Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KPD (Ketuban Pecah Dini)


2.1.1 Definisi
Ketuban pecah dini memiliki bermacam-macam batasan, teori dan definisi.
Beberapa penulis mendefinisikan ketuban pecah dini atau Premature Rupture of the
Membranes (PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum proses
persalinan, ada juga yang menyatakan Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya
selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Pendapat lain menyatakan
dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum
pembukaan pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari
5 cm. Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan
disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum
usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of
membranes (PPROM).1,2,3,4,5

2.1.2 Insidensi
Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM
terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan
kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran
prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1983 dan merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Dapat diprediksi bahwa ahli
obstetri akan pernah menemukan dan melakukan penanganan kasus KPD dalam
karir kliniknya.1,2,4
Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal.KPD Preterm dikaitkan dengan 30-40%
kelahiran prematur dan diidentifikasi penyebab utama kelahiran premature, dan
terjadi pada sekitar 150.000 kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat. Sekitar 1/3

10
11

dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang
berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan
mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9%
bayi mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang
muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi
yang umum terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian
perinatal di Amerika Serikat.2,3

2.1.3 Etiologi
Pecahnya selaput membran ketuban dapat disebabkan oleh beberapa
penyebab yaitu :
1. Kelainan Jaringan Ikat
Kelainan jaringan ikat berhubungan dengan melemahnya selaput membran
ketuban dan peningkatan angka kejadian dari Ketuban Pecah Dini Prematur.
2. Defisiensi Nutrisi
Kekurangan gizi merupakan salah satu presdiposisi untuk terjadinya
abnormalitas dari struktur kolagen, dimana hal ini dikaitkan dengan peningkatan
resiko terjadinya pecahnya selaput membran ketuban.Vitamin C merupakan
kofaktor dari pembentukan kolagen. Jika seseorang didapatkan dengan difisiensi
vitamin C, maka struktur kolagen yang terbentuk tidak akan sempurna, sehingga
molekul akan lemah dan mudah hancur. Vitamin C sendiri memegang peranan
dalam sintesis dan degradasi kolagen. Kurangnya asupan vitamin C selama
kehamilan merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya Ketuban Pecah
Dini.2,3
3. Peningkatan Degradasi Kolagen
Aktifitas dari degradasi kolagen terutama dipengaruhi oleh Matriks
Metalloproteinases (MMP), dimana aktivfitas ini akan dihambat oleh jaringan
inhibitor jaringan yang spesifik. Sebagian besar kehamilan, integritas dari selaput
membran ketuban tetap tidak berubah, hal ini mungkin sebagian besar disebabkan
oleh karena adanya keseimbangan dari aktivitas Matriks Metaloproteinase (MMP)
dan Tissue Inhibitor of Matrik Metalloproteinase (TIMP). Pada saat kehamilan
12

akan mendekati persalinan, keseimbangan antara Matrik Metalloproteinase (MMP)


dengan Tissue Inhibitor of Matrik Metalloproteinase (TIMP) akan bergeser kearah
degradasi proteolitik dari matrik ekstraseluler selaput membran ketuban. Pecahnya
selaput membran ketuban juga dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
Matriks Metaloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of Matrik Metalloproteinase
(TIMP), yang menyebabkan degradasi matriks ekstraseluler selaput membran
ketuban.2,3
4. Infeksi
Infeksi sistemik bisa berasal dari penyakit periodontal, pneumonia, sepsis,
prankreatitis, pielonefritis, infeksi traktus genitalis, chorioamnionitis dan infeksi
amnion semuanya berhubungan dengan terjadinya pecah selaput ketuban. Infeksi
bakteri juga merangsang produksi prostaglandin, dimana dapat meningkatkan
resiko pecahnya selaput ketuban preterm yang diakibatkan oleh degradasi dari
selaput ketuban membran ketuban. Lebih lanjut, respon imun tubuh terhadap
infeksi bakteri akan meningkatkan produksi sitokin yang akan meningkatkan
produksi dari Prostaglandin. Rangsangan terhadap sitokin juga berhubungan
dengan induksi dari siklooksigenase II, yaitu suatu enzim yang akan merubah asam
arakidonat menjadi prostaglandin. Di mana sitokin ini juga akan meningkatkan
kadar MMP dimana akan mengakibatkan degradasi kolagen yang akan dapat
mengakibatkan pecahnya selaput membran ketuban.2,3,4
infeksi korioamnion di yakini merupakan salah satu sebab terjadinya
ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Dan pada penyakit periodontitis dimana
terdapat peningkatan MMP, yang cenderung dapat terjadi ketuban pecah dini.1,2,3
Meskipun jumlah leukosit cukup bervariasi selama kehamilan, hitung
leukosit biasanya berkisar dari 5.000/uL sampai 12.000/uL. Selama masa
persalinan dan masa nifas dini, jumlah sel ini dapat sangat meningkat, mencapai
25.000/uL bahkan lebih, namun rata-ratanya adalah 14.000/uL sampai 16.000/uL.2
5. Regangan selaput membran ketuban
Distensi uterus yang berlebihan disebabkan oleh karena adanya
Polyhidramnion atau kehamilan kembar. Pecahnya selaput membran ketuban oleh
karena distensi uterus yang berlebihan disebabkan oleh karena adanya peregangan
13

mekanik. Dimana peregangan mekanik ini akan menyebabkan peningkatan dari


COX 2 dan produksi dari prostaglandin. Distensi uterus yang berlebihan juga
mengakibatkan meningkatnya tekanan intrauterine yang dapat mengakibatkan
semakin melemahnya selaput membran ketuban.2,3

2.1.4 Faktor Risiko


Berbagai faktor risiko berhubungan dengan KPD, khususnya pada kehamilan
preterm. Pasien berkulit hitam memiliki risiko yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan pasien kulit putih.
Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat disebabkan oleh beberapa faktor meliputi:
a. Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap
kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan. Usia untuk
reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20 - 35 tahun. Di bawah
atau di atas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Usia
seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena
organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan
keelastisannya dalam menerima kehamilan.2,3
b. Paritas
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD
pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat diyakini
lebih beresiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya.3
c. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi
dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil.Rokok mengandung lebih dari 2.500 zat
kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton, sianida
hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan dapat menyebabkan
gangguangangguan seperti kehamilan ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir
mati yang lebih tinggi.3,6
d. Riwayat KPD
14

Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian KPD
dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat
KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali.
Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat penurunan kandungan
kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan
ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko dari
pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya karena komposisi
membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada
kehamilan berikutnya.2,3,4
e. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah serviks dengan suatu kelainan
anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester
kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan
selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
f. Tekanan intra uterm yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :
1) Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2) Gemeli; Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan
adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya
berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relatif kecil
sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
15

3) Kondisi posisi janin yang abnormal dan Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)
dapat menyebabkan kegagalan kepala janin memasuki pintu masuk panggul.
Panggul yang kosong dapat mengakibatkan tekanan intrauterin yang tidak merata
disebabkan oleh cairan ketuban yang memasuki rongga kosong tersebut sehingga
dapat menyebabkan KPD.6
Pasien yang juga berisiko adalah pasien dengan status sosioekonomi rendah.
Tampaknya tidak ada etiologi tunggal yang menyebabkan KPD. Infeksi atau
inflamasi koriodesidua juga dapat menyebabkan KPD preterm. Penurunan jumlah
kolagen dari membran amnion juga diduga merupakan faktor predisposisi KPD
preterm.3

2.1.5 Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus
meliputi 3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi
janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua pemeriksaan
penunjang terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan dapat memperbaiki
luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan yang perlu dilakukan dan
mana yang tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan.:
• Anamnesis dan pemeriksaan fisik
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,
riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya. Spekulum yang digunakan
dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan
sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk
menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin
(pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks,
mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual. 3
Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan
dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks
16

(satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya
diletakkan di medium transport untuk dikultur.3
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi
pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak dapat
dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion
biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 - 6). Jika tidak terlihat adanya
aliran cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali
jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini.3

• Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan
amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya
pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah
besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan diagnosis.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Dikenal tiga cara pengukuran cairan ketuban, yaitu secara subyektif,
semikuantitatif (pengukuran satu kantong), dan pengukuran empat kuadran
menurut Phelan. Sayangnya tidak ada satupun metode pengukuran volume cairan
ketuban tersebut yang dapat dijadikan standar baku emas. Penilaian subyektif oleh
seorang pakar dengan menggunakan USG “real-time” dapat memberikan hasil yang
baik.11
Penilaian subyektif volume cairan ketuban berdasarkan atas pengalaman
subyektif pemeriksa didalam menentukan volume tersebut berdasarkan apa yang
dilihatnya pada saat pemeriksaan. Dikatakan normal bila masih ada bagian janin
yang menempel pada dinding uterus, dan bagian lain cukup terisi cairan ketuban.
Bila sedikit, maka sebagian besar tubuh janin akan melekat pada dinding uterus,
sedangkan bila hidramnion, maka tidak ada bagian janin yang menempel pada
dinding uterus.11
Pengukuran semikuantitatif dilakukan melalui pengukuran dari satu
kantong (single pocket) ketuban terbesar yang terletak antara dinding uterus dan
17

