil pemeriksaan dari Nyonya Dita
Tekanan darahnya 110/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, Respirasi 22
x/menit, SB 36,3°C. Nyonya Dita pembukaannya 3 cm, his atau
kontraksinya belum adekuat , penurunan kepala hodge 2.

Ibu Nita : Kira-kira berapa lama lagi keponakan saya akan melahirkan ?
Bidan Ayu : Sepertinya anak ibu akan melahirkan pagi bu
Pak Karim : Alhamdulillah, semoga lancar persalinan istri saya
Bidan Ayu : Iya bapak dan keluarga berdoa semoga persalinan Nyonya Dita
lancar
Bidan Ayu : Ibu silahkan berbaring menghadap miring kiri untuk memperlancar
Penurunan kepala
Nyonya Dita : Iya sus, kira-kira jam berapa saya akan melahirkan ?
Bidan Ayu : Pembukaan 3 cm bu sepertinya ibu akan melahirkan pagi
Nyonya Dita : Iya sus (sambil merintih kesakitan)

Pada pukul 01.00 WITA ketuban pecah. Tetapi kepala bayi belum terlihat. Dan bidan
sudah mulai panik dan segera memimpin persalinan
Bidan Neri : Ibu ayo mulai mengedan, kalau sakit tarik nafas panjang dan
keluarkan perlahan dari mulut
Nyonya Dita : Saya tidak tahan sus sakit sekali
Bidan Ayu : Ayo ibu harus kuat, kalau bukan ibu siapa lagi yang akan mengedan.
Nyonya Dita : Sakit sus
Bidan Ayu : Ayo ibu, ngeden bu
Nyonya Dita : Saya tidak kuat untuk mengedan
Bidan Neri : Kalau sampai pukul 02.30 WITA bayi belum lahir maka kami akan
merujuk ibu ke Rumah Sakit
(Bahu sulit untuk dilahirkan, bidan mulai panik dan terlihat tergesa-gesa dalam
menolong persalinan. Bidan meminta pertolongan kepada suami pasien untuk
melakukan kristeller menurut bidan itu akan mempercepat kelahiran bayi tanpa
melihat risiko dari tindakan tersebut)
Bidan Ayu : Bapak tolong bantu kami dalam proses kelahiran istri bapak. Ibu
tidak mempunyai tenaga untuk mengedan.
Setelah itu Pak Karim melakukan apa di instruksikan bidan untuk melakukan
kristeller.
Bidan Ayu : Ayo pak. (Sambil tergesa-gesa dalam menolong persalinan)
Bidan Ayu merasa bantuan tenaga Pak Karim saat melakukan kristeller kurang dan
meminta bantuan Bidan Honor (Bidan Eka) untuk melakukan kristeller. Setelah
beberapa menit dilakukan kristeller tidak nampak kemajuan persalinan kemudian
bidan Ayu dan Bidan Eka mengangkat kaki ibu Dita sampai ke bahu (Manuver MC
Robert) untuk membantu mempercepat persalinan tetapi tetap saja kepala bayi belum
nampak.
Bidan Ayu : Ayo Eka angkat kaki ibu nya.
Bidan Eka : Baik kak
(Pukul 02.15 WITA bayi telah lahir. Namun, terlihat bayi lahir dalam keadaan tidak
bergerak dan menangis serta kulit terlihat pucat. Bidan Neri melakukan rangsangan
taktil di bagian kaki bayi dan segera memakaikan baju bayi)
Tanpa memberitahu keluarga mengenai kondisi bayi Ibu Dita saat ini Bidan Neri dan
Bidan Ayu meninggalkan bayi itu begitu saja.
Karena rasa penasaran pak karim pun mendekati tempat bayi untuk mengecek
keadaan bayinya
Pak Karim : Kok anak saya tidak bergerak ataupun menangis sus? saya juga tidak
merasakan denyut nadi bayi saya lagi sus?
(Kemudian pak Karim membuka pakaian bayi dan ternyata badan bayi tersebut
terdapat memar dibagian pundak hingga bokong)
Pak Karim : Saya kecewa dengan pelayanan bidan di Puskesmas ini. Kalian tega
menghilangkan nyawa anak saya dan menutupi kesalahan kalian sendiri. Saya akan
melaporkan kasus ini kepada pihak yang berwenang
KESIMPULAN
Seperti yang kita ketahui saat melakukan pertolongan persalinan atau
penanganan untuk distosia bahu bidan harus melakukannya sesuai dengan SOP
dan posedur tetap sesuai dengan masalah. Berikut adalah penjelasan mengenai
Distosia Bahu.
ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DISTOSIA BAHU

