Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Manusia Berbudaya

Kebudayaan pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh


akal budi manusia. Dari batasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa Manusia sebagai
makhluk berbudaya adalah makhluk yang senantiasa menggunakan akal budinya untuk
menciptakan kebahagiaan. Karena yang membahagiakan hidup manusia itu adalah suatu
perbuatan yang baik, benar, dan adil. Maka dapat dikatakan hanya manusia yang selalu
berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran, dan keadilan sajalah yang berhak menyandang
gelar manusia berbudaya.1[1] Budaya sebagaimana Istilah ini digunakan dalam antropologi ,
tentunya tidaklah berarti pengembangan di bidang seni dan keaggungan sosial. Budaya lebih
diartikan sebagai himpunan pengalaman yang dipelajari.2[2] Setiap kebudayaan adalah
sebagian jalan atau arah didalam bertindak dan berpikir, sebab itulah kebudayaan tidak dapat
dilepaskan dengan individu dan masyarakat.3[3] Ciptaan manusia yang dinamakan
kebudayaan, sesungguhnya hanya mengubah kenyataan yang telah disediakan oleh alam, baik
alam diluar maupun di dalam diri manusia itu sendiri.
Manusia berbudaya adalah manusia yang memiliki perilaku dan tingkah
laku yang berakal budi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Manusia berbudaya juga
dapat diartikan sebagai manusia yang dalam kehidupannya berperilakuan baik, bermoral,
sopan dan santun terhadap sesama manusia atau mahluk ciptaan tuhan.4[4] Perilaku manusia
berbudaya adalah perilaku yang dijalankan sesuai dengan moral, norma-norma yang berlaku
dimasyarakat, sesuai dengan perintah di setiap agama yang diyakini, dan sesuai dengan
hukum Negara yang berlaku. Dalam berperilaku, manusia yang berbudaya tidak menjalankan
sikap-sikap atau tindakan yang menyinpang dari peraturan-peraturan baik berupa norma-
norma yang ada di masyarakat maupun hukum yang berlaku.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan
makhluk ciptaan Tuhan, maka kebaikan, kebenaran, dan keadilan yang diusahakan itu tidak
hanya diusahakan semata-mata hanya untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk
masyarakat sekitarnya, bahkan juga untuk makhluk lain ciptaan Tuhan.

1[1] Widaghdo, Djoko, Ilmu Budaya Dasar, cet.4, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hal.24

2[2] Keesing, roger.AntropologiBudaya, Erlangga. Jakarta.1992Hal68

3[3] Prasetya, joko Tri, Ilmu Budaya Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal.37

4[4] http://mediaamirulindonesia.blogspot.com/2011/03/manusia-berbudaya.html .
Seseorang dikatakan berbudaya apabila perilakunya dituntun oleh akal budinya
sehingga dapat mendatangkan kebahagiaan bagi diri dan lingkungannya serta tidak
bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dapat dikatakan dengan “bermanfaat bagi
lingkungannya” atau paling tidak “tidak merugikan orang lain”.5[5] Kebahagiaan memang
hak semua orang. Namun, dalam memperoleh kebahagiaan, manusia yang mengaku dirinya
sebagai makhluk berbudaya selalu berusaha tidak mengurangi apalagi meniadakan sama
sekali kebahagiaan pihak lain. Bahkan pihak lain sedapat mungkin ikut merasakan
kebahagiaan itu.

B. Karakteristik Manusia Berbudaya


Adanya akal dan budi pada manusia, telah menyebabkan adanya perbedaan
cara dan pola hidup diantara keduanya. Karena akal dan budi menyebabkan manusia
memiliki cara dan pola hidup yang ganda, yaitu: kehidupan kehidupan yang bersifat meterial
dan kehidupan yang bersifat spiritual. Akal dan budi sangat berperan dalam usaha
menciptakan kedua jenis kehidupan itu. Untuk menciptakan kebahagiaan hidup jasmani,
manusia dan akal budinya selalu berusaha menciptakan benda-benda baru sesuai dengan yang
diinginkan. Dengan kata lain manusia yang dengan akal dan budinya serta aktivitasnya sangat
besar peranannya dalam mewujudkan dan mengembangkan kebudayaan.

