Anda di halaman 1dari 21

PAPER OBSTETRI

“PEMAKAIAN PATOGRAF”

Tugas ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan klinik


Senior SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi di RSU Haji Medan
Provinsi Sumatera Utara

Oleh :
Putri Rizky Humaira
71160891794

Pembimbing :
dr. H. Muhammad Haidir, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan judul :
“Pemakaian Patograf“. Penyelesaian paper ini banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terimakasih yang tulus kepada dr. H. Muhammad Haidir, Sp.OG selaku
pembimbing, yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan
kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan tugas paper ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,


oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan. Penulis berharap Allah SWT
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas
paper ini dapat disetujui dan ada manfaatnya dikemudian hari.

Medan, 14 Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman

Halaman Judul .............................................................................................. i

Kata Pengantar ............................................................................................... ii

Daftar Isi ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Patograf .................................................................................. 4

2.2 Tujuan Patograf ........................................................................................ 4

2.3 Sejarah Perkembangan Patograf .............................................................. 5

2.4 Fungsi dan Prinsip Patograf ..................................................................... 5

2.5 Komponen Patograf ................................................................................. 6

2.6 Cara Pengisian Patograf ........................................................................... 10

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Pengisian Patograf ...................................... 14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penggunaan partograf pada saat pertolongan persalinan oleh bidan merupakan


hal yang sangat penting. Dampak dari kelalaian pengisian partograf adalah tidak
terdeteksinya kelainan yang mungkin akan timbul pada saat persalinan, seperti
gawat janin, hipertensi, partus lama dan perdarahan, karena 15% dari komplikasi
pada persalinan tidak dapat diprediksi. WHO memperkenalkan partograf pada
tahun 1970, sebagai alat identifikasi awal partus lama dan persalinan macet secara
objektif dan tepat waktu (Gustiawati, 2012).

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kematian Bayi (AKB) merupakan salah
satu indikator yang sering digunakan untuk menilai derajat kesehatan suatu
bangsa atau negara. Kematian ibu di latarbelakangi oleh terlambat mengenal tanda
bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta
terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukan Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2002
mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan terjadi penurunan AKI di
tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 KH. Namun angka tersebut masih jauh dari
yang diharapkan untuk mencapai target MDGs (Millenium Development Goals)
tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Kasus kematian maternal
disebabkan oleh komplikasi perdarahan (30%), preeklampsia / eklampsia (25%),
infeksi (12%), komplikasi nifas (8%) dan penyebab lainnya (15 %)
(BMSyamsulhuda, et al. 2018).

Deteksi dini komplikasi persalinan merupakan salah satu penerapan peran dan
fungsi bidan sebagai pelaksana. Untuk itu kompetensi bidan yang meliputi
pendidikan, pengetahuan dan keterampilan harus dimiliki oleh bidan dalam
melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertanggung jawab pada
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Bidan sebagai pemberi pelayanan terdepan

1
dalam pelayanan KIA dan KB perlu ditingkatkan kualitas pelayanan kebidanan
sehingga mampu mencapai target dan standar yang diharapkan. Bidan dituntut
memiliki kemampuan mendeteksi komplikasi sedini mungkin agar dapat segera
melakukan tindakan dan rujukan. Ketika komplikasi tidak dapat dihindarkan,
maka bidan dapat memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat serta
merujuk pasien secara efektif (tepat waktu dan menstabilkan pasien)
(BMSyamsulhuda, et al. 2018).

