Anda di halaman 1dari 22

BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi pada tulang dan sendi dapat dapat menyerang pada semua umur, pada bayi, anak-
anak, dan kaum dewasa. Secara umum infeksi pada tulang dan sendi dapat disebabkan oleh
berbagai macam faktor, baik itu dari mikroorganisme dari luar tubuh, penggunaan steroid yang
kronis, akibat penyakit human immunodeficiency virus (HIV), diabetes, hemodialysis,
pengguna-pengguna obat intravena, dan kaum tua. Tipe yang berbeda dari bakteri-bakteri secara
khas mempengaruhi kelompok-kelompok umur yang berbeda. Pada anak-anak infeksi paling
umum terjadi pada ujung-ujung dari tulang-tulang yang panjang dari lengan-lengan dan tungkai-
tungkai, mempengaruhi pinggul-pinggul, lutut-lutut, pundak-pundak, dan pergelangan-
pergelangan tangan. Pada kaum dewasa, lebih umum pada tulang-tulang vertebrae atau pada
pelvis. Infeksi juga bisa menyebar keluar dari tulang dan membentuk abses di jaringan lunak di
sekitarnya, misalnya di otot.

1.2 Manfaat Modul

Manfaat modul ini adalah agar mahasiswa dapat menjelaskan tentang proses inflamasi secara
umum, mekanisme infeksi pada tulang, serta penyakit inflamasi yang mengenai tulang dan sendi
yang meliputi osteomielitis, septic arthritis, bursitis, tendinitis, arthritis supuratif akut dan
spondilitis tuberkulosa.

pg. 1
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

BAB II

PEMBAHASAN

Scenario Tutorial

KAKI SAYA TIDAK BISA DIGERAKKAN

Ani, 4 tahun dibawa ibunnya ke praktek dokter umum Karen bengkak di daerah bawah lutut
kanan. Keluhan bengkak ini sudah dialami 8 hari dan disertai dengan sakit dan kemerahan di
seluruh tungkai kanan. Keluhan ini disertai juga dengan adanya demam selama 8 hari. Dokter
menanyakan apakah Ani pernah mengalami trauma. Ibu Ani menyampaikan bahwa Ani pernah
jatuh dari motor dan kakinya luka dan terpelecok. Karena waktu itu lukanya tidak parah, maka
luka hanya dibersihkan dan setelah itiu Ani dibawa ke tukang urut untuk diurut. Akan tetapi,
setelah itu, tungkai kanan Ani malah semakin membengkak. Pada pemeriksaan fisik dokter
mendapatkan pada daerah lutut kanan eritema, oedem dan pseudoparalysis. Dokter umum
tersebut akhirnya merujuk Ani ke Poli Bedah Tulang di suatu rumah sakit.

Step 1 Identifikasi Kata Sulit

1. Pseudoparalisis : kelumpuhan palsu; kekuatan otot yang tampaknya menghilang, tetapi


bukan kelumpuhan sejati, ditandai dengan gangguan koordinasi gerakan atau atau
gerakan yang tertahan, sebagai akibat rasa nyeri.

Step 2 Identifikasi Masalah

1. Apa penyebab bengkak dan demam?


2. Apa hubungan trauma dengan keluhan yang dialami oleh Ani?
3. Apa penyebab luka makin bengkak setelah dibersihkan dan dibawa ke tukang urut?
4. Bagaimana mekanisme pseudoparalisis?
5. Apa hubungan usia dengan perjalanan penyakit dan proses penyembuhan?
6. Apakah keluhan yang dirasakan Ani mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya?
7. Apa tindakan awal dari scenario tersebut?
8. Pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis? Apa diagnosis
banding pasien tersebut?
9. Mengapa dokter merujuk Ani ke spesialis bedah tulang?

Step 3 Curah Pendapat

pg. 2
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

1. Inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis
dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang
mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Tanda-tanda klasik inflamasi
yaitu bengkak (tumor), kemerahan (rubor), panas (kalor), sakit (dolor), dan perubahan
fungsi (function laesa). Pada inflamasi, terjadi perubahan vascular yang meliputi
perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas
pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam
jaringan menyebabkan pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan
dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit.
Substansi penyebab demam adalah pirogen. Pirogen dapat berasal dari eksogen maupun
endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh sedangkan pirogen endogen berasal
dari dalam tubuh. Pirogen eksogen, dapat berupa infeksi atau non-infeksi, akan
merangsang sel-sel makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk melepaskan IL-1, IL-
6, TNF-α, dan IFN-γ yang selanjutnya akan disebut pirogen endogen/sitokin. Pirogen
endogen ini, setelah berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik hipotalamus akan
merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2, yang selanjutnya melepas
asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2
(COX-2) akan diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin
inilah, baik secara langsung maupun melalui pelepasan AMP siklik, menset termostat
pada suhu tubuh yang lebih tinggi. Hal ini merupakan awal dari berlangsungnya reaksi
terpadu sistem saraf autonom, sistem endokrin, dan perubahan perilaku dalam terjadinya
demam (peningkatan suhu).
2. Trauma akan menyebabkan pengeluaran mediator-mediator inflamasi. Kemudian
mediator-mediator ini akan menyebabkan perubahan vascular yang berupa peningkatan
tekanan intravascular dan peningkatan tekanan hidrostatik sehingga tejadi bengkak, nyeri
dan kemerahan. Selain itu, mediator-mediator inflamasi ini juga menyebabkan
peningkatan suhu tubuh sehingga terjadi demam.
3. Pijat/urut tidak menghilangkan penyebab inflamasi bahkan justru bisa memperberat
respon inflamasi sehingga lukanya akan semakin bengkak. Apabila luka tidak
dibersihkan dengan baik maka hal ini justru akan menjadi port d entry kuman yang bisa
menyebabkan infeksi yang semakin memperparah luka tersebut.
4. Pseudoparalisis terjadi sebagai suatu akibat salah satu respon inflamasi, yaitu function
laesa.
5. Trauma pada tulang apabila ditangani dengan baik akan sembuh. Proses pemulihan dan
regenerasi tergantung pada usia. Proses pemulihan dan regenerasi pada anak-anak lebih
baik dibandingkan pada dewasa. Sebaliknya, respon imun terhadap infeksi pada dewasa
lebih baik dibandingkan pada ank-anak.
6. Keluhan yang diderita Ani tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Ani
apabila diberikan penanganan yang baik. Namun, apabila penanganan buruk maka dapat
menyebabkan kelainan yang parah.

