Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TURUN LAPANG

SOSIOLOGI PEDESAAN

ANALISIS DIFERENSIASI DAN STRATIFIKASI SOSIAL


DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PEDESAAN

KELOMPOK 5
Eka Ariwijayanti I34070026
Nyimas Nadya Izana I34070027
Titania Aulia I34070052
Dewi Silvialestari I34070078
Syifa Maharani I34070082
Agusty Dwitya Putri I34070092
Yuvita Amalia I34070108
Karina Swedianti I34070115
Fauziah Rossy I34070118
Dewi Chalimatus S I34070129

DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sosiologi mempelajari hubungan-hubungan kelompok orang (Sajogyo
1971:3), ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan di dalam dan antara
kelompok masyarakat, sedangkan “kelompok masyarakat” digambarkan sebagai
sejumlah orang yang saling “berhubungan” menurut corak-corak tertentu
(Sajogyo 1971:2). Sementara sosiologi pedesaan yang dinyatakan oleh Sajogyo
sebagai lapangan khas dari sosiologi umum yang berspesialisasi pada
peneropongan masyarakat pedesaan.
Sosiologi pedesaan mempelajari kehidupan sosial organisasi/kelompok
beserta perubahan-perubahannya sebagai konsekuensi dari adanya proses sosial.
Objek studi sosiologi pedesaan adalah seluruh penduduk di pedesaan yang terus
menerus atau sementara tinggal di desa. Desa merupakan tempat sekelompok
kecil orang atau masyarakat yang mendiami suatau tempat. Desa mempunyai
suatu sistem tersendiri baik dari segi pemerintahan maupun dari sistem
kebudayaan. Desa sebagai suatu sistem adalah suatu kesatuan yang utuh,
terbentuk secara berkesinambungan dalam waktu yang lama.
Di dalam suatu desa terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan
terjadinya diferensiasi. Diferensiasi (perbedaan) sosial mengasumsikan bahwa
dalam masyarakat terdapat sejumlah kedudukan dan peranan yang diberi penilaian
berbeda-beda. Konsep diferensiasi sosial lebih menekankan pada adanya sejumlah
kedudukan dan peranan yang berbeda dalam masyarakat yang memberikan
kemampuan mengakses sumberdaya (kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dll)
secara berbeda-beda. Perbedaan mengakses sumberdaya inilah yang akan
membentuk sistem stratifikasi sosial yang dapat dibedakan menjadi lapisan atas
dan lapisan bawah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka terdapat beberapa
perumusah masalah yang akan diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Apa saja faktor-faktor yang mendasari diferensiasi dalam masyarakat?
2. Bagaimana bentuk stratifikasi sosial dalam masyarakat pedesaan?
3. Seandainya terjadi hubungan patron-klien, apakah terdapat pengaruh
terhadap masyarakat pedesaan?

1. 3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka proposal yang
telah dibuat ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui faktor-faktor yang mendasari diferensiasi dalam masyarakat.
2. Mengetahui bentuk stratifikasi sosial dalam masyarakat pedesaan.
3. Mengetahui pengaruh hubungan patron-klien terhadap masyarakat pedesaan.

1.4 Manfaat
Kegunaan atau manfaat penulisan proposal ini dalam bidang akademik
adalah memperoleh gambaran dan menambah pengetahuan tentang bagaimana
pengaruh diferensiasi dan stratifikasi sosial dalam kehidupan masyarakat
pedesaan.
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Pengertian Desa
Desa merupakan satu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu
masyarakat yang berkuasa dan mengadakan pemerintahan sendiri. Desa
terjadi bukan hanya dari satu tempat kediaman masyarakat saja, namun terjadi
dari satu induk desa dan beberapa tempat kediaman. Sebagian darimana
hukum yang terpisahkan yang merupakan kesatuan tempat tinggal sendiri
kesatuan mana pendukuhan, ampean, kampung, cantilan, beserta tanah
perikanan darat, tanah hutan dan tanah belukar (Inayatullah, 1977).
Pengertian desa menurut Undang-Undang Pemerintahan Daerah No.5/1979
adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung dibawah camat yang berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan NKRI (bermakna desa bukan daerah yang
otonom).

2.1.2 Pengertian Stratifikasi


Stratifikasi sosial adalah pembedaan atau masyarakat ke dalam kelas-
kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi
dan kelas yang lebih rendah. (Piritim A. Sorokin,1959 dalam Fernandez
dkk,1995).
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi
sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial tidaklah demikian.
Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian
sistem sosial setiap masyarakat, dapatlah pokok-pokok sebagai berikut
dijadikan pedoman :
a. Sistem lapisan mungkin berpokok pada sistem pertentangan dalam
masyarakat. Sistem demikian hanya punya arti yang khusus bagi
masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi obyek penyelidikan.
b. Sistem lapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur sebagai
berikut :
1. Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya
penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan),
wewenang, dan sebagainya.
2. Sistem pertetanggaan yang diciptakan para warga masyarakat (prestise
dan penghargaan).
3. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan kualitas
pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik, wewenang atau
kekuasaan.
4. Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara
berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi dan
selanjutnya.
5. Mudah dan sukarnya bertukar kedudukan.
6. Solidaritas di antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang
menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.

