Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF


PADA PASIEN SECTIO CAESAREA
DI OK RSU KARSA HUSADA BATU

Oleh
SEPTYANI NEVY MEGA NURASTAM
(NIM. 1401460052)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SECTIO SESAREA

KONSEP DASAR
A. Pengertian Sectio Sesarea
Sectio sesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio caesaria adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka perut dan
dinding uterus atau vagina atau suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam
rahim.
B. Jenis-Jenis Operasi Sectio Caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a. SC klasik atau corporal, dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya antara lain : mengeluarkan janin dengan cepat,
tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa
diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi mudah7
menyebar secara intraabdominal karena tidak ada peritonealis yang baik, untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
b. SC ismika atau profundal, dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada
segmen bawah rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio
caesarea ismika, antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan rupture uteri spontan
berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga
menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada
kandung kemih post operasi tinggi.
c. SC ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka
cavum abdominal.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan
memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau sayatan huruf T (T
insision) (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa, 2007).
C. Indikasi
1) Power
Keadaan ibu harus dilakukan SC jika daya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung
atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga.
2) Passage
- Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi
terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat melewati
jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu dan janin.
- Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga
menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka
selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya
bagi ibu maupun janin
- Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan lahir akibatnya bayi
tidak dapat dikeluarkan lewat vagina
- Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur
uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan sponta
- Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada pembukaan,
disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak
persalian yang lama (lebih dari delapan tahun)
- Penyakit ibu (eklamsia/ preeklamsi yang berat, DM, penyakit jantung, kanker
cervikal), pembedahan rahim sebelumnya (riwayat sectio caesarea, ruptur rahim
yang sebelumnya, miomektomi), sumbatan jalan lahir
- Merupakan SC yang kedua : jarak persalinan SC sebelumnya < 2 tahun
3) Passanger
- Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 4000 gram, sehingga sulit
melahirkannya
- Kelainan gerak, presentasi atau posisi ideal persalinan pervaginam adalah dengan
kepala ke bawah/ sefalik
- Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam persalinan
- Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel
otak sehingga kepala menjadi lebih besar serta terjadi peleberan sutura-sutura dan
ubun-ubun, kepala terlalu besar sehingga tidak dapat berakomodasi dengan jalan
lahir.
D. Kontraindikasi
Menurut Oxorn (1996), kontra indikasi dilakukan sectio cecarea yaitu :
1. Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan hidup
kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi berbahaya yang tidak
diperlukan.
2. Kalau janin lahir, ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk sectio cecarea
ektra peritoneal tidak tersedia
3. Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya tidak menguntungkan
bagi pembedahan atau kalau tidak tersedia tenaga asisten.

E. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi
kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan
SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang
pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan
menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan
gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi
saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola
eliminasi yaitu konstipasi.
PATHWAYS

F. Komplikasi
Komplikasi dilakukannya sectio cecarea menurut Wiknjosastro (2002) antara lain:
1. Infeksi puerperal, dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung
c.Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik
2. Perdarahan disebabkan oleh banyak pembuluh darah yang terputus, terbuka, atonia uteri
serta perdarahan pada placental bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan bila reperitoneali
4.Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan sekarang.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ibu post partum sectio cecarea menurut Hamilton (1995), Mochtar (1998),
Manuaba (1999), dan Saifuddin (2002) adalah :
1. Observasi kesadaran penderita
a. Pada anestesi lumbal, kesadaran penderita baik oleh ahli bedah karena ibu dapat
mengetahui hampir semua proses persalinan
b. Pada anestesi umum, pulihnya kesadaran oleh ahli bedah diatasi dengan memberikan
oksigen menjelang akhir operasi.
2. Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital (TTV)
a. Pengukuran meliputi tensi, nadi, suhu, pernafasan (tiap 15 menit dalam 1 jam
pertama, kemudian 30 menit dalam 1 jam berikutnya dan selanjutnya tiap jam).
Keseimbangan cairan melalui produksi urin dengan perhitungan (produksi urin
normal 500-600 cc, pernafasan 500-600 cc, penguapan badan 900-1000 cc).
Pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan perhitungan 20 tetes
permenit (1 cc permenit), infus setelah operasi sekitar 2 x 24 jam.
b. Pemeriksaan paru meliputi (kebersihan jalan nafas, ronkhi basah untuk mengetahui
adanya edema perut), bising usus menandakan berfungsinya usus (dengan adanya
flatus), perdarahan lokal pada luka operasi, kontraksi rahim untuk menutup
pembuluh darah dan perdarahan pervaginam.
c. Perawatan luka insisi
(1) Luka insisi dibersihkan di desinfeksi lalu ditutup dengan kain penutup luka,
secara periodik luka dibersihkan dan diganti.
(2) Jahitan diangkat pada hari ke 6-7 post operasi, diperhatikan apakah luka sembuh
atau dibawah luka terdapat eksudat. Jika luka dengan eksudat sedikit ditutup
dengan band aid operative dressing. Luka dengan eksudat sedang ditutup
dengan regal filmated swaba, sedangkan luka dengan eksudat banyak ditutup
dengan surgical pads atau dikompres dengan cairan suci hama lainnya,
sedangkan untuk memberikan kenyamanan bergerak bagi penderita sebaiknya
pakai gurita.
d. Diit
(1) Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah pasien flatus, lalu
dimulaidengan pemberian makanan dan minuman oral.
(2) Pemberian sedikit minum sudah dapat diberikan 6-10 jam pasca bedah
berupa airputih atau air teh.
(3) Setelah cairan infus dihentikan berikan makanan bubur saring, minum air buah
dan susu kemudian secara bertahap makanan lunak dan nasi biasa
(4) Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari, makan
dengan diit berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, vitamin yang
cukup, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, pil zat besi selama 40 hari pasca
operasi atau persalinan dan kapsul vitamin A (200.000 unit).
e. Nyeri
Sejak penderita sadar, dalam 24 jam pertama nyeri masih dirasakan di daerah
operasi, untuk mengurangi nyeri diberikan obat anti nyeri, penenang seperti pethidin IM
dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15 mg atau secara infus. Setelah hari
pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang sendiri.
f. Mobilisasi
1. Mobilisasi secara bertahap berguna untuk membantu penyembuhan penderita secara
psikologis. Hal ini memberikan kepercayaan pada penderita bahwa dia mulai
sembuh.
2. Miring ke kanan dan kekiri dimulai 6-10 jam pasca operasi (setelah sadar)
3. Hari ke 2 penderita dapat duduk selama 5 menit dan hari ke 3-5 mulai berjalan
g. Eliminasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat
menghalangi involusi uterus karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap. Bila tidak
dipasang, dilakukan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca operasi, kecuali jika pasien
dapat kencing sendiri sebanyak 8-9 jam. Buang air besar (BAB) biasanya tertunda
selama 2-3 hari setelah melahirkan karena edema pre-persalinan, diit cairan, obat-obatan
dan analgetika selama persalinan. Diharapkan bila belum BAB anjurkan pada pasien
untuk mengkonsumsi buah dan sayuran, minum air dalam jumlah lebih dari biasa,
berikan obat pelunak feses, laksatif ringan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust,
abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa
keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan
secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.
4) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas
didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa
nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi
dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut
akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang
persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body
image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menerang yang salah.
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang- kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan
papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus
uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya
kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

B. Pengkajian Kesadaran Pasien Post Operasi

Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang


menggunakan general anestesi, maka kita perlu melakukan penilaian terlebih dahulu untuk
menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi
di ruang Recovery room (RR) atau High Care Unit (HCU). berikut saya tuliskan beberapa
skor yang biasa digunakan untuk menilai kondisi pasien pasca anestesi, semoga berguna.

