Nama Kelompok:
Periklanan dibedakan dalam dua fungsi : fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi
pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan
yang semata-mata persuasif. Iklan tentang produk baru biasanya mempunyai unsur
informasi yang kuat. Misalnya iklan tentang tempat pariwisata dan iklan tentang harga
makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan tentang produk yang ada banyak
mereknya akan memiliki unsur persuasif yang lebih menonjol, seperti iklan tentang
pakaian bermerek dan rumah.Tercampurnya unsur informatif dan unsur persuasif
dalam periklanan, membuat penilaian etis terhadapnya menjadi lebih kompleks.
Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau
pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi,
menyesatkan, dan bahkan menipu publik.
Iklan mempunyai unsur promosi. Iklan merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming
calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Ia
menandaskan bahwa produknya adalah yang terbaik atau nomor satu di bidangnya.
Bahasa periklanan pada umumnya sarat dengan superlatif dan hiperbola. Di sini si
pengiklan tidak bermaksud agar publik percaya begitu saja. Dan publik konsumen tahu
bahwa retorika itu tidak perlu dimengerti secara harfiah.
Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tapi juga dengan tidak mengatakan
seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting
untuk diketahui. Contohnya, iklan tentang mobil bekas yang berbunyi “semua mobil
yang kami jual sebelumnya diperiksa oleh montir ahli” tetap berbohong, bila hal itu
memang benar, tapi montir tidak berbuat apa-apa bila menemukan ketidakberesan
serius pada suatu mobil.
Pada intinya, masalah kebenaran dalam periklanan tidak bisa dipecahkan dengan cara
hitam putih. Banyak tergantung pada situasi konkret dan kesediaan publik untuk
menerimanya atau tidak.
MANIPULASI DENGAN PERIKLANAN
Masalah manipulasi terutama berkaitan dengan segi persuasif dari iklan (tapi tidak
terlepas juga dari segi informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti
motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar.
Contohnya: iklan kosmetika selalu berusaha menciptakan suatu suasana romantis yang
khas, sehingga menggiurkan untuk publik konsumen.
Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang tidak etis. Tetapi,
iklan tidak mudah memanipulasi, karena tidak mudah membuat “korban” permainan.
a. Subliminal advertising
Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan
dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di
bawah ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun
audio.
Teknik subliminal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di New
Jersey yang menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang isinya
“Lapar. Makan popcorn”. Dan konon waktu istirahat popcorn jauh lebih laris dari
biasa.
b. Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, Karena anak mudah
dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak tidak
bisa dinilai lain daripada manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai
tidak etis.
Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara
berikut ini :
a. Kontrol oleh pemerinah
Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah
pengaturan diri (self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya dilakukan dengan
menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh para
periklan, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan. Jika suatu kode etik disetujui,
tentunya pelaksanaannya harus diawasi juga. Di Indonesia pengawasan kode etik ini
dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia.
Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan.
Dengan mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, kita bisa
menetralisasi efek-efek negatif dari periklanan. Laporan-laporan oleh lembaga
konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif sebagai kontrol atas
kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan.
Selain itu, ada juga cara yang lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan
dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang di nilai paling baik. Di Indonesia
ada Citra Adhi Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia.
Ada empat faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip
etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan.
1. Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak
baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu
iklannya menjadi tidak etis.
Sebagai contoh: iklan tentang roti Profile di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa
roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena kalorinya kurang dibandingkan
dengan roti merk lain. Tapi ternyata, roti Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per
ons, roti ini sama banyak kalorinya dengan roti merk lain.
2. Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang
menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya
penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam
rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti
seperti laporan dari instansi netral.
Contohnya : iklan tentang jasa seseorang sebagai pembunuh bayaran. Iklan semacam
itu tanpa ragu-ragu akan ditolak secara umum.
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan
mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.
Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam
masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana
yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat
dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
Contohnya : Iklan tentang pasta gigi, dimana si pengiklan mempertentangkan odol yang
biasa sebagai barang yang tidak modern dengan odol barunya yang dianggap barang
modern. Iklan ini dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan frustasi pada golongan
miskin dan memperluas polarisasi antara kelompok elite dan masyarakat yang kurang
mampu.
