Anda di halaman 1dari 5

1.

Gua Hera

Gua Hira di puncak Jabal Nur, Makkah, menjadi tempat bersejarah bagi umat
Islam. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (SAW) menerima wahyu pertama
kali dari Allah Swt di gua tersebut melalui Malaikat Jibril alaihisslam(AS).

Turunnya wahyu pertama Alquran menandai dimulainya periode kenabian


(Nubuwwah). Saat wahyu pertama ini diturunkan, Nabi Muhammad SAW sedang berada
di Gua Hira, tiba-tiba Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu tersebut. Adapun
mengenai waktu atau tanggal tepatnya kejadian tersebut, terdapat perbedaan pendapat di
antara ulama.
Sebagian menyakini peristiwa itu terjadi pada bulan Rabiul Awal pada tanggal 8 atau 18
(tanggal 18 berdasarkan riwayat Ibnu Umar). Sebagian lainnya pada bulan Rajab pada
tanggal 17 atau 27 menurut riwayat Abu Hurairah. Dan lainnya adalah pada bulan
Ramadhan pada tanggal 17 (Al-Bara' bin Azib) ,21 (Syekh Al-Mubarakfuriy) dan 24
(Aisyah, Jabir dan Watsilah bin Asqo').

Dalam shahih Al-Bukhari diceritakan, dari Aisyah (ummul mu’minin), bahwa


beliau berkata: “Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW adalah dengan
mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti
cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau
memilih Gua Hira dan bertahannuts yaitu ibadah di malam hari dalam beberapa waktu
lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal
untuk bertahannuts kembali.
Kemudian Beliau menemui Khadijah RA mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya
datanglah Al-Haq saat Beliau di Gua Hira, Malaikat Jibril datang seraya berkata: “Iqra'
(Bacalah)?” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”.

Dalam hadis itu, Nabi SAW menjelaskan: “Malaikat itu memegangku dan
memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau
menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku
sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”.

Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Malaikat itu memegangku kembali dan
memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi:
(Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah).”

Nabi SAW kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi
dalam keadaan gelisah dan ketakutan. Beliau menemui istri tersintanya Khadijah binti
Khawailidh seraya berkata: “Selimuti aku, selimuti aku!”. Tanpa bertanya, Khadijah pun
menyelimuti Rasulullah hingga hilang ketakutannya.

Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah: “Aku


mengkhawatirkan diriku”. Maka Khadijah berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan
mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung
silaturrahim.”

Khadijah kemudian mengajak Nabi Muhammad untuk bertemu dengan Waroqoh


bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, putera paman Khadijah, yang beragama Nasrani di
masa Jahiliyyah. Dia juga menulis kitab dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil
dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta.

Khadijah berkata: “Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan


disampaikan oleh putera saudaramu ini”. Waroqoh berkata: “Wahai putra saudaraku, apa
yang sudah kamu alami”. Maka Nabi Muhammad SAW menuturkan peristiwa yang
dialaminya. Waroqoh berkata: “Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan
kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti
diusir oleh kaummu”.

Nabi Muhammad SAW bertanya: “Apakah aku akan diusir mereka?” Waroqoh
menjawab: “Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti
apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat
kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku”. Waroqoh tidak
mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia
pada masa fatroh (kekosongan) wahyu.