tubuh janin, tegak lurus terhadap lantai.Tidak boleh ada bagian janin yang terletak
didalam area pengukuran tersebut. Klasifikasinya dapat dilihat dalam table dibawah
ini.
Pengukuran volume cairan ketuban empat kuadran atau indeks cairan
amnion (ICA)/amnion fluid index (AFI) diajukan oleh Phelan, dkk (1987) lebih
akurat dibandingkan cara lainnya. Pada pengukuran ini, abdomen ibu dibagi atas
empat kuadran. Garis yang dibuat melalui umbilikus vertikal ke bawah dan
transversal. Kemudian transduser ditempatkan secara vertikal tegak lurus lantai dan
cari diameter terbesar dari kantong ketuban, tidak boleh ada bagian janin atau
umbilikus didalam kantong tersebut. Setelah diperoleh empat pengukuran,
kemudian dijumlahkan dan hasilnya ditulis dalam millimeter atau sentimeter.11

Tabel Pengukuran Semikuantitatif (Satu Kantong) Volume Cairan Ketuban


Hasil Pengukuran Interpretasi
> 2 cm, < 8 cm Volume cairan ketuban normal
> 8 cm Polihidramnion
 8-12 cm  Polihidramnion ringan
 12-16 cm  Polihidramnion sedang
 > 16 cm  Polihidramnion berat
≥ 1 cm, ≤ 2 cm Volume cairan ketuban meragukan
normal (borderline)
< 1 cm Oligohidramnion

Tabel Indeks CairanKetubanBerdasarkan Pengukuran Empat Kuadran (Phelan)


Hasil Pengukuran Interpretasi
50 – 250 mm Normal
> 250 mm Polihidramnion
< 50 mm Oligohidramnion

• Pemeriksaan laboratorium
18

Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan


kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis KPD
aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes
fern, dapat dipertimbangkan. Diagnostik metode menggunakan kertas Nitrazine dan
tes Ferning mempunyai kepekaan hampir 90 %. Kertas Nitrazine akan berwarna
biru saat pH di atas 6,0, akan tetapi darah, air mani, antiseptik basa juga dapat
menyebabkan kertas nitrazine berubah menjadi biru, memberikan hasil yang positif
palsu. Pemeriksaan swab vagina yang terpisah harus digunakan untuk mendapatkan
cairan dari fornix posterior vagina atau dinding samping vagina. Setelah cairan
telah kering pada objek glass, dokter dapat memeriksa tes ferning (Arborization) di
bawah mikroskop. Adanya ferning pada objek glass menunjukkan adanya pecah
selaput membran ketuban. Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor binding
protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan
amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda
tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan
lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak memprediksi
infeksi neonatus pada KPD preterm.3,4

2.1.6 Patogenesis
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.4
Pecahnya selaput membran janin adalah bagian penting dari proses
persalinan dan biasanya diikuti oleh onset dari kontraksinya uterus. Pecahnya
selaput membrane janin akan mengakibatkan inisiasi kontraksi uterus di setidaknya
10% pada persalinan aterm dan hampir 30% pada persalinan prematur. Masa
interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin
panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan,
makin sulit upaya penatalaksanaannya tanpamenimbulkan morbiditas janin. Kami
menduga bahwa selaput membran ketuban yang melemah selama kehamilan
19

sebagai hasil dari kombinasi dua proses: sebuah proses biokimia yang
menyebabkan remodeling dan apoptosis dari kolagen, dan peregangan dari selaput
membran ketuban yang mengarah langsung ke kerusakan jaringan. Akan tetapi
mediator fisiologis yang akan mengakibatkan proses yang akan menyebabkan
melemahnya dan pecahnya selaput membran ketuban masih belum diketahui.1, 2, 3
Perubahan Kolagen dari Selaput Membran Ketuban merupakan penyebab
dari pecahnya membran selaput ketuban. Kemampuan kekuatan regangan dari
selaput membrane ketuban diduga akibat adanya keseimbangan antara sintesis dan
degradasi dari komponen komponen matriks ekstraseluler. Dikatakan bahwa
adanya perubahan pada selaput membrane ketuban disebabkan oleh karena adanya
perubahan struktur dari kolagen selaput membrane ketuban dan peningkatan
aktivitas kolagenase yang berhubungan dengan terjadinya pecahnya selaput
membran ketuban.1, 2
Perubahan struktur dan degradasi kolagen dari selaput membran ketuban
merupakan penyebab dari pecahnya selaput membran ketuban. Di mana degradasi
kolagen ini di mediasi oleh Matrik Metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik / tissue inhibitor metalloproteinase-1 (TIMP-1) dan
inhibitor protease. Pecah ketuban pada saat persalinan disebabkan oleh karena
semakin melemahnya selaput membran ketuban oleh karena adanya kontraksi
uterus yang semakin kuat dan peregangan yang berulang dari selaput membran
ketuban.Mendekati waktu aterm, keseimbangan antara MMP dan TIMP – 1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matrik ekstraseluler dari selaput membran
janin, sehingga degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan yang
dapat mengakibatkan pecahnya dari selaput membran ketuban.7,8,9
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, serta gerakan janin.Pada
trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban sehingga
pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah
dini pada kehamilan preterm disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal
misalnya infeksi yang menjalar darivagina. Disamping itu ketuban pecah dini
20