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang
sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan
yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih
mudah di terima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala
besar.
Seperti bisa terjadi juga, bahwa di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja
sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan
alisnya.
Soal :
1. Selain dari sudut pandang etika, keberatan apa lagi yang sering dikemukakan
terhadap periklanan?
4. Apa yang dimaksud dengan manipulasi? Mengapa manipulasi itu tidak etis?
Mengapa iklan tidak mudah memanipulasi?
5. Apakah yang dimaksud dengan subliminal advertising dan apa yang bisa
dikatakan tentang sifat etisnya?
6. Dari segi etika, bagaimana penilaian tentang iklan yang ditujukan kepada anak?
8. Faktor – factor mana yang harus dipertimbangkan dalam menilai kualitas etis
dari periklanan?
Jawab :
1. Bahwa iklan – iklan yang setiap hari secara masal dan intensive dicurahkan
diatas masyarakat melalui berbagai media komunikasi, pada umumnya tidak
mendidik, tetapi sebaliknya justru menyebar luaskan selera yang rendah.
2. Fungsi periklanan :
iklan informatif
bertujuan untuk membentuk permintaan pertama. Caranya dengan
memberitahukan pasar tentang produk baru, mengusulkan kegunaan baru
suatu produk, memberitahukan pasar tentang perubahan harga, menjelaskan
cara kerja suatu produk, menjelaskan pelayanan yang tersedia, mengoreksi
kesan yang salah, mengurangi kecemasan pembeli, dan membangun citra
perusahaan (biasanya dilakukan besar-besaran pada tahap awal peluncuran
suatu jenis produk).
Iklan Persuasif
Merupakan iklan untuk mempengaruhi atau membujuk konsumen. Persuasif
sering juga disebut dengan daya bujuk. Daya bujuk mempunyai daya
pengaruh untuk menyihir orang untuk melakukan sesuatu. Iklan dengan daya
bujuk yang kuat hampir pasti akan menggerakkan konsumen untuk
mendekatkan diri dengan brand kita dan tertarik untuk mencobanya.
3. Berbohong adalah dengan sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar, agar
orang lain percaya.
Unsur terpentingnya berperan dua kali. Pertama, supaya ada pembohongan si
pembicara harus bermaksud mengatakan sesuatu yang tidak benar (sengaja dan
tidak kebetulan) dan kedua, ia harus mengatakan hal itu dengan maksud agar
orang lain percaya.
Bahasa pada periklanan pada umumnya sarat dengan superlative dan hiperbol.
Disini si pengiklan tidak bermaksud agar public percaya begitu saja. Dan public
konsumen bahwa etorika itu tidak perlu dimengerti secara harfiah. Maksudnya
bukan memberi informasi yang belum diketahui, melainkan menarik perhatian
supaya dapat memikat calon pembeli.
6. Iklan yang ditunjukan kepada anak dianggap kurang etis, karena anak belum
bisa mengambil keputusan dengan bebas dan sangat sensitive terhadap
pengaruh dari luar. Karena itu anak mudah dimanipulasi dan dipermainkan.
Apalagi, anak tidak akan membeli produk yang diiklankan melainkan orang
tuanya. Ia akan meminta produk itu dibelikan dan baru puas bila keinginannya
baru terpenuhi.
7. Pengontrolan terhadap iklan perlulah adanya control tepat yang dapat
mengimbangi kerawanan tersebut. Pada umumnya dikatakan bahwa
pengontrolan seperti itu terutama haus dijalankan dengan tiga cara beikut ini:
oleh pemerintah, oleh para pengiklan sendiri, dan oleh masyarakat luas.
Control oleh pemerintah
Disini terlihat tugas penting bagi pemerintah, yang harus melindungi
masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan.
8. Ada empat faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-
prinsip etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan.
Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu
menjadi tidak baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang
menyesatkan, tentu iklannya menjadi tidak etis.
Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang
menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang
sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa
iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu
selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari instansi netral.
