Anda di halaman 1dari 226

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/326671246

Evaluasi Pendidikan

Book · July 2015

CITATIONS READS
0 3,738

1 author:

Muhammad Basir
STKIP Puangriamaggalatung Sengkang
11 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Muhammad Basir on 28 July 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Evaluasi Pendidikan
ii
Dr. H. MUHAMMAD BASIR, M.Pd.

EVALUASI
PENDIDIKAN

LAMPENA INTIMEDIA
Sengkang
2015
iii
EVALUASI PENDIDIKAN

Dr. H. Muhammad Basir, M.Pd.

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Diterbitkan oleh :
LAMPENA INTIMEDIA
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia)
Nomor : 010/SSL/08

Jl. Sawerigading No. 135 Po Box 135


Sengkang 90913, Sulsel
Telp. (0485) 3210715, HP. 085245414333, 085233879333
E-mail : lampena.intimedia@yahoo.com

Cetakan Pertama, November 2015

Desain Cover oleh LamPENA GRAFIS

Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

ISBN : 978-602-8151-51-1

B.109.1115

iv
SAMBUTAN
KETUA YP. PUANGRIMAGGALATUNG SENGKANG

Salah satu upaya dalam peningkatan mutu pendidikan adalah


penerbitan karya tulis ilmiah antara lain dalam bentuk buku teks
yang ditulis oleh para dosen. Oleh karena itu, selaku Ketua Umum
Yayasan Perguruan Puangrimaggalatung Sengkang sudah
sepantasnya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya atas diterbitkannya buku yang berjudul
”EVALUASI PENDIDIKAN”.
Buku yang ditulis oleh Dr. H. Muhammad Basir, M.Pd
sudah barang tentu akan memberikan konstribusi yang besar bagi
upaya peningkatan mutu pendidikan terutama dalam memberikan
bekal pengetahuan dan keterampilan serta pembentukan sikap
profesional kepada mahasiswa sebagai calon pendidik.
Semoga buku ini dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan, khususnya dalam ilmu pendidikan dan keguruan,
terutama dalam memperkaya perbendaharaan dan referensi
mahasiswa di perguruan tinggi, serta dapat digunakan dalam
peningkatan profesionalisme sebagai pengelola dan pelaksana
pendidikan secara luas.
Semoga Tuhan Yang maha Esa senantiasa berkenan meridhai
setiap ikhtiar yang diayunkan serta melimpahkan hidayah dan
magfirah-Nya kepada kita semua. Amien.

YP Puangrimaggalatung Sengkang

v
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang Maha kuasa yang telah


memberikan rahmat Taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyusun buku ini yang berjudul “EVALUASI
PENDIDIKAN”
Penyusunan buku ini dengan mempertimbangkan bahwa,
kenyataan literatur mahasiswa pada umumnya masih sangat kurang,
terutama bagi mahasiswa sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan khususnya mata kuliah-mata kuliah yang diperlukan
untuk calon guru lulusan STKIP Puangrimaggalatung Sengkang.
Buku ini menguraikan berbagai hal yang berkaitan dengan
evaluasi pendidikan. Dengan harapan dapat memberikan bekal
kepada mahasiswa sebagai calon guru yang berkompeten mengajar
sehingga mereka dalam menunaikan tugasnya nanti dapat lebih
efektif dan efesien.
Penyusun menyadari akan kekurangan dan keterbatasan dalam
penyunan buku ini, sehingga pasti saja buku ini belum sempurna
susunan maupun isinya. Oleh karena itu penyusun mangharapkan
saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dan
penyempurnaan penyusunan buku ini. Harapan penyusun semoga
buku ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, dan Tuhan yang
Maha Esa senantiasa memberi tuntunan kepada kita semua, Amin.

Hormat Penyusun

vi
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................ vi


Daftar Isi …..……………………………………………………………… vii
Daftar Gambar ……………………………………………………………. ix
Daftar Tabel ………………………………………………………………. x

Bab I Konsep Dasar Evaluasi Pendidikan ……………….. 1


A Pengertuan Evaluasi …………………………….. 1
B Jenis-Jenis Evaluasi ……………………………… 3
C Sistem Penilaian .................................................. 4
D Fungsi Evaluasi …………………………………… 8

Bab II Prosedur dan Kedudukan Evaluasi ......................... 13


A Prosedur Evaluasi ………………………………… 13
B Kedudukan Evaluasi dalam Proses Pendidikan .. 19
C Prinsip-prinsip Umum Evaluasi ............................ 28
D Syarat-syarat Umum Evaluasi ............................. 37

Bab III Perencanaan Evaluasi Pembelajaran ...................... 42


A Perencanaan Umum ........................................... 42
B Perencanaan Khusus …………………………….. 47
C Hasil Pembelajaran Sebagai Objek Penilaian ..... 53

Bab IV Model-model Evaluasi ............................................... 67


A Model Tyler ........................................................... 68
B Model yang Berorientasi pada Tujuan ................. 69
C Model Pengukuran ............................................. 70
D Model Kesesuaian ............................................... 71
E Model Educational Tes Sistem ........................... 72
F Model Alkin .......................................................... 74
G Model Brinkerhalf ............................................ 75

vii
Bab V Jenis dan Pengembangan Tes ................................. 77
A Jenis Alat Penilaian .............................................. 77
B Pengertian Tes ..................................................... 78
C Bentuk Tes ............................................................ 79
D Ciri-ciri Tes yang Baik ........................................... 84
E Langkah-langkah Pengembangan Tes ................. 84
F Menganalisis Tes .................................................. 86

Bab VI Penilaian dalam Pembelajaran ................................. 89


A Penilaian Berbasis Kelas ...................................... 89
B Model Penilaian Portofolio .................................... 114
C Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Portofolio 137
D Jenis Penilaian Portofolio ..................................... 140

Bab VII Pengolahan Hasil Penilaian ..................................... 152


A Pengolahan Hasil Tes .......................................... 152
B Konversi Nilai ........................................................ 162
C Konversi Nilai ke Dalam Standar Huruf ................ 172
D Pengelolaan Data Hasil Observasi ....................... 179
E Wawancara / Angket ............................................ 182

Bab VIII Analisis Butir Soal ..................................................... 192


A Releabilitas ........................................................... 192
B Analisis Tingkat Kesukaran .................................. 195
C Ciri-ciri Tes yang Baik ........................................... 204
D Langkah-langkah Pengembangan Tes ................. 205
E Mengenalisis Tes .................................................. 207

Daftar Pustaka …………………………….......................................... 211

viii
Daftar Gambar

1. Hubungan Tugas Pembelajaran, Proses dan Evaluasi


Belajar...................................................................................... 2

2. Jenis - jenis Penilaian dalam Evaluasi .................................... 77

3. Tujuan dan fungsi penilaian berbasis kelas ............................ 94

4. Tujuan Penilaian portofolio ..................................................... 127

5. Fungsi Penilaian Portofolio ..................................................... 130

6. Jenis Penilaian Portofolio ........................................................ 141

7. Kriteria Konversi Nilai .............................................................. 165

ix
x
Daftar Tabel

1. Tabel Skoring .......................................................................... 81

2 Lembar Penilaian Penampilan ................................................ 147

3. Lembar Penilaian Dokumen ........................................... 150

4. Distribusi Skor Tabel 1 .................................................... 156

5. Distribusi Skor Tabel 2 .................................................... 156

6. Distribusi Skor Tabel 3 .................................................... 157

7 Distribusi Skor Tabel 4 .................................................... 158

8 Simpanan Baku yang tidak dikelompokkan .................... 159

9. Simpanan Baku yang dikelompokkan ............................. 160

10. Kriteria nilai konversi ……………………………………… 163

11. Distribusi Skor …………………………………………….. 169

12. Konversi Nilai dalam Persen …………………………… 171

13. Kriteria Konversi Standar Huruf ………………………….. 172

14 Kriteria Konversi Nilai ……………………………………... 173

15. Konversi Nilai Ke dalam Standar 10 …………………….. 175

xi
16. Pengolahan data hasil wawancara ………………………. 176

17 Frekuensi Jawaban Siswa mengenai hubungan Guru – 177


Siswa ………………………………………………………..

18. Kuesioner berdasarkan jenis kelamin …………………… 178

19. Cara Menghitung Rata-rata ………………………………. 179

20. Observasi kemampuan Guru …………………………….. 180

21. Kisi-kisi Pedoman Wawancara …………………………… 186

22. Format Pedoman Wawancara …………………………… 186

23. Format Menyusun Kisi-kisi Angket ………………………. 189

24. Analisis Tingkat Kesukaran ………………………………. 196

25. Indeks Tingkat Kesukaran ………………………………... 197

26. Cara Memberikan katagori soal ………………………….. 199

27 Analisis Ddaya Pembeda …………………………………. 201

28 Validitas kesamaan fungsi tes ……………………………. 203

xii
1

BAB I
KONSEP DASAR EVALUASI PEMBELAJARAN

A. Pengertian Evaluasi
1. Evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh
dan menyediakan informasi yang sangant diperlukan untuk
membuat alternatif-alternatif keputusan (Mehrens &
Lehmann, 1978:5). Sesuai dengan pengertian tersebut
maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan
suatu proses yang sengaja direncanakan untuk
memperoleh informasi atau data; berdasarkan data tersebut
kemudian dicoba membuat suatu keputusan. Sudah barang
tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu haruslah
data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang
direncanakan.
2. Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana
tujuan-tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa.
2
Dalam hubungannya dengan keseluruahan proses
pembelajaran, tujuan pembelajaran dan proses belajar-
mengajar serta prosedur evaluasi saling berkaitan dan tidak
dapat dipisahkan satu dari yang lain. Secara bagan dapat
digambarkan sebagai berikut:

Bahan atau materi pengajaran apa yang akan diajarkan


dan metode apa yang akan digunakan sangat bergantung pada
tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Demikian pula
bagaimana prosedur evaluasi harus dilakukan serta bentuk-
bentuk tes atau alat evaluasi mana yang akan dipakai untuk
menilai hasil pembelajaran tersebut harus dikaitkan dan
mengacu kepada bahan dan metode mengajar yang digunakan
dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
3
Dalam penyusunan program satuan pelajaran, program
caturwulan, dan program semester, ketiga komponen tersebut
tidak dapat diabaikan, bahkan harus selalu digunakan sebagai
acuan.
B. Jenis-Jenis evaluasi
Dilihat dari fungsinya, jenis penilaian ada beberapa
macam, yaitu penilaian formatif, penilaian sumatif, penilaian
diagnostic, penilaian selektif, dan penilaian penempatan.
1. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan
pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat
keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. Dengan
demikian, penilaian formatif berorientasi kepada proses
belajar-mengajar. Dengan penilaian formatif diharapkan
guru dapat memperbaiki program pengjaran dan strategi
pelaksanaannya.
2. Penilaian sumatif adalah penelitian yang dilaksanakan
pada akhir unit program, yaitu akhir catur wulan, akhir
semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk
melihat hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa
jauh tujuan-tujuan kurikuler dikuasai oleh para siswa.
Penilaian ini berorientasi kepada produk, bukan kepada
proses.
4
3. Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan
untukmelihat kelemahan-kelemahan siswa serta faktor
penyebabnya. Penelitian ini dilaksanakan untuk keperluan
bimbingan belajar, pengajaran remedial (remedial
teaching), menemukan kasus-kasus, dll. Soal-soal tetunya
disusun agar dapat ditemukan jenis kesulitan belajar yang
dihadapi oleh para siswa.
4. Penilaian selektif adalah penilaian yang bertujuan untuk
keperluan seleksi, misalnya ujian sering masuk ke
lembaga pendidikan tertentu.
C. Sistem Penilaian / Evaluasi
Disamping jenis-jenis penilaian perlu juga dijelaskan
system penilaian. Yang dimaksud dengan sistem penilaian
dalam pembahasan ini ialah cara yang digunakan dalam
menentukan derajat keberhasilan hasil penilaian tujuan
kompetensi dasar ataukah belum. Namun, sebelumnya akan
dijelaskan terlebih dahulu cara memberikan nilai, atau sistem
pemberian angka.
Dalam penilaian hasil dan proses belajar dapat
digunakan beberapa cara. Cara pertama menggunakan sistem
huruf, yakni, A, B, C, D, dan G (gagal). Biasanya ukuran yang
digunakan adalah A paling tinggi, paling baik, atau sempurna,
5
B baik, C sedang atau cukup, dan D kurang. Cara kedua ialah
dengan sistem angka yang menggunakan beberapa standar.
Dalam standar empat, angka 4 setara dengan A, angka 3
setara dengan B, angka 2 setara dengan C, dan angka 1
setara dengan D. ada juga standar sepuluh, yakni
menggunakan rentangan anka dari 1-10. Bahkan ada juga
yang menggunakan rentangan 1-100. Cara mana yang dipakai
tidak jadi masalah asal konsisten dalam pemakaia
Sistem penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan
ke dalam dua cara atau dua sistem :
1. Penilaian acuan norma (PAN) adalah penialaian yang
diacukan kepada rata-rata kelompoknya.dengan demikian
dapat diketahui posisi kemampuan siswa di dalam
kelompoknya. Untuk itu, norma atau criteria yang digunakan
dalam menentukan drajat prestasi seseorang siswa,
dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya. Atas dasar itu
akan diperoleh tiga kategori siswa, yakni di atas rata-rata
kelas, sekitar rata-rata kelas, dan di bawah rata-rata kelas.
Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang
posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya.
Keuntungan sistem ini adalah dapat diketahui prestasi
kelompok atau kelas sehingga sekaligus dapat diketahui
6
keberhasilan pembelajaran bagi semua siswa.
kelemahannya adalah kurang meningkatkan kualitas hasil
belajar. Rata-rata kelompok atau kelasnya rendah, misalnya
skor 40 dari seratus siswa, maka siswa yang memperoleh
nilai 45 (di atas rata-rata) sudah dikatakan baik, atau
dinyatakan lulus, sebab berada di atas rata-rata sudah
dikagorikan baik, atau dinyatakan lulus, sebab berada
diatas rata-rata kelas, padahal skor 45 dari maksimum skor
45 dari maksimum skor 100 termasuk rendah.
Kelemahannya yang lain ialah kurang praktis sebab harus
dihitung dahulu nilai rata-rata kelas, apalagi jika jumlah
siswa cukup banyak. Sistem ini kurang menggambarkan
tercapainya tujuan standar kompetensi sehingga tidak dapat
dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan pembelajaran.
Demikian juga kriteria keberhasilan tidak tetap dan tidak
pasti, bergantung pada rata-rata kelas. Dalam konteks yang
lebih luas penggunaan sistem ini tidak dapat digunakan
untuk menarik generalisasi siswa sebab rata-rata kelompok
untuk kelas yang satu berada dengan kelas yang lain,
sekolah yang satu akan berbeda dengan sekolah yang lain.
Dengan demikian, angkan 7 untuk siswa di kelas tertentu
bisa berbeda maknyanya dengan angka 7 di kelas yang
7
lain. Oleh sebab itu, sistem penilaian ini tepat diguanakan
dalam penilaian formatif, bukan untuk penilaian sumatif.
Sistem penilaian acuan norma disebut standar relative.
2. Penilaian acuan patokan (PAP) adalah penilaian yang
diacukan kepada tujuan pembelajaran yang harus dikusai
oleh siswa. Dengan demikian, derajat keberhasilan siswa
dibandingkan dengan tujuan yang harusnya dicapai, bukan
dibandinkan dengan rata – rata kelompoknya. Biasaya
keberhasilan siswa ditentukan kriterianya, yakni sekitar
antara 75 – 80 persen. Artinya, siswa dikatakan berhasil
apabila ia mengusai atau dapat mencapai sekitar 75 – 80
persen dari tujuan atau nilai yang harusnya dicapai. Kurang
dari kriteria tersebut dinyatakan belum berasil. Misalnya
diberikan soal atau pertanyaan sebanyak 100 pertanyaan.
Setiap pertanyaan yang dijawab yang benar diberikan skor
atau angka satu sehingga maksimal skor yang dicapai
adalah 100. Kreteria keberhasilannya 80 persen artinya
harus mancapai sekor 80. Siswa yang mendapat sekor 80
ke atas dinyatakan berhasil dan yang kurang dari 80
dinyatakan gagal. Sistem penilaian ini mengacu kepada
konsep belajar tuntas atau mastery learning. Sudah barang
tentu makin tinggi kreteria yang digunakan, makin tinggi
8
pula derajat pengusaan belajar yang dituntut dari para siswa
sehingga makin tinggi kualitas hasil belajar yang
diharapkan. Dalam sistem ini guru tidak perlu menghitung
rata – rata kelas sebab kreterianya sudah pasti. Sistem
penilaian yang tepat diguanakan untuk penilaian sumatif
dipandang merupakan usaha peningkatan kualitas
pendidikan. Dalam sistem ini bisa terjadi semua siswa gagal
atau tidak lulus karena tidak ada seorang pun siswa yang
memenuhi kreteria yang telah ditentukan. Situasi ini tidak
mungkin ditemukan pada sistem penilaian acuan norma.
Sistem penilaian acuan patokan disebut standar mutlak.

D. Fungsi Evaluasi Dalam Pembelajaran


Evaluasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran
mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui taraf kesiapan daripada anak-anak
untuk menempuh suatu pendidikan tertentu. Artinya
apakah seorang anak sudah cukup siap untuk diberikan
pendidikan tertentu atau belum. Kalau seorang anak
sudah siap untuk diberikan pendidikan tertentu, maka
pendidikan segera kita dapat dilakukan. Kalau belum siap
maka sebaiknya pemberian pendidikan kepada anak
9
tersebut kita tunda dulu. Sebab memberikan pendidikan
kepada anak yang belum siap menerimanya tidak akan
memberikan hasil seperti yang diharapkan.
b. Untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai
dalam proses pendidikan yang telah dilaksanakan apakah
hasil yang dicapai sudah sesuai dengan yang diharapkan
atau belum. Kalau belum, maka perlu dicari faktor apakah
penyebabnya yang menghambat tercapainya tujuann
tersebut. Dan selanjutnya dapat dicari jalan untuk
mengatasinya.
c. Untuk mengetahui apakah suatu mata pelajaran yang kita
ajarkan dapat kita lanjutkan dengan bahan yang baru
ataukah kita harus mengulangi kembali bahan-bahan
pelajaran yang telah lampau. Dari hal-hal evaluasi yang
kita lakukan kita akan dapat mengetahui apakah
mahasiswa telah cukup menguasai bahan pelajaran yang
lampau atau belum. Kalau anak-anak secara
keseluruahan telah mencapai nilai yang cukup baik dalam
evaluasi yang kita lakukan, maka itu berarti bahwa
mahasiswa telah menguasai pelajaran yang telah lampau
secara atang dan siap untuk menerima pelajaran baru.
Sebaliknya apabila hasil-hasil evaluasi yang telah kita
10
lakukan memberikan gambaran bahwa mahasiswa belum
matang dalam pelajaran yang lampau, maka kita perlu
mengulangi kembali pelajaran yang lampau itu.
d. Untuk mendapatkan bahan-bahan informasi dalam
memberikan bimbingan tentang jenis pendidikan atau jenis
jabatan yang cocok untuk anak tersebut. Dengan evaluasi
yang kita lakukan dapat kita ketahui segala potensi yang
dimiliki oleh anak. Berdasarkan potensi-potensi dapat
diramalkan jurusan apakah yang paling cocok untuk anak
tersebut dikemudian hari. Dengan jalan ini dapatlah
dihindari adanya salah pilih dalam penentuan jurusan. Dan
dengan demikian dapat pula dihindari pembuangan biaya
yang sia-sia karena pilihan yang tidak tepat.
e. Untuk mendapatkan bahan-bahan informasi apakah
seorang peserta didik dapat dinaikkan ke kelas yang lebih
tinggi atakah harus mengulang di kelas semula. Apabila
berdasarkan hasil evaluasi dari sejumlah bahan pelajaran
yang kita berikan seorang anak telah memenuhi syarat-
syarat minimal untuk dinaikkan ke dalam kelas yang lebih
tinggi maka anak tersebut dapat kita naikkan. Tetapi
apabila syarat minimal tersebut belum dipenuhi maka anak
tersebut harus ditinggalkan pada kelas semula.
11
f. Untuk membandingkan apakah prestasi yang dicapai oleh
peserta didik sudah sesuai dengan kapasistasnya atau
belum. Kalau seorang anak dalam suatu kecakapan
mencapai prestasi yang lebih rendah dari kapasitasnya,
maka perlu dicari faktor-faktor penghambatannya, untuk
selanjutnya dapatlah diadakan remedial terhadap anak
tersebut, sehingga ia bisa mencapai prestasi sesuai
dengan kapasitas yang ada padanya.
g. Untuk menafsirkan apakah seorang anak telah cukup
matang untuk kita lepaskan ke dalam masyarakat atau
untuk melanjutkan ke lembaga pendidikan yang lebih
tinggi. Apabila berdasarkan hasil evaluasi yang kita
lakukan selama priode pendidikan tertentu anak mencapai
hasil yang baik maka dapat kita anggap bahwa anak
tersebut cukup matang dilepas ke dalam masyarakat atau
untuk melanjutkan ke lembaga pendidikan yang lebih
tinggi.
h. Untuk mengadakan seleksi. Untuk mendapatkan calon-
calon yang paling cocok untuk suatu jabatan atau suatu
jenis pendidikan tertentu, maka perlu diadakan seleksi
terhadap para calon yang melamar. Hasil-hasil evaluasi
yang dilaksanakan dapat memberikan gambaran yang
12
cukup jelas mana-mana calon yang paling memenuhi
syarat untuk jenis jabatan atau untuk jenis pendidikan
tersebut.
i. Untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang
dipergunakan dalam lapangan pendidikan. Dalam proses
pendidikan kita selalu berusaha mencapai hasil yang
sebaik-baiknya. Untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya
kita akan berusaha untuk mempergunakan metode yang
sebaik-baiknya.
Walaupun secara rasional kita telah berusaha untuk memilih
metode yang paling baik untuk melaksanakan jenis
pendidikan yang kita lakukan, namun tidak mustahil terjadi
bahwa suatu metode yang telah kita pilih dengan saksama
tidak memberikan hasil sebagaimana yang kita harapkan.
Apabila hasil yang dicapai dalam suatu tindakan evaluasi
telah sesuai dengan yang diharapkan maka itu berarti
pemilihan metode yang kita gunakan sudah tepat. Sebaliknya
apabila hasil yang dicapai belum sesuai dengan yang
diharapkan berarti metode yang kita gunakan belum efektif.
13

BAB II
PROSEDUR DAN KEDUDUKAN EVALUASI

A. Prosedur Evaluasi
Prosedur dalam mengadakan evaluasi dapat dibagi atas
beberapa langkah atau beberapa step. Mengenai pembagian
langkah-langkah evaluasi ini ada beberapa pendapat. Yulien
Stanley mengatakan bahwa : “Langkah-langkah evaluasi itu
terdiri dari : menetapkan tujuan program, memilih alat yang
layak pelaksanaan pengukuran, memberikan skor,
menganalisa dan menginterpretasikan skor, membuat catatan
yang baik, dan menggunakan hasil-hasil pengukuran (Yulien-
Stanley, 1964, hal. 299).
Menurut Mochtar Buchari M. Ed, “langkah-langkah pokok
dalam evaluasi terdiri dari perencanaan, pengumpulan data,
verifikasi data, analisa data dan penafsiran data (Mochtar
Buchari M.Ed, 1972, hal. 24)
Dalam buku ini penulis akan mempergunakan sistematik
dari Mochtar Buchari M. Ed, yang membagi procedure evaluasi
atas lima langkah pokok.
14
- Masalah pertama yang harus dilakukan dalam langkah
perencanaan ialah merumuskan tujuan evaluasi yang hendak
dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan didasarkan atas
tujuan yang hendak dicapai dalam program pendidikan
tersebut.
Perumusan yang lebih khusus dari pada tujuan-tujuan
evaluasi ditentukan oleh jenis tugas yang kita hadapi. Tujuan
evaluasi yang dilaksanakan oleh seorang konselor pendidikan
akan berbeda dengan tujuan evaluasi yang dilaksanakan oleh
sebuah panitia seleksi, yang akan berbeda pula dengan tujuan-
tujuan evaluasi yang dilaksanakan oleh seorang guru yang
mengajarkan suatu mata pelajaran tertentu.
Seorang konselor pendidikan bertujuan untuk
mendapatkan informasi yang selengkap-lengkapnya tentang
anak didik agar dapat memberikan bimbingan yang sebaik-
baiknya. Sebuah panitia seleksi bertujuan untuk mengetahui
potensi-potensi yang ada pada para calon untuk dapat memilih
calon yang paling tepat untuk jenis pendidikan atau jenis
jabatan tertentu. Seorang guru yang mengajar suatu mata
pelajaran tertentu akan bertujuan untuk mengetahui apakah
bahan-bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik
sudah dikuasainya atau belum.
15

- Masalah kedua yang harus dilakukan dalam langkah


perencanaan ialah menetapkan aspek-aspek yang harus
ditentukan oleh tujuan evaluasi yang dilaksanakan. Konselor
pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh bahan informasi
yang cukup lengkap tentang anak didik dengan sendirinya
harus mengadakan evaluasi terhadap sejumlah aspek tertentu
seperti bakat, minat, sikap, penyesuaian sosial dan
sebagainya.
Sebuah panitia seleksi yang bertujuan untuk memilih
calon-calon yang terbaik dari semua calon yang ada akan
mengadakan evaluasi terhadap potensi-potensi dasar yang
diperlukan dalam jenis pendidikan atau jenis jabatan tertentu.
Seorang guru yang mengajar suatu mata pelajaran
tertentu akan mengadakan evaluasi terhadap aspek-aspek
hasil belajar seperti yang ditentukan dalam kurikulum, buku-
buku pedoman atau tujuan-tujuan tertentu yang harus dicapai
dalam mata pelajaran yang diajarkan.
- Masalah ketiga yang harus dilakukan dalam langkah
perencanaan ialah menentukan metode evaluasi yang akan
dipergunakan. Metode evaluasi yang akan dipergunakandi
tentukan oleh jenis aspek yang akan dinilai. Untuk menilai
minal misalnya dapat dipergunakan metode inventori, checklist,
interviu dan observasi. Untuk menilai hasil belajar dapat
dipergunakan metode observasi dan tes.
16

- Masalah keempat dari pada langkah perencanaan ialah


memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan
dipergunakan. Alat-alat dipergunakan ditentukan oleh metode
evaluasi yang akan kita pergunakan. Untuk pelaksanaan
metode observasi alat evaluasi yang perlu disiapkan ialah
pedoman observasi dan blanko untuk mencetak hasil-hasil
yang akan diperoleh dalam observasi. Untuk pelaksanaan
metode tes alat evaluasi yang dipergunakan ialah soal-soal tes.
Apabila alat-alat evaluasi yang akan dipergunakan cukup
tersedia maka kita tinggal memilih salah satu dari pada alat
tersebut. Tetapi apabila alat-alat tersebut yang akan kita
pergunakan belum tersedia maka kita harus menyusun sendiri
alat-alat evaluasi yang akan dipergunakan itu.
Masalah penyusunan alat-alat evaluasi (instrument
evaluasi) merupakan hal yang sangat penting dalam proses
evaluasi. Sebab tepat tidaknya data yang diperoleh sangat
tergantung kepada baik tidaknya alat-alat evaluasi yang kita
gunakan. Misalnya di dalam mengadakan evaluasi terhadap
hasil belajar, kita menggunakan tes yang tidak baik
susunannya, maka kita tidak akan mendapatkan data tentang
hasil belajar yang tepat. Oleh karena itu maka masalah
penyusunan alat-alat evaluasi merupakan hal yang sangat
penting artinya.
17
- Masalah kelima dari pada langkah perencanaan ialah
menentukan kriteria yang akan dipergunakan. Misalnya dalam
evaluasi hasil belajar dapat dipergunakan skala lima, skala
puluhan atau skala seratus.
- Masalah keenam dari pada langkah perencanaan ialah
menetapkan frekuensi evaluasi.
Setelah alat-alat evaluasi yang akan kita gunakan telah
kita pilih atau kita susun dan telah kita tetapkan kriterianya
maka selanjutnya kita menentukan frekuensi evaluasi tersebut.
Artinya berapa kalikah evaluasi itu dilakanakan dalam suatu
priode tertentu. Hal ini tergantung kepada tujuan yang hendak
dicapai.
Dalam evaluasi terhadap hasil belajar suatu pedoman
yang tepat dipergunakan untuk menetapkan frekuensi evaluasi
ialah susunan daripada bahan pelajaran. Kalau suatu bahan
pelajaran terdiri dari empat unit misalnya, maka evaluasi
terhadap bahan pelajaran tersebut paling sedikit harus
dilaksanakan setiap akhir dari pada suatu unit pembelajaran.
Langkah pengumpulan data dapat dibagi atas beberapa
sub langkah yaitu : pelaksanaan evaluasi, memeriksa hasil-
hasil evaluasi, dan memberi kode atau skor. Member kode
berarti member tanda-tanda tertentu yang tidak bermakna
18
kuantitatif. Misalnya apabila dalam suatu interviu kita
menanyakan sikap “setuju” atau “tidak setuju” terhadap suatu
masalah, maka jawaban “setuju” atau “tidak setuju” itu dapat
kita beri kode 1 lebih baik dari code 2 atau sebaliknya.
Memberi skor berarti memberi tanda-tanda tertentu yang
diberi makna kuantitatif. Misalnya dalam suatu tes hasil belajar
jawaban pengikut tes dalam suatu item dapat diberi scor 3, 2
atau 1, dimana ini berarti bahwa 3 lebih baik dari 2, dan 2 lebih
baik dari 1.
Data yang kita peroleh dalam pengumpulan data masih
merupakan data mentah yang belum dapat memberikan
gambaran yang jelas kepada kita. Agar kita mendapatkan
gambaran yang jelas dari evaluasi yang kita laksanakan, maka
kode atau skor yang diperoleh harus dianalisa lebih lanjut.
Sehubungan dengan ini maka kita mengenal tehnik-tehnik
mengolah data. Tehnik pengolahan data atau analisa data
biasanya diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu pengolahan
secara statistic (statistical analisis) pengolahan bukan secara
statistic (non statistical analisis). Pengolahan jenis mana yang
akan dipergunakan antara lain tergantung kepada jenis data
yang diolah apabila data tersebut adalah data kuantitatif maka
pengolahan yang serasi adalah pengolahan dengan analisa
19
statistik. Sebaliknya apabila data itu bersifat kualitatif maka
pengolahan yang serasi adalah pengolahan dengan analisa
non statistik.
Memberikan interpretasi maksunya adalah merupakan
suatu pernyataan (statement) tentang hasil pengolahan data.
Interpretasi terhadap suatu hasil evaluasi didasarkan atas
criteria tertentu yang disebut norma. Norma itu dapat
ditetapkan atau disiapkan terlebih dahulu secara rasional
sebelum suatu evaluasi dilaksanakan, tetapi dapat pula dibuat
berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan
evaluasi.
Penggunaan hasil-hasil evaluasi adalah merupakan pokok
dari seluruh prosedur evaluasi. Bagaimaan mempergunakan
hasil-hasil evaluasi yang telah diperoleh tergantung kepada
tujuan evaluasi yang dilaksanakan.