Sebanyak 50% bidan di desa belum memanfaatkan partograf secara rutin


dengan alasan merasa kesulitan dan memerlukan waktu yang lama dalam
pemantauan karena persalinan dilaksanakan di rumah pasien serta pencatatannya
yang rumit. Tiga puluh persen (30%) BPS belum memanfaatkan partograf.
Mereka beralasan bahwa deteksi penyulit persalinan sudah dapat dilakukan
dengan 101 pengalaman menolong atau feeling sehingga menganggap
penggunaan partograf hanya membuang-buang waktu saja dan juga tidak
berpengaruh pada tugas serta karir mereka. Tempat pertolongan persalinan
dirumah pasien juga menjadi alasan kurangnya pemanfaatan partograf sebagai alat
bantu persalinan. Permasalahan bidan dalam pemanfaatan partograf sebagai alat
bantu pertolongan persalinan menunjukkan kinerjanya dalam memberikan asuhan
persalinan. Kinerja merupakan sesuatu yang secara aktual orang kerjakan dan
dapat diobservasi. Kinerja individu dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan
pekerjaan, manajemen pekerjaan dan karakteristik individu. Karakteristik individu
mencakup dorongan, sifat/ watak, citra diri, pengetahuan akan menentukan
bagaimana perilaku orang dalam bekerja (Dharminto et al, 2014).

Partograf harus digunakan pada semua persalinan pada fase aktif kala satu
yang dilakukan dimana saja (JNPKR, 2007) namun pada kenyataannya data
terakhir (2007) yang diperoleh dari WHO tentang penggunaan partograf yang
diteliti di tiga negara yaitu Ecuador, Jamaica dan Rwanda menyatakan bahwa
hanya 57,7% tenaga kesehatan (dokter, bidan dan perawat) yang melakukan
pertolongan persalinan dengan mengisi partograf, dan dari angka tersebut bidan
mendapatkan proporsi angka 34,1%. Penelitian yang dilakukan di negara Nigeria

2
(2008) oleh Fowole menyatakan hanya 32,3% bidan yang menggunakan partograf
pada saat pertolongan persalinan. Tiga penyebab kematian ibu terbanyak menurut
WHO (2010) adalah perdarahan 45%, infeksi 15% dan eklamsia 13%. WHO
memperkirakan, sebanyak 37 juta kelahiran terjadi di kawasan Asia Tenggara
setiap tahun, sementara total kematian ibu di kawasan ini diperkirakan berturut-
turut 170 ribu dan 1,3 juta per tahun. Sebanyak 98% dari seluruh kematian ibu dan
anak di kawasan ini terjadi di India, Bangladesh, Indonesia , Nepal dan Myanmar
(Gustiawati, 2012).

Di Indonesia kematian ibu mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dengan


kreteria 28% perdarahan, 24% eklamsia dan 11% infeksi (Depkes, 2007).
Penyebab kematian ibu dikelompokkan menjadi tiga determinan dan salah satunya
adalah determinan proksi yang meliputi komplikasi obstertri langsung yaitu
perdarahan, infeksi, ekslamsia, partus lama dan ruptur uteri (Mc.Carti & Maine,
1992). Menurut Lavender (2009) keadaan tersebut bisa di kenali secara dini
dengan menggunakan partograf (Gustiawati, 2012).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Patograf

Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan. Partograf


adalah catatan grafik mengenai kemajuan persalinan untuk memantau keadaan ibu
dan janin. Partograf digunakan untuk mendeteksi jika ada penyimpangan/masalah
dari persalinan, sehingga menjadi partus abnormal dan memerlukan tindakan
bantuan lain untuk menyelesaikan persalinan. Partograf merupakan suatu sistem
yang tepat untuk memantau keadaan ibu dan janin dari yang dikandung selama
dalam persalinan waktu ke waktu (Kusrini,M.S, 2012).

2.2 Tujuan Penggunaan Patograf

Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:

 Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai


pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
 Mendeteksi apakah proses persalinan bejalan secara normal. Dengan
demikian dapat pula mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus
lama.
 Data pelengkap yang terkait dengan pemantuan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan
atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada
status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir

Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong
persalinan untuk :

1. Mencatat kemajuan persalinan


2. Mencatat kondisi ibu dan janinnya

4
3. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
4. Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit
persalinan
5. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang
sesuai dan tepat waktu