pg. 3
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

7. Tindakan awal yang dapat dilakukan adalah:


- Disinfeksi luka
- Balut dan bidai
- Pemberian analgesic
- Istirahatkan bagian yang sakit
8. Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
- Darah lengkap : menilai apaka ada infeksi atau tidak
- Radiologi : menilai kondisi tulang dan sendi
- Kultur : mengenali kuman penyebab infeksi
- Sensibilitas antibiotic
- Bone scanning
- MRI

DD :

- Osteomielitis
- Arthritis septic
- Neoplasma
- Bursitis
- Arthritis supuratif akut
9. Untuk penatalaksanaan lebih lanjut.

pg. 4
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Step 4 Strukturisasi Konsep

Trauma Non trauma

Mikroorganisme Infeksi Inflamasi

- Anamnesis
Pemeriksaan - Fisik
- Penunjang

Osteomielitis Artritis Bursitis Artritis supuratif Tendinitis Spondilitis TB Neoplasma


septik akut

Penatalaksanaan

pg. 5
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Step 5 Learning Objective

Mahasiswa mampu menjelaskan tentang :

1. Infeksi dan Inflamasi


2. DD :
- Osteomielitis - Tendinitis
- Septic arthritis - Arthritis supuratif akut
- Bursitis - Spondilitis TB

Step 6 Belajar Mandiri

Pada step ini masing-masing anggota kelompok belajar mandiri sesuai dengan referensi yang ada
untuk membahas learning objektif pada DKK 2.

Step 7 Sintesis

1. Infeksi dan Inflamasi

Infeksi yaitu invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis tidak tampak
atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel, atau
respon antigen-antibodi. (Dorland, 2002)

Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurunng (sekuester)
baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. (Dorland, 2002)

Infeksi
Infeksi menembus permukaan kulit atau berasal dari dalam tubuh. Gambaran klinisnya
tergantung pada:
1. Letaknya di dalam kulit
2. Sifat alami organism
3. Sifat respon tubuh terhadap organism

Sebagian besar infeksi melalui jalan eksternal dengan menembus barier kulit yang dapat
menyebabkan lesi kulit saat organisme menginfeksi tubuh lainnya dan menimbulkan bercak-
bercak kulit. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai macam organisme, seperti fungi, virus,
bakteri, protozoa dan virus metazoa. Banyak organisme yang hidup atau bahkan tumbuh di
dalam kulit tetapi tidak menimbulkan kerugian terhadap inang yang disebut komensal, atau
apabila organisme ini mengkonsumsi bahan-bahan yang mati maka mereka disebut saprofit.
(Underwood, 1999)

pg. 6
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkan organisme infeksius beraneka ragam, karena
produk atau sekresi yang berbahaya dari bakteri-bakteri. Jadi, sel hospes menerima rangsangan
bahan kimia yang mungkin bersifat toksik terhadap metabolisme atau terhadap keutuhan
membran sel. Sebagai tambahan, sering timbul respon peradangan dari hospes yang dapat
menyebabkan kerusakan kimiawi terhadap sel. Agen intraseluler misalnya virus sering
menyebabkan ruptura sel yang terinfeksi. Selanjutnya terjadi kerusakan jaringan lokal.
(Underwood, 1999)

Infeksi kronik adalah infeksi yang virusnya secara kontinu dapat dideteksi, sering pada kadar
rendah, gejala klinis dapat ringan atau tidak terlihat. Terjadi akibat sejumlah virus hewan, dan
persistensi pada keadaan tertentu bergantung pada usia orang saat terinfeksi. Pada infeksi kronik
oleh virus RNA, populasi virus sering mengalami banyak perubahan genetik dan antigenik.
Infeksi laten adalah infeksi yang virusnya kebanyakan menetap dalam bentuk samar atau kriptik.
Penyakit klinis dapat timbul serangan akut intermiten; virus infeksius dapat ditemukan selama
timbulnya serangan tersebut. Infeksi subklinik (tidak tampak) adalah infeksi yang tidak
memperlihatkan tanda jelas adanya infeksi. (Brooks, 2007)