B. Kedudukan Evaluasi Dalam Proses Pendidikan


Proses pendidikan merupakan proses pemanusiaan
manusia, dimana didalamnya terjadi proses membudayakan
dan memberadabkan manusia. Agar terbentuk manusia yang
berbudaya dan beradab, maka diperlukan transformasi
kebudayaan dan peradaban.
20

Kedudukan evaluasi dalam belajar dan pembelajaran


sungguh sangat penting, dan bahkan dapat dipandang sebagai
bagian yang tak terpisahkan dengan keseluruhan proses
belajar dan pembelajaran. Penting karena dengan evaluasi
diketahui apakah belajar dan pembelajaran tersebut telah
mencapai tujuan ataukah belum. Dengan evaluasi juga akan
diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab
belajar dan pembelajaran tersebut berhasil dan faktor-faktor
apa saja yang menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran
tidak atau belum berhasil. Tidak hanya itu, dengan evaluasi
juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan kesuksesan
belajar dan pembelajaran. Padahal diketahuinya hal tersebut,
akan dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam mengadakan
perbaikan belajar dan pembelajaran.
Pada proses pendidikan evaluasi dilakukan untuk
mengetahui keefektifan pembelajaran dan pembentukan
kompetensi yang dilakukan, serta untuk mengetahui apakah
kompetensi dasar dan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan
dapat dicapai oleh peserta didik melalui pembelajaran.
Evaluasi pendidikan mencakup semua komponen, proses
pelaksanaan dan produk pendidikan secara total, dan di
dalamnya terakomodir tiga konsep, yaitu: memberikan
pertimbangan (judgement), nilai (value), dan arti (worth).
21
Dengan demikian evaluasi pendidikan dapat berupa
1. Evaluasi context / tujuan / kebijakan
2. Evaluasi input, seperti evaluasi tehadap peserta didik,
pendidik, prasarana dan sarana, kurikulum / program,
serta input lingkungan
3. Evaluasi proses, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap
proses atau kegiatan pendidikan atau pembelajaran yang
sedang berlansung.
4. Evaluasi hasil / produk
5. Evaluasi “outcomes” ( dampak)

Secara keseluruhan evaluasi pendidikan akan muncul


pada :
1. Awal kegiatan pendidikan.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kesiapan dan kemampuan peserta didik sehingga
memungkinkan tenaga pengajar menyusun
rancangan pendidikan sesuai dengan peserta didik,
dengan selalu berpijak pada kompetensi yang akan di
capai.
2. Pada saat proses pendidikan atau belajar mengajar
sedang berlangsung.
22
Evaluasi ini dapat merupakan evaluasi proses
pelaksanaan pembelajaran dan komponen
pendidikan. Evaluasi proses di awali pada tahap
pertama pembelajaran di laksanakan dan secara
runtun sampai pada akhir pendidikan. Melalaui
evaluasi proses akan tampak dengan jelas
apakah rencana penddidikan yang telah di susun
dapat dilaksanan dengan baik. Apakah langkah-
langkah yang disusun terlaksana dengan baik?
Jika tidak faktor-faktor apakah yang menyebabkan
nya. Untuk ini diperlukan evaluasi komponen-
konponen pendidikan dan evaluasi mata
pelajaran.
3. Pada akhir kegiatan pendidikan atau
pembelajaran.
Kegiatan ini di maksusdkan untuk menentukan
tingkat pencapaian peserta didik dalam belajar.
Evluasi seperti ini dapat juga di lakukan pada
akhir satuan mata pelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu system yang
memiliki komponen yang saling berinteraksi,
berinterelasi dan berinterdependensi, salah satu
23
komponenenya adalah evaluasi, dengan demikian
evaluasi merupakan satu bagian yang tidak bisa
dipisahkan dari proses pembelajaran dan ini
menjadi bukti bahwa evaluasi mempunyai
kedudukan dan peranan yang sangat penting
terhadap pembelajarandan tidak bisa dipisahkan
satu sama lainnya.
Dalam cakupan luasnya evaluasi pembelajaran
memiliki kedudukan dalam proses pendidikan. Bahwa
evaluasi merupakan umpan balik dalam proses
pendidikan dengan mendapatkan segala informasi
yang berhasil diperoleh selama proses pendidikan
yang digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
perbaikan, masukan dan transformasi yang ada
dalam proses pendidikan itu sendiri. Kedudukan
evaluasi dalam proses pendidikan bersifat intergatif,
setiap ada proses pendidikan pasti ada evaluasi.
Evaluasi juga punya kedudukan yang tak
terpisahkan dari belajar dan pembelajaran secara
keseluruhan, karena strategi belajar dan
pembelajaran, proses belajar dan pembelajaran
menempatkan evaluasi sebagai salah satu
24
langkahnya. Hampir semua ahli prosedur sistem
instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai
langkah-langkahnya.
Perhatikan pula langkah-langkah pembelajaran
yang dikemukakan oleh para ahli berikut, pasti kita
akan tahu betapa tidak dapat terpisahkan evaluasi
tersebut dengan keseluruhan proses belajar dan
pembelajaran.

1. Mentout Kauffman, langkah-langkah yang harus


ditempuh dalam belajar pembelajaran adalah dengan
menggunakan model pemecahan masalah sebagai
berikut:
1. Identifikasi masalah.
2. Menentukan syarat-syarat dan altematif
pemecahan masalah
3. Memilih strategi pemecahan masalah.
4. Melaksanakan pemecahan msalah.
5. Menentukan keefektifan hasil
6. Mengadakan revisi atas keseluruhan langkah
1 sampai dgn Iangkah 3
25
Jelaslah bahwa langkah c (menentukan
keefektifan hasil) pada dasarnya tidak berbeda
dengan evaluasi itu sendiri. Dan dari langkah
menentukan keefektifan basil tersebut baru dapat
dilakukan revisi atas keseluruhan langkah
sebelumnya.
2. Menurut Glaser, proses belajar pembelajaran
haruslah menempuh prosedur-prosedur sebagai
berikut :
1. Merumuskan teori pembelajaran (instuksional
objectives)
2. Memutuskan situasi permulaan siswa
3. Menentukan prosedur pembelajaran.
4. Penilaian terhadap perfomansi
5. Umpan balik.
Jelaslah bahwa evaluasi (sebagaimana pada
langgkah 4) sangat diperlukan dan merupakan
bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses
belajar pembelajaran. Hal serupa dapat juga dibaca
pada prosedur belajar pembelajaran yang
dikemukakan para ahli berikut.
26
3. Menurut Kemp
1. topcs and general purposes.
2. student characteristks
3. learning objectives
4. Subject content.
5. Pre test
6. Teaching/ leaming activities and resources
7. Evaluation.

4. Menumt Gelder
1. Merumuskan tujuan instruksional.
2. Analisis situasi.
3. Menentukan aktivitas guru, aktivitas pembelajar,
mata pembelajaran dan alat bantu pembelajaran.
4. Evaluasi

5. Menurut model PPSI (Prosedur Pengembangan


Sistem lnstruksional):
1. Merumuskan tujuan
2. Mengembangkan alat evaluasi
3. Merumuskan kegiatan belajar pembelajaran
4. Mengembangkan program kegiatan
5. Pelaksanaan kegiatan belajar pembelajaran.
27
Proses pendidikan merupakan proses membudayakan dan
beradap diperlukan transformasi kebudayaan dan peradapan.
Sebagai proses transformasi, proses pendidikan meliputi :
a. Masukan
Masukan dalam proses pendidikan adalah siswa dengan
sengaja karaktristik dan keunikannya siswa akan
mempermudahkan dalam menentukan rancangan
program dan proses pembudayaan dan peradapan
siswa yang menjadi masukan.
b. Trasformasi
Trasformasi dalam proses pendidikan adalah proses
untuk membudayakan dan memberadapkan siswa.
Lembaga pendidikan merupakan tempat terjadinya
transformasi danmerupakan unsur keberhasilan
transformasi yang menghasilkan keluaran. Unsure
transformasi dalam proses pendidikan meliputi :
 Pendidikan dan personal lain
 Isi pendidikan
 Teknik
 Sistem evaluasi
 Sarana pendidikan
 Sistem administrasic
28
c. Keluaran
Keluaran dalam proses pendidikan adalah siswa yang
semakin berbudaya dan beradap sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan.
d. Umpan balik
Umpan balik dalam proses pendidikan segala informasi
yang berhasil yang diperoleh selama proses pendidikan
yang digunakan sebagai ahan pertimbangan untuk
perbaikan masukan dan taformasiyang ada dalam proses.
Kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan bersifat
intergatif, setiap ada proses pendidikan pasti ada evaluasi.

C. PRINSIP-PRINSIP UMUM EVALUASI


1. Evaluasi yang baik bersifat komprehensif
Prinsip ini menunjukkan pada betapa pentingnya
cakupan yang luas dari alat ukur yang digunakan,
sesuai dengan materi pelajaran. Cakupan itu bukan
semata-mata dilihat dari luas materi yang di ujikan,
tetapi juga domain (aspek) yang diukur. Melalui tes
objektif lebih banyak informasi yang dapat diukur,
tetapi sangat sedikit sekali yang berkaitan dengan
minat, keterampilan maupun sikap. Sedangkan dengan
29
menggunakan tes essay, sedikit informasi yang
dikumpulkan, tetapi kemampuan menalar, dan
mengemukakan pendapat dapat dijaring dengan baik
Keterampilan yang dikuasai peserta didik perlu
pula diketahui, kalau materi pelajaran memang terkait
dengan aspek itu. Oleh karena itu evaluasi hasil belajar
harus luas cakupannya, baik dilihat dari isi maupun
aspek-aspek yang diukur dan dinilai.
2. Evaluasi hendaklah kontinue
Evaluasi yang baik bukanlah dilakukan pada awal
dan akhir suatu kegiatan saja atau sesuatu bersifat
sewaktu atau momentum, melainkan hendaklah
dilakukan secara terus menerus. Mulai pada saat
program pendidikan dirancang seharusnya sudah ada
evaluasi, yaitu untuk mengetahui seberapa jauh
peserta didik sudah menguasai materi yang akan
diberikan. Dengan cara demikian dapat dipilih materi
dan strategi mengajar yang tepat, organisasi kelas
yang baik, dan waktu yang sesuai, serta sumber
belajar yang mendukung kegiatan belajar mengajar.
Pada saat kegiatan mulai dilaksanakan, evaluasi
proses sudah harus berjalan, sehingga dapat diketahui
30
kesulitan-kesulitan, dan hambatan peserta didik dalam
belajar. Demikian juga kesukaran-kesukaran yang
dialami guru atau dosen perlu diketahui, sehingga
dapat dilakukan penyempurnaan pada kegiatan-
kegiatan berikutnya. Evaluasi sumatif dapat dilakukan
pada akhir kegiatan untuk mengetahui tingkat
pencapaian peserta didik maupun efektifitas
pendidikan.
Evaluasi yang dilakukan secara tidak kontinu,
kurang dapat merekam semua keadaan dalam proses
belajar mengajar, sehingga hasil evaluasi itu belum
dapat menggambarkan hasil belajar secara
keseluruhan.
3. Evaluasi yang baik bersifat objektif
Hasil belajar yang terkumpul dengan menggunakan
alat ukur selanjutnya ditafsirkan dengan jelas dan
tegas, serta tidak memihak. Artinya, gambaran hasil
belajar itu tidak dipengaruhi oleh faktor lain di luar hasil
yang dicapai siswa. Hendaknya ada patokan atau
norma yang jelas dengan klasifikasi yang tegas,
sehingga apa yang di dapat siswa itu akan menjamin
ketepatan gambaran peserta didik yang sebenarnya.
31
4. Evaluasi yang baik berpijak pada tujuan yang jelas
Perumusan tujuan yang jelas adalah sangat penting
dalam kegiatan mengajar. Tujuan pendidikan
merupakan awal dari semua kegiatan belajar dan
mengajar, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Tujuan yang jelas akan membawa dampak
positif pada pemilihan metoda dan strategi mengajar.
Tujuan yang jelas akan membantu dalam memilih
media mengajar. Tujuan yang jelas merupakan dasar
dalam merumuskan kisi-kisi ujian dan bentuk ujian
yang akan dilakukan.
Tujuan itu hendaklah terjabar dengan baik, jelas
dan mudah diukur atau dinilai, sehingga menjadi
pegangan dan sangat membantu dalam memilih dan
menyusun alat assesment yang tepat.
5. Evaluasi yang baik menggunakan alat ukur yang ganda
dan sahih
Tidak ada alat penilaian tunggal yang dapat menilai
semua kemajuan siswa dalam belajar. Untuk menilai
pengetahuan dapat digunakan tes dalam bentuk :
betul-salah (true-false) tetapi bentuk ini tidak baik
digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman,
32
keterampilan berpikir atau perubahan sikap peserta
didik. Untuk yang terakhir itu, guru atau pendidik
hendaklah mencari atau menyusun alat ukur lain
sehingga dapat merangkum semua yang dibutuhkan
sesuai dengan keadaan peserta didik yang
sesungguhnya.
6. Evaluasi yang baik hendaknya dilakukan oleh suatu tim
Penggunaan asesor lebih dari satu sangat besar
artinya dalam penentuan objektifitas hasil assesment.
Cara ini dapat mengurangi subjektifitas yang mungkin
timbul dibandingkan dengan apabila evaluasi itu
dilakukan oleh satu orang saja. Disamping itu, apabila
asesor merupakan suatu tim, mereka dapat melakukan
dialog sesama mereka dan membicarakan secara
mendalam tentang orang yang dinilainya. Dengan
demikan diharapkan, apa yang dihasilkan itulah yang
sesungguhnya pada diri peserta didik.
7. Evaluasi bukanlah tujuan, melainkan adalah cara untuk
mencapai suatu tujuan.
Banyak “kesalahan” yang mungkin terjadi pada alat
evaluasi yang dipakai. Kesalahan pertama akan ada
pada waktu menyusun instrument. Apakah instrument
33
itu telah dirakit sedemikian rupa menurut cara yang
sebenarnya?. Apakah tujuan yang dirumuskan sudah
benar?.
Kesalahan lain terletak pada apakah aspek yang
diuji telah mencakup semua aspek materi pelajaran,
ataukah hanya aspek-aspek tertentu saja dan tidak
mewakili keadaan yang sebenarnya?. Mengingat
kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi, baik pada
alat ukur maupun aspek yang dinilai, maka hendaklah
di pandang bahwa evaluasi itu adalah untuk
menyediakan informasi tentang peserta didik yang
digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan.

Gronlund mengemukakan enam prinsip penilaian, yaitu tes


hasil belajar hendaknya:
 Mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan
jelas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran,
 Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan
bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran,
 Mencakup jenis-jenis pertanyaan/soal yang paling sesuai
untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan,
34
 Direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan
yang akan digunakan secara khusus,
 Dibuat dengan reliabilitas yang sebesar-besarnya dan harus
ditafsirkan secara hati-hati, dan
 Dipakai untuk memperbaiki hasil belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas, Nana Sujana
mengemukakan bahwa penilaian hasil belajar hendaknya:

 Dirancang sedemikian rupa sehingga jelas kemampuan yang


harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan iterpretasi
hasil penilaian,
 Menjadi bagian yang integral dari proses belajar mengajar,
 Agar hasilnya obyektif, penilaian harus menggunakan
berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif,

Menurut Khusnuridlo (2010), prinsip-prinsip evaluasi


terdiri dari :
1) Komprehensif
Evaluasi harus mencakup bidang sasaran yang luas
atau menyeluruh, baik aspek personalnya, materialnya,
maupun aspek operasionalnya. Evaluasi tidak hanya
ditujukan pada salah satu aspek saja. Misalnya aspek
personalnya, jangan hanya menilai gurunya saja, tetapi
35
juga murid, karyawan dan kepala sekolahnya. Begitu
pula untuk aspek material dan operasionalnya.
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh.

2) Komparatif
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam mengadakan
evaluasi harus dilaksanakan secara bekerjasama
dengan semua orang. Sebagai contoh dalam
mengevaluasi keberhasilan guru dalam mengajar,
harus bekerjasama antara pengawas, kepala sekolah,
guru itu sendiri, dan bahkan, dengan pihak murid.
Dengan melibatkan semua pihak diharapkan dapat
mencapai keobyektifan dalam mengevaluasi.
3) Kontinyu
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus
selama proses pelaksanaan program. Evaluasi tidak
hanya dilakukan terhadap hasil yang telah dicapai,
tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap
laporan. Hal ini penting dimaksudkan untuk selalu
dapat memonitor setiap saat atas keberhasilan yang
telah dicapai dalam periode waktu tertentu. Aktivitas
yang berhasil diusahakan terjadi peningkatan,
sedangkan aktivi-tas yang gagal dicari jalan lain untuk
mencapai keberhasilan.
36
4) Obyektif
Mengadakan evaluasi harus menilai sesuai dengan
kenya¬taan yang ada. Katakanlah yang hijau itu hijau
dan yang merah itu merah. Jangan sampai
mengatakan yang hijau itu kuning, dan yang kuning itu
hijau. Sebagai contoh, apabila seorang guru itu sukses
dalam menga¬jar, maka katakanlah bahwa guru ini
sukses, dan sebaliknya apabila jika guru itu kurang
berhasil dalam mengajar, maka katakanlah bahwa guru
itu kurang berhasil. Untuk mencapai keobyektifan
dalam evaluasi perlu adanya data dan fakta. Dari data
dan fakta inilah dapat mengolah untuk kemudian
diambil suatu kesimpulan. Makin lengkap data dan
fakta yang dapat dikumpulkan maka makin obyektiflah
evaluasi yang dilakukan.
5) Berdasarkan Kriteria yang Valid
Selain perlu adanya data dan fakta, juga perlu adanya
kriteria-kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam
evaluasi harus konsisten dengan tujuan yang telah
dirumuskan. Kriteria ini digunakan agar memiliki
standar yang jelas apabila menilai suatu aktivitas
supervisi pendidikan. Kekonsistenan kriteria evaluasi
37
dengan tujuan berarti kriteria yang dibuat harus
mempertimbangkan hakikat substansi supervisi
pendidikan.
6) Fungsional
Evaluasi memiliki nilai guna baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kegunaan langsungnya
adalah dapatnya hasil evaluasi digunakan untuk
perbaikan apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan
tidak langsungnya adalah hasil evaluasi itu
dimanfaatkan untuk penelitian atau keperluan lainnya.
7) Diagnostik
Setiap hasil evaluasi harus didokumentasikan. Bahan-
bahan dokumentasi hasil evaluasi inilah yang dapat
dijadikan dasar penemuan kelemahan-kelemahan atau
kekurangan - kekurangan yang kemudian harus
diusahakan jalan pemecahannya.

D. Syarat-syarat Umum Evaluasi


Dalam menyelenggarakan atau mengadakan kegiatan
evaluasi, kita perlu memperhatikan syarat-syarat yang harus
dipenuhi kegiatan evaluasi tersebut. Terurai berikut ini :
38

a. Kesahihan
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang sahih,
dibutuhkan instrumen yang memiliki atau memenuhi
syarat kesahihan suatu instrumen evaluasi. Kesahihan
instrumen evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan
dari hasil pengalaman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan hasil


evaluasi meliputi :
1. Faktor instrumen evaluasi itu sendiri.
2. Faktor-faktor administrasi evaluasi dari penskoran,
juga merupakan faktor-faktor yang mempunyai suatu
pengaruh yang mengganggu kesahihan interpertasi
hasil evaluasi.
3. Faktor-faktor dalam respon-respon siswa merupakan
faktor-faktor yang lebih banyak mempengaruhi
kesahihan daripada faktor yang ada dalam instrumen
evaluasi atau pengadministrasiannya.
b. Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan
masalah kepercayaan, yakni tingkat kepercayaan bahwa
suatu instrumen evaluasi mampu memberikan hasil yang
tetap (Arkunto, 1990:81).
39

Memungkinkan terjadinya kesahihan karena


adanya keajegan, tidak selalu menjamin bahwa hasil yang
handal (reliabel) akan selalu menjamin bahwa hasil
evaluasi sahih (valid). Dan sebaliknya keterandalan tidak
dijamin ada pada hasil evaluasi yang memenuhi syarat
kesahihan. Keterandalan dipengaruhi oleh sejumlah
faktor:
1. Panjang tes (length of test). Panjang tes
berhubungan dengan banyaknya butir tes, yang pada
umumnya terjadi lebih banyak butir tes lebih tinggi
keterandalan evaluasi.
2. Sebaran skor (spread of scores). Koefisien
keterandalan secara langsing dipengaruhi oleh
sebaran skor dalam kelompok tercoba. Dengan kata
lain, besarnya sebaran skor akan membuat perkiraan
keterandalan yang lebih tinggi akan terjadi menjadi
kenyataan.
3. Tingkat kesulitan tes (difficulty of test). Tes acuan
norma (norm referenced test) yang paling mudah
atau paling sukar untuk anggota-anggota kelompok
yang mengerjakan, cenderung menghasilkan skor
keterandalan yang rendah. Ini disebabkan antara
hasil tes yang mudah dan yang sulit keduanya dalam
satu sebaran skor yang terbatas.
40
4. Objektivitas (obyectivity). Objektivitas suatu tes
menunjuk kepada tingkat skor kemampuan yang
sama ( yang dimiliki oleh siswa satu dengan siswa
yang lain ) memperoleh hasil yang sama dalam
mengerjakan tes.
c. Kepraktisan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan instrumen
evaluasi meliputi :
1. Kemudahan mengadministrasi. Jika instrumen
evaluasi diad-ministrasikan oleh guru atau orang lain
dengan kemampua yang terbatas, kemudahan
pengadministrasian adalah suatu kualitas penting
yang diminta dalam instrumen evaluasi.
2. Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi.
Kepraktisan dipengaruhi pula oleh faktor waktu yang
disediakan untuk melancarkan evaluasi.
3. Kemudahan menskor. Secara tradisional, hal yang
membosankan dan aspek yang menggangu dalam
melancarkan evaluasi adalah penskoran. Guru
seringkali bekerja berat berjam-jam untuk
melaksanakan tugas ini.
41
4. Kemudahan interpretasi dan aplikasi. Dalam analisis
terakhir, keberhasilan atau kegagalan evaluasi
ditentukan oleh penggunaan hasil evaluasi. Jika hasil
evaluasi diterjemahkan/ditafsirkan secara tepat dan
diterapkan secara efektif, hasil evaluasi akan
mendukung terhadap keputusan-keputusan
pendidikan yang lebih tepat.
5. Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang
ekuivalen atau sebanding. Untuk berbagai kegunaan
pendidikan. Bentuk-bentuk ekuivalen untuk tes yang
sama seringkali diperlukan sekali. Bentuk-bentuk
ekuivalen dari sebuah tes mengukur aspek-aspek
perilaku melalui butir-butir tes yang memiliki
kesamaan dalam isi, tingkat kesulitan, dan
karakteristik lainnya.
42