2. Dalam kitab Ma’anil Akhabar,, Ibnu Babawaeh al Qummi menyebutkan :

Ketika salah satu murid Imam Shadiq as bertanya pada beliau,, “Mengapa
Rasulullah dijuluki dengan Abu Qasim?” ,Beliau menjawab, “Rasulullah mempunyai
anak lelaki yang bernama Qasim, karenanya beliau dijuluki dengan Abul Qasim.”
Penanya itu melanjutkan, “Saya ingin belajar darimu makna yang lebih dalam dari
sekedar julukan ini”. Beliau berkata, “Bukankah Ali bin Abi Thalib as murid yang sangat
loyal kepada Rasulullah?”.
(Dalam Nahjul Balaghah disebutkan bahwa Amirul Mukminin berkata,
“Rasulullah mengasuhku sejak aku masih kecil, dan aku tumbuh dipangkuannya, aku
telah mencium bau semerbak badannya, beliau mengunyah sesuap makanan lalu
menyuapkannya padaku, dan aku telah tumbuh di pangkuan Islam”). “Bukankah murid
adalah anak Guru dan guru adalah ayah si murid?” (Dan hak pengajaran tidaklah lebih
rendah daripada hak melahirkan)
Ketika ditanya tentang apakah hubungannya lebih erat dengan ayahnya atau
dengan ustadznya, dia menjawab, “Dengan ustadzku, karena ayahku membawaku dari
alam yang tinggi menuju alam bumi (alam rendah), tetapi ustadzku membawaku dari
alam bumi menuju alam tinggi (alam langit). Atas dasar inilah, maka kedudukan Nabi
sama dengan kedudukan ayah bagi Ali bin Abi Thalib. Surga dn neraka dibagi atas dasar
kesetiaan kepadanya. Maka, cinta kepadanya, mengikuti langkahnya, dan ketaatan
mengikuti kepemimpinannya merupakan tolok ukur untuk keberangkatan menuju surga,
sedangkan permusuhan padanya dan kebencian padanya merupakan tanda keberangkatan
menuju neraka. Beliau aalah timbangan dan tolok ukur bagi pembagian surga dn neraka.”
Dalam Nahjul Balaghah disebutkan bahwa beliau pernah berkata kepada
seseorang yang mulai melenceng dari jalur agama,, “Sungguh aku akan memenggalmu
dengan pedangku yang tidak ada seorangpun yang aku pukul dengannya kecuali dia akan
masuk ke dalam neraka”. Maka, setiap orang yang terbunuh dengan pedang Ali, dia pasti
termasuk penghuni neraka, maka atas dasar ini, Ali bin Abi Thalib adalah murid Nabi,
dan murid adalah anak ustadz. Kalau begitu, Ali bin Abi Thalib adalah putra Nabi . Selain
itu,Ali bin Abi Thalib adalah pembagi surga dan neraka ( qasimul jannah wa an-naar ) ,,
maka atas dasar ini Nabi adalah Abul Qasim.
Nahjul Balaghah, bab Faidh, hlm 957 Waraqah bin Naufal (Bahasa Arab ‫ورقه‬
‫ )نوفل بن‬adalah sepupu Khadijah istri Muhammad, salah satu orang yang pertama kali
memeluk Islam. Nama lengkapnya adalah Waraqah bin Nawfal bin Assad bin Abd al-
Uzza bin Qusayy Al-Qurashi.
Waraqah bin Naufal adalah seorang pengikut setia ajaran Ibrahim, dia
mempelajari Taurat dan Injil, keluarga mereka tidak ada yang menyembah berhala,
membunuh anak perempuan dengan cara mengubur mereka hidup-hidup. Mereka
tidak mengikuti tradisi jahiliyah tersebut. Kehidupan mereka di landasi kuat dengan
ajaran Ibrahim As.
Nenek moyang mereka Qushay Al Quraisyh adalah pemegang kunci Ka’bah.
Seluruh kendali Kota Makkah di pegang oleh Qushay. Sejak didirikannya Makkah di
tempat itu sudah ada jabatan-jabatan penting seperti yang dipegang oleh Qushay bin
Kilab pada pertengahan abad kelima Masehi. Pada waktu itu para pemuka Makkah
berkumpul. Jabatan-jabatan hijaba, siqaya, rifada, nadwa, liwa’ dan qiyada dipegang
semua oleh Qushay.
1. Hijaba ialah penjaga pintu Ka’bah atau yang memegang kuncinya.
2. Siqaya ialah menyediakan air tawar – yang sangat sulit waktu itu bagi mereka yang