1. Aldrete Score (dewasa)

Penilaian :

Nilai Warna

 Merah muda, 2
 Pucat, 1
 Sianosis, 0

Pernapasan

 Dapat bernapas dalam dan batuk, 2


 Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
 Apnoea atau obstruksi, 0

Sirkulasi

 Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2


 Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
 Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran

 Sadar, siaga dan orientasi, 2


 Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
 Tidak berespons, 0

Aktivitas

 Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2


 Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
 Tidak bergerak, 0

Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan

2. Steward Score (anak-anak)

Pergerakan

 Gerak bertujuan 2
 Gerak tak bertujuan 1
 Tidak bergerak 0

Pernafasan

 Batuk, menangis 2
 Pertahankan jalan nafas 1
 Perlu bantuan 0

Kesadaran

 Menangis 2
 Bereaksi terhadap rangsangan 1
 Tidak bereaksi 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

3. Bromage Score (spinal anestesi)

Kriteria Nilai

 Gerakan penuh dari tungkai, 0


 Tak mampu ekstensi tungkai, 1
 Tak mampu fleksi lutut, 2
 Tak mampu fleksi pergelangan kaki, 3

Jika Bromage Score 2 dapat pindah ke ruangan.


C. Diagnosa Keperawatan
-Pre Operasi :
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan
operasi
2. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dibrancart ke meja operasi
3. Nyeri kronis berhubungan dengan infeksi pada ginjal
-Intra Operasi :
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan akibat dari insisi
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi.
-Post Operasi :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anasthesi
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
dan otot

D. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan operasi
Tujuan : - Pasien tidak cemas
- Pasien mengerti tentang prosedur tindakan operasi
Intervensi :
1) Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah
dimengerti.
2) Berikan dukungan nyata pada emosional klien dengan rasa simpati dan
empati.
3) Anjurkan klien untuk tenang dan rileks dengan nafas panjang.
2. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dibrancart ke meja operasi
Tujuan : - Tidak terjadi injuri perpindahan pasien
Intervensi :
1) Bantu pasien untuk berpindah dari brancart ke meja operasi atau
angkat pasien dari brancart ke meja operasi dengan bantuan 3 orang.
3. Nyeri kronis berhubungan dengan infeksi pada ginjal
Tujuan : - Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang
Intervensi :
1) Lakukan pendekatan pada keluarga dan klien
2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri
4) Observasi tanda-tanda vital
5) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
6) Monitor status mental klien

Intra Operasi
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi
Tujuan : - Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
- Limfosit dalam batas normal
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Kaji lokasi dan luas luka
2) Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor,kalor,dolor,tumor dan
perubahan fungsi)
3) Pantau tanda-tanda vital pasien
4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
5) Gantu balut dengan prinsip steril
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan akibat insisi.
Tujuan : - Tanda-tanda sirkulasi normal
Intervensi :
1) Monitor urine meliputi warna hemates sesuai indikasi
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Pertahankan pencatatan komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
4) Monitor status mental pasien

Post Operasi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi.
Tujuan : - Tidak terjadi gangguan pernafasan
Kriteria Hasil :
- Tidak tersedak
- Sekret tidak menumpuk dijalan nafas
- Tidak ditemukan tanda cyanosis

Intervensi :
1) Kaji pola nafas pasien
2) Kaji perubahan tanda-tanda vital secara drastis
3) Kaji adanya cyanosis
4) Bersihan sekret dijalan nafas
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman
6) Amati fungsi otot pernafasan
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan dan
otot
Tujuan : - Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang
Intervensi :
1) Lakukan pendekatan pada keluarga dan klien
2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri
4) Observasi tanda-tanda vital
5) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
komulatif, jumlah dan tipe pemasukan cairan
6) Monitor status mental klien
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, Kumalasari, 2009, Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: Salemba Medika

Doenges M.E, 2006. Rencana Asuhan keperawtan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Lynda Juall Carpenito, 2006. Buku Saku : Diagnosa Keperawatan Ed.8. Jakarta :EGC.

Manuaba, Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi, Jakarta: EGC,2004.

Marilynn, Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1999.

Brunner and Suddarth, Buku Ajar keperawatan Medical bedah, Edisi 8, Jakarta: EGC,2002

Anda mungkin juga menyukai