preterm juga sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten servik, serta solusio
plasenta.4
Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi.
Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).
Termasuk diantaranya; high virulensiyaitu Bacteroides, dan low virulensiyaitu
Lactobacillus.4
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta ketuban, fibroblast, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagendikontrol
oleh sistem aktifas dan inhibisi interleukin-1 (iL-1) dan prostaglandin.
Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan
prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi
kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan.4

2.1.7 Efek pada Ibu dan janin


Beberapa komplikasi yang seringkali ditimbulkan dari KPD sangat
berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta dampak terhadap ibunya
sendiri, diantaranya adalah:
2.1.7.1 Komplikasi Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin. Infeksi
tersebut dapat berupa endometritis, maupun korioamnionitis yang berujung pada
sepsis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada sebuah
penelitian, didapatkan 6,8% ibu hamil dengan KPD mengalami endomyometritis
purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak ada yang meninggal dunia.
Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini mendapatkan terapi
antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele.3
Setelah ketuban pecah biasanya disusul proses persalinan. Pada kehamilan
aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-
34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu atau sebanyak 10% persalinan dimulai 48 jam
setelah ketuban pecah.7
21

2.1.7.2 Komplikasi Janin


Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih awal.
Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai
persalinan secara umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi
pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah studi besar pada pasien aterm
menunjukkan bahwa 95% pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah
kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan
preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten 4 minggu.
Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami sekuele
seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, gangguan neurologi,
dan sindrom distress pernapasan.3

2.1.8 Penatalaksanaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan KPD adalah;
memastikan diagnosis, menetukan umur kehamilan, mengevaluasi ada tidaknya
infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah dalam keadaan inpartu, atau
terdapat kegawatan janin.2,4
Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan
sampai paru-paru janin matang atau dicurigai adanya atau terdiagnosis
khorioamnionitis. Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter kemudian
melakukan penatalaksanaan berdasarkan usia gestasi. Hal ini berkaitan dengan
proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas dan mortalitas apabila
dilakukan persalinan maupun tokolisis.
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen
aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan
pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk
lebih aktif mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan
pada KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.
2.1.8.1 Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
22

infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin muda
umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan
dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam
waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban
pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan
bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak bermanfaat terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan
pertimbangan: tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah
terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis
meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu
samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya.
Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga
resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat
terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi
semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan
bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
Berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan
KPD pada kehamilan aterm:
1. Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
2. Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan
23

3. Observasi temperature rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan


meningkat lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi
4. Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam.
Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi.
5. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetric
6. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS) :
i) Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin
drip.
ii) Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol
50 μgr setiap 6 jam per oral maksimal 4 kali pemberian.

Table Pelvic Score (PS) menurut Bishop


SKOR 0 1 2 3
Pembukaan cerviks 0 1-2 3-4 5-6
(cm)
Pendataran cerviks 0-30% 40-50% 60-70% ≥ 80%
Penurunan kepala -3 -2 -1, 0 +1, +2
diukur dari bidang
Hodge III (cm)
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks Kebelakang Searah sumbu Kearah depan
jalan lahir

2.1.8.1 Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (<37 Minggu)


Sekitar 50 % kasus sesuai data statistik akan lahir prematur dengan jarak 1
minggu dari waktu pecahnya ketuban. Ancamannya adalah kelahiran premature
dengan kondisi janin yang viable dan juga ascending infection, sehingga prinsip
penangannya adalah sebisa mungkin memperpanjang kehamilan hingga paru-paru
janin matang.3,6
a) Usia kehamilan <24 minggu
24

Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm


didapatkan bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia
dan takipnea transien lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut
dibanding pada kelompok usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti
sindroma distress pernapasan dan perdarahan intraventrikular tidak secara
signifikan berbeda. Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa
mempertahankan kehamilan adalah pilihan yang lebih baik.1,2,3
Namun perlu diperhatikan arti pengelolaan konservatif adalah
menangguhkan dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterine serta komplikasi yang berbahaya bagi janin dengan pecahnya
air ketuban lama seperti: facial anomalies, limb position defects, hipoplasia
pulmonale, gangguan pertumbuhan janin, prolaps atua kompresi tali pusat,
solutio plasenta, kelainan letak dan kelainan kongenital. Pada penelitian
sebelumnya, tatalaksana secara konservatif pada KPD sebelum usia
kehamilan 25 minggu, walaupun didapatkan 41% bayi bertahan hidup
hingga usia 1 tahun, hanya 27% yang memiliki kondisi neurologis yang
normal. Didapatkan juga pada studi lain, pada janin yang dilahirkan dengan
usia gestasi 23 minggu atau kurang terjadi hipoplasia paru. Kemajuan pada
pelayanan maternal dan manajemen PPROM pada batas yang viable dapat
mempengaruhi angka survival; meskipun demikian untuk PPROM <24
minggu usia gestasi morbiditas fetal dan neonatal masih tinggi. Konseling
kepada pasien untuk mengevaluasi pilihan terminasi (induksi persalinan)
atau manajemen ekspektatif sebaiknya juga menjelaskan diskusi mengenai
keluaran maternal dan fetal dan jika usia gestasi 22-24 minggu juga
menambahkan diskusi dengan neonatologis.2,4,5 Oleh karena itu ada
pandangan lain bahwa pada pengelolaan konservatif hanya dilakukan pada
usia kehamilan diatas 23 minggu. Kurang dari itu bila terjadi KPD lebih
baik dipertimbangkan untuk terminasi.2,5,11
b) Usia kehamilan 24-34 minggu
Pada usia kehamilan antara 30-34 minggu, persalinan lebih baik daripada
mempertahankan kehamilan dalam menurunkan insiden korioamnionitis
25

secara signifikan. Berikan antibiotika: ampisillin 2g setiap 6 jam dan


eritromisin 250 mg setiap 6 jam secara intravena pada 48 jam pertama
dilanjutkan dengan amoxisilin 250 mg setiap 8 jam dan eritromisin 333 mg
setiap 8 jam secara oral selama 5 hari. Terapi kortikosteroid dosisi tunggal
dianjurkan sejak 24 hingga 32 minggu, Dosis betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak
4 kali.1,2,3,6
c) Usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan
akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan
signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk
dibanding melakukan persalinan. Berdasarkan American collage of
obstetricians and gynecologist pada KPD usia 34 minggu atau lebih
dilanjutkan untuk pelahiran dengan induksi persalinan dan diberikan
profilaksis antibiotik.1,3
Perawatan konservatif dilakukan sampai janin viable dan selama perawatan
dilarang melakukan pemeriksaan dalam. Setelah satu minggu perawatan
konservatif, dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban. Pasien bisa
dipulangkan dari perawatan konservatif dengan saran: tidak boleh koitus, tidak
boleh melakukan manipulasi vagina, dan bila keluar air lagi disarankan untuk
segera ke rumah sakit untuk dipertimbangkan diterminasi dengan tetap melihat
hasil laboratorium.1,2,3,6
Terapi tokolitik merupakan terapi yang digunakan dalam menghambat kelahiran
prematur dengan cara menghambat kontraksi uterus sehingga dapat
memperpanjang masa kehamilan dan mengurangi komplikasi neonatal, namun
pemberian tokolitik masih kontroversial. Pada suatu penelitian, tokolitik profilaksis
ditemukan untuk memperpanjang masa laten. Pada penelitian lainnya mengatakan
masa laten lebih pendek pada pemberian magnesium sulfat. Pemeberian tokolitik
juga dapat berhubungan dengan peningkatan risiko korioamnionitis tanpa
memperlihatkan keuntungan untuk ibu maupun neonatus. Maka dari itu pemberian
26

tokolitik profilaksis dipertimbangkan untuk memperpanjang masa kehamilan


selama 24-48 jam untuk pematangan paru janin pada wanita hamil dengan usia
kehamilan <34 minggu.1,2,3,11,12
1) Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu maupun
pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
2) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak tahan
ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar,
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi, tes buss
negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan
janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra uterin).
8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu kematangan
paru janin. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Beberapa peneliti menekankan pada pentingnya usia kehamilan dalam
penatalaksanaan KPD seperti tampak dalam Bagan.13
27

Bagan Penatalaksanaan KPD Berdasarkan Umur Kehamilan

Algorithm for evaluation and management of preterm premature rupture of the membranes
(pPROM).(Mercer BM: Premature rupture of the membranes. Obstet Gynecol 101:178–193,
2003)

Anda mungkin juga menyukai