Inflamasi
Peradangan ditandai oleh:
1. Vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat
yang berlebihan.
2. Peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali cairan ke
dalam ruang intersisiel
3. Seringkali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang intersisiel yang disebabkan oleh
fibrinogen dan protein yang lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah besar
4. Migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan
5. Pembengkakan sel jaringan (Guyton, 2007)

Biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadiannya, antara lain:

1. Radang akut. Yaitu reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama
2. Radang kronis. Yaitu reaksi jaringan selanjutnya yang diperlama mengikuti respon awal

Penyebab utama radang akut adalah:

- Infeksi microbial
Merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Virus menyebabkan kematian sel
dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan endotoksin yang spesifik atau
melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Di samping itu,
beberapa macam organisme, melalui reaksi hipersensitivitas, dapat menyebabkan radang
yang diperantarai imunologi.
- Reaksi hipersensitivitas

pg. 7
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Terjadi bila perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau
berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
- Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terrjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik,
ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebihan (fostbite).
- Bahan kimia iritan dan korosif
- Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak
jaringan, yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Di samping itu,
agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi, dan
langsung mengakibatkan radang.
- Jaringan nekrosis
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen
dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian
jaringan. Kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya
infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respon radang akut.
(Underwood, 1999)

Proses peradangan

Salah satu efek pertama dari peradangan adalah pembatasan (wall of) area yang cedera dari sisa
jaringan yang tidak mengalami radang. Ruang jaringan dan cairan limfatik di daerah yang
meradang dihalangi oleh bekuan fibrinogen, sehingga untuk sementara waktu hampir tidak ada
cairan yang melintasi ruangan. Proses pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau
produk toksik.

Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan dimulai, makrofag telah ada di dalam jaringan
dan segera memulai kerja fagositiknya. Bila diaktifkan oleh produk infeksi dan peradangan, efek
yang mula-mula terjadi adalah pembengkakan setiap sel-sel ini dengan cepat. Selanjutnya,
banyak makrofag yang sebelumnya terikat kemudian lepas dari perlekatannya dan menjauh
mobil, membentuk lini pertama pertahanan tubuh terhadap infeksi selama beberapa jam pertama.
Dalam beberapa jam setelah peradangan dimulai, sejumlah besar netrofil dari darah mulai
menginvasi daerah yang meradang. Hal ini disebabkan oleh produk yang berasal dari jaringan
yang meradang akan memicu reaksi berikut:

1. Produk tersebut mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan


netrofil melekat pada dinding kapiler di area yang meradang. Efek ini disebut marginasi.
2. Produk ini menyebabkan longgarnya perlekatan interseluler antara sel endotel kapiler dan
sel endotel vanula kecil sehingga terbuka cukup lebar, dan memungkinkan netrofil untuk
melewatinya dengan cara diapedesis langsung dari darah ke dalam ruang jaringan.
3. Produk peradangan lainnya akan menyebabkan kemotaksis netrofil menuju jaringan yang
cedera.

pg. 8
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Jadi, dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya kerusakan jaringan, tempat tersebut akan
diisi oleh netrofil. Karena netrofil darah telah berbentuk sel matur, maka sel-sel tersebut
sudah siap untuk segera memulai fungsinya untuk membunuh bakteri dan menyingkirkan
bahan-bahan asing.

Dalam waktu beberapa jam sesudah dimulainya radang akkut yang berat, jumlah netrofil di
dalam darah kadang-kadang menigkat sebanyak 4-5 kali lipat menjadi 15.000-25.000 netrofil
per mikroliter. Keadaan ini disebut netrofilia. Netrofilia disebabkan oleh produk peradangan
yang memasuki aliran darah, kemudian diangkut ke sumsum tulang, dan disitu bekerja pada
netrofil yang tersimpan dalam semsum untuk menggerakkan netrofil-netrofil ini ke sirkulasi
darah. Hal ini membuat lebih banyak lagi netrofil yang tersedia di area jaringan yanng
meradang.

Bersama dengan invasi netrofil, monosit dari darah akan memasuki jaringan yang meradang
dan membesar menjadi makrofag. Setelah menginvasi jaringan yang meradang, monosit
masih merupakan sel imatur, dan memerlukan waktu 8 jam atau lebih untuk membengkak ke
ukuran yang jauh lebih besar dan membentuk lisosom dalam jumlah yang sangat banyak,
barulah kemudian mencapai kapasitas penuh sebagai makrofag jaringan untuk proses
fagositosis. Ternyata setelah beberapa hari hingga minggu, makrofag akhirnya datang dan
mendominasi sel-sel fagositik di area yang meradang, karena produksi monosit baru yang
sangat meningkat dalam sumsum tulang.