2.3 Sejarah Perkembangan Patrograf

Sejak Friedman memperkenalkan kurva servikogram pada tahun 1954,


banyak peneliti yang menggunakannya sebagai dasar dalam pemantauan
persalinan (Hidayat dan Sujiyatini. Pada tahun 1959 Rosa dan Ghilaini
menggunakan grafik kemajuan persalinan sederhana dengan memodifikasi cara
pengukuran pembukaan serviks. Pada tahun 1967 Friedman mulai
mengembangkan grafik analisa statistik dari berbagai tipe persalinan.
Pada tahun 1972 Phillpot membuat perubahan dalam merancang grafik
catatan persalinan yang lebih detail yaitu dengan memasukkan keadaan ibu dan
janin pada selembar kertas. Dengan membuat dua garis skrining yaitu garis
waspada (alert line) dan garis tindakan (action line) yang sejajar dan terpisah
empat jam setelah garis waspada. Partograf WHO merupakan sintesa dan
implikasi dari berbagai model partograf dengan menelaah semua jenis partograf
yang ada di dunia. Dalam perkembangan selanjutnya yaitu pada tahun 2000,
partograf WHO dimodifikasi untuk lebih sederhana dan lebih mudah digunakan.
Dimana pada partograf yang telah dimodifikasi ini, fase laten dihilangkan dan
penggambaran partograf dimulai dari fase aktif yaitu pada saat pembukaan serviks
4 cm (Hidayat dan Sujiyatini, 2010).

2.4 Fungsi dan Prinsip Patograf

2.4.1 Fungsi Patograf

Jika digunakan secara tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong
persalinan untuk:

a. Mencatat kemajuan persalinan.

5
b. Mencatat kondisi ibu dan janin.
c. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
d. Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit
persalinan.
e. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang
sesuai dan tepat waktu.

2.4.2 Prinsip Patograf

Partograf harus digunakan :

a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen
penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua
persalinan baik yang normal maupun patologis.
b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit, dan lain sebagainya).
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayi.

2.5 Komponen – Komponen Patograf

Komponen-komponen yang terdapat pada partograf yaitu:

A. Pencatatan pada Lembar Depan Partograf Halaman depan partograf


mengintruksikan observasi dimulai pada fase aktif persalinan yang
menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama
fase aktif persalinan, yaitu:
1) Informasi tentang Ibu
Informasi tentang ibu yaitu nama, umur, gravida, para, abortus
(keguguran), nomor catatan medik, tanggal dan waktu mulai dirawat (atau
jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat
ibu), waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan:

6
a) Denyut Jantung Janin (DJJ)
Menilai denyut jantung janin dilakukan setiap 30 menit (lebih sering
jika ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak di bagian atas partograf
menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri
menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberikan tanda titik pada garis
yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan
titik yang satu dengan titik yang lainnya dengan garis tegas dan
bersambung.
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal pada
angka 180 dan 100. Sebaiknya penolong harus waspada bila DJJ
mengarah hingga di bawah 120 atau di atas 160 untuk melakukan
tindakan segera jika DJJ melewati kisaran normal (Depkes RI, 2008).
b) Warna dan Adanya Air Ketuban
Nilai kondisi air ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan
nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-temuan
dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ dan gunakan lambang-
lambang berikut ini:
1. U : selaput ketuban utuh (belum pecah).
2. J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih.
3.M :selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium.
4. D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah.
5. K : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban tidak mengalir lagi
(kering)
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat
janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ dengan seksama untuk mengenali
tanda-tanda gawat janin selama proses persalinan. Jika terdapat tanda-tanda gawat
janin (DJJ 180 kali per menit), maka ibu harus segera dirujuk. Tetapi jika terdapat
mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang memiliki kemampuan
pelaksanaan kegawatdaruratan obstetrik dan bayi baru lahir.

7
c) Penyusupan (molase)

Tulang Kepala Janin Penyusupan adalah indikator penting tentang


seberapa jauh kepala janin dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras
(tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupan atau tumpang
tindih antar tulang kepala menunjukkan semakin besar risiko disproporsi
kepala dan panggul (CPD).

Ketidakmampuan untuk berakomodasi atau disproporsi ditunjukkan


melalui derajat penyusupan atau tumpang tindih (molase) yang berat
sehingga tulang kepala yang saling menyusup sulit untuk dipisahkan.
Apabila ada dugaan disproporsi kepala panggul, maka penting untuk tetap
memantau kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang
sesuai dan rujuk ibu dengan proporsi kepala panggul (CPD) ke fasilitas
kesehatan rujukan.

Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang kepala
janin. Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air
ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut ini:

1. 0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat


diraba.

2. 1 : tulang-tulang kepala janin saling bersentuhan.

3. 2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat


dipisahkan.

4. 3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat


dipisahkan.

3. Kemajuan Persalinan

Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan
persalinan. Angka nol sampai sepuluh yang tertera di kolom paling kiri adalah
besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka sesuai dengan besarnya dilatasi

8
serviks dalam satuan centimeter dan menempati lajur dan kotak tersendiri.
Perubahan nilai atau perubahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukkan
penambahan dilatasi serviks sebesar 1 centimeter. Pada lajur dan kotak yang
mencatat penurunan bagian terbawah janin tercantum angka satu sampai lima
yang sesuai dengan metode perlimaan. Setiap kotak segi empat atau kubus
menunjukkan 30 menit untuk pencatatan waktu pemeriksaan, denyut jantung
janin, kontraksi uterus, dan frekuensi nadi ibu.

a) Pembukaan Serviks Penilaian pembukaan serviks dilakukan melalui


pemeriksaan dalam yang dilakukan setiap 4 jam (lebih sering dilakukan
jika terdapat tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada pada fase aktif
persalinan, catat setiap temuan dan hasil pemeriksaan pada partograf.
Cantumkan tanda “X” harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai
dengan lajur besarnya pembukaan serviks dengan memperhatikan hal-hal
dibawah ini:
1. Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang sesuai
dengan besarnya pembukaan serviks pada fase aktif persalinan yang
diperoleh dari hasil periksa dalam.
2. Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, pembukaan
serviks dari hasil periksa dalam harus dicantumkan pada garis waspada.
Pilih angka yang sesuai dengan pembukaan serviks dan cantumkan tanda
“X” pada titik silang garis dilatasi serviks dan garis waspada.
3. Hubungkan tanda “X” dari setiap hasil pemeriksaan dengan garis utuh
(tidak terputus)

9
Gambar 2.1 Contoh Lembaran Patograf

2.6 Cara Pengisian Patograf

Pencatatan dimulai saat fase aktif yaitu pembukaan serviks 4 cm dan berakhir
titik dimana pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju
pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus
dimulai di garis waspada. Kondisi ibu dan janin dinilai dan dicatat dengan cara:
1) Denyut jantung janin : setiap ½ jam.
2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam.
3) Nadi : setiap ½ jam.
4) Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
5) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
6) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam.
7) Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.
(Depkes, 2008).

10
Cara pengisian partograf yang benar adalah sesuai dengan pedoman pencatatan
partograf. Menurut Depkes RI (2008) cara pengisian partograf adalah sebagai
berikut:
1) Lembar depan partograf.
a) Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu. Waktu kedatangan ditulis sebagai
jam. Catat waktu pecahnya selaput ketuban, dan catat waktu merasakan
mules.

b) Kondisi janin.
(1) Denyut Jantung Janin.
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering
jika terdapat tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak menunjukkan waktu
30 menit. Kisaran normal DJJ tertera diantara garis tebal angka 180 dan
100. Bidan harus waspada jika DJJ mengarah di bawah 120 per menit
(bradicardi) atau diatas 160 permenit (tachikardi).
Beri tanda ‘•’ (tanda titik) pada kisaran angka 180 dan 100. Hubungkan
satu titik dengan titik yang lainnya.
(2) Warna dan adanya air ketuban.
Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina,
menggunakan lambang-lambang berikut:
U : Selaput ketuban Utuh.
J : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban Jernih.
M : Air ketuban bercampur Mekonium.
D : Air ketuban bernoda Darah.
K : Tidak ada cairan ketuban/Kering.
(Saifuddin, 2002)
(3) Penyusupan/molase tulang kepala janin.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar
tulang (molase) kepala janin. Catat temuan yang ada di kotak yang
sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut:
0 : Sutura terpisah.