BAB III
PERENCANAAN EVALUASI PEMBELAJARAN
.
A. Perencanaan umum
Di dalam sistem pengaturan pemberian pelajaran di
sekolah-sekolah kita dewasa ini, khususnya disekolah menengah
digunakan sistem guru vak. Dalam sistem tersebut seorang guru
tidak mengajar satu kelas untuk pelajaran dikelas itu. Seorang
guru hanya berkewajiban mengajarkan satu atau beberapa mata
pelajaran untuk beberapa kelas tertentu. Atau dengan kata lain,
seorang atau sekelompok murid tidak menerima pelajaran hanya
dari seorang guru untuk semua mata pelajaran. Seorang atau
sekelompok murid menerima pelajaran dari sejumlah guru yang
amsing-masing memegang satu mata pelajaran atau lebih.
Dengan demikian pencapaian tujuan pendidikan untuk seorang
dan sekelompok murid bukan merupakan tanggung jawab
seorang guru saja, melainkan merupakan tanggung
jawabsejumlah guru yang bersama-sama ikut mendidik murid-
murid tersebut.
43
Sehubungan dengan sistem pengaturan pemberian
pembelajaran seperti tersebut di atas, maka ada dua hal penting
yang harus diperhatikan oleh setiap pengajar di sekolah tersebut,
yaitu :
a. Ia harus memahami lebih dahulu apa tujuan pendidikan itu,
baik yang menyangkut tujuan umum pendidikan maupun
tujuan-tujuan khusus yang harus dicapai oleh suatu jenis
pendidikan dimana ia bertugas.
b. Ia harus menyadari apa sumbangan yang dapat
diberikannya dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan
tersebut, melalui mata pelajaran yang diajarkannya.
Sesuai dengan sistem pengaturan pemberian pembelajaran
yang telah disebutkan diatas, maka gambaran yang lengkap
tentang kemajuan belajar seorang murid hanya dari hasil
evaluasi seorang guru saja. Gambaran yang lengkap
tentang kemajuan belajar murid baru akan dilihat
berdasarkan hasil evaluasi dari sejumlah guru yang ikut
memberikan pelajaran kepada murid tersebut.
Oleh karena evaluasi hasil belajar di suatu sekolah
akan dilakukan oleh sejumlah tenaga pengajar sekolah
tersebut, maka supaya tidak terjadi kesimpang-siuran dalam
pelaksanaan evaluasi antar guru satu dengan guru yang
44
lainnya, perlu ada suatu pedoman bersama yang dapat
dijadikan pegangan oleh para guru dalam mengadakan
evaluasi hasil belajar untuk vaknya masing-masing.
Pedoman bersama tersebut hendaknya disusun dalam
suatu program bersama tentang kegiatan evaluasi yang
dilaksanakan disekolah tersebut. Program semacam ini
disebut program evaluasi.
Program evaluasi tersebut dapat disusun dalam
jangka waktu satu tahun, tetapi dapat juga disusun untuk
jangka waktu yang lebih panjang, misalnya untuk jangka
waktu yang meliputi seluruh masa pendidikan dari suatu
sekolah . jadi untuk suatu program SMP atau SMA misalnya
dapat disusun program evaluasi untuk jangka waktu tiga
tahun.
Mengenai ketentuan-ketentuan yang perlu
dicantumkan dalam program evaluasi tergantung kepada
berbagai faktor. Mengenai faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan untuk menentukan pokok-pokok yang
perlu dicantumkan dalam program evaluasi untuk suatu
sekolah meliputi.
45
a. Kecakapan serta pengalaman yang dimiliki oleh para guru
dalam soal evaluasi. Apabila korp pengajar disuatu sekolah
pada umumnya terdiri atas tenaga-tenaga muda yang
belum berpengalaman, serta kurang memahami tekhnik-
tekhnik evaluasi, maka program evaluasi ini harus memuat
petunjuk-petunjuk yang elementer tentang pelaksanaan
evaluasi. Sebaiknya apabila korp pengajar itu pada
umumnya terdiri dari pengajar-pengajar yang
berpengalaman dan telah memproleh pendidikan tentang
dasar-dasar evaluasi, maka program evaluasi itu cukup
terdiri dari beberapa petunjuk-petunjuk singkat saja.
b. Jelas tidaknya, terperinci tidaknya rumusan tentang tujuan-
tujuan pendidikan, amupun rumusan tentang tujuan-tujuan
pelajaran yang tercantum dalam rencana pelajaran. Kalau
rumusan tentang tujuan-tujuan tersebut sudah jelas dan
terperinci, maka tidak perlu lagi diuraikan dalam program
evaluasi. Kalau tujuan-tujuan tersebut belum jelas dan
belum terperinci, maka perlu diuraikan dalam program
evaluasi.
c. Tersedia tidaknya alat-alat evaluasi yang akan
dipergunakan. Apabila alat-alat evaluasi yang akan
digunakan telah cukup tersedia, maka dalam program
46
evaluasi cukup disebutkan bahwa pada waktu tertentu,
diadakan evaluasi terhadap aspek tertentu dengan alat
tertentu. Tetapi kalau alat-alat evaluasi belum tersedia,
maka perlu sebutkan cara-cara sebaiknya ditempuh oleg
seorang petugas dalam mengadakan evaluasi.
Program evaluasi harus bersifat singkat dan cukup jelas
bagi setiap orang yang mempergunakannya. Program evaluasi
sekali-kali tidaklah boleh menyerupai suatu texbook tentang
evaluasi.
Program evaluasi untuk suatu sekolah hendaknya memuat
hal-hal sebagai berikut :
a. Perincian terhadap tujuan evaluasi dalam lembaga
pendidikan tersebut, dan pendidikan evaluasi setiap mata
pelajaran.
b. Perincian mengenai aspek pertumbuhan yang harus
diperhatikan dalam setiap tindakan evaluasi.
c. Metode evaluasi yang dapat dipergunakan
d. Masalah alat evaluasi yang dapat dipergunakan.
e. Kriterium dan skala yang dipergunakan
f. Jadwal evaluasi.
47
Kalau setiap ketentuan yang dicantumkan diatas tadi
diuraikan secara singkat dalam suatu bab maka model program
evaluasi itu dapat berupa suatu buku kecil yang tidak terlampau
tebal dan merupakan pegangan yang cukup berguna dari para
pengajar disekolah tersebut. Program evaluasi hendaknya
ditentukan bersama-sama untuk seluruh anggota korp pengajar
sekolah. Program evaluasi tidak boleh menimbulkan perasaan
pada para pengajar bahwa segenap kebebasan dan inisiatif
mereka terampas sama sekali. Jadi bagaimanapun juga susunan
suatu program evaluasi di suatu sekolah setiap pengajar masih
mempunyai kebebasan dan kewajiaban untuk mempersiapkan
setiap tindakan evaluasi yang akan dilakukannya.

B. Perencanaan khusus
Di atas telah disebutkan, bahwa program evaluasi
merupakan pedoman umum bagi setiap guru dalam
melaksanakan kegiatan evaluasi sekolah tersebut. Di samping
berpedoman pada program evaluasi, setiap guru hendaknya
membuat persiapan-persiapan khusus setiap kali ia akan
mengadakan kegiatan evaluasi.
48
Program evaluasi dan persiapan khusus merupakan dua
hal yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Kedua hal tersebut saling
lengkap melengkapi. Banyak sedikitnya hal-hal yang perlu
dilakukan dalam persiapan khusus ini terperinci tidaknya
ketentuan-ketentuan yang yang dicantumkan dalam program
evaluasi. Misalnya apabila dalam program evaluasi telah
dicantumkan tentang tujuan-tujuan evaluasi secara terperinci
maka dalam persiapan khusus tentu hal itu tidak perlu dilakukan
lagi. Sebaliknya apabila dalam program evaluasi tersebut baru
dicantumkan tujuan umumnya saja, maka tujuan yang secara
terperinci harus dilakukan oleh guru dalam persiapan khusus.
Persiapan-persiapan khusus untuk suatu tindakan
evaluasi dapat kita bagi-bagi lagi dalam beberapa step yaitu :
a. Merumuskan tujuan
b. Menetapkan aspek-aspek yang dinilai
c. Menetapkan metode
d. Menyiapkan alat-alat
Di bawah ini akan kami uraikan lebih lanjut keempat step
tersebut.
49
a. Merumuskan tujuan.
Dalam setiap mempersiapkan suatu tindakan evaluasi,
pertama-tama yang harus dilakukan ialahmerumuskan tujuan
evaluasi yang hendak dicapai dalam tindakan evaluasi terleih
dahulu perlu mempertanyakan : “ Apakah tujuan evaluasi
yang akan saya lakukan ini?.” Terhadap pertanyaan tersebut
hendaknya diberikan jawaban secara terperinci. Artinya tidak
cukup kalau jawaban tersebut bersifat umum. Misalnya
seorang guru dalam mata pelajaran IPA pada suatu ketika
akan mengadakan evaluasi tentang IPA, dan bahan pelajaran
yang akan digunakanya sebagai bahan evaluasi adalah soal
makhluk hidup. Maka rumusan tujuan evaluasi yang hendak
dilaksanakan tidaklah cukup kalau hanya dirumuskan sebagai
berikut : “tujuan evaluasi yang hendak saya laksanakan ialah
untuk mengetahui pengetahuan murid-murid tentang soal
makhluk hidup.” Rumusan tujuan seperti tersebut masih
terlalu umum, sehingga tidak menuntun guru dalam
menyusun soalan-soalan tes. Oleh karena itu rumusan itu
harus diperinci lebih lanjut. Tentang apa saja makhluk hidup
yang ingin diketahui. Dan seberapa dalam proses mental
yang ingin diukur dalam hubunganya dengan pengetahuan
makhluk hidup tersebut.
50
Perumusan yang terperinci tentang tujuan-tujuan yang
ingin dicapai dalam suatu tindakan evaluasi dapat dilakukan
melalui dua hal. Pertma adalah dengan mengadakan
perincian tentang ruang lingkup daripada pengetahuan yang
hendak diukur sehubungan dengan pengetahuan tersebut.
Yang pertama menyangkut tentang luas pengetahuan dan
yang kedua menyangkut tentang jenjang pengetahuan.
Perincian tentang luas pengetahuan yang hendak
diukur, hendaknya berpedoman tentang ruang lingkup ilmu
pengetahuan tersebut, sesuai dengan luas pengetahuan yang
ditetapkan dalam kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Dalam kurikulum dapat diketahu aspek-aspek apa saja dari
makhluk hidup yang diketahui oleh murid-murid.
Perincian tentang jenjang pengetahuan yang hendak
diukur dapat dilakukan dengan berpedoman dengan salah
satu sistematika tentang jenjang pengetahuan.

b. Menetapkan aspek-aspek yang dinilai.


Aspek-aspek yang akan dinilai dalam suatu tindakan
evaluasi didasarkan kepada tujuan evaluasi yang akan
dirumuskan. Apabila tujuan suatu tindakan evaluasi bertujuan
untuk memeriksa pengetahuan anak-anak dalam soal
makanan diklasifikasikan menjadi pengetahuan fakta,
pengertian dan aplikasi, maka aspek-aspek yang akan
51

diungkap dalam tindakan evaluasi yang dilaksanakan dengan


sendirinya adalah meenifestasi dari pengetahuan fakta,
pengertian dan aplikasi tersebut. Demikian pula apabila
tindakan evaluasi yang akan dilaksanakan akjan bertujuan
untuk memeriksa pengetahuan anak tentang makanan yang
materinya terdiri dari empat bagian misalnya, maka aspek-
aspek yang akan diungkap dalam tindakan evaluasi itu
haruslah terdiri dari keempat bagian tersebut.

c. Menetapkan metode
Setelah kita selesai merumuskan tujuan dan
menetapkan aspek yang akan dinilai dari suatu tindakan
evaluasi yang akan kita lakukan, maka soal ketiga yang harus
kita lakukan ialah: menentukan metode yang sebaik-baiknya
yang dapat kita pergunakan.
Yang harus kita perhatikan dalam menetapkan metode
yang akan dipergunakan dalam suatu tindakan evaluasi ialah
bahwa kita lebih dahulu harus mengenal bentuk-bentuk
manifestasi apa yang kita hendak nilai pada anak-anak tadi
dan baru kemudian menetapkan metode yang hendak kita
pergunakan. Kalau aspek yang kita nilai mempunyai
bermacam-macam bentuk manifestasi, maka sedapat
mungkin kita pilih manifestasi yang paling langsung dari
aspek tadi.
52
Misalnya tujuan mata pelajaran ilmu kesehatan
antara lain adalah “mengajarkan kepada anak-anak
cara-cara yang ditempuh dalam memproleh dan
menyiapkan makanan serta menanamkan kesadaran
akan perlunya memilih makanan yang sehat. ”Untuk
menilai pengetahuan anak-anak tentang cara-cara
memproleh dan menyiapkan makanan apat kita
lakukan dengan mempergunakan metode tes.
Sedangkn untuk menilai kesadaran anak-anak
tentang pemilihan makanan yang sehat dapat kita
lakukan dengan mempergunakan metode observasi.
Kita perhatikan misalnya ada atau tidaknya
kebiasaan pada para murid untuk membeli makanan
yang tidak cukup terjaga kebersihannya pada waktu
istirahat dan sebagainya.

d. Menyiapkan alat-alat
Soal selanjutnya yang harus kita lakukan
setelah kita selesai menetapkan metode yang akan
kita pergunakan untuk melakukan suatu tinakan
evaluasi ialah mempersiapkan alat-alat yang akan
kita pergunakan pada evaluasi tersebut. Kalau
evaluasi yang kita gunakan berupa tes tertulis maka
alat yang dipergunakan adalah berupa soalan tes.
53

Kalau evaluasi yang dilaksanakan itu berupa


observasi maka alat ang harus dipersiapkan adalah
berupa petunjuk, dan suatu blanko yang akan kita
pergunakan untuk mencatat dan menafsirkan hasil-
hasil observasi tadi.
langkah dalam menyusun alat penilaian
- Menelaah kurikulum dan buku ajaran (SK) dan (KD)
- Merumuskan tujuan yang akan dicapai
- Membuat kisi-kisi
- Menyusun atau menulis soal
- Membuat atau menentukan kunci jawaban
Kualitas alat penilaian
- Validitas
- Reliabilitas
- Komprabel
- Diskriminan
- Pembeda

C. Hasil pembelajaran sebagai objek penilaian


1. Ranah Kognitif
- Pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai
terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi bloom.
Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat
54

sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan


factual disamping pengetahuan hafalan atau untuk
diingat seperti rumus, batasan, defenisi, istilah, pasal
dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama
kota. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah
tersebut memang perlu dihadal dan diingat agar dapat
dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau
pemahaman konsep-konsep lainnya.
Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan
menyimpannya dalam ingatan seperti teknik memo,
jembatan keledai, mengurutkan kejadian, membuat
singkat yang bermakna. Tipe hasil belajar pengetahuan
termasuk kognitif tinkat rendah yang paling rendah.
Namun, tipe hasil belajar seperti ini menjadi prasarat
bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasarat
bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang
studi, baik bidang matematika, pengetahuan alam, ilmu
sosial, maupun bahasa. Misalnya hafal suatu rumus
akan menyebabkan paham bagaimana menggunakan
rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan
membuat kalimat.
55
Menyusun item tes pengetahuan hafalan Tidaklah
terlalu sukar. Malahan para penyusun tes hasil
belajar,secara tidak sengaja banyak tergelincir atau
terperosok masuk ke dalam kawasan ini.
Dilihat dari segi bentuknya, tes yang paling
banyak dipakai untuk mengungkapkan aspek
pengetahuan dalah tipe melengkapi, tipe isian, dan tipe
benar-salah.
Karena kurang dipersiapkan dengan baik, banyak
item tes yang ditulis secara tergesa-gesasehingga
terperosok ke dalam mengungkapkan pengetahuan
hafalan saja. Aspek yang ditanyakan biasanya fakta-
fakta seperti nama orang, tempat, teori, rumus, istilah
batasan, atau hokum. Siswa hanya dituntut
kesanggupan mengingatnya sehingga jawabannya
mudahh ditebak.
- Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada
pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya
menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri
sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh
lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan
56
petunjuk penerapan memahami setingkat lebih tinggi
daripada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa
pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat
memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau
mengenal.
Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga
kategori.
1. Tingkat rendah adalah pemahaman terjemahan,
mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya,
misalnya dari bahasa inggris ke dalam bahasa
indoensia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika,
mengartikan Merah putih, menerapkan prinsip-prinsip
listrik dalam memasangkan sakelar.
2. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan
yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan
bebrapa bagian dari grafik dengan kejadian,
membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
Menghubungkan pengetahuan tentang konjugasi kata
kerja, subjek, dan possessive pronoun sehingga tahu
menyusun kalimat “My friend studying,” merupakan
contoh pemahaman penafsiran.
57
3. Pemahaman tingkat ketiga atau tinkat tertinggi adalah
pemhaman ekstrapoalasi.Dengan ekstrapolasi
diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang
tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi
atau dapat memperluas presepsi dalam arti waktu,
dimensi, kasus, ataupun masalanya.
Meskipun pemahaman dapat dipilahkan
menjadi tiga tingkatan di atas, perlu disadari bahwa
menaririk garis yang tegas antara ketiganya tidaklah
mudah. Penyusun tes dapat membedakan item yang
susunannya termauk sub-kategori tsb., tetapi tidak
perlu berlarut-larut memasalahkan ketiga perbedaan
antara pemahaman terjemahan, penafsiran, dan
ekstrapolasi, bedakanlah untuk kepentingan
penyusunan soal tes hasil belajar.
Karakteristik soal-soal pemahaman sangat
mudah dikenal. Misalnya, mengungkapkan tema,
topic, atau masalah yang sama dengan yang pernah
dipelajari atau diajarkan, tetapi materinya, berbeda.
Mengungkapkan tentang sesuatu dengan bahasa
sendiri dengan symbol tertentu termasuk ke dalam
pemahaman terjemahan. Dapat menghubungkan
58
hubungan antar-unsur dari keseluruhan pesan
sesuatu karangan termasuk kedalam pemahaman
penafsiran. Item ekstrapolasi mengungkapkan
kemampuan dibalik pesan yang tertulis dalam suatu
keterangan atau tulisan.
Membuatkan contoh item pemahaman tidaklah
mudah. Cukup banyak conteoh item pemahaman
yang harus diberi catatan atau perbaikan sebab
terjebak kedalam item pengetahuan. Sebagian item
pemahaman dapat disajikan dalam gambar, denah,
diagram, atau grafik. Dalam teks objektif, tipe pilihan
ganda dan tipe benar-salah banyak mengungkapkan
aspek pemahaman.
- Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada
situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut
mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.
Menerapkan abstraksi kedalam situasi baru disebut
aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya ada situasi
lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau
keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai
situasi baru tetap terjadi proses pemecahan masalah.
59
Kecuali itu, ada satu unsure lagi yang perlu masuk, yaitu
abstraksi tersebut perlu berupa prinsip atau generalisasi,
yakni suatu yang umum sifatnya untuk diterapkan pada
situasi khusus.
Karena situasi itu local sifatnya dan mungkin pul
subjektif, maka tidak mustahil bahwa isi suatu item itu
baru bagi banyak orang, tetapi suatu yang sudah dikenal
bagi beberapa orang tertentu. Mengetengahkan problem
baru hendaknya lebih didasarkan atas realitas yang ada
di masyarakat atau realitas yang ada dalam teks bacaan.
Problem baru yang diciptakan sendiri oleh penyususun
teks tidak mustahil naïf karena dimensi yang dicakup
terlalu sederhana.
Prinsip merupakan abstraksi suatu proses atau
suatu hubungan mengenai kebenaran dasar atu hokum
umum yang berlaku dibidang ilmu tertentu. Prinsip
mungkin merupakan suatu kenyataan yang berlaku pada
sejumlah besar keadaan, dan mungkin pula merupakan
suatu deduksi dari suatu teori atau asumsi.
Generalisasi merupakan rangkuman sejumlah
informasi atau rangkuman sejumlah hal yang khusus
yang dapat dikenakan padahal khusus yang baru.
60
Membedakan prinsip dengan generalisasi tidak selalu
mudah, dan akan lebih mudah dijelaskan dalam konteks
cabang ilmu masing-masing.
Mengetes aplikasi:
Bloom membedakan delapan tipe aplikasi yang akan
dibahas satu persatu dalam rangka menyusun item teks
tentang aplikasi.
1) Dapat menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai
untuk situasi baru yang dihadapi. Dalam hal ini yang
bersangkutan belum diharapkan dapat memecahkan
seluruh problem, tetapi sekedar dapat menetapkan
prinsip yang sesuai.
2) Dapat menyusun kembali problemnya sehingga dapat
menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai,
3) Dapat memberikan spesifikasi batas-batas relefansi
suatu prinsip atau generalisasi.
4) Dapat mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari
prinsip dan generalisasi.
5) Dapat menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip
dan generalisasi tertentu. Bentuk yang banyak dipakai
adalah melihat hubungan sebab-akibat. Bentuk lain ialah
61
dapat menanyakan tentang proses terjadinya atau
kondisi yang mungkin berperang bagi terjadinya gejala.
6) Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi
berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu. Dasar
untuk membuat ramalan diharapkan dapat ditunjukkan
berdasarkan kualitatif, mungkin pula berdasarkan
perubahan kuantitatif.
7) Dapat menentukan tindakan atau keputusan tertentu
dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan
prinsip dan generalisasi yang relefan. Kemampuan
aplikasi tipe ini lebih banyak yang diperlukan oleh ahli-
ahli ilmu sosial danpara pembuat keputusan.
8) Dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan
generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.
- Analisis
Analisis adalah usaha memilah sustu integritas
menjadi unsure-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas
hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan
kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan
dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan
seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan
dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang
62
tetap terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya,
untuk hal lain memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi
memahami sistematikanya.
Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada
seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya pada
situasi baru secara kreatif.
Mengetes kecakapan analisis
Untuk membuat item tes kecakapan analisis perlu mengenal
berbagai kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis, yakni:
1) Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau
pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan kriteria
analitik tertentu.
2) Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak
disebutkan sedcara jelas.
3) Dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang
implicit atau yang perlu ada berdasarkan kriteria dan
hubungan materinya
4) Dapat mengetengahkan pola, tata, atau pengaturan
materi dengan menggunakan kriteria seperi relevansi,
sebab-akibat, dan peruntutan.
5) Dapat mengenal organisasi, prinsip-prinsip organisasi,
dan pola-pola materi yang dihadapinya.
63
6) Dapat meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan,
dan tujuan materi yang dihadapimnya.
- Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk
menyeluruh disebut sintesis.
Berfikir berdasarkan pengetahuan hafalan, berfikir
pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat
dipandang sebagai berkir konvergen yang satu tingkat lebih
rendah daripada berpikir devergen. Dalam berpikir
konvergen, pemecahan atau jawabannya akan sudah
diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya.
Berfikir sintesis adalah berfpikir divergen. Dalam berpikir
divergen pemecahan atau jawabannya belum dapat
dipasitkan. Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama
dengan mengumpulkannya kedalam satu kelompok besar.
Mengartikan analisis sebagai memecah integritas menjadi
bagian-bagian dan sintesis sebagai menyatukan unsur-unsur
menjadi integritas perlu secara hati-hati dan penuh telaah.
Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk
menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir kreatif merupakan
salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan.
Seseorang yang kreatif sering menemukan atau menciptakan
64
sesuatu. Kreatifitas juga beroperasi dengan cara berpikir
divergen. Dengan kemampuan sintesis, orang mungkin
menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu, atau
menemukan abstraksinya atau oprasionalnya.

Mengetes kecakapan sintesis


Kecakapan sintesis dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa tipe.
Kecakapan sintesis yang pertama adalah kemampuan
menentukan hubungan yang unit. Artinya, menemukan
hubungan antara unit-unit yang tak berarti dengan
menambahkan satu unsur tertentu, unit-unit tak berharga
menjadi sangat berharga. Termasuk.
2. Ranah Efektif
- Reciving (Stimulasi)
Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam
menerimara rangsangan (stimuasi) dari luar yang dating
kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejalah,
dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk
menerima stimulus, control, dan seleksi gejala atau
rangsangan dari luar.
65
- Responding (Reaksi)
Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh
seseorang terhadap stimulasi yang dating dari luar. Hal ini
mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam
menjawab stimulus dari luar yang dating kepada dirinya.
- Valuing (Penilaian)
Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan
terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini
termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai , latar
belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan
kesepakatan terhadap nilai tsb.
- Organisasi
Oraganisasi, mengembangkan dari nilai ke dalam satu
system organisasi, termasuk hubngan satu nilai dengan nilai
lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang
nilai, organisasi system nilai, dll.
- Karakteristik
Karakteristik nilai, yakni keterpaduan semua system nilai
yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola
keperibadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk
keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
66

3. Ranah Psikomotor
- Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang
tidak sadar);
- Keterampilan (gerakan dasar)
- Persipektual
Kemampuan spektakuler, termasuk di dalamnya
membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan
lain-lain;
- Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan,
keharmonisan, dan ketepatan.
- Gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana
sampai pada keterampilan kompleks;
- Ekspresif dan Interpretatif
Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-
decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
67

