PANDUAN
PELAYANAN RESIKO TINGGI
1
KATA PENGANTAR
Akhir kata, Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peran serta dan
masukan dari seluruh pihak yang terkait sangat diharapkan.
TIM PENYUSUN
2
DAFTAR ISI
Daftar Isi……………………………………………………………………………………….........3
BAB I Pendahuluan
Definisi..................................................................................................................................4
Tujuan...................................................................................................................................4
BAB II Ruang Lingkup
A. Kegiatan Pelayanan Pasien.......................................................................................5
B. Kewenangan Pelaksana............................................................................................5
C. Waktu Pelaksanaan...................................................................................................5
BAB III Tata Laksana
A. Tata laksana pelayanan pasien secara umum...........................................................6
B. Tata laksana pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga..........6
C. Tata laksana pelayanan gawat darurat (triage)..........................................................6
D. Tata laksana pelayanan resusitasi.............................................................................6
E. Tata laksana pelayanan darah dan komponen darah................................................7
F. Tata laksana pelayanan kemoterapi..........................................................................8
G. Tata laksana pelayanan pasien dengan penghalang (restraint)................................8
H. Tata laksana pelayanan pasien yang akan meninggal..............................................9
I. Tata laksana asesmen awal nyeri...........................................................................11
J. Tata laksana asesmen ulang..................................................................................17
K. Tata laksana penentuan rencana pelayanan..........................................................17
L. Tata laksana pencatatan asesmen.....................................................................17
M. Tata laksana pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga........17
BAB IV dokumentasi
A. Pencatatan seluruh kegiatan yang dilaksanakan pada rekam medis......................18
Rekam medis pemberian asesmen ........................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Pelayanan pasien resiko tinggi adalah proses pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada pasien oleh petugas kesehatan kepada pasien yang tergolong
pasien beresiko
B. Tujuan
Memberikan pelayanan kepada psien resiko tinggi msesuai dengan kebutuhan
pasien
MATERI PELATIHAN
RUANG LINGKUP
4
A. Kegiatan Pelayanan Pasien RESIKO TINGGI
1. Pelayanan Gawat Darurat
2. Pelayanan resusitasi dan bantuan hidup dasar
3. Pelayanan Pemberian Darah dan Komponen Darah
4. Pelayanan Pasien intensif care
5. Pelayanan Pasien dengan Penyakit Menular
6. Pelayanan Pasien dengan Penghalang (restraint)
7. Pelayanan pasien lanjut usia, anak dengan ketergantungan dan dengan
kekerasan fisik
8. Pelayanan Pasien Kemoterapi
B. Kewenangan Pelaksanaan
1. Dokter
2. Perawat/Bidan
3. Apoteker
4. Fisioterapis
5. Radiografer
6. Analis
7. Ahli gizi
C. Waktu Pelaksanaan
1. Asemen ulang dilakukan
TATA LAKSANA
5
pemindahan bersifat terakhir. Pasien ditempatkan di ruang tindakan bedah /
non bedah
5. Prioritas ketiga (III, rendah, non emergency) yaitu memerlukan pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir.
Pasien ditempatkan diruang non bedah
3. Buka jalan napas dengan cara angkat dagu dan tengadahkan kepala (head tilt
& chin lift)
4. Berian napas buatan dua kali, dengan rasio pijatan dengan napas buatan 30:2
5. Ventilasi dengan menggunakan alat bantu bag & mask, harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:
6
6. Periksa apakah muncul denyut nadi, bila belum muncul denyut nadi ulangi
proses di atas dengan selang waktu dua menit.
8
4. Standar Minimal Pelayanan
Tingkat pelayanan intensif harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit.
Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan
penunjang, jumlah dan macam pasien yang dirawat.
Pelayanan intensif harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
a. Resusitasi jantung paru
b. Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sederhana.
c. Terapi oksigen.
d. Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus.
e. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral.
f. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh.
g. Pelaksanaan terapi secara titrasi
h. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien.
i. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama
transportasi pasien gawat.
j. Kemampuan melakukan fisioterapi dada.
9
1) Gangguan atau gagal napas akut
2) Gangguan sirkulasi
3) Gangguan susunan saraf pusat
4) Gangguan atau gagal ginjal
5) Misalnya : oedema paru, status konvulsi, septic shock
b. Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU.