11
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki.
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
Sutura/tulang kepala saling tumpang tindih menandakan kemungkinan
adanya CPD ( cephalo pelvic disproportion).
c) Kemajuan persalinan.
Angka 0-10 di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
(1) Pembukaan serviks.
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap
temuan dari setiap pemeriksaan. Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam.
Cantumkan tanda ‘X’ di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya
pembukaan serviks.
(2) Penurunan bagian terbawah janin.
Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum angka 1-5 yang
sesuai dengan metode perlimaan.
Tuliskan turunnya kepala janin dengan garis tidak terputus dari 0-5. Berikan
tanda ‘0’ pada garis waktu yang sesuai.
(3) Garis waspada dan garis bertindak.
(a) Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam ke 0), dan berakhir
pada titik di mana pembukaan lengkap (6 jam). Pencatatan dimulai pada garis
waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada,
maka harus dipertimbangkan adanya penyulit.
(b) Garis bertindak, tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4 jam) pada garis
waspada. Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah
kanan garis bertindak maka menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk
menyelasaikan persalinan. Sebaiknya ibu harus berada di tempat rujukan
sebelum garis bertindak terlampaui.
d) Jam dan waktu.
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau persalinan.

12
Cantumkan tanda ‘x’ di garis waspada, saat ibu masuk dalam fase aktif
persalinan.
e) Kontraksi uterus.
Terdapat lima kotak kontraksi per 10 menit. Nyatakan lama kontraksi
dengan:
(1) ░ : Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
yang lamanya < 20 detik.
(2) / : Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
/
yang lamanya 20-40 detik.
/
(3) : Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang
lamanya > 40 detik.
f) Obat-obatan dan cairan yang diberikan.
(1) Oksitosin. Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30
menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan dan dalam
satuan tetes per menit.
(2) Obat lain dan caira IV. Catat semua dalam kotak yang sesuai dengan
kolom waktunya.
g) Kondisi ibu.
(1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh.
(a) Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda titik (•) pada kolom yang sesuai.
(b) Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika diduga ada
penyulit. Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai.
(c) Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam atau lebih sering jika terjadi
peningkatan mendadak atau diduga ada infeksi. Catat suhu tubuh pada
kotak yang sesuai.
(2) Volume urine, protein dan aseton.
Ukur dan catat jumlah produksi urine setiap 2 jam (setiap ibu berkemih).
Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam
urine.

13
2) Lembar belakang partograf.
Lembar belakang partograf merupakan catatan persalinan yang berguna
untuk mencatat proses persalinan yaitu data dasar, kala I, kala II, kala III, kala
IV, bayi baru lahir (terlampir).
a) Data dasar.
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat
tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat merujuk, pendamping saat
merujuk dan masalah dalam kehamilan/persalinan ini.
b) Kala I.
Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis
waspada, masalah lain yang timbul, penatalaksanaan, dan hasil
penatalaksanaannya.
c) Kala II.
Kala II terdiri dari episiotomy, pendamping persalinan, gawat janin,
distosia bahu dan masalah dan penatalaksanaannya.
d) Kala III.
Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala III,
pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri,
kelengkapan plasenta, retensio plasenta > 30 menit, laserasi, atonia uteri,
jumlah perdarahan, masalah lain, penatalaksanaan dan hasilnya.
e) Kala IV.
Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh, tinggi
fundus uteri, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
f) Bayi baru lahir.
Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan, jenis kelamin,
penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan hasilnya.

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengisian Patograf

Berikut faktor – faktor yang mempengaruhi penggunaan partograf sesuai


survey penelitian yang telah terbukti:

14
1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang . Pengetahuan secara rinci tentang penggunaan
partograf merupakan syarat mutlak bagi penolong persalinan5,35 . Seperti hasil –
hasil penelitian yang pernah dilakukan menyatakan bahwa pengetahuan provider
kesehatan tentang partograf berhubungan dalam proses pncatatan dan kepatuhan
mengisi partograf .

2) Pendidikan

Perbedaan pendidikan tenaga kesehatan mempengaruhi proses pengisian


partograf serta outcomes dari persalinan . Semakin tinggi pendidikan seseorang
maka semakin dalam pemahaman serta pengetahuan yang diperoleh .