BAB IV
MODEL-MODEL EVALUASI

Model-Model Evaluasi
Dalam studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-
model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda,
sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Misalnya saja,
Said Hamid Hasan (1988) mengelompokkan model evaluasi sebagai
berikut :
1. Model evaluasi kuantitatif, yang meliputi : Model Tyler, Model
Teoretik Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin,
model Countnance Stake, model CIPP, model ekonomi mikro.
2. Model evaluasi kualitatif, yang meliputi : Model studi kasus, Model
Iluminatif, dan Model Responsif.
Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Ali
Kunto dan Cepi Syafruddin AJ (2007) membedakan model evaluasi
menjadi 8 yaitu :
1. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler
2. Goal Free Evaluation Model dikembangkan oleh Scriven
3. Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven
4. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake
68
5. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake
6. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada kapan evaluasi
dilakukan
7. CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam
8. Discrepancy Model, yang dkembangkan oleh Provus
Ada juga model evaluasi yang dikelompokkan oleh Nana
Sudjana, sebagai berikut:
A. Model Tyler
Nama model ini diambil dari nama pengembannya yaitu
Tyler. Dalam buku Basic Principle Of Curriculum and
Instruction, Tyler banyak mengemukakan ide dan gagasanya
tentang evaluasi. Penggunaan model Tyler memerlukan
informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum
dan sesudah terjadi pembelajaran. Model ini dibangun atas dua
dasar pemikiran, pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah laku
peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku
awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan
pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan
pembelajaran (hasil). Dasar pemikiran yang kedua ini
menunjukkan bahwa seorang evaluator harus dapat menentukan
perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik
mengikuti pengalaman belajar tertentu dan menegaskan bahwa
69
perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan
oleh pembelajaran. Menurut Tyler ada tiga langkah pokok yang
harus dilakukan, yaitu :
1. Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi
2. Menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh
kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang
berhunbungan dengan tujuan.
3. Menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan untuk
mengukur tingkah laku peserta didik.
B. Model yang berorientasi pada tujuan
Dalam pembelajaran kita mengenal adanya tujuan
pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Model
evaluasi ini menggunakan kedua tujuan tersebut sebagai kriteria
untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai
proses pengukuran untuk mengetahui sejauh mana tujuan
pembelajaran telah tercapai. Model ini diangap lebih praktis
karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang
dapat diukur. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat
hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur
pengukuran hasil. Tujuan model ini adalah membantu guru
merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan
dengan kegiatan. Jika rumusan tujuan pembelajaran dapat
70
diobservasi dan dapat diukur, maka kegiatan evaluasi
pembelajaran akan lebih praktis dan simpel. Disamping itu model
ini dapat membantu guru menjelaskan rencana pelaksanaan
kegiatan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan. Hasil
evalusai akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan
program pembelajaran berdasarkan kriteria program khusus.
Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan
dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai
aspek penting dalam program pembelajaran. Kekurangannya
adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi
konsekuensi yang tidak diharapkan.
C. Model pengukuran
Model pengukuran (Measurement model) banyak
mengemukakan pemikiran-pemikiran dari R. Thorndike dan
R.L. Ebel. Sesuai dengan namanya model ini sangat menitip
beratkan pada kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan
untuk menentukan kuantitas suatu sifat (Atribute) tertentu yang
dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit
ukuran tertentu. Dalam bidang pendidikan, model ini telah
diterapkan untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual
maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat, dan sikap.
Hasil evaluasi digunakan untuk keperluan seleksi peserta didik,
71
bimbingan dan perencanaan pendidikan. Objek evaluasi dalam
model ini adalah tingkah laku peserta didik, mengcakup hasil
belajar (Kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga
aspek-aspek kepribadian peserta didik. Instrumen yang
digunakan pada umumnya adalah tes tertulis dalam bentuk tes
obkektif yang cenderung dibakukan. Oleh sebab itu dalam
menganalisis soal sangat memperhatikan diffculty indeks dan
indeks of discrimination. Model ini menggunakan pendekatan
penilaian acuan norma (norm-referenced assessment).
D. Model Kesesuaian
Menurut model ini evaluasi adalah suatu kegiatan untuk
melihat kesesuaian (Congruence) antara tujuan dengan hasil
belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk
menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik dan untuk
memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu
perubahan tingkah laku yang diinginkan (intended bihaviour)
pada akhir kegiatan pendidikan, baik yang menyangkut aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor. Untuk itu, tehnik evaluasi
yang digunakan tidak hanya tes (tulisan, lisan, dan perbuatan)
tetapi juga non-tes (observasi, wawancara, skala sikap dan
sebagainya). Model evaluasi ini memerlukan informasi
72
perubahan tingkah laku pada dua tahap, yaitu sebelum dan
sesudah kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam model evaluasi ini adalah merumuskan
tujuan tingkah laku, menentukan situasi dimana peserta didik
dapat memperlihatkan tingkah laku yang dievaluasi, menyusun
alat evaluasi dan menggunakan alat evaluasi. Oleh sebab itu
model ini menekankan pada pendekatan penilaian acuan
patokan (Criterion Referenced Assessment).
E. Educational System Evaluation Model (Daniel
L.Stufflebeam,michael Scriven, Robert E. Stake, dan
Malcolm M.Provus)
Tokoh model ini antara lain Daniel L. Stufflebeam,Michael
Scriven,Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus. Menurut model
ini,evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagi
dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah
kriteria, baik yang bersifat mutlak/intern maupun relatif/ekstern.
Model ini menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan ini dan
merupakan penggabungan dari beberapa model, yaitu:
a. Model countenance dari Stake,yang meliputi keadaan
sebelum kegiatan berlangsung (antecedents), kegiatan
yang terjadi dan saling memengaruhi (transaction),hasil
yang diperoleh (outcomes).
73
b. Model CIPP dan CDPP dari Sufflebeam. CIPP yaitu
Context, Input, Process, dan Product. CDPP yaitu, Context,
design, process, product
c. Model Scriven yang meliputi Instrumental Evaluation and
Consequential Evaluation
d. Model Provus yang meliputi design, operation program,
interim product dan terminal products.
e. Model EPIC (Evaluative Innovative curriculum) model ini
mengevaluasi:
1. Prilaku yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotor
2. Pembelajaran yang meliputi organisasi, isi, metode,
fasilitas dan biaya
3. Institusi yang meliputi peserta didik, guru, administrator,
spesialis pendidikan, keluaraga dan masyarakat
f. Model CEMREL (central midwestern regional educational
laboratory). Model ini dikembangkan oleh Howard Russell
dan Louis Smith dengan penekanan pada tiga segi yaitu :
1. fokus evaluasi yang menekankan pada pserta
didik,mediator dalam material
2. peranan evaluasi adalah untuk avaluasi kegiatan yang
sedang berjalan dan evaluasi pada akhir kegiatan
74
3. data evaluasi bersumber dari pengukuran skala,jawaban
angket dan observasi.
g. Model Atkinson, yang mengemukakan tiga domain tujuan,
yaitu:
1. struktur yang mencakup perencanaan sekolah dan
organisasi sekolah
2. proses,yang mencakup proses pembelajaran
3. produk,yang mencakup prilaku sebagai hasil belajar.
F. Model Alkin
Model ini dari nama pengembangnya yaitu, Marvin Alkin
(1969). Menurut Alkin Evaluasi adalah suatu proses untuk
meyakinkan keputusan,mengumpulkan informasi,memilih
informasi yang tepat,dan menganalisis informasi sehingga dapat
disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memeilih
beberapa alternatif.
Alkin mengemukakan ada lima jenis evaluasi,yaitu:
a. sistem assesment,yaitu,untuk memberikan informasi
tentang keadaan atau posisi dari suatu sistem
b. program planning,yaitu, untuk membantu pemilihan
program tertentu yang mungkin akan berhasil
memenuhi kebutuhan program.
75
c. program implementation,yaitu untuk menyiapkan
informasi apakah suatu program sudah diperkenalkan
kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana
yang direncanakan
d. program improvement yaitu, memberikan informasi
tentang bagaimana suatu program dapat berfungsi
,bekerja atau berjalan.Apakah sesuai dengan
pencapaian? Adakah hal-hal atau masalah-masalah
baru yang muncul secara tiba-tiba
e. program certification,yaitu memberikan informasi
tentang nilai atau manfaat suatu program.
G. Model Brinkerhoff
Robert O.Brinkerhoff (1987) mengemukakan jenis evaluasi
yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang
sama, yaitu Fixed vs emergent evaluation design desain evaluasi
fixed (tetap) harus direncanakan dan disusun secara sistematik-
terstruktur sebelum program dilaksanakan, meskipun demikian,
desain fixed dapat juga disesuaikan dengan kebutuhan yang
sewaktu-waktu dapat berubah. Desain evaluasi ini
dikembangkan berdasarkan tujuan program,kemudian disusun
pertanyaan-pertanyaan untuk mengumpulkan informasi yang
diperoleh dari sumber-sumber tertentu.Begitu juga dwengan
76
model analisis yang akan digunakan harus dibuat sebelum
program dilaksanakan. Pihak pemakai(user) akan menerima
informasi sebagai hasil evaluasi sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Pada umumnya evaluasi formal yang dibuat secara
individual menggunakan desain fixed, karena tujuan program
sudah ditetapkan sebelumnya. Begitu juga dengan anggaran
biaya dan organisasi pelaksana, yang semuanya dituangkan
dalam proposal evaluasi.
77
BAB V
JENIS DAN PENGEMBANGAN TES

A. Jenis Alat Penilaian


Jenis-jenis alat penilaian dalam Evaluasi pengajaran, dapat dilihat
dalam diagram.
78
Penilaian pendidikan bukanlah semata-mata penilaian
hasil belajar, tetapi mencangkup aspek yang lebih luas yaitu
input/komponen, proses, produk dan program pendidikan. Untuk
dapat menilai aspek-aspek tersebut dengan komponen-
komponen yang menyertainya, maka instrumen-instrumen
penilaian pendidikan yang digunakan harus terkait dengan aspek
yang dinilai dan tujuan pada masing-masing aspek tersebut.
Secara garis besar instrumen evaluasi dapat diklasifikasikan atas
dua bagian yaitu tes dan non tes. Perbedaan yang prinsip
antara tes dan non tes, terletak pada jawaban yang diberikan.
Dalam suatu tes hanya ada kemungkinan benar atau salah,
sedangkan untuk non tes tidak ada jawaban benar atau salah,
semuanya tergantung kepada keadaan seseorang. Selanjutnya
akan diuraikan lebih rinci mengenai tes sebagai sebagai alat
evaluasi hasil belajar.

B. Pengertian Tes
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan
cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Tes hasil belajar
adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus
dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk
mengukur kemajuan belajar siswa.
79

C. Bentuk Tes
1. Dari segi bentuk pelaksanaannya
a. Tes Tertulis ( paper and pencil test)
Tes tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan
pada penggunaan kertas dan pencil sebagai instrumen
utamanya, sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban
ujian pada kertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan
tangan maupun menggunakan komputer.
b. Tes Lisan ( oral test)
Tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara
tatap muka antara guru dan murid.
c. Tes Perbuatan (performance test)
Tes perbuatan mengacu pada proses penampilan
seseorang dalam melakukan sesuatu unit kerja. Tes
perbuatan mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta
didik.

2. Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya


a. Tes Essay (uraian)
Tes Essay adalah tes yang disusun dalam bentuk
pertanyaan terstruktur dan siswa menyusun,
mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu
80
dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat
untuk mengembangkan kemampuan dalam menjelaskan
atau mengungkapkan suatu pendapat dalam bahasa
sendiri.
Keuntungan
- Dapat mengukur proses mental/kognitif yang tinggi
- Dapat menghubungkan kemampuan berbahasa
- Dapat melatih berpikir teratur
- Mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
- Mudah membuat soalnya
Kelemahannya
- Sampel tesk terbatas
- Sifatnya sangat subjektif
- Tesk ini biasanya kurang realibel
Jenis Tes Uraian
- Uraian bebas (Free Essay)
- Uraian terbatas atau berstruktur
1. Ruang lingkup
2. Sudut pandang
3. Indikator-indikatornya
81
Penyusunan Tes Uraian
- Segi isi (jelas Abilitasnya)
- Segi bahasa (jelas, sederhana, singkat)
- Segi teknik pengajian soal (komprehensif, tidak
berulang, bobot dibedakan)
- Segi jawaban (pokok-pokok isi jawaban)
Pemeriksaan (Skoring)
- Periksa jawaban setiap nomor siswa
- Skooring skala 1-4 atau 1-10
- Gunakan sistem bobot
Contoh
Nomor
Nilai yang diperoleh Bobot Nilai Total Nilai
Soal
1 4 2 8
2 3 3 9
3 3 3 9
4 4 2 12
5 2 5 10
∑ 16 ∑ 48

Nilai Rata-rata tanpa bobot 16/5 = 3,2


Jika menggunakan bobot 48/16 = 3,0
82
b. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan
telah disediakan alternatif jawabannya. Tes ini terdiri
dariberbagai macam bentuk, antara lain ;
 Tes Betul-Salah (TrueFalse)
 Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
 Tes Menjodohkan (Matching)
 Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis)
Kelebihan
1. Materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar
2. Jawaban siswa dapat dikoreksi dengan mudah
3. Jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau
salah
Kelemahan
1. Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban masih
cukup besar
2. Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat nyata
Macam-macam teks objektif
- Bentuk soal jawaban singkat
Soal yang menghendaki jawaban-jawaban dalam bentuk
kata, bilangan, kalimat atau simbol
83
- Bentuk soal benar-salah
Bentuk teks yang soal-soalnya berupa pernyataan
- Bentuk soal menjodohkan
Terdiri atas dua kelompok pernyataan yang parallel
- Bentuk soal pilihan ganda
Bentuk teks yang mempunyai satu jawaban yang benar

VARIASI BENTUK SOAL PILIHAN GANDA


- Pilihan ganda biasa
- Hubungan antar hal
- Hubungan ganda kompleks

SKORING TES OBJEKTIF


- Benar salah : Sk = B – S
- Menjodohkan : Sk = B
- Pilihan Ganda : Sk = B – S/0-1
SK : Skor yang diperoleh
B : Jawaban yang benar
S : Jawaban yang salah
O : Kemungkinan Jawaban atau option
84
D. Ciri-ciri Tes Yang Baik
Sebuah tes dikatakan baik jika memenuhi persyaratan:
1. Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi. Suatu
tes dikatakan valid bila tes itu isinya dapat mengukur apa yang
seharusnya di ukur, artinya alat ukur yang digunakan tepat
2. Bersifat reliable, atau memiliki reliabelitas yang baik.
Reliabelitas sering diartikan dengan keterandalan. Suatu tes
dikatakan relliabel jika tes itu diberikan berulang-ulang
memberikan hasil yang sama.
3. Bersifat praktis atau memiliki kepraktisan. Tes memiliki sifat
kepraktisan artinya praktis dari segi perencanaan, pelaksanaan
tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi harus tetap
mempertimbangkan kerahasiaan tes.
Namun syarat minimum yang harus dimiliki oleh sebuah
tes yang baik adalah valid dan reliable.
E. Langkah-langkah Pengembangan Tes
Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes
agar diperoleh tes yang baik yaitu :
1) Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan
keseluruhan kualitas tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh
85
tes yang akan dikembangkan. Hal yang perlu diperhatikan
adalah :
a. Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik
hendaklah berorientasi kepada peserta didik, bersifat
menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat
dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas (kata
kerja operasional), serta dapat diamati dan dapat di ukur.
b. Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal
bertujuan untuk merumuskan setepat mungkin ruang
lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes sehingga
perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif
bagi penyusun tes.
c. Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu
diperhatikan kesesuaian antara tipe soal dengan materi,
tujuan evaluasi, skoring, pengelolaan hasil evaluasi,
penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan
kepraktisan.
d. Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal
objektif dapat diketahui melalui uji coba atau dapat juga
diperkirakan berdasarkan berat ringannya beban
penyeleaian soal tersebut
86
e. Merencanakan banyak soal
f. Merencanakan jadwal penerbitan soal
2) Penulisan soal
3) Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang
bertujuan untuk mencermati apakah butir-butir soal yang
disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan pembelajaran
yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria
dan psikologis.
4) Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat
penting jika soal yang dibuat akan dibakukan.
5) Penganalisisan hasil uji coba.
6) Pengadministrasian soal

F. Menganalisis Tes
Menganalisis instrument (alat evaluasi) bertujuan untuk
mengetahui apakah alat ukur yang digunakan atau yang akan
digunakan sudah memenuhi syarat-syarat sebagai alat ukur
yang baik, tepat mengukur sesuatu sesuai tujuan yang telah
dirumuskan. Sebuah instrument dikatakan baik jika memenuhi
syarat validitas, reliabelitas dan bersifat praktis.
87

Validitas Tes
Suatu tes dikatakan valid jika tes itu dapat mengukur apa
yang seharusnya diukur. Valid disebut juga sahih, terandalkan
atau tepat. Tes hasil belajar yang valid, harus dapat
menggambarkan hasil belajar yang di ukur
Macam-macam validitas :
1) Validitas isi (content validity)
Validitas isi sering juga disebut validitas logis atau validitas
rasional. Validitas isi dapat dianalisis dengan bantuan kisi-kisi tes
dan pedoman penelaahan butir soal.
Penelaahan butir soal secara umum ditinjau dari tiga
aspek yaitu:
1. Aspek materi
2. Aspek bahasa
3. Aspek konstruksi
2) Validitas ramalan (predictive validity)
Suatu tes dikatakan memiliki validitas ramalan, apabila
hasil pengukuran yang dilakukan dengan tes itu dapat digunakan
untuk meramalkan, atau tes itu mempunyai daya prediksi yang
cukup kuat. Untuk mengetahui apakah suatu tes hasil belajar
dapat dinyatakan sebagai tes yang memiliki validitas ramalan
dapat dilakukan dengan mengkorelasikan tes hasil belajar yang
sedang diuji dengan kriterium yang ada.
88
3) Validitas bandingan (concurent validity)
Suatu tes dikatakan memiliki validitas concurrent,
apabila tes tersebut mempunyai kesesuaian dengan hasil
pengukuran lain yang dilaksanakan saat itu. Misalnya,
membandingkan hasil tes dari soal yang sedang dicari
validitasnya dengan hasil tes dari soal standar. Jika terdapat
korelasi yang positif antara kedua tes tersbut, berarti soal tes
yang dibuat mempunyai validitas concurrent.
4) Construct validity (validitas konstruk)
Validitas konstruk artinya butir-butir soal dalam tes
tersebut membangun setiap aspek berpikir seperti yang
tercantum dalam tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Penganalisisan validitas ini dapat dilakukan dengan jalan
melakukan pencocokan antara aspek berpikir yang
dikehendaki diungkapkan oleh tujuan pembelajaran, yaitu
melalui penelaahan butir-butir soal.
Meski terdapat beberapa jenis validitas, dalam periode
terakhir validitas dianggap sebagai suatu konsep utuh, tidak
dipilah-pilah sebagai jenis validitas.
89

BAB VI
PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN

A. Penilaian Berbasis Kelas


1. Defenisi Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian berbasis kelas (PBK) dilakukan dengan
mengumpulkan semua hasil karya peserta didik yang
dilakukan dengan mengumpulkan hasil kerja siswa
(portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja
(performance), dan tes tertulis (paper and pen).
Penilaian berbasis kelas harus memperhatikan tiga ranah,
yaitu pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif), dan
keterampilan (psikomotorik). Ketiga ranah ini sebaiknya dinilai
secara proporsional sesuai dengan sifat mata pelajaran yang
bersangkutan.
Hasil penilaian berbasis kelas dapat digunakan sebagai:
1. Umpan balik bagi peserta didik untuk mengetahui tingkat
penguasaannya,
2. Acuan dalam memantau kemajuan dan mendiagnosis
kemampuan belajar peserta,
90

3. Bahan masukan bagi guru untuk memperbaiki strategi


pembelajarannya di kelas,
4. Acuan dalam menentukan peserta didik mencapai
kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan
kecepatan belajar yang berbeda-beda,
5. Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada
masyarakat berkenaan dengan efisiensi dan efektivitas
pendidikan.
Dalam implementasi penilaian berbasis kelas, terdapat unsur-
unsur sebagai berikut :
1) Penilaian prestasi belajar (Achievment assessment),
yaitu suatu teknik penilaian yang digunakan untuk
mengetahui tingkat pencapaian prsetasi belajar peserta
didik dalam mata pelajaran tertentu sesuai dengan
kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Penilaian prestasi belajar banyak digunakan guru di
sekolah dalam upaya mengumpulkan dan
mendeskripsikan prestasi belajar peserta didik, baik
melalui tes maupun non tes. Contohnya : tes prestasi
belajar bidang studi matematika.
2) Penilaian kinerja (performance assessment), yaitu suatu
teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui
tingkat penguasaan keterampilan peserta didik melalui
tes penampilan atau demonstrasi atau praktik kerja
91

nyata. Contohnya : guru menyuruh peserta didik


melakukan eksperimen di laboratorium, guru menyuruh
peserta didik membaca Al-Quran, guru mengajak
peserta didik melakukan gerakan-gerakan shalat,
berpidato dan sebagainya.
3) Penilaian alternatif (alternative assessment) yaitu suatu
teknik penilaian yang digunakan sebagai alternatif
disamping teknik penilaian yang lain. Artinya, penilaian
tidak hanya bergantung kepada satu bentuk saja seperti
tes tertulis, tetapi juga menggunakan berbagai bentuk
atau model lain seperti penilaian penampilan atau
penilaian Portofolio.
4) Penilaian autentik (authentic assessment) yaitu suatu
teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui
tingkat pencapaian kompetensi peserta didik berupa
kemampuan nyata, bukan sesuatu yang dibuat-buat atau
yang hanya diperoleh didalam kelas. Kenyataan tersebut
dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
5). Penilaian Portofolio (Portofolio assessment) yaitu suatu
teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui
tingkat pencapaian kompetensi dan perkembangan
peserta didik berdasarkan kumpulan hasil kerja dari
waktu ke waktu.
92

Selain itu dalam penilaian berbasis kelas terdapat empat


kegiatan pokok yang harus dilakukan guru yaitu :
1) Mengumpulkan data dan informasi tentang tingkat
pencapaian hasil belajar peserta didik.
2) Menggunakan data dan informasi tentang hasil belajar
peserta didik.
3) Membuat keputusan yang tepat
4) Membuat laporan sebagai bentuk akuntablitas publik.
Pengumpulan data dan informasi dapat dilakukan dalam
suasana formal maupun tidak formal, didalam kelas atau di
luar kelas, di laboratorium atau di lapangan. Jika informasi
tentang proses hasil belajar peserta didik telah terkumpul
dalam jumlah yang sesuai maka guru menggunakannya atau
mengolahnya untuk membuat keputusan tentang hasil belajar
peserta didik, antar lain : apakah peserta didik telah mencapai
kompetensi dasar yang telah ditetapkan ?, apakah peserta
didik telah memenuhi syarat untuk maju ke tingkat lebih
tinggi? Apakah peserta didik harus melakukan pengulangan
tertentu? Apakah peserta didik perlu mendapatkan cara lain
untuk pendalaman? Apakah perlu diadakan pengayaan?
Setelah guru membuat berbagai keputusan maka
langkah selanjutnya adalah guru harus membuat laporan ke
berbagai pihak antara lain peserta didik, orang tua, atasan,
93

masyarakat dan instansi yang terkait lainnya. Laporan ini


harus dibuat secara berkala sebagai bentuk akuntabilitas
publik. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui
sejumlah karakterisitik penilaian berbasis kelas sebagai
berikut :
1) Menggeser tujuan penilaian dari keperluan untuk
klasifikasi peserta didik (diskriminasi) ke pelayanan
individual peserta didik dalam mengembangkan
kemampuannya (diverensiasi).
2) Menggunakan penilaian acuan patokan (PAP) daripada
penilaian acuan norma (PAN).
3) Menjamin pencapaian tujuan pendidikan yang tercantum
dalam kurikulum, karena kompetensi dasar yang
dirumuskan dalam kurikulum menjadi acuan utama.
4) Menggunakan keseimbangan teknik dan alat penilaian,
baik tes tertulis, tes lisan maupun tes tindakan/perbuatan
serta cara lain untuk menjamin validitas penilaian,
sehingga prinsip keadilan lebih terjamin karena
kemampuan peserta didik lebih terperinci dan
tergambarkan.
5) Memberikan informasi yang lebih lengkap dan mudah
dipahami tentang profil kompetensi peserta didik sebagai
hasil belajar yang bermanfaat bagi peserta didik, orang
94
tua, guru, dan pengguna lulusan, sehingga dapat
menjamin prinsip akuntabilitas publik.
6) Memanfaatkan bebagai cara dan prosedur penilaian
dengan menerapkan berbagai pendekatan dan cara
belajar siswa aktif (student active learning) yang dapat
mengoptimalkan pengembangan kepribadian,
kemampuan bernalar dan bertindak.

1. Tujuan dan Fungsi Penilaian Berbasis Kelas


Tujuan umum penilaian berbasis kelas adalah untuk
memberikan penghargaan terhadap pencapaian hasil belajar
peserta didik dan memperbaiki program dan kegiatan
pembelajaran, sesuai dengan gambar berikut ini :
95

Penilaiain berbasis kelas menekankan pencapaian hasil


belajar peserta didik sekaligus mencakup seluruh proses
pembalajaran. Dalam dokumen kurikulum berbasis kompetensi
(2002) dikemukakan bahwa tujuan penilaian berbasis kelas secara
terperinci adalah untuk memberikan :
1) Informasi tentang kemajuan hasil belajar peserta didik secara
individual dalam mencapai tujuan belajar sesuai dengan
kegiatan belajar yang dilakukannya.
2) Informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatan
belajar lebih lanjut, baik secara per kelompok maupun secara
perorangan.
3) Informasi yang dapat digunakan oleh guru dan peserta didik
untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik,
menetapkan tingkat kesulitan dari kemudahan untuk
melaksanakan kegiatan remedial, pendalaman atau
pengayaan.
4) Motivasi belajar peserta didik dengan cara memberikan
informasi tentang kemajuannya dan merangsangnya untuk
melakukan usaha pemantapan atau perbaikan.
5) Informasi semua aspek kemajuan peserta didik dan pada
gilirannya guru dapat membantu pertumbuhannya secara
efektif untuk menjadi anggota masyarakat dan pribadi yang
utuh.
96