Pemaknaan terhadap struktur sosial akan sangat berkaitan dengan


komunitas sebagai suatu kesatuan sistem sosial. Komunitas adalah suatu unit
atau kesatuan sosial yang teriorhanisasikan dalam kelompok-kelompok dan
kepentingan bersama (communities of comment interest), baik yang bersifat
fungsional maupun teritorial (Soemardjan, 1962).
Struktur sosial itu menunjuk pada fakta bahwa tindakan individu-
individu yang berinteraksi dipolakan dalam kaitan dengan posisi masing-
masing dalam interaksi tersebut. Konsep struktur sosial yang maksudkan
adalah pola-pola dalam pengorganisasian sosial, yaitu hubungan antar status
atau peranan yang relatif bersifat mantap ( Charon, 1980). Menurut Soekanto
(1990) struktus sosial merujuk pada pola interaksi tertentu yang relatif
mantap, terdiri dari relasi-relasi sosial hierarkis dan pembagian kerja tertentu
yang ditopang kaidah, peraturan dan nilai masyarakat. Struktur sosial
merupakan jaringan dari unsur sosial pokok dalam masyarakat : kelompok
sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifilkasi, kekuasan dan wewenang.
2.1.3 Pengertian Diferensiasi
Diferensiasi (pembedaan) sosial mengasumsikan bahwa dalam
masyarakat terdapat sejumlah kedudukan dan peranan yang diberi penilaian
berbeda. Sorokin (1989) menyatakan bahwa sistem pelapisan masyarakat
merupakan ciri yang tetap dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur.
Stratifikasi sosial terjadi dikarenakan adanya diferensiasi sosial dan
ketidaksamaan sosial (social inequality).

2.1.4 Dasar pelapisan sosial


Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan
anggota masyarakat kedalam satu lapisan. (Calhoun dalam Soekanto, 1990)
adalah sebagai berikut:
1. Ukuran kekayaan, barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak,
termasuk dalam lapisanm teratas. Kekayaan tersebut misalnya: mobil,
rumah, tanah, dan sebagainya.
2. Ukuran kekuasaan, barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang
mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atas.
3. Ukuran kehormatan, orang yang paling disegani dan dihormati,
mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada
masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka
yang pernah berjasa.
4. Ukuran ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai
oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.

2.1.5 Kondisi Yang Mendorong Terciptanya Stratifikasi


Beberapa kondisi yang mendorong terciptanya stratifikasi sosial dalam
masyarakat menurut Fernandes dkk (1997), yaitu:
1. Perbedaan ras dan budaya. Ketidaksamaan ciri biologis seperti warna
kulit, latar belakang etnis, dan budaya telah mengarah pada stratifikasi
sosial masyarakat, dibawah penguasaan kelompok yang satu terhadap
kelompok yang lain.
1. Pembagian tugas. Pemabagian tugas yang bersifat spesialisasi dalam
posisi-posisi dengan perbedaan fungsi stratifikasi sosial.
2. Kelangkaan. Alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau langka.

2.1.6 Sifat Sistem Pelapisan Masyarakat


Sifat sistem pelapisan didalam suatu masyarakat menurut Soekanto
(1990) dapat bersifat tertutup (close social stratification) dan terbuka (open
social stratification). Sistem tertutup membatasi kemungkinan pindahnya
seseorang dalam suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan
gerak ke atas maupun ke bawah. Didalam sistem yang demikian, satu-satunya
jalan untuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran
(mobilitas yang demikian sangat terbatas atau bahkan mungkin tidak ada).
Contoh masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial tertutup adalah
masyarakat berkasta, sebagian masyarakat feodal atau masyarakat yang dasar
stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial.
Sistem terbuka, masyarakat di dalamnya memiliki kesempatan untuk
berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau bagi mereka yang
tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan yang
dibawahnya (kemungkinan mobilitas sangat besar). Contohnya adalah dalam
masyarakat demokratis.

2.1.7 Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat


Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem
lapisan masyarakat menurut Soemardjan dan Soemardi dalam Soekanto
(1990) adalah kedudukan (status) dan peranan (role).
Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang
dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang
secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti
lingkungan pergaulannya, prestise-nya, dan hak-hak serta kewajibannya.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu:
a. Ascribeed-status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat
tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan
kemampuan. Pada umumnya ascribed status dijumpai pada
masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya
masyarakat feodal (bangsawan, kasta).
b. Achieved-status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang
dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini bersifat terbuka
bagi siapa saja yang tergantung dari kemampuan masisng-masing
dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya, misalnya: setiap
orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu.
Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu:
assigned status yang merupakan kedudukan yang diberikan.
Assigned status sering memiliki hubungan erat dengan achieved
status.
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila ada
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannnya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan melekat
pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan
kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyrakat merupakan unsur statis
yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat.

