Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

Tuberkulosis Paru

Pembimbing :

dr. Made Dewi Kristiawati, Sp.Rad

Oleh :

Harpatul Aini 17.71.0193

SUB DEPARTEMEN KESEHATAN ILMU PENYAKIT MATA


RS TK. II DR. SOEPRAOEN MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga
saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis berjudul “Tuberkulosis Paru’’ ini dibuat
dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Kepaniteraan Klinik Radiologi di
Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen Malang. Dalam pembuatan karya tulis ini, saya mengambil
referensi dari literatur dan jaringan internet.

Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya,


dr.Made Dewi Kristiawati, Sp. Rad, yang telah memberikan bimbingannya dalam proses
penyelesaian karya tulis ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam
mencari referensi yang lebih baik.

Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya yang berada
dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama atas dukungan dan bantuan mereka selama saya
menjalani kepaniteraan ini. Pengalaman saya dalam kepaniteraan ini akan selalu menjadi suatu
inspirasi yang unik. Saya juga mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada kedua
orangtua saya atas bantuan, dukungan baik secara moril maupun materil dan kasihnya.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang .................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ............................................................................................ 2


2.2 Anatomi dan Fisiologi ....................................................................... 2
2.3 Etiologi .............................................................................................. 7
2.4 Patofisiologi ..................................................................................... 8
2.5 Kalsifikasi ......................................................................................... 9
2.6 Diagnosis ........................................................................................... 11
2.7 Tanda dan Gejala............................................................................... 12
2.8 Gambaran Radiologi ......................................................................... 13
2.9 Diferensial Diagnosis ........................................................................ 19
2.10 Penatalaksanaan .............................................................................. 19
2.11 Peognosis dan Komplikasi .............................................................. 21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ........................................................................................................ 4

Gambar 2.2 ........................................................................................................ 5

Gambar 2.3 ........................................................................................................ 7

Gambar 2.4 ........................................................................................................ 8

Gambar 2.5 ........................................................................................................ 13

Gambar 2.6 ........................................................................................................ 14

Gambar 2.7 ........................................................................................................ 14

Gambar 2.8 ........................................................................................................ 15

Gambar 2.9 ........................................................................................................ 16

Gambar 2.10 ...................................................................................................... 17

Gambar 2.11 ...................................................................................................... 17

Gambar 2.12 ...................................................................................................... 18


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteriMikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga

memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-

paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.

Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi

angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan

terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah

India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di

dunia.

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC

(Mycobacterium tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang

terutama menyerang parenkim paru. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat

juga mengenai organ tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer

& Bare, 2002). Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang

terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cellmediated hypersensitivity) (Wahid

dan Suprapto, 2014).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit

parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras

yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru.

Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan

menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan

Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi

juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008).

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang

dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit,

tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal

TBC (Chandra,2012)

2.2 Anatomi dan Fisiologi

Anatomi

Saluran pengantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea,

bronkus, dan bronkiolus. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring,

dilembabkan dan dihangatkan oleh mukosa respirasi, udara mengalir dari faring menuju ke

laring, laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan
mengandung pita suara. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti

sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan

dengan sebuah pohon oleh karena itu dinamakan Pohon trakeabronkial. Bronkus utama kiri

dan kanan tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan

kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan

lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang

utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus

segmentalis, percabangan sampai kesil sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis. Setelah

bronkus terminalis terdapat asinus yang terdiri dari bronkiolus respiratorius yang terkadang

memiliki kantng udara atau alveolus, duktus alveoli seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan

sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru. Alveolus hanya mempunyai satu

lapis sel saja yang diameternya lebih kecil dibandingkan diameter sel darah merah, dalam

setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus (Price dan Wilson,2006). Anatomi

pernafasan dapat dilihat pada gambar 2.1, seperti dibawah ini

gambar 2.1
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu

bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan

dinding sangkar toraks dan dasarnya yaitu diafragma. Bagian terluar paru-paru dikelilingi oleh

membran halus, licin, yang meluas membungkus dinding anterior toraks dan permukaan

superior diafragma. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua

bagian, mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-

paru terletak antara kedua lapisan pleura. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri

terdiri dari lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan

bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura,

yang merupakan perluasan pleura.

Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus

lobaris yaitu tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri. Bronkus lobaris dibagi menjadi

bronkus segmental terdiri dari 10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri, bronkus segmental

kemudian dibagi lagi menjadi subsegmental, bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang

memiliki arteri, limfatik dan saraf. Bronkus segmental membentuk percabangan menjadi

bronkiolus yang tidak mempunyai kartilago pada dindingnya, bronkus dan bronkiolus juga

dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia.

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan yaitu bronkiolus terminalis , kemudian

bronkus terminalis menjadi bronkus respiratori , dari bronkiolus respiratori kemudian

mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Paru terbentuk dari

300 juta alveoli, yang tersusun dalamkluster antara 15 – 20 alveoli, begitu banyaknya alveoli

sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter
persegi yaitu seukuran lapangan tenis (Smeltzer dan Bare,2002). Penjelasan tentang anatomi

paru-paru yang telah dipaparkan diatas akan lebih jelas pada gambar dibawah ini.

gambar 2.2

Fisiologi
Menurut Price dan Wilson (2006) proses pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari
udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat
dibagi menjadi tiga proses . Proses yang pertama yaitu ventilasi, adalah masuknya
campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru. Proses kedua, transportasi yang terdiri
dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antar alveolus dan kapiler (respirasi eksternal),
distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal. Proses ketiga yaitu reaksi kimia dan fisik dari
oksigen dan karbondioksida dengan darah.
a. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru karena terdapat
perbedaan tekanan antara intrapulmonal (tekanan intraalveoli dan tekanan intrapleura)
dengan tekanan intrapulmonal lebih tinggi dari tekanan atmosfir maka udara akan masuk
menuju ke paru, disebut inspirasi. Bila tekanan intapulmonal lebih rendah dari tekanan
atmosfir maka udara akan bergerak keluar dari paru ke atmosfir disebut ekspirasi.
b. Transportasi oksigen
Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi di dalam paru terjadi
karena perbedaan konsentrasi gas yang terdapat di alveoli kapiler paru, oksigen
mempunyai konsentrasi yang tinggi di alveoli dibanding di kapiler paru, sehingga oksigen
akan berdifusi dari alveoli ke kapiler paru. Sebaliknya, karbondioksida mempunyai
konsentrasi yang tinggi di kapiler paru dibanding di alveoli, sehingga karbondioksida akan
berdifusi dari kapiler paru ke alveoli. Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh
sistem peredaran dara, dari paru ke jaringan dan sebaliknya, disebut transportasi dan
pertukaran oksigen dan karbondioksida darah. Pembuluh darah kapiler jaringan dengan
sel-sel jaringan disebut difusi. Respirasi dalam adalah proses metabolik intrasel yang
terjadi di mitokondria, meliputi penggunaan oksigen dan produksi karbondioksida selama
pengambilan energi dari bahanbahan nutrisi.
c. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah. Respirasi sel atau
respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi, yaitu saat dimana metabolit
dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah
proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.

2.3 Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacerium tuberkulosis, sejenis kuman batang dengan

ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um, sebagian besar kuman terdiri atas lemak (lipid),

peptidoglikan dan arabinomannan.


Gambar 2.3

Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut Bakteri

Tahan Asam (BTA), kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan

dingin, hal ini karena kuman bersifat dormant, yaitu kuman dapat aktif kembali dan

menjadikan tuberkulosis ini aktif lagi. Sifat lain adalah aerob, yaitu kuman lebih menyenangi

jaringan yang tinggi oksigennya (Sudoyo, 2007).

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu

terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar

(lebih besar dari 100 µ) dan kecil ( 1-5 µ ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet

yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Mereka yang kontak dekat

dengan seseorang TB aktif, mempunyai resiko untuk tertular tuberkulosis, hal ini juga

tergantung pada banyaknya organisme yang terdapat di udara (Smeltzer dan Bare, 2002) .
Gambar 2.4

2.4 Patofisiologi

Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri

dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk

memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian

tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas). Sistem

imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag)

menelan banyak bakteri; limfosit spesifiktuberkulosis menghancurkan basil-basil dan jaringan

normal sehingga mengakibatkan peumpukan eksudat dalam alveoli menyebabkan

bronkopneumonia (Smeltzer dan Bare, 2002).