3) Kompetensi dan Ketrampilan

Perilaku dalam bentuk praktik yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap
situasi atau rangsangan dari luar. Kompetnsi dan ketrampilan bidan terbukti
berpengaruh terhadap proses pengisian partograf.

4) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan segala sesuatu yang dapat di pakai sebagai
alat dan bahan untuk mencapai maksud dan tujuan dari suatu proses. Sedangkan
prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya proses. Sumber daya yang dimaksud adalah termasuk
ketersediaan kertas grafik partograf, peralatan untuk melaksanakan observasi
tanda-tanda vital.

5) Sikap

15
Perilaku dalam bentuk sikap / tanggapan atau rangsangan dari luar diri
seseorang untuk melakukan pencatatan dengan baik.

6) Dukungan sosial dan pujian

Peran serta pemimpin (stakeholder) sangat berpengaruh dalam hal ini.


Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai (provider
kesehatan) , akan memotivasi pegawai untuk melakukan apa yang diinginkan oleh
pemimpin

7) Pengawasan

Supervisi dan evaluasi penting dilakukan untuk memutuskan tindakan apa


yang seharusnya dilakukan serta perencanaan menejemen apa yang akan
dilakukan setelah dievaluasi. Ketika seorang tenaga kesehatan dilatih kemudian
dilakukan pencatatan pelaporan partograf ternyata masih banyak yeng belum
lengkap terutama pada alur pelaporan ke tingkatan pelayanan kesehatan yang
lebih tinggi.

16
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan. Partograf


adalah catatan grafik mengenai kemajuan persalinan untuk memantau keadaan ibu
dan janin. Partograf digunakan untuk mendeteksi jika ada penyimpangan/masalah
dari persalinan, sehingga menjadi partus abnormal dan memerlukan tindakan
bantuan lain untuk menyelesaikan persalinan. Partograf merupakan suatu sistem
yang tepat untuk memantau keadaan ibu dan janin dari yang dikandung selama
dalam persalinan waktu ke waktu. Penggunaan partograf pada saat pertolongan
persalinan oleh bidan merupakan hal yang sangat penting. Dampak dari kelalaian
pengisian partograf adalah tidak terdeteksinya kelainan yang mungkin akan timbul
pada saat persalinan, seperti gawat janin, hipertensi, partus lama dan perdarahan,
karena 15% dari komplikasi pada persalinan tidak dapat diprediksi.

Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:

 Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai


pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
 Mendeteksi apakah proses persalinan bejalan secara normal. Dengan
demikian dapat pula mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus
lama.
 Data pelengkap yang terkait dengan pemantuan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan
atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada
status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir

17
DAFTAR PUSTAKA

Kursini.MS, 2012. “APLIKASI PARTOGRAF SEBAGAI MEDIA BANTU


DALAM PROSES PERSALINAN DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK
ARVITA BUNDA YOGYAKARTA” STMIK Amicom Yogyakarta.

SyamsulhudaBM, et al. 2018. “Keterampilan Pengisian Partograf pada Mahasiswa


Akademi Kebidanan di Wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2015”. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang.

Gustiawati.I, 2012. “Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Penggunaan


Patograf oleh Bidan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Tahun 2012”.
Fakultas Kebidanan Universitas Indonesia. Jakarta.

NurIslami.NM, 2014. “Studi Perilaku Bidan dalam Pengisian Patograf Pada


Persalinan Normal Di Poli KB/KIA Poliklinik Bhayangkara Polresta
Surakarta”. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anita.W, 2016. “METODE PEMBELAJARAN DOKUMENTASI PARTOGRAF


DALAM ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN”. STIKes
Tengku Maharatu Pekanbaru, Riau.

Widyaningtyas.DY, 2014. “Hubungan Tingkay Pengetahuan Mahasiswa tentang


Patograf dengan Praktik Pengisian Patograf Pada Mahasiswa Div Bidan
Pendidik Semester IV Di Stikes Aisyiyah Yogyakarta”. Program Studi
Bidan Pendidik Jenjang D IV Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
Yogyakarta’.

18

Anda mungkin juga menyukai