2. 1. 8 Pendekatan Mempelajari Pelapisan Sosial


Menurut Zanden dalam Kamanto Sumarto (2000) dalam Sosiologi
digunakan tiga pendekatan berlainan untuk mempelajari stratifikasi sosial,
yaitu :
a. Pendekatan Objektif : menggunakan ukuran objektif berupa
variabel yang mudah diukur secara ststistik, seperti : pendidikan,
pekerjaan atau penghasilan.
b. Pendekatan Subjektif : melihat kelas sebagai suatu kategori
sosial, sehingga ditandai oleh kesadaran jenis. Stratifikasi menurut
pendekatan subjektif ini disusun dengan meminta pada responden
survei untuk menilai status sendiri dengan jalan menempatkan diri
pada suatu skala kelas, misalnya : kelas atas, kelas menengah dan
kelas bawah.
c. Pendekatan Reputational : para subjek penelitian diminta menilai
status orang lain dengan jalan menempatkan orang lain tersebut
pada suatu skala tertentu. Menurut Zanden, disini kelas dipandang
sebagai suatu kelompok sosial yang ditandai oleh kesadaran
kelompok dan interaksi antar anggota. Dengan cara ini antara lain
dapat disusun suatu skala prestise pekerjaan (occupotional prestige
scale) yang memperlihatkan pringkat prestise suatu pekerjaan
tertentu dalam skala komunitas.

2. 1. 9 Teori Pembentukan Pelapisan Sosial


Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan prooses pertumbuhan
atau dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti
apa yang dikemukakan oleh Karl Marx yaitu karena adanya pembagian kerja
dalam masyarakat, konflik sosial dan kepemilikan.
a. Pembagian Kerja
Jika dalam sebuah masyarakat terdapat pembagian kerja, maka
akan terjadi ketergantungan antar indivudu satu dengan indivudu yang
lain. Seorang yang sukses dalam mengumpulkan semua sumber daya
yang ada dan berhasil dalam kedudukannya dalam sebuah masyarakan
akan semakin banyak yang akan diraihnya. Sedangkan yang bernasib
buruk berada diposisi yang amat tidak menguntungkan. Semua itu
adalah penyebab terjadinya stratifikasi sosial yang berawal dari
ketidaksamaan dalam kekuasaan dalam mengakses sumberdaya.
Menurut Bierstedt (1970) dalam Prasodjo dan Pandjaitan (2003)
pembagian kerja adalah : merupakan fungsi dari ukuran masyarakat.
1. Merupakan syarat perlu terbentuknya kelas.
2. Menghasilkan ragam posisi dan peranan yang membawa pada
ketidaksamaan sosial yang berakhir pada stratifikasi sosial.
b. Konflik Sosial
Konflik sosial disini dianggap sebagai suatu usaha oleh pelaku-
pelaku untuk memperebutkan sesuatu yang dianggap langka dan
berharga dalam masyarakat. Pemenangnya adalah yang mendapatkan
kekuasaan yang lebih dibanding yang lain. Dari sinilah stratifikasi
sosial lahir. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan dalam
pengaksesan suatu kekuasaan.
c. Hak Kepemilikan
Hak kepemilikan adalah lanjutan dari konflik sosial yang terjadi
karena kelangkaan dari sumberdaya. Maka yang memenangkan
konflik sosial akan mendapat akses lebih dan terjadi kelangkaan pada
kepemilikan terhadap sumberdaya tersebut.
Setelah semua akses yang mereka dapatkan, maka mereka akan
mendapatkan kesempatan hidup (life change) dari yang lain. Lalu
mereka akan memiliki gaya hidup (life style) yang berbeda dari yang
lain serta menunjukan dalam simbol-simbol sosial tertentu.
2.2 Kerangka Berfikir

Masyarakat Desa

Faktor-faktor yang mempengaruhi


kehidupan desa (pemilikan lahan, modal,
ternak dll)

Diferensiasi Sosial

Stratifikasi Sosial

Lapisan Atas Lapisan Bawah

Patron-Klien
BAB III
METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Kampung Sindang Baru, Desa Ciasmara,
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi
dilakukan secara sengaja. Waktu penelitian dilakukan selama tiga hari dua malam,
yaitu tanggal 16-18 Desember 2008.

3.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber data, yaitu:
data primer dan data sekunder. Data primer berupa data kualitatif, terdiri dari
sekumpulan uraian murni berbagai orang, kegiatan dan interaksi sosial (Sitorus
1998:39). Adapun data sekunder adalah data-data ynag bersumber dari
dokumentasi tertulis baiuk di desa maupun dari sumber-sumber rujukan atau
literatur.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode indepth
interview dengan informan kunci dan observasi langsung di lapangan. Sedangkan,
data sekunder didapatkan dengan metode penelusuran dokumen.