Bronkopneumonia ini dapat sumbuh dengan sendirinya, sehingga tidak

meninggalkan sisa atau proses dapat berjalan terus dan menyebabkan nekrosis yang relatif

padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Jaringan granulomas menjadi lebih fibrosa,

membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang

mengelilingi tuberkel. Bagian sentral dari lesi primer paru disebut focus Ghon. Kebanyakan

infeksi TB paru, kompleks ghon yang mengalami pengapuran ini tidak terlihat secara klinis
atau dengan radiografi. Jika terjadi nekrosis kaseosa yang berat, bagian tengah lesi akan

mencair dan keluar melalui bronkus dan meninggalkan kavitas. Kavitas dapat sembuh total

tanpa meninggalkan bekas atau meluas dan menimbulkan perkijuan penuh. Keadaan ini

dapat membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.

Penyakit menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah dan menimbulkan lesi pada

organ lain, penyebaran ini disebut limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri.

Sedangkan penyebaran hematogen merupakan penyebab TB milier, ini terjadi apabila

nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk dan tersebar ke

organ-organ lain (Price dan Wilson, 2006).

2.5 Kalsifikasi

Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.

tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,

selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,

kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru:

Tuberkulosis paru BTA positif


 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberculosis.

 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.

 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Tuberkulosis paru BTA negative

 Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.


3. Kasus setelah putus berobat (default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan

BTA positif.

4. Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok

ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA

positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

2.6 Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,

mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional, penemuan

BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama6. Pemeriksaan lain

seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis

sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya

berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang

khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis

2.7 Tanda dan Gejala

Gejala sistemik/umum :

 Penurunan nafsu makan dan berat badan.

 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.


 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari

disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan

bersifat hilang timbul.

Gejala khusus :

 Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat

penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara

"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

 Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan

keluhan sakit dada.

Tanda :

Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan kelainan

struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau

dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan

fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi

napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru .

Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea ke

sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau

tanda adanya penebalan pleura.

2.8 Gambaran Radiologi

Secara umum, gambaran radiologi Tb paru di Indonesia menggunakan istilah sebagai

berikut:
Gambar 2.5

 Bayangan berawan/nodular (sarang pneumonik)

Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas rendah atau sedang

dengan batas tidak tegas. Sarang-sarang seperti ini biasanya menunjukkan bahwa

proses aktif.

Gambar 2.6

 Kavitas (lubang)

Lubang (cavitas), ini selalu berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil,

yang dinamakan lubang sisa (residual cavity).


Gambar 2.7

 Sarang kapur (kalsifikasi)

Sarang seperti garis-garis (fibrotic) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi) yang biasanya

menunjukkan bahwa proses telah tenang.

Lebih dalam lagi, gambaran thoraks Tb Paru dibagi lagi menjadi Tb Paru aktif dan inaktif

Gambaran Tb Paru curiga lesi aktif antara lain :

Gambar 2.8
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen

superior lobus bawah

 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak (putih pada ronsen,

seperti warna tulang) berawan atau nodular

 Bayangan bercak milier

 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran Tb Paru curiga lesi tenang (inaktif) antara lain:

Gambar 2.9

 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

 Kalsifikasi atau fibrotik


 Kompleks ranke

 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleur

Selain itu, jenis gambaran Tb paru dibagi lagi menjadi Tb Paru primer dan Tb Paru

Postprimer

 Tb Paru Primer pada foto polos PA

Tampak gambaran bercak semi opak terletak di suprahiler (diatas hilus), perihiler

(sepanjang limfangitis), dan parakardial (disamping kor) dengan batas tidak tegas

Gambar 2.10

 Tb paru postprimer sangat jarang menggambarkan pembesaran Kelenjar Getah Bening

seperti pada Tb Primer, gambarannya antara lain berupa bayangan berawan/nodular,

Kavitas (lubang), Sarang seperti garis-garis (fibrotic) atau bintik-bintik kapur (kalsifikasi)

Tb Milier
Gambar 2.11
 Tb Milier ini bisa ditemukan pada Tb paru primer maupun Tb paru post primer,umumnya

menandakan bahwa pasien memiliki sistem imun yang tidak/belum adekuat, contohnya;

anak kecil dibawah usia 5 tahun terutama yang masih dibawah usia 2 tahun, pasien AIDS,

DM, keganasan dll. Tampak berupa bercak opak berukuran 1-3 mm tersebar merata

diseluruh lapang paru. Gambarannya mirip seperti badai salju (Snow Storm Appearance).