6) Bimbingan yang tepat untuk memilih sekolah atau jabatan


yang sesuai dengan keterampilan, minat dan
kemampuannya.
Adapun fungsi penilaian berbasis kelas bagi peserta didik dan
guru adalah :
1) Membantu peserta didik dalam mewujudkan dirinya dengan
mengubah atau mengembangkan perilakunya ke arah yang
lebih baik dan maju.
2) Membantu peserta didik mendapat kepuasan atas apa yang
dikerjakannya.
3) Membantu guru menetapkan apakah strategi, metode, dan
media mengajar yang digunakannya telah memadai.
4) Membantu guru dalam membuat pertimbangan dan
keputusan administrasi.
2. Objek Penilaian Berbasis Kelas
Sesuai dengan petunjuk pengembangan kurikulum berbasisi
kompetensi yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan
nasional, maka objek penilaian berbasis kelas adalah sebagai
berikut :
1) Penilaian kompetensi dasar mata pelajaran, yaitu
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
setelah peserta didik menyelesaikan suatu aspek atau
subjek mata pelajaran tertentu.
97
2) Penilaian kompetensi rumpun pelajaran, yaitu
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang
seharusnya dicapai oleh peserta didik setelah
menyelesaikan rumpun pelajaran.
3) Penilaian Kompetensi lintas kurikulum, yaitu pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang direfleksikan
dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang mencakup
kecakapan belajar sepanjang hayat dan kecakapan hidup
yang harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman
belajar secara berkesinambungan. Penilaian ketercapaian
kompetensi lintas kurikulum ini dilakukan terhadap hasil
belajar dari setiap rumpun pelajaran dalam kurikulum.
4) Penilaian kompetensi tamatan yaitu keterampilan, sikap
dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak setelah peserta didik menyelesaikan jenjang
tertentu. Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional
kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh lulusan atau
tamatan sekolah dapat dirumuskan sebagai berikut :
a) Berkenaan dengan aspek afektif yaitu peserta didik
memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadapa Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran agama dan
98
kepercayaan masing-masing yang tercermin dalam
perilaku sehari-hari, memiliki nilai-nilai etika dan
estetika serta mampu mengamalkan dan
mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari,
memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi serta
menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara baik dalam lingkup nasional
maupun global.
b) Berkenaan dengan aspek kognitif, peserta didik dapat
menguasai ilmu, teknologi dan kemampuan akademik
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
c) Berkenaan dengan aspek psikomotorik, peserta didik
memiliki keterampilan berkomunikasi, keterampilan
hidup dan mampu beradaptasi dengan perkembangan
lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam baik
lokal, regional maupun global ; memiliki kesehatan
jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk
melaksanakan kegiatan sehari-hari.
5) Penilaian terhadap pencapaian keterampilan hidup.
Kecakapan hidup yang dimiliki peserta didik melalui
berbagai pengalaman belajar perlu dinilai sejauh mana
99
kesesuaiannya dengan kebutuhan mereka untuk dapat
bertahan dan berkembang dalam kehidupannya di
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Jenis-jenis
kecakapan hidup yang perlu dinilai, antara lain
keterampilan diri (personal), keterampilan berpikir rasional,
keterampilan sosial, keterampilan akademik dan
keterampilan vokasional
3. Prinsip-Prinsip Penilaian Berbasis Kelas
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2002) menjelaskan
bahwa secara umum , penilaian berbasis kelas harus
memenuhi prinsip-prisnip: “Valid, mendidik, berorientasi pada
kompetensi, adil dan objektif, terbuka, berkesinambungan,
menyeluruh dan bermakna”.
a) Valid (tepat). Dalam prinsip ini, alat ukur yang digunakan
dalam penilaian berbasis kelas harus betul-betul
mengukur apa yang hendak diukur, misalnya, guru ingin
mengukur keterampilan peserta didik dalam mengetik
sepuluh jari, kemudian guru menggunakan tes lisan
tentang tugas-tugas kesepuluh jari tersebut, maka ada
kemungkinan bukan aspek keterampilan yang diukur
melainkan aspek pemahaman tentang tugas-tugas
kesepuluh jari tersebut dalam mengetik. Pengukuran yang
100
demikian dikatakan tidak valid. Contoh lain, jika dalam
kegiatan pembelajaran melakukan kegiatan observasi,
maka kegiatan observasi tersebut harus menjadi objek
penilaian berbasis kelas. Dengan kata lain, agar prinsip ini
dapat dijadikan acuan, maka proses dan hasil penilaian
berbasis kelas harus betul-betul relevan dan berorientasi
kepada upaya pencapaian kompetensi dan hasil belajar
peserta didik.
b) Mendidik.banyak proses dan kegiatan penilaian yang
dilakukan guru membuat peserta didik menjadi ketakutan.
Apalagi jika peserta didik memperoleh nilai (angka)
kecil.padahal angka yang tinggi bukan menjadi tujuan
penilaian. Didalam penilaian berbasis kelas,guru guru
harus dapat memberikan penghargaan,motivasi dan
upaya-upaya mendidik lainnya kepada peserta didik yang
berhasil serta membangkitkan semangat bagi peserta
didik yang kurang berhasil. Sebaliknya, peserta didik yang
kurang berhasil harus dapat memahami bahwa hasil yang
dicapai merupakan suatu pembelajaran. Hasil belajar yang
diperoleh harus menjadi feed-back bagi perbaikan
kegiatan pembelajaran.
101
c) Berorientasi pada kompetensi.penilaian berbasis kelas
dilakukan dalam rangka membantu peserta didik
mencapai standar kompetensi, kompetensi dasar, dan
indikator pencapaian hasil belajar yang telah ditetapkan
dalam kurikulum berbasis kompetensi. Untuk itu, semua
pendekatan, model, tekhnik, bentuk, dan format penilaian
berbasis kelas harus diorientasikan pada kompetensi.
d) Adil dan objektif. Kata “adil dan objektif” memang sudah
mudah diucapkan, tetapi susah dilaksanakan karena
penilaian itu sendiri adalah manusia biasa, yang tidak
luput dari faktor subjektivitas. Namun, guru sebagai
penilai tetap harus dituntut berbuat adil dan bersikap
objektif terhadap semua peserta didik. Guru tidak boleh
membeda-bedakan peserta didik atau terpengaruh oleh
latar belakang sosial-ekonomi, jenis kelamin, budaya,
status marital, dan etnis peserta didik. Untuk itu, guru
perluh membuat perencanaan penilaian yang jelas
komprehensif dan operasional, serta menetapkan kriteria
dalam membuat keputusan.
e) Terbuka. Sistem dan hasil penilaian berbasis kelas tidak
boleh disembunyikan atau dirahasiakan oleh guru.apapun
format penilaian yang digunakan harus terbuka dan
102
diketahui oleh semua pihak,termasuk kriteria dalam
membuat keputusan. Dengan demikian, pihak-pihak yang
berkepentingan, seperti pengawas, kepala sekolah,orang
tua,dan peserta didik itu sendiri merasa puas dan dihargai
karena dapat mengetahui hasil belajar peserta didik.
f) Berkesinambungan. Penilaian berbasis kelas tidak hanya
dilakukan pada akhir kegiatan pembelajaran saja, tetapi
harus dimulai dari awal sampai akhir pembelajaran,
terencana, bertahap, dan berkesinambungan. Hal ini
dimaksudkan agar hasil belajar peserta didik dapat
diperoleh secara utuh dan komprehensif. Hasil penilaian
tersebut kemudian dianalisis dan ditindaklanjuti sebagai
bagian integral dari proses pembelajaran.
Berkesinambungan tidak hanya dilihat dari segi jumlah
frekuensi penilaian, tetapi juga dari kompetensi yang
harus dikuasai peserta didik.
g) Menyeluruh. Penilaian terhadap proses dan hasil belajar
peserta didik harus dilakukan secara menyeluruh,utuh dan
tuntas,baik yang berkenaan dengan domain kognitif,
efektif, maupun psikomotor. Begitu juga dengan jenis,
prosedur dan teknik penilaian yang digunakan,termasuk
berbagai bukti autentik hasil belajar peserta didik.
103
Jadi,guru harus menggunakan berbagai jenis penilaian
berbasis kelas dengan kompetensi yang harus dikuasai
oleh peserta didik, seperti penilaian tertulis,penilaian
proyek, penilaian penampilan, penilaian portopolio dan
sebagainya.
h) Bermakana. Penilaian berbasis kelas harus memberikan
makna kepada berbagai pihak untuk melihat tingkat
perkembangan penguasaan kompetensi peserta didik
sehingga hasil penilaian dapat ditindaklanjuti,terutama
bagi guru, orang tua, dan peserta didik.
Prinsip-prinsip khusus penilaian berbasis kelas adalah sebagai
berikut:
1. Apapun jenis penilaiannya harus memungkinkan adanya
kesempatan yang terbaik bagi peserta didik untuk
menunjukkan apa yang mereka ketahui dan pahami, serta
mendemonstrasikan kemampuannya.
Implikasi dari prinsip ini adalah:
a) Pelaksanaan penilaian berbasis kelas hendaknya dalam
suasana yang bersahabat, tidak mencekam dan
mengancam.
104
b) Semua peserta didik mempunyai kesempatan dan
perlakuan yang sama dalam menerima program
pembelajaran sebelum dan selama proses berbasis
kelas.
c) Peserta didik harus mengetahui dan memahami secara
jelas tentang penilaian berbasis kelas.
d) Kriteria untuk membuat keputusan atas hasil penilaian
berbasis kelas hendaknya disepakati dengan peserta
didik dan orang tua atau wali.
2. Setiap guru harus mampu melaksanakan prosedur penilaian
berbasis kelas dan pencatatan secara tepat.Implikasi dari
prinsip ini adalah:
a) Prosedur penilaian berbasis kelas harus dapat diterima
dan dipahami oleh guru secara jelas.
b) Prosedur penilaian berbasis kelas dan catatan harian
hasil belajar peserta didik hendaknya mudah
dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran
,dan tidak harus mengambil waktu yang berlebihan.
c) Catatan harian harus mudah dibuat,jelas ,mudah
dipahami,dan bermanfaat untuk perencanaan
pembelajaran.
105
d) Informasi yang diperoleh untuk menilai semua
pencapaian hasil belajar peserta didik dengan berbagai
cara harus digunakan sebagaimana mestinya.
e) Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik yang
bersifat positif untuk pembelajaran selanjutnya, perlu
direncanakan oleh guru dan peserta didik.
f) Klasifikasi dan kesulitan belajar harus ditentukan
sehingga peserta didik mendapat bimbingan dan
bantuan belajar yang sewajarnya.
g) Hasil penilaian hendakanya menunjukkan kemajuan dan
keberlanjutan pencapaian belajar peserta didik.
h) Penilaian semua aspek yang berkaitan dengan
pembelajaran, misalnya efektivitas kegiatan
pembelajaran dan kurikulum perlu dilaksanakan.
i) Peningkatan keahlian guru sebagai konsekuensi dari
diskusi pengalaman dan membandingkan metode dan
hasil penilaian perlu dipertimbangkan.
j) Pelaporan penampilan peserta didik oleh guru kepada
orang tua atau wali, dan atasannya harus dilaksanakan
secara periodik.
106
4. Manfaat Hasil Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian bebasis kelas sangat bermanfaat bagi guru, orang
tua, dan peserta didik. Bagi guru, penilaian berbasis kelas
bermanfaat untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar
peserta didik, mendiagnosis kesulitan belajar, memberikan
umpan balik untuk perbaikan proses pembelajaran,
menentukan kenaikan kelas, dan memotivasi pesereta didik
untuk belajar lebih baik lagi. Sedangkan bagi orang tua,
penilaian berbasis kelas bermanfaat untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan anaknya, peringkat anaknya,
memberikan bimbingan, dan merangsang orang tua untuk
menjalin komunikasi dengan pihak sekolah dalam rangka
perbaikan hasil belajar anaknya. Bagi peserta didik, penilaian
berbasis kelas bermanfaat untuk memantau hasil pencapaian
kompetensi secara utuh, baik yang menyangkut aspek
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai.
Pusat kurikulum Balitbang Depdiknas (2002) dalam
dokumen “Kurikulum Berbasis Kompetensi “ mengemukakan
hasil penilaian berbasis kelas berguna untuk :
a) Umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui
kemampuan dan kekurangannya, sehingga menimbulkan
motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya.
107
b) Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan
belajar peserta didik sehingga memungkinkan dilakukannya
pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya.
c) Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki
program pembelajarannya di kelas.
d) Memungkinkan peserta didik mencapai kompetensi yang
telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang
berbeda-beda.
e) Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada orang
tua dan masyarakat tentang efektibitas pendidikan sehingga
mereka dapat meningkatkan peran sertanya di bidang
pendidikan.
5. Jenis-jeins Penilaian Berbasis Kelas
Sumarna Surapratna dan Muhammad Hatta (2004),
mengemukakan jenis-jenis penilaian berbasis kelas, yaitu “tes
tertulis, tes perbuatan, pemberan tugas, penilaian kinerja
(performance assessment), penilaian proyek, penilaian hasil
kerja peserta didik (product assessment), penilaian sikap dan
penilaian Portofolio”.
108

a) Tes tertulis. Tes tertluis merupakan alat penilaian berbasis


kelas yang penyajian maupun penggunaannya dalam
bentuk tertulis. Peserta didik memberikan jawaban atas
pertanyaan atau pernyataan maupun tanggapan atas
pertanyaan atau pernyataan yang diberikan. Tes tertulis
dapat diberikan pada saat ulangan harian atau ulangan
umum. Bentuk tes tertulis dapat berupa pilihan ganda,
menjodohkan, benar salah, isian singkat, dan uraian. Tes
tertulis biasanya sangat cocok untuk hampir semua
kompetensi yang terdapat dalam kurikulum.
b) Tes Perbuatan. Tes perbuatan dilakukan pada saat proses
pembelajaran berlangsung yang memungkinkan terjadinya
praktik. Pengamatan dilakukan terhadap perilaku peserta
didik pada saat proses pembelajaran berlangsung.
c) Pemberian tugas. Pemberian tugas dilakukan untuk semua
mata pelajaran mulai dari awal kelas sampai dengan akhir
kelas sesuai dengan materi pelajaran dan perkembangan
peserta didik. Pelaksanaan pemberian tugas perlu
memperhatikan hal-hal berikut :
1. Banyaknya tugas untuk suatu mata pelajaran
diusahakan agar tidak memberatkan peserta didik,
karena peserta didik memerlukan waktu untuk bermain,
belajar mata pelajaran yang lain, bersosialisasi dengan
teman dan lingkungan sosial lainnya.
109
2. Jenis dan materi pemberian tugas harus didasarkan
pada tujuan pemberian tugas yaitu untuk melatih peserta
didik menerapkan atau menggunakan hasil
pembelajarannya dan memperkaya wawasan
pengetahuannya. Materi tugas harus dipilih yang
esensial, sehingga peserta didik dapat mengembangkan
keterampilan hidup yang sesuai dengan bakat, minat,
kemampuan, perkembangan dan lingkungannya.
3. Diupayakan pemberian tugas dapat mengembangkan
kreativitas dan rasa tanggung jawab serta kemandirian.
d) Penilaian Proyek. Penilaian proyek adalah penilaian
terhadap tugas yang harus diselesaikan dalam waktu
tertentu. Penilaian proyek dilakukan mulai dari
pengumpulan, pengorganisasian, penilaian, hingga
penyajian data. Proyek juga akan memberikan informasi
tentang pemahaman dan pengetahuan peserta didik pada
proses pembelajaran tertentu, kemampuan peserta didik
dalam mengaplikasikan pengetahuan dan kemampuan
peserta didik untuk mengomunikasikan informasi.
e) Penilaian produk. Penilaian hasil kerja (produk) peserta
didik adalah penilaian terhadap penguasaan keterampilan
peserta didik dalam membuat suatu produk atau penilaian
110
kualitas hasil kerja tertentu. Dalam penilaian produk
terdapat dua konsep penilaian berbasis kelas, yaitu
penilaian peserta didik tentang (a) pemilihan, cara
menggunakan alat, dan prosedur kerja, serta (b) kualitas
teknis maupun estetik suatu karya/produk. Pelaksanaan
penilaian produk meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Tahap persiapan, yaitu menilai keterampilan
merencanakan, merancang, menggali atau
mengembangkan ide.
2. Tahap produksi, yaitu menilai kemampuan memilih dan
menggunakan bahan, alat, dan teknik kerja.
3. Tahap penilaian (appraisal)
f) Penilaian sikap. Penilaian sikap dapat dilakukan berkaitan
dengan berbagai objek sikap, seperti sikap terhadap mata
pelajaran, sikap terhadap guru, sikap terhadap proses
pembelajaran, sikap terhadap materi pembelajaran, sikap
berhubungan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan
dalam diri peserta didik melalui materi tertentu. Untuk
pengukuran sikap dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain observasi perilaku, pertanyaan langsung,
laporan pribadi dan skala sikap.
111
g) Penilaian Portofolio. Penilaian Portofolio merupakan
penilaian berbasis kelas terhadap sekumpulan karya
peserta didik yang tersusun secara sistematis dan
terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran
dalam kurun waktu tertentu, digunakan oleh guru dan
peserta didik untuk memantau perkembangan pengetahuan,
keterampilan dan sikap peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu. Penjelasan lebih lanjut tentang penilaian Portofolio
dapat dilihat dalam bab selanjutnya.
Selanjutnya, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2002)
mengemukakan seperangkat alat penilaian berbasis kelas,
antara lain “kuis, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian,
tugas individu, tugas kelompok, ulangan semester, ulangan
kenaikan, laporan kerja praktik atau laporan praktikum, dan
responsi atau ujian praktik”.
a) Kuis, digunakan untuk menanyakan hal-hal prinsip dari
pelajaran yang lalu secara singkat, bentuknya berupa isian
singkat, dan dilakukan sebelum pelajaran dimulai.
b) Pertanyaan lisan di kelas, digunakan untuk mengungkap
penguasaan peserta didik tentang pemahaman konsep,
prinsip dan teorema.
112
c) Ulangan Harian, dilakukan secara periodik pada akhir
pengembangan kompetensi. Ulangan harian dapat
digunakan untuk mengungkap penguasaan pemahaman
sampai dengan evaluasi, dan untuk mengungkap
penguasaan pemakaian alat atau suatu prosedur.
d) Tugas Individu, dilakukan secara periodik untuk
diselesaikan oleh setiap peserta didik dalam waktu tertentu
dan dapat berupa tugas rumah. Tugas individu dapat
digunakan untuk mengungkap kemampuan aplikasi sampai
dengan evaluasi, mengungkap penguasaan hasil latihan
dalam menggunakan alat tertentu atau melakukan prosedur
tertentu.
e) Tugas Kelompok, digunakan untuk menilai kemampuan
kerja kelompok dalam upaya pemecahan masalah. Jika
memungkinkan kelompok peserta didik diminta melakukan
pengamatan atau merencanakan suatu proyek dengan
menggunakan data dan informasi dari lapangan.
f) Ulangan Semester, digunakan untuk menilai ketuntasan
penguasaan kompetensi pada akhir program semester.
Kompetensi yang diujikan berdasarkan kisi-kisi yang
mencerminkan kompetensi dasar yang dikembangkan
dalam semester bersangkutan. Dari aspek kognitif, ulangan
113
harian dapat digunakan untuk mengungkap mengingat
sampai dengan evaluasi. Untuk aspek psikomotor dapat
dilakukan ujian praktik, dan untuk aspek afektif dapat
dilakukan dengan pengumpulan data/hasil pengamatan
dalam kurun waktu satu semester.
g) Ulangan Kenaikan, digunakan untuk mengetahui ketuntasan
peserta didik menguasai materi dalam satu tahun ajaran.
Pemilihan kompetensi ujian harus mengacu pada
kompetensi dasar berkelanjutan, memiliki nilai aplikatif, atau
dibutuhkan untuk belajar pada bidang lain. Untuk
keterampilan psikomotor dilakukan ujian praktik. Untuk
aspek afektif dilakukan pengumpulan data/hasil
pengamatan dalam kurun waktu satu semester.
h) Laporan kerja praktik atau laporan praktikum, digunakan
untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya,
seperti fisika, kimia, biologi dan bahasa.
i) Responsi atau ujian praktik, digunakan untuk mata pelajaran
ada kegiatan praktikumnya. Tujuannya untuk mengetahui
penguasaan akhir, baik dari aspek kognitif maupun
psikomotor.
114
B. Model Penilaian Portofolio
Para pakar pendidikan dan psikologi di Indonesia banyak
memberikan pandangan dan analisisnya terhadap mutu
pendidikan, tetapi hingga saat ini tidak pernah tuntas, bahkan
muncul masalah-masalah pendidikan yang baru. Masalah mutu
pendidikan yang banyak dibicarakan adalah rendahnya hasil
belajar peserta didik. Padahal kita tahu, bahwa hasil belajar
banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain sikap dan
kebiasaan belajar, fasilitas belajar, motivasi, minat, bakat,
pergaulan, lingkungan keluarga, dan yang tak kalah pentingnya
adalah kemampuan profesional guru dalam melakukan penilaian
hasil belajar itu sendiri.
Menyinggung tentang kemampuan profesional guru dalam
melakukan kegiatan proses dan hasil belajar, memang masih
sangat kurang. Kebanyakan guru melakukan penilaian lebih
menekankan pada hasil belajar, sedangkan proses belajar
kurang diperhatikan bahkan cenderung diabaikan. Padahal,
proses belajar sangat menentukan hasil belajar. Di samping itu,
guru-guru juga terbiasa dengan kegiatan-kegiatan penilaian rutin
yang sifatnya praktis dan ekonomis sehingga tidak heran jika
guru banyak menggunakan soal yang sama dari tahun ke tahun.
Hal ini sudah dialami oleh mereka (guru) sejak mulai bekerja
115
sebagai guru sampai sekarang. Sebenarnya, guru pun sering
mengikuti pelatihan tentang evaluasi pembelajaran atau
penilaian hasil belajar, tetapi setelah pelatihan, mereka tetap
kembali ke habitatnya semula, yaitu memberikan tes tertulis, baik
dalam formatif maupun sumatif, tanpa melakukan variasi,
perbaikan, penyempurnaan atau inovasi dalam pelaksanaan
penilaian.
Mengingat cara-cara penilaian selama ini terdapat banyak
kelemahan, maka sejak diberlakukannya Kurikulum Berbasis
Kompetensi 2004, diperkenalkan suatu konsep penilaian baru
yang disebut “Penilaian berbasis Kelas” (Classroom based
assessment) dengan salah satu model atau pendekatannya
adalah “penilaian berbasis Portofolio” (Portofolio based
assessment), yaitu suatu model penilaian yang dilakukan secara
sistematis dan logis untuk mengungkapkan dan menilai peserta
didik secara komprehensif, objektif, akurat dan sesuai dengan
bukti-bukti autentik (dokumen) yang dimiliki peserta didik.
Implikasi pemberlakuan Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) yang disempurnakan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 terhadap pola penilaian
pembelajaran di sekolah adalah
116
Pertama, guru dan kepala sekolah harus berperan sebagai
pembuat keputusan (decision maker) dalam perencanaan dan
pelaksanaan kurikulum, termasuk proses pembelajaran.
Kedua, guru harus menyusun silabus yang mejamin
terlaksananya proses pembelajaran yang terarah dan bermakna.
Ketiga, guru harus melakukan continous-authentic
assessment yang menjamin ketuntasan belajar dan pencapaian
kompetensi peserta didik.
1. Dasar Pemikiran
Penilaian Portofolio sebagai suatu penilaian model baru
yang diterapkan di Indonesia sejak kurikulum 2004 tentu
mempunyai maksud dan tujuan tertentu, yaitu untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini memang
wajar dan logis karena selama ini sistem penilaian yang
digunakan di sekolah cenderung hanya melihat hasil belajar
peserta didik dan mengabaikan proses belajarnya, sehingga
nilai akhir yang dilaporkan kepada oaran tua dan pihak-pihak
terkait hanya menyangkut domain kognitif. Sikap, minat,
motivasi dan keterampilan proses lainnya nyaris tidak pernah
disentuh. Portofolio sebagai salah satu bentuk penilaian
berbasis kelas mempunyai fungsi dan peran yang sangat
strategis untuk menutupi kelemahan penilaian yang telah
117
dilakukan selama ini. Oleh sebab itu, penilaian Portofolio harus
dilakukan secara akurat dan objektif serta mendasar pada
bukti-bukti autentik yang dimiliki oleh peserta didik.
Perhatikan Ilustrasi berikut ini :
Orang tua peserta didik A datang ke suatu sekolah untuk
menanyakan perkembangan prestasi belajar anaknya. Dia
langsung menemui Kepala Sekolah. Ketika Orang Tua tersebut
menanyakan tentang perkembangan prestasi belajar anaknya,
ternyata Kepala Sekolah tidak bisa memberikan jawaban yang
jelas. Dia langsung memanggil wali kelas dan salah seorang guru
untuk menjelaskan secara terperinci tentang hal tersebut. Ternyata
wali kelas dan guru itu pun hanya memberikan jawaban yang
bersifat umum seperti cukup baik, sedang-sedang saja dan
sebagainya. Orang tua tersebut merasa tidak puas dan kecewa.
Dia berharap wali kelas dan guru dapat memberikan jawaban yang
konkret, akurat dan faktual. Dia pulang dengan membawa seribu
pertanyaan. Mengapa kepala sekolah, wali kelas dan guru tidak
dapat menjelaskan perkembangan prestasi belajar anaknya
secara?

Di sekolah lain, ada juga orang tua peserta didik yang


menanyakan prestasi belajar anaknya. Dia dilayani langsung oleh
setiap guru mata pelajaran di ruang guru. Setelah orang tua
118

tersebut menyebutkan identitas putranya, kemudian guru langsung


mencari file-nya. Betapa gembiranya orang tua tersebut ketika
melihat bukti-bukti autentik hasil pekerjaan anaknya. Ternyata
semua hal yang telah dilakukan oleh anaknya didokumentasikan
oleh guru dalam file khusus, baik itu hasil ulangan harian, hasil
kunjungan/observasi, hasil diskusi kelompok, hasil menggambar
maupun kegiatan keterampilan lainnya.
Dari ilustrasi pertama menunjukkan bahwa kemungkinan
besar guru-guru di sekolah tersebut menggunakan model
penilaian konvensional. Hal ini dapat diketahui karena guru tidak
dapat memberikan gambaran tentang hasil belajar peserta didik
secara terperinci dan komperehensif, sehingga membuat orang
tua peserta didik kecewa. Tidak ada bukti-bukti fisik sebagai hasil
belajar peserta didik yang dapat dilaporkan kepada orang tua.
Pada ilustrasi kedua, nampaknya guru sudah menggunakan
penilaian Portofolio, sehingga dia dapat memberikan penjelasan
tentang perkembangan prestasi belajar kepada orang tua peserta
didik secara gamblang dan menyeluruh. Hal lain yang dapat kita
pelajari dari ilustrasi kedua di atas adalah kapan saja orang tua
peserta didik atau peserta didik itu sendiri ingin mengetahui
perkembangan prestasi belajarnya, maka guru dapat dengan
mudah dan cepat memberikan penjelasan berikut bukti-bukti
autentiknya.
119
Di banyak negara maju, penggunaan tes sebagai salah satu
alat penilaian setahap demi setahap sudah mulai ditinggalkan,
karena ternyata masih banyak guru yang kurang memahami
konsep dan strategi penilaian, baik dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan maupun laporan hasil penilaian. Di samping itu,
realitas juga menunjukkan banyak juga guru yang tidak memiliki
latar belakang pendidikan keguruan dan tentunya mereka tidak
pernah belajar tentang evaluasi pembelajaran atau penilaian
proses dan hasil belajar. Zainal Arifin (2006) dalam sa;ah satu
kesimpulan penelitiannya mengemukakan, “konsep guru tentang
evaluasi pada dasarnya merupakan manifestasi dari kebiasaan
dan pengalaman praktiknya selama ini, yaitu memberikan nilai
(angka) dalam pelajaran .....” Konsep yang dimaksud hanya
menyentuh dimensi produk dari kegiatan evaluasi itu sendiri,
belum masuk ke dalam suatu dimensi proses yang sistematis dan
kontinu serta sebagai feed-back terhadap sistem pembelajaran. Di
samping itu, guru masih menganggap kegiatan penilaian identik
dengan memberi angka. Dalam praktiknya, guru-guru juga banyak
yang menggunakan tes buatan orang lain atau juga dari kumpulan
soal yang notabene belum diketahui derajat validitas dan
realibilitasnya. Tes tersebut digunakan guru dari waktu ke waktu.
120
Fenomena di atas menunjukkan kepada kita bahwa
itulah salah satu kelemahan tes tertulis. Oleh sebab itu, tidak
bisa ditawar lagi, guru harus mengubah sikap, kebiasaan dan
pandangannya tentang evaluasi atau penilaian. Sudah saatnya
guru berkiblat dengan pendekatan dan model penilaian yang
lebih modern, seperti penilaian penampilan, penilaian
auntentik, dan penilaian Portofolio. Guru harus mencari strategi
yang jitu untuk menilai peserta didik sesuai dengan
kemampuannya yang sesungguhnya. Di Indonesia, penilaian
Portofolio sudah banyak digunakan dalam berbagai bidang
pendidikan, seperti sertifikasi guru, apa, mengapa, dan
bagaimana menggunakan Portofolio dalam proses
pembelajaran? Untuk itu, ikutilah uraian berikut ini.

2. Pengertian Penilaian Portofolio


Istilah Portofolio (Portofolio) pertama kali digunakan oleh
kalangan forografer dan artis. Melalui Portofolio, para fotografer
dapat memperlihatkan prospektif pekerjaan mereka kepada
pelanggan dengan menunjukkan koleksi pekerjaan yang
dimilikinya. Secara umum, Portofolio merupakan kumpulan
dokumen berupa objek penilaian yang dipakai oleh seseorang,
kelompok, lembaga, organisasi atau perusahaan yang
121
bertujuan mendokumentasikan perkembangan suatu proses.
Dalam dunia usaha, Portofolio banyak digunakan untuk menilai
keefektifan suatu proses produksi dari jenis produl tertentu.
Dalam dunia kesehatan, Portofolio dapat dilihat dari Kartu
Menuju Sehat (KMS) yang digunakan untuk memantau
perkembangan pertumbuhan bayi dari 0 tahun samapi usia
tertentu.
Dalam dunia pendidikan, Portofolio dapat digunakan
guru untuk melihat perkembangan peserta didik dari waktu ke
waktu berdasarkan kumpulan hasil karyab sebagai bukti suatu
kegiatan pembelajaran. Portofolio juga dapat dipandang
sebagai suatu proses sosial pedagogis, yaitu sebagai collection
of learning exprience yang terdapat di dalam pikiran peserta
didik, baik yang berwujud pengetahuan (cognitive),
keterampilan (psychomotor) maupun sikap dan nilai (affective).
Artinya, Portofolio bukan hanya berupa benda nyata, melainkan
mencakup “segala pengalaman batiniah” yang terjadi pada diri
peserta didik. Portofolio juga dapat digunakan oleh peserta
didik untuk mengumpulkan semua dokumen dari ilmu
pengetahuan yang telah dipelajari, baik di kelas, di halaman
sekolah, atau di luar sekolah. Dalam bidang bahasa, Portofolio
dapat merupakan suatu adjective yang sering disandingkan
122
dengan konsep lain, seperti pembelajaran dan penilaian,
karena itu timbul istilah Portofolio-based instruction dan
Portofolio-based assessment.
Menurut para ahli, Portofolio memiliki beberapa
pengertian. Ada yang memandang sebagai benda/alat dan ada
pula yang memandang sebagai metode/teknik/cara. Portofolio
sebagai suatu wujud benda fisik, atau kumpulan suatu hasil
(bukti) dari suatu kegiatan, atau bundelan, yakni kumpulan
dokumentasi atau hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan
dalam suatu bundel. Misalnya, bundelan hasil kerja peserta
didik mulai dari tes awal, tugas-tugas, catatan anekdot, piagam
penghargaan, keterangan melaksanakan tugas terstruktur,
sampai pada tes akhir. Portofolio ini merupakan kumpulan
karya terpilih peserta didik, baik perseorangan maupun
kelompok. Istilah karya terpilih menunjukkan bahwa tidak
semua karya peserta didik dapat dimasukkan ke dalam
Portofolio tersebut. Karya yang diambil adalah karya terbaik,
karya paling penting dari pekerjaan peserta didik, yang
bermakna bagi peserta didik, sesuai dengan tujuan
pembelajaran atau kompetensi yang telah ditetapkan.
123
Penilaian Portofolio berbeda dengan jenis penilaian yang
lain. Penilaian Portofolio adalah suatu pendekatan atau model
penilaian yang bertujuan untuk mengukur kemampuan peserta
didik dalam membangun dan merefleksi suatu pekerjaan/tugas
atau karya melalui pengumpulan (collection) bahan-bahan yang
relevan dengan tujuan dan keinginan yang dibangun oleh
peserta didik, sehingga hasil pekerjaan tersebut dapat dinilai
dan dikomentari oleh guru dalam periode tertentu. Jadi,
penilaian Portofolio merupakan suatu pendekatan dalam
penilaian kinerja peserta didik atau digunakan untuk menilai
kinerja.
Salah satu keunggulan penilaian Portofolio adalah
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih
banyak terlibat, dan peserta didik sendiri dapat dengan mudah
mengontrol sejauh mana perkembangan kemampuan yang
telah diperolehnya. Jadi, peserta didik akan mampu melakukan
penilaian diri (self-assessment). Keterampilan menemukan
kelebihan dan kekurangannya sendiri, serta kemampuan untuk
menggunakan kelebihan tersebut dalam mengatasi
kelemahannya merupakan modal dasar penting dalam proses
pembelajaran.
124
Popham (1994) menjelaskan, “penilaian Portofolio
merupakan penilaian secara berkesinambungan dengan
metode pengumpulan informasi atau data secara sistematik
atas hasil pekrjaan peserta didik dalam kurung waktu tertentu.
“Dalam sistem penilaian Portofolio, guru membuat file untuk
tiap-tiap peserta didik, berisi kumpulan sistematis atas hasil
prestasi belajar mereka selama mengikuti proses
pembelajaran.
Di dalam file Portofolio, guru mengumpulkan bukti fisik
dan catatan prestasi peserta didik, seperti hasil ulangan, hasil
tugas mandiri, serta hasil praktikum. Selain prsetasi akademik,
isi file juga dapat dielaborasi dengan lembaran catatan
prsetasi non akademik, yakni rekaman profile peserta didik
yang meliputi aspek kerajinan, kerapian, ketertiban, kejujuran,
kemampuan kerja sama, sikap, solidaritas, toleransi,
kedisiplinan, prestasi olahraga, kesenian, kepramukaan dan
lain-lain.
Data yang terkumpul dari waktu ke waktu ini kemudian
digunakan oleh guru untuk menilai dan melihat perkembangan
kemampuan serta prestasi akademik peserta didik dalam
periode tersebut. File Portofolio sekaligus akan memberikan
umpan balik (feed-back), baik kepada guru maupun kepada
125
peserta didik. Bagi guru, file yang berisi prestasi peserta didik
ini akan memberikan masukan (input) untuk penilaian proses,
terutama dalam memperbaiki strategi, metode dan manajemen
pembelajaran di kelas. Melalui analisis file Portofolio, guru
dapat mengetahui potensi, karakter, kelebihan dan kekurangan
peserta didik. Bagi peserta didik, file ini dapat menjadi dasar
pijakan untuk mengoreksi dan memperbaiki kelemahan atau
kekurangannya dalam proses pembelajaran maupun
penguasaannya tentang suatu pokok bahasan atau materi
pelajaran tertentu.
Proses terjadinya umpan balik sangat dimungkinkan,
karena dalam sistem penilaian Portofolio, data yang terekam
dalam file tidak hanya dikumpulkan saja kemudian selesai,
tetapi akan dianalisis secara kolaboratif dengan melibatkan
guru, peserta didik dan orang tua. Penilaian data melalui
pembicaran secara periodik dengan orang tua peserta didik
merupakan progress report yang akurat tentang kemajuan
pretasi belajar peserta didik serta perkembangan
kepribadiannya. Selain dapat dipergunakan untuk memantau
perkembangan peserta didik dan mendiagnosis kesulitan
belajar mereka, penilaian portofolio sangat bermanfaat bagi
guru untu menilai kebutuhan (need), minat (interest),
126
kemampuan akademik (abilities) dan karakteristik peserta didik
secara perorangan. Hal tersebut penting, karena seharusnya
dalam suatu sistem penilaian, ekesistensi peserta didik secara
perorangan tidak boleh dieliminasikan sebagaimana yang
sering terjadi dalam tes standar seperti SNM-PTN dan UAS-
BN.