3.3 Teknik Analisis Data


Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil wawancara, hasil pengamatan di
lapang, maupun kutipan dari berbagai dokumen disajikan dalam suatu catatan
harian yang dianalisis sejak pertama kali dating ke lapangan dan berlangsung terus
menerus selama dalam penelitian berlangsung. Data-data kemudian direduksi
yaitu suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian, serta penyederhanaan data-
data kasar untuk kemudian diproses berdasarkan kelompok-kelompok sub tema
yang sama. Dari proses tersebut diharapkan menghasilkan suatu outline laporan
akhir yang memudahkan bagi peneliti untuk menyelesaikan laporan hasil
penelitiannya secara terstruktur.
BAB IV
KONTEKS LOKASI

4.1 Infrastruktur
Pengertian infrastruktur merujuk pada sistem fisik dalam menyediakan
transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik
lain seperti listrik, telekomunikasi, air bersih, dan sebagainya yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi
(Grigg, 1988). Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi
sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Sistem
infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur
dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk
berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg,1988).

4.1.1 Gambaran Fisik Desa Ciasmara


Desa Ciasmara terletak disebelah barat Kota Bogor. Desa ini terdiri dari
1654 kepala keluarga. Adapun batas-batas desa Ciasmara sebagai berikut:
Utara : Desa Cibunian
Selatan : Kecamatan Kebandungan-Sukabumi
Timur : Desa Ciasihan
Barat : Desa Purwabakti
P
001

P
002

Kp. J ogjogan Hilir


Rw 01

Kp. Banjarkarya

Kp. J ogjogan Girang


Rw 02
Kp. Sindang Anyar

Kp. Babakan Kp. Sindang Baru


Rw 03 Rw 04
Kp.Cahaya

Kp.Bab a ka n Hempa k
Rw 05
Kp.Hega rma na h
Rw 06
Kp. Sindang Hayu

Kp.Pa ra ba kti Pa sa r
Rw 07
Kp .Pa nca sa n
S Rw 11

Kp .Pa sirtugu
Rw 10

Kp.Kebon Ala s II
Rw 08
DI Lw Makam

Kp .Kebon Ala s I
Rw 09

KETERANGAN :
J ALAN
J alan Kabupaten
J alan Betonisasi Desa
J alan Aspal Desa Kp.C ibeureum
J alan Pengerasan

DI Cibeureum
FASILITAS PENDIDIKAN
S Sekolah SD
Sekolah SLTP
Sekolah MIM
Sekolah Tsanawiyah
Sekolah Aliyah
PonPes
Paud
TK

SARANA KANTOR
Kantor Kepala Desa
K UD
Kantor Pasar Desa

FASILITAS KESEHATAN
UPF Puskesmas Ciasmara
PosYandu

SARANA PERTANIAN
Saluran Isigasi
Bendungan
Poktan

SARANA PERIBADATAN
Masjid
Musholah
Majlis Ta’lim

Gambar 4.1 Peta Wilayah Desa Ciasmara

4.1.2 Mata Pencaharian Desa


Sebagian besar masyarakat Desa Ciasmara bekerja sebagai petani.
Terbukti dari 7339 penduduk yang bekerja sebagai petani terdiri dari 1993
orang. Selain petani, masyarkat Desa Ciasmara ada yang bekerja sebagai
buruh tani, buruh atau swasta, pegawai negeri, pengrajin, pedagang, peternak
dan montir. Jumlah individu dengan profesinya masing-masing bisa terlihat
pada table berikut:
Tabel 4.1 Data Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciasmara

MATA PENCAHARIAN
DESA CIASMARA
Petani 1193
Buruh Tani 434
Buruh/ swasta 170
Pegawai Negeri 20
Pengrajin 20
Pedagang 250
Peternak 32
Montir 10
Sumber: Laporan Kepala Desa Ciasmara, 2007

Berdasarkan table diatas, bisa dilihat bahwa mayoritas penduduk


desa Ciasmara mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian, yaitu
sebanyak 56% dari jumlah total adalah petani dan 20,39% merupakan
buruh tani yang biasanya tidak memiliki lahan sendiri. Sebanyak 11,74%
berprofesi sebagai pedagang, dan sisanya bekerja di sektor peternakan dan
swasta. Ada pula yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri, montir, dan
pengrajin dengan persentase masing-masing dibawah 1%.