Luluh Paru (Destroyed Lung)

 Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya

secara klinis disebut luluh paru .

 Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis (paru kolaps),multikaviti dan

fibrosis parenkim paru.Sulit untuk menilai aktivitas lesi aktif/inaktif atau penyakit hanya

berdasarkan gambaran radiologik tersebut.


Gambar 2.12
Tampak multikavitas dan fibrotik luas pada lapang paru kiri

2.9 Diagnosis Banding

Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi atau peradangan pada salah satu atau kedua paru-paru,

lebih tepatnya peradangan itu terjadi pada kantung udara (alveolus, jamak: alveoli).

Kantung udara akan terisi cairan atau nanah, sehingga menyebabkan sesak nafas, batuk

berdahak, demam, menggigil, dan kesulitan bernapas. Infeksi tersebut disebabkan oleh

berbagai organisme, termasuk bakteri, virus dan jamur.

Bronkiektaksis

Bronkiektaksis adalah penyakit saluran napas kronik ditandai dengan dilatasi abnormal

yang permanen disertai rusaknya dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut

ditemukan perubahan yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema

mukosa (BE silindris), ulserasi (BE kistik) dengan neovaskularisasi dan timbul obstruksi

berulang karena infeksi sehingga terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta

fungsinya.
2.10 Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi

kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang sifatnya berbeda

dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali timbul resistensi bila

terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat

membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah yang

dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan

penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri lain:

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin,

Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin , Amikasin, Kuinolon.

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu :

 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap

hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga

kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:

a. Penderita baru TBC paru BTA positif.

b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada :

a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

 Kategori 4: RHZES

Diberikan pada kasus Tb kronik

2.11 Prognosis dan Komplikasi

Prognosis

Prognosis tuberkulosis (TB) tergantung pada diagnosis dini dan

pengobatan. Tuberkulosis extra-pulmonary membawa prognosis yang lebih buruk. Seorang

yang terinfeksi kuman TB memiliki 10% risiko dalam hidupnya jatuh sakit karena TB. Namun

penderita gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti orang yang terkena HIV, malnutrisi,

diabetes, atau perokok, memiliki risiko lebih tinggi jatuh sakit karena TB.

Rekurensi pengidap TB yang mendapat terapi DOT (Directly Observed Treatment)

berkisar 0-14%. Di negara-negara dengan angka TB yang tinggi, rekurensi biasanya terjadi

setelah pengobatan tuntas, hal ini cenderung dikarenakan oleh reinfeksi daripada relaps.

Prognosis buruk terdapat pada penderita TB extra pulmonary, gangguan kekebalan tubuh,

lanjut usia, dan riwayat terkena TB sebelumnya. Prognosis baik bila diagnosis dan

pengobatannya dilakukan sedini mungkin

Komplikasi
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.

Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua, yaitu :

1.Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.

2. Komplikasi pada stadium lanjut:

Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:

a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan

kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik

b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat

pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan

sebagainya
BAB III

KESIMPULAN

Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena adanya

bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit ini

sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis adalah penyakit yang harus

benar-benar segera ditangani dengan cepat guna mengontrol penyebaran dan jumlah infeksi

berlanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Tuberkulosis Paru. Ed 4.

Depkes RI 2007. Pedoman Pengobatan Tuberkulosis. Jakarta

Depkes RI, 2008. Tuberkulosa Paru. Jakarta.

Jakarta: Departemen Ilmu Penyalit Dalam Universitas Indonesia, 2007,988-992

Jindal, editor in chief SK. Texbook of pulmonary and critical care medicin. New

Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers, 2012;549

Smeltzer, C. S. dan Bare, G. B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah

Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses

Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai