NPM : 1406556980
Judul : Summary of “Understanding The Resistivities Observed in Geothermal Systems”
Pendahuluan
Pada paper yang berjudul “Understanding The Resistivities Observed in Geothermal Systems”,
Greg Ussher membahas faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi resistivitas pada suatu
reservoar geothermal dan lingkungan sekitarnya. Pada umumnya nilai resistivitas yang kecil pada
suatu reservoar geothermal dihubungkan dengan salinitas, alterasi lempung, serta temperatur yang
tinggi dari aktivitas geothermal. Namun, bukan tidak mungkin nilai resistivitas yang tinggi
menandakan bahwa suatu reservoar geothermal memiliki temperatur yang tinggi.
Dimana faktor formasi matriks Fm mendekati 1 untuk porositas kecil (Hochstein 1982).
Ketika matriks batuan tersaturasi dengan air bersih, ion-ion bebas yang terkandung didalamnya
dapat bergerak dengan bebas sehingga secara keseluruhan resistivitasnya akan lebih kecil dari nilai
resistivitas air yang diperkirakan. Karena itulah, perkiraan resistivitas air seringkali lebih kecil dari
10 ohm-m.
--
Untuk kontribusi dari konduksi yang disebabkan oleh mineral lempung didalam matriks,
didapatkan dari modifikasi persamaan Archies sebagai berikut:
𝜌 = 𝑎𝜌𝑤 𝜙 −𝑛 𝑆𝑤−𝑚 (1 + 𝐾𝐶𝜌𝑤 )−1
Berkebalikan dengan konduksi metalik dimana resistivitas meningkat sebanding dengan
temperatur, konduksi pada elektrolit merupakan proses ionic sehingga resistivitas elektrolit
berhubungan dengan viskositas. Hubungan resistivitas dengan temperature untuk material ionic
dan semi-konduktor sebagai berikut:
𝜌 = 𝜌0 𝑒 𝑒/𝑅𝑇
Hubungan ini berguna untuk memahami efek dari temperatur pada resistivitas. Secara empirik,
telah dibuktikan oleh Llera et al., (1990).
Kecilnya nilai resistivitas pada zona temperature kecil merupakan hal yang biasa, dan dapat dilihat
sebagai zona yang memiliki saturasi air yang buruk, sedikit alterasi hidrotermal, serta sedikitnya
reduksi resistivitas karena temperatur. Besarnya konduktivitas pada zona temperature sedang,
seringkali dipandang sebagai karakteristik dari sistem geothermal. Kecilnya resistivitas pada zona
ini dapat dihubungkan dengan kadar fluida yang mengandung garam. Kemudian, resistivitas tinggi
yang ditemukan pada zona temperature tinggi dapat dikorelasikan dengan uap yang banyak
mengisi reservoar, namun sama dengan karakteristik sebagian besar reservoar dengan salinitas
rendah-sedang. Pada pengamatan yang dilakukan di Indonesia, deep reservoir memiliki resistivitas
yang secara signifikan lebih besar dibandingkan lingkungannya. Hal ini dapat dihubungkan
dengan banyaknya keberadaan gunung berapi disekitar area dengan aktivitas geothermal yang
tinggi.
Kontribusi Fluida pada Resistivitas yang Teramati
Secara eksperimen, resistivitas dari fluida salin pada temperature 20 – 350oC telah diketahui (Ucok
et al, 1980). (Ussher et al, 2000) telah mengumpulkan data konsentrasi NaCl pada rentang
temperature 20 – 400oC dan memperkirakan korelasi yang akurat. Korelasi ini digunakan untuk
mencari kontur resistivitas dari brines (air dengan kandungan garam) pada salinitas yang terukur
dan rentang temperatur (gambar. 2), salinitas fluida reservoar dari beberapa lapangan geothermal
ditunjukkan pada gambar ini sebagai referensi. Dengan menganggap porositas 10% pada Archies
Law, maka resistivitas reservoarnya merupakan 100 kali lebih besar dari resistivitas air yang
ditunjukkan pada gambar. 2. Dengan dasar inilah, fluida yang memiliki kandungan klorida rendah
pada Wairakei dengan porositas 10% dan batuan tanpa lempung pada 250oC seharusnya memiliki
resistivitas bulk sekitar 6 ohm-m. Efek dari porositas terhadap resistivitas bulk pada “clean”
saturated rocks ditunjukkan pada gambar. 3.
Dari studi yang dilakukan oleh Hill dan Milburn (195) dan Worthington (1985), diketahui bahwa
lintasan konduksi melalui sedimen yang kaya akan lempung melalui dua jalur:
Melalui pori-pori air.
Melalui double-layer atau Gouy Layer, yaitu perbatasan antara permukaan lempung
dengan air.
Analogi dari lintasan konduksi diatas adalah arus listrik yang mengalir pada dua rangkaian parallel.
Dari Waxman and Smits (1968), didapatkan hubungan kuantitatif sebagai berikut:
Dimana B adalah ekivalen dari konduktansi ion pembalik (fungsi dari konduktivitas larutan), dan
Qv didefinisikan sebagai
Dimana 𝜌𝑚 adalah densitas butiran matriks dan CEC adalah kapasitas pergantian kation dari
lempung dengan satuan meq/gm. Hasil perkalian BQv menunjukkan konduktivitas dari bagian
lempung pada suatu batuan dan berbanding lurus dengan nilai CEC pada lempung.
Oleh karena itu, resistivitas batuan akan berbanding terbalik terhadap CEC dari lempung pada
batuan yang kaya akan lempung (clay-rich rocks) dan air porositasnya memiliki salinitas rendah.
Pada salinitas tinggi, ketebalan double-layer disekitar lempung akan tereduksi sehingga jumlah
lintasan konduktansi akan berkurang. Nilai CEC untuk lempung pada sistem geothermal dapat
dilihan pada tabel 1 dari Grim (1953).
Pada gambar 1. Dapat dilihat urutan perubahan lempung dari smectite hingga illite, dengan seiring
meningkatnya temperatur (kedalaman) pada Salton Sea (Jennings dan Thompson, 1986) dan di
Wairakei (Harvey dan Browne, 1991) dibandingkan dengan log induksi dari sumur DRJ-4 pada
lapangan geothermal Darajat di Indonesia (Whittome dan Salveson, 1990) dan sumur WD-1a di
Kakkonda , Jepang (Muraoka et al. 1998). Di Kakkonda, illite murni muncul pada temperature
diatas 220oC.
Dari studi yang dilakukan oleh Caldwell et al (1986), hasil analisis regresi liniernya menunjukkan
bahwa resistivitas paling bergantung pada kandungan lempung, dengan faktor sekundernya adalah
konduktivitas air dan porositas. Kemudian dari pengukuran di laboratorium, ketika andesit dengan
kandungan alterasi illite dan porositas 3.1%, ketika tersaturasi dengan larutan ber resistivitas 1.2
ohm-m didapatkan hasil pengukuran sampel dengan resistivitas 100-ohm m pada 50oC dan sekitar
85 ohm-m pada 90oC.
Jika sampel memiliki kandungan smectite yang tinggi, maka hubungan berkebalikan terbalik
antara CEC dengan resistivitas seharusnya menghasilkan resistivitas hingga 1/10 dari yang terukur
pada lempung dengan mineral dominan illite. Pad wilayah antara 70 dan 200oC, potensial
peningkatan resistivitas karena reduksi kandungan smectite pada lempung interlayer akan offset
sebagian karena kenaikan temperatur.
Lampiran
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.