Gambar 4.2 Diagram Persentase mata Pencaharian Penduduk Desa


Ciasmara
Sumber: Laporan Kepala Desa Ciasmara, 2007

4.1.3 Sarana dan Prasarana Desa


Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Ciasmara cukup memadai
dan sangat menunjang bagi pengkoordinasi seluruh aspek kehidupan
masyarakat setempat. Sarana dan prasarana tersebut terdiri atas: balai desa,
balai pertemuan/aula, dan pos kamling. Selain itu ada juga sarana dan
prasarana di bidang perhubungan yang terdiri atas: jalan beton, jalan “Hot
Mix”, jalan pengerasan, jalan aspal, dan jalan tanah. Sarana dan prasarana
pendidikan pun tersedia dan cukup lengkap, yang terdiri dari SDN, SLTP, MI,
MTs, MA, TPA, PAUD, TK, Pondok Pesantren, dan tempat kursus. Sarana dan
prasarana ibadah juga tersedia antara lain masjid, mushola, dan majelis ta’lim.
Untuk sarana dan prasarana kesehatan berupa satu puskesmas dan posyandu
(10 buah). Terakhir, fasilitas perekonomian/perdagangan yaitu: warung/toko
sebanyak 40 buah, 2 kios Saprodi, satu terminal desa, dan satu koperasi
simpan pinjam.

Berikut adalah tabel sarana dan prasarana pendidikan Desa Ciasmara:


Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Pendidikan Desa Ciasmara

SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN


DESA CIASMARA
No. Fasilitas Pendidikan Jumlah
1. Sekolah Dasar Negeri 1 buah
2. Sekolah Lanjutan Pertama 1 buah
3. Madrasar Ibtidaiyah 1 buah
4. Madrasah Tsanawiyah 1 buah
5. Madrasah Aliyahah 1 buah
6. Tempat Kursus 1 buah
7. TPA 1 buah
8. PAUD 11 buah
9. Pondok Pesantren 15 buah
10. TK 1 buah

Sumber: Laporan Kepala Desa Ciasmara, 2007

Selain sarana dan prasarana pendidikan, terdapat kelengkapan infrastruktur


lainnya berupa jalan raya “hotmix” dan beton yang dibangun dari APBD desa,
swadaya masyarakat, ataupun dari PT. Chevron yang bergerak pada sektor
pertambangan. Jalan raya ini merupakan akses bagi masyarakat desa setempat
dalam menjalankan roda perekonomiannya.
Gambar 4.3 Grafik panjang jalan di Desa Ciasmara
Sumber: Laporan Kepela Desa Ciasmara, 2007
4.1.4 Gambaran Fisik Kampung Sindang Baru, Desa Ciasmara
Kampung Sindang Baru merupakan bagian dari Desa Ciasmara, Bogor.
Kampung ini secara territorial berada di RW 4 RT 5, dengan batas daerah
yaitu:
a. Utara : Kampung Sindang Anyar
b. Selatan : Kampung Hergamanah
c. Timur : Kampung Cahaya
d. Barat : Kampung Babakan

4.1.5 Mata Pencaharian Masyarakat Kampung Baru


Sebagian besar masyarakat kampung Sindang Baru bekerja sebagai
petani. Ada juga yang bekerja sebagai buruh tani, buruh/swasta, pengawai
negeri, pengrajin, peternak, pedagang, dan montir. Secara garis besar,
mayoritas kehidupan masyarakat di kampung ini dilandasi oleh nilai-nilai
agama yang dominan Islam.

4.2 Suprastruktur
Suprastruktur berarti landasan infrastruktur dan didalamnya akan mencakup
kepemimpinan, regulasi, sumber daya manusia, kebijakan, dan regulasi yang
menyangkut sistem secara nasional dan yang terkait dengan pengelolaan serta
pemanfaatan sistem antar lembaga dan antara lembaga dengan publik, untuk intra
lembaga akan diserahkan kepada masing-masing instansi.

4.2.3 Dinamika Sejarah Lokal


Nama desa Ciasmara menurut persepsi mitos masyarakat setempat
dikarenakan pada zaman dahulu terdapat sepasang kekasih yang sedang
kasmaran dan mereka sering menghabiskan waktu bersama di atas gunung.
Suatu ketika, sang pria meninggal dunia tanpa diketahui penyebabnya. Karena
sedih, sang wanita menangis di atas gunung tempat mereka biasa
menghabiskan waktu bersama. Air mata wanita tersebut mengalir dan
membendung di satu desa dan sekarang desa itu dikenal dengan nama Desa
Ciasmara.
Terdapat versi lain dari Desa Ciasmara yaitu ada seorang gadis yang
sedang mencuci baju di sungai, lalu ada seorang pria yang memperhatikan
gadis tersebut dengan malu-malu. Pria tersebut menyukai gadis itu dan gadis
itu pun demikian. Karena sungai tersebut bernama Sungai Ciasmara dan desa
yang terletak di sekitar sungai tersebut dinamakan Desa Ciasmara.