Akal dan budi manusia yang mengaku manusia berbudaya, pasti akan
menolak bila menyaksikan kehidupan yang seperti kehidupan hewan “siapa yang kuat dialah
yang menang”. Sebab pada hakikatnya manusia hidup selalu memerlukan pertolongan yang
lain.

Dua kekayaan manusia yang paling utama adalah akal dan budi atau yang
biasa disebut dengan pikiran dan perasaan. Kalau dilihat dari segi bentuk fisiknya tidak
berlebihan jika manusia menyatakan dirinya sebagai makhluk yang termulia diantara
makhluk-makhluk lain ciptaan Tuhan. Banyak bukti dapat ditunjukkan sebagai tanda
kemuliaan atau keistimewaan manusia diantara makhluk-makhluk lain ciptaaan Tuhan6[6] ,
misalnya:

1. Semua unsur alam termasuk makhluk-makhluk lain, dapat dikuasai dan dimanfaatkan
manusia untuk keperluan hidunya

5[5] Widaghdo, Djoko, Ilmu Budaya Dasar, cet.4, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hal.25

6[6] Widaghdo, Djoko, Ilmu Budaya Dasar, cet.4, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hal.32-33
2. Manusia mampu mengatur perkembangan hidup makhluk lain dan menghindarkannya dari
kepunahan
3. Manusia mampu mengusahakan agar apa yang ada di alam ini tidak saling meniadakan.
4. Manusia mampu mengubah apa yang ada di alam yang secara alamiah tidak bermanfaat
menjadi bermanfaat.
5. Manusia memiliki kreativitas sehingga dapat menciptaka benda-benda yang diperlukan
dengan bentuk dan model sesuai dengan keinginannya.
6. Manusia memiliki rasa indah dan kerenanya mampu menciptakan benda-benda seni yang
dapat menambah kenikmatan hidup rohaninya.
7. Manusia memiliki alat untuk berkomunikasi dengan sesamanya yang disebut bahasa, yang
memungkinkan mereka untuk saling bertukar informasi.
8. Manusia memiliki sarana pengatur kehidupanbersama yang disebut sopan santun, yang dapat
menciptakan kehidupan bersama yang tertib dan saling menghargai.
9. Manusia memiliki ilmu pengetahuan yang dapat membuat kehidupan makin berkembang
10. Manusia memiliki pasanagan hidup antar sesama demi kesejahteraan hidupnya di dunia,
selain itu juga mengatur “pergaulannya” dengan Sang Pencipta demi kebahagiaan hidupnya
di akhirat kelak.
Hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan. Karena yang tidak
perlu dibiasakan dengan cara belajar, misalnya tindakan atas dasar naluri(instink), gerak
reflek. Manusia yang mempunyai jiwa, mempunyai pula kebudayaan. Hewan yang tidak
mempunyai jiwa, tidak pula mempunyai kebudayaan..
Kita akan lebih mengetahui kerakteristik manusia berbudaya dengan membandingkan
makhluk yang berkebudayaan dengan makhluk yang memiliki hayat tetapi tidak
bekebudayaan yaitu antara manusia dan hewan.

Ada 7 pokok perbedaan antara Manusia dan Hewan7[7]


1. Sebagian besar kelakuan manusia dikuasai oleh akalnya, sedangkan pada hewan oleh
nalurinya. Dengan akalnya menusia menguasai alam sehingga bisa hidup dimanapun
sedangkan hewan hanya pada tempat tertentu saja.
2. Sebagian besar kehidupan manusia dapat berlangsung dengan bantuan peralatan sebagai hasil
kerja akalnya. Alat untuk perlengkapan itu merupakan penyambung akal tersebut. Secara