A. Konsep Dasar Distosia Bahu


1. Definisi Distosia Bahu
Distosia bahu adalah kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir,
dengan mencoba salah satu metode persalinan bahu. Distosia bahu
merupakan suatu keadaan diperlukannya tambahan maneuver obstetric oleh
karena dengan tarikan biasa kearah belakang kepala bayi tidak berhasil untuk
melahirkan bayi.
Dengan kata lain, distosia bahu merupakan kegawatdarutan obstetri
karena terbatasnya waktu persalinan, terjadi trauma janin, dan komplokasi
pada ibunya. Kejadiannya sulit diperkirakan setelah kepala lahir, kepala
seperti kura-kura, dan persalinan bahu mengalami kesulitan
2. Etiologi
Distosia bahu ada hubungannya dengan obesitas ibu, pertambahan berat
badan yang berlebihan, bayi berukuran besar, riwayat saudara kandung yang
besar dan diabetes pada ibu.
3. Patofisiologi
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu
memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul
lebih dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan paksi luar, bahu
posterior berada di cekungan tulang saktrum atau disekitar spina ischiadika,
dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki
panggul melalui belakang tulang pubis saat berotasi dari foramen obturator.
Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak
memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior dapat tertahan
promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam keadaan
demikian, kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan putaran
paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu
posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
4. Komplikasi
a. Pada janin:
1) Meninggal, intrapartum atau neonatal
2) Parilisis plexus
3) Fraktur clavicula
b. Ibu: Robekan perineum dan vagina yang luas
5. Faktor Risiko
Factor risiko yang berhubungan dengan kejadian distosia bahu, yaitu:
a. Makrosomia/kelahiran sebelumnya bayi > 4 kg
b. Ibu obesitas
c. Penambahan berat badan berlebih
d. Panggul sempit
e. Melahirkan dengan posisi setengah berbaring di tempat tidur dapat
menghambat gerakan koksik dan sakrum yang memperberat terjadinya
“distosia lahir-tempat tidur”
f. Diabetes maternal
g. Kala II lama
h. Distosia bahu sebelumnya.
6. Pencegahan
Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat
dilakukan dengan cara:
a. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vagina berisiko
tinggi: janin luar biasa besar (>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan
ibu diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada
persalinan sebelumnya, kala II yang memanjang dengan besar.
b. Indentifikasi dan obati diabetes pada ibu.
c. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.
d. Kenali adanya distosia bahu seawall mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera
pada janin.
e. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui.
Bantuan diperlakukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan
persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan anestesi (bila perlu).
7. Diagnosis Distosia Bahu
Diagnosis Distosia Bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:
a. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
b. Kepala bayi sudah lahir, tetapi menekan vulva dengan kencang.
c. Dagu tertarik dan menekan perineum.
d. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
cranial simfisis pubis.
B. Penangan Distosia Bahu
Diperlukan asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta bantuan.
Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu
posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu
atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala.
Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk
panggul tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, attatu
posisi dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena
semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan rupture
uteri.
Disamping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme
persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh
waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunaan pH arteria umbilikalis
dengan laju 0,04 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak
mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan maneuver
melahirkan bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak.
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut:

Diagnosis

Hentikan traksi pada kepala segera memanggil bantuan

Maneuver McRobert
(posisi McRobert, episiotomy bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Manuver Rubin
(posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau Manuver Wood