4.2.4 Karakteristik Masyarakat


Masyarakat Desa Ciasmara sangat ramah para pendatang, hal ini
terbukti dengan kesediaan mereka untuk memberikan tempat tinggal selama
penelitian berlangsung. Dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat
Desa Ciasmara, diketahui bahwa yang melakukan kegiatan pertanian hanyalah
orang tua dan sebagian besar pemuda di desa tersebut hanya menganggur dan
bermalas-malasan dari pagi hingga malam hari. Terdapat faktor yang
membuat para pemuda bertindak demikian, salah satunya karena para orang
tua mereka tidak menginginkan anak mereka bekerja sebagai petani juga,
mereka menganggap bekerja di bidang pertanian tidak memberikan
perkembangan bagi keluarga mereka terutama dalam segi ekonomi.
BAB V

REALITA DIFERENSIASI DAN STRATIFAKSI SOSIAL


DI DESA CIASMARA

5.1 Diferensiasi (Ketidaksamaan) Sosial

Diferensiasi (pembedaan) sosial mengasumsikan bahwa dalam masyarakat


terdapat sejumlah kedudukan dan peranan yang diberi penilaian berbeda. Sorokin
(1989) menyatakan bahwa sistem pelapisan masyarakat merupakan ciri yang tetap
dan umum dalam masyarakat yang hidup teratur. Stratifikasi sosial terjadi
dikarenakan adanya diferensiasi sosial dan ketidaksamaan sosial (social
inequality).

Diferensiasi atau ketidaksamaan sosial merupakan hal yang pasti ada saat
kita membahas stratifikasi sosial. Ketika terdapat pembedaan dan ketidaksamaan
dalam masyarakat, tentunya menyebabkan masyarakat tersebut manjadi bekelas-
kelas atau bertingkat-tingkat. adapun yang kami temukan di Desa Ciasmara,
diferensiasi dan ketidaksamaan sosial mengacu pada:

1. Kepemilikan Lahan

Berdasarkan hasil data Desa Ciasmara didapat hasil bahwa kepemilikan


lahan di desa tersebut menjadi salah satu faktor pembeda atau dasar diferensiasi
masyarakat. Anggota masyarakat yang memiliki lahan sawah yang luas
biasanya memegang peranan penting terutama dalam pergerakan roda ekonomi
masyrakat Desa Ciasmara.

2. Kekayaan

Sisi kekayaan yang kami maksud disini adalah kepemilikan aset-aset


diluar kepemilikan tanah. Seperti halnya alat penggilingan padi dan sector
perdagangan (usaha jual beli emas, kepemilikan salon dan perlengkapan pesta,
juragan angkot, toko penyedia kebutuhan sehari-hari).
3. Tingkat Pendidikan

Sektor pendidikan dapat dijadikan faktor diferensiasi yang ada di Desa


Ciasmara. Pendidikan yang ada dalam konteks ini dibagi enjadi dua, yaitu
pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal meliputi lulusan SD, SLTP,
SMA dan Perguruan Tinggi. Seperti orang-orang yang mnduduki jabatan di
dalam pemerintahan desa mempunyai persyratan minimal lulusan SMA atau
sederajat. Dasar diferensiasi pendidikan informal dapat menunjukan kedudukan
individu dalam masyarakat misalnya alim ulama dan tokoh masyarakat.

5.2 Sistem Pelapisan Masyarakat

Secara keseluruhan masyarakat desa dapat disusun menjadi suatu sistem


berlapis, mulai dari kelas rendah, menengah, hingga kelas tinggi. Namun,
dalam penelitian kali ini kami hanya mengklasifikasikan lapisan atas dan
bawah untuk melihat melihat hubungn yang lebih ekstrim dalam kehidupan
masyarakat desa. Berdasarkan dasar diferensiasi yang telah kami jelaskan
diatas dapat kami lakukan penggolongan anggota masyarakat Desa Ciasmara
sehingga didapat pelapisan masyarakat yang berdasarkan teori Calhoun dalam
Soekanto sebagai berikut:

Ukuran kekayaan, dari hasil penelitian kami barang siapa yang memiliki
kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut
misalnya: mobil, rumah, tanah, dan sebagainya. Di Desa Ciasmara terdapat
klasifikasi sebagai berikut :

1. Lapisan Atas adalah anggota masyarakat yang mempunyai aset lahan


pertanian yang luas dan aset lainnya diluar pertanian (usaha jual beli
emas, kepemilikan salon dan perlengkapan pesta, juragan angkot, toko
penyedia kebutuhan sehari-hari) yaitu Pak Haji Sawa (sebagai pemilik
lahan pertanian terluas), Pak Haji Idris (pemilik alat penggilingan padi),
pemilik toko emas, dan pemilik salón dan penyedia peralatan pesta.
2. Lapisan bawah adalah anggota masyarakat yang memiliki lahan sempit
dan atau tidak memiliki lahan sama sekali tetapi mereka hanya sebagai
penggarap dan buruh tani. keduanya hanya mengandalkan hasil dari
pembagian hasil panen (bawon). pengarap adalah petani yang tidak
memiliki lahan dan mereka mendapatkan bagi hasil dengan
pembandingan 1 berbanding 5, dan petani tersebut tidak bisa berpindah
ke pengolahan lahan sawah yang lain selama satu periode tanam.
sedangkan buruh tani adalah petani yang tidak memiliki lahan dan hanya
membantu proses pengolahan sawah secara musiman pada saat yang
diperlukan misalnya pada saat panen dan pada saat musim tandur. Buruh
tani tidak terikat dalam suatu periode tanam tertentu, dan kontrak kerja
mereka berakhir ketika tugas merek selesai. Perhitungan upah kerja
sebanyak 20.000 per hari buruh tani pria dan 15.000 untuk buruh tani
wanita.