2. Tujuan Dan Fungsi Penilaian Portofolio


Penilaian Portofolio dapat digunakan sebagai alat formatif
maupun sumatif. Portofolio sebagai alat formatif digunakan
untuk memantau kemajuan peserta didik dari hari ke hari dan
mendorong peserta didik dalam merefleksi pembelajaran
mereka sendiri. Portofolio seperti ini difokuskan pada proses
perkembangan peserta didik dan digunakan untuk tujuan
formatif dan diagnostik. Penilaian portofolio ditujukan juga
untuk penilaian sumatif pada akhir semester atau akhir tahun
pelajaran. Hasil penilaian portofolio sebagai alat sumatif ini
dapat digunakan untuk mengisi angka rapor peserta didik yang
menunjukkan prestasi peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu.
a. Tujuan Penilaian Portofolio
Pada hakikatnya tujuan penilaian portofolio adalah untuk
memberikan informasi kepada orang tua tentang
perkembangan peserta didik secara lengkap dengan
dukungan data dan dokumen yang akurat. Rapor
127

merupakan bentuk laporan prestasi peserta didik dalam


belajar dalam kurung waktu tertentu. Portofolio merupakan
lampiran dari rapor, dengan demikian rapor tetap harus
dibuat.
Menghargai Perkembangan Peserta
didik
Mendokumentasikan Proses
Pembelajaran
Memberi perhatian pada Prestasi
kerja
Merefleksikan Kesanggupan
Mengambil Resiko dan Melakukan
Eksperimental
Tujuan Meningkatan Efektivitas Proses
Penilaian Pembelajaran
Portofolio
Bertukar informasi antara orang tua
peserta didik dengan guru lain

Mempercepat pertumbuhan Konsep


diri positif peserta didik

Meningkatkan Kemampuan
Refleksi diri

Membantu Peserta didik


Merumuskan Tujuan
Gambar 6.2 Tujuan Penilaian Portofolio
128
Tujuan Portofolio ditentukan oleh apa yang harus
dikerjakan dan siapa yang akan menggunakan penilaian
tersebut. Dalam portofolio banyak digunakan tes tertulis
(paper and pencil test), project, produk dan catatan
kemampuan (records of performance). S. Surapratna dan
M. Hatta (2004) mengemukakan penilaian portofolio dapat
digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu
“menghargai perkembangan yang dialami peserta didik,
mendokumentasikan proses pembelajaran yang
berlangsung, memberi perhatian pada prestasi kerja peserta
didik yang terbaik, merefleksikan kesanggupan mengambil
resiko dan melakukan eksperimentasi, meningkatkan
efektivitas proses pengajaran, bertukar informasi dengan
orang tua/wali peserta didik dan guru lain, membina dan
mempercepat pertumbuhan konsep diri positif peserta didik,
meningkatkan kemampuan melakukan refleksi diri,
membantu peserta didik dalam merumuskan tujuan”.
b. Fungsi Penilaian Portofolio
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa
portofolio merupakan kumpulan karya peserta didik yang
disimpan dalam sebuah file. Namun, bukan berarti portofolio
hanya merupakan tempat penyimpanan hasil pekerjaan
129
peserta didik melainkan juga sebagai sumber informasi bagi
guru, orang tua peserta didik itu sendiri. Portofolio dapat
dijadikan sebagai bahan tindak lanjut dari suatu pekerjaan
yang telah dilakukan peserta didik sehingga guru dan orang
tua mempunyai kesempatan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
1) Fungsi penilaian Portofolio dapat kita lihat dari berbagai
segi, yaitu :
2) Portoflio sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua
untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
kemampuan peserta didik, tanggung jawab dalam belajar,
perluasan dimensi belajar dan inovasi pembelajaran.
Portofolio sebagai alat pembelajaran merupakan komponen
kurikulum, karena portofolio mengharuskan pesrta didik
untuk mengoleksi dan menunjukkan hasil kerja mereka.
3) Portofolio sebagai alat penilaian autentik (authentic
assessment).
4) Portofolio sebagai sumber informasi bagi peserta didik
untuk melakukan self-assessment. Maksudnya, peserta
didik mempunyai kesempatan yang banyak untuk menilai
diri sendiri dari waktu ke waktu.
130

Sumber Informasi bagi Guru

Sebagai Alat Pembelajaran


Fungsi
Penilaian
Portofolio Sebagai Alat Penilaian Autentik

Sebagai Self-Assessment
Bagi peserta didik
Gambar 6.3 Fungsi Penilaian Portofolio

Selanjutnya, Direktorat PLP-Ditjen Dikdasmen-


Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa penilaian
portofolio dapat digunakan untuk : a) memperlihatkan
perkembangan pemikiran atau pemahaman siswa pada
periode waktu tertentu, b) menunjukkan suatu
pemahaman dari beberapa konsep, topik dan isu yang
diberikan, c) mendemonstrasikan perbedaan bakat, d)
mendemonstrasikan kemampuan untuk memproduksi atau
mengkreasi suatu pekerjaan barau secara orisinal, e)
mendokumentasikan kegiatan selama periode waktu
tertentu, f) mendemonstrasikan kemampuan menampilkan
131
suatu karya seni, g) mendemonstrasikan kemampuan
mengintegrasikan teori dan praktik, dan h) merefleksikan
nilai-nilai individual atau pandangan dunia secara lebih
luas.
3. Prinsip-Prinsip Penilaian Portofolio
Proses penilaian Portofolio menuntut terjadinya interaksi
multiarah, yaitu dari guru ke peserta didik, dari peserta didik ke
guru dan antar peserta didik. Direktorat PLP Ditjen Dikdasmen
Depdiknas (2003) mengemukakan pelaksanaan penilaian
portofolio hendaknya memperlihatkan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1) Mutual Trust (saling mempercayai), artinya jangan ada
saling mencurigai antara guru dengan peserta didik maupun
antar peserta didik. Mereka harus sama-sama saling
percaya, saling membutuhkan, saling membantu, terbuka,
jujur, dan adil sehingga dapat membangun suasana
penilaian yang lebih kondusif. Guru juga hendaknya dapat
menciptakan suasana penilaian yang kondusif, wajar dan
alami sehingga hasil penilaian yang diperoleh betul-betul
menggambarkan kemampuan peserta didik yang
sesungguhnya.
132

2) Confidentiality (kerahasiaan bersama), artinya guru harus


menjaga kerahasiaan semua hasil pekerjaan peserta didik
dan dokumen yang ada, baik perorangan maupun
kelompok, tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada
siapa pun sebelum diadakan pameran. Hal ini dimaksudkan
agar peserta didik yang mempunyai kelemahan tidak
merasa dipermalukan. Menjaga kerahasiaan bersama ini
juga mempunyai arti lain, yaitu motivasi peserta didik untuk
memperbaiki hasil pekerjaannya dan meningkatkan
keprcayaan peserta didik kepada guru.
3) Joint ownership (milik bersama), artinya semua hasil
pekerjaan peserta didik dan dokumen yang ada harus
menjadi milik bersama antara guru dan peserta didik karena
itu harus dijaga bersama, baik penyimpanannya maupun
penempatannya. Berikan kemudahan kepada peserta didik
untuk melihat, menyimpan, dan mengambil kembali
portofolio mereka. Hal ini dimaksudkan juga untuk
menumbuhkan rasa tanggung jawab peserta didik.
4) Satisfaction (kepuasaan), artinya semua dokumen dalam
rangka pencapaian standar kompetensi, kompetensi dasar,
dan indikator harus dapat merumuskan semua pihak, baik
guru, orang tua maupun peserta didik, karena dokumen
tersebut merupakan bukti hasil karya terbaik peserta didik
sebagai hasil pembinaan guru.
133
5) Relevance (kesesuaian), artinya dokumen yang ada harus
sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar,
indikator yang diharapkan. Kesesuaian ini pada gilirannya
berkaitan dengan prisnip kepuasan.
Di samping prinsip-prinsip tersebut di atas, S. Surapranata dan
M. Hatta (2004) menambahkan tiga prinsip, yaitu “penciptaan
budaya mengajar, refleksi bersama, serta proses dan hasil”.
Penilaian Portofolio hanya dapat dilakukan jika
pembelajarannya pun menggunakan pendekatan portofolio.
Artinya, jika guru dalam pembelajaran hanya menuntut peserta
didik untuk menghafal pengetahuan atau fakta pada tingkat
rendah, maka penilaian portofolio tidak akan bermakna.
Penilaian portofolio akan efektif jika pembelajarannya menuntut
peserta didik untuk menunjukkan kemampuannya yang nyata
dan menggambarkan pengembangan aspek pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai pada taraf yang lebih tinggi.
Prinsip penilaian portofolio yang lain adalah memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan refleksi
bersama-sama. Peserta didik dapat merefleksikan tentang
proses berpikir mereka sendiri, kemampuan pemahaman
mereka sendiri, pemecahan masalah, dan pengambilan
keputusan. Tidak hanya itu, penilaian portofolio juga harus
134
diarahkan untuk menilai proses belajar peserta didik, seperti
catatan perilaku seharian, sikap dan motivasi belajar, antusias
tidaknya dalam mengikuti pelajaran, baik dalam kegiatan
belajar kelompok maupub individual. Bukan hanya proses
belajar, tetapi juga harus menilai hasil akhir suatu tugas yang
diberikan oleh guru.
4. Karakteristik Penilaian Portofolio
Sebagaimana telah penulis kemukakan bahwa
penilaian portofolio dilakukan sesuai dengan kegiatan
pembelajaran yang berbasis portofolio (portofolio-based
instruction). Kalau guru menggunakan model pembelajaran
tradisional, tentu guru akan kesulitan melakukan penilaian
portofolio, terutama dalam mengembangkan instrumen
penilaiannya. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran
portofolio tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga di luar
kelas. Implikasinya adalah bahwa hasil pekerjaan peserta didik
yang dinilai melalui penilaian portofolio adalah hasil pekerjaan
peserta didik yang dilakukan baik di kelas maupun di luar kelas
sesuai dengan tuntutan kompetensi dasarnya, tidak hanya
dalam dimensi proses, tetapi juga dimensi produk.
135
Di samping itu, melalui penilaian portofolio, peserta
didik dapat memantau perkembangan kemampuannya secara
mandiri, menunjukkan cara belajar yang berbeda antara
seorang peserta didik dengan peserta didik lainnya,
menunjukkan kualitas hasil pekerjaannya, menunjukkan
kelebihan yang mereka miliki, mengembangkan kemampuan
bersosialisasi, dan memotivasi dirinya untuk lebih giat
melakukan kegiatan belajar, memberikan peluang yang besar
bagi peserta didik untuk melakukan dialog dengan guru dan
orang tuanya secara intensif tentang kelebihan dan
kekurangannya.
Menurut Barton dan Collins dalam S. Surapranata dan M. Hatta
(2004) terdapat beberapa karakteristik esensial penilaian
portofolio, yaitu multisumber, autentik, dinamis, eskplisit,
integrasi, kepemilikan dan beragam tujuan
Multi sumber dimaksudkan bahwa pelaksanaan
penilaian portofolio harus dilakukan dari berbagai sumber,
seperti peserta didik, guru, orang tua, masyarakat dan
evidence lainnya, seperti gambar, lukisan, jurnal, audio, dan
video tape, baik secara tertulis maupun tindakan. Evidence
yang dimaksud haruslah autentik dan berhubungan dengan
program pembelajaran, kegiatan, standar kompetensi,
136
kompetensi dasar dan indikator yang hendak dicapai. Misalnya,
jika guru ingin mengetahui kemampuan peserta didik tentang
keterampilan komputer, maka guru harus menilai secara
langsung setiap peserta didik dalam menggunakan komputer,
bukan dengan cara memberi tes tertulis tentang pengetahuan
komputer. Begitu juga, ketika guru ingin mengetahui
kemampuan peserta didik dalam melaksanakan Senam
Kesegaran Jasmani, tentunya guru harus melihat secara
langsung bagaimana peserta didik menunjukkan atau
mempraktikkan gerakan-gerakan Senam Kesegaran Jasmani,
bukan memberikan tes tertulis tentang cara-cara melaksanakan
Senam Kesegaran Jasmani.
Di samping itu, penilaian portofolio menuntut adanya
pertumbuhan dan perkembangan dari setiap peserta didik.
Oleh sebab itu, sebaiknya setiap evidence dari waktu ke waktu
harus dikumpulkan dan didokumentasikan. Seandainya
evidence tersebut akan dipilih, maka pilihlah secara selektif.
Penilaian portofolio juga harus jelas, baik jenis, teknik prosedur
maupun kompetensi yang akan diukur. Kejelasan yang
dimaksud bukan hanya untuk guru, tetapi juga peserta didik.
Dalam pelaksanannya, antara kegiatan peserta didik di kelas
dengan kehidupan nyata haruslah terintegrasi. Artinya,
137
penilaian portofolio tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari
sehingga peserta didik tidak jauh dari apa yang mereka alami.
Peserta didik juga dapat dengan mudah mengaitkan antara
kemampuan yang diperolehnya dengan kenyataan sehari-hari.
Hal yang sangat penting dalam penilaian portofolio
adalah adanya rasa memiliki bagi setiap peserta didik terhadap
semua evidence yang dikumpulkan guru, sehingga peserta
didik dapat menjaga dengan baik semua evidence.
Pelaksanaan penilaian portofolio bukan hanya mengacu pada
kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, tetapi juga
tujuan-tujuan lain yang bermanfaat bagi program pembelajaran,
seperti keefektifan program, perkembangan peserta didik, dan
dapat dijadikan alat komunikasi peserta didik keberbagai pihak
yang berkepentingan.
C. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Portofolio
Setiap konsep atau model penilaian tentu ada kelebihan dan
kekurangannya. Begitu juga dengan penilaian portofolio, antara
lain sebagai berikut :
1) Dapat melihat pertumbuhan dan perkembangan kemampuan
peserta didik dari waktu ke waktu berdasarkan feed-back dan
refleksi diri.
138
2) Membantu guru melakukan penilaian secara adil, objketif,
transparan dan dapat dipertanggung jawabkan tanpa
mengurangi kreativitas peserta didik di kelas.
3) Mengajak peserta didik untuk belajar bertanggung jawab
terhadap apa yang telah mereka kerjakan, baik di kelas
maupun di luar kelas dalam rangka implementasi program
pembelajaran.
4) Meningkatkan peran serta peserta didik secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran dan penilaian.
5) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
meningkatkan kemampuan mereka.
6) Membantu guru mengklarifikasi dan mengidentifikasi program
pembelajaran.
7) Terlibatnya berbagai pihak, seperti orang tua, guru, komite
sekolah, dan masyarakat lainnya dalam pencapaian
kemampuan peserta didik.
8) Memungkinkan peserta didik melakukan penilaian diri (self-
assessment), refleksi dan mengembangkan kemampuan
berpikir kritis (critical thinking).
9) Memungkinkan guru melakukan penilaian secara fleksibel,
tetapi teap mengacu pada kompetensi dasar dan indikator
hasil belajar yang ditentukan.
139
10) Guru dan peserta didik sama-sama bertanggung jawab untuk
merancang dan menilai kemajuan belajar.
11) Dapat digunakan untuk menilai kelas yang heterogen antara
peserta didik yang pandai dan kurang pandai.
12) Memungkinkan guru memberikan hadiah terhadap setiap
usaha belajar peserta didik.
Adapun kekurangan penilaian portofolio, antara lain sebagai
berikut :
1) Membutuhkan waktu dan kerja ekstra keras.
2) Penilaian portofolio dianggap kurang reliabel dibandingkan
dengan bentuk penilaian yang lain.
3) Ada kecenderungan guru hanya memperhatikan pencapaian
akhir sehingga proses penilaian kurang mendapat perhatian.
4) Jika guru melaksanakan proses pembelajaran yang bersifat
teacher-oriented, kemungkinan besar inisiatif dan kreativitas
peserta didik akan terbelenggu sehingga penilaian portofolio
tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
5) Orang tua peserta didik sering berpikir skeptis karena laporan
hasil belajar anaknya tidak berbentuk angka.
6) Penilaian portofolio masih relatif baru sehingga banyak guru,
orang tua dan peserta didik yang belum mengetahui dan
memahaminya.
140
7) Tidak tersedianya kriteria penilaian yang jelas.
8) Analisis terhadap penilaian portofolio agak sulit dilakukan
sebagai akibat dikuranginya penggunaan angka.
9) Sulit dilakukan terutama menghadapi ujian dalam skala
nasional.
10) Dapat menjebak peserta didik jika terlalu sering
menggunakan format yang lengkap dan detail.

D. Jenis Penilaian Portofolio


Jenis penilaian portofolio akan memberikan pemahaman
tentang perlunya penggunaan penilaian portofolio secara
bervariasi sesuai dengan jenis kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik. Artinya, hasil belajar peserta didik tidak dapat diukur
hanya dengan satu jenis penilaian saja melainkan harus
menggunakan berbagai jenis penilaian. Di samping itu, setiap jenis
portofolio mempunyai instrumen yang berbeda. Dengan demikian,
guru harus memiliki kecakapan khusus bagaimana
mengembangkan berbagai instrumen dalam setiap jenis penilaian
portofolio.
Apabila dilihat dari jumlah peserta didik, maka penilaian
portofolio dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu portofolio
perseorangan dan portofolio kelompok. Jika dilihat dari sistem,
portofolio dapat dibagi dua jenis yaitu portofolio proses dan
portofolio produk.
141

Portofolio perseorangan merupakan kumpulan hasil kerja


peserta didik secara perseorangan, portofolio kelompok
merupakan kumpulan hasil karya sekelompok peserta didik atau
kelas tertentu.

a. Portofolio Proses
Jenis portofolio proses menunjukkan tahapan belajar
dan menyajikan catatan perkembangan peserta didik dari
waktu ke waktu. Portofolio proses menunjukkan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai standar kompetensi,
kompetensi dasar dan sekumpulan indikator yang telah
142

ditetapkan dalam kurikulum, serta menunjukkan semua hasil


dari awal sampai dengan akhir selama kurung waktu tertentu.
Tujuan menggunakan portofolio proses adalah untuk
membantu peserta didik mengidentifikasi tujuan
pembelajaran, perkembangan hasil belajar dari waktu ke
waktu, dan menunjukkan pencapaian hasil belajar.
Pendekatan ini lebih menekankan pada bagaimana peserta
didik belajar, berkreasi, termasuk mulai dari draft awal,
bagaimana proses awal itu terjadi, dan tentunya sepanjang
peserta didik dinilai.
Dalam portofolio proses, guru dapat menyajikan
berbagai macam tugas yang setara atau yang berbeda
kepada peserta didik. Dengan kata lain, peserta didik boleh
memilih tuga-tugas yang dianggapnya cocok untuk mereka.
Guru juga dapat memutuskan apa yang harus dikerjakan
peserta didik atau peserta didik diajak bekerja sama dengan
peserta didik lain dalam mengerjakan tugas tertentu.
Biasanya, portofolio proses digunakan untuk melihat proses
pembuatan suatu karya atau suatu pekerajaan yang
menuntut adanya proses diskusi antara peserta didik dengan
guru atau sesama peserta didik. Berdasarkan proses
kegiatan tersebut, guru dapat membantu peserta didik untuk
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya.
143

Salah satu bentuk portofolio proses adalah portofolio


kerja (working portofolio), yaitu bentuk yang digunakan untuk
memilih koleksi evidence peserta didik, memantau kemajuan
atau perkembangan, dan menilai peserta didik dalam
mengelola kegiatan belajar mereka sendiri. Peserta didik
mengumpulkan semua hasil kerja termasuk coretan-coretan
(sketsa), buram, catatan, kumpulan untuk rangsangan, buram
setengah jadi, dan pekerjaan yang sudah selesai. Portofolio
kerja bermanfaat bagi peserta didik terutama untuk
memberikan informasi tentang bagaimana
mengorganisasikan dan mengelola kerja, merefleksi dari
pencapaiannya, memantau perkembangan, dan menetapkan
tujuan dan arahan.
Informasi ini dapat digunakan untuk diskusi antara
peserta didik dengan guru. Melalui portofolio kerja ini, guru
dapat membantu peserta didik mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan masing-masing. Untuk itu, kerja sama yang efektif
antara guru dengan peserta didik sangat diperlukan. Di
samping itu, informasi ini dapat digunakan juga oleh guru
untuk memperbaiki cara belajar peserta didik. Namun,
keberhasilan portofolio kerja sangat bergantung pada
kemampuan peserta didik untuk merefleksikan dan
mendokumentasikan kemajuan proses pembelajaran.
144
Dalam portofolio kerja ini yang dinilai adalah cara kerja
(pengorganisasian) dan hasil kerja. Adapun kriterianya antara
lain sebagai berikut :
1) Adakah pembagian kerja di antara anggota kelompok ?
2) Apakah masing-masing anggota telah bekerja sesuai
dengan tugasnya ?
3) Berapa besar kontribusi kerja kelompok terhadap hasil
yang dicapai kelompok ?
4) Adakah bukti tanggung jawab bersama ?
5) Apakah kelengkapan data yang diperoleh telah sesuai
dengan tugas anggota kelompok masing-masing ?
6) Apakah informasi yang diperoleh akurat ?
7) Apakah portofolio telah disusun dengan baik ?

b. Portofolio Produk
Jenis penilaian portofolio ini hanya menekankan pada
penguasaan (masteri) dari tugas yang dituntut dalam standar
kompetensi, kompetensi dasar dan sekumpulan indikator
pencapaian hasil belajar, serta hanya menunjukkan evidence
yang paling baik, tanpa memperhatikan bagaimana dan
kapan evidence tersebut diperoleh. Tujuan portofolio produk
adalah untuk mendokumentasikan dan merefleksikan kualitas
145
prestasi yang telah dicapai. Contoh portofolio produk adalah
portofolio tampilan (show portofolio) dan portofolio
dokumentasi (documentary portofolio).
1. Portofolio Tampilan
Portofolio bentuk ini merupakan sekumpulan hasil karya
peserta didik atau dokumen terseleksi yang dipersiapkan
untuk ditampilkan kepada umum. Misalnya,
mempertanggungjawabkan suatu proyek,
menyelenggarakan pameran, atau mempertahankan suatu
konsep. Portofolio ini sangat bermanfaat jika guru ingin
mengetahui kemampuan peserta didik yang
sesungguhnya dan hingga mana ketepatan isi portofolio
mengacu pada kompetensi yang telah ditetapkan. Bentuk
ini biasanya digunakan untuk tujuan pertanggung jawaban
(accountability). Syarat pokok yang harus dipenuhi oleh
peserta didik dalam portofolio tampilan adalah keaslian
evidence. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh peserta didik dan guru. Pertama, peserta
didik harus menandatangani lembar pernyataan keaslian.
Kedua, peserta didik memberikan penghargaan kepada
semua sumber yang telah membantu, termasuk
identitasnya serta bentuk bantuan yang diberikan. Ketiga,
146
guru harus melihat perencanaan, draft pekerjaan peserta
didik, dan catatan selama proses berlnagsung. Keempat,
guru harus betul-betul mengamati bagaimana peserta
didik menampilkan hasil pekerjaan mereka.
Aspek yang dinilai dalam bentuk portofolio tampilan
adalah sebagai berikut :
a. Signifikansi materi, yaitu apakah materi yang dipilih
benar-benar merupakan materi yang penting dan
bermakna untuk diketahui dan dipecahkan ? atau
seberapa besar tingkat kebermaknaan informasi yang
dipilih berkaitan dengan topik yang dibahasnya ?
apakah materi yang dipilih sesuai dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator
pencapaian hasil belajar ?
b. Pemahaman, yaitu seberapa baik tingkat pemahaman
peserta didik terhadap hakikat dan lingkup masalah,
kebijakan atau langkah-langkah yang telah
dirumuskan.
c. Argumentasi, yaitu apakah peserta didik dalam
mempertahankan argumentasinya sudah cukup
memadai, sistematis dan relevan?
147
d. Responsifness (kemampuan memberikan respon),
yaitu seberapa besar tingkat kesesuaian antara
respons yang diberikan dengan pertanyaan? Dalam
memberikan respons, adakah bukti-bukti fisik yang
ditunjukkan?
e. Kerja sama kelompok, yaitu apakah anggota kelompok
turut berpartisipasi secara aktif dalam penyajian?
Adakah bukti-bukti yang menunjukkan tanggung jawab
anggota dalam kelompok? Apakah para penyaji
menghargai pendapat orang lain? Adakah kekompakan
kerja di antara para anggota kelompok?
Contoh :

LEMBAR PENILAIAN PENAMPILAN

Judul Penampilan :
Kelas / kelompok :
Petunjuk Penilaian :
1. Setiap kriteria diberi skor dalam skala 5 ( 1 – 5 )
2. Skor 1 = rendah; 2 = cukup; 3 = rata-rata; 4 = baik; 5 = istimewa

No Kriteria Penilaian Nilai Catatan


01 Signifikansi :
1. Seberapa besar tingkat kesesuaian atau
kebermaknaan informasi yang diberikan
dengan topik yang dibahas?
148
02 Pemahaman :
2. Seberapa baik tingkat pemahaman
peserta didik terhadap hakikat dan ruang
lingkup masalah yang disajikan?
03 Argumentasi :
3. Seberapa baik alasan yang diberikan
peserta didik terkait dengan
permasalahan yang dibicarakan?
04 Responsifness :
4. Seberapa besar kesesuaian jawaban
yang diberikan peserta didik dengan
pertanyaan yang muncul?
05 Kerja sama kelompok :
5. Seberapa besar anggota kelompok
berpartisipasi dalam penyajian?
6. Bagaimana setiap anggota merasa
bertanggung jawab atas permasalahan
kelompok?
7. Bagaiamana para penyaji menghargai
pendapat orang lain?