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan
mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.
Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda.
Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak
orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat
daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi
atau standar ekonomi lebih maju.
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu
orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada
tradisi periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja
bila beberapa iklan lebih mudah di terima daripada dimana praktek periklanan
baru mulai dijalankan pada skala besar.
KASUS ETIKA PERIKLANAN
Salah satu iklan yang telah melanggar nilai hukum etika dan komunikasi bisnis dalam
pemasaran berada pada iklan pesawat maskapai Garuda Indonesia. Dalam iklan
maskapai pesawat Garuda Indonesia ini dapat dilihat bahwa iklan ini telah menampilkan
perbandingan antara produk atau keunggulan yang menjadi ciri khas maskapai pesawat
Garuda Indonesia dengan kelemahan dari produk barang dan jasa dari maskapai lain
dengan tujuan untuk menjatuhkan dan merendahkan produk maskapai lain. Walaupun
iklan yang sudah dibuat dengan strategi iklan yang sudah bagus, akan tetapi pesan di
dalamnya akan menimbukan masalah pada produk lain. Dalam Strategi iklan maskapai
pesawat Garuda Indonesia menunjukkan bahwa kenyamanan dari konsumen ketika
sedang dilayani dengan maskapai Garuda Indonesia yang menjadi sumber utama bagi
mereka, akan tetapi dengan menggunakan produk pesaing yaitu maskapai pesawat
yang lain merupakan salah satu pelanggaran etika dalam beriklan. Seharusnya kasus
ini tidak terjadi pada maskapai Garuda Indonesia, karena dengan terjadinya kasus ini
dan diketahui oleh khalayak ramai dan dapat memperburuk citra maskapai Garuda
Indonesia di kalangan masyarakat. Sebenarnya tanpa harus membuat iklan dengan
menampilkan persaingan dengan produk lain citra yang dimiliki oleh Garuda Indonesia
sudah baik dan banyak diminati oleh banyak orang dengan fasilitas dan pelayanan
yang baik. salah satu prinsip dalam mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan
prinsip kejujuran berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan
seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai
persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi
bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi
iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas
sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai
konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga. Iklan yang
telah dibuat dan diperlihatkan kepada khalayak ramai perusahaan produk harus
bertanggung jawab terhadap pesan-pesan yang terdapat dalam iklan.
ANALISIS
Adapun pelanggaran etika pemasaran iklan yang dilakukan oleh maskapai Garuda
Indonesia berdasarkan Etika Pariwira Indonesia (EPI) adalah pada isi iklan, dimana Hak
Cipta Penggunaan, penyebaran, penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi
atau bagian dari materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari
pemilik atau pemegang merek yang sah. Hal tersebut bisa dilihat dari iklan maskapai
pesawat Garuda Indonesia yang menggunakan gambar ataupun cir khas warna dari
maskapai pesawat lain dan disertai dengan memperlihatkan produk barang ataupun
jasa yang diberikan oleh suatu maskapai pesawat lain. Garuda Indonesia merupakan
salah satu maskapai yang paling sering diminati oleh banyak orang karena fasilitas
yang diberikan memang sangat memadai dan pelayanan yang diberikan sangat
eksklusif diberikan kepada konsumen. Akan tetapi nilai jual untuk mendapatkan
pelayanan dan fasilitas tersebut pelanggan atau konsumen di kenai biaya dengan harga
tinggi sesuai dengan fasilitas dan pelayanan yang di berikan kepada pelanggan.
Selain itu pelanggaran nilai etika yang terdapat dalam iklan maskapai Garuda Indonesia
adalah mengenai keselamatan, dimana iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk
yang diiklankan. Iklan ini menunjukkan bahwa ketika konsumen atau masyarakat lebih
memilih menggunakan maskapai lain dibandingkan dengan maskapai pesawat Garuda
Indonesia maka keselamatannya kurang terjamin. Iklan tersebut menunjukkan bahwa
ketika kita menggunakan maskapai pesawat lain maka penumpang tidak akan
mendapatkan pelayanan yang baik dari pegawai-pegawai maskapai.