Ukuran kekuasaan, kekausaan merupakan kemampuan seseorang


mempengaruhi orang lain. Dari hasil penelitian kami barang siapa yang
memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati
lapisan atas. Di Desa Ciasmara, hal ini tercermin dari posisi anggota
masyarakat dalam pemerintah desa.

Lapisan atas merupakan orang-orang yang mempunyai posisi yang


strategis dalam struktur pemerintahan desa yaitu Bapak Maman
Firmansayah selaku kepala desa Ciasmara, beserta semua stafnya yang
meliputi sekretaris desa ( Bapak Suhada), Ketua urusan Pemerintahan (Naji
Suhadi), Kaur Pembangunan (Anung S), Kaur Umum (Lilis Suryanu, Mitra
tani (Agah Nugraha, Maji, Ija), Mitra Cai (Badrudin, Madsuri, H. Abeng),
Kadus 1 (Unang), Kadus 2 (H.Sugandi), Kadus 3 (Sanadi).

Kelompok masyarakat lain yang tidak memiliki kepentingan dalam


pemerintahan digolongkan ke dalam lapisan bawah yang terdiri dari
masyarakat biasa yang tidak memiliki kemampuan penganbilan keputusan
secara langsung.
Ukuran kehormatan, orang yang paling disegani dan dihormati,
mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada
masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka
yang pernah berjasa. yang termasuk pada golongan ini adalah Bapak Haji
Amil yang diangggap sebagai tokoh masyarakat setempat tang memiliki
andil untuk mengeluarkan pendapat yang mewakili suara masyarakat
setempat. Beliau menjadi perwakilan pada setiap kegiatan-kegiatan yang
dilakukan di Desa Ciasmara.

Ukuran ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan sebagai ukuran,


dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Indikator
dari ilmu pengetahuan itu dilihat dari pendidikan yang diselesaikan.
Lapisan atas terdiri dari atas para kyai yang memimpin pondok pesantren
setempat. Terdapat beberapa kyai di desa Ciasmara salah satunya yaitu
Kyai Anin. Selain itu juga terdapat beberapa lulusan dari perguruan tinggi
yang mempunyai peran sebagai tokoh yang dianggap tinggi dari
masyarakat di sekitarnya. Mereka dianggap lebih mampu untuk menjawab
permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat sehingga dapat
diajak bekerja sama dalam pengambilan keputusan yang terjadi di desa
tersebut.

5.3 Kondisi Yang Mendorong Terciptanya Stratifikasi

Menurut Fernandes dkk (1997) kondisi yang mendorong terciptanya


stratifikasi sosial dalam masyarakat ada tiga, yaitu: perbedaan ras dan budaya,
pembagian tugas, dan kelankaan. Berdasarkan tinjauan di lapangan, kondisi yang
mendorong terjadinya stratifikasi di desa Ciasmara adalah kelangkaan, dimana
terjadi alokasi hak dan kekuasaan yang jarang atau langka. Temuan di desa
menunjukkan penguasaan alokasi tanah/ lahan pertanian oleh Pak H.Sawa yang
merupakan pemilik dari mayoritas lahan pertanian desa Ciasmara, sehingga
menempatkan beliau pada posisi atas.
5.4 Sifat Sistem Pelapisan Masyarakat

Merujuk pada pendapat Soekanto (1990), mengenai sifat sistem pelapisan


masyarakat, dapat disimpulkan bahwa di Desa Ciasmara sistem pelapisan
masyarakatnya bersifat terbuka (open social stratification). Hal ini dikarenakan
masyarakat didalamnya memiliki kesempatan untuk berusaha untuk mengubah
posisinya dimasyarakat. Terdapat kebiasaan masyarakat setempat untuk merantau
ke Arab Saudi sebagai TKI. Tujuan utamanya tidak berorientasi pada materi,
tetapi lebih kepada gelar haji yang akan disandang, yang merupakan possisi yang
dianggap baik oleh masyarakat setempat. Selain itu, ada juga kebiasaan merantau
untuk menuntut ilmu di pesantren, sehingga ketika kembali ke Desa menyandang
gelar sebagai kyai.