1. Langkah I: Manuver McRobert
Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi
McRobert, yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut
menjadi sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki arah luar
(abduksi). Lakukan episiotomy yang cukup lebar. Gabungan antara
episiotomy dan posisi McRobert akan mempermudah bahu posterior
melewati promontorium dan masuk ke dalam panggul. Mintalah asisten untuk
menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara itu
lakukan tarikan pada kepala janin kea rah posterokaudal dengan mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang
berlebihan karena akan mencederai pleksus brakialis. Setelah bahu anterior
dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan
presentasi kepala. Maneuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi
sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.
2. Langkah II: maneuver Rubin
Oleh karena diameter antroposterior pintu atas panggul lebih sempit dari
pada diameter onlik atau transversanya, maka apabila bahu dalam
antroposterior perlu di ubah menjadi posisi oblik atau transversanya untuk
memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pafa kepala
atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah
memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik kea rah
dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran
bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya.
Masih dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior
vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehimngga bahu berputar menjadi posisi
oblik atau transversa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu kearah yang
membuat punggung bayi menghadap kearah anterior (maneuver Rubin
anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya
lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu anteroposterior atau punggung
bayi menghadap kea rah posterior.
Ketika dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung, janin
anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya mengecil.
Dengan bantuan tekanan siprasimfisis kea rah posterior lakukan tarikan
kepala kea rah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
3. Langkah III: Manuver Woods
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan
mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong
yang bersebrangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan
kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior,
telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan
dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan
mengusap kearah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir
dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk kebawah simfisis.
Dengan bantuan tekanan suprasimfisis kearah posterior, lakukan tarikan
kepala kea rah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Manfaat posisi merangkak disadasarkan asumsi fleksibilitas sandi
sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2
cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior melewati
promontorium. Pada posisi telentang atau litotomi, sandi sakroiliaka menjadi
terbatas mobilitasnya. Pasien menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan
kedua lutut nya. Pada maneuver ini bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu
dengan melakukan tarikan kepala.
Bahu melalu panggul ternyata tidak dalamm gerak lurus, terapi berputar
sebagai uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan
mempermudah melahirkannya. Manuver Woods dilakukan dengan
menggunakan dua jari tangan dan bersebrangan dengan punggung bayi yang
diletakkan dibagian depan bahu posterior menjadi bahu anterior. Bahu
posterior dirotasi 1800. Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu
anterior dan posisinya berada di bawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior
memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam
posisi seperti itu, bahu anterior akan mudah dapat dilahirkan.
Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan
selanjutnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi
pasca tindakan serta perawatan pasca tindakan. Perawatan pasca tindakan
termasuk menuliskan laporan di lembar catatan medic dan memberikan
konseling pasca tindakan.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bidan yang sementara
dinas melanggar kode etik bidan. Aspek Kode Etik Bidan dalam kasus ini adalah
kurangnya dalam menyampaikan informasi dan motivasi tentang kondisi pasien,
bahayanya bila penanganan tidak dilakukan dengan tepat, menjelaskan tentang
kewenangan bidan. Pada kasus ini penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi
dalam praktek kebidanan terutama dalam praktek. karena kurangnya kamampuan
atau keterampilan. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap
kemungkinan terjadinya penyimpangan etik. Sebagai bidan harus mempunyai
pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap tindakannya
sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya. Bidan harus mampu
meyakinkan pasien dan keluarga tentang kondisi pasien dan tindakan yang
dilakukan sehingga pasien dan keluarga mengerti dan mau melakukan apa yang
disarankan bidan.
Dalam hal ini bidan telah melanggar kode etik, karena tidak menjelaskan pada
keluarga mengenai kondisi pasien yang mengalami persalinan dengan distosia
bahu dan pada saat bayi lahir bidan pun tidak menjelaskan kondisi bayi tersbut
yang sudah tidak bergerak ketika lahir (bayi meninggal) serta saat melakukan
penanganan distosia bahu bidan tersebut melakukan kristeller dengan alasan
pasien tidak ada tenaga untuk mengedan, sedangkan yang kita ketahui sekarang
maneuver Kristeller sudah tidak boleh di guankan lagi karena maneuver Kristeller
yaitu bisa terjadinya trauma organ dalam, ruptur uteri, cedera pada bayi yang
dapat membahayakan keduanya, lepasnya plasenta, apalagi tenaga yang
dikeluarkan saat melakukan dorongan ketika dilakukan kristeller tiap tenaga
kesehatan berbeda-beda.
Setelah kejadian tersebut, suami pasien tersebut tidak terima karena bayinya
meninggal. Dia mengklaim bahwa ini kesalahan bidan yang tidak menjelaskan
kondisi istri dan anaknya serta melakukan prosedur yang seharusnya tidak boleh
dilakukan lagi dalam pertolongan persalinan dengan distosia bahu yaitu Kristeller.
Suami yang tidak terima menyebarkan kasus ini melalui sosial media Facebook
untuk berbagi pengalaman untuk orang lain dan melaporkan kejadian ini ke pihak
yang berwenang POLRES LIMBOTO. Setelah memenuhi prosedur pelaporan
pihak berwenang POLRES LIMBOTO langsung datang ke Lokasi kejadian
Puskesmas Limboto untuk menindaklanjuti kasus ini.

Anda mungkin juga menyukai