7[7] Widaghdo, Djoko, Ilmu Budaya Dasar, cet.4, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hal.22-23
fisik manusia lebih lemah daripada hewan, oleh karena itu dengan akalnya ia menciptakan
peralatan untuk mempertahankan diri dari kehidupannya.
3. Sebagian besar perilaku manusia didapat dan dibiasakan melalui proses belajar, sedangkan
hewan melalui proses nalurinya.
4. Manusia mempunyai bahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa adalah alat komunikasi antar
manusia yang sangat penting untuk menunjang proses belajar, untuk itu bahasa merupakan
hal penting yang mendorong kepada perkembangan kebudayaan.
5. Pengetahuan manusia bersifat “terus bertambah”. Sifat ini disebabkan masyarakatnya yang
berkembang dan telah memiliki sistem pembagian kerja.
6. Sestem pembagian kerja manusia jauh lebih kompleks daripada masyarakat hewan.
Pembagian kerja manusia didasarkan atas perhitungan akal dan kepentingannya. Sehingga
bidang pekerjaan tertentu ditangani oleh golongan orang tertentu pula, yang ahli di bidang
tertentu.
7. Manusia sangat beraneka ragam, sedangkan hewan tetap saja.

C. Pentingnya Memahami Konsep Manusia Berbudaya


Dengan memahami konsep manusia berbudaya maka manusia dapat
memperluas pandangan tentang masalah kemanusiaan dan budaya, serta lebih tanggung
jawab terhadap masalah-masalah tersebut. Manusia juga dapat lebih peka terhadap nilai-nilai
hidup yang ada dalam masyarakat, saling menghormati, serta simpati pada nilai-nilai yang
ada pada masyarakat.
Pentingnya memahami konsep manusia berbudaya juga agar manusia dapat
mengembangkan daya kritis terhadap persoalan kemanusiaan dan daya kebudayaan.
Menambah kemampuan untuk menanggapi masalah nilai-nilai budaya dalam masyarakat
Indonesia dan dunia tanpa terikat oleh disiplin, mampu memenuhi tuntutan masyarakat yang
sedang membangun.
Dalam usaha manusia menemukan nilai-nilai yang sesuai dengan
kedudukan sebagai makhluk berbudaya, baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial
maupun makhluk ciptaan Tuhan. Dua kekayaan manusia yang membedakan antara manusia
dengan makhluk lain ialah akal dan budi, memungkinkan munculnya cipta (Kemampuan
berpikir yang menimbulkan ilmu pengetahuan), rasa(karya seni/ kesenian), dan karsa
(Kehendak untuk hidup sempurna, mulia dan bahagia yang menimbulkan kehidupan
beragama dan kesusilaan) pada diri setiap manusia. Karena akal dan budi ini lahirlah cara dan
pola hidup manusia yang berbeda dengan cara dan pola hidup makhluk lain.
Disisi lain dengan memahami pentingnya konsep manusia berbudaya maka
diharapkan semua masalah dapat diselesaikan secara manusiawi, dengan pengertian tidak
sampai menimbulkan kerugian bagi semua pihak yang terlibat. Jangan sampai masing-masing
pihak hanya memandang masalah itu dari segi kepentingannya sendiri, melainkan juga
memikirkan kepentingan pihal lain. Sehingga menjadikan manusia yang lebih berbudaya dan
manusiawi.8[8]
Langkah pertama yang harus dilakukan bagi yang berniat menjadi manusia yang
berbudaya, manusia yang sadar akan peranannya sebagai pengemban nilai-nilai moral, ialah
manusia yang selalu berusaha memperhatikan dengan sungguh-sungguh pentingnya akal dan
budi dan menerapannya. Harus melatih diri mengekang dan mengendalikan hawa nafsu dan
berusaha membatasi keinginan dalam segala segi. Tidak akan menginginkan sesuatu yang
berlebihan kepada keadaan yang ada di atas kita dan mau ikhlas melihat yang ada di bawah,
merupakan suatu latihan yang baik untuk memperhalus akal dan budi. 9[9]

8[8] Widaghdo, Djoko, Ilmu Budaya Dasar, cet.4, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hal.17

9[9] Widaghdo, Djoko, Ilmu Budaya Dasar, cet.4, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hal.31

Anda mungkin juga menyukai