5.5 Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat

Unsur teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat menurut


Soemardjan dan Soemardi dalam Soekanto (1990) adalah kedudukan (status) dan
peranan (role). Menurut teori ini pula, masyarakat pada umumnya
mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu: Ascribeed-status dan Achieved-
status. Kedudukan seseorang dalam masyarakat desa Ciasmara merupakan
Achieved-status atau kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha
yang disengaja. Sebagai contoh adalah seorang warga desa Ciasmara yang
mempunyai toko usaha jual-beli emas di pasar Ciampea. Beliau tadinya
merupakan warga yang biasa saja, namun berkat kegigihannya usahanya terus
berkembang dan berhasil menaikkan taraf hidup yang sekaligus menaikkan
posisinya dimasyarakat.

5.6 Pendekatan Mempelajari Pelapisan Sosial


Menurut Zanden dalam Kamanto Sumarto (2000) dalam Sosiologi
digunakan tiga pendekatan berlainan untuk mempelajari stratifikasi sosial, yaitu :
pendekatan objektif, pendekatan subjektif, dan pendekatan reputational.
Dalam turun lapang kali ini pendekatan yang kami gunakan adalah pendekatan
objektif, yaitu dengan menggunakan ukuran objektif berupa variabel yang mudah
diukur secara ststistik, seperti : pendidikan, pekerjaan atau penghasilan.
5.7 Teori Pembentukan Pelapisan Sosial
Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau
dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang
dikemukakan oleh Karl Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam
masyarakat, konflik sosial dan hak kepemilikan. Analisis kami terhadap data
yang berhasil kami kumpulkan di desa Ciasmara, pembentukan pelapisan sosial
berdasarkan pada pembagian kerja. Pembagian kerja menurut Biersted (1970)
merupakan fungsi dari ukuran masyarakat yang menjadi syarat perlu terbentuknya
kelas dan mengahasilkan ragam posisi dan peranan yang membawa pada
ketidaksamaan sosial yang berakhir pada stratifikasi sosial. Hal ini ditandai
dengan ketidaksamaan dalam kekuasaan dalam mengakses sumberdaya, dimana
ada seseorang yang sukses dalam mengumpulkan semua sumber daya yang ada
dan berhasil dalam kedudukannya di masyarakat, yaitu Pak H.Sawa yang
menguasai hampir seluruh lahan pertanian di desa tersebut, dan imbas terhadap
pembagian kerja dimasyarakat ada yang menjadi penggarap dan buruh tani.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Desa Ciasmara kampung Sindang Barang terdiri dari beberapa lapisan


yaitu, lapisan atas dan lapisan bawah. Pendekatan yang dilakukan dalam turun
lapang kali ini adalah pendekatan objektif, dimana kami menggunakan variabel-
variabel yang mudah di ukur seperti; pendidikan, pekerjaan atau penghasilan.
Dari hasil ananlisis didapat kenyataan bahwa anggota masyarakat yang termasuk
golongan atas adalah anggota masyarakat yang mempunyai kepemilikan lahan
yang dominan. Meski begitu, ada juga golongan atas yang dikarenakan
kepemilikian/ usaha diluar sektor pertanian.
Sistem stratifikasi bersifat terbuka atau disebut achieved status, dimana
setiap anggota masyarakat berhak mengubah kedudukannya di masyarakat.
Hubungan antara golongan atas dan bawah mengindikasikan adanya hubungan
patron-klien di desa tersebut. Hubungan patron-klien ini terlihat jelas pada sektor
pertanian, dimana Pak H.Sawa menguasai hampir seluruh lahan pertanian dan
anggota masyarakat lainnya menjadi penggarap dan buruh tani dilahan miliknya.
Sistem pembagian hasil disana menggunakan sistem bawon dengan perbandingan
1:5, untuk penggarap.

6.2 Saran
Desa Ciasmara merupakan daerah yang potensial. Kekayaan di sektor
pertanian perlu dikembangkan, kelompok tani yang sudah terbentuk harus lebih
digiatkan kembali, karena dari kelompok tani inilah akan muncul berbagai inovasi
baru yang dapat meningkatkan keterampilan dan hasil produksi pertanian.
Pemahaman warga desa terhadap pentingnya pendidikan formal harus
ditingkatkan, demi peningkatan kualitas sumber daya manusia desa Ciasmara,
terutama generasi muda, yang pada akhirnya bisa menjadi agen pembangunan
desa Ciasmara.
DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono.2000.Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo


Persada.

Kolopaking, Lala M, dkk.2003. Sosiologi Umum. Bogor : Jurusan Sosial Ekonomi


Fakultas Pertanian IPB.

http://www.pu.go.id/ditjen_mukim/agro/index.asp?action=Menu_latar_belakang
(diakses pada tanggal 13 Januari 2009)

http://209.85.175.132/search?
q=cache:Cdta8Q4w4G8J:yb1zdx.arc.itb.ac.id/data/OWP/library-ref-ind/ref-
ind-1/application/poverty-reduction/ICT-
Indonesia/Sisfonas/LMP2%2520Definisi%2520dan%2520Kata
%2520Kunci.pdf+definisi+suprastruktur&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id
(diakses pada tanggal 13 Januari 2009)

Anda mungkin juga menyukai