Pertahanan tubuh yang keempat adalah peningkatan hebat produksi granulosit dan monosit
oleh sumsum tulang. Hal ini disebabkan oleh perangsangan sel-sel progenitor granulositik
dan monositik di sumsum. Namun hal tersebut memerlukan waktu 3-4 hari sebelum
granulosit dan monosit yang baru terbentuk ini mencapai tahap meninggalkan sumsum
tulang. (Guyton, 2007)

Pembentukan pus

Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, pada
dasarnya semua netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa
hari, di dalam jaringan yang meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai
bagian jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti
ini biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan
nekrotik yang terdapat dalam pus secara bertahap akan mengalami autokatalisis dalam waktu
beberapa hari, dan kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke dalam jaringan sekitar dan
cairan limfe hingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah hilang.
(Guyton, 2007)

pg. 9
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Efek radang akut

Cairan dan eksudat seluler, keduanya dapat mempunyai efek yang berguna. Manfaat cairan
eksudat adalah sebagai berikut:

 Mengencerkan toksin
Pengenceran toksin yang diproduksi oleh bakteria akan memungkinkan pembuangannya
melalui saluran limfatik
 Masuknya antibody
Akibat naiknya permeabilitas vaskuler, memugkinkan antibodi masuk ke dalam rongga
ekstravaskuler. Antibodi dapat mengakibatkan lisisnya mikro-organisme dengan
mengikutsertakan komplemen, atau mengakibat-kan fagositosis melalui opsonisasi.
Antibodi juga penting untuk menetralisir toksin.
 Transpor obat
Seperti antibiotik ke tempat bakteri berkembang biak.
 Pembentukan fibrin
Dari eksudat fibrinogen dapat menghalangi gerakan mikro-organsme, menangkapnya dan
memberikan fasilitas terjadinya fagositosis.
 Mengirim nutrisi dan oksigen
Yang sangat penting untuk sel seperti neutrofil yang mempunyai aktivitas metabolisme
yang tinggi, yang dibantu dengan menaikkan aliran cairan melalui daerah tersebut
 Merangsang respon imun
Dengan cara menyalurkan cairan eksudat ke dalam saluran limfatik yang memungkinkan
partikel dari larutan antigen mencapai limfonodus regionalnya, dimana partikel dapat
merangsang respon imun.

Pembebasan enzim-enzim lisosom oleh sel radang dapat pula mempunyai efek yang merugikan,
yaitu:

 Mencerna jaringan normal


Enzim-enzim seperti kolagenase, protease dapat mencerna jaringan normal, yang
menyebabkan kerusakan. Kondisi ini mungkin terutama sebagai hasil kerusakan vaskuler,
misalnya pada reaksi hipersensitivitas tipe III.
 Pembengkakan
Pembengkakan jaringan yang mengalami radang akut dapat merugikan. Pembengkakan
karena radang akan berbahaya apabila terjadi di dalam ruang yang tertutup seperti rongga
kepala.
 Respon radang yang tidak sesuai
Kadang-kadang respon radang akut tampak tidak sesuai, seperti yang terjadi pada reaksi
hipersensitivitas tipe I, dimana antigen di sekitarnya berkemampuan menyebabkan reaksi
yang tidak mengancam dan merugikan individu. Pada respon radang karena alergi
mungkin dapat mengancam hidupnya, misalnya asma ekstrinsik.

pg. 10
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

2.a. Osteomielitis

Definisi

Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur sekundernya
karena infeksi oleh bakteri piogenik.

Patofisiologi

Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui periosteum, korteks,
sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi berdasarkan pada umur pasien dan
mekanisme dari infeksi itu sendiri.

Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut:

1. Hematogenous osteomyelitis, infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute


hematogenous osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari
sumber infeksi lain. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang sering terkena
infeksi adalah bagian yang sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari
metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam pada distal metaphysis
membuat aliran darah melambat dan menimbulkan endapan dan trombus, tulang itu sendiri akan
mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Mula-mula
terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan
jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang ini menyebabkan nyeri lokal yang
sangat hebat.

Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis
atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah kebagian tulang
diafisis melalui kanalis medularis.

Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang kearah diafisis,
sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang
baru yang menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum (pembungkus). Tulang yang
sering terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti oleh tibia, humerus ,radius ,
ulna, dan fibula.

2. Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung antara


jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan.
Manisfestasinya terlokalisasi dari pada hematogenous osteomyelitis.

Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan osteomyelitis sekunder yang
disebabkan oleh penyakit vaskular perifer.

pg. 11
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease, AIDS,
IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan, immunosuppresan dan
penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga
dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.

Rasio antara pria dan wanita 2 : 1.

Gambaran Klinis

Gejala hematogenous osteomyelitis biasanya berajalan lambat namun progresif. Direct


ostoemyelitis umumnya lebih terlokalisasi dan jelas.

Gejala pada hematogenous osteomyelitis pada tulang panjang umumnya adalah:

− Demam tinggi mendadak.


− Kelelahan.
− Iritabilitas.
− Malaise.
− Terbatasnya gerakan.
− Edem lokal yang disertai dengan erytem dan nyeri pada penekanan.

Pada Hematogenous osteomyelitis pada tulang belakang:

- Onsetnya bertahap.
- Riwayat episode bekteriemi akut.
- Kemungkinan berhubungan dengan insufisiensi vaskular.
- Edem lokal, eritem, dan nyeri pada penekanan.

Pada Kronik osteomyelitis :

- Ulkus yang tidak kunjung sembuh.


- Drainase saluran sinus.
- Kelelahan yang berkepanjangan.
- Malaise.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :


- Demam ( timbul hanya pada 50 % neonatus ).
- Edema
- Terasa hangat.
- Berfluktuasi.
- Nyeri pada palpasi.
- Terbatanya gerakan ekstremitas.
- Drainase saluran sinus.

pg. 12
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Differensial Diagnosis
- Selulitis.
- Gangren gas.
- Gout dan Pseudogout.
- Neoplasma, pada tulang belakang.
- Kelumpuhan pada masa anak-anak.
- Osteosarkoma.
- Tumor Ewing.
- Infeksi pada saraf spinal.

Laboratorium

- Terjadi pergeseran shift ke kiri.


- CRP meningkat
- Pada kultur hasil aspirasi dari tempat yang terinfeksi ditemukan normal pada 25 kasus,
dan 50 % positif pada hematogenous osteomyelitis.
- Peningkatan laju endap darah.

Terapi

Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena diistirahatkan dan segera
berikan antibiotik. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati perbaikan, dianjurkan
untuk mengebor tulang yang terkena. Bila ada cairan yang keluar perlu dibor dibeberapa tampat
untuk mengurang tekanan intraostal. Cairan tersbut perlu dibiakkan untuk menentuka jenis
kuman dan resistensinya. Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral diteruskan sampai 2
minggu, kemudian diteruskan secara oral paling sedikit empat minggu.

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa dekstruksi sendi,
gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan osteomyelitis kronik. Pada
dasarnya penanganan yang dilakukan adalah :
1. Perawatan dirumah sakit.
2. pengobatan suportif dengan pemberian infus dan antibiotika.
3. Pemeriksaan biakan darah.
4. antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun gram positif diberikan langsung tanpa
menunggu hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral selama 3-6 minggu.
5. Imobilisasi anggota gerak yang terkena.
6. Tindakan pembedahan.

Prognosis

Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan melakukan penanganan.

pg. 13
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

2.b. Artritis septic

Definisi

Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit yang serius yang cepat merusak
kartilago hyaline artikular dan kehilangan fungsi sendi yang ireversibel. Diagnosis awal yang
diikuti dengan terapi yang tepat dapat menghindari terjadinya kerusakan sendi dan kecacatan
sendi.

Kebanyakan artritis septik terjadi pada satu sendi, sedangkan keterlibatan poliartikular terjadi 10-
15% kasus. Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh
sendi panggul 16-21%, dan pergelangan kaki 8%.

Patogenesis

Patogenesis artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung pada interaksi pathogen
bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada sendi alami dapat dibagi pada tiga
tahap yaitu kolonisasi bakteri, terjadinya infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes.

Kolonisasi bakteri
Sifat tropism jaringan dari bakteri merupakan hal yang sangat penting untuk terjadinya infeksi
sendi. S.aureus memiliki reseptor bervariasi (adhesin) yang memediasi perlengketan efektif pada
jaringan sendi yang bervariasi. Adhesin ini diatur secara ketat oleh factor genetik, termasuh
regulator gen asesori (agr), regulator asesori stafilokokus (sar), dan sortase A.

Faktor virulensi bakteri


Selain adhesin, bahan lain dari dinding sel bakteri adalah peptidoglikan dan mikrokapsul
polisakarida yang berperan mengatur virulensi S. aureus melalui pengaruh terhadap opsonisasi
dan fagositosis. Mikrokapsul (kapsul tipis) penting pada awal kolonisasi bakteri pada ruang sendi
yang memungkinkan faktor adhesin stafilokokus berikatan dengan protein hospes dan
selanjutnya produksi kapsul akan ditingkatkan membentuk kapsul yang lebih tebal yang lebih
resisten terhadap pembersihan imun hospes. Jadi peran mikrokapsul disini adalah resisten
terhadap fagositosis dan opsonisasi serta memungkinkan bakteri bertahan hidup intraseluler.

Respon imun hospes


Sekali kolonisasi dalam ruang sendi, bakteri secara cepat berproliferasi dan mengaktifkan respon
inflamasi akut. Awalnya sel sinovial melepaskan sitokin proinflamasi termasuk interleukin-1b
(IL-1b), dan IL-6. Sitokin ini mengaktifkan pelepasan protein fase akut dari hepar dan juga
mengaktifkan sistem komplemen. Demikian juga terjadi masuknya sel polymorphonuclear
(PMN) ke dalam ruang sendi. Tumor necrosis factor-a (TNF-a) dan sitokin inflamasi lainnya
penting dalam mengaktifkan PMN agar terjadi fogistosis bakteri yang efektif. Kelebihan sitokin
pg. 14
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

seperti TNF-a, IL-1b, IL-6, dan IL-8 dan macrophage colony-stimulating factor dalam ruang
sendi menyebabkan kerusakan rawan sendi dan tulang yang cepat. Sel-sel fagosit mononoklear
seperti monosit dan makrofag migrasi ke ruang sendi segera setelah PMN, tetapi perannya belum
jelas. Komponen lain yang penting pada imun inat pada infeksi stafilokokus adalah sel natural
killer (NK), dan nitric oxide (NO). Sedangkan peran dari limfosit T dan B dan respon imun
didapat pada artritis septik tidak jelas.

Gambaran Klinis

Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal pada sendi yang
terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan ruang lingkup gerak sendi.
Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan saja. Demam dilaporkan 60-80% kasus,
biasanya demam ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari 390C.
Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan
gerakan aktif maupun pasif.

Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup faktor predisposisi, mencari sumber
bakterimia yang transien atau menetap (infeksi kulit, pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya
tindakan-tindakan invasif, pemakai obat suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit sistemik
yang mengenai sendi atau adanya trauma sendi.

Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena pada dewasa maupun anak-anak berkisar
45-56%, diikuti oleh sendi panggul 16-38%. Artritis septic poliartikular, yang khasnya
melibatkan dua atau tiga sendi terjadi pada 10%-20% kasus dan sering dihubungkan dengan
artritis reumatoid. Bila terjadi demam dan flare pada artritis reumatoid maka perlu dipikirkan
kemungkinan artritis septik.

Pada pemeriksaan fisik sendi ditemukan tanda-tanda eritema, pembengkakan (90% kasus),
hangat, dan nyeri tekan yang merupakan tanda penting untuk mendiaganosis infeksi. Efusi
biasanya sangat jelas/banyak, dan berhubungan dengan keterbatasan ruang lingkup gerak sendi
baik aktif maupun pasif. Tetapi tanda ini menjadi kurang jelas bila infeksi mengenai sendi tulang
belakang, panggul, dan sendi bahu.

Diagnosis

Diagnosis klinis artritis septik bila ditemukan adanya sendi yang mengalami nyeri,
pembengkakan, hangat disertai demam yang terjadi secara akut disertai dengan pemeriksaan
cairan sendi dengan jumlah lekosit > 50.000 sel/mm3 dan dipastikan dengan ditemukannya
kuman patogen dalam cairan sendi.

Pemeriksaan penunjang :
pg. 15
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

- Darah tepi : leukositosis, peningkatan LED dan CRP


- Aspirasi sendi
- PCR
- Radiologi

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan manajemen medis berfokus pada arthritis dengan ketepatan waktu pemberian
antimikroba dan drainase yang memadai dari cairan sinovia yang terinfeksi, serta imobilisasi
sendi untuk mengonttrol rasa sakit. Beberapa penatalaksanaan adalah sebagai berikut.

1. Antibiotik
2. Mengistirahatkan sendi
3. Drainase
4. Agen anti-inflamasi
5. Terapi bedah

Komplikasi

Disfungsional sendi, osteomielitis dan sepsis sistemis.

2.c. Bursitis

Definisi

Bursa merupakan suatu sakus (kantong) yang berada di antara kulit dan tulang atau di antara
tendon, ligamen, dan tulang. Bursa berada di sekitar jaringan sinovial dengan memproduksi
cairan dan menurunkan friksi di antara struktur tersebut. Peradangan pada bursa terjadi ketika
ruang sinovial mengalami penipisan dan peningkatan produksi cairan yang memberikan
manifestasi pembengkakan lokal dan nyeri. Bursitis dibagi menjadi akut, rekuren, dan kronis.

Etiologi

Penyebab bursitis adalah sebagai berikut :

1. Gangguan autoimun
2. Deposisi kristal (gout atau pseudogout)
3. Penyakit infeksi
4. Traumatik
5. Gangguan perdarahan
6. Penyakit sistemis (artritis rematoid, ankilosing spondilitis, artritis psoriasis, skleroderma,
lupus eritematosus sistemis, pankreatitis, whipple disease, oxalosis, uremia,
osteoartropati pulmonari hipertrofi, dan idiopatik hipereosinofilik sindrom)

pg. 16
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Patofisiologi

Respons peradangan yang terjadi pada bursa akan meningkatkan penipisan pada sinovia.
Jaringan granulasi dan fibrotik terbentuk kemudian memberikan manifestasi pada bursa yaitu
terisi cairan yang kaya akan fibrin atau bisa berupa darah (hemoragis).

Diagnosis

Pada anamnesis didapatkan riwayat adanya nyeri pada saat menggerakkan sendi atau pada saat
istirahat, riwayat pembengkakan, dan penurunan rentang gerak sendi. Perbedaan antara bursitis
sepsis dengan non sepsis terdapat pada adanya gejala demam pada sepsis.

Pada pemeriksaan regional didapatkan sebagai berikut :

Look : terlihat adanya pembengkakan dan kemerahan pada bagian bursa yang mengalami
peradangan. Tempat yang paling sering terkena adalah lutut dan olekranon

Feel : nyeri tekan dan hangat

Move : penurunan rentang gerak sendi

Pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan LED dan CRP. Pada pemeriksaan
cairan bursa dilakukan untuk mendeteksi adanya sepsis bursitis secara kultur. Pemeriksaan
radiodiagnostik dilakukan untuk mengidentifikasi adanya osteofit atau patologi tulang lainnya.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk menurunkan nyeri adalah sebagai berikut :

1. Proteksi dengan pembebatan atau dengan brace


2. Istirahat untuk menghindari aktifitas dari sendi untuk menurunkan nyeri
3. Kompres dengan kompres es dapat menurunkan respon nyeri
4. Konpresi dengan perban elastis
5. Elevasi, dengan mengatur posisi area bursitis berada lebih tinggi daripada jantung
sehingga dapat menurunkan pembengkakan dan nyeri
6. Obat-obatan, pemberian NSAID, acetaminofen, dan injeksi kortikosteroid

Terapi bedah secara umum hanya dilakukan apabila terjadi perlengkatan bursa dengan
keterbatasan pergerakan sendi yang berat.

2.d. Tendinitis

Tendinitis adalah kondisi peradangan pada tendon. Tendonopati adalah generik yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi klinis umum yang mempengaruhi tendon, yang menyebabkan

pg. 17
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

nyeri,bengkak,atau penurunan kemampuan tendon. Temuan patologis pada tendinitis mencakup


radang tendon, degenerasi, dan nekrosis fibrinoid di tendon. Microtearing dan proliferasi
fibroblas juga telah dilaporkan. Namun, patogenesisnya tidak jelas.

Tempat yang paling sering mengalami tendinitis adalah :

1. Tendinitis supraspinatus (tendinitis rotator cuff), adalah kondisi peradangan (Iritasi dan
pembengkakan) pada tendon supraspinatus di bahu. Cuff rotator adalah suatu sarung
tendon yang melekat di bahu dan berinsersio pada tuberositas mayor pada humerus.
Pada kondisi rotator tendinitis terjadi gesekan antara rotator dengan tepi anterior
akromion dan ligamentum korakoakromial bila lengan berabduksi, berfleksi, dan berotasi
internal. Gesekan ini dapat dicegah dengan mengangkat lengan dengan rotasi luar (dalam
posisi bebas).
Cedera ringan dapat menyebabkan reaksi radang lokal atau tendinitis dan biasanya
sembuh sendiri namun penyembuhan bisa lebih lambat dan disertai reaksi vaskular dan
kongesti lokal terutama pada orang tua.
2. Tendinitis bisipital, merupakan suatu peradangan pada tendon biseps dengan kondisi
nyeri atau nyeri tekan pada tendon biseps. Biseps musculotendinous junction sangat
rentan untuk mengalami injury terutama pada individu yang melakukan aktivitas
berulang dengan tendon ini, dan tendinitis bisipital biasanya terjadi bersamaan dengan
tendinitis manset rotator.
3. Tendinitis achilles, suatu peradangan pada tendon achilles yang terjadi bila tekanan
tendon lebih besar dibandingkan dengan kekuatan tendon tersebut. Misalnya, saat berlari
menuruni bukit dimana saat itu kaki bagian depan harus melangkah lebih jauhsebelum
menyentuh tanah. Juga bisa terjadi saat berlari menaiki bukit dimana saat itu otot betis
harus mengerahkan tenaga lebih besar untuk mengangkat tumit ketika jari-jari kaki
didorong.
4. Tendinitis poplitea, merupakan suatu kondisi peradangan pada tendon poplitea yang
sering berhubungan dengan adanya sobekan di dalam tendon popliteus yang berawal dari
permukaan luar pada dasar tulang paha (femur) dan menyilang bagian belakang lutut
menuju ke sisi sebelah dalam dari bagian atas tulang tibia.

2.e. Artritis Supuratif Akut

Sendi dapat terinfeksi melalui 3 cara : 1) invasi langsung melalui luka yang menembus sendi,
mis : injeksi intra artikular atau prosedur artroskopi; 2) penyebaran dari abses tulang didekatnya;
3) aliran darah dari tempat yang jauh.

Organisme penyebab biasanya : Staph. aureus, pada bayi H influenza, sedangkan organism yang
lain adalah streptococcus, E. coli dan Proteus.

pg. 18
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Patogenesis

Pemicu infeksi hematogen berawal dari mebran synovial, terjadi reaksi radang akut, dengan
eksudat serous atau seropurulen dan peningkatan jumlah cairan synovial. Bersaman dengan
timbulnya pus terjadi erosi dari kartilago sendi akibat enzim dari bakteri dan dari sinovium yang
rusak, sel-sel radang maupun pus. Bila tidak diterapi, infeksi dapat meluas ke jaringan tulang
subchondral atau menembus keluar sendi membentuk abses dan sinus.

Dengan terjadinya penyembuhan, kemungkinan akan terjadi : 1) resolusi komplit dan kembali
normal; 2) hilangnya bagian kartilago (rawan) sendi yang digantikan oleh jaringan fibrous; 3)
hilangnya rawan sendi dan terjadi bony ankylosing; atau 4) terjadi destruksi sampai ketulang dan
mengakibatkan deformitas permanen.

Gambaran Klinik

Tergantung dari usia, gambaran klinik dapat berbeda-beda. Pada bayi baru lahir biasanya karena
septicemia. Bayi menjadi irritable, tidak mau menyusu/makan, takikardi, kadang- kadang
demam. Sendi harus diperiksa dengan teliti untuk mencari tanda-tanda infeksi.

Pada anak-anak biasanya terjadi nyeri akut pada satu sendi yang besar (biasanya sendi panggul),
dan tidak mau menggerakkan tungkainya (pseudoparese), anak terlihat sakit, takikardia, dan
demam hilang timbul. Kulit disekitar sendi tampak kemerahan, sendi bengkak, teraba hangat dan
nyeri tekan. Penting untuk mencari sumber infeksi dari luka di jempol, lepuh pada kulit atau
infeksi telinga.

Pada dewasa seringkali mengenai sendi yang dangkal (knee, wrist atau ankle), terasa sangat
nyeri, bengkak dan meradang, teraba hangat, nyeri tekan, dan gerakan sendi terbatas. Ditanyakan
apakah ada infeksi gonokokkal atau ketergantungan obat. Konsumsi kortikosteroid yang lama
aka menyebabkan “silent infection”. Penderita dengan keadaan umum yang terganggu dalam
jangka waktu yang lama harus dilakukan pemeriksaan semua sendi dengan teliti.

Imaging

X-ray seringkali normal, ultrasound menunjukkan joint effusion, pelebaran rongga sendi,
kadang-kadang ada subluksasi. Pada tahap lanjut tampak narrowing joint space, dan irregularity
joint surface

Laboratorium

Didapatkan lekositosis, peningkatan ESR (LED), culture darah bisa positif, untuk memastikan
diagnose dan menentukan jenis kuman dilakukan aspirasi cairan sendi, normalnya adalah jernih,
pada fase awal bisa tetap jernih, tapi pada fase lanjut berubah jadi purulent. Jumlah normal
lekosit cairan synovial < 300/ml, dalam keadaan infeksi dapat mencapai >10.000/ml. Sampel
cairan sendi harus dilakukan pemeriksaan kultur bakteri dan tes kepekaan antibiotik.

pg. 19
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

Diagnose Banding

Osteomyelitis akut, trauma denga haemarthrosis, irritable joint, perdarahan pada hemophilia,
demam rematik, gout dan pseudo gout, gaucher’s disease.

Penatalaksanaan

Prioritas utama adalah aspirasi cairan sendi dan analisa cairan sendi, kemudian diikuti terapi
mengikuti pola terapi osteomyelitis akut meliputi ; 1) general supportive care, dengan pemberian
analgetik parenteral dan pemberian cairan infus untuk mencegah dehidrasi; 2) splintage untuk
mengistirahatkan sendi, mencegah kontaktur dan mencegah subluksasi; 3) antibiotic sesuai pola
peta kuman atau hasil kultur secara parenteral selama 2-7 hari, dilanjutkan oral untuk 3 minggu. ;
4) drainase dengan melalui insisi dan pencucian rongga sendi dengan larutan garam fisiologis

Komplikasi

Destruksi tulang, dislokasi sendi, destruksi kartilago sendi, ganggaun pertumbuhan (pada bayi
dan anak-anak yang masih tumbuh).

2.f. Spondilitis Tuberkulosa

Definisi

Spondilitis tuberkulosa (TB) adalah infeksi granulomatosis dan bersifat kronis destruktif yang di
sebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Dikenal juga dengan
istilah Vertebral Osteomyelitis.

Epidemiologi

Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan
kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara
tersebut. Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa,
dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian besar mengenai anak-
anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun). Dengan lokasi yang sering terkena adalah
vertebra thoracalis bawah (40-50%) dan vertebra lumbalis bagian atas (35-45%) dan hanya
sekitar 10% terjadi pada vetebra cervical.

Etiologi

Infeksi secara spesifik disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Abses pada vertebra yang
terbentuk dapat merupakan fokus primer atau penyebaran hematogen dari paru/organ lain.
Spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium

pg. 20
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

africanum (di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria
(penderita HIV).

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang terjadi merupakan gejala dan tanda TB secara umum, disertai gejala dan
tanda neurologis sesuai level radiks spinal yang terkena. Vertebra torakalis bagian bawah lebih
sering terkena.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain adalah pemeriksaan darah, seperti misalnya
pemeriksaan darah tepi, kultur darah, ESR dan CRP, Tuberculin skin test / Mantoux test /
Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD), pemeriksaan pungsi lumbal dan radiologi,
seperti misalnya dengan menggunakan CT Scan dan atau MRI.

Tatalaksana

Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis antara lain dengan tuberkulostatik dan terapi


konservatif; penyaliran abses; dan bedah fusi kostotransvektomi. Terapi konservatif berupa
istirahat dan pemberian tuberkulostatik. Bila gangguan neurologik berubah menjadi lebih baik,
penderita dapat dimobilisasi dengan alat penguat tulang belakang. Pada awal paraplegia
dianjurkan dilakukan pembedahan. Bedah kostotransvektomi yang dilakukan berupa devrideman
dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan spongiosa atau kortikospongiosa. Pada
paraplegia terapi ini dilakukan untuk dekompresi medula spinalis.

pg. 21
BLOK 15 MODUL 4 RADANG DAN INFEKSI SISTEM MUSKULOSKELETAL

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Infeksi tulang dapat terjadi melalui jalur hematogen, maupun trauma langsung. Infeksi
hematogen dapat terjadi ketika terdapat infeksi di luar tulang, misalnya infeksi pada paru,
tenggorokan maupun telinga dan menyebar melalui sirkulasi sistemik. Trauma langsung
dapat berupa pembedahan,ataupun injeksi pada sendi.

Komplikasi dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah tulang yang
terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar bahkan ke
aliran darah sistemik. Secara umum komplikasi infeksi pada tulang dan sendi adalah
sebagai berikut abses tulang, bakteremia, fraktur patologis, dan sellulitis pada jaringan
lunak sekitar.

1.2 Saran

Dari hasil laporan yang telah kami susun, masih banyak kekurangan dari kelompok kami,
baik dari segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun
dosen yang memberikan materi kuliah, dan rekan-rekan angkatan 2011 dan dari berbagai
pihak demi kesempurnaan laporan ini.

pg. 22

Anda mungkin juga menyukai