Penilai,

.........................................
149
2. Portofolio Dokumen
Portofolio dokumen menyediakan informasi baik proses
maupun produk yang dihasilkan oleh peserta didik.
Portofolio ini digunakan untuk memilih koleksi evidence
peserta didik yang sesuai dengan kompetensi dan akan
dijadikan dasar penilaian. Evidence peserta didik yang
telah digunakan dalam portofolio dokumentasi dapat
berasal dari catatan guru atau kombinasi antara catatan
guru dengan kegiatan peserta didik. Model portofolio ini
bermanfaat bagi peserta didik dan orang tua untuk
mengetahui kemajuan hasil belajar, kelebihan dan
kekurangan peserta didik dalam belajar secara
perseorangan. Berdasarkan dokumen ini, baik peserta
didik, orang tua maupun guru dapat melihat :
1) Proses apa yang telah diikuti?
2) Kerja apa yang telah dilakukan?
3) Dokumen apa yang telah dihasilkan?
4) Apakah hal-hal pokok telah terdokumentasikan?
5) Apakah dokumen disusun berdasarkan sumber-
sumber data masing-masing?
6) Apakah dokumen berkaitan dengan apa yang akan
disajikan?
150
7) Standar kompetensi mana yang telah dikuasai
sampai pada pekerjaan terakhir?
Indikator untuk penilaian dokumen itu, antara lain :
kelengkapan, kejelasan, akurasi informasi yang didapat,
dukungan data, kebermaknaan data grafis, dan
kualifikasi dokumen. Untuk menilai suatu dokumen dapat
dibuatkan model format penilaiannya.

Contoh :
LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN
Judul Penampilan :
Kelas / kelompok :
Petunjuk Penilaian :
1. Setiap kriteria diberi skor dalam skala 5 ( 1 – 5 )
2. Skor 1 = rendah; 2 = cukup; 3 = rata-rata; 4 = baik; 5 = istimewa

No Kriteria Penilaian Nilai Catatan


01 Kelengkapan :
1. Apakah dokumen lengkap untuk
menjawab suatu permasalahan?
02 Kejelasan :
2. Tersusun dengan baik
3. Tertulis dengan baik
4. Mudah dipahami
03 Informasi
5. Akurat
6. Memadai
7. Penting
151
04 Dukungan :
8. Memuat contoh untuk hal-hal yang
utama.
9. Memuat alasan yang baik
05 Data grafis :
10. Berkaitan dengan isi setiap bagian
11. Diberi judul yang tepat
12. Memberikan informasi
13. Meningkatkan pemahaman
06 Bagian Dokumentasi ;
14. Cukup memadai
15. Dapat dipercaya
16. Berkaitan dengan hal-hal yang
dijelaskan
17. Terpilih (terseleksi)
Jumlah skor
Kualifikasi penilaian

Penilai

........................................
152

BAB VII
PENGOLAHAN HASIL PENILAIAN

A. PENGOLAHAN HASIL TES


Pengolahan Data Hasil Penelitian
• Pengolahan data dimaksudkan untuk :
a. amenentukan posisi dan prestasi atau nilai siswa
dibandingkan kelompoknya
b. menentukan batas kelulusan berdasarkan kriteria yang
ditentukan.
1. Batas kelulusan
Penilaian yang digunakan :
 Penilaian acuan normal (PAN) yakni batas lulus aktual
dan ideal,
 Penilaian acuan patokan, yakni batas lulus purposif
2. Batas Lulus Aktual
Skor yang dinyatakan lulus
(X + 0,25 SD) di mana X = nilai rata-rata kelas SD adalah
simpangan baku atau deviasi standar.
153
Contoh :
• Misalkan kelas II SMA di beri tes bahasa Indonesia
dengan menggunakan bentuk pilihan ganda sebanyak
60 pertanyaan. Setiap pertanyaan yang di jawab benar
diberi skor 1 sehingga skor maksimum yang mungkin
dicapai siswa sebanyak 60, kemudian dihitung nilai rata-
ratanya, misalnya 25 dan simpangan bakunya 8. jadi,
skor yang dinyatakan lulus adalah 25 + 0,25 (8) = 27
Skor diatas 27 dinyatakan lulus, sedangkan di bawah 27
dinyatakan gagal atau tidak lulus.
3. Batas Lulus Ideal
• Nilai rata-rata ideal adalah setengah dari skor
maksimum. Simpangan baku ideal adalah 1/3 dari nilai
rata-rata ideal.
• Seperti contoh pada btas lulus aktual skor maksimum
adalah 60. rata-rata ideal 30,simpangan bakunya 10.
Batas lulusnya adalah 30+0,25 (10)= 32,50.

Batas lulus purpose


Batas lulus mengacu pada penilaian acuan patokan hanya
ditentukan kriterianya, misalnya 75%.
154
Kecenderungan memusat dan keragaman
Ada tiga ukuran kecenderungan memusat yang paling
banyak digunakan yakni, modus, median, dan mean (nilai
rata-rata).
Modus adalah skor yang paling banyak frekuensinya
contoh : Skor hasil tes matematika dari 7 orang siswa
adalah sebagai berikut :
6 7 7 6 7 8 7
Jadi, modusnya yakni 7
Median adalah titik tengah dari data yang telah diurutkan
sehingga membatasi setengahnya berada dibawahnya
setengah lagi berada di atasnya.
6 6 7 7 77 7 8
jadi, mediannya adalah 7
Mean atau rata-rata diperoleh dengan menjumlahkan
seluruh skor dibagi dengan banyaknya subjek.
X = £X X = rata-rata (mean)
N £X = jumlah seluruh skor
N = banyaknya subjek
6 7 7 6 7 8 7 = 48
jumlah seluruh skor adalah 48
banyak subjek adalah 7
155
rata-ratanya (mean) adalah 48 = 6,85
7
Contoh :
Di bawah ini adalah data hasil tes bahasa Indonesia dari 30
orang siswa.
20 26 30 35 40 45
28 32 33 39 34 39
37 38 44 36 42 40
44 43 41 44 49 48
46 47 54 50 57 62
Langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :
a) Tentukan kelas interval, biasanya dengan menggunakan
bilangan ganjil. Misalnya kita pakai kelas interval 5.
b) Buatlah tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan
kelas interval 5 mulai dari kelompok skor rendah sampai
kelompok skor tinggi.
c) Hitunglah frekuensi skor pada setiap kelompok dengan
cara membuat turun (tally).
156
Dari data di atas dapat dibuat tabel distribusi seperti
pada Tabel 1.
Kelompok
skor Turus Frekuensi
Interval = 5
20 – 24 / 1
25 – 29 // 2
30 – 34 //// 4
35 – 39 //// / 6
40 – 44 //// /// 8
45 – 49 //// 5
50 – 54 // 2
55 – 54 / 1
60 – 64 / 1

Rumus untuk mencari nilai rata-rata dari data yang


dikelompokkan antara lain adalah :

Contoh : kita gunakan data skor pada tabel 1.


Tabel 2 : Distribusi skor
Kelompok Skor f Titik Tengah f fX
i=5 (X)
20 – 24 22 1 22
25 – 29 27 2 54
30 – 34 32 4 128
35 – 39 37 6 222
40 – 44 42 8 336
45 – 49 47 5 235
50 – 54 52 2 104
55 – 59 57 1 57
60 – 64 62 1 62
30 =1220
157

TITIK TENGAH ADALAH JUMLAH SKOR BAWAH DENGAN


SKOR ATAS DIBAGI DUA.
DALAM CONTOH ADALAH

Dengan rumus di atas dapat dihitung nilai rata-ratanya sebagai


berikut :

Tabel 3 : Distribusi skor


Kelompok skor F Deviasi Fd
i=5
20 – 24 1 -4 -4
5 – 29 2 -3 -6
30 – 34 4 -2 -8
35 – 39 6 -1 -6
40 – 44 8 0 0
45 – 49 5 1 5
50 – 54 2 2 4
55 – 59 1 3 3
60 – 64 1 4 4
= 30 = -8
Keterangan:
f = frekuensi
d = deviasi (penyimpangan skor dari rata-rata)
158
Rumus mencari rata-rata adalah :

Tabel 4 : Distribusi skor

Kelompok skor F cf
20 – 24 1 30
25 – 29 2 29
30 – 34 4 27
35 – 39 6 23
40 – 44 8 17
45 – 49 5 9
50 – 54 2 4
55 – 59 1 2
60 – 64 1 1
Keterangan :
cf adalah frekuensi kumulatif, diperoleh dengan
menjumlahkan frekuensi dari bawah ke atas
159
1+1=2
2+2=4
4 + 5 =9 dst
Kelas Median ada pada kelompok skor 40-44 sebab setengah
dari n, yakni ni ½ (30) = 15, ada pada cf 17. L1 dihitung dari
batas bawah kelompok skor 40-44, yakni 39,5. Interval adalah
5. Frekuensi median adalah 8 (∑f1) adalah 9.

Cara menghitung simpanan baku untuk data yang tidak di


kelompokkan menggunakan rumus sebagai berikut :

Xi X‾ (Xi-X‾)2
7 7–7=0 0
8 8–7=1 1
9 9–7=2 4
6 6 – 7 = -1 1
5 5 – 7 = -2 4
∑ = 35 ∑ = 10
160

S2 = ∑( Xi - X‾ )2
n-1
= 10/5-1 = 10/4 = 2,5
S = √2,5 = 1,58

Untuk data yang dikelompokkan digunakan rumus sbb:

Tabel 5 : Distributor skor


Kel. Skor F D fd fd2
i=5 (dxfd)
20 – 24 1 -4 -4 16
25 – 29 2 -3 -6 18
30 – 34 4 -2 -8 16
35 – 39 6 -1 -6 6
40 – 44 8 0 0 0
45 – 49 5 1 5 5
50 – 54 2 2 4 8
55 – 59 1 3 3 9
60 – 64 1 4 4 16
= 30 = -8 = 94

= 8,75
Skor baku (skor z dan skor T)
161
Skor z dapat dihitung dengan membagi selisih skor dan nilai
rata-ratanya dengan simpangan bakunya.
z=X–X
S
Contoh :
Martina memperoleh skor 75 dari skor maksimum 100.
Rata-rata kelas atau mean adalah 60 dan simpangan
bakunya 10.
Skor z Martina adalah 75 – 60 = 1,5
10
Martina memperoleh skor matematika 6,5 dalam standar 0-
10 Rata-rata kelas adalah 6. simpangan bakunya adalah
0,8.

Lanjutan ……
Sedangkan skor bahasa Indonesia sebesar 80 dari
rentangan 0-100. rata-rata kelas untuk bahasa Indonesia
adalah 75 dengan simpangan baku 10.
Pertanyaannya : Dalam pelajaran manakah Martina lebih
unggul ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita gunakan skor z.
162
Skor z untuk Matematika adalah 6,5 – 6 = 0,625
0,8
Skor z untuk bahasa Indonesia 80 – 75 = 0,50
10
Lanjutan ……
Skor T diperoleh dengan mengalihkan skor z kepada
bilangan 10, kemudian ditambah dengan bilangan 50
sehingga diperoleh skor dalam rentang 0-100.
Contoh di atas adalah mengenai skor z Martina dalam
Matematika dan bahasa Inggris jika digunakan skor T, skor
Martina menjadi :
Skor T Matematika adalah (0,625 x 10) + 50 = 56,25
Skor T Bahasa Inggris adalah (0,5x10) + 50 = 55

B. Konversi nilai
 Standar yang sering digunakan dalam menilai hasil
belajar dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori
yakni :
a. standar seratus (0-100)
b. standar sepuluh (0-10)
c. standar empat (1-4) atau dalam huruf (A-B-C-D)
163
 Dalam konversi nilai digunakan 2 cara, yakni :
a. menggunakan rata-rata dan simpangan baku
b. tidak menggunakan rata-rata dan simpangan baku
c. Konversi tanpa menggunakan nilai rata-rata dan
simpangan baku.
Tabel : Kriteria nilai konversi
Persentase jawaban Nilai konversi
(%) Huruf Standar 10 Standar 4
(90 – 99) A 9 4
(80 – 89) B 8 3
(70 – 79) C 7 2
(60 – 69) D 6 1

Kurang dari 60 (gagal) gagal gagal


Nilai 10 bila mencapai 100%

Contoh Penggunaannya:
Misalkan kepada siswa diberikan tes IPS dalam bentuk tes
objektif pilihan berganda sebanyak 60 soal. Jawaban yang
benar diberi skor satu sehingga skor maksimal yang dicapai
siswa adalah 60. berdasarkan kriteria di atas, konversi nilai
dalam standar huruf, standar sepuluh, dan standar empat
adalah sebagai berikut :
164

Persentase Nilai konversi


jawaban (%) St. Huruf Standar 10 Standar 4
54 – 59 /60 A 9/10 4
48 – 53 B 8 3
42 – 47 C 7 2
36 – 41 D 6 1
Kurang dari 60 G (gagal) gagal gagal
Nilai 10 bila mencapai 100%

Konvensi nilai dengan menggunakan nilai rata-rata dan


simpangan baku
Kriteria yang digunakan untuk melakukan konversi skor
mentah ke dalam standar 10 adalah sebagai berikut :
M + 2,25 S = 10
M + 1,75 S = 9
M + 1,25 S = 8
M + 0,75 S = 7
M + 0,25 S = 6 M = nilai rata-rata
M - 0,25 S = 5 S = simpangan baku (deviansi standar
M - 0,75 S = 4
M - 1,25 S = 3
M - 1,75 S = 2
M - 2,25 S = 1
165

Contoh:
Tes diberikan kepada siswa dalam bentuk tes objektif
sebanyak 90 soal. Setiap soal yang dijawab benar diberi
skor satu sehingga skor maksimum yang dapat dicapai
siswa adalah 90. Setelah diperiksa, ternyata skor yang
paling tinggi mencapai 50 dan skor terendah 30. Nilai rata-
rata (setelah dihitung) adalah 40 dan simpangan bakunya
4,0.
Dengan menggunakan rumus atau kriteria di atas diperoleh
nilai dalam standar sepuluh sebagai berikut:
166
Skor mentah Standar 10
40 + (2,25) (4,0) = 49 10
40 + (1,75) (4,0) = 47 9
40 + (1,25) (4,0) = 45 8
40 + (0,75) (4,0) = 43 7
40 + (0,25) (4,0) = 41 6 (batas lulusnya)
40 - (0,25) (4,0) = 39 5
40 - (0,75) (4,0) = 37 4
40 - (1,25) (4,0) = 35 3
40 - (1,75) (4,0) = 33 2
40 - (2,25) (4,0) = 31 1

 Skor minimum yang mungkin dicapai adalah 90


 Nilai rata-rata idealnya adalah setengah dari 90 = 45
 Simpangan bakunya adalah sepertiga dari 45 = 15
Dengan menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku
ideal tersebut, skor mentah yang ditransformasikan ke
dalam standar sepuluh menjadi sebagai berikut:
167
Skor mentah Standar 10
45 + (2,25) (15) = 78,75 10
45 + (1,75) (15) = 68,75 9
45 + (1,25) (15) = 63,75 8
45 + (0,75) (15) = 53,75 7
45 + (0,25) (15) = 48,75 6
45 - (0,25) (15) = 41,25 5
45 - (0,75) (15) = 36,25 4
45 - (1,25) (15) = 26,25 3
45 - (1,75) (15) = 21,25 2
45 - (2,25) (15) = 11,25 1

Lanjutan . . . . .
Konversi lainnya adalah konversi skor mentah ke dalam
standar huruf (A-B-C-D) dan standar empat (4-3-2-1).
Dalam standar ini huruf A setara dengan 4, artinya
istimewa; huruf B setara dengan 3 artinya memuaskan;
huruf C setara dengan 2, artinya cukup; huruf D setara
dengan 1, artinya kurang.
Ukuran atau kriterianya adalah sebagai berikut:
168

Nilai Batas Bawah Batas Atas


DM - 1,5 S M - 0,5 S (Bb.C)
C M - 0,5 SM + 0,5 S
B Ba C M + 1,5 S
A Ba B M + 3,0 S
Contoh:
Apabila berdasarkan perhitungan diperoleh nilai rata-rata
(M) = 40 dan simpangan baku (S) 103 maka konversi
nilainya menjadi sbb:
Skor Nilai Keterangan:
25 – 35 D (1) Batas bawah D = 40-1,5 (10)
36 – 45 C (2) = 25
46 – 55 B (3) Batas Atas D = 40-0,5 (10)
56 – 70 A (4) = 35
Contoh penggunaan:
Tes objektif bentuk pilihan ganda bidang studi IPA diberikan
kepada 20 orang siswa SMA kelas III. Jumlah soal
sebanyak 45 pertanyaan. Setiap jawaban yang benar diberi
skor 2 sehingga skor maksimal yang dapat dicapai siswa
adalah 90. Setelah diperiksa, hasilnya adalah sebagai
berikut:
69 59 49 52 60 37 45
55 68 41 48 51 56 30
43 53 62 40 46 51
169
Pertanyaan:
1. Dengan menggunakan batas lulus aktual, tentukan batas
lulusnya dan lakukan konversi nilainya ke dalam standar 10,
standar huruf, dan standar 4.
2. Tentukan pula bila menggunakan batas lulus ideal.
Pertanyaan 1
Tabel : Distribusi skor
Skor dengan Frekuensi Deviasi fd fd2
interval 5 (f) (d)
65 – 69 2 1 2 2
60 – 64 2 2 4 8
55 – 59 3 3 6 18
50 – 54 4 0 0 0
45 – 49 5 -1 -3 3
40 – 44 3 -2 -6 12
35 – 39 2 -3 -6 18
30 – 34 1 -4 -4 16
i =5 N = 20 ∑ = ∑ =
N = 20 -7 67
∑fd = -7
∑fd2 = 67
z =5
170

Lanjutan . . . .

Dari perhitungan di atas ditemukan:


 Nilai rata-rata atau M adalah 50,25 dibulatkan menjadi 50
 Simpangan baku atau S 8,98 dibulatkan menjadi 9,0

a. Konversi Nilai dengan Persen (secara sederhana)


Tanpa menghitung nilai rata=rata dan simpangan baku, skor
dapat ditransformasika ke dalam standar 10 dan standar
huruf sebagai berikut:
171
Persentase Skor Standar Standar Standar
(%) dicapai 10 huruf 4
maksimum
69
90-99 63-69 9 A 4
80-89 56-62 8 B 3
70-79 49-55 7 C 2
60-69 42-48 6 D 1
Kurang dari 60% Kurang dari Gagal Gagal Gagal
42 Nilai 10 Tidak ada
(di atas
69)

b. Konversi nilai ke dalam standar 10 dengan


menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku: M =
50 dan S = 9
Skor mentah Standar 10
50 + (2,25) (9) = 70,25 (70) 10
50 + (1,75) (9) = 65,75 (66) 9
50 + (1,25) (9) = 51,25 (61) 8
50 + (0,75) (9) = 56,75 (57) 7
50 + (0,25) (9) = 52,25 (52) 6
50 - (0,25) (9) = 47,75 (48) 5
50 - (0,75) (9) = 43,25 (43) 4
50 - (1,25) (9) = 38,75 (39) 3
50 - (1,75) (9) = 34,25 (34) 2
50 - (2,25) (9) = 30,75 (31) 1
Lanjutan . . . .
172
Dengan demikian perolehan nilai dari 20 orang siswa adalah sbb:
69 = 9 49 = 5 yang dinyatakan lulus dari
68 = 9 48 = 5 nilai 6 ke atas ada 8 orang
62 = 8 46 = 5
60 = 7 45 = 5
56 = 6 43 = 4
55 = 6 41 = 4
53 = 6 40 = 4
52 = 6 39 = 3
51 = 5 37 = 3
50 = 5 30 = 1

C. Konversi nilai ke dalam standar huruf dan standar 4


dengan nilai rata-rata 50 dan simpangan aku 9.
Skor mentah Kelompok Standar huruf Standar 4
(batas skor
bawah)
50 – 1,5 (9) 36,5 – 45,0 D 1
50 – 0,5 (9) 45,5 – 54,0 C 2
50 + 0,5 (9) 54,5 – 63,0 B 3
50 + 1,5 (9) 63,5 – 77,0 ke A 4
atas
173
69 = A (4) 49 = C (2)
68 = A (4) 48 = C (2)
62 = B (3) 46 = C (2)
60 = B (3) 45 = D (1)
56 = B (3) 43 = D (1)
55 = B (3) 41 = D (1)
53 = C (2) 40 = D (1)
52 = C (2) 39 = D (1)
51 = C (2) 37 = D (1)
50 = C (2) 30 = G (gagal)

Pertanyaan 2:
a. Konversi dengan menggunakan persen
Tabel : Kriteria konversi nilai
Skor Kelompok skor Standar Standar Standar
presentase dari maksimum 10 huruf 4
(%) Skor = 90
90 – 99 81 – 89 9 A 4
80 – 89 72 – 80 8 B 3
70 – 79 63 – 71 7 C 2
60 – 69 54 – 62 6 D 1
Kurang dari Kurang dari 54 Gagal Gagal Gagal
60%
Nilai 10 diberikan pada skor 90
(betul semua)
174
Dari kriteria di atas, nilai yang dinyatakan lulus adalah
siswa yang mendapat skor di atas 54, yakni ada enam orang
b. Konversi nilai ke dalam standar 10
Berdasarkan batas lulus ideal, nilai rata-rata idealnya
adalah setengah dari skor maksimum, yakni ½ (90) = 45.
Simpangan baku (S) ideal adalah sepertiga dari rata-rata
ideal, yakni 1/3 (45) = 15. Dengan demikian maka nilai dalam
standar 10 menjadi sbb:
Skor mentah Standar 10
45 + (2,25) (15) = 78,75 (79)
dibulatkan 10
45 + (1,75) (15) = 71,25 (71) 9
45 + (1,25) (15) = 63,75 (64) 8
45 + (0,75) (15) = 56,25 (56) 7
45 + (0,25) (15) = 48,75 (49) 6
45 - (0,25) (15) = 41,25 (41) 5
45 - (0,75) (15) = 33,75 (34) 4
45 - (1,25) (15) = 26,25 (26) 3
45 - (1,75) (15) = 18,75 (18) 2
45 - (2,25) (15) = 11,25 (11) 1
175
c. Konversi nilai ke dalam standar huruf dan standar 4
Batas bawah Kategori skor Standar Standar 4
huruf
45 – 1,5 (15) = 22,5 22,5 – 37,0 D 1
45 – 0,5 (15) = 37,5 37,5 – 52,0 C 2
45 + 0,5 (15) = 52,5 52,5 – 67,0 B 3
45 + 1,5 (15) = 67,5 67,5 – 90,0 A 4

Dari kriteria di atas maka nilai dari 20 orang siswa adalah sbb:
69 = A (4) 49 = C (2)
68 = A (4) 48 = C (2)
62 = B (3) 46 = C (2)
60 = B (3) 45 = C (2)
56 = B (3) 43 = C (2)
55 = B (3) 41 = C (2)
53 = B (3) 40 = C (2)
52 = C (2) 39 = C (2)
51 = C (2) 37 = D (1)
50 = C (2) 30 = D (1)
176
B. Pengolahan data hasil nontes
a. Pengolahan data hasil wawancara dan kuesioner
Masalah yang diungkapkan F % Peringkat
jawaban
1. Kemampuan mengajar 4 10 3
1.1 Kemampuan mengajar
12 30 2
a. Menguasai bahan
b. Mampu menjelaskan bahan 24 60 1
c. Menguasai bahan dan mampu
10 25 2
menjelaskannya
1.2 Prosedur mengajarkan bahan 6 15 3
pelajaran
4 60 1
a. Dimulai dari yang umum
b. Dimulai dari yang khusus
c. Harus sistematis

Cara lain dalam mengolah data di atas ialah dengan


menggunakan khi kuadrat (x2) rumus yang digunakan :

Contoh:
Kita ambil jawaban nomor 1 dari Tabel 1
Jawaban fo fe
a. Menguasai bahan 4 13,3 6,50
b. Mampu menjelaskan 12 13,3 0,13
c. Menguasai bahan dan 24 13,3 8,61
dapat menjelaskannya
x2 = 15,24
177
Keterangan:
- fe = 13,3 diperoleh dari 40/3 = 13,3
- Harga x2 = 15,24 kemudian dibandingkan dengan harga
tabel untuk tingkat kepercayaan 0,05 (misalnya) dengan
derajat bebas 3 – 1 (banyak alternatif jawaban = 3).
- Harga x2 dalam tabel = 5,99
Dengan demikian x2 = 15,24 > 5,99, sehingga perbedaan itu
cukup berarti.
Tabel : Frekuensi jawaban siswa mengenai hubungan guru-siswa
Masalah yang diungkapkan f % R
Hubungan guru-siswa 4 10 3
1. Sifat hubungan
10 25 2
a. Menjaga jarak
b. Tidak menjaga jarak 26 65 1
c. Hubungan orang tua-anak
8 20 3
2. Upaya membina hubungan
a. Memahami siswa 12 30 2
b. Turut serta dalam kegiatan siswa
20 50 1
c. Bergaul dengan siswa

Dari data di atas, data diolah dengan cara mencari


persentase jawaban yang paling banyak atau modus
jawaban siswa. Persentase dihitung dengan rumus :
178
Misalnya jawaban kuesioner dalam contoh dilihat
berdasarkan jenis kelamin (laki-laki/perempuan). Datanya
adalah sebaga berikut:
Jawaban Laki-laki Perempuan Jumlah
a. Menguasai bahan 3 1 4
b. Mampu menjelaskan 8 4 12
c. Menguasai bahan dan 16 8 24
mampu menjelaskannya
Jumlah 27 13 40

Pertanyaan yang diajukan:


1. Adakah perbedaan yang berarti antara frekuensi nyata
(hasil pengamatan/fo) dengan frekuensi yang
diharapkan (fe)?
2. Adakah hubungan antara jenis kelamin dengan jawaban
siswa mengenai kemampuan guru yang diharapkannya?
Jawaban pertanyaan tersebut dihitung seperti contoh
sebelumnya, yakni :

Cara menghitungnya adalah sbb:


179

D. Pengolahan Data Hasil Observasi


Pengolahan data hasil observasi sangat bergantung pada
pedoman observasinya, terutama dalam mencatat hasil
observasi.
Namun, ada pula obsercasi yang hasil pengamatannya diberi
nilai atau disediakan skala nilai, misalnya dengan huruf A, B, C,
dan D atau dengan angka 4, 3, 2, dan 1 yang tersebut bermakna
sebagai skala nilai.
Contoh:
180
OBSERVASI KEMAMPUAN GURU DALAM MENGAJAR
Nama Guru : ……………………….
Pendidikan : …………………..
Aspek yang diamati Nilai pengamatan
4 3 2 1
1. Penguasaan bahan v
2. Kemauan menjelaskan bahan v
3. Hubungan dengan siswa
4. Penguasaan kelas v
5. Keaktifan belajar siswa v
v

Pengamat,

……………………
Lanjutan . . . .
Dari contoh di atas, skor hasil observasi adalah
3 + 4 + 3 + 4 + 3 = 17
Nilai rata-rata untuk kelima aspek tersebut, adalah 17/5 =
3,4. Skor ini cukup tinggi sebab maksimum rata-rata atau
skor maksimum untuk setiap aspek adalah 4 atau 20
untuk semua aspek (5 x 4).
Skor ini bisa juga dikonversikan ke dalam bentuk standar
100 atau standar 10.
181
- Konversi ke dalam standar 100 adalah

Konversi ke dalam standar 10 adalah

1. Pengolahan Data Skala Penilaian Atau Skala Sikap


Skala penilaian atau skala sikap bisa ditentukan:
a. Perolehan skor dari seluruh butir pertanyaan
b. Skor rata-rata dari setiap pertanyaan dengan
membagi jumlah skor oleh banyaknya pertanyaan
2. Pengembangan Pedoman Observasi dan Skala Sikap
Dalam pengembangan alat ukur baik untuk mengukur
kemampuan kognitif maupun untuk mengukur kemampuan
non-kognitif, prosedur yang ditempuh tidak banyak berbeda.
Prosedur tersebut meliputi tujuan pengukuran,
membuat rencana (membuat kisi-kisi atau merumuskan
definisi dan menentukan indikator yang terkait dengan atribut
yang akan diukur), memilih bentuk pertanyaan atau format
yang akan digunakan, menuliskan butir alat ukur, meminta
pendapat atau tanggapan pakar, mengujicobakan, dan
akhirnya menggunakan alat ukur untuk keperluan
pengumpulan informasi.
182
Mengingat pengembangan alat ukur yang baik harus
melalui prosedur yang cukup panjang yang menyerap sumber
daya dan waktu yang tidak sedikit, maka butir-butir yang
sudah baik harus disimpan untuk dapat digunakan pada
kesempatan di waktu yang akan datang. Semua informasi
yang terkait dengan setiap butir harus disertakan dalam file
penyimpanan.
Jumlah butir yang disimpan tentu sangat besar
jumlahnya, sehingga fasilitas komputer sangat membantu
penyempurnaan ini. Jika fasilitas ini belum memungkinkan
lakukan cara penyimpanan yang manual dengan
memperhatikan pemberian identitas yang jelas dan dipahami
oleh siapa pun.
E. Wawancara / Angket
Tahap-tahap pengembangan angket dan wawancara
sama dengan tahapan pengembangan alat ukur lainnya.
Merumuskan butir-butir angket harus mengikuti kriteria
sebagaimana pada perumusan butir soal kognitif ataupun pada
pengembangan skala sikap.
Rumusan yang dibuat penulis perlu mendapat masukan
dari pihak kedua sebelum diuji cobakan.
183
Format wawancara lebih sederhana dari buku angket,
format wawancara digunakan sebagai panduan/rincian informasi
yang ingin dikumpulkan tergantung pada pewawancara.
Biasanya wawancara dilaksanakan dalam rangka mendalami
data yang terkumpul melalui angket.
a. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu bentuk alat
evaluasi jenis non-tes yang dilakukan melalui
percakapan dan tanya jawab, baik langsung maupun
tidak langsung dengan peserta didik. Pengertian
wawancara langsung adalah wawancara yang dilakukan
secara langsung antara pewawancara (interviewer) atau
guru dengan orang yang diwawancarai (interviewee)
atau peserta didik tanpa melalui perantara, sedangkan
wawancara tidak langsung artinya pewawancara atau
guru menanyakan sesuatu kepada peserta didik melalui
perantaraan orang lain atau media. Jadi, tidak menemui
langsung kepada sumbernya.
Tujuan wawancara adalah sebagai berikut :
1) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna
menjelaskan suatu hal atau situasi dan kondisi tertentu.
2) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
184
3) Untuk memperoleh data agar dapat memengaruhi situasi
atau orang tertentu.
Wawancara mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan wawancara antara lain
1) Dapat berkomunikasi secara langsung kepada
peserta didik sehingga informasi yang diperoleh
dapat diketahui objektivitasnya.
2) Dapat memperbaiki proses dan hasil belajar.
3) Pelaksanaan wawancara lebih fleksibel, dinamis
dan personal.
Kelemahan wawancara adalah :
1) Jika jumlah peserta didik cukup banyak, maka
proses wawancara banyak menggunakan waktu,
tenaga, dan biaya.
2) Adakalanya terjadi wawancara yang berlarut-larut
tanpa arah, sehingga data kurang dapat memenuhi
apa yang diharapkan.
3) Sering timbul sikap yang kurang baik dari peserta
didik yang diwawancarai dan sikap overaction dari
guru sebagai pewawancara, karena itu perlu
adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan
orang yang diwawancarai.
185
Pertanyaan wawancara dapat menggunakan bentuk seperti
berikut :
1) Bentuk pertanyaan berstruktur, yaitu pertanyaan yang
menuntut jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung
dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini biasanya
digunakan jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan
jawabannya sudah konkret.
2) Bentuk pertanyaan tak terstruktur, yaitu pertanyaan yang
bersifat terbuka, peserta didik secara bebas menjawab
pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini tidak memberi
struktur jawaban kepada peserta didik karena jawaban dalam
pertanyaan itu bebas.
3) Bentuk pertanyaan campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut
jawaban campuran, ada yang berstruktur ada pula yang bebas.
Untuk menyusun pedoman wawancara, dapat mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut
1) Merumuskan tujuan wawancara
2) Membuat kisi-kisi atau layout dan pedoman wawancara
3) Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan
bentuk pertanyaan yang diinginkan. Untuk itu perlu
diperhatikan kata-kata yang digunakan cara bertanya, dan
jangan membuat peserta didik bersikap defensif.
186
4) Melaksanakan uji coba untuk melihat kelemahan-kelemahan
pertanyaan yang disusun, sehingga dapat diperbaiki lagi.
5) Melaksanakan wawancara dalam situasi yang sebenarnya.

Contoh :
KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

No. Masalah Tujuan Pertanyaan Bentuk


pertanyaan

FORMAT PEDOMAN WAWANCARA


Aspek-aspek yang
No. Ringkasan Jawaban Ket
diwawancarai
1. ...................................... ..........................................

2. ..................................... ..........................................

3. ...................................... ...........................................

4. .................................... ...........................................

5. .................................... ............................................
.
187
Dalam melaksanakan wawancara, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan :
1) Hubungan baik antara pewawancara dengan orang yang
diwawancarai perlu dipupuk dan dibina sehingga tampak
hubungan yang akrab dan harmonis.
2) Dalam wawancara jangan terlalu kaku, tunjukkan sikap yang
bersahabat, bebas, ramah, terbuka dan adaptasikan diri
dengannya.
3) Perlakukan responden itu sebagai sesama manusia secara
jujur.
4) Hilangkan prasangka-prasangka yang kurang baik sehingga
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat netral.
5) Pertanyaan hendaknya jelas, tepat, dengan bahasa yang
sederhana.

b. Angket (Quetioner)
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data
atau informasi, pendapat dan paham dalam hubungan klausal.
Angket mempunyai kesamaan dengan wawancara, kecuali
dalam implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis,
sedangkan wawancara dilaksanakan secara lisan. Keuntungan
angket antara lain (1) responden dapat menjawab dengan
188
bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan dengan peneliti atau
penilai, dan waktu relatif lama, sehingga objektivitas dapat
terjamin (2) informasi atau data terkumpul lebih mudah karena
itemnya homogen (3) dapat digunakan untuk mengumpulkan
data dari jumlah responden yang besar yang dijadikan sampel.
Kelemahannya adalah (1) ada kemungkinan angket diisi orang
lain (2) hanya diperuntukkan bagi yang dapat melihat saja (3)
responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada.
Angket terdiri atas beberapa bentuk, yaitu :
1. Bentuk angket berstruktur, yaitu angket yang menyediakan
beberapa kemungkinan jawaban. Bentuk angket berstruktur
terdiri atas tiga bentuk, yaitu :
a. Bentuk jawaban tertutup, yaitu angket yang setiap
pertanyaannya sudah tersedia berbagai alternatif
jawaban.
b. Bentuk jawaban tertutup, tetapi pada alternatif jawaban
terakhir diberikan secara terbuka. Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menjawab secara bebas.
c. Bentuk jawaban bergambar, yaitu angket yang
memberikan jawaban dalam bentuk gambar.
189
2. Bentuk angket tak berstruktur yaitu bentuk angket yang
memberikan jawaban secara terbuka. Peserta didik secara
bebas menjawab pertanyaan tersebut. Hal ini dapat
memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi,
tetapi kurang dapat dinilai secara objektif. Jawabannya tidak
dapat dianalisis secara statistik sehingga kesimpulannya pun
hanya merupakan pandangan yang bersifat umum.
Untuk menyusun angket, dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Menyusun kisi-kisi angket.
Contoh :
No. Masalah Sub- Indikator Sumber Nomor
masalah data angket

2. Menyusun pertanyaan-pertanyaan dan bentuk jawaban yang


diinginkan, berstruktur atau tak berstruktur. Setiap pertanyaan
dan jawaban harus menggambarkan atau mencerminkan data
yang diperlukan. Pertanyaan harus diurutkan, sehingga antara
pertanyaan yang satu dengan lainnya ada kesinambungan.
190
3. Membuat pedoman atau petunjuk cara menjawab pertanyaan,
sehingga memudahkan peserta didik untuk menjawabnya.
4. Jika angket sudah tersusun dengan baik, perlu dilaksanakan uji
coba di lapangan sehingga dapat diketahui kelemahan-
kelemahannya.
5. Angket yang sudah diujicobakan dan terdapat kelemahan perlu
direvisi, baik dilihat dari bahasa, pertanyaannya maupun
jawabannya.
6. Menggandakan angket sesuai dengan banyaknya jumlah
peserta didik.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun dan
menyebarkan angket, yaitu :
1. Setiap pertanyaan harus menggunakan bahasa yang baik dan
benar, jelas, singkat, tepat dan sederhana sehingga mudah
dimengerti oleh peserta didik, seperti :
a. Hindarkan pertanyaan yang ambiguous.
b. Kata tambahan, seperti “biasanya”, “sering kali” hendaknya
dihindari.
2. Jangan membuat pertanyaan yang mengarahkan pada
jawaban. Misalnya, “kamu tidak menganggap dia anak yang
cerdas, bukan?”
191
3. Jangan menggunakan dua kata sangkal dalam satu
pertanyaan, misalnya, “apakah kamu tidak senang untuk tidak
membaca buku pelajaran?”
4. Hindari pertanyaan berlaras dua, seperti : “apakah kamu
senang belajar membaca dan berhitung?”
5. Buatlah pertanyaan yang tepat sasaran.
6. Jika terdapat angket yang belum diisi, maka harus
membagikan lagi angket itu kepada peserta didik yang lain
sebanyak yang tidak menjawab.
7. Dalam menyebarkan angket, hendaknya dilampirkan surat
pengantar angket.
8. Hendaknya jawaban tidak terlalu banyak dan tidak pula terlalu
sedikit.
192

BAB VIII
ANALISIS BUTIR SOAL

Tinggi rendahnya validitas soal secara keseluruhan


berhubungan dengan validitas tiap butir soal. Validitas butir soal dapat
dicari dalam hubungannya dengan skor total tiap individu yang ikut
serta dalam evaluasi. Langkah-langkah yang ditempuh sebagai
berikut :
1. Skor suatu instrument dengan baik dan teliti. Untuk individu yang
benar diberi angka 1, sedangkan yang salah diberi angka nol.
2. Jumlahkan skor total untuk tiap individu.
3. Gunakan rumus product moment correlation atau korelasi biserial.

A. Reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan reliabel, apabila alat ukur itu
dicobakan kepada objek yang sama secara berulang-ulang maka
hasilnya akan tetap sama, konsisten, stabil atau relatif sama.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi reliabilitas
a. Konstruksi item yang tidak tepat, sehingga tidak dapat
mempunyai daya pembeda yang kuat.
b. Panjang/pendeknya suatu instrumen
193
c. Evaluasi yang surjektif akan menurunkan reliabilitas
d. Ketidaktepatan waktu yang diberikan
e. Kemampuan yang ada dalam kelompok
f. Luas/tidaknya sampel yang diambil.
 Analisis soal tes
Untuk mendapatkan kualitas soal yang baik, maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Daya pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu
soal untuk membedakan antara siswa yang pandai
dengan siswa yang bodoh. Angka yang menunjukkan
besarnya daya pembeda disebut indek diskriminan.
Untuk menentukan daya pembeda soal dapat dilakukan
seperti yang dikemukakan oleh Prawironegoro
(1985:11):
2) Indeks kesukaran.
Agar tes dapat digunakan secara luas, setiap soal
harus diselidiki tingkat kesukarannya yaitu apakah soal
tersebut termasuk soal yang mudah, sedang atau sukar.
194
3) Penerimaan soal
Setiap soal yang telah dianalisa perlu diklasifikasikan
menjadi soal yang tetap dipakai, direvisi atau dibuang.
Menurut Prawironegoro (1985:16) tentang klasifikasi
soal:
a) Soal yang baik akan tetap dipakai jika Ip signifikan
dan 0% < Ik £ 100%.
b) Soal diperbaiki jika:
Ip signifikan dan Ik = 100% atau Ik = 0%.
Ip tidak signifikan dan 0% < Ik < 100%.
c) Soal diganti jika Ip tidak signifikan dan Ik = 100% atau
Ik = 0%.
Ada dua jenis Analisis Butir Soal :
1. Analisis tingkat kesukaran soal
Soal mudah, sedang, dan sukar
2. Analisis daya pembeda
Siswa dalam kategori lemah atau rendah dan
siswa dalam kategori kuat atau tinggi
prestasinya.
195
B. ANALISIS TINGKAT KESUKARAN
Ada beberapa dasar pertimbangan untuk menentukan
proporsi jumlah soal kategori mudah, sedang, dan sukar :
1. Keseimbangan, yakni jumlah soal untuk kategori tersebut
2. Proporsi jumlah soal untuk ketiga kategori tersebut,
didasarkan atas kurva normal
3. Proporsi perbandingan 3-5-2. Artinya, 30% soal kategori
mudah, 50% soal kategori sedang, 20% soal kategori sukar.
Dalam menentukan kriteria ini digunakan judgement dari
guru berdasarkan pertimbangan-pertimbangan :
a. Abilitas yang diukur dalam pertanyaan tersebut
b. Sifat materi yang diujikan atau ditanyakan
c. Isi bahan yang ditanyakan sesuai dengan bidang
keilmuannya
d. Bentuk soal

Kriteria Indeks Kesulitan Soal adalah sbb :


0 – 0,30 = Soal Kategori Sukar
0,31 – 0,70 = Soal kategori sedang
0,71 – 1,00 = Soal Kategori mudah
196
Rumus Menentukan Analisi tingkat kesukaran soal :

B
I= NI =

I = Indeks kesulitan untuk setiap butir soal


B = Banyaknya siswa yang menjawab benar
untuk setiap butir soal
N = Banyaknya siswa yang memberikan
jawaban pada soal yang dimaksudkan
Contoh :
Guru IPS memberikan 10 pertanyaan pilihan berganda dengan
komposisi 3 soal mudah, 4 soal sedang, dan 3 soal sukar. Jika
dilukiskan, susunan soalnya adalah sebagai berikut :
No. Soal Abilitas yang diukur Tingkat kesulitan soal
1. Pengetahuan Mudah
2. Aplikasi Sedang
3. Pemahaman Mudah
4. Analisis Sedang
5. Evaluasi Sukar
6. Sintesis Sukar
7. Pemahaman Mudah
8. Aplikasi Sedang
9. Analisis Sedang
10. Sintesis Sukar

Kemudian soal tersebut kepada 20 orang siswa dan hasilnya


sbb :
197
No.Soal (N) Banyaknya Banyaknya siswa Indeks Kategori
siswa yang yang menjawab B Soal
menjawab betul (B) N
1. 20 18 0,9 Mudah
2. 20 12 0,6 Sedang
3. 20 10 0,5 Sedang
4. 20 20 1,0 Mudah
5. 20 6 0,3 Sukar
6. 20 4 0,2 Sukar
7. 20 16 0,8 Mudah
8. 20 11 0,55 Sedang
9. 20 17 0,85 Mudah
10. 20 5 0,25 Sukar

SR + ST

Rumus menghitung indeks kesukaran soal :


- SR adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok rendah
- ST adalah siswa yang menjawab salah dari kelompok tinggi
Tes pilihan ganda dengan option empat diberikan kepada 28
siswa kelas 3 SMA,
jumlah soal 15.
No.Siswa Skor Peringkat
1 12 1
2 11 2,5
3 11 2,5
4 10 4
5 9 5
6 8 7,5
7 8 7,5
8 8 7,5
198
9 8 7,5
10 7 10,5
11 7 10,5
12 6 14
13 6 14
14 6 14
15 6 14
16 6 14
17 5 19
18 5 19
19 5 19
20 5 19
21 5 19
22 4 23
23 4 23
24 4 23
25 3 26
26 3 26
27 3 26
28 2 28
199
Setelah hasil jawaban kategori di atas diperiksa, hasilnya adalah sbb :

Untuk siswa kelompok Untuk siswa kelompok rendah (8


rendah (8 orang siswa) orang siswa)
No. Jumlah siswa yang Jumlah siswa yang SR + ST Ket.

Soal menjawab salah (SR) menjawab benar (ST)

1 4 1 5 Sedang
2 4 1 5 Sedang
3 3 1 4 Mudah
4 5 2 7 Sedang
5 2 1 3 Mudah
6 4 2 6 Sedang
7 2 1 3 Mudah
8 5 1 6 Sedang
9 5 3 8 Sukar
10 4 2 6 Sedang
11 3 1 4 Mudah
12 3 1 4 Mudah
13 2 1 3 Mudah
14 4 1 5 Sedang
15 5 3 8 Sukar

Dari tabel Rose dan Stanley untuk pilihan ganda option empat,
kriterianya adalah :
0, 24n (soal mudah), 0,75n (soal sedang), dan 1,26n (soal sukar)
Telah diketahui bahwa
27% dari N, yakni x 28 = 8
200
Dengan demikian :
- soal mudah kriteria : 8 x 0,24 = 1,92
- soal sedang kriteria : 8 x 0,75 = 6,00
- soal sukar kriteria : 8 x 1,26 = 10,08
Dengan interpolasi diperoleh kriteria :
0 – 4,0 = Mudah
5,0 – 7,0 = Sedang
8,0 – ke atas= Sukar

Analisis Daya Pembeda


Rumus : SR + ST

Contoh :
Tes pilihan ganda dengan option empat
diberikan kepada 30 orang siswa. Jumlah soal 15. Setelah
diperiksa, datanya sbb :
201
No.Soal Jumlah siswa Jumlah siswa SR - ST Ket.
yang menjawab yang menjawab
salah kelompok salah kelompok
rendah (SR) tinggi (ST)
1 6 1 5
2 6 1 5
3 5 2 3
4 6 1 5
5 2 1 1
6 5 1 4
7 2 1 1
8 7 1 6
9 7 1 6
10 4 2 2
11 3 1 2
12 6 1 2
13 2 1 5
14 6 1 1
15 5 2 3

N = 30 orang N = 27% dari 30 orang = 8


Jumlah tes (N) N Option
(27 % N) 1 2 3 4
28 – 31 8 4 5 5 5
32 – 35 9 5 5 5 5
36 – 38 10 5 5 5 5
202
No.Item SR - ST Batas niali table Keterangan
1 5 5 Diterima
2 5 5 Diterima
3 3 5 Ditolak
4 5 5 Diterima
5 1 5 Ditolak
6 4 5 Ditolak
7 1 5 Ditolak
8 6 5 Diterima
9 6 5 Diterima
10 2 5 Ditolak
11 2 5 Ditolak
12 5 5 Diterima
13 1 5 Ditolak
14 5 5 Diterima
15 3 5 Ditolak

KESIMPULAN
1. Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes.
2. Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang
dicapainya.
3. Menentukan jumlah sampel sebanyak 27% dari jumlah peserta
tes untuk kelompok pandai dan 27% kelompok kurang.
4. Melakukan analisis butir soal
5. Menghitung SR – ST
6. Membandingkan nilai selisih Menentukan adanya daya
pembeda Analisis Validitas
203
Misalkan guru IPA membuat soal untuk tes IPA bagi siswa
kelas 3 dalam bentuk pilihan ganda. Apakah tes yang dibuatnya
mempunyai validitas yang sama atau tidak. Kemudian
mengorelasikan hasil tes yang dibuatnya dengan soal – soal Ebta
di bidang studi IPA. Setelah diujikan, hasilnya sbb : Hasil tes
buatan guru diberi notasi X
Nama Siswa : A B C D E F G H I J K L M N O
Skor : 14 18 18 17 18 19 19 20 22 23 24 27 24 18 28
Hasil tes EBTA bidang studi diberi notasi Y
Nama Siswa : A B C D E F G H I J K L M N O
Skor : 12 15 17 15 16 17 18 18 20 20 22 24 24 18 26
Apakah kedua tes yang dibuat guru (X) mempunyai validitas
kesamaan dari segi fungsi tes di sekolah
Siswa Skor X Skor Y XY X² Y²

A 14 12 168 196 144 N=


15
B 18 15 220 324 225

C 18 17 306 324 289

D 17 17 289 289 289

E 18 16 288 324 256

F 19 17 323 361 289


204
G 19 18 342 361 324

H 20 18 360 400 324

I 22 20 440 484 400

J 23 20 460 529 400

K 24 22 528 576 484

L 27 24 648 729 576

M 24 24 576 576 576

N 18 18 324 324 324

O 28 26 728 784 676

Jumlah 309 284 6050 6581 5576

C. Ciri-ciri Tes Yang Baik


Sebuah tes dikatakan baik jika memenuhi persyaratan:
1. Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi.
Suatu tes dikatakan valid bila tes itu isinya dapat mengukur
apa yang seharusnya di ukur, artinya alat ukur yang
digunakan tepat
2. Bersifat reliable, atau memiliki reliabelitas yang baik.
Reliabelitas sering diartikan dengan keterandalan. Suatu tes
205
dikatakan relliabel jika tes itu diberikan berulang-ulang
memberikan hasil yang sama.
3. Bersifat praktis atau memiliki kepraktisan. Tes memiliki sifat
kepraktisan artinya praktis dari segi perencanaan,
pelaksanaan tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi harus
tetap mempertimbangkan kerahasiaan tes.
Namun syarat minimum yang harus dimiliki oleh sebuah tes
yang baik adalah valid dan reliable.

D. Langkah-langkah Pengembangan Tes


Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun
tes agar diperoleh tes yang baik yaitu :
1) Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan
keseluruhan kualitas tes dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh
tes yang akan dikembangkan. Hal yang perlu diperhatikan
adalah :
a. Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik
hendaklah berorientasi kepada peserta didik, bersifat
menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat
dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas (kata
kerja operasional), serta dapat diamati dan dapat di ukur.
206
b. Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal
bertujuan untuk merumuskan setepat mungkin ruang
lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes sehingga
perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif
bagi penyusun tes.
c. Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu
diperhatikan kesesuaian antara tipe soal dengan materi,
tujuan evaluasi, skoring, pengelolaan hasil evaluasi,
penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan
kepraktisan.
d. Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal
objektif dapat diketahui melalui uji coba atau dapat juga
diperkirakan berdasarkan berat ringannya beban
penyeleaian soal tersebut
e. Merencanakan banyak soal
f. Merencanakan jadwal penerbitan soal

2. Penulisan soal
3. Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan
untuk mencermati apakah butir-butir soal yang disusun sudah
tepat untuk mengukur tujuan pembelajaran yang sudah
207
dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan
psikologis.
4. Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat
penting jika soal yang dibuat akan dibakukan.
5. Penganalisisan hasil uji coba.
6. Pengadministrasian soal

E. Menganalisis Tes
Menganalisis instrument (alat evaluasi) bertujuan untuk
mengetahui apakah alat ukur yang digunakan atau yang akan
digunakan sudah memenuhi syarat-syarat sebagai alat ukur yang
baik, tepat mengukur sesuatu sesuai tujuan yang telah
dirumuskan. Sebuah instrument dikatakan baik jika memenuhi
syarat validitas, reliabelitas dan bersifat praktis.
Validitas Tes
Suatu tes dikatakan valid jika tes itu dapat mengukur apa
yang seharusnya diukur. Valid disebut juga sahih, terandalkan
atau tepat. Tes hasil belajar yang valid, harus dapat
menggambarkan hasil belajar yang di ukur
208
Macam-macam validitas :
1. Validitas isi (content validity)
Validitas isi sering juga disebut validitas logis atau
validitas rasional. Validitas isi dapat dianalisis dengan
bantuan kisi-kisi tes dan pedoman penelaahan butir soal.
Penelaahan butir soal secara umum ditinjau dari tiga aspek
yaitu:
a. Aspek materi
b. Aspek bahasa
c. Aspek konstruksi
2. Validitas ramalan (predictive validity)
Suatu tes dikatakan memiliki validitas ramalan, apabila
hasil pengukuran yang dilakukan dengan tes itu dapat
digunakan untuk meramalkan, atau tes itu mempunyai daya
prediksi yang cukup kuat. Untuk mengetahui apakah suatu
tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang memiliki
validitas ramalan dapat dilakukan dengan mengkorelasikan
tes hasil belajar yang sedang diuji dengan kriterium yang ada.
3. Validitas bandingan (concurent validity)
Suatu tes dikatakan memiliki validitas concurrent,
apabila tes tersebut mempunyai kesesuaian dengan hasil
pengukuran lain yang dilaksanakan saat itu. Misalnya,
209
membandingkan hasil tes dari soal yang sedang dicari
validitasnya dengan hasil tes dari soal standar. Jika terdapat
korelasi yang positif antara kedua tes tersbut, berarti soal tes
yang dibuat mempunyai validitas concurrent.
4. Construct validity (validitas konstruk)
Validitas konstruk artinya butir-butir soal dalam tes
tersebut membangun setiap aspek berpikir seperti yang
tercantum dalam tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Penganalisisan validitas ini dapat dilakukan dengan jalan
melakukan pencocokan antara aspek berpikir yang
dikehendaki diungkapkan oleh tujuan pembelajaran, yaitu
melalui penelaahan butir-butir soal.
Meski terdapat beberapa jenis validitas, dalam periode
terakhir validitas dianggap sebagai suatu konsep utuh, tidak
dipilah-pilah sebagai jenis validitas.
210
211
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S.and Ball, S. 1978. The Profession and practiseof


Program Evaluation. San Francico:Jossey Bass Publisher.

Arifin Zaenal,.2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: P.T Remaja


Rosdakarya

Arifin, Zaenal, 1991 Evaluasi Instruksional, Prinsip Teknik Prosedur,


Cetakan ke-3, Bandung : P.T Remaja Rosdakarya

Arikunto, S., dan Jabar. 2007 Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta:


Bumi Aksara

Bloom, Benyamin S, et.al. 1956 Taxonomy of Educational Objective,


New York: David Mc.Kay Company Company Inc.

Bolgspot.com/2012/04/Kedudukan Evaluasi-hasil belajar.html

Buchori, M.Ed, 1963. Teknik Evaluasi, diktat kuliah pada FKIP Unpad

Hasan, S.Hamid, 1988. Evaluasi Kurikulum, Jakarta : P2LPTK-Ditjen


Dikti-Depdikbud

Kibler, R.J., et al., Objectives for instruction and Evaluation, Allyn and
Bacon, Inc., Boston-London-Sydney,1974

Mehrens, W.A., dan I.J. Lehmann, Measurment and Evaluation in


Education and Psychology, second edition, Holt, Renehart
and Windston, New York-Chicago-San- Fransisco-Dallas-
m0ntreal-London-Sydney, 1978
212
Minatimay.2010.Pengertian dan Jenis Tes. (online). Tersedia :
wordpress.com/2010/12/16/ Pengertian-Jenis Tes/html

Mira. Seplita. 2012. Kedudukan Evaluasi Hasil Belajar (online)


Tersedia:

Mulyasa, E.2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan


Pembelajaran Kreatif dan menyenangkan, Bandung: P.T
Remaja Rosdakarya

Nana Sudjana, 1986. Evaluasi Hasil Belajar Konstruksi dan Analisis,


Bandung: Pustaka Martina

......................, 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,


Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Purwanto,M Ngalim, 1984. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi


Pengajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Rohman Natawijaya, 1988. Pengolahan Data Secara Statistik,


Bandung: Fakultas pascasarjana IKIP

Sudjana, N., dan Ibrahim, R. 2007 Penelitian dan Penilaian


Pendidikan, Bandung: Sinar Baru Algensindo

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai