Anda di halaman 1dari 47

perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.

id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II membahas tentang tinjauan pustaka yang berkaitan tentang fasilitas


Komplek Lembaga Pemasyarakatan, meliputi pembahasan tentang Lembaga
Pemasyarakatan secara keseluruhan, Sistem Keamanan Lembaga Pemasyarakatan
serta Preseden fasilitas terkait.

A. LEMBAGA PEMASYARAKATAN
A.1. Lembaga Pemasyarakatan
A.1.a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan, yang oleh beberapa orang masih dikenal


dengan sebutan “Penjara”, merupakan sebuah fasilitas pemerintah yang
berfungsi untuk proses pembinaan narapidana. Berkaitan dengan pengertian,
terdapat beberapa pengertian dari Lembaga Pemasyarakatan, diataranya, yang
bersumber dari produk keluaran Kementrian Kehakiman dan HAM, yaitu:

Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah


tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan (UU No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan).
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah unit pelaksanaan teknis di
bidang pemasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggungjawab
langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman.
Sebuah Lembaga Pemasyarakatan dipimpin oleh seorang Kepala, yang
sering disebut Kalapas (Kepala Lembaga Pemasyarakatan).
(Keputusan Mentri Kehakiman RI No.01-PR.07.03 Tahun 1985).
Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
Lembaga Pemasyarakatan merupakan sebuah unit pelaksanaan teknis di bidang
pemasyarakatan/ pembinaan warga binaan. Lembaga Pemasyarakatan
melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dengan
menggunakan sebuah sistem Pemasyarakatan yang telah ditentukan. Unit
tersebut bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Pendidikan. commit to user

II-1
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Lapas merupakan wadah untuk kegiatan pembinaan Warga Binaan


Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu
antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri,
dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat
hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

A.1.b. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan

Tujuan dari perlakuan terhadap narapidana di Indonesia saat ini telah


bergeser dari tujuan pada era kolonial . Tujuan ini mulai tampak pada tahun
1964 setelah Sahardjo mengemukakan dalam konfrensi kepenjaraan, bahwa
tujuan pemidanaan adalah pemasyarakatan, jadi mereka yang menjadi
narapidana bukan lagi dibuat jera, tetapi dibina untuk kemudian
dimasyarakatkan (re-sosialisasi).

Tujuan pembinaan adalah pemasyarkatan. Tujuan tersebut dapat diibagi


dalam 3 hal, yaitu: (Tugas Akhir di Universitas Pembangunan Nasional dalam
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1hukum/204711039/bab2.pdf)

1. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan


tindak pidana
2. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya.
3. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Sementara itu, dalam artikel dari C.I. Harsono yang dikutip dari Thesis
Kajian Pembinaan Narapidana oleh Dra. Rili Windiasih, tujuan akhir
pemidanaan adalah kesadaran (consciousness). Untuk memperoleh kesadaran
dalam diri seseorang, maka seseorang harus dapat mengenal dirinya sendiri.
Kesadaran sebagai tujuan pemidanaan dapat dicapai dengan melakukan
beberapa tahap:1

commit to user
1
Thesis “Kajian Pembinaan Narapidana Dengan Sistem Pemasyarakatan Dalam perspektif Ketahanan Nasional (Studi di Lembaga
pemasyarakatan Purwokerto)” oleh Dra. Rili Windiasih, M.Si.

II-2
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

1. Mengenal diri sendiri


2. Memiliki kesadaran beragama, kesadaran terhadap kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sadar sebagai makhluk Tuhan
3. Mengenal potensi diri
4. Mengenal cara memotivasi, adalah mampu memotivasi diri sendiri ke
arah yang positif, ke arah perubahan yang semakin baik
5. Mampu memotivasi orang lain
6. Mampu memiliki kesadaran yang tinggi, baik untuk diri sendiri,
keluarga, kelompoknya, masyarakat sekelilingnya, agama, bangsa dan
negaranya.
7. Mampu berfikir dan bertindak.
8. Memiliki rasa percaya diri yang kuat
9. Memiliki rasa tanggungjawab
10. Menjadi pribadi yang kuat.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pemidanaan
saat ini adalah kesadaran dari diri narapidana untuk tidak mengulangi
perbuaan negatifnya, dan juga dapat bersosialisasi kembali (re-sosialisasi)
dengan masyarakat luas sebagai anggota masyarakat yang baik.

A.1.c. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


Nomor M.01-PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemasyarakatan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, yang
menetapkan tentang Keputusan Menteri Kehakiman RI Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, Pasal 3, tercantum bahwa Fungsi
dari Lembaga Pemasyarakatan adalah (Majalah Pemasyarakatan No. 16 Th
1986 hal 26):

 Melakukan pembinaan narapidana/ anak didik


 Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola
hasil kerja
 Melakukan bimbingan sosial/ kerohanian nerapidana/ anak didik
 Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lembaga
Pemasyarakatan
 Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga

Dari uraian di atas didapat bahwa secara garis besar, fungsi Lembaga
Pemasyarakatan adalah untuk menjalankan sebuah sistim yang bertujuan
untuk melakukan kegiatan pembinaan dan bimbingan kepada narapidana.
commit to user

II-3
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

A.1.d. Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan

Pengklasifikasian Lembaga Pemasyarakatan dalam struktur organisasi


Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan surat keputusan Menteri Kehakiman RI
No.M.01.PR.07.03 tahun 1985 dalam pasal 4 ayat 1 diklasifikasikan dalam 3
klas yaitu:

a. Lapas kelas I
b. Lapas kelas IIA
c. Lapas kelas IIIB
Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan kapasitas hunian
dan jenis/ tingkat kejahatan. Sesuai dengan kapasitasnya, Lapas dapat
diklasifikasikan dalam 3 kelas, yaitu:

a. Lapas kelas I : Kapasitas hunian standar ≥ 1500 orang


b. Lapas kelas IIA : Kapasitas hunian standar ≥ 500-1500 orang
c. Lapas kelas IIIB : Kapasitas hunian standar ≤ 500 orang

A.2. Sistem Pemasyarakatan


A.2.a. Pengertian Sistem Pemasyarakatan
Negara Indonesia memiliki acuan tersendiri tentang pengertian sistem
Pemasyarakatan, yaitu dari produk undang-undang yang dikeluarkan oleh
pemerintah, khususnya Dirjen Pemasyarakatan, Kementrian Hukum dan
HAM. Terdapat beberapa pengertian tentang pemasyarakatan, diantaranya,
yang bersumber dari UU No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yaitu:
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga
Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan
dalam tata peradilan pidana Pemasyarakatan (UU No.12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan).
Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas
serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan
Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang
dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan
Pemasyarakatan agarcommit to user kesalahan, memperbaiki diri, dan
menyadari
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh

II-4
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan


dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung
jawab Pemasyarakatan (UU No.12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan).
Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,
dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar
sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab, serta berfungsi
menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi
secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali
sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Dengan tiga uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sistem


pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas, serta cara
untuk melakukan sebuah kegiatan pembinaan Warga Binaan, yang merupakan
tahap akhir dari rangkaian sistem pemidanaan. Sistem pemasyarakatan
bertujuan akhir untuk dapat menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab Pemasyarakatan.

A.2.b. Sejarah Sistim Pemasyarakatan di indonesia

Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia saat ini merupakan wadah


sebuah sitem penahanan/ pemidanaan seseorang yang telah melakukan tindak
kriminal. Lembaga Pemasyarakatan telah mengalami perubahan konsep
sistem, tujuan dan filosofi dari sistem yang terbentuk pertama kali di
Indonesia, yaitu masa kolonial. Pergeseran tujuan dan sistem ini terjadi
berdasarkan kondisi masyarakat Indonesia yang juga terus berubah.

Secara garis besar, perubahan-perubahan sistem Lembaga


Pemasyarakatan di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:

1. Masa Kolonial
Pada sistem kepenjaraan pada masa kolonial, yang merupakan sistem yang
commit to user
pertama kali diterapkan di Indonesia, lebih bersifat ke penghukuman dan

II-5
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

penjeraan, atau lebih sering disebut dengan prisonisasi. Tujuan dari orang
yang masuk penjara pada masa itu adalah orang tersebut jera dan tidak
mau mengulangi perbuatannya lagi yang memungkinkan orang tersebut
masuk ke penjara lagi. Pada masa itu, penjara juga bersifat balas dendam,
sehingga kepenjaraan selalu identik dengan kekerasan, penyiksaan dan
hal-hal yang tidak manusiawi lainnya. Selain itu, narapidana juga diputus
hubungannya sama sekali dengan dunia luar.
Al-Catraz The Rock Jerman merupakan salah satu bangunan yang
mewadahi sitem kepenjaraan.

Gambar 2.1 Penjara Al-Catraz sebagai penjara dengan sistem kolonial


Sumber: Google search, 2012

2. Kemerdekaan
Terdapat Reglemen Penjara, yang menjunjung Peri kemanusiaan dan peri
keadilan tanpa pandang bulu/ SARA.
3. 5 Juli 1953 (Dr. Sahardjo, SH)
Sistem penjara dirubah menjadi “Sistem Pemasyarakatan”, yaitu sistem
yang di samping menimbulkan rasa derita pada narapidana agar tidak
mengulangi perbuatannya dan bertaubat, tetapi juga mendidik supaya ia
menjadi seorang masyarakat Indonesia yang berguna.
4. 27 April 1964
Muncul “10 Prinsip Pemasyarakatan”. Sistem Pemasyarakatan adalah
sistem pembinaan narapidana dan merupakan pengejawantahan keadilan
yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial warga binaan
pemasyarakatan dalam kapasitasnya sebagai individu, anggota masyarakat,
dan juga makhluk Tuhan.
commitIndonesia
5. Undang-Undang Republik to user No.12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan

II-6
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Sistem Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas pengayoman,


persamaan perlakuan dan pelayanan pendidikan serta penghormatan harkat
dan martabat manusia. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya
derita serta terjaminnya hak untuk berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu. Pada masa ini, sistem pemidanaan bergeser dari
prisonisasi menjadi corectional system.

Sampai saat ini Indonesia masih menerapkan sistem Pemasyarakatan


sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan, yaitu Sistem Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas
pengayoman. Narapidana diarahkan untuk dapat mengoreksi diri dan dapat
kembali ke masyarakat luas sebagai warga negara yang baik.

A.2.c. Dasar Pembinaan Pemasyarakatan


Sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas (UU
No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 5):
 Pengayoman
 Persamaan perlakuan dan pelayanan
 Pendidikan
 Pembimbingan
 Penghormatan harkat dan martabat manusia
 Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
 Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan
orang-orang tertentu.

A.2.d. Prinsip Pemasyarakatan

Pemberdayaan narapidana telah didukung dengan suatu prinsip yang


dikenal dengan sepuluh prinsip pemasyarakatan. Kesepuluh prinsip
kemasyarakatan tersebut adalah: (Thesis Dra. Rili Windiasih, M.Si. “Kajian
Pembinaan Narapidana Dengan Sistem Pemasyarakatan Dalam perspektif
Ketahanan Nasional”)

1. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepadanya bekal


hidup sebagai warga negara yang baik, berguna dalam masyarakat, yakni
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Bekal
hidup tidak hanya finansial dan materiil, tetapi yang penting adalah
mental, fisik, keahlian,commit to user hingga membentuk pribadi yang
ketrampilan,
memiliki kemampuan dan kemauan yang potensiil dan efektif untuk

II-7
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

menjadi warga yang baik, tidak melanggar hukum lagi, dan berguna bagi
nusa dan bangsa.
2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara
terhadap narapidana. Terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan,
baik berupa ucapan, tindakan, cara perawatan maupun penempatan. Satu-
satunya derita hanya dihilangkan kemerdekaannya.
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
bimbingan. Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai
norma-norma hidup dan kehidupan, diberi kesempatan untuk merenungkan
perbuatannya yang lampau. Narapidana dapat diikutsertakan dalam
kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang menjadi lebih buruk atau
lebih jahat dari sebelumnya. Karena itu harus diadakan pemisahan
antara:
a. Yang residivis dan yang bukan;
b. Yang telah melakukan tindak pidana berat dan ringan;
c. Macam tindak pidana yang diperbuat.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus
dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan
daripadanya. Menurut pemahaman lama, pada waktu mereka menjalani
pidana hilang kemerdekaan adalah identik dengan pengasingan dari
masyarakat. Kini menurut sistem pemasyarakatan mereka tidak boleh
diasingkan dari masyarakat dalam arti kultural. Secara bertahap mereka
akan dibimbing di tengah-tengah masyarakat yang merupakan kebutuhan
dalam proses pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan ini didasarkan pada
pembinaan yang comunity centered dan berdasarkan aktivitas dan
interdisiplinair approach antara unsur-unsur pegawai, masyarakat, dan
narapidana.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat
mengisi waktu, atau hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau
negara sewaktu saja. Pekerjaan harus sesuai dengan pekerjaan di
masyarakat yang ditujukan kepada pembangunan nasional, karenanya
harus ada integrasi pekerjaan narapidana dengan pembangunan nasional.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila. Dalam
pendidikan dan bimbingan harus berisikan asas-asas yang tercantum dalam
Pancasila. Kepada narapidana harus diberikan pendidikan agama, serta
diberi kesempatan dan bimbingan untuk melaksanakan ibadahnya,
ditanamkan jiwa kegotongroyongan, jiwa toleransi, jiwa kekeluargaan,
rasa persatuan, rasa kebangsawanan Indonesia, jiwa bermusyawarah untuk
bermufakat yang positif. Narapidana harus diikutsertakan dalam kegiatan
demi kepentingan bersama dan umum.
8. Tiap manusia harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun telah
tersesat. Tidak boleh selalu ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu
adalah penjahat. Ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan
diperlakukan sebagai manusia. Sehubungan dengan itu, petugas
pemasyarakatan tidak boleh bersikap maupun memakai kata-kata yang
dapat menyinggung perasaan.
9. Narapidana tidak hanya commit to user
dijatuhi hukuman pidana namun mendapat
mata pencaharian untuk keluarganya dengan jalan menyediakan

II-8
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

pekerjaan dengan upah. Bagi pemuda dan anak-anak disediakan


lembaga-lembaga pendidikan yang diperlukan, ataupun diberi kesempatan
kemungkinan mendapat pendidikan di luar lembaga.
10. Perlu didirikan lembaga-lembaga pemasyarakatan yang baru yang
sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan program pembinaan dan
memindahkan lembaga-lembaga yang berada di tengah-tengah kota ke
tempat-tempat yang sesuai dengan kebutuhan proses pemasyarakatan.
Sebaiknya juga ada bangunan khusus sehingga dapat diadakan pemisahan
antara narapidana-narapidana.

Kesepuluh Prinsip Pemasyarakatan ini menjadi acuan dari


terselenggaranya program pemasyarakatan di Indonesia, yang pada akhirnya
akan berpengaruh pada keseluruhan aspek pendukung program
pemasyarakatan, termasuk fasilitas bangunan pemasyarakatan, yaitu Lapas.

A.2.e. Rangkaian Sistem Pemasyarakatan


Secara garis besar, rangkaian sistem pemasyarakatan di Indonesia
dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu Maximum Security, Medium Security dan
Minimum Security.

Gambar 2.2 Bagan Alur Rangkaian Sistim Pemasyarakatan


Sumber: Pendiagraman deskripsi, 2012

Skema di atas dapat lebih dipahami dengan penjelasan/ penjabaran


sebagai berikut:

1. Maximum Security

Maximum Security merupakan fase pertama ketika narapidana


memasuki Lembaga Pemasyarakatan. Pada tingkat pengawasan tahap
awal ini, narapidana mendapatkan pengawasan yang ketat sampai
commit to user
dengan 1/3 masa pidana.

II-9
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Pada tahap awal, narapidana dikenalkan pada tahap “ admisi


dan orientasi”, dimana pada tahap ini dilakukan penelitian mendalam
terhadap narapidana dari petugas Lapas, menyangkut identitas, latar
belakang sosial, latar belakang tindak kriminal, perilaku dan kebiasaan
buruk, serta riwayat kesehatan. Data yang diperoleh sangat penting
untuk bahan penyususnan program pembinaan selanjutnya, pendidikan
atau jenis kegiatan apa yang cocok.

Selain itu, data juga nantinya digunakan sebagai bahan


pertimbangan dalam hal pemberdayaan serta penempatan narapidana.
Data yang dijadikan dasar antara lain jenis kelamin, umur, residivis
atau bukan, kewarganegaraan, serta lamanya pidana. Penempatan
kamar narapidana menggunakan banyak pertimbangan dengan tujuan
agar narapidana ridak mengalami penekanan ataupun tindakan negatif
lainnya dalam Lapas.

Pada tahap orientasi, narapidana ditempatkan pada kamar


khusus / karantina yang biasa disebut sel Mapeling (Masa Pengenalan
Lingkungan). Selama di sel Mapeling, narapidana dijelaskan tentang
hak dan kewajiban narapidana, pengenalan peraturan Lapas dan
pengenalan lingkungan (orientasi medan). Masa pengenalan
lingkungan berbeda-beda waktunya sesuai dengan narapidana yang
bersangkutan.

Setelah tahap orientasi dilalui, maka narapidana akan


dimasukkan ke dalam blok-blok narapidana. Narapidana yang sudah
menempati blok sel masing-masing sudah mulai dilaksanakan kegiatan
pembinaan kesadaran beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan
bernegara, pembinaan kemampuan intelektual dan juga pembinaan
tentang kesadaran hukum, sesuai dengan program yang ditetapkan oleh
Lapas yang bersangkutan.

Bimbingan kerja yang merupakan program kemandirian


dilakukan pada tahap ini. Berbagai bimbingan kerja diterapkan kepada
commit to user
narapidana sebagai bekal narapidana untuk dapat bekerja di dunia luar.

II-10
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Kegiatan yang diterapkan pada sistem pemasyarakatan ini tidak


seperti kegiatan yang diterapkan pada saat Lapas masih menggunakan
sistem kepenjaraan. Pekerjaan yang diberikan pada masa kini memiliki
hakikat preventif, edukatif, serta produktif.
 Preventif mengandung makna bahwa dengan bekerja,
narapidana akan terpelihara kesehatan dan kebugaran
jasmani dan rohani, karena dengan bekerja di siang hari
maka pada malam hari orang tersebut dapat tidur dengan
nyenyak. Di samping itu, menghindari pula dari kegiatan
yang negatif dari narapidana. Bekerja juga dapat membuat
waktu terasa cepat berlalu hingga narapidana tidak merasa
terlalu jenuh untuk menunggu waktu pidana mereka habis.
 Edukatif, artinya pekerjaan yang dilakukan oleh narapidana
akan menjadi pelajaran/ latihan yang sangat berguna kelak
di kemudian hari setelah keluar dari Lembaga
Pemasyarakatan. Dalam hal ini diharapkan nantinya
narapidana tidak mencari pekerjaan tetapi dapat membuka
lapangan pekerjaan baru minimal untuk dirinya sendiri,
hingga tidak akan terjerumus melakukan tindak pidana lagi.
 Produktif, artinya dengan pekerjaan yang dilakukan oleh
narapidana akan menghasilkan suatu produk barang/ jasa.
Karena pemberian pekerjaan itu memang diarahkan untuk
pembinaan bukan hanya sekedar mengisi waktu, maka hasil
produksinya haruslah dapat dimanfaatkan oleh pihak lain.
Selain pembinaan jasmani dan rohani, di Lapas juga diadakan
kegiatan yang bersifat rekreasi. Program ini diadakan dengan tujuan
agar narapidana yang tinggal di Lapas tidak stress dan merasa tertekan.
Jenis kegiatan ini meliputih olah raga permainan seperti voli, tenis
meja, catur, kegiatan perpustakaan serta pemutaran video/ TV.
Kegiatan positif yang dilakukan oleh narapidana juga akan membuat
kecenderungan konflik akan menurun karena tingkat stress narapidana
berkurang.

2. Medium Security
Setelah narapidana menjalani persyaratan tahap awal yaitu
tahap maximum security, maka selanjutnya narapidana memasuki tahap
lanjutan dengan pengawasan medium security.

Apabila proses pemberdayaan tahap pertama narapidana telah


commit to user
dilaksanakan dan telah mencapai cukup kemajuan baik fisik, materiil,

II-11
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

serta dari segi ketrampilannya, maka wadah proses pembinaannya


diperluas, dengan diperbolehkan mengadakan asimilasi dengan
masyarakat luas. Dalam tahap lanjutan ini masih 2/3 masa pidana
sesungguhnya, narapidana masih dalam pengamanan atau pengawasan
Medium security.

Ketentuan asimilasi diatur dalam Peraturan Mentri Kehakiman


Republik Indonesia Nomor: M.01-PK.04.10 Tahun 1991 tTentang
Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Syarat
seorang narapidana bisa mendapatkan asimilasi adalah kesadaran dan
perilaku narapidana yang bersangkutan semakin membaik salama
dalam Lembaga Pemasyarakatan serta adanya kesediaan dari
seseorang, badan atau lembaga yang memberikan jaminan secara
tertulis di atas materai bahwa narapidana yang bersangkutan tidak akan
melarikan diri.

Asimilasi ini bisa dilaksanakan di sekitar Lapas atau Lapas


Terbuka (open camp) seperti bekerja di pertanian atau peternakan.
Asimilasi juga bisa dilaksanakan di dalam Lapas (Work release) antara
lain ikut beribadah bersama dengan masyarakat luar, mengadakan
pertandingan olahraga dengan masyarakat luar, mengikuti pendidikan
di sekolah-sekolah luar, serta bekerja di luar atau tinggal di Half Way
House. Namun demikian, segala kegiatan tersebut masih di bawah
pengawasan dan bimbingan petugas. Tahap ini masih dalam tahap
“medium security” sampai 2/3 masa pidana.

3. Minimum Security
Apabila proses pembinaan telah dijalani 2/3 dari masa pidana
yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka kepada
narapidana yang bersangkutan diberikan Pembebasan Bersyarat (PB)
atau Cuti Menjelang Bebas (CMB). Pada tahap ini pengawasan
terhadap narapidana menjadi “minimum security”. Pada tahap akhir ini
keseluruhan program pembinaan dilaksanakan sepenuhnya di luar
commit to
Lapas. Ini berarti mereka user
bisa berintegrasi di tengah keluarga serta

II-12
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

masyarakat tetapi masih dalam pengawasan Balai Pemasyarakatan


yang disebut BAPAS sampai waktu pidananya habis.

A.3. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)


A.3.a. Pemahaman Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
Warga Binaan Pemasyarakatan atau selanjutnya disebut dengan WBP
adalah sebutan umum dari pengguna Lapas yang berstatus penghuni Lapas.
WBP dapat berstatus narapidana (sudah dijatuhi hukuman peradilan) ataupun
tahanan (masih menunggu proses putusan peradilan).

A.3.b. Pemahaman Tahanan


Tahanan adalah orang yang berstatus sebagai terdakwa yang sedang
menjalani proses peradilan dan belum mendapat putusan hukuman. Tahanan
difasilitasi dalam satu wadah hunian tunggu, yaitu Rutan atau Rumah
Tahanan.
Masa tunggu tahanan relatif tidak lama, bervariasi sesuai dengan
tingkat kejahatan dan proses yang berlangsung di peradilan. Masa tunggu
biasanya tidak lebih dari 100 hari. Jika selama hampir 100 hari belum ada
proses peradilan yang berlangsung, maka pihak Rutan berhak mengkonfirmasi
ke pihak peradilan, dan apabila belum ada kemajuan peradilan untuk
memproses lebih lanjut, maka Rutan berhak untuk membebaskan terdakwa
dari Rutan.

A.3.c. Pemahaman Narapidana


Narapidana, atau lebih sering disingkat dengan kata “Napi” merupakan
seorang yang sedang menjalani masa pidana di dalam Lembaga
Pemasyarakatan, seperti yang disebutkan pada UU No.12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan berikut ini:

Narapidana adalah seorang yang menjalani narapidana penjara di


Lapas sebagai realisasi atas putusan hakim berupa penjatuhan pidana
penjara yang telah memiliki kekuatan tetap melalui proses hukum,
yaitu proses sidang pengadilan (UU No.12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan). commit to user

II-13
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Pada hakikatnya proses pemberdayaan narapidana berlangsung sejak


narapidana diserahkan oleh jaksa ke Lapas berdasarkan putusan hakim yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Selama menjalani pidana penjara di Lapas, narapidana memperoleh


suatu pembinaan yang dikenal dengan sistem pemasyarakatan.
Pemasyarakatan yang berarti memasyarakatkan kembali terpidana sehingga
menjadi warga yang baik dan berguna (healthy reentry into the community)
pada hakekatnya adalah sebuah proses Resosialisasi. Istilah Pemasyarakatan
itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah Resosialisasi.

A.3.d. Hak-Hak Narapidana

Sistem Pemasyarakatan masa kini bertujuan untuk mengembalikan


Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan juga bertujuan
untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak
pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan
bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Sistem Pemasyarakatan Indonesia lebih ditekankan kepada aspek pembinaan
narapidana, bukan sistem yang keras dengan tujuan penjera narapidana.

Banyak orang yang berpandangan bahwa narapidana masih merupakan


seorang yang menjalani masa kurungan di penjara dengan semua
kebebasannya dan hak asasi manusia dirampas penuh oleh penjara. Pandangan
tersebut sudah tidak relevan untuk sistem masa kini. Hak-hak dasar narapidana
masih tetap dipertahankan tetapi dalam kadar minimum, itu kuncinya. Hak-
hak dasar manusia seperti makan, minum, buang hajat, berkomunikasi, dll
sangat boleh untuk dimiliki seorang yang tengah menjalani masa tahanan.
Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa pada prinsipnya, penahanan di
penjara adalah hanya ketidakberadaan orang tersebut di lingkungannya yang
biasa, jadi narapidana masih dapat berkomunikasi dan mengetahui tentang
keluarga, lingkungan, bahkan tentang hartanya.

Menurut prinsip-prinsip untuk perlindungan semua orang yang berada


di bawah bentuk apapun commit
atau pemenjaraan
to user (Body of Principles for the
Protection of All Persons Under Any Form Detention or Imprisonment) yang

II-14
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 9 Desember 1988 dengan
Resolusi 43/173, tidak boleh ada pembatasan atau pelanggaran terhadap setiap
hak-hak asasi manusia dari orang-orang yang berada di bawah bentuk
penahanan atau pemenjaraan, penangkapan, penahanan atau pemenjaraan
harus diperlakukan dalam cara yang manusiawi dan dengan menghormati
martabat pribadi manusia yang melekat.

Tidak seorangpun yang berada di bawah bentuk penahanan atau


pemenjaraan dalam bentuk apapun dapat dijadikan sasaran penganiayaan atau
perlakuan kejam, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan.
Seseorang yang ditahan harus berhak untuk mendapatkan bantuan seorang
penasihat hukum.

Seorang yang ditahan atau dipenjara berhak untuk melakukan


komunikasi, surat-menyurat, dan dikunjungi oleh kerabat, terutama dengan
anggota keluarganya. Hubungan dengan dunia luar juga diperbolehkan kepada
narapidana.

Di Indonesia, ketentuan yang mengatur tentang hal tersebut ada pada


Undang-Undang Republik Indonesia pasal 14 ayat 1 No.12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan yang isinya:

Narapidana berhak:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang;
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang
tertentu lainnya;
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasul cuti mengunjungi
keluarga;
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. Mendapatkan hak-hak
commitlainnya
to user sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku

II-15
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

A.3.e. Pergeseran Perilaku Narapidana dalam Lapas


Lembaga Pemasyarakatan merupakan sebuah lingkungan yang sama
sekali berbeda dengan lingkungan masyarakat luar. Budaya-budaya baru yang
disebabkan oleh komunitas yang ada dalam Lapas, juga terisolasi dengan
dunia luar menyebabkan pergeseran perilaku bagi penghuni Lapas, yaitu WBP,
terutama pada narapidana, karena frekuensi waktu yang lebih lama dibanding
dengan tahanan.
Berikut merupakan bentuk-bentuk pergeseran perilaku yang
disebabkan oleh dampak psikologis menurut C.I. Harsono Hs, Bc. IP dalam
Sistem Baru Pembinaan Narapidana:
1. Loss of Personality
Seorang narapidana selama dipidanakan akan kehilangan
kepribadian diri, identitas diri, akibat peraturan dan tata cara hidup di
Lembaga Pemasyarakatan/ Rutan. Narapidana selama menjadi
narapidana diperlakukan yang sama atau hampir sama antara satu
narapidana dengan narapidana lainnya. Kenyataan ini akan membentuk
satu kepribadian yang khas pula, yaitu kepribadian narapidana. Cara
perlakuan terhadap narapidana ileh petugas Lembaga Pemasyarakatan
lebih menjurus pada pola hidup feodalisme, sehingga terjadi klas-klas
tertentu dalam struktur kemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Loss of security
Selama menjalani pidana, narapidana selalu dalam pengawasan
petugas. Seseorang yang secara terus menerus diawasi, akan merasa
kurang aman, merasa selalu dicurigai, dan merasa selalu tidak dapat
berbuat sesuatu atau bertindak, karena takut kalau tindakannya
merupakan suatu kesalahan, yang dapat berakibat dihukum atau
mendapat sanksi. Pengawasan yang dilakukan setiap saat, narapidana
menjadi ragu dalam bertindak, kurang percaya diri, jiwanya menjadi
labil, salah tingkah dan kurang mampu mengambil keputusan secara
baik. Situasi yang demikian, dapat mengakibatkan narapidana
melakukan tindakan kompensasi demi stabilitas jiwanya. Padahal tidak
setiap kompensasi berdampak positif. Rasa tidak aman di dalam Lapas
akan tetap terbawa sampai keluar dari Lapas, dan baru akan hilang
jikan mantan narapidana telah mampu beradaptasi dengan masyarakat.
3. Loss of liberty
Pidana hilang kemerdekaan telah merampas berbagai kemerdekaan
individualm musalnya kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan
membaca surat kabar secara bebas, melakukan hobi, mendengarkan
radio, menonton telecisi, memilih dan dipilih dalam pemilu dan
sederetan kemerdekaan individual lainnya. Secara psikologis, keadaan
yang demikian menyebabkan narapidana menjadi tertekan jiwanya,
pemurung, malas, mudah marah dan tidak bergairah terhadap program-
program pembinaancommit to user
bagi diri sendiri. Padahal pembinaan narapidana
memerlukan stabilitas kepribadian, rasa aman dan perasaan bebas
untuk menentukan sikap.
II-16
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

4. Loss of personal communication


Kebebasan untuk berkomunikasi terhadap siapapun juga terbatasi.
Narapidana tidak bisa bebas untuk berkomunikasi dengan relasinya.
Keterbatasan ini disebabkan karena setiap pertemuan dengan relasi dan
keluarga waktunya sangat terbatas dan kadangkala pembicaraan
didengar oleh petugas yang mengawasinya. Begitu juga halnya dengan
surat-surat yang harus diperiksa atau ditilik, buku bacaan dan surat
kabar harus disensor dulu. Sebagai manusia sosial, narapidana
memerlukan komunikasi dengan teman, keluarga atau dengan orang
lain. Keterbatasan untuk berkomunikasi merupakan beban psikologis
tersendiri.
5. Loss of good and service
Narapidana juga merasakan kehilangan akan pelayanan. Dalam
Lemabaga Pemasyarakatan/ Rutan, narapidana harus mampu mengurus
dirinya sendiri. Mencuci pakaian, menyapu ruangan, mengatur tempat
tidurnya sendiri dan lain sebagainya. Narapidana tidak boleh memilih
warna pakaian, atau memuat pakaian dengan model tersendiri, semua
telah diatur agar sama, baik mengenai warna maupun modelnya. Begitu
juga mengenai masakan, dan menu makanan, semua telah diatur oleh
pihak Lembaga Pemasyarakatan. Hilangnya pelayanan, menyebabkan
narapidana kehilangan rasa kasih sayang (affection) yang biasanya
didapat di rumah. Hal ini menyebabkan seseorang menjadi garangm
cepat marah, atau melakukan hal-hal lain sebagai kompensasi
kejiwaannya.
6. Loss of heterosexual
Selama menjadi pidana, narapidana ditempatkan dalam blok-blok
sesuai dengan jenis kelaminnya. Penempatan ini juga menyebabkan
narapidana juga merasakan betapa naluri seks, kasih sayang, rasa aman
bersama keluarga ikut terampas. Kasih sayang terhadap anak, istri/
suami dan anggota keluarga lain tidak dapat ditemui selama dalam
Lapas. Akan menyebabkan penyimpangan seksual, misalnya
homoseks, lesbian, mastrubasi dan lain sebagainya. Semua merupakan
penyaluran nafsu seks yang terpendam. Tentu saja merupakan
abnormalitas seksual, yang jika tidak ditangani secara benar akan tetap
berlanjut setelah lepas dari Lapas.
7. Loss of prestige
Narapidana juga kehilangan harga dirinya. Bentuk-bentuk perlakuan
dari petugas terhadap narapidana telah membuat narapidana menjadi
terampas harga dirinya. Misalnya, penyediaan tempat mandi yang
terbuka untuk mandi bersama-sama, WC yang terbuka, kamar tidur
(sel) yang hanya berpintu terali besi dan lain sebagainya. Alasan
keamanan menjadi dasar utama dari perlakuan terhadap narapidana,
tetapi dampak psikologis menjadi lebih besar dibanding hasil dari
alasan keamanan tersebut. Kebiasaan-kebiasaan tersebut akan membuat
memiliki harga diri yang rendah.
8. Loss of belief
Akibat dari berbagai perampasan kemerdekaan, sebagai dampak dari
commit to
pidana penjara, narapidana user kehilangan akan rasa percaya diri
menjadi
sendiri. Ketidakpercayaan akan diri sendiri disebabkan tidak ada rasa
aman, tidak dapat membuat keputusan, kurang mantap dalam
II-17
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

bertindak, kurang memiliki stabilitas jiwa yang mantap.


Ketidakpercayaan terhadap diri sendiri akan mengganggu program
pembinaan, sebab kreativitas narapidana juga tidak dapat tersalurkan
dengan sempurna. Rasa percaya diri sangatlah penting sekali dalam
membina narapidana. Kepercayaan dirinya dapat dicapai juga
narapidana telah mengenal diri sendiri.
9. Loss of creativity
Selama menjalani pidana, narapidana juga terampas kreativitasnya, ide-
idenya, gagasan-gagasannya, imajinasinya, bahkan juga impian dan
cita-citanya. Karena apa yang menjadi cita-citanya tidak dapat segera
terwujud, tidak segera dapat dilaksanakan. Kemandegan dalam
melaksanakan kreativitas manusia, akan mengganggu jiwa seseorang.
Seperti halnya kebutuhan manusia yang lain, seperti makan, membaca,
maka kreativitas adalah bagian dari kebutuhan manusia dalam proses
berpikir. Manusia ingin selalu mengembangkan diri dalam berkreasi,
menemukan sesuatu, dan pikiran manusia tidak akan berhenti berpikir.
Itulah sebabnya kreativitas juga tidak pernah berhenti, terus
berkembang. Kreativitas tidak hanya behenti dengan berpikir saja,
tetapi juga menuntut untuk diwujudkan. Proses perwujudan yang akan
menjadi kendala bagi narapidan, sehingga menjadi masalah tersendiri,
menjadi problem psikologis narapidana.

Gambar 2.3. Keadaan narapidana di Lapas yang menyebabkan berbagai dampak psikologis
Sumber: Materi seminar Lapas Ir. Purwo Andoko dan Ir. Ganif Wijayana, 2012

A.4. Rumah Tahanan (Rutan)


A.4.a. Pengertian Rumah Tahanan (Rutan)
Rumah Tahanan/ Rutan merupakan sebuah tempat dimana para
tahanan, yaitu orang yang berstatus terdakwa, dan belum mendapat putusan
peradilan, mengabiskan masa tahanannya, sembari menunggu proses hukum
yang sedang dijalani, seperti tercantum pada Keputusan Mentri di berikut ini:
Rumah Tahanan Negara, yang selanjutnya disebut Rutan, adalah
tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. (Keputusan Menteri
Kehakiman dan HAM RI No. M.01.PL.01.01 Tahun 2003 tentang
commit
Pola Bangunan Unit to user
Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, Pasal 1 No.2)

II-18
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Bangunan Rumah Tahanan Negara, yang selanjutnya disebut


Bangunan Rutan, adalah sarana berupa bangunan dan lahan yang
diperuntukkan sebagai penunjang kegiatan perawatan tahanan yang
terdiri dari Rutan Klas I dan Rutan Klas II. (Keputusan Menteri
Kehakiman dan HAM RI No. M.01.PL.01.01 Tahun 2003 tentang
Pola Bangunan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan, Pasal 1 No.3)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Rumah
Tahanan (Rutan) merupakan tempat yang memfasilitasi penahanan dari
tersangka atau terdakwa yang belum selesai urusan penyidikan dan
pemeriksaan di pengadilan.

Jangka waktu tersangka ditahan di Rutan berbeda-beda sesuai dengan


proses peradilan yang tahanan jalani, dan paling lama 100 hari. Jika dalam 100
hari belum mengalami kemajuan proses peradilan, maka harus diadakan
perundingan dengan pihak pengadilan sehingga tidak menghambat tersangka
mendapatkan kejelasan hukuman.

Meskipun tidak ideal, tetapi karena adanya keterbatasan fasilitas, di


beberapa daerah Rutan dijadikan satu dengan bangunan Lembaga
Pemasyarakatan. Kedua fasilitas ini (Rutan dan Lapas) memiliki beberapa
kesamaan tujuan, fungsi dan persyaratan bangunan, sehingga dalam satu
bangunan dapat mewadahi aktivitas Rutan dan Lapas.

Gambar 2.4 Rutan Kelas I Surakarta, Salah Satu Contoh Rutan di Indonesia
Sumber: Google Search, 2013

A.4.b. Fungsi Rutan


Rumah Tahanan Negara mempunyai tugas melaksanakan perawatan
commit to user
terhadap tersangka atau terdakwa, untuk melaksanakan tugas tersebut Rumah

II-19
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Tahanan Negara mempunyai fungsi: (Majalah Pemasyarakatan Nomor 16 Tahun


1986)
1. Melakukan pelayanan tahanan
2. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib.
3. Melakukan pengelolaan.
4.Melakukan urusan tata usaha
Hampir menyerupai fungsi dari Lapas, Rutan bertanggungjawab untuk
menjalankan sistem Rumah Tahanan dan melakukan perawatan sehingga
tercapai kemudahan proses hukum yang berkaitan dengan penahanan dan
pengamanan terdakwa yang belum diberi putusan hukum.

A.4.c. Klasifikasi Rumah Tahanan (Rutan)


Rumah tahanan negara/cabang Rutan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehakiman RI Nomor M.04.OPR.07.03 tahun 1985 diklasifikasikan
dalam 3 klas yaitu:
a) Rumah Tahanan Negara Klas I
b) Rumah Tahanan Negara Klas IIA
c) Rumah Tahanan Negra Klas IIB
d) Cabang Rutan

A.5. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tertutup Kelas IIA


A.5.a. Pengertian Lapas Tertutup
Pada dasarnya Lembaga Pemasyarakatan Tertutup memiliki pengertian
yang sama dengan Lembaga Pemasyarakatan pada umumnya. Disebabkan oleh
perkembangan konsep Lapas, maka untuk lebih jelasnya, pada uraian ini,
Lapas yang dimaksud disebut dengan Lapas Tertutup.
Narapidana yang tinggal di Lapas Tertutup merupakan narapidana
yang sedang menjalani masa hukuman pada fase maximum security.Demi
kelangsungan program yang terdapat di dalamnya, maka Lapas Tertutup
menerapkan sistim keamanan yang ketat. Hubungan narapidana dengan pihak
luar juga sangat diminimalisir. Maka dari itu, bangunan Lapas Tertutup akan
cenderung tertutup dari pihak luar.

commit to user

II-20
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Gambar 2.5. Lapas Cipinang, Salah Satu Contoh Lapas Tertutup di Indonesia
Sumber: Materi seminar Ir. Purwo Andoko dan Ir. Ganif Wijayana, 2012

A.6. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Terbuka


A.6.a. Pengertian Lapas Terbuka
Lembaga Pemasyarakatan Terbuka (Lapas Terbuka) atau terkadang
disebut juga dengan Penjara tanpa jeruji besi, disebut dengan Open Prison di
luar negeri. Lapas terbuka merupakan suatu model pemidanaan narapidana
dengan tingkat pengawasan medium. Di Lapas Terbuka, para narapidana
sudah tidak tinggal di sel-sel jeruji besi, tetapi mereka tinggal di sebuah
kawasan yang lebih membaur dengan masyarakat umum dan menempati
bangunan selayaknya kamar dan rumah seperti biasa, tentunya dengan
berbagai penyesuaian, meskipun masih ada batas-batas yang tidak dapat
dilalui oleh narapidana baik fisik, misal pagar, maupun non fisik, misal waktu
keluar masuk penjara. Di Lapas terbuka, narapidana beraktivitas seperti
layaknya masyarakat umum. Aktivitas yang dilakukan oleh narapidana tetap
dikontrol dan diarahkan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan. Di tahap ini,
narapidana juga dituntut untuk dapat mulai berinteraksi dengan masyarakat
sekitar.

A.6.b. Tujuan Lapas Terbuka

Menurut Drs. Tholib, Bc. IP, SH, MH dalam tulisannya di akun Lapas
Terbuka yang dipimpinnya, sebagai Lembaga Pemasyaraktan yang baru
dibentuk di Indonesia, maka keberadan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka
mempunyai tujuan dalam rangka mensukseskan tujuan sistem Pemasyarakatan
sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 12 Th 1995 tentang
commit to user
Pemasyarakatan. Namun secara khusus pembentukan LAPAS Terbuka

II-21
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut : (Drs. Tholib, Bc. IP, SH,
MH, Pemberdayaan Lapas Terbuka sebagai Wujud Pelaksanaan Community
Based Corrections di Indonesia, www.lapasterbuka.wordpress.com)

1. Memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan penghidupan


narapidana di tengah tengah masyarakat;
2. Memberi kesempatan bagi Narapidana untuk menjalakan fungsi sosial
secara wajar yang selama ini dibatasi ruang geraknya selama di dalam
Lembaga Pemasyarakatan, dengan begitu maka seorang Narapidana
yang berada di Lmebaga Pemasyarakatan Terbuka dapat berjalan
berperan sesuai dengan ketentuan norma yang berlaku di dalam
masyarakat;
3. Meningkatkan peran aktif petugas, masyarakat dan Narapidana itu
sendiri dalam rangka pelaksanaan proses pembinaan;
4. Membangkitkan motivasi atau dorongan kepada Narapidana serta
memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada Narapidana
dalam meningkatkan kemampuan / keterampilan guna mempersiapkan
dirinya hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat setelah selesai
menjalani masa pidananya.
5. Menumbuh kembangkan amanat 10 ( sepuluh ) prinsip
Pemasyarakatan dalam tatanan kehidupan berbangsa adan bernegara.

A.6.c. Fungsi Lapas Terbuka

Lapas Terbuka merupakan sistim yang terbilang cukup baru di


Indonesia. Sisitim ini memiliki beberapa fungsi yang cukup berbeda dari
sistim Lapas Tertutup. Fungsi dari Lapas Terbuka, khususnya di indonesia
adalah:

 sebagai upaya memulihkan kesatuan hubungan hidup kehidupan dan


penghidupan antara Narapidana dengan masyaraakat yang sebeliumnya
rtak dengan memerikan kesmpatan kepada Narapidana untuk
menduduki tempatnya di Tengah-tenghah masyarakat yang
berfungsi penuh.
 memulihkan kembali harkat dan martabat serta keperecayaan diri
Narapidana sehingga memiliki kemampuan yang bertanggung jawab
baik kepada dirinya maupun kepada anggota masyarakat.
 menghindari pengaruh dari prisonisasi yaitu pengaruh negatif dari
penempatan Narapidana yang relatif terlampau lama di lama
lingkungan bangunan LAPAS tempat pelaksanaan pidana.
Lapas Terbuka merupakan adaptasi dari sistim Halfe Houses
yang telah lebih dulu diterapkan di luar negeri. Sistem Lapas Terbuka
yang jauh berbeda dengan Lapas Tertutup juga memiliki fungsi yang
berbeda dengan Lapas Tertutup. Lapas Terbuka mengedepankan
commit
sistem resosialisasi to user kepada masyarakat, sehingga
narapidana
diharapkan dengan narapidana menjalani sistim di Lapas Terbuka,

II-22
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

nantinya akan dapat memulihkan kembali harkat dan martabat orang


tersebut, dan dapat kembali bermasyarakat seperti masyarakat umum
lainnya.

A.6.d. Community Based Corection

Tujuan sistem pemasyarakatan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2


UU No. 12 Th 1995 tentang Pemasyarakatan dinyatakan bahwa “sistem
pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dapat
hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab.

Ini berarti bahwa tujuan akhir dari sistem pemasyarakatan adalah


bersatunya kembali Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat,
sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab, sehingga keberadaan
mantan Warga Binaan di masyarakat nantinya diharapkan mau dan mampu
untuk ikut membangun masyarakat dan bukan sebaliknya justru menjadi
penghambat dalam pembangunan.

Dalam konteks tersebut diatas sistem pembinaan narapidana dengan


orientasi yang berbasis di masyarakat (Community – Based corrections)
menjadi pilihan yang efektif dalam sistem pemasyarakatan. Community –
Based corrections merupakan suatu metode baru yang digunakan untuk
mengintegrasikan narapidana kembali ke kehidupan masyarakat. Semua
aktifitas yang mengarah ke usaha penyatuan komunitas untuk
mengintegrasikan narapidana ke masyarakat.

Melalui metode Community-based corrections memungkinkan Warga


Binaan Pemasyarkatan membina hubungan lebih baik, sehingga dapat
mengembangkan hubungan baru yang lebih positif. Tujuan utama
Community-based corrections ini adalah untuk mempermudah narapidana
berinteraksi kembali dengan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka penerapan Community-based corrections perlu didasarkan pada standar
commit to user
kriteria sebagai berikut :

II-23
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

1. Lokasi pembinaan yang memberikan kesempatan bagi narapidana


untuk berinteraksi dengan masyarakat
2. Lingkungan yang memiliki standar pengawasan yang mininmal
3. Program pembinaan seperti pendidikan, pelatihan, konseling dan
hubungan yang didasarkan kepada masyarakat
4. Diberikan kesempatan untuk menjalankan peran sebagai warga
masyarakat, anggota keluarga, siswa, pekerja dan lain lain.
5. Diberikan kesempatan untuk menumbuhkan dan mengembangkan diri.
Menurut Kartasasmita, penerapan Community-based corrections dapat
dilakukan dengan memberdayakan warga binaan pemasyarakatan melalui 3
upaya sebagai berikut :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi


masyarakat berkembang ( enabling ). Disini titik tolaknya adalah
pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki
potensi yang dapat dikembangkan
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat
(empowering) dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih
positif selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini
meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai
masukan ( input ) serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (
opportunities ) yang akan membuat masyarakat menjadi makin
berdaya.
3. Memberdayakan mengandung pola melindungi, dalam proses
pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah
karena kurang berdaya menghadapi yang kuat.

A.6.e. Kriteria Pembinaan Community Based Corection

Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka merupakan


pengejawantahan dari konsep Community-based corrections. Lembaga
Pemasyarakatan Terbuka merupakan suatu sistem pembinaan dengan
pengawasan minimum (Minimum Security) yang penghuninya telah
memasuki tahap asimilasi dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
dimana diantaranya telah menjalani setengah dari masa pidananya dan sistem
pembinaan serta bimbingan yang dilaksanakan mencerminkan situasi dan
kondisi yang ada pada masyarakat sekitar. Hal ini dimaksudkan dalam rangka
menciptakan kesiapan narapidana kembali ke tengah masyarakat ( integrasi ).

Dengan sistem pembinaan yang berorientasi kepada masyarakat maka


LAPAS Terbuka seharusnyacommit
memiliki ciri ciri sebagai berikut :
to user

II-24
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

 Tidak ada sarana dan prasarana yang nyata-nyata berfungsi pencegah


pelarian ( seperti tembok yang tebal dan tinggi, sel yang kokoh dengan
jeruji yang kuat dan pengamanan yang maksimal )
 Bersifat terbuka dalam arti bahwa sistem pembinaan didasarkan atas
tertib diri dan atas rasa tanggung jawab Narapidana terhadap kelompok
dimana ia tergolong.
 Berada di tengah-tengah masyarakat atau di alam terbuka.

A.6.f. Klasifikasi Narapidana yang dapat Masuk Lapas Terbuka

Tidak semua narapidana dapat menjalani sistem Lapas Terbuka.


Sebelum memasuki Lapas Terbuka, narapidana menjalani semacam
wawancara dan pemeriksaan untuk selanjutnya dilihat asesement yang
bersangkutan memenuhi kriteria atau tidak. Terdapat beberapa persyaratan
narapidana untuk dapat masuk ke tahap ini, antara lain:

 Sudah memasuki masa asimilasi, yaitu masa pidana yang dijalaninya


sudah separuh dari masa pidana termasuk potongan (remisi) yang
didapatkan.
 Pada saat narapidana telah menjalani separuh masa tahanan,
narapidana telah mengalami minimal 9 bulan masa tahanan. Jadi,
narapidana yang masa tahanannya setelah dikurangi setengah untuk
menjalani maximum security kurang dari 9 bulan, maka narapidana
tersebut tidak berhak untuk menikmati tahap di Lapas Terbuka.
 Narapidana berkelakuan baik, artinya narapidana tidak bermasalah
selama menjalani tahap maximum security dalam Lapas.
 Bukan narapidana dengan kasus-kasus: Korupsi, Narkoba, Genocide
(Pelanggaran HAM Berat), Human Traficking, Illegal Loging, Money
Laundry dan kejahatan Transasional lainnya.
 Hasil wawancara tentang latar belakang, ketrampilan, pandangan ke
depan setelah lepas dari Lapas, dan hal-hal lainnya mendukung untuk
Narapidana menjalani penahanan di Lapas Terbuka.
Jadi, Narapidana yang memenuhi syarat-syarat tersebut di atas dapat
mengajukan sebuah litmas (penelitian kemasyarakatan) oleh seksi bimbingan
kemasyarakatan masing-masing Lapas. Dan jika memenuhi syarat dapat
diusulkan menjadi penghuni Lapas Terbuka .

Untuk kapasitas dari Lapas terbuka itu sendiri, yang ada sekarang tidak
terlalu banyak. Jumlah yang terbatas ini, selain karena tidak semua narapidana
dapat masuk ke dalam Lapas terbuka, tetapi juga karena terbatasnya kapasitas
commit to user
dan jumlah Lapas Terbuka yang ada di Indonesia. Rata-rata kapasitas Lapas

II-25
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Terbuka di Indonesia berkisar antara 30-50 narapidana, seperti misalnya Lapas


Terbuka Cinere yang berkapasitas 50 narapidana dan Lapas Terbuka
Nusakambangan yang berisikan 30 narapidana.

Hingga akhir tahun 2010, menurut Direktorat Jenderal


Pemasyarakatan, telah ada 14 Lapas Terbuka di Indonesia. Beberapa Lapas
Terbuka tersebut di antaranya di Lapas Cinere Jakarta, Padang, Jambi, Kendal,
Nusakambangan, Malang dan Mataram. Dan pada tiap-tiap Lapas terbuka
tersebut, terdapat keunggulan-keunggulang hasil produksi yang dapat
dimanfaatkan oleh orang banyak, misalnya Lapas Terbuka Padang terkenal
dengan produksi jagung; Lapas Terbuka Nusakambangan terkenal dengan
ternak sapi, dan Lapas Terbuka Cinere dengan budidaya tanaman kebun dan
tanaman hias.

B. SISTIM KEAMANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN


Kemanan merupakan aspek krusial bagi bangunan Lapas, karena keamanan itu
sendiri merupakan salah satu fungsi Lapas yang bertujuan agar sistem
Pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik.
Aspek filosofi dalam fungsi bangunan Lembaga Pemasyarakatan adalah untuk
melindungi penghuni, pegawai, pihak lain serta bangunan beserta isi dan
lingkungannya. Maka dari itu, diperlukan sebuah sistem pengamanan untuk
menunjang terjaminnya keselamatan penghuni dan tercapainya tujuan bangunan
tersebut.
Design for security involves the integrated planning of architecture (barriers,
doors and door hardware, and control), devices (control and communication),
and staffing.

Security planning and design objectives in most justice fasilities are integral
with the design features of the site and buildings and cannot be separated
from the operational and architectural design features. (Todd Phillips dan
Michael A Griebel, 2003, Building Type Basics for Justice Facilites, hal.257)

Bangunan Lapas membutuhkan sistim keamanan guna dapat berlangsungnya


aktivitas yang telah dirancang di dalamnya. Dalam tiap fase penanganan narapidana
diperlukan penerapan sistim pengamanan yang berbeda pula, tergantung tujuan yang
commit to user
ingin dicapai pada fase-fase tersebut. Selain itu, pada tiap Lapas, akan memiliki

II-26
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

bentuk sistim keamanan yang berbeda pula sesuai dengan daerah dan karakteristik
pengguna di dalamnya.

B.1. Perancangan Sistim Keamanan


Design of security in justice facilities involves six major groups of issues:
(Todd Phillips dan Michael A Griebel, 2003, Building Type Basics for Justice
Facilites, hal.257)
 General physical and electronic systems (locks, alarms, contructed and
natural barriers, and related security equipment) and their respective
uses, including weapons screening, access control, alarm system,
monitoring/ central control, site surveilance, night watch, and crisis
response.
 Specific space and equipment issues, including design provisions for
all public, staff, and prissoner areas in the building, plaza areas,
parking lots, service and delivery areas, data centers, law libraries
and assembly locations, and critical building infrastructure (utilities,
data/ telecommunication areas, and the like)
 Occupant protection issues—protection for staff (including judges),
inmates of prissoners, the public (including victims, witnesses, and
jurors), and others.
 Records/ information/ document issues, including protection of hard
copy, microform, and computerized files and cash, evicende, and
books.
 Personnel issues for all general and security stuff, including
maintenance, housekeeping, and service personnel accesing the
building—basic qualifications and background screenings, role
assigments, staffing levels, and training requirements.
 Policy and procedural issues, such as weapons control and screening,
acces control, security system coordination and planning, threat
assessement responsibility, emergency response planning and
coordination, and interagency agreements and response plans.

B.2. Prinsip Sistim Keamanan Lapas

Dalam buku Justice Facilities diterangkan bahwa ada 5 jenis halangan yang
merupakan prinsip dari aspek keamanan dalam sistem keamanan penjara yang
berfungsi untuk menghalangi atau menghambat seseorang untuk melakukan sesuatu
yang tidak diinginkan.

Good security system design relies on a combination off staff, architectural


barriers, and security systems to address the following primary goals
regarding protection of the safety and security of the building’s users, it’s
functions and operations, and its contents: (Todd Phillips dan Michael A
commit
Griebel, 2003, Building Type Basicstofor
user
Justice Facilites, hal.258)

II-27
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

i. Deter (Penghalangan)
Deter actual or potential threats-
Allowing the barrier or system to keep a possible activity or event from
occuring.

Gambar 2.6 Ilustrasi penghalang yang bersifat Deter


Sumber: Justice Facilities, 2003
ii. Detect (Pemeriksaan)
Detect any breaches of security-
Alerting security staff to an activity or event, providing appropriate
coverage and sufficient information to identify the event.

Gambar 2.7 Ilustrasi penghalang yang bersifat Detect


Sumber: Justice Facilities 2003

iii. Delay (Penundaan)


Slowing the movement of an activity or event to allow staff or the
building systems to respond to the situation.

Gambar 2.8 Ilustrasi penghalang yang bersifat Delay


Sumber: Justice Facilities, 2003

commit to user

II-28
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

iv. Halt (Penghentian)


Halt and control an event after it has started.

Gambar 2.9 Ilustrasi penghalang yang bersifat Halt


Sumber: Justice Facilities, 2003
v. Minimize (Memperkecil)
Minimize or eliminate damage arising from such incidents.

Gambar 2.10 Ilustrasi penghalang yang bersifat Minimize


Sumber: Justice Facilities, 2003

B.3. Persyaratan Umum Lapas Berkaitan dengan Keamanan


Keamanan dalam Lapas dapat dicapai dengan beberapa cara, beberapa di
antaranya adalah secara arsitektural, konstruksi dan sistem pengamanan
elektronik. Berikut merupakan beberapa penjabaran dari persyaratan secara
umum pada bangunan Lapas yang berkaitan dengan sistim keamanan, yang
diambil dari buku Justice Facilities, Todd Phillips dan Michael A. Griebel.
B.3.a. Persyaratan Arsitektural dan Konstruksi
Berikut merupakan pengenalan awal bagi sistem dan persyaratan
keamanan bagi Lapas. Kebutuhan perencanaan, perancangan, konstruksi,
penugasan, pelatihan dan pemelliharaan yang tepat dan profesional bagi
sistem sangat berpengaruh pada kesuksesan sebuah sistem keamanan.
1. Konstruksi dinding (Wall Construction)
2. Langit-Langit Pengaman (Security Ceilings)
Beberapa jenis sistem langit-langit dapat digunakan, dan
keputusan akhir mengenai sistem yang tepat seharusnya
didasarkan pada faktor-faktor:
a. Klasifikasi
commitpengamanan
to user penghuni di tempat tersebut
b. Ketinggian yang jelas di bawah langit-langit

II-29
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

c. Kemungkinan akses penghuni terhadap sistem


d. Tingkat pengawasan dan pengamatan staf yang
diantisipasi terhadap tempat
3. Pintu dan Kusen Logam Lubang Pengaman (Security Hollow
Metal Doors and Frames)
4. Pengoperasian Pintu (Door Operations)
5. Perangkat Keras (Security Hardware)

B.3.b. Sistem Pengamanan Elektronik


1. Komponen Sistem Pengamanan (Components of Security
Systems)
2. Struktur Sistem (System Stucture)
3. Sistem Pengendali akses (Access Control Systems)
4. Alat Pendeteksi Barang Selundupan (Contraband Detection
Equipment)
5. Kepatuhan terhadap Undang-Undang Keselamatan Jiwa (Life-
Safety Code Compliance)
6. Sistem Keamanan Perimeter (Perimeter Security Sistems)
7. Alarm Pengaman Sekunder (Secondary Security Alarms)
8. Panel Kontrol (Control Panels)
9. Peralatan Video Sirkuit Tertutup (CCVE) (Closed-Circuit
Video Equipment)
10. Sistem intercom (Intercom Systems)
11. Sistem Alarm Pribadi (Duress) (Personal (Duress) Alarm
Systems)
12. Sistem Deteksi Gangguan (Instrusion Detection Systems)
13. Sistem Radio/ komunikasi (Radio/ Communication Systems)
14. Ancaman Interior (Interior Threats)
B.3.c. Sistem Pengamanan Lain/ Khusus (Other/ Special Security
Systems)
1. Ruangan besi dan Peti besi ( Vaults and Saves)
2. Pembangkit Tenaga Darurat (Emergency Power Generator)
commit to user

II-30
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

3. Sistem Pelacakan Gerakan/ Lokasi (Movement/ location


tracking systems)
B.3.d. Wilayah dan Tempat-Tempat (Areas and Spaces)
1. Pusat Pengendali Bangunan (Building Control Center)
2. Pengendali Pusat (Central Control)
3. Pusat Pengendali Sekunder (Secondary Control Centers)
4. Ruang Peralatan Pengamanan (Security Equipment Rooms)

B.4. Dasar Perencanaan Bangunan Lapas di Indonesia.


B.4.a. Ketentuan Umum
Desain sebuah bangunan menuntut kemampuan bangunan untuk
dapat mewadahi perilaku di dalamnya. Suatu bangunan akan berbeda
desainnya sesuai dengan perilaku masyarakat yang menggunakan jika
dikaitkan dengan pengguna yang berada di wilayah yang berbeda-beda
dengan kebiasaan yang berbeda pula. Begitu juga dengan bangunan
Lapas. Adanya sistim keamanan dalam Lapas mutlak dibutuhkan, tetapi
harus menyesuaikan dengan kebiasaan pengguna dan keadaan lingkungan
sekitar. Kementrian Hukum dan HAM Dirjen Pemasyarakatan di
Indonesia telah melakukan studi perilaku dan keadaan di Indonesia yang
berkaitan dengan proses pemasyarakatan, sebelum akhirnya mengeluarkan
aturan-aturan tentang pola bangunan pemasyarakatan. Dengan mengikuti
pola yang telah ditetapkan oleh Kementrian di Indonesia, dapat dikatakan
bahwa peraturan tersebut merupakan pola yang telah sesuai dengan
keadaan sosial budaya dan karakteristik di Indonesia.
Berikut merupakan kutipan BAB I tentang Keputusan Umum dari
Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor: M.01.PL.01.01 Tahun 2003 Tentang Pola Bangunan
Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang menjadi dasar dari
perancangan bangunan pemasyarakatan.

Pasal 2
(1)UPT Pemasyarakatan merupakan dasar perencanaan bangunan yang
berlaku khusus di lingkungan UPT Pemasyarakatan untuk memenuhi
commit to user
kebutuhan prasarana dan sarana secara tepat guna dan berhasil guna dalam
rangka mencapai tujuan Sistem Pemasyarakatan

II-31
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

(2)Pengadaan lahan dan pengerjaan bangunan dilaksanakan secara bertahap


baik dengan anggaran rutin maupun anggaran pembangunan yang dikelola
secara tertib, teratur dan seksama.
Pasal 3
(1) Penyusunan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
berfungsi sebagai:
a. dasar perencanaan atau penentuan kebutuhan dalam menunjang
kelancaran tugas UPT Pemasyarakatan;
b. menghindari pemborosan keuangan negara serta meningkatkan
pengelolaan sarana agar lebih berhasil guna dan berdaya guna.
(2) Pola Bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan untuk :
a. mendapatkan keseragaman dalam memenuhi kebutuhan yang
meliputi bentuk, jenis dan ukuran sarana pada setiap Unit Pelaksana
Teknis sehingga mempermudah dalam menyusun kebutuhan yang
diperlukan;
b. tercapainya tertib administrasi pengelolaan sarana Unit Pelaksana
Teknis;
c. memperlancar koordinasi dan komunikasi baik dalam Unit
Pelaksana Teknis maupun dengan instansi terkait;
d. meningkatkan keamanan, ketertiban, ketentraman dan kenyamanan
dalam pelaksanaan tugas.
(3) Setiap rencana bangunan Unit Pelaksana Teknis wajib memiliki izin
bangunan sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.

Pasal 4
(1) Areal bangunan UPT Pemasyarakatan terletak pada :
a. lokasi yang mudah terjangkau dengan sarana transportasi (umum),
telekomunikasi (telepon), penerangan (listrik), kesehatan (Puskesmas/
Rumah Sakit) dan mudah mendapatkan air bersih (PAM).
b. areal menurut Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang
dikeluarkan oleh Pemda setempat.
c. dekat dengan kantor Kepolisian, Pengadilan, Kejaksaan, Kantor
Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Rutan/
Lapas/ Bapas/ Rupbasan dan Instansi lain yang terkait.
d. bebas atau jauh dari kemungkinan tertimpa bencana alam (gempa,
banjir, tanah longsor) dan memiliki pembuangan air limbah sehingga
tidak mengakibatkan dampak lingkungan yang tidak sehat.
e. untuk pembangunan UPT Pemasyarakatan pada lokasi di perkotaan
yang luas lahannya sangat terbatas dapat didirikan dengan bangunan
bertingkat dengan memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
(2) Bentuk bangunan disesuaikan dengan tanah/lahan yang tersedia agar dapat
dimanfaatkan seoptimal
mungkin dengan mempertimbangkan aspek manfaat sebagai berikut :
a. menjaga keserasian bertetangga dengan masyarakat sekitarnya (jarak
antara gedung/bangunan Rutan/ Lapas/ Bapas dengan tempat tinggal
commit to user
masyarakat cukup berjauhan), dan keserasian lingkungan hidup;
b. menghindari agar masyarakat tidak terganggu jika ada tindakan
pencegahan terhadap gangguankeamanan dan ketertiban;
II-32
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

c. jalan/transportasi kendaraan pemadam kebakaran atau kendaraan


lain dalam rangka mengatasi keadaan darurat pada UPT
Pemasyarakatan;
d. keindahan (pertamanan, penghijauan) agar tampak sejuk dan asri;
e. perumahan untuk Pegawai Pemasyarakatan berlokasi disekitar
bangunan UPT Pemasyarakatan; dan atau
f. lapangan upacara dan olah raga.

B.4.b. Ketentuan Warna Bangunan


Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan,
Sihabudin, Nomor: PAS.HM.01.02-02 tanggal 4 Januari 2012 Tentang
Standarisasi Warna Bangunan Gedung UPT Pemasyarakatan, warna
bangunan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemasyarakatan, baik Lapas
maupun Rutan, diseragamkan menjadi warna abu-abu.
Tujuan dari peraturan penyeragaman yang tertuang dari surat
edaran itu adalah untuk memberikan kesan dan identitas bangunan seluruh
UPT Pemasyarakatan di Indonesia.
Warna abu-abu yang dimaksudkan berupa kombinasi abu-abu tua
dan abu-abu muda, merujuk pada warna Lapas Cipinang Jakarta.
Peraturan ini memperbolehkan adanya warna ciri khas daerah masing-
masing (konstekstual), namun dengan warna abu-abu yang lebih dominan
dibanding warna lainnya.

B.4.c. Ketentuan Blok Hunian


Blok Hunian merupakan zona yang tingkat frekuensi penggunaan
tinggi dari warga binaan, yaitu tahanan dan narapidana. Resiko keamanan
berbanding lurus dengan frekuensi penggunaan, maka dari itu perlu
diaplikasikan antisipasi keamanan pada blok hunian. Keputusan Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor:
M.01.PL.01.01 Tahun 2003 Tentang Pola Bangunan Unit Pelaksana
Teknis Pemasyarakatan yang menjadi dasar dari perancangan bangunan
pemasyarakatan, khususnya pada blok hunian.
Berikut merupakan beberapa aturan yang terkait dengan blok
hunian WBP:
commit
1. Kapasitas tiap blok to user
Rutan maksimum 150 orang yang dibangun
berdasarkan perbandingan berikut:

II-33
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Tabel 2.1 Perbandingan Kamar Rutan


No Kamar Hunian Presentase
1. Kapasitas 1 orang 10 %
2. Kapasitas 3 orang 20 %
3. Kapasitas 5 orang 30 %
4 Kapasitas 7 orang 40 %
Sumber: Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. M.01.PL.01.01 Tahun
2003

2. Kapasitas tiap blok Lapas Tertutup maksimum 150 orang yang


dibangun berdasarkan perbandingan berikut:
Tabel 2.2 Perbandingan Kamar Lapas Tertutup
No Kamar Hunian Presentase
1. Kapasitas 1 orang 40 %
2. Kapasitas 3 orang 30 %
3. Kapasitas 5 orang 20 %
4 Kapasitas 7 orang 10 %
Sumber: Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. M.01.PL.01.01 Tahun
2003

3. Standar luas Kamar Hunian adalah 5,4 m2/ orang


4. Pada tiap kamar hunian disediakan WC dan tempat tidur
permanen, tempat tidur tersebut terbuat dari plat beton bertulang,
tebal 10 cm, tinggi 60 cm dengan kemiringan 2%.
5. Pada tiap kamar hunian dengan kapasitas 5 orang dan 7 orang
perlu dilengkapi jendela ukuran disesuaikan dengan luas kamar,
dengan spesifikasi:
a. daun pintu terbuat dari jeruji besi baja Ø 22 mm dengan jarak
antar jeruji 10 cm;
b. kusen terbuat dari besi plat, tebal 6 mm tertanam pada beton.
6. Khusus pada blok Strapsel, ketentuan lain yang perlu diperhatikan:
a. terletak pada posisi terdepan dalam areal blok hunian tahanan,
sehingga memudahkan dalam pengamanannya;
b. blok pada Rutan dan Lapas klas I maksimum 100 kamar,
sedangkan pada Rutan dan Lapas klas II maksimum 50 kamar,
masing-masing diisi oleh 1 orang.

commit to user

II-34
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

C. PRESEDEN
C.1. Lembaga Pemasyarakatan Tertutup Narkotika Nusakambangan
C.1.a. Gambaran Umum Lapas Narkotika

Gambar 2.11 Peta Lokasi Lapas Narkotika Nusakambangan


Sumber: Analisis Penulis, 2013

Nusakambangan merupakan pulau yang berada di sebelah selatan


Pulau Jawa. Pulau ini masih didominasi oleh tumbuhan yang membentuk
hutan lebat. Bangunan di pulau ini terbilang sedikit, meliputi 7 buah Lapas,
beberapa rumah petugas Lapas dan sebuah TK untuk anak-anak kecil yang
tinggal di rumah di Nusakambangan. Transportasi menuju Pulau
Nusakambangan adalah penyebrangan yang ada 7 kali setiap harinya dari kota
Cilacap-Jawa Tengah dengan menggunakan kapal Feri dan kapal kecil yang
sering disebut compreng . Membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk
menyeberang. Ketika menyeberang, penyeberang dapat membawa serta
kendaraan bermotor untuk dapat memudahkan transportasi ketika sedang
berada di pulau Nusakambangan. Selain kendaraan pribadi, mobilitas di pulau
Nusakambangan, terutama untuk mengunjungi Lapas-Lapas di
Nusakambangan, termasuk Lapas Terbuka, disediakan angkutan berupa bus
yang mengantarkan pengunjung ke Lapas-Lapas ataupun rumah mereka.
Infrasturktur di Nusakambangan cukup memadai untuk menunjang
keberlangsungan bangunan Lapas. Jalan aspal selebar 6m membentang dari
pelabuhan Nusakambangan, melewati 7 Lapas dan bangunan lain, berakhir di
commit
laut lepas. Di sepanjang tepi jalantoberjajar
user tiang listrik yang menghantarkan

II-35
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

kebutuhan listrik ke bangunan-bangunan di pulau. Kebutuhan air di semua


Lapas menggunakan air sumur pulau tersebut.
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Nusakambangan merupakan
Lapas kelas IIA yang terletak di pulau Nusakambangan. Lapas ini merupakan
satu dari 7 Lapas yang berada di pulau ini. Tiap Lapas memiliki kekhususan
jenis tindak kriminal yang ditampungnya, begitu juga dengan Lapas Narkotik
ini, yang dikhususkan untuk menampung narapidana kasus narkotik, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.
Lapas Narkotika menampung sekitar 650 narapidana kasus narkotika,
sedikit melebihi kapasitas seharusnya yaitu 466 narapidana.

C.1.b. Kegiatan Pembinaan


Program Pembinaan narapidana di Lapas Narkotik terbilang banyak
dan menghasilkan secara komersil. Selain pembinaan jasmani dan rohani,
Lapas Narkotik juga mengoptimalkan dalam pembinaan kegiatan kerja. Tidak
sedikit hasil karya narapidana Lapas Narkotik yang telah menembus pasar di
Indonesia dan dipesan dari berbagai wilayah. Salah satunya adalah kerajinan
batik tulis yang telah dipesan oleh Ibu Dharmawanita dari Kementrian Hukum
dan HAM. Barang kerajinan lainnya juga terkadang dibeli sebagai buah
tangan ciri khas dari Lapas tersebut.
Beberapa pembinaan narapidana yang bertahan, produktif serta cukup
menghasilkan untung yaitu:
- Batik tulis
- Kesed
- Asbak dalam berbagai bentuk
- Kasur tikar
- Miniatur bangunan/ kapal
- Tutup galon
- Sablon
- Jahitan (salah satunya jahitan seragam TK di Nusakambangan)

commit to user

II-36
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Gambar 2.12 Beberapa Hasil Kerja Narapidana Lapas Narkotika Nusakambangan


Sumber: Dokumentasi Penulis, 2013

Selain berasal dari program dalam Lapas, pembinaan-pembinaan ini


juga dapat berasal dari luar Lapas. Seringkali beberapa pengusaha yang peduli
terhadap narapidana datang ke Lapas, memberikan ilmu-ilmu yang ia miliki
dan juga motivasi sebagai bekal narapidana keluar nantinya.

C.1.c. Fisik Bangunan


Bangunan Lapas Narkotik terbilang cukup baru. Bangunan Lapas
tersebut berdiri sekitar 4 tahun yang lalu, dan sempat tidak ditempati karena
tidak ada narapidananya selama kurang lebih 1 tahun. Karena bangunan ini
terbilang cukup baru, maka dapat dikatakan kondisi dan bentuk bangunan
masih utuh dan sangat dalam keadaan baik. Ditambah lagi, di bawah 2
Kalapas yang berturut-turut bertanggungjawab di Lapas ini, Lapas selalu
dijaga dalam keadaan bersih dan terawat.
Berikut merupakan denah skematik dari Lapas Narkotik
Nusakambangan:

commit to user

II-37
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Gambar 2.13 Denah Skematik Lapas Narkotika Nusakambangan


Sumber: Analisis Penulis, 2013
Legenda:
A.Rumah Dinas Kalapas G.Blok Kegiatan Kerja
B.Kantor H.Lapangan basket
C.Koperasi I.Aula
D.Wihara J.Gudang
E.Gereja K.Blok Sel Hunian
F.Masjid

Lapas Narkotika memiliki 2 blok besar hunian narapidana, yang


masing-masing terdiri dari sel hunian dan kamar mandi bersama. Narapidana
yang masuk blok hunian tertentu, tidak dibagi berdasarkan tindak
kejahatannya seperti di Lapas lainnya karena di Lapas ini hanya satu jenis
tindak kejahatan. Mereka dibagi berdasarkan daerah asal, dan juga kegemaran
yang hampir sama, misalnya blok yang mayoritas berisi WNA dari Nigeria dll,
serta ada juga Blok Santri, dimana penghuninya merupakan narapidana-
narapidana yang gemar beribadah.
Selain fasilitas hunian, ibadah dan pembinaan, narapidana juga
commit
disediakan area rekreasi, yaitu area to usermenyediakan kegiatan hiburan untuk
yang
narapidana. Hal ini dilakukan untuk membuat narapidana tidak penat dan tetap

II-38
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

dapat berfikir jenih selama berada di dalam tahanan. Selain itu, beberapa
hiburan dapat bersifat informatif, sehingga kebutuhan informasi dari
narapidana dapat terpenuhi. Area rekreatif terdiri dari bermacam-macam jenis
hiburan, mulai dari gazebo perpustakaan, ruang bermain kecil (karambol,
catur, dll), area pijat refleksi (beberapa narapidana telah mengikuti pelatihan
pijat refleksi yang diselenggarakan oleh Lapas), lapangan basket yang dapat
digunakan serbaguna, dan area gym yang cukup banyak diminati oleh
narapidana demi menjaga kebugaran tubuh.

Gambar 2.14 Fasilitas di Lapas Narkotika Nusakambangan


Sumber: Dokumentasi Penulis, 2013

C.2. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Nusakambangan


C.2.a. Gambaran Umum Lapas Terbuka Nusakambangan
Lapas Terbuka Nusakambangan merupakan Lapas Terbuka klas IIB,
salah satu dari 7 Lapas yang berada di kawasan Pulau Nusakambangan. Lapas
ini merupakan Lapas Terbuka yang narapidananya berasal dari narapidana
yang menjalani masa asimilasi dari 6 Lapas di Nusakambangan lainnya.
Secara khusus, batas-batas dari Lapas Terbuka Nusakambangan adalah:
Bagian depan : Hutan, jalan aspal
Bagian kanan : Perkebunandan sungai
Bagian kiri : Perumahan petugas Lapas Terbuka
Bagian belakang : Persawahan
Lapas terbuka Nusakambangan merupakan Lapas yang terbilang baru,
karena baru dibuka pada tahun 2007 lalu. Saat ini Lapas sedang dalam proses
pengembangan. Dari keseluruhan rencana masterplan Lapas, baru terealisasi
commit to user
sekitar 50% kawasannya, yaitu pada bagian depan Lapas yang meliputi pos

II-39
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

jaga, lapangan, masjid, kantor-kantor, barak dan beberapa fasilitas program


pembinaan.
Penghuni Lapas termasuk sangat fluktuatif, setiap tahunnya akan berganti
jumlah penghuni. Dari kapasitas Lapas Terbuka sebanyak 50 orang, saat ini
Lapas Terbuka sedang berisikan hanya 8 narapidana.

Gambar 2.15 Wajah Lapas Terbuka Nusakambangan


Sumber: Dokumentasi Penulis, 2012

C.2.b. Kegiatan Pembinaan


Kegiatan pembinaan dan program kegiatan yang dilakukan dalam
pembinaan ini ada 2 jenis pembinaan, ditambah kegiatan insidental. Kegiatan-
kegiatan tersebut adalah:
1. Pembinaan mental dan rohani
a. Sholat wajib berjamaah setiap Dzuhur, Ashar dan
Maghrib bagi narapidana beragama Islam
b. Pengajian sebulan 2 kali diadakan oleh Kementrian
Agama
c. Kebaktian tiap minggu bagi narapidana nasrani
d. Kegiatan agama lain (Sampai saat ini Lapas Terbuka
belum pernah menerima narapidana dengan agama
selain Islam dan Nasrani, sehingga belum ada kegiatan
agama lain yang berjalan)
2. Pembinaan Kemandirian
a. Pertanian (padi)
b. Perkebunan (pisang, dll)
c. Perikanan (gurami di sungai menggunakan keramba dan
ikan nila di kolam terpal)
commit(tosapi
d. Peternakan user16 ekor, kambing 17 ekor, kerbau 2
ekor dan burung puyuh)

II-40
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

3. Kegiatan insidental/ Remanen


a. Lomba 17an setiap perayaan Kemerdekaan RI
b. Lomba adzan dengan lapas lain pada peringatan hari
Muharam
c. Lomba peringatan Hari Anti Narkotik Indonesia di
Lapas Narkotik
d. Kegiatan-kegiatan insidental lain

Dari kegiatan pembinaan ini akan membuahkan hasil secara komersil.


Hasil yang didapatkan sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam
Lapas, kesejahteraan karyawan dan narapidana serta sisanya disetor ke negara.

C.2.c. Fisik Bangunan


Meskipun belum terlaksana seluruhnya, tetapi terlihat dalam
masterplan perencanaan, penataan masa di Lapas Nusakambangan ini
membentuk sebuah komposisi cluster dimana bangunan berkelompok
berdasarkan fungsinya, yaitu: bangunan perkantoran meliputi kantor
administrasi, kantor program kerja dan kantor Kamtib; tempat tinggal
narapidana dan fasilitas pendukung; dan fasilitas program kemandirian
narapidana. Rencana masterplan dari Lapas Nusakambangan dapat dilihat
sebagai berikut:

commit to user
Gambar 2.16 Masterplan Lapas Terbuka Nusakambangan
Sumber: Data Lapas Terbuka Nusakambangan, 2012

II-41
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Bangunan Lapas Terbuka dapat terbilang baru karena baru selesai pada
tahun 2007 lalu. Meskipun baru terealisasi 50% dari masterplan Lapas
Terbuka keseluruhan, tetapi bangunan-bangunan yang telah dibangun dapat
menunjang keberlangsungan fungsi Lapas Terbuka saat ini.
Bangunan dan fasilitas yang ada di Lapas Terbuka Nusakambangan
meliputi:
 Pos Jaga  Sawah (padi)
 Bangunan kantor utama  Kebun
(berisi ruang Kalapas  Kolam
dan ruang-ruang staff  Paranet (semacam rumah
administrasi) kaca tetapi dengan
 Kantor bagian program menggunakan jala
kerja dan poliklinik sebagai penutupnya,
 Kantor Kamtib bukan kaca, untuk
 Tempat parkir menanam bibit pohon)
 Lapangan rumput  Kandang sapi
 Lapangan semen  Kandang kambing
serbaguna  Kandang kerbau
 Masjid  Kandang ayam
 Barak narapidana  Gudang alat berat
 Dapur dan gudang bahan
makanan
Berikut merupakan beberapa fasilitas yang ada di Lapas Terbuka
Nusakambangan:

commit to user

II-42
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Gambar 2.17 Fasilitas Lapas Terbuka Nusakambangan (dari kiri atas s.d. kanan bawah:
Kantor utama Lapas, Aula Lapas, Barak Narapidana, Masjid)
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2012

Fasilitas/ bangunan yang tersedia didasarkan pada kebutuhan dan


program dari Lapas Terbuka, sehingga seluruh fasilitas yang telah dibangun
tersebut dipakai secara maksimal.

Selain itu, bangunan pada Lapas Terbuka Nusakambangan berbeda


dari bangunan Lapas Tertutup di Nusakambangan. Kesan ramah dan terbuka
didapat dari bentuk masanya yang tidak terlalu masif dan juga pagar yang
rendah pada bagian depan site, dan juga ketiadaan pagar di batas-batas site
lainnya.

Gambar 2.18 Pagar rendah sebagai pembatas lahan Lapas Terbuka


Sumber: Dokumentasi Penulis, 2012

Lapas Terbuka menggunakan pagar yang terhitung cukup rendah, yaitu


sekitar 1m dari permukaancommit
jalan. to user yang tidak tinggi memang sengaja
Pagar
direncanakan pada kawasan ini karena tingkat keamanan terhadap

II-43
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

narapidananya sudah sangat kecil dan juga kemungkinan narapidana untuk


kabur sangat sedikit. Bahkan, pagar ini hanya dibuat di tepi jalan saja, tetapi
batas-batas Lapas Terbuka lainnya tidak menggunakan pagar sama sekali.

C.3. Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Cinere


C.3.a. Gambaran Umum Lapas Terbuka Cinere
Lahan Lapas Terbuka Cinere tepat berada di belakang Akademi Ilmu
Pemasyarakatan (AKIP), yaitu akademi yang menelurkan petugas-petugas
Lapas di seluruh Indonesia. Lapas ini pun menjadi bagian dari kampus AKIP
tersebut, sehingga ada beberapa bangunan dan akses sirkulasi yang digabung
menjadi satu dan kedua kawasan itu saling bersimbiosis satu sama lain.
Selain aspek fisik, kegiatan di Lapas juga bersimbiosis dengan
kegiatan AKIP. Aktivitas yang ada di Lapas dapat menjadi bahan ajar dan
pengalaman bagi mahasiswa Akip, sedangkan kegiatan yang dirancang oleh
warga Akip untuk narapidana di Lapas juga berfungsi sebagai sarana
narapidana menjalani masa resosialisasinya.

C.3.b. Kegiatan Pembinaan


Lapas Terbuka ini memiliki program kerohanian dan juga kemandirian.
Kegiatan kerohanian diwujudkan dalam ibadah sholat dan sholat Jumat
bersama, serta pergi ke gereja yang berada tidak jauh dari tempat tersebut bagi
narapidana non muslim. Sedangkan untuk kegiatan kemandirian, Para napi
tergabung dalam beberapa Kelompok Kerja (Pokja) yaitu perikanan, pertanian,
dan ternak unggas. Dari beberapa program tersebut, program yang paling
diunggulkan dan dikenal masyarakat adalah budidaya tanaman hias yang
biasanya laku di pasaran. Dari keadaan Lapasnya saja sudah dapat terlihat
keberadaan program unggulan ini, yaitu dengan adanya pot-pot yang tertata
rapi di pinggir sungai, kolam ikan dan juga sekeliling kawasan Lapas Terbuka.
Skill masing-masing individu juga tidak diabaikan. Jika ada narapidana
yang memiliki kemampuan ataupun hobi yang bersifat positif, maka ia
diperbolehkan menjalankan hobi dan kemampuannya di dalam Lapas,
misalnya melukis atau perbaikan alat elektronik. Tidak hanya sebatas kegiatan,
commit to user

II-44
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

aktivitas tersebut juga diperbolehkan digunakan sebagai pekerjaan mereka


selama berada di Lapas.

C.3.c. Fisik Bangunan


Berikut merupakan gambar Masterplan pengembangan Lapas Terbuka
Cinere secara keseluruhan.

Gambar 2.19 Masterplan Lapas Terbuka Cinere


Sumber: Bank data Ir. Ganif Wijayana dan Ir Purwo Andoko, 2012

Petugas Lapas, pengunjung, mahasiswa AKIP, dan user lain yang akan
mengunjungi Lapas Terbuka diperbolehkan parkir di kawasan AKIP karena
tidak tersedianya lahan parkir di Lapas Terbuka. Selain ketiadaan lahan, antara
jalan besar dan kawasan Lapas terhalang oleh sebuah sungai yang cukup lebar
yang melintasi kawasan tersebut. Pengunjung dapat masuk ke kawasan Lapas
melalui sebuah jembatan yang tersedia untuk akses manusia.

Setelah masuk ke dalam kawasan Lapas, pengunjung akan menjumpai pos


jaga. Setelah melapor ke pos jaga, pengunjung dapat masuk lebih dalam. Di
bagian paling dekat dengan jalan masuk, terdapat bangunan kantor utama,
kantor yang digunakan oleh Kalapas dan bagian administrasi lainnya untuk
bekerja. Di depan kantor utama terdapat kantin dan ruang kunjungan.

Di selatan kantor utama, terdapat Lab Pemasyarakatan. Bangunan ini


commit para
berfungsi sebagai ruang latihan to user
mahasiswa AKIP untuk terjun dan
berkomunikasi dengan narapidana yang sebenarnya. Lab ini merupakan

II-45
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

gedung custom yang hanya ada di Lapas Terbuka Cinere karena kebutuhan
fungsi dari AKIP.

Di sebelah selatan gedung Lab terdapat bangunan BLK dan Dapur. Di


depan, atau di barat bengunan Lab dan dapur terdapat klinik yang
menyediakan fasilitas kesehatan bagi narapidana agar tidak perlu mencari
pengobatan keluar kawasan Lapas selama narapidana menderita sakit sehingga
lebih mudah dan lebih terpantau. Sedangkan gedung BLK (Balai Latihan
Kerja) berfungsi sebagai gedung pelatihan dan tempat bekerja narapidana
untuk menghasilkan hasil produksi yang ditargetkan sehari-hari. Terkadang
ruangan ini digunakan untuk pelatihan maupun penyuluhan yang diadakan
oleh orang dari luar Lapas yang ditujukan kepada penghuni Lapas.

Di sebelah selatan bangunan tersebut, berjajar tiga blok hunian. Ketiga


blok hunian tersebut masing-masing 2 lantai dengan 9 kamar hunian di tiap
lantai, sehingga jumlah totalnya ada 54 kamar hunian. Di ujung selatan
kawasan ini terdapat masjid sebagai wadah kegiatan agama Islam, pada
khususnya.

Secara garis besar, Lapas Terbuka Gandul/ Cinere memiliki fasilitas:

 Lahan Parkir  Kantin


(bersama dengan  Ruang besuk
kawasan AKIP)  Lab Pemasyarakatan
 Akses masuk berupa  BLK (Balai Latihan
jembatan manusia Kerja)
 Pos jaga  Dapur
 Kantor utama  Klinik
 Blok hunian  Masjid
narapidana (4 blok  Kolam ikan
hunian)  Lahan berkebun
 Lapangan

commit to user

II-46
perpustakaan.uns.ac.id Pengembangan Komplek Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIdigilib.uns.ac.id
A Kota Purwokerto
dengan Penekanan pada Sistem Keamanan

Gambar 2.20 3D Kawasan Lapas Terbuka Cinere


Sumber: Bank data Ir. Ganif Wijayana dan Ir Purwo Andoko, 2012

Penataan kawasan Lapas Terbuka Cinere merupakan tata masa dengan


komposisi linier, yaitu bangunan ditata berderet dan saling berhadapan
mengikuti jalan utama yang terbentang sepangjang kawasan yang memanjang
ini. Permainan tinggi-rendah bangunan mengikuti kemiringan kontur membuat
tatanan bangunan ini terlihat dinamis dan bersahabat, malah beberapa orang
menyatakan kawasan ini lebih mirip villa dibanging dengan Lapas.
Penataan kawasan ini juga terkesan sangat terbuka, dapat dilihat dari
pagar rendah yang mengelilingi kawasan tersebut, bukannya pagar tinggi
seperti pada Lapas Tertutup. Selain itu penataan masa yang bebas, terutama
pada blok hunian, tidak mengesankan security yang terlalu berlebihan.

Bentuk bangunan dari tiap masa mengeluarkan kesan yang ramah.


Beberapa bangunan menggunakan bata ekspos tanpa disemen sehingga
mengeluarkan kesan natural. Selain itu, bentuk atap limasan dan pelana
membuat kesan sederhana dan membaur dengan lingkungan sekitar.

Jadi secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa konsep wajah dari


kawasan Lapas Terbuka ini adalah ramah, natural dan membaur dengan
lingkungan sekitar, agar tujuannya untuk memasyarakatkan kembali
narapidana yang tinggal dapat dicapai dengan lebih mudah.

commit to user

II-47

Anda mungkin juga menyukai