datang berziarah serta menyediakan minuman keras yang dibuat dari kurma.
3. Rifada ialah memberi makan kepada mereka semua.
4. Nadwa ialah pimpinan rapat pada tiap tahun musim.
5. Liwa’ ialah panji yang dipancangkan pada tombak lalu ditancapkan sebagai lambang
tentara yang sedang menghadapi musuh, danqiyada ialah pimpinan pasukan bila
menuju perang. Jabatan-jabatan demikian itu di Mekah sangat terpandang. Dalam
masalah ibadat seolah pandangan orang-orang Arab semua tertuju ke Ka’bah itu.
Demikian jabatan-jabatan penting yang di pegang oleh Qushay al Quraisyh
sebagai penerus kebijakan Nabi Ibrahim sang pendiri Ka’bah bersama putranya Ismail
AS.Tradisi agama Ibrahim yang kuat ini selalu di pegang teguh oleh keturunannya
melalui Ismail sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Waraqah bin Naufal adalah seorang yang sangat menyukai ilmu agama, dia
mempelajari Taurat dan Injil, dua buah kitab yang di turunkan oleh Allah kepada Nabi
Musa AS dan Nabi Isa As. Ciri-ciri nabi yang akan di utus di tanah arab sudah di ketahui
oleh Waraqah bin Naufal. Hanya saja ketika nabi itu di utus kedua mata Waraqah sudah
buta, dan umur beliau sudah lanjut. Namun begitu beliau tidak tuli atau pekak.
Sejarah Waraqah ini tidak lepas dengan sejarah turunnya wahyu pertama yang di
terimah oleh nabi. Istri nabi Siti Khadijah adalah seorang istri yang sangat mencintai
suami. Di tanah arab wanita ini di juluki At Thahirah (perempuan suci). Kecintaan beliau
terhadap suami (Rasulullah SAW) mengalahkan segalanya. Kepatuhan, kesantunan dan
kehormatan beliau terhadap nabi tidak ada tandingannya. Itulah sebabnya nabi tidak
punya istri selain Siti Khadijah saja ketika Khadijah masi hidup.
Jabal Nur atau di kenal dengan Gua Hira adalah sebuah tempat mengasingkan diri
yang di lakukan oleh Rasul. Di tempat ini Rasulullah menerimah wahyu pertamanya pada
bulan Rahmadan tanggal 17. Wahyu pertama yang di terimah oleh nabi yaitu di dekap
oleh Jibril dengan sekeras-kerasnya, oleh sebabnya nabi susah bernafas, apa lagi yang
datang malam-malam begini bukan manusia, tentu akan timbul perasaan khawatir (Kalau-
kalau ajalnya lepas), jantung berdebar keras tidak menentu dan tubuh gemetar bercucuran
keringat walau malam begitu dingin.
Rasa Khawatir kalau nyawanaya tidak akan lama lagi membuat beliau untuk
mengambil keputusan untuk pulang ke rumah yang jaraknya sekitar 6km dari Gua Hira
(sekarang Jabal Nur). Di rumah nabi menujuh ketempat tidur, dengan badan gemetar
bercucuran keringat dingin dan meminta kepada istrinya Khadijah untuk menyelimuti
beliau.
Melihat keadaan nabi yang begitu menyedihkan dan mengharukan Khadijah
menyelimuti nabi dengan kasih sayang yang tidak mampu saya lukiskan di sini. Siti
Khadijah khawatir umur suaminya tidak akan lamah. Akhirnya Khadijah mengambil
keputusan untuk menemui Waraqah bin Naufal anak pamanya. Khadijah pergi menemui
Waraqah ketika suami beliau sudah dalam keadaan tenang atau tidur.
Seluruh kejadian yang menimpah suami beliau (Rasulullah) di ceritakan oleh
Khadijah sampai tuntas kepada Waraqah. Waraqah diam saja mencermati cerita tersebut.
Setelah Khadijah selesai menceritakan apa yang di alami suaminya barulah Waraqah
menjawab dengan singkat dan padat.
Berikut beberapa tulisan yang saya ambil dari sebuah buku islam buah karya KH.
Moenawar Chalil. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW jilid I,