Jenis pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera,
karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary
arterial catheter sangat menolong, misalnya pada pasien penyakit dasar
jantung, paru atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami
pembedahan mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam
terapi yang diterimanya mengingat kondisi medisnya senantiasa berubah.
Pemantauan pada keadaan yang dapat menimbulkan ancaman
gangguan pada sistem organ vital, misalnya :
1) Pasca bedah ekstremitas
2) Pasca henti jantung ( cardiac arrest )
3) Pasien bedah dengan penyakit jantung
c. Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status kesehatan
sebelumya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik
masing-masing atau kombinasinya atau penyakit akutnya, baik masing-
masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan
dan/atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh-contoh pasien ini
antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi,
pericardial tamponade atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita
penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
Pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi
penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi
dan resusitasi kardiopulmoner.
10
4) Gagal jantung
5) Gagal pernapasan (Asfiksia Neonatorum)
6) GGA/GGK
7) Observasi hematuri/melena
8) Keracunan obat/bahan kimia
b. Pasien Obsgyn
1) Pre eklampsia berat dengan komplikasi
2) Eklampsi
3) Anemia gravis akibat perdarahan (HPP ruptur uteri)
4) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
c. Pasien Interne
1) Shock
2) Koma Akut
3) Lung Oedema
4) GGA
5) Pasien dengan intoxikasi obat / bahan kimia
d. Pasien Neurologi
1) Status epileptikus
2) Sindroma Guillain Barre dengan sesak napas
3) Koma yang belum diketahui sebabnya
4) CVA trombosis, CVA bleeding dengan kesadaran menurun dan
gangguan pernapasan
5) Myasthenia gravis dengan penyulit krisis myasthenic/cholinergic
e. Pasien Jantung Dewasa
1) Infark miokard akut
2) Angina tak stabil
3) Atrial fibrilasi dengan ventrikel respon cepat
4) Multiple multifocal PVC ( low criteria – grade III ke atas )
5) Takikardia ventrikuler
6) Setelah fibrilasi ventrikel
7) Setelah RKP karena sebab-sebab jantung
8) Edema paru akuta DM
9) Krisis hipertensi termasuk : hipertensi ensepalopati, hipertensi berat
(sistol > 230/180 )
10) Bradiaritmia dengan ventrikel respon < 40 x/mnt
11) Gagal jantung berat yang memerlukan perawatan intensif
11
12) Takikardia atrial paroxismal
13) Decompensatie cordis acut
14) Aritmia
f. Pasien Paru
1) Kasus – kasus penyakit paru dengan disertai penyulit gagal nafas
a) Odema Paru
b) ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
c) Status Asmatikus
d) PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Menahun) dengan Exsersabasi
Akut
e) Pneumothorak
f) Aspirasi, dll.
2) Kasus–kasus penyakit paru dengan disertai penyulit kegagalan sirkulasi
1) Hematothorak
2) Infeksi Paru dengan penyulit septic shock, dll.
12
masuk atau keluar ICU ditentukan Kepala Unit Pelayanan Intensif dan
berkoordinasi dengan dokter yang merawat.
Tindakan
9. Intensivist
Definisi Intensivist
Seorang intensivist adalah seorang dokter yang memenuhi standart kompetensi
sebagai berikut:
a. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensif care medicine
KIC, Konsultan Intensive care melalui program pelatihan dan pendidikan yang
diakui oleh perhimpunan profesi yang terkait.
b. Menunjang kualitas pelayanan di unit pelayanan intensif dan menggunakan
sumber daya secara efisien.
13
c. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan
intensif.
d. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24
jam/hari, 7 hari/seminggu.
e. Mampu melakukan prosedure critical care biasa, antara lain:
1) Mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi traceal dan ventilasi
mekanik.
2) Punksi arteri untuk mengambil sampel arteri.
3) Memasang kateter intravaskuler dan peralatan monitoring, termasuk:
a) Kateter arteri.
b) Kateter vena perifer.
c) Kateter Vena Central (CVP).
d) Kateter arteri pulmonalis.
4) Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer
5) Resusitasi kardiopulmoner
6) Pipa thoracostomy
f. Melaksanakan dua peran utama :
1) Pengelolaan pasien
Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan
pelayanan di unit pelayanan intensif, menggabungkan dan melakukan
titrasi layanan pada pasien berpenyakit komplrks atu cedera termasuk
organ multi-sistem. Intensivist memberi pelayanan sendiri atau dapat
berkolaborasi dengan dokter pasien sebelumnya.
Mampu meengelola pasien dalam kondisi yang biasa terdapat pada
pasien sakit kritis seperti:
a) Hemodinamik tidak stabil.
b) Gangguan atau gagal nafas, dengan atau tanpa memerlukan
tunjangan ventilasi mekanis.
c) Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi intrakranial.
d) Gangguan atau gagal ginjal akut.
e) Gangguan endokrin dan / metabolik akut yang mengancam nyawa.
f) Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat.
g) Gangguan koagulasi.
h) Infeksi serius.
i) Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi.
2) Manajemen Unit
Intensivist berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas manajemen
unit yang diperlukan untuk memberi pelayana-pelayanan ICU yang efisien,
14
tepat waktu dan konsisten pada pasien. Aktivitas-aktivitas tersebut
meliputi antara lain :
a) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien.
b) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijkan unit.
c) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang
berkelanjutan termasuk supervisi koleksi data.
d) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk menjamin
kelancaran jalannya unit pelayanan intensif.
Untuk keperluan ini, intensivist secara fisik harus berada di unit
pelayanan intensif atau rumah sakit dan bebas dari tugas-tugas
lainnya.
g.Mempertahankan pendidikan yang berkelanjutan di critical care medicine
1) Selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literatur
kedokteran
2) Berpartisipasi dalam program-program pendidikan kedokteran
berkelanjutan
3) Menguasai standart-standart untuk unit critical care dan standard of care
di critical care.
h.Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan
kualitas interdisipliner.
17
makanan dan minuman tersebut harus dibuang dan diperlakukan sebagai
bahan terkontaminasi.
18
1) Bayi langsung dibungkus dengan kain steril dan diletakkan di meja
resusitasi yang sudah dihangatkan dengan lampu
2) Jalan napas dibersihkan dengan penghisap lendir steril sekali pakai,
dihisap dengan spuit 50 cc perlahan dan berulang; JANGAN
menghisap dengan menggunakan mulut petugas!
3) Bila kondisi bayi sudah baik (napas teratur, menangis kuat) tidak usah
dimandikan, hanya dibersihkan dengan air hangat yang diberi larutan
klorin (60 cc klorin 5,25% dalam 2 liter air).
4) Bayi dipindahkan ke ruang isolasi neonatus dan diletakkan dalam
incubator dan diobservasi.
5) Berikan susu formula yang sesuai anjuran dokter; JANGAN memberi
ASI
6) Sampel darah diambil oleh petugas khusus yang telah ditunjuk oleh Tim
HIV/AIDS pada saat tali pusat dipotong atau sewaktu-waktu diperlukan.
c. Perawatan ibu
1) Tempat tidur bersalin diberi lapisan plastic
2) Setelah bayi dilahirkan, dan seluruh proses perawatan ibu sudah
selesai, badan ibu dibersihkan dengan waslap air klorin (60 cc klorin
5,25% dalam 2 liter air).
3) Seluruh linen dan peralatan yang dapat dipakai kembali, direndam
terlebih dahulu dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, selanjutnya
dimasukkan ke dalam kantong plastic untuk dibawa ke unit pencucian
rumah sakit.
4) Semua peralatan yang tidak dipakai kembali, dimasukkan ke dalam
kantong sampah plastic warna merah dan diperlakukan sebagai
sampah medis infeksius.
5) Tempat tidur pasien, alas tempat tidur, meja instrument dan semua
peralatan yang terkena darah dan cairan tubuh pasien diwaslap basah
dengan larutan klorin 0,5% selama 10 menit, apabila memungkinkan
direndam dengan larutan klorin selama 10 menit, selanjutnya dicuci
dengan deterjen dan dibilas dengan air.
6) Ruang kamar bersalin dibersihkan dengan menguyur seluruh dinding
dan lantai dengan larutan klorin 0,5% dan didiamkan selama 10 menit,
kemudian dibilas dengan air mengalir; selanjutnya dapat dilakukan
proses pembersihan seperti biasanya.
3. Ventilasi mekanik
a. Ventilasi exhaust local
1) Menghentikan penyebaran udara yang terkontaminasi ke lingkungan
yang lebih luas
2) Meliputi hood eksternal, booth dan tenda
3) Sebaiknya dipergunakan pada ruang tindakan yang menimbulkan
rangsangan batuk.
20
C. TATA LAKSANA PELAYANAN KEMOTERAPI
1. Persiapan pasien
Sebelum pengobatan dimulai, maka terlebih dahulu dilakukan:
a. Pemeriksaan yang meliputi:
1) Darah tepi: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit.
2) Fungsi hepar: Bilirubin,SGOT,SGPT, alkali fosfatase.
3) Fungsi ginjal: Ureum,creatinin dan creatine clearence test (bila serum
creatine meningkat).
4) Foto thorax untuk konsul dokter spesialis jantung
5) EKG ( terutama pada pemberian adriamycin,epirubicin).
b. Terangkan prosedur kemoterapi kepada pasien.
c. Pastikan anti emetik telah diresepkan.
d. Cek apakah vena dapat berfungsi dengan baik.
2. Penyiapan peralatan
a. Apron plastik
b. Sarung tangan
c. Masker
d. Kassa verban
e. Tissue
f. Tempat sampah khusus
g. Sepatu
h. Kacamata
3. Pemberian Kemoterapi
a. Berikan obat sesuai urutan regimen (lihat regimen kemoterapi).
b. Bila obat bersifat vesicant berikan secara drip cepat.
c. Bila lebih dari 1 obat yang diberikan lakukan pembilasan dengan minimal 20
ml NS sebelum pemberian obat berikutnya.
d. Bila menjumpai tanda ektravasasi segera hentikan pemberian obat,
selanjutnya ikuti petunjuk penanganan ekstravasasi.
e. Di akhir pemberian infus, bungkus semua sampah dalam tas sampah khusus
kecuali jarum dimasukkan ke dalam tempat sampah khusus benda tajam.
4. Penanganan obat tumpah
a. Kenakan pakaian pelindung.
b. Letakkan tissue kertas diatas permukaan cairan yang tumpah,biarkan
menyerap kemudian buang ke tempat sampah plastik khusus kemoterapi.
c. Bila obat yang tumpah berupa serbuk, basahi tissue dengan air terlebih
dahulu sebelum digunakan untuk membersihkan serbuk yang tumpah tadi.
d. Cuci area tumpahan dengan air dan keringkan dengan tissue.
e. Bila obat tumpah mengenai mukosa, cuci dengan air mengalir.
5. Ketentuan Peresepan Kemoterapi
a. Resep ditulis oleh dokter
b. Resep ditulis menggunakan format khusus ( seperti terlampir)
c. Resep seluruh pasien kemoterapi disiapkan oleh departemen farmasi
21
D. TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN DENGAN PENGHALANG (RESTRAINT)
1. Perawat harus membuat rencana keperawatan asuhan pelayanan pasien
dengan penghalang dan ditulis pada berkas rekam medis pasien, agar
diketahui oleh perawat yang bertugas pada shift berikutnya.
2. Rencana keperawatan tersebut meliputi monitoring pasien dengan penghalang
terhadap terjadinya komplikasi atau risiko lain yang dapat berdampak pada
keselamatan pasien.
3. Risiko yang perlu dipertimbangkan menyangkut dampak dari penggunaan
penghalang tersebut, maupun dampak dari upaya pasien untuk membebaskan
diri dari penghalang yang dipasang pada tubuhnya.
4. Perawat perlu mengidentifikasi terjadinya dampak atas pemasangan
penghalang terhadap pasien, dan melakukan kolaborasi dengan DPJP untuk
tindakan pencegahan yang perlu diambil serta mencatat pada berkas rekam
medis pasien.
5. Risiko yang mungkin terjadi selama pemasangan penghalang terhadap tubuh
pasien meliputi:
a. Perpanjangan lama dirawat
b. Trauma langsung
c. Kerusakan saraf (nerve injury)
d. Risiko jatuh
e. Asfiksia
f. Gangguan ritme jantung
g. Inkontinensia
h. Decubitus
i. Infeksi nosocomial
j. Pada pasien psikiatrik, dapat menambah agitasi pasien
6. Pada kebanyakan kasus, observasi, asesmen dan asuhan pasien dengan
penghalang perlu dilakukan sedikitnya setiap 2 jam. Pada kasus pasien dengan
agitasi, observasi pasien perlu dilakukan sedikitnya setiap 15 menit. Frekuensi
asesmen dan monitoring pasien dengan penghalang perlu dilakukan secara
individual dengan memperhatikan kondisi pasien, status intelengensi, dan
beberapa kondisi terkait lainnya.
7. Observasi dan asesmen yang perlu dilakukan meliputi posisi alat penghalang,
kondisi kulit di sekitar lokasi pemasangan alat penghalang, sirkularisasi dari
ekstremitas yang terpasang alat penghalang.
8. Tindakan yang perlu dilakukan antara lain: mobilisasi aktif maupun pasif
terhadap ekstremitas yang terpasang alat penghalang, penggantian posisi,
hygiene pasien, asupan makanan dan minuman.
22
E. TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN LANJUT USIA
TATA LAKSANA SKRINING KEBUTUHAN PELAYANAN PASIEN LANJUT USIA
1. Skrining terhadap pasien lanjut usia yang memerlukan pelayanan khusus
dilakukan oleh seluruh unit yang berinteraksi dengan pasien sesuai dengan
kompetensi masing-masing.
2. Skrining pasien lanjut usia dilakukan oleh dokter, perawat, dan profesional
lainnya sesuai dengan kompetensi masing-masing untuk menemukan status
fisiologis pasien lanjut usia yang berisiko dan berbeda dengan pasien dewasa
lainnya, untuk dilakukan pelayanan khusus.
3. Kondisi berisiko tersebut antara lain:
a. kemampuan berjalan
b. perubahan tekstur kulit
c. inkontinentia urine
d. penggunaan gigi palsu
4. Kondisi berisiko tersebut perlu segera diketahui oleh tenaga profesional di
rumah sakit, untuk selanjutnya dikolaborasikan dengan tenaga profesional
terkait, dan DPJP akan menentukan asesmen dan pelayanan yang sesuai
untuk pasien lanjut usia tersebut.
23
TATA LAKSANA PELAYANAN PASIEN LANJUT USIA
1. Masing-masing tenaga professional kesehatan diharapkan dapat
mengumpulkan informasi mengenai kondisi fisiologis pasien usia lanjut terkait
dengan kondisi penyakit yang dialami.
2. Berdasarkan informasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis untuk
menentukan rencana pelayanan kesehatan khusus terkait dengan proses
penuaan yang ada.
3. Rencana pelayanan khusus ini perlu dibuat dan disusun sebagai pelengkap
rencana pelayanan terkait dengan penyakit yang dialami sebagaimana pasien
dewasa pada umumnya.
4. Apabila berdasarkan asesmen khusus yang dilakukan terhadap pasien usia
lanjut oleh masing-masing tenaga professional kesehatan diperlukan pelayanan
khusus, maka perlu koordinasi dengan dokter penanggung jawab pasien
(DPJP), untuk persetujuan diberikannya rencana pelayanan khusus tersebut.
5. Semua pelayanan khusus terhadap pasien usia lanjut harus dicatat di dalam
rekam medis pasien, dan apabila diperlukan dapat ditulis sedemikian rupa
untuk mendapatkan perhatian.
6. Seyogyanya pasien usia lanjut yang sedemikian terbatas kemampuan
melaksanakan aktivitas rutin individual, perlu didampingi oleh keluarga selama
24 jam.
7. Pelayanan pasien usia lanjut seyogyanya melibatkan keluarga dalam
pengambilan keputusan dan persetujuan terhadap rencana pelayanan dan
tindakan medis maupun pengobatan yang akan diberikan.
24
TATA LAKSANA PEMBERIAN ASUPAN NUTRISI PASIEN LANJUT USIA
1. Kebutuhan nutrisi pasien usia lanjut selain berdasarkan kondisi penyakitnya,
perlu disesuaikan dengan fungsi pencernaan yang sangat mungkin mengalami
penurunan, terlebih apabila didapatkan adanya kondisi/gangguan fungsi
saluran pencernaan.
2. Jenis dan menu nutrisi yang diberikan kepada pasien usia lanjut perlu
disesuaikan dengan kemampuannya mencernakan makanan yang diperlukan.
Misalnya pasien dengan gigi palsu, sebaiknya diberikan makanan lunak atau
bubur, mengingat DPJP mungkin merekomendasikan untuk menanggalkan gigi
palsu tersebut selama pelayanan di rumah sakit.
3. Sedapat mungkin pemberian makanan pasien usia lanjut dilakukan oleh
perawat, atau setidaknya oleh keluarga yang telah mendapatkan informasi cara
pemberian makanan tersebut oleh ahli gizi.
25
keselamatan pasien harus dijalankan seiring dengan perlindungan yang harus
diberikan oleh rumah sakit.
4. Memberikan perlindungan dari penyiksaan yang berarti kepada pasien diluar
dari tindakan medis harus dihindari sedapat mungkin, pemberian reinstrain
kepada pasien harus dengan pertimbangan yang manusiawi dan diinformasikan
kepada pihak keluarga pasien sebagai rangkaian proses pemberian tindakan
medis kepada pasien.
5. Pemberian asuhan keperawatan yang berkelanjutan disertai pengkajian yang
mendalam terhadap diri pasien dan system pencatatan medis yang teratur,
mencegah terjadinya kelalaian dari tindakan medis yang harus diberikan
kepada pasien.
6. Rumah sakit memberikan pelatihan kepada staf dalam mengembangkan dan
melaksanakan prosedur-prosedur dan tindakan khusus kepada pasien
termasuk pemberian dan penanganan pasien bila terjadi kebakaran.
7. Perlindungan ini dibuat suatu kebijakan dan prosedur baku yang harus
diterapkan oleh semua staf di rumah sakit dalam menjalankan prosedur yang
telah ditetapkan.
28
5. Fokus dan perhatian utama yang dilakukan petugas keamanan pada saat
identifikasi, bila pengunjung rawat inap yang berada diruang bayi, anak-anak
dan manula / orang yang tidak mampu untuk melindungi dirinya sendiri.
6. Identifikasi pengunjung yang tinggal dilakukan lebih lanjut oleh petugas
keamanan yang berdinas saat itu dengan cara menitipkan Tanda pengenal
pengunjung dan petugas akan memberikan ID Card Pengunjung pasien.
7. Pengunjung yang menjenguk pasien diluar ketentuan jam berkunjung yang
ditetapkan, wajib meletakkan kartu tanda pengenal kepada petugas keamanan
rumah sakit dan dapat diambil pada saat waktu berkunjung selesai.
8. Petugas keamanan terus melakukan kontrol terhadap setiap pengunjung yang
berada didalam rumah sakit dan mewaspadai bila terjadi kemungkinan adanya
tindak kekerasan yang timbul.
29
pada pasien, khususnya bayi, anak-anak, manula dan orang tua yang tidak
dapat melindungi dirinya sendiri.
3. Untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, diruang rawat inap
disediakan bel (alarm) yang dapat dijangkau oleh pasien bila membutuhkan
pertolongan petugas, untuk pasien yang tidak mampu menjangkau atau
mempergunakan bel, agar dapat dijaga oleh keluarga atau orang yang dapat
dipercaya oleh pasien.
4. Pertolongan pertama saat terjadinya kekerasan fisik dapat dilakukan oleh
petugas yang terdekat oleh pasien, dan untuk selanjutnya dapat menghubungi
petugas keamanan untuk menjaga kejadian yang lebih buruk lagi.
5. Kejadian kekerasan fisik terhadap pasien, baik yang dilakukan oleh
pengunjung, pasien lain ataupun petugas akan dilakukan proses lebih lanjut
(investigasi) dan bila diperlukan dapat menghubungi Kepolisian setempat untuk
membantu penyelesaiannya dari sisi hukum yang berlaku.
6. Petugas ruangan dan petugas keamanan membuat laporan kejadian kekerasan
fisik sebagai bukti adanya tindakan, kronologi kejadian dan dilaporkan kepada
pimpinan Rumah Sakit dan bila diperlukan diberikan kepada pihak Kepolisian
yang terkait.
30
8. Setelah selesai melakukan investigasi, lakukan sistem pelaporan hasil
investigasi kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala.
BAB IV
DOKUMENTASI
31
BAB V
PENUTUP
Panduan Pelayanan Pasien yang beresiko ini disusun agar dapat dipakai sebagian
pegangan dan acuan oleh setiap staf medis dalam melaksanakan kegiatan pelayanan
kepada pasien , serta sebagai dasar paduan bagi Seluruh staf medis dibawah ruang
lingkupnya dalam melaksanakan kegiatannya.
Panduan Pelayanan Pasien yang beresiko berlaku sejak tanggal ditetapkan
32