(Buku ini sangat baik dalam menceritakan kronologis kejadian-kejadian yang
menelatar belakangi sebuah kisah itu terjadi, terdiri dari 5 jilid)
“Demi Allah yang jiwa Waraqah berada dalam genggamanNya, jika engkau
membenarkan aku wahai Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Namus
Akbar) sebagaimana yang pernah datang kepada Musa, dan sesungguhnya dia nabi bagi
umat ini, Oleh sebab itu katakanlah kepadanya agar tetap tenang.” Demikianlah jawaban
yang diberikan Waraqah kepada kemanakannya Khadijah. Mendengar berita ini langsung
dari anak pamannya Khadijah sangat gembira. Khadijahpun pulang ke rumah.
Sampai di rumah di dapatinya nabi sudah bangun, wajahnya mulai cerah,
tubuhnya tidak gemetar lagi dan nafasnya tidak tersengal-sengal lagi. Melihat keadaan ini
Khadijah memberanikan diri untuk bertanya kepada nabi walau di hatinya bercampur
cemas, gelisah dan perasaan gembira.
“Aduhai Tuhan, Aduhai. Apakah gerangan yang menimpa kekasihku. Apakah
yang menimpa engkau wahai kekasihku, katakanlah padaku, katakanlah padaku”
Nabi menjawab:
“Selimutilah aku, selimutilah aku”
Khadijah berkata:
“Sekarang aku sudah tidak sabar lagi untuk mengetahui permasalahan ini,
maka ceritakanlah padaku”
Nabi menjawab:
“Aku sangat mengkhawatirkan diriku” (maksud nabi dia khawatir kalau binasa
karenanya karena dia tidak tahu apa sesungguhnya terjadi)
Kemudian Khadijah menjawab:
“Oh tidak demikian, Allah tidak akan menghinakan engkau selama-lamanya, karena
engkau selalu menyambung tali silahturahmi, dan menanggung yang berat (menolong
yang susah), mencarikan pekerjaan bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan
engkau selalu menghormati tamu dan engkaulah selalu menolong di dalam kebaikan”
Dengan adanya jawaban yang tulus dari seorang istri kemudian nabi
menceritakan apa yang dia alami.
Setelah itu Khadijah bertanya lagi kepada Rasulullah.
“Tidakah engkau bertanya siapakah engkau, siapa yang datang bersama engkau dan
apa maksudmu datang padaku”
Lalu nabi menjawab:
Aku mendengar dia berkata, ‘Saya Jibril. Saya akan datang kepada engakau untuk
menyampaikan Risalah Tuhanmu'”.
Mendengar jawaban itu Khadijah terdiam dan nabi pun diam juga, sebab dia
tahu apa yang di sampaikan oleh pamannya Waraqah bin Naufal benar adanya.
Suaminya detik ini adalah seoarang Nabi sekaligus seorang Rasul. Ada perasaan
gembira di hatinya.
Setelah badan nabi telah segar bugar kembali dengan tidak kurang satu
apapun, Khadijah mengajak beliau ke rumah Waraqah agar penjelasan ini di dapat
beliau secara langsung dari Waraqah.
Sampai dirumah, Khadijah berkata kepada Waraqah:
“Hai anak lelaki pamanku dengarkanlah apa yang hendak di katakan anak lelaki
saudaramu”
Waraqah berkata:
“Hai anak lelaki saudaraku apa yang engkau lihat?”
Lalu nabi menceritakan apa yang di alaminya.
Jawab Waraqah:
“Suci suci. Hai anak lelaki saudaraku. Ini adalah rahasia paling besar yang pernah
Allah turunkan kepada Nabi Musa. Oh mudah-mudahan aku dapat kembali menjadi
muda dan kuat, mudah-mudahan aku masih hidup, kelak kaummu akan mengusirmu.”
Lalu nabi bertanya:
“Apakah kaumku akan mengusirku?”
“Ya. Sama sekali tidak ada seorang yang datang dengan membawa apa yang
engkau bawa melainkan ia di musuhi. Dan jikalau aku dapat mengalami bersama
harimu, kelak engaku dimusuhi, maka aku akan menolongmu dengan pertolongan
yang kuat”
Dengan adanya keterangan dari Waraqah ini sejak itulah Khadijah memegang
teguh penjelasan beliau.

Anda mungkin juga menyukai