bisnis, khususnya sektor industri skala besar, pepe rangan, namun tidak dapat mengalahkan
perkebunan, kehutanan dan pertambangan adat Minangkabau yang mengakar. Dalam
dan penguasaan oleh Negara yang masih tradisi perkawinan di Minangkabau, terdapat
menegasi adanya hak-hak masyarakat adat. peribahasa “awak sama awak”. Artinya,
perkawinan yang ideal menurut adat
Dalam mamangan (peribahasa Minang
Minangkabau adalah perkawinan antara
kabau), kesetian pada adat diungkapkan
keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak
dengan hiduik dikanduang adik, mati dikanduang
dan kemenakan. Dalam konteks masyarakat
tanah (hidup dikandung adat, mati dikandung
Minangkabau tertentu, bahkan terdapat
tanah). Peribahasa ini mengandung makna
larangan keras menikah dengan orang yang
bahwa antara hidup dan mati mereka sudah
bukan berasal dari nagari mereka.
tahu tempatnya dan tidak akan ada pilihan lain.
Peribahasa ini digunakan sebagai perlawanan [Adib M Islam]
terhadap penjajah Belanda yang dapat
Sumber Bacaan
A.A. Navis, Alam Berkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: PT Temprint, 1986).
Abdul Wahab Khallaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh, (Mesir: Mathba’ah al-Madani, t.th).
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus
Besar Bahasa Indonesia Aplikasi Ruling.
Fauziah, Konsep ‘Urf dalam Pandangan Ulama Ushul Fiqh (Telaah Historis), Jurnal Nurani, Vol. 14, No.2, Desember
2014.
Hayatul Ismi, Pengakuan dan Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Adat atas Tanah Ulayat dalam Upaya
Pembaharuan Hukum Nasional, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 3, No. 1, t.th.
Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).
Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1414 H).
Yasin al-Fadani, Fawaid Al-Janiyyah, (Beirut: Dar al-Mahajjah al-Baidha, 2008).
Sa’ud bin Abdullah al-Waraqy, al-‘Urf wa Tathbiqatuh al-Mu’asharah, hlm 9. Dikutip dari http://elibrary.mediu.edu.
my/books/MAL03775.pdf.
Edisi Budaya
Yanis Maladi, Eksistensi Hukum Adat dalam Konstitusi Negara Pasca Amandemen, Jurnal Mimbar Hukum, Volume
22, Nomor 3, Oktober 2010.
Edisi Budaya | 5i
kali. Oleh karena itu, al-‘urf dalam arti dasar kasus mazhab Maliki, penerapan al-‘urf
yang pertama tepat bila diterjemahkan dengan terlihat dalam kasus wanita-wanita Arab yang
kata adat dalam bahasa Indonesia. Menurut diperbolehkan tidak menyusui anak mereka.
Syekh Yasin, yang memiliki julukan musnid Dalam kasus mazhab Syafi’i, jual beli tanpa
al-dunya, kata al-‘urf sering digunakan dalam mengucapkan ijab dan kabul (ba’i al-mu’athah)
arti yang sama dengan al-‘adah. Menurutnya, dalam barang yang tidak terlalu mahal di
al-‘adah adalah suatu kebiasaan yang diterima kalangan masyarakat umum, seperti membeli
oleh akal sehat. Namun demikian, menurut mie instan, termasuk hal yang diperbolehkan.
sebagian pakar, al-‘urf dan al-’adah itu berbeda. Dalam mazhab Hanbali, Ibnu Qudamah
Al-‘urf suatu kebiasaan baik yang diterima berpendapat bahwa kewajiban memberikan
oleh akal sehat masyarakat pada umumnya. makan sepuluh orang miskin dalam kasus
Kebiasaan baik itu berupa suatu perkataan. bayar kifarat harus dikembalikan pada tradisi
Sementara itu, kebiasan baik yang berupa lokal masyarakat setempat. Selain itu, Ibnu
suatu perbuatan atau tindakan disebut dengan Taimiyah berpendapat bahwa jarak seseorang
al-‘adah. dapat melakukan qasar shalat seharusnya
dikembalikan pada ketentuan umum
Dalam literatur usul fikih, al-‘urf dijadikan
masyarakat Muslim setempat.
sebagai dasar landasan hukum dalam
menetapkan suatu permasalahan hukum. Dalam konteks Indonesia, hukum adat
Namun, al-‘urf termasuk salah satu landasan menjadi pengukuh hukum nasional pertama
Penulis:
hukum Tim
yang DirektoratPenulis:
diperdebatkan Jenderal
ulama UsulPendidikan
Tim Kementerian Agama
Fikih. Islam
kali dicetuskanKementerian oleh para Agama
pemuda RIpada 1928
Secara
Penulis: formal,
TimAhli:
Kementerian al-‘urf
AgamadiakuiTim sebagai dalil oleh dalam kongres pemuda. Pada 1948, Soepomo
Tim
tiga mazhab fikih, yaitu Abu
Ahli
Hanifah,Amin ● IshomMalik,
Penulis: Timresmi menggunakan istilah hukum adat
● Kamaruddin Yusqi ● Amin Haedari ● Imam
Kementerian
Safe‘i ● Mastuki HS
● Affandi Muchtar Agama
dan Ahmad. Sementara itu, al-Syafi’i dalam menggantikan isilah adatrecht yang digunakan
● Kamaruddin Amin ●Editor M. Arskal Salim GP ●
Tim kitabnya
Ahli al-Risalah tidak menuliskan secara sarjana Belanda, Vollenhoven. Selama
● Anis Masykhur ● Isom Elsaha ● Idris Mas’udi
formal tentang al-‘urf. Namun demikian,
Amin ● Ishom Yusqi ● Amin Haedari ●Tim AhliSafe‘i perjalanan hukum ketatanegaraan Indonesia
Tim Asistensi:
● Kamaruddin Imam ● Mastuki HS
secara praktik
● Affandi Muchtar al-Syafi’i juga mengakui
Kontributor: al-‘urf di masa-masa Orde Lama, Orde Baru, Orde
Penulis: Tim Kementerian Agama ● Kamaruddin Amin ● Ishom Yusqi ● Amin Haedari ● Imam Safe‘i ● Mastuki HS
merupakan hal penting yang perlu diterima Reformasi,
● Adib M Islam ● Saifuddin Jazuli ● Arik Dwijayanto ● Dawam Multazam ● Ulil
sampai amandemen Konstitusi
●IshomYusqi● Amin Haedari● Hadrawi ● M. UlinnuhaImam
● Affandi SafeiMuchtar
● Jamaluddin Muhammad ●Mastuki
● Muhammad Idris Mas’udi HS ● Affandi Muchtar ●
dalam menentukan sebuah hukum. Hal Negara, secara
● Ismail Yahya ● Ayatullah ● Nur said ● A. Ginanjar Sya’ban ● M Isom Saha ●
Ali Mashar ● Masyhar ● M. Jamaludin ● Mahrus el-Mawa ● Hamdani ● Asrori
konsisten pemerintahan negara
Editor
ini dibuktikan
Editor: dengan adanya qaul qadim merespon positif terlaksananya kepastian
S Karni ● Zainul Milal Bizawie ● Ala’i Nadjib ● Fathoni Ahmad ● Adib M Misbah
TimAhli
Tim
(pendapat al-Syafi’i ketika
● Anis Masykhur ● Isom Elsaha ● Idris Mas’udi
di Irak) dan qaul
Editor hukum perspektif hukum adat. Hal ini
● Kamaruddin
jadid
●Suwendi(pendapat●Amin ● Ishom●Yusqi
al-Syafi’i
Mahrus ketika
Muh. ● Amin di Haedari
Aziz Mesir).
Hakim ● Imam Safe‘i ● Mastuki
dibuktikan
●Zulfakhri HS Ponodengan
di antaranya
Sofyan ● adanya TAP
● Affandi demikian,
Dengan Muchtar para fukaha mazhab Syafi’i ● Anis Masykhur IX/MPR/2001● Isom Elsaha ● Idris Pembaharuan
tentang Mas’udi Agraria
beranggapan
Kontributor:
Tim Kontributor: bahwa perubahan pendapat al- dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang
Syafi’i itu dikarenakan pada kondisi sosial, menghendaki pengakuan, penghormatan,
● Adib M Islam ● Saifuddin Jazuli ● Arik DwijayantoKontributor: ● Dawam Multazam ● Ulil
Editor
● Anis
budaya,
Hadrawi
tradisi ●yang
Masykhur●
● M. Ulinnuha Mberbeda
Jamaluddin Isom Muhammad
antara● Muhammad
El-Saha ●Adib M
dua dan Islam
Idris
perlin
Mas’udi ● dungan
Muhammad hak masyarakat
Idris Mas’udi● hukum
● Adib M Islam ● Saifuddin Jazuli ● Arik Dwijayanto ● Dawam
konflikMultazam
negara
● Anis
Saifuddin
● Ismail tempat
Masykhur
Yahya al-Syafi’i
Jazuli ●● Nur
● Isom
● Ayatullah Elsaha
Arik ●●Idris
saidDwijayanto●DawamMas’udiSya’ban ● MMultazam
A. Ginanjar adat.
Isom Saha ● ● Ulil Hadrawi● M. Ulinnuha Tingginya ● ● Ulil
tinggal●pada waktu● M.itu.
Jamaludin●●Ismail Hadrawi ●●● M. Ulinnuha ● Jamaluddindalam
Muhammadpengelolaan
● Muhammad Idris Mas’udi
Ali Mashar
JamaluddinMasyhar Muhammad Mahrus el-Mawa Yahya
● Ismail
Hamdani
Ayatullah
Yahya ●
● Asrori
Ayatullah
● Nur
●
said●
Nur said ●
A.
A.
Ginanjar
Ginanjar
Sya’ban●
Sya’ban ● M Isom Saha ●
S Karni ● PZainul sumber daya alam yang
Ali e mMilal
Mashar bBizawie
b e ●Masyhar●
asan ● Ala’i Nadjib ● Fathoni Ahmad ● Adib M Misbah
M. Jamaludin ●Mahrus ● Hamdani ● Asrori S Karni ● Zainul
Kontributor: Ali Mashar ● Masyhar ● M. Jamaludin ● Mahrus
terjadi di el-Mawa ● Hamdani ● Asrori
Indonesia
kewajiban membayar Nadjib ● Fathoni Ahmad ● Adib M Misbah●
Milal Bizawie●Ala’i S Karni ● Zainul Milal Bizawie ● Ala’i Nadjib ● Fathoni Ahmad
disebabkan ● Adib M Misbah
oleh
● Adib bagi
pajak M Islam
para● Saifuddin
petani Jazuli ● Arik Dwijayanto ● Dawam Multazam ● Ulil
adanya ketimpangan
Hadrawi ● M.mengalami
yang Ulinnuha ● Jamaluddin Muhammad ● Muhammad Idris Mas’udi
penguasaan sumber
● Ismail Yahya ● Ayatullah
kegagalan panen ● Nur said ● A. Ginanjar Sya’ban ● M Isom Saha ●
Diterbitkan
Diterbitkan oleh:
oleh : daya alam antara
Ali Mashar ● Masyhar
merupakan produk● M. Jamaludin ● Mahrus el-Mawa ● Hamdani ● Asrori
Direktorat
Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam
Abu Pendidikan Bizawie ● Tinggi Keagamaan Islam masyarakat yang
S Karni ● Zainul
hukum Milal
Hanifah Ala’i Nadjib ● Fathoni Ahmad ● Adib M Misbah
Direktoratmengadopsi
Direktorat
yang
Jenderal
JenderalPendidikanPendidikan Islam Islam menggantungkan
Kementerian
Kementerian
praktik Agama
hukum Agama yang RI RI hidup dari ekonomi
Jalan Lapangan
Jalan
biasa Lapangan Banteng
dilakukan Banteng Barat Barat Kav.3-4 Kav. 3-4 Jakarta Jakarta PusatPusat 10710 10710
berbasis sumber
http://pendis.kemenag.go.id/diktis.kemenag.go.id daya alam (tanah,
http://pendis.kemenag.go.id/diktis.kemenag.go.id
penguasa Persia.
Contoh buku yang membicarakan hukum Adat di Indonesia hutan, perkebunan,
Tahun 2018
Sementara itu, dalam
Tahun 2018 jasa. lingkungan,
ii
4 | Ensiklopedi Islam Nusantara
dan lainnya) dan penguasaan oleh sektor mengalahkan masyarakat Minangkabau dalam
KATA PENGANTAR
DIREKTUR
perkebunan, kehutanan PENDIDIKAN Kata Pengantar
bisnis, khususnya sektor industri skala besar,
dan pertambanganTINGGI
pepe rangan, namun tidak dapat mengalahkan
adat KEAGAMAAN
Minangkabau yang ISLAM
mengakar. Dalam
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam
dan penguasaan oleh Negara yang masih
menegasi adanya hak-hak masyarakat adat.
tradisi perkawinan di Minangkabau, terdapat
peribahasa “awak sama awak”. Artinya,
perkawinan yang ideal menurut adat
Dalam mamangan (peribahasa Minang
Minangkabau adalah perkawinan antara
Pujikesetian
kabau), Syukur pada ke adat
hadirat Illahi Rabbi, yang telah menganugerahkan
diungkapkan
keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak
dengan hiduik dikanduang adik, mati dikanduang
berbagai kenikmatan kepada bangsa Indonesia.
dan kemenakan.Shalawat
Dalam konteksdanmasyarakat
salam
Penerbitan
tanah Ensiklopedi
(hidup dikandung Islam
adat, mati Nusantara ini menjadi tolok ukur sekaligus
dikandung
Minangkabau tertentu, bahkan terdapat
disanjungkan
tanah). ke
Peribahasa
pengakuan iniharibaan
bahwa Islam Nabi
mengandung maknaBesar mempunyai
Nusantara Muhammadsejarah SAW, panjang
yang telah
larangan keras menikah dengan orang di yang
bahwa antara hidup
Indonesia. dan matiinimereka
Penerbitan juga sudah
menemukan momentumnya terutama setelah
memberikan
tahu tempatnya pencerahan
dan tidak akan untuk beragama
ada pilihan lain. secara
bukan santun
berasal danmereka.
dari nagari damai.
launching titik nol Islam Nusantara di Baros awal tahun 2017 oleh Presiden
Penerbitan
Joko Widodo. buku Ensiklopedi Islam Nusantara ini menjadi tolok ukur
Peribahasa ini digunakan sebagai perlawanan [Adib M Islam]
terhadap penjajah Belanda yang dapat
sekaligus pengakuan bahwa Islam Nusantara mempunyai sejarah panjang
Launching tersebut sekaligus menunjukkan akan adanya pengakuan bahwa
di Indonesia.
Islam Nusantara Penerbitan
memberikan ini juga menemukan
kontribusi momentumnya
yang signifikan terutama
dalam pengelolaan
Sumber Bacaan
setelahbangsa Indonesia
launching yangNol
“Titik majemukIslamini; dengan jumlah
Nusantara” penduduk
di Baros awallebih dari 250
tahun 2017
A.A.juta,
Navis,yang dihuni oleh 714 suku bangsa, 500-an bahasa, ribuan tradisi budaya,
Alam Berkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: PT Temprint, 1986).
oleh
AbdulPresiden H.‘Ilm
Wahab Khallaf, Joko Widodo.
Ushul al-Fiqh, Launching
(Mesir: tersebut
Mathba’ah al-Madani, t.th). sekaligus menunjukkan
dan
Badan 6 agamadanserta
Pengembangan ratusan
Pembinaan Bahasa,kepercayaan lokal.
Kementrian Pendidikan dan Islam Nusantara
Kebudayaan mampu
Republik Indonesia, Kamus
akanmemposisikan
adanya
Besar Bahasapengakuan
Indonesia Aplikasibahwa
Ruling. Islam Nusantara
diri sebagai kekuatan agama yang mengintegrasikan dan memberikan kontribusi
Fauziah, Konsep ‘Urf dalam Pandangan Ulama Ushul Fiqh (Telaah Historis), Jurnal Nurani, Vol. 14, No.2, Desember
yangmempertahankan
signifikan
2014. dalam keutuhan
pengelolaanbangsa bangsa
Indonesia dalam bingkai
Indonesia yang utuh majemukNegara ini;
Hayatul Ismi, Pengakuan dan Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Adat atas Tanah Ulayat dalam Upaya
Kesatuan Republik Indonesia.
Pembaharuan Hukum Nasional, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 3, No. 1, t.th.
dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta, yang dihuni oleh 714 suku
Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).
IbnuPerlu ditegaskan
Lisan al-‘Arab,bahwa Islam
Shadir,Nusantara sebagai
dansebuah identitas
serta adalah
Manzhur, (Beirut: Dar 1414 H).
bangsa, 500-an
Yasin al-Fadani, Fawaidbahasa,
Al-Janiyyah,ribuan tradisi
(Beirut: Dar budaya
al-Mahajjah al-Baidha, 2008). 6 agama ratusan
nilai-nilai Islam yang diimplementasikan di bumi Nusantara, dan sudah
Sa’ud bin Abdullah al-Waraqy, al-‘Urf wa Tathbiqatuh al-Mu’asharah, hlm 9. Dikutip dari http://elibrary.mediu.edu.
kepercayaan lokal. Islam Nusantara mampu memposisikan
lama dipraktikkan oleh para pendahulu kita. Salah satu ciri Islam Nusantara
my/books/MAL03775.pdf. diri sebagai
Yanis Maladi, Eksistensi Hukum Adat dalam Konstitusi Negara Pasca Amandemen, Jurnal Mimbar Hukum, Volume
adalah
kekuatan yang
22, Nomorbagaimana 2010.santun dalam
mengintegrasikan
3, Oktober dan menyebarkan
mempertahankan ajarankeutuhan
agama. Islam bangsa
disebarkan oleh para ulama yang sebagiannya diinformasikan dalam buku
Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
ini.
Perlu ditegaskan bahwa Islam Nusantara merupakan sebuah
Islam Nusantara mengedepankan ajaran-ajaran Islam yang moderat yang
identitas
penuhnilai-nilai
toleransi, Islam
Islam yangyang diimplementasikan
bisa hidup dalam keberagaman, di bumi Nusantara Islam yang yang
telahmenjunjung
lama dipraktekkan tinggi hak-hak oleh para pendahulu
perempuan, hak kita.
azasiSalah
manusia,satu dan ciri lain
Islam
sebagainya.
Nusantara adalah Sehingga,
kesantunanIslam Nusantara dapat menjadiajaran
dalam menyebarkan model agama.
bagi bangsa Islam
lain untuk mengambil nilai-nilai positif di wilayahnya masing-masing.
disebarkan oleh para ulama yang sebagiannya diinformasikan dalam buku
Penerbitan Ensiklopedi Islam Nusantara ini menginformasikan bagaimana
ini. Islam Nusantara mengedepankan ajaran-ajaran Islam yang moderat
penafsiran ajaran Islam yang menekankan pada prinsip-prinsip ajaran
yangmoderat
penuh (wasatiyah),
toleransi, inklusif,
Islam yang toleran,hidup
tidak dalam
mengklaim keragaman,
hanya agama Islam yang
sendiri
yang benar,
menjunjung tinggibersatu dalam perempuan,
hak-hak keragaman (Bhineka hak azasi Tunggal Ika) yang
manusia, dan
berdasarkan pada UUD 1945 dan Pancasila. Dengan komitmen tersebut yang
sebagainya. Islam Nusantara
diimplementasikan dapat menjadi
dalam bingkai Negara model Kesatuan bagiRepublik
bangsa Indonesia
lain untuk
mengambil nilai-nilai
telah berhasil positif di wilayahnya
mempertahankan keutuhanmasing-masing.
bangsa Indonesia yang majemuk
ini.
Buku ini menginformasikan bagaimana penafsiran ajaran Islam yang
menekankan pada prinsip-prinsip ajaran moderat (wasatiyah), inklusif,
toleran, tidak mengklaim hanya agama sendiri yang benar, bersatu dalam
Edisi Budaya v
Edisi Budaya | iii
5
kali. Oleh karena itu, al-‘urf dalam arti dasar kasus mazhab Maliki, penerapan al-‘urf
keragaman
yang (Bhinneka
pertama tepat Tunggal
bila diterjemahkan Ika) yang
dengan berdasarkan
terlihat pada UUD Arab
dalam kasus wanita-wanita 1945 dan
yang
kata adat dalam bahasa Indonesia. Menurut diperbolehkan tidak menyusui anak mereka.
Pancasila. Dengan komitmen tersebut,
Syekh Yasin, yang memiliki julukan musnid
Islam dapat hidup berdampingan
Dalam kasus mazhab Syafi’i, jual beli tanpa
dengankata
al-dunya, damai
al-‘urf bersama komunitas
sering digunakan dalam agama-agama
mengucapkan ijablainnya, dalam
dan kabul (ba’i bingkai
al-mu’athah)
arti yang sama dengan al-‘adah. Menurutnya, dalam barang yang tidak terlalu mahal di
Negaraadalah
al-‘adah Kesatuan Republik
suatu kebiasaan yangIndonesia.
diterima kalangan masyarakat umum, seperti membeli
oleh akal Selaku Direktur,
sehat. Namun kamimenurut
demikian, menyampaikan ungkapan
mie instan, termasuk hal terima kasih kepada
yang diperbolehkan.
sebagian pakar, al-‘urf dan al-’adah itu berbeda. Dalam mazhab Hanbali, Ibnu Qudamah
semua
Al-‘urf pihak
suatu yang baik
kebiasaan telahyang mampu
diterimamempersembahkan
berpendapat bahwa kewajiban karya ini. Sungguh,
memberikan
karya
oleh akal ini
sehatsangat
masyarakatbermanfaat
pada umumnya. untuk makan kita semua.
sepuluh orang Semogamiskindapat segera
dalam kasus
Kebiasaan baik itu berupa suatu perkataan. bayar kifarat harus dikembalikan pada tradisi
disusul itu,
Sementara dengan
kebiasankarya-karya
baik yang berupa lainnya. lokal Atas
masyarakat segala kekhilafan,
setempat. kami
Selain itu, Ibnu
suatu perbuatanmohon
sampaikan atau tindakan
maafdisebut
yang dengan
tulus. Taimiyah berpendapat bahwa jarak seseorang
al-‘adah. dapat melakukan qasar shalat seharusnya
dikembalikan pada ketentuan umum
Dalam literatur usul fikih, al-‘urf dijadikan
masyarakat Muslim setempat.
sebagai dasar landasan hukum dalam
menetapkan suatu permasalahan hukum. Jakarta, Agustus Dalam konteks2018 Indonesia, hukum adat
Namun, al-‘urf termasuk salah satu landasan menjadi pengukuh hukum nasional pertama
hukum yang diperdebatkan ulama Usul Direktur Fikih. Pendidikan
kali dicetuskan oleh TinggiparaKeagamaan Islam
pemuda pada 1928
Secara formal, al-‘urf diakui sebagai dalil oleh dalam kongres pemuda. Pada 1948, Soepomo
tiga mazhab fikih, yaitu Abu Hanifah, Malik, TTD resmi menggunakan istilah hukum adat
dan Ahmad. Sementara itu, al-Syafi’i dalam menggantikan isilah adatrecht yang digunakan
Arskal Salim GP
kitabnya al-Risalah tidak menuliskan secara sarjana Belanda, Vollenhoven. Selama
formal tentang al-‘urf. Namun demikian, perjalanan hukum ketatanegaraan Indonesia
secara praktik al-Syafi’i juga mengakui al-‘urf di masa-masa Orde Lama, Orde Baru, Orde
merupakan hal penting yang perlu diterima Reformasi, sampai amandemen Konstitusi
dalam menentukan sebuah hukum. Hal Negara, secara konsisten pemerintahan negara
ini dibuktikan dengan adanya qaul qadim merespon positif terlaksananya kepastian
(pendapat al-Syafi’i ketika di Irak) dan qaul hukum perspektif hukum adat. Hal ini
jadid (pendapat al-Syafi’i ketika di Mesir). dibuktikan di antaranya dengan adanya TAP
Dengan demikian, para fukaha mazhab Syafi’i IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria
beranggapan bahwa perubahan pendapat al- dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang
Syafi’i itu dikarenakan pada kondisi sosial, menghendaki pengakuan, penghormatan,
budaya, tradisi yang berbeda antara dua dan perlin dungan hak masyarakat hukum
negara tempat al-Syafi’i adat. Tingginya konflik
tinggal pada waktu itu. dalam pengelolaan
sumber daya alam yang
Pembebasan
terjadi di Indonesia
kewajiban membayar
disebabkan oleh
pajak bagi para petani
adanya ketimpangan
yang mengalami
penguasaan sumber
kegagalan panen
daya alam antara
merupakan produk
masyarakat yang
hukum Abu Hanifah
menggantungkan
yang mengadopsi
hidup dari ekonomi
praktik hukum yang
berbasis sumber
biasa dilakukan
daya alam (tanah,
penguasa Persia.
Contoh buku yang membicarakan hukum Adat di Indonesia hutan, perkebunan,
Sementara itu, dalam
jasa. lingkungan,
iv
4 | Ensiklopedi Islam Nusantara
dan lainnya) dan penguasaan oleh sektor mengalahkan masyarakat Minangkabau dalam
KATA SAMBUTAN
bisnis, khususnya sektor industri skala
perkebunan, kehutanan dan Kata Sambutan
besar,
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN
pertambangan
pepe rangan, namun tidak dapat mengalahkan
adat Minangkabau ISLAM
yang mengakar. Dalam
yakniKata
terletak di antara
Nusantara 6° berasal
yang LU sampai
dari 11°
kataLSnusa
dan dan
95° BT sampai
antara 141°
adalah BT. Ia
sebutan
memiliki setidaknya
identitas 17.000
untuk daratan pulau.
tanah JawiPosisinya
Sumber
saatBacaan terletak
itu, yang di antara
jika dilihat dua negara
dari batas benua,
yakni Asia
A.A. saat
Navis, ini dan
Alam Australia,
meliputi
Berkembang Jadi Guru:dan
negara di Kebudayaan
Indonesia,
Adat dan antara dua Thailand,
Philipina, samudra,
Minangkabau, yakni
(Jakarta:Malaysia,
PT Samudra
Temprint, Brunei,
1986).
Abdul Wahab Khallaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh, (Mesir: Mathba’ah al-Madani, t.th).
Hindia
Badan dan
Singapura, Samudra
Pengembangandan Pasifik,
Vietnam.
dan Pembinaan sehingga
Di Kementrian
Bahasa, dikenal
tujuh negara sebagai
inilah,
Pendidikan posisi
Islam menyebar
dan Kebudayaan silang (cross
dengan
Republik Indonesia, Kamus
Besar Bahasa Indonesia Aplikasi Ruling.
position).
Fauziah,
Letak dalam
kekhasan geografis
Konsep ‘Urf daerah
ini Ulama
sangat
masing-masing.
Pandangan
strategis
Islamuntuk
Ushul Fiqh (Telaah
negara Indonesia,
betul-betul
Historis), memperlihatkan
Jurnal Nurani,
sebab
Vol. 14, No.2, Desember
tidak“fluiditas”-nya.
hanya
2014. kondisi alamyang
Inilah yang mempengaruhi
kemudian dikenal dengankehidupan sebutan penduduk
Islam
Hayatul Ismi, Pengakuan dan Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Adat atas Tanah Ulayat dalam Upaya
Indonesia, tetapiHukum
Pembaharuan
Nusantara. jugaNasional,
lintas Jurnal
benua Ilmudan
Hukum,samudera ini
Volume 3, No. 1, berpengaruh terhadap
t.th.
Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).
kebudayaan yang
Ibnu Manzhur, Lisan beragam,
al-‘Arab, (Beirut: Daryakni dalam
Shadir, 1414 H). bidang seni, bahasa, peradaban,
dan agama dengan keanekaragaman suku-bangsa yangyang
YasinIslam Nusantara
al-Fadani, juga
Fawaid Al-Janiyyah, dicirikan dengan
(Beirut: Dar al-Mahajjah Islam
al-Baidha,moderat
2008). penuh toleransi,
dimiliki.
Sa’ud bin Abdullah al-Waraqy, al-‘Urf wa Tathbiqatuh al-Mu’asharah, hlm 9. Dikutip dari http://elibrary.mediu.edu.
Islam yangagamabisa hidup
my/books/MAL03775.pdf.
Kondisi yang dalam keberagaman,
dianut olehNegara
masyarakat IslamIndonesia
yang menjunjungjugaHukum, tinggi
demikian
Yanis Maladi, Eksistensi Hukum Adat dalam Konstitusi Pasca Amandemen, Jurnal Mimbar Volume
hak-hak
22, Nomorperempuan,
3, Oktober 2010. menghargai hak azasi manusia, dan lain sebagainya.
beragam. Setidaknya ada 6 agama yang berkembang di Indonesia, yakni
Islam
Islam, Nusantara
Kristen diharapkan
Protestan, Katolik, bisa menjadi
Hindu, model
Buddha, danbagi bangsa
Kong lainSebagai
Hu Cu. untuk
mengambil
agama nilai-nilai
mayoritas, Islam positif
yang di wilayahnya
hadir masing-masing.
di Indonesia IslamIslam
merupakan Nusantara
yang
menjadi model ajaran Islam yang tepat diterapkan pada sebuah bangsa
damai, Islam yang rahmatan lil’alamin. Islam lahir dan berkembang selaras yang
majemuk.
dengan kondisiIslam Nusantara
budaya adalah
dan tradisi ajaran Islam
Indonesia, yang menekankan
yang biasa pada
kita kenal dengan
Islamprinsip-prinsip
Nusantara. ajaran yang moderat, inklusif, toleran, tidak mengklaim hanya
agama sendiri yang benar, dan bersatu dalam keragaman (Bhineka Tunggal
Islam Nusantara telah memberikan warna dan corak keberagamaan
Ika) berdasarkan pada UUD 1945 dan ideologi Pancasila dalam bingkai
masyarakat Indonesia yang khas. Islam Nusantara yang mengidentikkan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah berhasil mempertahankan
diri sebagai praktek dan sikap keberagamaan yang linier dengan karakter
keutuhan bangsa Indonesia yang sangat majemuk.
keindonesiaan menjadikan Islam mudah difahami dan dapat diterima oleh
masyarakat
SebagianIndonesia
orang yangsecara masif. bahwa
meyakini otentitias tawasuth
Prinsip-prinsip (moderat),
Islam adalah Arab,
tawazun
memandang Islam tasamuh
(seimbang), Nusantara(tenggang
ini sebagairasa) dengan
bagian tanpa mencerabut
dari “bid’ah” yang tidak
kultur dan fakta
dianjurkan sosial
dalam keindonesiaan
Islam. menjadikan
Islam Nusantara Islam tampil dengan
telah termanifestasikan dalam
wajahamaliah-amaliah
yang damai, santun,
ibadah dan
yang toleran.
memilikiIslam Nusantara
ciri-ciri denganBeberapa
yang berbeda. prinsip-
prinsipnya itu sesungguhnya
nomenklatur inginNusantara
padanan Islam menyampaikan pesan
ini telah bahwa Islam para
diperkenalkan yang
dianut masyarakat secara sosio-kultural tidak selalu harus identik atau
cendikiawan muslim Indonesia, seperti KH Abdurrahman Wahid yang telah
sama persis dengan Islam di mana ia dilahirkan.
vi
4 | Ensiklopedi Islam Nusantara
dan lainnya) dan penguasaan oleh sektor mengalahkan masyarakat Minangkabau dalam
bisnis, khususnya sektor industri skala besar, pepe rangan, namun tidak dapat mengalahkan
perkebunan, kehutanan dan pertambangan adat Minangkabau yang mengakar. Dalam
Daftar Isi
dan penguasaan oleh Negara yang masih tradisi perkawinan di Minangkabau, terdapat
menegasi adanya hak-hak masyarakat adat. peribahasa “awak sama awak”. Artinya,
perkawinan yang ideal menurut adat
Dalam mamangan (peribahasa Minang
Minangkabau adalah perkawinan antara
kabau), kesetian pada adat diungkapkan
keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak
dengan hiduik dikanduang adik, mati dikanduang
dan kemenakan. Dalam konteks masyarakat
tanah (hidup dikandung adat, mati dikandung
A Hisab ........................................................................
Minangkabau tertentu, bahkan terdapat 127
tanah). Peribahasa ini mengandung makna
Adat ............................................................................ 3 larangan keras menikah dengan orang yang
bahwa antara hidup dan mati mereka sudah
Akikahan........................................................................ 6 bukan berasal dari nagari I mereka.
tahu tempatnya dan tidak akan ada pilihan lain.
Ilmu Falak .................................................................. 135
Peribahasa ini digunakan sebagai perlawanan
B
[Adib M Islam]
Ilmu Firasat ............................................................... 141
terhadap penjajah Belanda yang dapat
Babad .......................................................................... 13 Ilmu Hikmah ............................................................. 147
Baiat .......................................................................... 20 Ilmu Kasyaf ................................................................ 149
Baju Takwa .................................................................. 24 Imkan Rukyah ........................................................... 153
Sumber Bacaan
Bakiak .......................................................................... 27 Istighotsah ................................................................ 157
Bancakan
A.A. Navis,.....................................................................
Alam Berkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan 29 Minangkabau, (Jakarta: PT Temprint, 1986).
Edisi
Edisi Budaya| |vii
Budaya 5 vii
Mandi Belimau
kali. Oleh ..........................................................
karena itu, al-‘urf dalam arti dasar 279 Sedekah
kasus Bumi ...........................................................
mazhab Maliki, penerapan al-‘urf 462
Metik ........................................................................
yang pertama tepat bila diterjemahkan dengan 285 Selametan .................................................................
terlihat dalam kasus wanita-wanita Arab yang 465
Meunasah
kata adat..................................................................
dalam bahasa Indonesia. Menurut 289 Semakan ....................................................................
diperbolehkan tidak menyusui anak mereka. 468
Midodareni ................................................................
Syekh Yasin, yang memiliki julukan musnid 292 Serat
Dalam........................................................................
kasus mazhab Syafi’i, jual beli tanpa 472
Mudik ........................................................................
al-dunya, kata al-‘urf sering digunakan dalam 299 Seserahan ..................................................................
mengucapkan ijab dan kabul (ba’i al-mu’athah) 475
Mukena .....................................................................
arti yang sama dengan al-‘adah. Menurutnya, 302 Sewelasan .................................................................
dalam barang yang tidak terlalu mahal481 di
Muktabar(ah) ............................................................
al-‘adah adalah suatu kebiasaan yang diterima 305 Singir ........................................................................
kalangan masyarakat umum, seperti membeli 488
Munggah
oleh akalMolo ..........................................................
sehat. Namun demikian, menurut 308 Sinoman ....................................................................
mie instan, termasuk hal yang diperbolehkan. 490
Muqoddaman ............................................................
sebagian pakar, al-‘urf dan al-’adah itu berbeda. 313 Sorogan
Dalam .....................................................................
mazhab Hanbali, Ibnu Qudamah 498
Mursyid
Al-‘urf ......................................................................
suatu kebiasaan baik yang diterima 315 Sowan ........................................................................
berpendapat bahwa kewajiban memberikan 503
oleh akal sehat masyarakat pada umumnya. Suroan
makan.......................................................................
sepuluh orang miskin dalam kasus 510
Kebiasaan baik itu berupa N suatu perkataan. Surau
bayar ........................................................................
kifarat harus dikembalikan pada tradisi 516
Nazham
Sementara .....................................................................
itu, kebiasan baik yang berupa 321 Syair ........................................................................
lokal masyarakat setempat. Selain itu, Ibnu 520
Ngabsahi ...................................................................
suatu perbuatan atau tindakan disebut dengan 328 Syawalan
Taimiyah...................................................................
berpendapat bahwa jarak seseorang 524
Ngelmu
al-‘adah....................................................................... 331 dapat melakukan qasar shalat seharusnya
Ngrasul ..................................................................... 333 dikembalikan pada T ketentuan umum
Dalam literatur usul fikih, al-‘urf dijadikan
Nyadran ..................................................................... 335 Tabayun .....................................................................
masyarakat Muslim setempat. 529
sebagai dasar landasan hukum dalam
Tabut ........................................................................ 531
menetapkan suatu permasalahan hukum. Dalam konteks Indonesia, hukum adat
O Tadarus ...................................................................... 536
Namun, al-‘urf termasuk salah satu landasan menjadi pengukuh hukum nasional pertama
Omah-Omah .............................................................. 341 Tahlil ........................................................................ 538
hukum yang diperdebatkan ulama Usul Fikih. kali dicetuskan oleh para pemuda pada 1928
Takbir Keliling ........................................................... 541
Secara formal, al-‘urf diakui sebagai dalil oleh dalam kongres pemuda. Pada 1948, Soepomo
P Tarekat ....................................................................... 547
tiga mazhab fikih, yaitu Abu Hanifah, Malik, resmi menggunakan istilah hukum adat
Palastren, Pawestren................................................ 351 Tarhim........................................................................ 552
dan Ahmad. Sementara itu, al-Syafi’i dalam menggantikan isilah adatrecht yang digunakan
Patitis ........................................................................ 355Tasrifan ...................................................................... 554
kitabnya al-Risalah tidak menuliskan secara sarjana Belanda, Vollenhoven. Selama
Peci ........................................................................ 357 Tawajjuh .................................................................... 557
formal tentang al-‘urf. Namun demikian, perjalanan hukum ketatanegaraan Indonesia
Pegon ........................................................................ 360 Tawassuth ................................................................ 561
secara praktik al-Syafi’i juga mengakui al-‘urf di masa-masa Orde Lama, Orde Baru, Orde
Pengajian .................................................................. 365 Tawazun ................................................................... 564
merupakan hal penting yang perlu diterima Reformasi, sampai amandemen Konstitusi
Perang Ketupat ......................................................... 371 Tembang ................................................................... 566
dalam menentukan sebuah hukum. Hal Negara, secara konsisten pemerintahan negara
Pesantren .................................................................. 375 Tembang Macapat .................................................... 569
ini dibuktikan dengan adanya qaul qadim merespon positif terlaksananya kepastian
Petilasan .................................................................... 381 Tepung Tawar ........................................................... 575
(pendapat al-Syafi’i ketika di Irak) dan qaul hukum perspektif hukum adat. Hal ini
Pribumisasi Islam ..................................................... 388 Tirakat........................................................................ 579
jadid (pendapat al-Syafi’i ketika di Mesir). dibuktikan di antaranya dengan adanya TAP
Primbon ..................................................................... 391 Topeng ....................................................................... 581
Dengan demikian, para fukaha mazhab Syafi’i IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria
Pupuh ........................................................................ 393
beranggapan bahwa perubahan pendapat al- dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang
U
Syafi’i itu dikarenakan pada kondisi sosial, menghendaki pengakuan, penghormatan,
R Ulih-Ulihan ................................................................ 587
budaya, tradisi yang berbeda antara dua dan perlin dungan hak masyarakat hukum
Rahmatan Lil ‘Âlamîn ............................................... 399
negara tempat al-Syafi’i adat. Tingginya konflik
Rajaban...................................................................... 402 W
tinggal pada waktu itu. dalam pengelolaan
Rebo Wekasan .......................................................... 407 Wali ........................................................................ 595
sumber daya alam yang
P e ....................................................................
Riyadhah mbebasan 415 Walimahan ................................................................ 599
terjadi di Indonesia
kewajiban membayar
Rukyah ....................................................................... 418 Wangsit ..................................................................... 603
disebabkan oleh
pajak bagi
Ruwahan para petani
................................................................... 423 Wayang ...................................................................... 607
adanya ketimpangan
yang mengalami Wirid ........................................................................ 611
penguasaan sumber
kegagalan panenS
daya alam antara
merupakan
Samadiyah produk
................................................................. 431 Y
masyarakat yang
hukum.......................................................................
Saman Abu Hanifah 435 Ya Qowiyu ................................................................. 617
menggantungkan
yang
Sambatan mengadopsi
.................................................................. 437
hidup dari ekonomi
praktik ...................................................................
Samenan hukum yang 441 Z
berbasis sumber
biasa ........................................................................
Sanad dilakukan 444 Zapin ........................................................................ 625
daya alam (tanah,
penguasa
Santri Persia.
........................................................................ 454 Ziarah ........................................................................ 630
Contoh buku yang membicarakan hukum Adat di Indonesia hutan, perkebunan,
Sementara itu, dalam
Sarung ....................................................................... 457
jasa. lingkungan,
viii
4 | |
viii Ensiklopedi
Ensiklopedi
Islam
Islam
Nusantara
Nusantara
A
Adat
Akikahan
Adat
[Al-‘Urf]
A
dat berasal dari kata al-‘adah yang perbuatan saja, tidak dalam bentuk perkataan,
bersinonim dengan kata al-‘urf. kebudayaan, dan lain sebagainya. Dengan
Derivasi kata al-‘urf yang lebih dipakai demikian, al-munkar berarti sesuatu yang
di masyarakat adalah kata makruf. Kata makruf suatu bentuk tindakan, perkataan, dan sikap
sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia yang yang tidak disukai oleh manusia secara umum.
berasal dari bahasa Arab al-ma’ruf yang berarti;
Al-‘urf, menurut Ibnu Faris, memiliki dua
(1) perbuatan baik, jasa, dan (2) terkenal atau
arti dasar; (1) sesuatu yang terus menerus
masyhur. Kata al-ma’ruf masih satu akar kata
dilakukan secara turun-temurun; dan (2)
dengan kata al-‘urf. Al-ma’ruf merupakan
kedamain serta ketenangan. Arti dasar yang
antonim kata al-munkar, dan al-nukr antonim
pertama, bersinonim dengan kata al-‘adah,
dari kata al-’urf. Dalam ungkapan keagamaan di
namun terdapat sedikit perbedaan komponen
Indonesia, kita sering mendengar istilah amar
makna. Bila al-‘urf adalah suatu perbuatan yang
makruf nahi mungkar. Secara etimologi, kata al-
sudah dilakukan berkali-kali, sehingga telah
‘urf bermakna segala bentukan kebaikan yang
menjadi kebiasaan, namun al-‘adah adalah
disukai oleh setiap manusia. Namun demikian,
suatau perbuatan yang dilakukan lebih dari dua
al-Zujaj membatasi kebaikan ini dalam bentuk
Edisi Budaya | 3
kali. Oleh karena itu, al-‘urf dalam arti dasar kasus mazhab Maliki, penerapan al-‘urf
yang pertama tepat bila diterjemahkan dengan terlihat dalam kasus wanita-wanita Arab yang
kata adat dalam bahasa Indonesia. Menurut diperbolehkan tidak menyusui anak mereka.
Syekh Yasin, yang memiliki julukan musnid Dalam kasus mazhab Syafi’i, jual beli tanpa
al-dunya, kata al-‘urf sering digunakan dalam mengucapkan ijab dan kabul (ba’i al-mu’athah)
arti yang sama dengan al-‘adah. Menurutnya, dalam barang yang tidak terlalu mahal di
al-‘adah adalah suatu kebiasaan yang diterima kalangan masyarakat umum, seperti membeli
oleh akal sehat. Namun demikian, menurut mie instan, termasuk hal yang diperbolehkan.
sebagian pakar, al-‘urf dan al-’adah itu berbeda. Dalam mazhab Hanbali, Ibnu Qudamah
Al-‘urf suatu kebiasaan baik yang diterima berpendapat bahwa kewajiban memberikan
oleh akal sehat masyarakat pada umumnya. makan sepuluh orang miskin dalam kasus
Kebiasaan baik itu berupa suatu perkataan. bayar kifarat harus dikembalikan pada tradisi
Sementara itu, kebiasan baik yang berupa lokal masyarakat setempat. Selain itu, Ibnu
suatu perbuatan atau tindakan disebut dengan Taimiyah berpendapat bahwa jarak seseorang
al-‘adah. dapat melakukan qasar shalat seharusnya
dikembalikan pada ketentuan umum
Dalam literatur usul fikih, al-‘urf dijadikan
masyarakat Muslim setempat.
sebagai dasar landasan hukum dalam
menetapkan suatu permasalahan hukum. Dalam konteks Indonesia, hukum adat
Namun, al-‘urf termasuk salah satu landasan menjadi pengukuh hukum nasional pertama
hukum yang diperdebatkan ulama Usul Fikih. kali dicetuskan oleh para pemuda pada 1928
Secara formal, al-‘urf diakui sebagai dalil oleh dalam kongres pemuda. Pada 1948, Soepomo
tiga mazhab fikih, yaitu Abu Hanifah, Malik, resmi menggunakan istilah hukum adat
dan Ahmad. Sementara itu, al-Syafi’i dalam menggantikan isilah adatrecht yang digunakan
kitabnya al-Risalah tidak menuliskan secara sarjana Belanda, Vollenhoven. Selama
formal tentang al-‘urf. Namun demikian, perjalanan hukum ketatanegaraan Indonesia
secara praktik al-Syafi’i juga mengakui al-‘urf di masa-masa Orde Lama, Orde Baru, Orde
merupakan hal penting yang perlu diterima Reformasi, sampai amandemen Konstitusi
dalam menentukan sebuah hukum. Hal Negara, secara konsisten pemerintahan negara
ini dibuktikan dengan adanya qaul qadim merespon positif terlaksananya kepastian
(pendapat al-Syafi’i ketika di Irak) dan qaul hukum perspektif hukum adat. Hal ini
jadid (pendapat al-Syafi’i ketika di Mesir). dibuktikan di antaranya dengan adanya TAP
Dengan demikian, para fukaha mazhab Syafi’i IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria
beranggapan bahwa perubahan pendapat al- dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang
Syafi’i itu dikarenakan pada kondisi sosial, menghendaki pengakuan, penghormatan,
budaya, tradisi yang berbeda antara dua dan perlin dungan hak masyarakat hukum
negara tempat al-Syafi’i adat. Tingginya konflik
tinggal pada waktu itu. dalam pengelolaan
sumber daya alam yang
Pembebasan
terjadi di Indonesia
kewajiban membayar
disebabkan oleh
pajak bagi para petani
adanya ketimpangan
yang mengalami
penguasaan sumber
kegagalan panen
daya alam antara
merupakan produk
masyarakat yang
hukum Abu Hanifah
menggantungkan
yang mengadopsi
hidup dari ekonomi
praktik hukum yang
berbasis sumber
biasa dilakukan
daya alam (tanah,
penguasa Persia.
Contoh buku yang membicarakan hukum Adat di Indonesia hutan, perkebunan,
Sementara itu, dalam
jasa. lingkungan,
Sumber Bacaan
A.A. Navis, Alam Berkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: PT Temprint, 1986).
Abdul Wahab Khallaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh, (Mesir: Mathba’ah al-Madani, t.th).
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus
Besar Bahasa Indonesia Aplikasi Ruling.
Fauziah, Konsep ‘Urf dalam Pandangan Ulama Ushul Fiqh (Telaah Historis), Jurnal Nurani, Vol. 14, No.2, Desember
2014.
Hayatul Ismi, Pengakuan dan Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Adat atas Tanah Ulayat dalam Upaya
Pembaharuan Hukum Nasional, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 3, No. 1, t.th.
Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).
Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1414 H).
Yasin al-Fadani, Fawaid Al-Janiyyah, (Beirut: Dar al-Mahajjah al-Baidha, 2008).
Sa’ud bin Abdullah al-Waraqy, al-‘Urf wa Tathbiqatuh al-Mu’asharah, hlm 9. Dikutip dari http://elibrary.mediu.edu.
my/books/MAL03775.pdf.
Yanis Maladi, Eksistensi Hukum Adat dalam Konstitusi Negara Pasca Amandemen, Jurnal Mimbar Hukum, Volume
22, Nomor 3, Oktober 2010.
Edisi Budaya | 5
Akikahan
[‘Aqiqah]
A
kekahan berasal dari bahasa Arab Muhammad SAW bersabda, “Setiap anak
“’aqiqah” yang memiliki beberapa yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak
makna. Di antaranya bermakna yang saleh dengan ditebus oleh binatang yang
rambut kepala bayi yang telah tumbuh ketika disembelih pada hari ketujuh kelahirannya.
lahir, atau hewan sembelihan yang ditujukan Kemudian dicukur dan diberi nama yang baik.
bagi peringatan dicukurnya rambut seorang (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibn Majah dan An-
bayi. Bila bayi itu laki-laki, maka hewan Nasai)
sembelihannya berupa dua ekor kambing.
Dalam memahami hadits tersebut, para
Bila perempuan, maka cukup dengan seekor
ulama berbeda pendapat mengenai hukum
kambing saja. Selain itu, akikah juga dapat
melaksanakan akikah. Sebagian dari mazhab
bermakna sebuah upacara peringatan atas
Az-Zahiri berpendapat bahwa hukum
dicukurnya rambut seorang bayi.
melaksanakan akikah adalah wajib. Sedangkan
Dalam sejarahnya, tradisi akikah menurut mayoritas ulama hukumnya sunah.
merupakan warisan dari tradisi Arab pra Islam Sementara menurut Abu Hanifah hukum
yang dilaksanakan dengan cara menyembelih akikah bukan wajib dan juga bukan sunnah,
hewan kambing pada saat bayi lahir yang melainkah hanya mubah (dibolehkan). (Ibn
kemudian darahnya dioleskan kepada kepala si Rushdi, 2008: 187)
bayi. Setelah Islam datang, kemudian praktik
Munculnya perbedaan pendapat mengenai
tersebut diubah dengan mengolesi kepala
hukum akikah ini menurut Ibn Rushdi dalam
si bayi dengan minyak. Akikah dalam Islam
karyanya berjudul Bidayatul Mujtahid adalah
juga tidak membedakan bayi laki-laki dan
karena perbedaan dalam memahami hadits
perempuan. Tidak sebagaimana tradisi Arab
yang menerangkan masalah akikah, yaitu
pra Islam yang hanya mengkhususkan akikah
bahwa secara tekstual hadits riwayat Samrah
bagi bayi laki-laki. (Nasarudin Umar, 2002: 98)
yang menunjukkan bahwa akikah adalah wajib.
Secara umum, hewan (kambing) yang (Ibn Rushdi, 188)
akan disembelih dalam acara akikah tidak
Dalam pelaksanaan akikah, para ulama
jauh berbeda dari berkurban di hari raya
berbeda pendapat mengenai kapan akikah
idul adha. Baik dari jenis, usia hewan, tidak
dilangsungkan. Sejumlah ulama menyatakan
cacat, niat dalam penyembelihan hewan serta
bahwa akikah dilaksanakan sebelum hari
menyedekahkan daging (yang telah masak) ke
ketujuh setelah kelahiran si bayi. Imam
sejumlah fakir miskin.
Syafi’i sendiri berpendapat bahwa akikah
boleh dilaksanakan baik sebelum maupun
sesudah hari ketujuh kelahiran si bayi sampai
Hukum Pelaksanaan Akikah
dia berakal baligh. Pada acara akikah ini,
Dalam hukum Islam (fikih), akikah dianjurkan pula untuk memberi nama si bayi.
dilaksanakan berdasarkan hadits dari Samrah (Zainudin Ali Al-Malaybari, 382)
bin Jundab yang menyatakan bahwa Nabi
Edisi Budaya | 7
yang dilahirkan tersebut. Sebelas lilin kecil kelahiran Nabi). Ketika para peserta dan
merupakan simbol agar kehidupannya selalu undangan melanunkan marhaban atau saat
diliputi jalan terang. mahallul qiyam (berdiri) sang ayah dari si
bayi ini membawa si bayi ke tengah-tengah
Dua potong gula merah juga disediakan
peserta, diikuti seorang lain yang membantu
sebagai simbolisasi agar kehidupan anak
membawakan baki berisi bunga, wewangian,
tersebut selalu manis, menyenangkan, dan
dan gunting. Tamu yang paling dihormati
penuh kegembiraan. Ditambah pula dengan
mengawali secara simbolis dengan mencukur
dua buah pala yang berisi pengharapan agar
beberapa helai rambut bayi, kemudian ayah
bayi tersebut bisa bermanfaat bagi orang
membawa bayi ke tamu lain secara bergilir
lain. Ia akan selalu ada ketika orang lain
satu per satu, dan masing-masing tamu
membutuhkannya.
bergiliran mencukur secara simbolis saja.
Tak ketinggalan, sebuah tasbih dengan Sementara pembawa wewangian bertugas
sebuah cincin emas yang dicelupkan ke air mengusapkan wewangian ke tangan orang
kemudian disentuhkan di dahi menunjukkan yang baru mendapat giliran. Bila semua sudah
agar ajaran agama selalu menjadi pegangan mendapatkan giliran, bayi dikembalikan ke
dalam seluruh kehidupannya. Untuk kamar tidur. (Muhaimin, 206)
menambah suasana, dinyalakan pula dupa
Menurut Martin, teks keagamaan yang
untuk wewangian dalam prosesi potong
paling populer di seluruh Nusantara, yang
rambut bayi yang dilakukan oleh dukun bayi
hanya kalah populer dengan al-Qur’an, adalah
terlatih yang telah membantu merawat bayi.
karya yang dikenal sebagai barzanji. Sebuah
Bagi dukun bayi, mereka diberi sedekah kitab mawlid yang dibaca oleh masyarakat
berupa 12 macam jenis kue yang ditaruh Nusantara tidak hanya di sekitar tanggal
dalam satu nampan, 8 liter beras dan uang 20 12 Rabi’ al-Awwal, hari kelahiran Nabi
ribu rupiah yang dibawa pulang setelah prosesi Muhammad SAW., tetapi juga pada banyak
tersebut selesai. Ari-ari yang merupakan upacara yang lain: pada berbagai upacara yang
bagian tubuh bayi saat dilahirkan menjadi mengikuti daur kehidupan manusia seperti
bagian penting. Setelah dicuci, ari-ari tersebut pemotongan rambut seorang bayi untuk
ditanam dengan harapan agar bayi tersebut pertama kalinya (aqiqah), dalam situasi krisis,
selalu ingat akan kampung halaman dimana ia sebagai bagian dari ritual untuk mengusir
dilahirkan. setan, atau secara rutin dijadikan sebagai
Pembacaan
barasanji atau syair
barzanji juga umum
diselenggarakan pada
malam akikahan.
Pada acara tersebut
rambut bayi dipotong
dan ada pula
pembagian minyak
wangi kepada jamaah
yang membacakan
syair-syair pujian
kepada Rasulullah.
Pembacaan barzanji
ini bentuk upacaranya
mirip marhabanan
(perayaan mauludan Tradisi pembacaan Barzanji dalam Aqiqah
Sumber foto: beritafoto.com
memperingati
Edisi Budaya | 9
bisnis dalam prosesi akikah. Para penyedia
jasa menyediakan hewan sembelihan akikah
sekaligus siap untuk membagikan dagingnya.
Munculnya penyedia jasa seperti ini di satu
sisi mempermudah orang yang hendak
mengakikahkan putra-putrinya. Di sisi
lain, hal ini pada gilirannya menghilangkan
sejumlah prosesi dalam tradisi akikah yang
telah mengakar di masyarakat seperti tradisi
barzanjian dan lain sebagainya.
Kambing Aqiqah
[Saifuddin Jazuli] Sumber foto: Aqiqahonline
Sumber Bacaan:
A Khoirul Anam, dkk, Ensiklopedia NU, Jakarta: Mata Bangsa dan PBNU, 2014
Ibn Rushdi, Bidayah al-Mujtahid, Beirut: Dar Fikr, 2008
KH. Muhammad Solikin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta: Narasi, 2010
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS, 2005, cet.I
Muhaimin AG, Islam dalam Bingkai Budaya Lokal, Ciputat: Logos, 2002, cet. II
Nasarudin Umar, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, Jogjakarta: Gama Media, 2002
Zainudin Ali Al-Malaybari, Fathul Muin, Beirut: Dar al-Fikr, tt
http://www.nu.or.id/post/read/11265/menilik-tradisi-aqiqah-di-sulsel
http://www.eviindrawanto.com/2012/06/prosesi-aqiqah-di-minangkabau/
B
sebagai karya klasik merupakan karya tulis
abad secara etimologis berasal dari
orisinal yang berupa naskah-naskah atau
bahasa Jawa yang berarti “buka, tebang,
manuskrip asli tulisan tangan yang masih
sejarah, riwayat,”. (Prawiroatmodjo,
tersimpan di beberapa lembaga maupun
1980: 2). Selaras dengan Mangunsuwito
perorangan, yang termasuk dalam karya tulis
(2002: 303) babad juga dapat dimaknai sebagai
ini bukan merupakan suntingan atau edisi dari
“hikayat, sejarah, cerita tentang peristiwa
naskah aslinya. Babad pada umumnya tumbuh
yang sudah terjadi”. Babad merupakan salah
dan berkembang di lingkungan tertentu saja.
satu jenis karya sastra Jawa yang digubah
Kebanyakan babad ditulis dilingkungan kraton,
dalam rangka kehidupan masyarakat yang
kadipaten dan tanah perdikan. Kraton, sejak
bersangkutan serta memilki aspek historis.
dulu hingga sekarang pada umumnya memiliki
(Rupadi, 2006: 23). Dalam kenyataanya,
abdi dalem kapujanggan, yaitu hamba raja yang
babad sebagai hasil kebudayaan mempunyai
bekerja di bidang kepujanggaan. Tugasnya
peranan penting dalam kehidupan masyarakat
berkaitan dengan aktifitas tulis menulis,
Jawa, sesuai dengan situasi dan kondisi
baik yang bersifat sastra maupun non sastra,
zamannya. Penyebutan babad di Jawa sama
seperti menggubah babad yang berisi semacam
dengan di Madura dan Bali, sedangkan di
sejarah atau riwayat raja dan para pengikut
Sulawesi Selatan dan Sumatera disebut lontara
istana. Pokok persoalan yang ditulis mengenai
dan di Burma dan Thailand dikenal dengan
diri raja, para adipati, para bangsawan, kerabat
sebutan kronikel (Soedarsono dalam Sulastin
dekat raja, para tokoh di tanah perdikan,
Sutrisno dkk., 1991: 305). Sedangkan secara
beserta hal ikhwal yang bertalian dengan
terminologis, babad merupakan karya sastra
kehidupan dan peristiwa yang terjadi di
yang berkaitan atau yang menceritakan hal-
tempat-tempat tersebut. Dengan demikian
hal yang berhubungan dengan pembukaan
jelas bahwa bahwa babad mempunyai nilai
hutan, penobatan penguasa daerah, pendiri
sebagai pengesahan dan pengukuhan kepada
kerajaan, pemindahan pusat kerajaan atau
penguasa-penguasa tersebut (Darusuprap-ta,
pemerintahan, peperangan, adat istiadat,
1975: 21).
bahkan sering terdapat jalinan perkawinan dan
ikatan perkerabatan. (Darusuprapta, 1980: Oleh karena itu, babad sebagai salah
5). Babad menurut Rokhman (2014:11) berisi satu peninggalan tertulis merupakan naskah
cerita sejarah, namun tidak selalu berdasarkan penting yang lebih banyak menyimpan
fakta. Teks babad isinya merupakan campuran informasi tentang masa lampau jika
antara fakta sejarah, mitos, dan kepercayaan. dibandingkan dengan peninggalan yang
Itulah sebabnya, babad sering disamakan berwujud bangunan. Haryati Soebadio (1975:
dengan hikayat. Di tanah Melayu tulisan yang 1) menyatakan bahwa “naskah-naskah lama
mirip dengan babad dikenal dengan sebutan merupakan dokumen bangsa yang menarik
tambo atau silsilah. Contoh Babad adalah Babad bagi peneliti kebudayaan lama, karena
Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Mataram, memiliki kelebihan yaitu dapat memberikan
Babad Surakarta dan Babad Ponorogo. informasi yang lebih luas dibanding puing
Edisi Budaya | 13
bangunan megah seperti candi, istana raja dan Secara teoritis dan metodologis babad
pemandian suci yang tidak dapat berbicara memiliki kelemahan, terutama apabila
dengan sendirinya, tapi harus ditafsirkan”. dikaitkan dengan masalah temporal, spasial
(Rupadi, 2006: 3) dan faktual. Akan tetapi, bagaimanapun juga,
babad tetap bisa dipergunakan sebagai sumber
sejarah, karena di dalamnya mengandung
Babad dalam Historiografi Nusantara beberapa peristiwa yang dapat disebut
Historiografi dalam ilmu sejarah sebagai peristiwa sejarah. Penggunaan babad
merupakan titik puncak seluruh kegiatan sebagai sumber sejarah oleh sejarawan untuk
penelitian sejarah. Dalam metodologi sejarah, dijadikan sumber pembanding. Dengan
historiografi merupakan bagian terakhir. adanya sumber pembanding, terutama dari
Langkah terakhir, tetapi langkah terberat, luar maka tidak mustahil beberapa peristiwa
karena di bidang ini letak tuntutan terberat yang diceritakan dalam babad akan muncul
bagi sejarah untuk membuktikan legitimasi sebagai fakta sejarah. Sehingga sependapat
dirinya sebagai suatu bentuk disiplin ilmiah. dengan pandangan Ricklefs (2008) yang
(Poespopronjo, 1987:1). Pada umumnya mengemukakan beberapa teks dalam babad
tradisi penulisan sejarah di Indonesia berada dapat dijadikan sumber rujukan penulisan
dalam lingkungan keraton (istana sentris) sejarah. Misalnya, Babad Pati yang ditulis oleh
dimana hasilnya dikenal dengan penulisan Ki Sosrosumarto dan Dibyosudiro pada tahun
sejarah tradisional (historiografi tradisional). 1925 dan diterbitkan dalam tulisan Jawa oleh
Dalam hal ini babad merupakan bagian NV. Mardimulya. Babad Pati dijadikan sumber
dari historiografi tradisional. Historiografi primer dalam memperoleh gambaran tentang
tradisional bersifat etno sentris (kedaerahan), perang tanding antara Adipati Jayakusuma
istana sentris (lingkungan keraton) dan melawan Panembahan Senopati. (Harianti
magis religius (dilandasi unsur magis dan dkk, 2007:10).
kepercayaan), makanya hasil historiografi Purwanto (2006:98) juga menyatakan
tradisional selain dalam bentuk sejarah ada pula bahwa karya sastra termasuk babad telah
dalam bentuk sastra, babad, hikayat, kronik, menjadi bagian yang integral dengan sejarah
dan lain-lain. Dalam historiografi tradisional sebagai sebuah tradisi. Sebagai sebuah tradisi,
tokoh sejarahnya sering dihubungkan dengan karya sastra mempunyai empat fungsi utama.
tokoh popular jaman dahulu bahkan dengan Pertama, sebagai alat dokumentasi, kedua
tokoh yang ada dalam mitos maupun legenda. sebagai media untuk mentransfer memori
hal ini di maksudkan untuk mengukuhkan dan masa lalu antar generasi, ketiga sebagai alat
melegitimasi kekuasaan, identitas dari tokoh untuk membangun legitimasi, dan keempat
tersebut serta untuk mendapatkan pulung sebagai bentuk eskpresi intelektual. Sebagai
(kharisma) yang diwariskan dari tokoh-tokoh sebuah karya tradisi, babad memuat realitas
sebelumnya. Contoh dalam Babad Tanah Jawi yang terbungkus dalam fantasi. Sehingga
disebutkan bahwa raja Mataram Islam pertama sejarawan perlu meningkatkan pemahaman
merupakan keturunan dari para nabi, tokoh metodologis dan pengetahuan substansi
wayang dalam Mahabharata, Iskandar agung historis yang luas dan mendalam untuk dapat
dari Macedonia, raja-raja Jawa bahkan punya mengungkap realitas yang ada di dalamnya.
hubungan dengan Nyai Roro Kidul penguasa (Harianti dkk, 2007:12-13). Meskipun
pantai selatan. Selain tradisi penulisan sejarah terdapat unsur-unsur sejarah dan sering kali
dalam lingkungan istana, tradisi penulisan digunakan sebagai sumber sejarah, Babad
sejarah juga berkembang di beberapa daerah awalnya tidak dipandang sebagai karya sejarah
atau wilayah tertentu sehingga melahirkan melainkan sebagai karya sastra. Menurut I
sejarah lokal yang kebanyakan muncul dari Wayan Sueta (1993:2), meskipun dalam babad
sumber-sumber teks babad. (Firmanto, terdapat unsur-unsur sejarah, namun babad
2015:37-38). tidaklah pertama-tama dapat dipandang
Edisi Budaya | 15
memberikan gambaran kesejarahan proses lokal sejarah Jawa. Tidak mengherankan,
interaksi antara Islam dan kebudayaan Jawa. apabila orang Jawa menempatkan kiai sebagai
Demikian juga halnya tentang interaksi dan golongan pemimpin yang kharismatik, seperti
reaksinya. Babad Demak, Babad Majapahit, halnya Ulama di lingkungan masyarakat Islam
Babad Jaka Tingkir. Babad Pajang, Babad lainnya. (Suryo, 2000:5).
Cirebon, Babad Tanah Jawi dan beberapa
serat, seperti Serat Sunan Bonang, Pitutur Seh
Bari, Serat Siti Jenar, Serat Cabolek dan Serat Sumbangsih Babad dalam Peradaban
Centhini banyak menggambarkan tentang Islam Nusantara
dialog antara Islam dan tradisi budaya lokal. Sumber-sumber babad menurut sejarawan
Mengenai kapan Islam masuk ke tanah Jawa, Islam Agus Sunyoto (2016:193-199) telah
sumber-sumber Babad menceritakan bahwa mengungkapkan fakta sejarah yang menarik
komunitas Islam telah tumbuh di lingkungan misalnya dalam Babad Ngampeldenta diungkap
kota pelabuhan Surabaya, Gresik dan Tuban bahwa pengangkatan Raden Rahmat secara
sekalipun Kerajaan Hindu Majapahit masih resmi sebagai Imam di Surabaya dengan gelar
berkuasa. Kota-kota pelabuhan Kerajaan sunan dan kedudukan wali di Ngampeldenta
Majapait itu sesungguhnya telah tumbuh sejak dilakukan oleh Raja Majapahit. Dengan
akhir abad ke-13 dan meningkat pada abad ke- demikian, Raden Rahmat lebih dikenal dengan
15-16, serta telah memiliki jaringan pelayaran sebutan Sunan Ngampel. Begitu juga dalam
dan perdagangan dengan Pasai dan Malaka, Babad Tanah Jawi dituturkan bagaimana
serta daerah Maluku dan Nusa Tenggara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dalam
Timur. Sumber Babad juga menjelaskan bahwa upaya memperkuat kekerabatan untuk tujuan
penyebaran Islam dilakukan oleh para mubalig dakwah menikahkan Khalifah Usen (nama
atau da’i yang terkenal dengan sebutan Wali tempat di Rusia selatan dekat Samarkand)
yang dalam tradisi Jawa lebih dikenal sebagai dengan putri Arya Baribin, Adipati Madura.
“Wali Songo” (Wali Sembilan). Mereka yang
banyak disebut dalam Babad antara lain ialah Dari tilikan teks babad dapat diketahui
Sunan Ngampel-Denta, Sunan Bonang, Sunan salah satu hasil proses Islamisasi di Nusantara
Giri, Sunan Kudus, Sunan Gunungjati, Sunan khususnya di Jawa yang cukup penting adalah
Muria, Sunan Dradjat, Sunan Tembayat, lahirnya unsur tradisi keagamaan santri
Sunan Wali Lanang (Sunan Malik Ibrahim), dalam kehidupan sosio-kultural masyarakat
dan Sunan Seh Siti Jenar. (Suryo, 2000:4) Jawa. Tradisi keagamaan santri ini bersama
dengan unsur pesantren dan kiai telah
Dalam sumber historiografi Jawa, baik menjadi inti terbentuknya Tradisi Besar
dalam bentuk Babad maupun Serat istilah (Great Tradition) Islam di Jawa, yang pada
santri, kiai atau ulama telah lama dikenal, hakekatnya merupakan hasil akulturasi antara
terutama dalam kaitan penggambaran proses Islam dan tradisi pra-Islam di Jawa. Selain
masuknya Islam dan berdirinya kerajaan- itu, Islamisasi di Jawa juga telah melahirkan
kerajaan Islam di Jawa. Selain itu, babad sebuah tradisi besar Kraton Islam-Jawa, yang
sebagai sumber lokal banyak memberikan menjadikan keduanya, yaitu tradisi santri dan
gambaran tentang bagaimana orang Jawa tradisi Kraton, sebagai bagian (subkultur)
memberikan penghargaan dan penghormatan yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
tinggi kepada raja, guru atau kiai, di samping Jawa. (Suryo, 2000:1) Tradisi keagamaan
kepada orang tua atau orang yang dipandang santri terlihat dalam Babad Demak yang
tua, sebagai bagian dari pandangan budayanya. menggambarkan bagaimana Sunan Ampel
Ada pertanda bahwa pandangan ini merupakan sebagai guru memberikan ajaran esoteris
kecenderungan umum yang berlaku dalam kepada muridnya Raden Paku (Sunan Giri)
kebudayaan Asia. Demikian pula kepercayaan yaitu ilmu tasawuf yang didasarkan pada ilmu
tentang adanya kelebihan (karomah) dan kalbu sebagaimana dituturkan dalam kalimat
barokah yang dimiliki oleh para wali, kiai, atau berikut:
ulama banyak dijumpai dalam sumber-sumber
Edisi Budaya | 17
“Kawarnaa Njeng Sunan Ngampelgading/ memberikan rekaman yang tak ternilai dalam
Wus lami nggennya dhedhukuh/ Sampun memberikan gambaran historis tentang
tengkar-tumangkar/ Langkung arja yata proses Islamisasi di Jawa sebagai bagian
wau dhukuhipun/ Agemah dadi negara, tak terpisahkan dari perjalanan Islam di
Kathah ingkang sobat murid_//.” Nusantara. Sebagaiman dalam Babad Gresik
dituturkan peran Pesantren Giri dalam proses
(Terjemahan bebas:” diceritakan bahwa
Islamisasi cukup luas, tidak hanya terbatas
Kanjeng Sunan Ngampel, telah lama membangun
di daerah pedalaman Jawa Timur, melainkan
pemukiman, lama-kelamaan penduduknya
juga ke daerah Kalimantan Timur, Maluku,
berkembang banyak, hidupnya makmur, dan
Lombok, dan Sumbawa sejalan dengan arus
tumbuh menjadi sebuah kota pesantren yang
perdagangan di Nusantara. Sehingga Wiselius
banyak dikunjungi oleh para santri dari jauh”).
dan de Graaf menyebut Pesantren Giri sebagai
Suryo (2000:6-7) juga menyatakan bahwa “Kerajaan Ulama” atau “Geestelijke Heeren”
Pesantren Ampel Denta berkembang pesat yang didirikan pada tahun 1478. Disebut
tidak hanya menjadi tempat belajar para santri demikian, karena kekuasaan para ulama di
yang berasal dari daerah sekitarnya, termasuk Giri ini hampir menyerupai kekuasaan raja
keluarga raja Majapahit yang masuk Islam, yang memiliki istana (kraton atau kedaton),
tetapi juga tempat belajar para santri yang para pengikut, dan penjaga keamanan keraton.
datang dari jauh, misalnya Raden Patah (putra (Suryo: 2000: 7-8).
Brawijaya dengan Putri Cina), sebelum menjadi
Hasil proses penyebaran Islam di
Sultan Demak, dan bersama dengan adiknya
Nusantara terutama di Jawa dari sumber-
Raden Husen yang datang dari Palembang
sumber babad juga telah melahirkan kreativitas
(putra Aria Damar dengan putri Cina). Para
intelektual di lingkungan pesantren di Pesisir
putra Sunan Ngampel sendiri juga menjadi
santri di Ampeldenta, sebelum menjadi
tokoh Wali dan pendiri pesantren di Giri,
Tuban, Muria dan lainnya. Menurut Babad
Demak, Sunan Ngampel menjadi salah satu
induk kerabat Wali. Perkawinannya dengan
Dyah Manila putri Arya Teja di Tuban, Sunan
Ngampel menurunkan Sunan Bonang, Prabu
Satmata atau Sunan Giri, Syeh Benthong atau
Syeh Bondan yang kemudian menjadi Sunan
Kudus, Syeh Maulana Iskak atau Sunan Muria,
dan seorang putri yang menjadi istri Raden
Patah, Sultan Demak. Sunan Giri kemudian
mendirikan Pesantren Giri, yang pada masa
kemudian dapat menggantikan kedudukan
pesantren Ampel Denta, setelah Sunan
Ngampel wafat. Sunan Giri juga digambarkan
tampil menjadi pemuka para Wali Sembilan
dan Dewan Para Wali, selain menjadi
pemimpin spiritual-keagamaan. Karena itu
perannya dalam proses Islamisasi di Jawa dan
di luar Jawa cukup besar. Dalam hubungan ini,
Babad memberikan petunjuk tentang adanya
hubungan kekerabatan antara sesama para
Babad Tanah Jawi,1862. Page 2. Manuscript.
wali dan hubungan kekerabatan para wali Southern Asian Section, Asian Division, Library of
Congress (43)
dengan para elite kerajaan. Sumber: http://www.loc.gov/exhibits/world/images/s43p1.jpg
Sumber Bacaan
Atmodarminto. 1955. Babad Demak. Yogyakarta: Pesat.
Benda, H.J. 1983. The Crescent and the Rising Sun. Indonesian Islam under the Japanese Occupation, 1942-1945.
Leiden: KITLV.
Darusuprapta, 1982. Serat Wulang Reh, Surabaya: Citra Jaya.
Darusuprapta, 1991. Ringkasan Centhini dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
De Graaf, HJ. 1985. Awal Kebangkitan Mataram: Masa Panembahan Senopati terj. De Regering van
Panembahan Senapati Ingalaga). Jakarta: Grafitti Pers.
Firmanto, Alfian. 2015. Historiografi Islam Cirebon. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, No. 1.
Geertz, Clifford. 1976. The Religion of Java. Chicago & London: University of Chicago Press.
Harianti dkk. 2007. Perang Tanding Adipati Jayakusuma Melawan Panembahan Senopati Dalam Babad Pati.
Laporan Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta.
Mangunsuwito, 2002. Kamus Bahasa Jawa: Indonesia – Jawa. Bandung: Irama Widya.
Prawiroatmodjo. S. 1980. Bausastra Jawa-Indonesia Jilid I. Jakarta: Haji Masagung.
Purwanto, Bambang. 2006. Gagalnya Historiografi Indonesia Sentris, Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Ras, J.J. 1987. The Genesis of the Babad Tanah Jawi: Origin and Function of the Javanese Court Chronicle. Leiden.
Ricklefs, M.C. 2008. A History of Modern Indonesia Since C. 1200, Palgrave MacMillan, New York.
Rupadi, Eko. 2006. Babad Pracimaharja Kaparingan Nama Serat Sri Udyana: Suatu Tinjauan Filologis, Skripsi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Rokhman, M. Nur. 2014. Perpaduan Budaya Lokal, Hindu Buddha, dan Islam di Indonesia. Diktat Universitas
Negeri Yogyakarta.
Soedarsono dalam Sutrisno, Sulastin. dkk. 1991. Bahasa, Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Sueta, I Wayan. 1993. Babad Ksatrya Taman Bali. Upada Sastra Bali.
Sunyoto, Agus. 2016. Atlas Walisongo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah.
Depok: Pustaka IIMaN.
Suryo, Djoko. 2000. Tradisi Santri Dalam Historiografi Jawa: Pengaruh Islam Di Jawa. Makalah Seminar Pengaruh
Islam Terhadap Budaya Jawa.
Edisi Budaya | 19
Baiat
B
aiat secara harfiah berarti kesepakatan Pada musim haji tahun berikutnya, 12
atau transaksi dan perjajian. Kata orang Ansar telah datang ke Makkah. Mereka
ini memiliki akar yang sama dengan sengaja menemui Rasulullah SAW dan
baya’a yang berarti menjual. Orang arab biasa meminta baiat untuk masuk Islam. Kiranya
mengakatan jarat al-ba’iatu fi as-suqi, yang mereka telah mendapat banyak informasi
artinya kesepakatan telah dilakukan di pasar. tentang kenabian Muhammad SAW dan
Pastiya baiat mengandaikan keterlibatan dua ajaran islam yang dibawanya dari teman-
belah pihak. Tidak ada baiat yang dilakukan teman mereka sebelumnya. dalam baiatnya
hanya oleh seseorang atau sepihak saja. Rasulullah SAW berkata kepada mereka
“Silahkan kalian berba’iat kepadaku untuk
Sepanjang sejarahnya, term baiat
tidak menyekutukan Allah dengan apa pun,
digunakan dalam berbagai wacana keislaman
mencuri, berzina, membunuh anak-anak
dari keimanan (aqidah), politik (siyasah),
kalian, membuat kedustaan (fitnah) dengan
hingga mistik Islam (thariqah). Kata baiat
tangan dan kaki-kaki kalian, kericuhan
pertama kali digunkan dalam khazanah Islam
di antara kalian dan menentangku dalam
oleh Rasulullah SAW ketika mengikat janji
kebaikan. Barangsiapa yang menepati sumpah
dengan para jama’ah haji dari Madinah yang
ini, niscaya ia akan mendapatkan pahala dari
terkenal dengan Baiat Al-Aqabah. Baiat al-
sisi Allah. Namun, barangsiapa melanggarnya,
Aqabah ini terjadi secara bergelombang selama
maka keputusannya adalah hanya pada
tiga tahun berturut-turut.
Allah. Dia bisa mengazabnya dan juga bisa
Baiat al-Aqabah pertama terjadi pada mengampuninya.” Demikian baiat ini usai
tahun 11 dari kenabian. Setiap musim dan untuk menambah pengetahuan tentang
haji Rasulullah SAW (dan para segenap keislaman mereka di Madinah, Rasulullah
pendahulunya) adalah tuan rumah bagi para SAW mengutus sahabat Musab bin Umair
peziarah yang datang dari berbagai penjuru. untuk menyertai mereka dan tinggal di sana.
Seperti biasanya, Rasulullah selalu menemui Nampaknya usaha sahabat Musab bin Umair
para tamu yang datang untuk mengunjungi selama tinggal di Madinah mendapat cukup
ka’bah. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk sukses. Pada musim haji selanjutnya, orang
berdakwah mengajak mereka kepada Islam dan madinah yang memeluik Islam dan berniat
menyeru mereka meninggalkan penyembahan berbait kepada Rasulullah SAW berlipat-lipat.
berhala. Satu rombongan pertama yang di
Di bawah pimpinan Al-Barra ibn Ma’mur,
ambil janji adalah kaum Aus dan Khazraj yang
pada tahun haji selanjutnya tepatnya tahun
datang dari madinah dengan jumlah tujuh
ke-13 kenabian, sekumpulan sahabat Ansar
orang. Rasulullah kemudian mengambil janji
berjumlah 70 orang lelaki dan dua orang
mereka untuk mengikuti ajaran Islam, dan
wanita datang menemui Rasulullah SAW
mereka pun menerimanya. Hal ini terjadi
secara sembunyi-sembunyi. Kali ini mereka
ketika mereka berada di di Aqabah, salah
berjanji untuk menolong dan mendukung
satu tempat melontar jumrah. Karena itulah
dan mempertahankan dakwah Rasulullah
kejadian ini dalam sejarah dikenal dengan
saw, sebagaimana mereka mempertahankan
Baiat Al-Aqabah.
wanita dan anak-anak mereka sendiri.
Edisi Budaya | 21
tidak hanya bermakna janji setia, namun Pertama, murid wajib taat kepada mursyid
lebih penting dari itu. Baiat berlaku sebagai secara mutlak dalam berbagai hal, walaupun
pengakuan lawan politik atas kekuasannya. terkesan menyalahi aturan agama. Bahkan
Sebagaimana pentingnya baiat Ali bin Abi sebagian tarekat memposisikan taat kepada
Thalib yang notabene adalah menantu mursyid didahulukan di atas taat kepada Allah
Rasulullah SAW kepada Abu Bakar sebagai swt. Karena taat kepada Allah SWT tidak akan
khalifah pertama pengganti Rasulullah Saw. berhasil tanpa terlebih dahulu taat kepada
Pola baiat seperti ini berbeda dari baiat Umar mursyid. Begitu pula bagi mursyid, demi
bin Khattab untuk siap menjadi penggantinya kepentingan murid ia harus menghadapkannya
sepeninggal Abu Bakar Ash-Shiddiq. kepada Allah swt. mempergaulinya dengan
penuh kasih sayang, terutama ketika murid
Dalam kerangka politik, baiat juga bisa
dalam posisi menanggung beban latihan
dimaknai sebagai kontrak politik. Seperti
(riyadhah). Maka mursyid harus mendidik
halnya baiat penduduk Kufah kepada Husain
dan menasehatinya sebagaimana layaknya
Bin Ali untuk melawan khalifah Yazid bin
perlakuan orang tua kepada anaknya sendiri.
Muawiyah yang dianggap sebagai penguasa
dhalim oleh penduduk Kufah. Baiat ini terjadi Kedua, murid harus menjaga rahasia
pada tahun 60 H. Inilah yang kemudian batinnya, bahkan dari kancing bajunya
melahirkan tragedi Karbala. sekalipun, kecuali kepada mursyid. Begitu pula
mursyid harus merahasiakan kondisi murid
Inilah beberapa pola baiat dalam wacana
dan tidak boleh menunjukkan keberhasilannya
politik yang memiliki karakter berbeda dari
dalam membimbing murid. Bahkan mursyid
baiat di dunia tarekat yang dilakukan oleh
tidak dibenarkan mengharap imbalan dari
murid kepada guru mursyid. Pada dasarnya
baiat dalam tarekat berisikan pada janji setia
seorang murid untuk bertakwa kepada Allah
dan mengikuti amal-amal perbuatannya.
Bahkan dalam tarekat tertentu baiat seorang
murid lebih bersifat praktis, yakni berjanji
untuk mengamalkan wirid atau dzikir yang
ditugaskan oleh seorang mursyid. Masing-
masing tarekat memiliki ketentuan dan ritual
baiat yang berbeda satu sama lain.
Bagi penganut tarekat, baiat merupakan
momen yang sangat sakral. Mereka meyakini
bahwa baiat seorang murid kepada mursyid
pada hakikatnya adalah baiat seorang hamba
kepada Allah swt. Baiat merupakan mata
rantai spiritual yang menghubungkan mursyid
dengan murid, sehingga memungkinkan
murid mudah menjalani hari-hari di bawah
lindungan Allah swt. Baiat merupakan pintu
gerbang penyerahan diri seorang murid
kepada mursyid. Dalam hal ini mursyid berlaku
sebagai pembimbing ruhaniah yang akan
menghantarkan murid ke hadapan Allah swt.
Mengenai pola hubungan mursyid-
murid, masing-masing tarekat sebenarnya Ulama Hamka (Haji Muhammad Abdul Karim)
memiliki model sendiri-sendiri. Akan tetapi ketika dibaiat oleh Abah Anom Suryalaya pada
tahun 1981
perbedaan itu memiliki dasar yang sama. Sumber: http://www.Muslimedianews.com/
Sumber Bacaan
Ibn Atsir, 1987. Al-Kamil fi At-Tarikh. Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah
Mustafa Al-Syiba’i. Al-Sirah Al-Nabawiyah, Durus wa Al-Ibra’.
Abu Al-Wafa Al-Taftazani, tanpa tahun. Madkhal ila Al-Tasawwuf Al-Islami. Kairo: Dar Al-Tsaqafah.
Al-Jaylani, Abdul Qadir. 2012. Al-Ghunyah Li Thalabi Thariq al-Haqq Azza wa Jalla. Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Edisi Budaya | 23
Baju Takwa
P
ada awalnya kata ‘Baju Takwa’ adalah masyarakat Indonesia, sebagai pakaian yang
terjemahan bentuk matafora dari bahasa menunjukkan sifat-sifat ketaqawaan. Secara
Arab (libasut taqwa) yang terdapat fisik ditandai dengan tertutupnya aurat, yang
dalam al-Qur’an Surat Al-Araf ayat 26 yang akan mempengaruhi pemakaianya untuk
lengkapnya sebagai berikut: senantiasan berada pada jalan yang lurus,
beramal saleh dan memiliki rasa malu yang
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami
tinggi. Demikianlah konsep ini kemudian
telah menurunkan kepadamu pakaian
diterjemahkan oleh para desainer Nusantara
untuk menutup auratmu dan pakaian
dalam bentuk fisik baju takwa.
indah untuk perhiasan. Dan pakaian
takwa itulah yang paling baik. Yang Salah satu perancang baju takwa yang
demikian itu adalah sebahagian dari berhasil mengartikulasikan konsep ‘libasut
tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah- taqwa’ secara fisik adalah Raden Mas Said
mudahan mereka selalu ingat. Sunan Kalijaga. Dialah salah satu wali penyebar
Islam di Nusantara yang mempergunakan
Para mufassir berbeda pendapat mengenai
budaya sebagai media pembelajaran Islam,
maksud kata ‹libasut taqwa’. Perbedaan itu
termasuk dalam hal busana. Ia berhasil
dapat dibagi menjadi dua. Pertama kelompok
merancang baju takwa sebagai busana yang
yang menafsirkan kata baju takwa sebagai
mencitrakan keislaman dengan kandungan
makna hakiki, makna sebenarnya. Yaitu
nilai-nilai kejawaan yang sarat dengan amal
makna baju sebagai busana takwa yang
saleh. Karena itulah ia memulai membuat
menutupi aurat sebagaimana dikemukakan
dasar baju takwa dari baju surjan pakaian khas
oleh Abd al-Rahman bin Zaid(w.182 H).
lelaki Jawa yang dimodifikasi sedemikian rupa
Sementara kelompok kedua menilai kata
dengan ciri-ciri; pertama, berlengan panjang
‘libasut taqwa’ sebagai bentuk majas yang
dengan kedua ujung lengan terbuka (tidak
maknanya beragam. Misalkan Ibn Abbas
berkancing). Kedua, kerah berdiri dan longgar.
memaknainya dengan amal saleh. Sedangkan
Ketiga, biasanya berwarna putih. Demikianlah
sahabat Usman bin Affan memahaminya
bentuk baju semacam ini pada mulanya
sebagai jalan hidup yang lurus. Adapun Urwah
disebut oleh masyarakat Jawa dengan ‘kelambi
bin Zubair menghubungkannya dengan sikap
jawan’ (dengan tambahan huruf ‘n’ di belakang
takut (taqwa) kepada Allah. Sebagaimana
kata jawa) yang mengandung arti baju yang
Al-Hasan merujukkan kata ini kepada rasa
mirip bajunya orang Jawa. Adapun istilah baju
malu, karena malu itu yang akan membawa
takwa sendiri menyusul bersama gelombang
seseorang bertakwa kepada Allah swt.
puritanisasi islam di awal tahun akhir abad
Bagaimanapun keterangan para mufassir 20an.
tersebut memiliki posisi penting dalam
Adapun nilai-nilai ketakwaan yang
pembentukan konsep baju takwa oleh
terkandung dalam baju takwa dapa dirunut dari sesuai ajaran syariat, yakni yang menutup
warna putih sebagai warna yang melambangkan aurat baik laki maupun perempuan dari
hati yang bersih dari segala penyakitnya (iri, penglihatan orang lain yang bukan muhrim.
dengki, sombong, riya dll). Sementara ujung
Dalam perjalanannya kemudian, konsep
lengan yang longgar menunjukkan hati yang
baju takwa yang berasal dari kelambi jawan
luas, mudah berbagi, semangat tinggi untuk
ini megalami perkembangan dan perubahan
saling membantu dan saling menghormat.
karena persinggungannya dengan berbagai
Adapun model kerah berdiri yang tutup dapat
kebudayaan di Indonesia hingga sering kali
diartikan dengan keagungan ajaran Islam,
di samakan dengan baju koko. Padahal tidak
yang tegas dan berwibawa. Secara keseluruhan
selalu demikian, karena baju koko sendiri
baju ini dapat dimaknai sebagai prototip orang
memiliki asal muasal yang berbeda dari
yang bertakwa. Longgar secara sosial dan ketat
baju takwa. Meskipun keduanya memiliki
dalam soal akidah dan keimanan.
kesamaan desain. Dalam hal ini ruang budaya
Pada mulanya kelambi jawan yang dan penggunaan bahasa di dalamnya yang
kemudian dikenal dengan nama baju takwa, memiliki peran dominan.
hanya dipergunakan untuk melaksanakan
Secara fisik baju takwa memang memiliki
shalat dan kegiatan-kegiatan ibadah lainnya.
pola yang mirip dengan baju koko. Tetapi
Seperti membaca al-Qur’an, menghadiri
baju koko memiliki sejarahya sendiri. Baju
pengajian, yasinan, dan lain sebagainya.
koko merupakan hasil adaptasi masyarakat
Begitulah kekhususan baju ini sehingga di
Betawi dari baju tui-khim, yaitu busana khas
kemudian hari disebut sebagai baju Muslim.
masyarakat Tionghoa yang telah membudaya
Dalam perkembangannya selanjutnya
pada masyarakat Betawi yang dikenal kemudian
baju Muslim sendiri menjadi satu model
dengan sebutan tikim. Baju tikim ini memiliki
busana yang cakupannya sangat luas. Tidak
model kerah longgar dengan beberapa kancing
hanya melingkupi pakaian lelaki saja tetapi
yang selalu terbuka. Oleh masyarakat Betawi
juga perempuan. Baju Muslim kemudian
baju tikim ini biasa dipasangkan dengan celana
didefinisikan sebagai busana yang dibuat
komprang berbatik.
Edisi Budaya | 25
Adapun istilah koko sendiri merupakan perkembangan yang sangat pesat. Tidak hanya
kata panggilan untuk lelaki Tionghoa yang dalam model lengan (panjang dan pendek)
pada masanya adalah pengguna baju tui- tetapi juga pola bordir dengan berbagai jenis
khim. Karena itulah tui-khim yang sudah batik yang mengidentifikasi berbagai budaya
beralih menjadi tikim di lidah orang Betawi nusantara.
juga disebut sebagai baju koko, yakni bajunya
Begitu pula dengan fungsinya, baju
engkoh-engkoh. Di sinilah perbedaan teoritis
koko tidak lagi identik dengan baju ibadah
antara baju takwa dan baju koko, yang dibangun
sebagaimana fungsi baju takwa, ataupun
di atas sejarah serta ruang perkembangan
sebagai baju resmi seperti baju tikim orang
keduanya.
betawi. Tetapi lebih dari itu. Baju koko kini
Demikianlah baju koko menjadi muara bersifat multi fungsi, bisa untuk ibadah,
dari perkembangan dua model baju yang mnghadiri acara formal, pakaian santai
berbeda asal tetapi memiliki kemiripan poala, informal dan lain sebagainya.
antar baju takwa dan baju tikim. Dalam
[Ulil Hadrawi]
masa modern ini baju koko telah mengalami
Sumber Bacaan:
Imam Al-Mawardi, tanpa tahun. Adab al-Dunya wa al-Din. Bairut: Al-Maktabah al-Tsaqafiyah
Kess Van Dijk, Sarung, Jubah dan Celana Penampilan sebagai Sarana Pembedaan dan Diskriminasi, dalam Henk Schulte
Nordholt. 2005. Outward Appearances, Trend, Identitas, Kepentingan. Yogyakarta: LkiS
S
ecara umum bakiak dapat dijelaskan sebelum masehi. Dalam perkembangannya
sebagai salah satu jenis alas kaki yang kemudian mu-ju atau bak-kia menyebar ke
terbuat dari kayu. Ada yang menggunakan berbagai negeri bersama dengan penyebaran
sistem japit dengan memasang kayu berkepala masyarakat dinasti Han. Sebagaimana di
bulat yang dijapit dengan ibu jari dan jari berbagai pelosok negeri, di Filipina juga dikenal
telunjuk. Dan ada juga yang menggunakan bakya sebagai salah satu jeni alas kaki. Bakiak
sistem selop dengan bahan pengait dari karet pada masa itu merupakan simbol strata sosial
atau yang lain yang dipakukan di sebelah para pemakainya.
kiri dan kanan. Sebagain masyarakat dengan
tradisi bahasa melayu menyebut bakiak
dengan terompah, sementara orang-orang
Sunda mengatakannya dengen keletek dan
sebagian orang jawa menemakannya dengan
bangkiak, klompen atau teklek. Demikian
gambaran umum bakiak sebagai alas kaki
populer pada zamannya di tengah masyarakat.
Selain itu banyak ada juga bakiak istimewa Salah satu bentuk bakiak
yang sengaja dibuat secara khusus untuk Sumber: http://www.cirebontrust.com
Edisi Budaya | 27
untuk mengusir dan menjatuhkan pesawat-
pesawat penjajah belanda.
Setelah Indonesia merdeka, bakiak masih
tetap berjuang. Kini bakiak harus berjuang
berebut pasar dengan berbagai jenis alas kaki
murah dan praktis. Akhirnya bakiak sekarang
hanya berhasil merebut ruang di pinggiran.
Bakiak hanya bisa ditemukan di mushalla, di
masjid, di toilet, di kamar dan beberapa ruang
yang jauh dari dunia formal. Bakiak menjadi
alas kaki alternatif yang digunakan sebagai
pengganti sepatu dan alas kaki lain yang
dianggap lebih bermartabat.
Bakiak asli Jawa Timur bahan dari
kayu mentaos
Atau bakiak berubah bentuk dan fungsi
sebagai salah satu alat perlombaan. Dalam
perlombaan balap bakiak, bakiak tidak lagi Yahya Al-Muqri At-Tilmisani dalam Fathul
berupa dua potong alas kaki berukuran normal. Muta’al fi Madhi An-Ni’al bahwa diantara
Tetapi menjadi alas kaki dengan ukuran tuah itu adalah: Orang yang selalu membawa
panjang 50-100 cm yang dapat digunakan lukisan terompah Rasulullah akan selamat
tiga sampai lima orang. Perlombaan ini biasa dari gangguan pengacau, dan orang yang akan
diadakan untuk merayakan hari-harit tertentu berbuat hasud, dan juga sihir, Jika ditaruh
termasuk hari kemerdekaan banga Indonesia. dalam rumah, maka rumah tersebut tidak
Lain halnya lukisan terompah Rasulullah akan terbakar. Jika diletakkan dalam barang
SAW yang dalam wacana ilmu hikmah diyakini dagangan akan selamat dari pencurian dan
memiliki beberapa tuah. Sebagaimana lain sebagainya.
diterangkan oleh Ahmad bin Muhammad [Ulil Hadrawi]
Sumber Bacaan
Muhammad Nuril Ardan, 2016. From Bangkiak up to High Hill. XII IIA-3/No.19 dalam Diakses melalui www.scribd.com/
document/ 329730546/BANGKIAK-IS-OUR-SOUL- docx pada 21.11.2016/22.38
www.buntetpesantren.org/2016/11/misteri-kesaktian-bakiak-milik-kiai.html. Diakses pada pada 21.11.2016/22.38
Ahmad bin Muhammad Yahya Al-Muqri At-Tilmisani, 1997. Fathul Muta’al fi Madhi An-Ni’al. Kairo: Dar Al-Qadhi Iyadh
S
ejalan dengan terus bergeraknya relasi.
peradaban menuju arah modernisasi
Dalam Ensiklopedi Sunda, bancakan
dan globalisasi, masih ada sisa-sisa
atau babacakan didefenisikan sebagai nama
tradisi budaya di Nusantara yang masih diuri-
hidangan makanan yang diwadahi nyiru (niru),
uri oleh sebagian masyarakat kita. Salah satu
dengan tilam dan tutup daun pisang, disajikan
tradisi budaya yang menarik perhatian adalah
untuk dimakan bersama pada slametan atau
tradisi budaya lokal Jawa yang berhubungan
syukuran. Macam makanan yang dihidangkan
dengan ‘keselamatan’ dalam konsep hidup
lazimnya nasi congcor atau tumpeng beserta
manusia Jawa. Adapun produk budaya yang
lauk-pauknya antara lain urab sebagai sesuatu
dimaksud adalah upacara tradisi Bancakan.
yang khas dalam hidangan slametan. Tidak
Hampir setiap peristiwa dalam masyarakat
disediakan piring, para hadirin makan dengan
Jawa selalu dipenuhi dengan ritual bancakan
memakai daun pisang sebagai alasnya. Makan
ini. Mulai dari kehamilan, kelahiran, kematian
bancakan dimulai setelah pembacaan doa
atau bahkan hal-hal lain. Secara esensi, di luar
selesai, setiap orang langsung mengambil
yang bersifat spiritual (batiniah), bancakan
dari nyiru nasi beserta lauk-pauknya (Rosidi,
sendiri mengemban pesan penting dalam
2000).
hubungan kemasyarakatan. Keselarasan dan
harmoni menjadi dasar utama setiap laku yang Menurut Purwadi (2007: 92) bancakan
diwujudkan itu. Bancakan memang satu fungsi adalah upacara sedekah makanan karena
utamanya adalah untuk menunjukkan rasa suatu hajat leluhur, macam-macam bancakan
syukur (doa) kepada Yang Maha Kuasa. antara lain berkenaan dengan dum-
duman “pembagian” terhadap kenikmatan,
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
kekuasaan, kekayaan. Upacara bancakan
(KBBI) edisi empat menjelaskan, bahwa kata
sering digunakan dalam acara bagi waris,
bancakan berasal dari kata dasar bancak yang
sisa hasil usaha dan keuntungan perusahaan.
memperoleh akhiran –an. Dapat diartikan
Harapannya agar masing-masing pihak merasa
ban-cak, ban-cak-an (n) (1) slametan; kenduri;
dihargai hak dan jerih payahnya sehingga
(2) hidangan yang disediakan dalam slametan;
solidaritas anggota terjaga (Purwadi, 2005:
(3) slametan bagi anak-anak dalam merayakan
23). Berdasarkan pendapat tersebut dapat
ulang tahun atau memperingati hari kelahiran
dirinci bahwa bancakan merupakan upacara
disertai pembagian makanan atau kue-
sedekah makanan karena suatu hajat leluhur
kue. Kata bancakan juga berasal dari tempat
agar terhindar dari konflik yang disebabkan
tumpeng pungkur yang dibuat dari anyaman
oleh pembagian yang tidak adil. Dan dengan
bambu secara renggang. Anyaman semacam
adanya bancakan menumbuhkan solidaritas
ini disebut ancak. Perkembangan selanjutnya
yang sangat tinggi.
berubah menjadi kata bancak (Suwardi, 1998:
169). Dalam tradisi Jawa, bancakan dikenal Sistem penyelenggaraan upacara
sebagai simbol rasa syukur kepada nenek tradisional dilakukan demi memenuhi
moyang dan Tuhan sebagai pencipta dengan kebutuhan rohani yang berkaitan erat dengan
cara-cara membagi-bagikan makanan kepada kepercayaan masyarakat Jawa. Siklus hidup
Edisi Budaya | 29
manusia yang meliputi masa kelahiran, ikatan kemasyarakatan kembali menguat.
perkawinan dan kematian mendapat Bancakan juga berperan dalam menyebarkan
perhatian dengan melakukan upacara khusus. informasi secara meluas atas suatu hal. Bahkan
Tujuanya adalah memperoleh kebahagiaan yang punya hajat pun berkepentingan untuk
lahir batin, setelah mengetahui hakikat menyebarkan informasi tentang keluarganya.
sangkan paraning dumadi atau dari mana Sehingga dalam setiap bancakan selalu
dan ke mana arah kehidupan. Dalam hal ini, disebutkan alasan apa yang membuat sebuah
puncak pribadi manusia paripurna ditandai bancakan diselenggarakan. Sangat biasa di
oleh kemampuanya dalam mengendalikan dalam sebuah prosesi bancakan disebutkan apa
diri sebagaimana tersirat dalam ngelmu hajat orang yang bersangkutan.
kesampurnaan yang menghendaki hubungan
Bancakan punya tujuan ataupun makna
selaras antara Tuhan dan alam (Purwadi, 2007:
sendiri. Orang ataupun warga yang melakukan
1).
bancakan karena ingin meminta keslametan,
Di dalam kebudayaan Jawa, orang yang melancarkan suatu keinginan agar terkabul,
dibancaki biasanya diperlakukan dengan ungkapan rasa syukur karena telah
sangat istimewa. Mereka diperlakukan bak mendapatkan nikmat tertentu, dan juga untuk
seorang pangeran, putri atau bahkan raja. mencegah datangnya mara bahaya. Meminta
Sehingga yang menjadi pusat dari upacara keslametan yang dimaksud adalah sebentuk
bancakan adalah orang yang dihajati. Meskipun doa supaya mendapat kebahagiaan dalam
demikian, upacara ritus yang dikenal di menjalani hidup, diberikan kelancaran usaha
Jawa dengan “slametan” menimbulkan rasa dan dijauhkan dari segala mara bahaya secara
solidaritas di antara mereka yang terlibat umum. Hal ini biasanya dilangsungkan secara
dan berpartisipasi, walaupun mereka punya rutin. Ada yang sifatnya setiap seminggu
status sosial yang berbeda-beda. Di luar fungsi sekali, sebulan sekali, sampai setahun sekali.
utama itu, bancakan telah mengambil peran
Bancakan, selain digunakan untuk
untuk merekatkan ikatan kemasyarakatan.
menangkal keburukan atau kesialan, juga
Setiap hajat yang disertai dengan bancakan ini,
dilangsungkan sebagai ungkapan rasa syukur.
selalu ditandai dengan kedatangan tetangga
Ungkapan rasa syukur masyarakat Jawa, secara
dan sanak saudara. Ikatan-ikatan yang mulai
simbolik diungkapkan dengan mengadakan
longgar sebagai akibat interaksi keseharian,
bancakan; berkumpul dan makan bersama yang
kemudian kembali menguat dengan adanya
dihadiri oleh sanak kerabat dan tetangga dekat.
bancakan yang dilakukan oleh seseorang.
Hal ini dilakukan saat misalnya mengiringi
Bincang-bincang di awal atau akhir prosesi
upacara pernikahan, khitan, atau beberapa
bancakan setidaknya telah mencairkan
momen yang menghadirkan kebahagiaan
kebekuan yang diakibatkan berbagai konflik
seperti lulus sekolah, wisuda dan sejenisnya.
keseharian. (Sumukti, 2006).
Sedangkan, bentuk bancakan selanjutnya
Bancakan merupakan tatanan serta dilakukan sebagai upaya untuk menghindari
tuntunan tentang kebersamaan, kerukunan datangnya mara bahaya. Seperti saat dimana
dan kesederhanaan melalui sebuah simbol ada petunjuk akan datangnya bencana banjir,
nasi tumpeng yang dinikmati bersama dan angin topan, gunung meletus, dan sebagainya.
ada doa yang menyertainya. Tradisi adat Jawa Orang-orang Jawa sangat menghormati alam.
bancakan ini dilakukan oleh sebagian kecil Sehingga saat terdapat ancaman bahaya
masyarakat Jawa dimaksudkan sebagai bentuk yang sifatnya disebabkan oleh faktor alam,
pelestarian budaya, yang mereka harapkan dari maka mereka segera menyikapinya dengan
bancakan ini lebih kepada pengenalan untuk mengadakan upacara “tolak bala” (menghindar
anak-anak supaya tidak lupa asal usul dan dari musibah dan bencana) yang disimbolkan
akar budaya mereka. Prosesi bancakan yang pada tradisi bancakan.
mengharuskan orang berbaur dan melupakan
Setidaknya ada dua cara untuk merayakan
segala konflik/persoalan itulah yang membuat
bancakan yaitu bancakan perorangan, bancakan
Edisi Budaya | 31
kejadian buruk, lepas kendali, biasanya dapat simbolisme telah membuat makna bancakan
berubah menjadi lebih baik setelah dilakukan weton menjadi lebih dalam dan bermakna.
bancakan weton. Bagi seseorang yang sudah Kenyataannya, simbol-simbol yang digunakan
sedemikian parah tabiat dan kelakuannya, dalam bancakan weton ada juga yang
dapat dibancaki weton selama 7 kali berturut- menterjemahkannya secara berbeda. Adanya
turut, artinya setiap 35 hari dilakukan materi-materi kembang setaman, jenang,
bancakan weton untuk yang bersangkutan, dan lain-lain, dianggap sebagai pakan demit.
berarti bancakan weton dilakukan lebih kurang Adanya perbedaan makna ini merupakan
selama 8 bulan berturut-turut. konsekuensi dari penggunaan simbol yang
bisa saja diterjemahkan berbeda oleh masing-
Hakikatnya bancakan weton pada anak
masing orang. Di sini, tradisi bancakan weton
adalah untuk membentuk keseimbangan
dikaitkan dengan anggapan bahwa praktik ini
antara lahir dan batin, harmonis dan sinergis.
dianggap sebagai klinik atau syirik dikarenakan
Anak yang sering dibuatkan bancakan weton
penterjemahan simbol-simbol dalam bancakan
secara rutin oleh orangtuanya, dipercaya
weton yang “berbeda” oleh orang-orang
bahwa hidupnya akan lebih terkendali, lebih
tertentu.
berkualitas, lebih berhati-hati, tidak liar dan
ceroboh, serta terhindar dari musibah. Akar Anggapan kejawen sebagai klenik dan
pelaksanaan bancakan weton bagimasyarakat syirik tersebut sudah pasti tidak nyaman
Jawa yang mempercayainya, menurut dirasakan bagi kebanyakan orang pada
Budiharso (2014) ialah sistem tradisi dan komunitas Jawa. Oleh karena itulah,
kepercayaan yang mendalam terhadap leluhur. diperlukan penjelasan-penjelasan yang masuk
Tradisi ini melekat kuat pada sistem kehidupan akal tentang Kejawen guna menepis anggapan
sehari-hari dalam bentuk perhitungan hari minor tersebut. Untuk itulah, diperlukan
baik, peruntungan, ucapan syukur, tradisi sebuah usaha dan sekaligus penjelasan untuk
gotong royong, toleransi, dan keyakinan menggugah kesadaran masyarakat Jawa agar
terhadap sedulur papat limo pancer, kekuatan kembali melaksanakan adat tradisinya.
adi kodrati yang melekat pada setiap individu
Dalam perkembangannya dan perubahan
berupa Kakang Kawah, Adi Ari-ari, Kaki
pada bancakan weton masyarakat pada saat
Among dan Nini Among.
ini ternyata masih banyak yang melakukan
Bancakan weton merupakan bagian dari bancakan weton karena bancakan merupakan
ajaran kejawen yang mengalami benturan- salah satu bentuk rasa syukur terhadap
benturan dengan agama dan juga budaya asing kenikmatan atas lahirnya seorang anak. Akan
(Belanda, Arab, Cina, India, Jepang, AS). Yang tetapi seiring dengan adanya modernisasi
paling keras adalah benturan dengan agama, ritual bancakan weton banyak mengalami
karena kehadiran Kejawen dianggap suatu perubahan, contohnya saja pada zaman
hal yang bertentangan dengan agama. Di dulu ketika bancakan weton masyarakat
lain pihak, dari sisi budaya asing ada upaya- masih menggunakan nasi dan lauk pauknya
upaya membangun kesan bahwa budaya Jawa yang masih tradisional dan wadah-wadah
itu hina, memalukan, rendah martabatnya, yang masih tradisional juga seperti wadah
bahkan kepercayaan lokal disebut sebagai untuk nasi, mereka masih menggunakan
kekafiran, sehingga harus ditinggalkan daun pisang dan lidi yang kemudian nasi-
sekalipun oleh tuannya sendiri, dan harus nasi tersebut dijadikan satu dalam tampah
diganti dengan “kepercayaan baru” yang besar sebelum dibagikan. Sebelum makanan
dianggap paling mulia segalanya. tersebut dibagikan, ada sesepuh yang biasanya
membacakan do’a dan tahlilan dengan tujuan
Kejawen mengandung filosofis yang
demi keslametan anak tersebut. Setelah itu
tinggi, yang tidak mengajak manusia kepada
makanan bancakan tersebut dibagikan pada
kemusyrikan tetapi memanfaatkan prana
tetangga dekat dan kerabat dekatnya.
manusia untuk mencapai kesempurnaan
hidup. Penyampaiannya yang menggunakan Bancakan weton sebagai simbol tradisi
Suguhan nasi bancakan yang dimakan beramai-ramai terlihat sedap, walaupun mungkin
sebenarnya isinya biasa saja.
Sumber: http://www.satuharapan.com/
Edisi Budaya | 33
sudah ada kesepahaman mengenai makna perubahan.
yang terungkap di dalam masing-masing
Namun kenyataannya pada saat ini
simbol. Pemahaman ini didapatkan dari
bancakan weton tidak dilakukan seperti itu lagi.
penjelasan para sesepuh sebelumnya yang
Sekarang masyarakat melakukan bancakan
disampaikan kepada generasi muda, demikian
dengan menggunakan makanan dan lauk
seterusnya, sehingga terdapat pemahaman
pauknya dan wadahnya yang modern, seperti
yang sama mengenai arti simbol-simbol yang
wadah untuk nasi sekarang menggunakan
dipergunakan. Adanya bancakan weton yang
tempat nasi yang terbuat dari plastik
menggunakan simbol-simbol sejalan dengan
yang lebih praktis. Dan sebelum makanan
pendapat Cohen (1994), Hendry dan Watson
dibagikan tidak lagi ditaruh di tampah tetapi
(2001), yaitu bahwa uba rampe bancakan
sudah ditaruh langsung di tempat plastik
weton merupakan komunikasi dimana
tersebut. Kemudian dalam bancakan sudah
terdapat pesan-pesan yang tersembunyi yang
ada masyarakar yang tidak lagi menggunakn
merupakan komunikasi “tidak langsung” dari
nasi melainkan mereka menggantinya dengan
manusia kepada alam dan kepada penciptanya.
makanan-makanan ringan atau jajanan pasar
Tradisi bancakan sudah mulai menghilng yang dianggap lebih instan.
seiring perjalanan zaman, tidak ada lagi yang
Demikianlah keselarasan dalam
ingat weton, slametan dan lainnya. Pada
masyarakat diciptakan dengan melalui sarana
kondisi seperti ini, tradisi bancakan secara
bancakan. Ini yang kadang tidak terbaca oleh
perlahan mulai menghilang. Karena, pengaruh
masyarakat modern. Bahwa ritual bancakan
dari kota yang masuk ke desa. Pengaruh dari
tidak saja sekadar bernilai mistis untuk
kota tersebut, selain mempengaruhi gaya
mendapatkan bantuan atau jalan keluar atas
hidup semata, namun juga mempengaruhi
sebuah masalah. Harus dipahami bahwa
pola pikir yang pada gilirannya akan
bantuan atau jalan keluar masalah selain
berpengaruh terhadap perilaku sosial. Melihat
berasal dari Yang Kuasa, juga merupakan hasil
kondisi yang semacam ini, perubahan dalam
dari kontribusi bantuan tetangga sekitar. Itulah
masyarakat yang semakin rasionalis pada
kenapa keselarasan dalam masyarakat menjadi
taraf tertentu akan mempengaruhi kelestarian
penting dan perlu. Jadi tradisi bancakan adalah
suatu tradisi tertentu. Walaupun keberadaan
merupakan bentuk simbolisasi rasa syukur
tradisi-tradisi semacam bancakan perlahan-
dan doa kepada Tuhan yang biasa dilakukan
lahan menghilang. Namun, tidak berarti telah
oleh masyarakat tradisional Jawa. Dan
benar-benar sirna. Selama keberadaan tradisi
sayangnya tradisi bancakan ini sudah mulai
semacam ini belum benar-benar menghilang,
kurang dikenal atau dilakukan oleh kalangan
masih terbuka peluang untuk terus bertahan.
masyarakat Jawa sekarang ini, khususnya di
Toh, memang sudah menjadi sifat segala
kalangan keluarga muda.
sesuatu di dunia ini untuk mengalami
[M. Ulinnuha]
Sumber Bacaan
Chodjim, Achmad. Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003.
Danadibrata, R.A. Kamus Bahasa Sunda. Bandung: Panitia Penerbitan Kamus Basa Sunda, 2006.
Hardjowirogo, Marbangun. Adat Istiadat Jawa: Sedari Seseorang Masih dalam Kandungan hingga Sesudah ia Tiada lagi.
Bandung: Penerbit Patma, 1979.
Hariwijaya. Kamus Idiom Jawa. Jakarta: Eska Media, 2004.
Herawati, Nanik. Mutiara Adat Jawa 2. Klaten: PT Intan Pariwara, 2011.
Purwadi. Pranata Sosial Jawa. Yogyakarta: Cipta Karya, 2007.
. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2005.
Rosidi dkk, Ajip. Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya (Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi). Jakarta: Pustaka
Jaya, 2000.
Suwardi. Sinkretisme dan Simbolisme Tradisi Slametan Kematian di Desa Purwosari Kulon Progo. Yogyakarta: Diksi UNY,
1998.
Yusuf, Wiwik Pertiwi dkk. Tradisi dan Kebiasaan Makan pada Masyarakat Tradisional di Jawa Tengah. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997.
www.jurnal-ingua.info
H
ubungan masyarakat dengan alam Ritual ini merupakan ritual yang
di sekelilingnya merupakan wujud dilaksanakan oleh penduduk desa secara rutin
kesatuan harmonis yang selalu dalam waktu tertentu dan telah dilaksanakan
dijaga keseimbangannya. Kejadian-kejadian secara turun temurun dari generasi ke generasi.
alam seperti gempa, gerhana bulan dan Selain sebagai ritual tolak balak, ritual barikan
matahari, paceklik, banjir, wabah penyakit juga dimaksudkan untuk mendoakan semua
dianggap sebagai pertanda bagi kehidupan arwah leluhur desa yang telah meninggal
manusia. Dengan adanya pertanda baik atau dunia sebagai bentuk pengkhurmatan atas
pertanda buruk, diharapkan masyarakat telah berbagai jasa para leluhur dalam melakukan
bersiap untuk menghadapinya dari segala babat (perjuangan membangun) desa di masa
kemungkinan atas petunjuk alam itu. Untuk lalu. Wujud ritual barikan sejatinya merupakan
menghindari hal-hal tersebut, seluruh anggota ritual yang berbentuk pemberian sedekah
masyarakat suatu desa mengadakan upacara berupa berbagai makanan yang diolah dari
barikan. Tradisi barikan atau bari’an merupakan hasil pertanian masyarakat sekitar (Pambudi,
salah satu praktik ritual keagamaan yang 2009).
dilakukan oleh suatu masyarakat tertentu
Ritual barikan ini merupakan bentuk
sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat atau
akulturasi tradisi Jawa dengan ajaran Islam.
berkah yang telah mereka terima dari sang
Dimana pada dasarnya ritual ini berasal dari
Kuasa.
tradisi nenek moyang suku Jawa yang beragama
Barikan atau bari’an sendiri berasal dari Hindu-Budha. Ritual barikan ini merupakan
kata bahasa Arab baro’a, yubarri’u, bara’atan/ metamorfosa dari ritual bersedekah dengan
bari’an yang berarti bebas (al-Marbawi, t.th: berbagai persembahan yang dikenal dengan
45). Dalam hal ini yang dimaksud dengan istilah sesajen (lazimnya kepala hewan berkaki
bebas adalah bebas dari barbagai marabahaya, empat yang disembelih) yang asal mulanya
wabah penyakit, malapetaka, marabahaya, dan merupakan bentuk tradisi ritual Hindu-Budha
balak yang ada. Istilah lain dari ritual barikan Nusantara yang dilaksanakan secara turun
juga seringkali disebut sebagai ritual “bersih temurun oleh masyarakat yang tadinya bersifat
desa” (Simuh, 1998: 119). Sedangkan secara memuja kemudian berubah menjadi meminta
terminologi, barikan adalah sebuah ritual perlindungan dari mara bahaya (Hensastoto,
tradisi Jawa yang dilakukan suatu penduduk 1991: 100).
desa sebagai bentuk upaya melakukan
Ritual sedekahan dan sesajen yang
tolak balak (menghindarkan berbagai mara
ditinggalkan di tempat ritual tersebut
bahaya), agar hidup mereka terhindar dari
ditujukan sebagai bentuk pengkhurmatan
berbagai bencana yang merugikan seperti
arwah yang ada di sekitar dukuh/desa setempat.
datangnya kekeringan, bencana alam (banjir,
Masyarakat pra Islam mempunyai keyakinan
longsor), kelaparan, wabah penyakit baik
bahwa bahwa arwah-arwah orang meninggal
yang menyangkut manusia, tanaman ataupun
tersebut apabila tidak diberi sesajen atau
ternak mereka (Soepanto, 1981: 23).
makanan dari sedekahan masyarakat sekitar
Edisi Budaya | 35
maka akan mendatangkan berbagai murka sehingga mereka melaksanakan secara
(kemarahan) dalam masyarakat desa. Para bersama empat kali dalam setahun, sedangkan
arwah akan menggangu masyarakat dengan tempat pelaksanaannya di perempatan jalan,
mendatangkan berbagai macam balak (mara sanggar, petren/dayang, banyu yang dianggap
bahaya) seperti penyakit (baik dalam manusia, ada arwahnya yang bertempat tinggal. Upacara
hewan ternak dan tumbuh-tumbuhan), barikan ini dipimpin oleh dukun dan mudin,
bencana alam seperti banjir, longsor, gempa yang diakhiri dengan makan dan doa. Dan
bumi dan gunung meletus. Keyakinan tersebut dalam melaksanakan upacara ada hal‐hal yang
dilaksanakan secara turun-temurun oleh harus dihindari dalam istilah Tengger disebut
masyarakat sehingga mengakar kuat menjadi wewaler (pantangan) (Ma’rufiati, 1998: 28).
sebuah ritual atau tradisi di masyarakat hingga Model ritual barikan kedua, yakni ritual
sekarang ini. barikan yang dilaksanakan warga setiap satu
Ritual barikan sebenarnya sudah lama windu sekali. Artinya kegiatan ritual ini
dilakukan oleh masyarakat Jawa mulai masa hanya bisa dilaksanakan oleh masyarakat
Hindu-Budha di Nusantara. Namun kapan selama kurun waktu delapan tahun sekali
waktu awal ritual barikan tersebut dilakukan (Mukaromah, 2013: 7-9.). Hal ini terjadi di
sampai saat ini masih belum diketahui secara Jawa Tengah tepatnya wilayah pantura, barikan
pasti dan belum ada sumber yang valid yang biasanya dilakukan oleh warga setempat pada
bisa digunakan sebagai acuan. Ritual ini momentum-momentum tertentu khususnya
dimungkinkan pada masa wali songo terutama pada acara besar desa yang dalam istilah
Sunan Kalijaga sekitar abad ke-15, abad Jawa disebut gawe gede deso seperti pada saat
ke-16, kalau di wilayah pantura khususnya pelaksanaan pemilu, pilkades, sedekah bumi
Pati-Jepara, kemungkinan pada masa Sunan (kabumi) dan hari pelaksanaannya yang lazim
Muria atau pada masa Sunan Hadirin. Hal digunakan adalah pada hari Jum’at Wage baik
ini dapat dilihat pada cerita rakyat ketika sore atau malam hari. Pemilihan hari Jum’at
Ratu Kalinyamat bertapa di Sonder Keling Wage didasarkan pada kepercayaan masyarakat
Jepara, para abdi kerajaan Mantingan sering Jawa Tengah bahwa hari Jum’at Wage termasuk
mengadakan kendurenan di perbatasan hari keramat. Selain persyaratan ketentuan
sekeliling daerah pertapaan (Sunyoto, 2012: hari pelaksanaan, dalam ritual ini tempat
76). juga menjadi pertimbangan khusus sebagai
salah satu syarat kesempurnaan pelaksanaan
Secara substansi ritual barikan di berbagai
ritual. Dalam tradisi barikan baik di Jawa
daerah di Jawa mempunyai makna atau nilai-
Tengah maupun di Jawa Timur hampir ada
nilai yang sama yaitu keimanan kepada Allah
kemiripan dimana dalam setiap pelaksanaan
dan makhluk gaib, nilai keberkahan, sedekahan
ritual barikan tempat yang lazim digunakan
sebagai aksi sosial, asas kekeluargaan dan
adalah perempatan, pertigaan, batas dusun
kebersamaan. Dalam implementasinya, ritual
atau desa. Pemilihan tempat ini menggunakan
barikan ini mempunyai perbedaan model,
pertimbangan-pertimbangan tertentu baik
syarat serta tatacara pelaksanaanya. Ritual
dari sisi strategis maupun sisi mistisisme.
barikan di Jawa terbagi dalam dua model.
Berbagai pendapat sesepuh desa mengatakan
Pertama, ritual barikan tahunan, artinya ritual
bahwa perempatan, pertigaan atau tapal batas
ini hanya boleh dilakukan oleh masyarakat
desa ataupun dusun mempunyai unsur mistis
dalam setiap satu tahun sekali. Tradisi upacara
yang kuat dimana di tempat-tempat tersebut
barikan ini dilakukan di berbagai daerah di
dipercaya sering dilewati oleh kekuatan gaib
Jawa seperti halnya di masyarakat Mororejo
penjaga desa.
kecamatan Tosari atau di kawasan Suku
Tengger. Upacara barikan yang ada di dalam Dari dua model barikan, ada beberapa
kehidupan masyarakat Mororejo atau Tengger, proses tatacara yang harus dilakukan dalam
mempunyai hubungan erat dengan kehidupan ritual ini. Barikan yang dilakukan setiap
bermasyarakat dan kehidupan beragama, tahunnya:
Edisi Budaya | 37
namun para pelaku ritual barikan masih banyak kuning bermakna sebagai jalan untuk
yang mempertahankan tradisi dan adat yang mencari pencerahan, dan jenang katul
mereka yakini. Bunyi menjadi sebuah simbol diibaratkan untuk bertemu dengan
bagi orang-orang yang mengerti makna dan sedulur tuo (air mani dan ari-ari). Dari ke
maksud dari bunyi yang dikeluarkan. semua komponen itu, ambengan dengan
nasi byar bermakna untuk menghilangkan
Makanan juga dapat menjadi simbol bagi
malapetaka.
orang-orang yang melakukan ritual ini, sebuah
simbol yang menunjukkan bahwa begitu 2. Nasi golong atau nasi pulen
efektifnya pesan leluhur yang mereka hargai
Nasi pulen yaitu nasi yang baru matang
hingga acara ritual ini berlangsung secara
lalu dibiarkan hingga dingin. Untuk
terus menerus hingga sekarang. Nasi ambeng
ambengan yang menggunakan nasi pulen,
adalah hidangan khas Jawa berupa nasi putih
bucunya berjumlah Sembilan. Dibumbui
yang diletakkan di atas tampah dan diberi lauk
dengan makanan yang tidak mengandung
pauk di sekelilingnya. Lauk pauk dapat berupa
garam, misalnya rebusan daun singkong.
perkedel, ikan asin goreng, rempeyek, sambal
Bucu yang berjumlah sembilan diibaratkan
goreng, telur rebus, tempe goreng, urap, bihun
sebagai wali songo. Ambengan dengan
goreng, dan opor ayam. Nasi ambeng adalah
nasi pulen bermakna untuk merukunkan
hidangan yang disajikan dalam selamatan
antara saudara dan tetangga.
sebagai lambang keberuntungan. Nasi dimakan
beramai-ramai oleh empat hingga lima orang
dewasa. Nasi dimakan dengan memakai
dengan tangan telanjang, tanpa sendok dan
garpu. Penyajian nasi ambeng mengandung
permohonan agar semua pihak yang turut
serta dikaruniai banyak rezeki. Selain itu
ambengan ini juga menjadi pesan simbolik
yang memberikan makna tentang budaya
sedekah dan berbagi dengan sesama yang
penuh dengan nuansa egaliter, kesederhanaan
dan kepedulian sosial.
Jenis ambengan yang biasanya digunakan
untuk barikan ada tiga macam, yaitu sebagai
berikut: Contoh nasi tumpeng dalam barikan
1. Nasi byar
Nasi byar adalah nasi putih yang sudah 3. Nasi putih biasa
matang seperti yang dimakan sehari-
Ambengan yang hanya menggunakan
harinya. Untuk jenis ambengan ini,
nasi putih biasa komponennya lebih
dibuat bucu yang di atasnya terdapat satu
sedikit dari pada nasi byar dan nasi pulen.
butir telur ayam. Di pinggir bucu diberi
Ambengan yang menggunakan nasi putih
kendhit kuning (terbuat dari parutan
biasa hanya ada satu bucu dan bumbunya
kunyit sehingga warnanya kuning) dan
pun sederhana. Untuk bumbunya harus
dibumbui dengan jenang katul. Masing-
makanan mengandung garam. Ambengan
masing komponen ini mempunyai filosofi
jenis ini bermakna untuk menghormati
yang berbeda. Bucu dengan telur ayam
sedulur tuo, hewan ternak, dan segala yang
(posisinya paling tinggi) diibaratkan
dimiliki.
sebagai manusia, bahwasanya derajat
manusia merupakan derajat yang paling Ada pula kelapa disangrai, masakan
tinggi di antara jin dan setan. Kendhit yang terbuat dari potongan kelapa tua yang
Edisi Budaya | 39
dan budhisme serta theisme semisal agama lahirlah nilai-nilai sosial-religius yang mapan
kapitayan. Nilai-nilai dari ajaran ketuhanan ini pada masyarakat ini. Unsur dan nilai sosial-
termanifestasi dalam banyak ritual-ritual yang religius ini ahirnya menjadikan karakter dan
ada di dalam tradisi masyarakat Nusantara. identitas tersendiri dalam memposisikan diri
sebagai individu abdun (hamba) Tuhan dan
Kedua, nilai edukatif adalah nilai-nilai
sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi.
pendidikan. Dimana pendidikan adalah
Konsep sosial-religius ini dapat termanifestasi
bimbingan secara sadar untuk membentuk
dalam tiga hubungan yaitu individu sebagai
kepribadian yang utuh dan berkarakter.
abdun muthi’ (hamba yang bertakwa), individu
Tradisi Barikan merupakan sebuah khazanah
sebagai bagian dari masyarakat serta individu
budaya Islam Nusantara yang adi luhung,
sebagai bagian dari alam semesta. Dari sinilah
sehingga dapat dipastikan adanya proses yang
akan tercermin masyarakat yang di dalamnya
mengarah kepada pembentukan kepribadian
terdapat individu-individu/insan kamil, insan
dan karakter bangsa secara utuh baik dari
yang yang mempunyai daya keimanan yang
aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
tinggi (Amin, 2000: 98).
Ketiga, nilai sosial relegius merupakan
Sampai saat ini tradisi barikan masih tetap
nilai-nilai luhur yang bersumber atas dasar
dilaksanakan oleh sebagian warga desa di Jawa.
fenomena sosial keagamaan baik sebagai
Tradisi barikan yang dilakukan masih sama
komunal maupun prifat serta berhubungan
dari tahun ke tahun. Namun untuk saat ini
erat dengan nilai hubungan vertical dan
yang membedakan hanyalah pada ambengan
horizontal, maka tradisi barikan mempunyai
yang dibawa. Tidak lagi beranekaragam
banyak hal yang tersirat yang mengandung
jenisnya, tetapi kebanyakan warga desa
nilai-nilai luhur di dalamnya. Fenomenologis
hanya membawa ambengan jenis ketiga,
sosial dan keagamaan masyarakat pelestari
yaitu ambengan dengan nasi putih biasa. Hal
tradisi ini, walaupun banyak berkembang di
itu disebabkan karena untuk mempermudah
daerah-daerah pedalaman dan pantura, walau
warga tetapi yang terpenting bagi mereka
bagaimanapun tetap mempunyai peranan yang
masih melaksanakan tradisi ini.
kuat dalam tatanan sosial yang berkembang.
Dengan konteks dan latar demikian, maka [Saifuddin Jazuli]
Sumber Bacaan
Amin, Darori dkk. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media, 2000.
Hensastoto, Budiono. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hamidita, 1991.
Ma’rufiati, Atik. Upacara Barikan pada Masyarakat Desa Mororejo Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan. Surabaya: UIN
Sunan Ampel, 1998.
Marbawi al-, Muhammad Idris Abd. Rauf. Kamus Idris al-Marbawi. Surabaya: al-Hidayah t.th.
Mukaromah, Umul. Makna Simbol Komunikasi dalam Ritual Bari’an di Desa Kedungring Kertosono Nganjuk. Surabaya: UIN
Sunan Ampel, 2013.
Pambudi, Dwi Santosa. Hukum Islam dan hukum Adat tentang Tradisi Barikan di Dukuh Bakalan, Kecamatan Ceper,
Kabupaten Klaten. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.
Simuh. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Rangga Warsita. Jakarta:UI-Press, 1998.
Soepanto. Cerita Rakyat Daerah Tengger. Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1981.
Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo. Depok: PustakaII. MaN, 2012.
Upacara Kasada Daerah Jawa Timur, Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, 1984.
B
yang mengaitkan sejarah awal bedug dengan
edug merupakan sebuah alat yang terbuat
tradisi dan budaya Islam. Jika pandangan ini
dari batang kayu yang berdiameter lebar
ditarik ke dalam lingkup yang lebih mikro,
dengan lubang pada bagian tengahnya
semisal pada budaya Jawa, keberadaan bedug
sehingga membentuk tabung dan kedua sisinya
Jawa dikaitkan dengan islamisasi Jawa, yang
ditutup menggunakan kulit binatang seperti
mulai intensif dilakukan pada Era Kewalian
kulit kerbau, kulit sapi atau kulit kambing
pada sekitar abad XV-XVI Masehi. Terkandung
yang sudah dikeringkan yang berfungsi
arti di dalam pandangan ini bahwa sebelum
sebagai membran. Penggunaan alat ini dengan
abad itu, yakni pada Masa Hindu-Buddha
cara memukul membran atau kulit pada kedua
(abad V-XVI Masehi), terlebih lagi pada masa
sisi bedugnya dengan menggunakan tongkat
Prasejarah, bedug belum bercokol di Jawa.
kayu yang akan menimbulkan suara yang berat
Kalaupun pada akhir masa Hindu-Buddha
dan khas dan dimungkinkan dapat terdengar
(abad XV-XVI Masehi) sudah mulai muncul
hingga jarak yang cukup jauh apabila dipukul
waditra bedug, namun jumlahnya masih
dengan cukup keras. (Hery Nuryanto, 2012:
terbatas dan persebarannya belum merata
8-9).
ke berbagai tempat di Jawa. Oleh karena itu,
Alat ini digunakan untuk menyampaikan pendapat yang menyatakan bahwa bedug baru
informasi penanda waktu bagi kaum Muslimin ada di Pulau Jawa pada masa Perkembangan
atau umat Islam untuk menunaikan ibadah Islam perlu dikritisi guna menemukan
shalat (Hery Nuryanto, 2012: 9). Bedug kesejarahannya (Mudzakkir Dwi Cahyono,
sebagai sebuah alat yang menandai masuknya 2008).
waktu shalat dan dipasang di serambi masjid
Lebih lanjut Mudzakkir mengemukakan
bersandingan dengan kentongan ini digunakan
pendapat dengan menyodorkan catatan
di hampir seluruh masjid di Nusantara sejak
Cornelis de Houtman (1595-1597) yang berupa
awal mula masuknya Islam ke Nusantara (A.
catatan perjalanan bangsa Belanda yang
Khoirul Anam, 2014: 192).
pertama di Indonesia. Di mana di dalamnya
Jauh sebelum Islam datang ke Nusantara, antara lain disebut tentang beberapa waditra di
bedug telah ada dan digunakan oleh Jawa, seperti bedug, bonang, gender dan gong.
masyarakat Nusantara dan dijadikan sebagai Perihal bedug, Houtman menyatakan bahwa
media mengumpulkan warga masyarakat. bedug merupakan waditra yang populer dan
Menurut Hendri F Isnaeni (2010), pada masa tersebar luas di Banten. Sumber data tekstual
Hindu, jumlah bedug masih terbatas dan lain yang lebih awal memberitakan mengenai
penyebarannya belum merata ke berbagai bedug adalah Kidung Malat (pupuh XLIX)”
tempat di Jawa. Dalam Kidung Malat, pupuh (Poerbatjaraka, 1968:325). Dalam penyebut-
XLIX, disebutkan bahwa bedug berfungsi an itu, waditra bedug difungsikan sebagai
sebagai media untuk mengumpulkan media untuk mengumpulkan penduduk dari
penduduk dari berbagai desa dalam rangka berbagai desa dalam rangka persiapan perang.
persiapan perang. Kitab sastra berbentuk Kitab sastra yang berbentuk kidung, termasuk
kidung, seperti Kidung Malat, ditulis pada pula susastra kidung dengan lakon Panji
masa pemerintahan Majapahit. sebagaimana halnya Kidung Malat tersebut,
Edisi Budaya | 41
merupakan susastra yang ditulis pada pencipta seni memandang seni Rampak Bedug
masa pemerintah-an Majapahit. Jika benar sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai
demikian, berarti bedug telah ada sejak masa (Muna Zakiah, 2014)
Majapahit (XIV-XVI Masehi) (Mudzakkir,
2008).
Fungsi Rampak bedug:
Rampak Bedug sebagai sebuah seni
Seni Rampak Bedug
bukan hanya sekadar hiburan yang menjadi
Dalam perkembangan selanjutnya, bedug tontonan warga masyarakat, lebih dari itu
yang wujudnya dapat kita temukan di hampir seni Rampak Bedug memiliki fungsi dan nilai
setiap masjid dan digunakan sebagai media yang terkandung di dalamnya, fungsi dan nilai
informasi masuknya waktu shalat ini kemudian tersebut antara lain adalah:
dijadikan sebagai salah satu model kesenian.
• Nilai Religi, yakni menyemarakan bulan
Salah satunya adalah kesenian Rampak Bedug.
suci Ramadhan dengan alat-alat yang
Kesenian Rampak Bedug adalah kesenian
memang dirancang para ulama pewaris
yang menggunakan media bedug yang ditabuh
Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan
secara serempak.
juga sebagai pengiring Takbiran dan
Kata “Rampak” mengandung arti Marhabaan.
“Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni
• Nilai rekreasi/hiburan.
bedug dengan menggunakan waditra berupa
“banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak” • Nilai ekonomis, yakni suatu karya seni
sehingga menghasilkan irama khas yang enak yang layak jual. Masyarakat pengguna
didengar. Rampak bedug hanya terdapat di sudah biasa mengundang seniman
daerah Banten sebagai ciri khas seni budaya rampak bedug untuk memeriahkan acara-
Banten (Muna Zakiah, 2014). acara mereka.
Pada mulanya seni Rampak Bedug • “Rampak Bedug” dapat dikatakan sebagai
dimaksudkan untuk menyambut bulan suci pengembangan dari seni bedug atau
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, persis ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan
seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug”
karena merupakan suatu kreasi seni yang hanya bisa dimainkan oleh para pemain
genial dan mengundang perhatian penonton, profesional. Rampak bedug bukan hanya
maka seni Rampak Bedug ini berubah menjadi dimainkan di bulan Ramadhan, tapi
suatu seni yang “layak jual”, sama dengan dimainkan juga secara profesional pada
seni-seni musik komersial lainnya. Walau para acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan)
pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh dan hari-hari peringatan kedaerahan
motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan bahkan nasional. Rampak bedug
merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan,
Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar),
dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
• Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri
dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang
sama halnya dengan banyak seni lainnya
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Mungkin demikian karena seni rampak
bedug mempertunjukkan tarian-tarian
yang terlihat indah jika ditampilkan oleh
perempuan (selain tentunya laki-laki).
Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki
Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/kesenian-rampak-bedug-dari-banten/ 5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun
Edisi Budaya | 43
180 cm keliling bagian dan dirawat untuk
depan 601 cm keliling mengenang para
bagian belakang 564 pembuatnya juga
cm dengan jumlah paku perkembangan Islam
depan 120 buah dan di tanah Bagelen
jumlah paku belakang atau Purworejo nama
98 buah dan lulangnya kabupaten saat ini.
dari kulit banteng, Bedug yang sudah
menjadikan bedug berusia 177 tahun
ini termasyhur dan kini menjadi ikon
terkenal di Asia dan kebanggan umat Islam
Dunia. Bedug Kyai Bagelen (Bedug Pendowo) di wilayah Purworejo
Sumber: Koleksi Foto Drs. Eko Riyanto, Widiharto
dan akan menjadi saksi
Sampai sekarang
sejarah perkembangan Islam di daerah selatan
bedug pendowo menjadi cagar budaya atau
wilayah Jawa Tengah.
peninggalan budaya yang harus di jaga
[Jamaluddin Muhammad]
Sumber Bacaan
Hery Nuryanto, Sejarah Perkembangan Teknologi dan Informasi, Jakarta: Balai Pustaka, 2012
http://www.telusurindonesia.com/menengok-bedug-terbesar-purworejo.html#
Hendri F Isnaeni, Tak-Tak-Tak, Dung, Ini Sejarah Bedug, Dung, 2010 http://historia.id/budaya/taktaktak-dung-ini-
sejarah-bedug
Mudzakkir Dwi Cahyono, Waditra Bedug dalam Tradisi Jawa, 2008 http://nasional.kompas.com/
read/2008/09/24/18422736/waditra.bedug.dalam.tradisi.jawa
http://banjarkab.go.id/festival-bedug-tahun-ini-lebih-meriah/
Muna Zakiah, Kesenian Rampak Bedug dari Banten, 2014, http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1439/kesenian-
rampak-bedug-dari-banten
P
Bentuk-bentuk bacaan pelantunan shalawat
ada umumnya, hari kelahiran Nabi
kepada Nabi Muhammad SAW juga beraneka
Muhammad SAW disebut Mawlid, sebuah
ragam. Bahkan bukan hanya shalawat-
istilah kata yang juga sering berarti
shalawat yang dilantunkan, melainkan juga
peringatan-peringatan yang diselenggarakan
pembacaan biografi beliau. Salah satu bentuk
pada hari kelahiran Nabi Muhammad, tanggal
pembacaan shalawat dan biografi serta sifat-
12 Rabiul Awwal. Di Jawa, bulan Rabiul Awwal
sifat dan perilaku Nabi Muhammad SAW
dinamakan bulan mulud (diambil dari kata
dikenal dengan istilah barzanjian.
maulid, sebuah nama yang menunjukkan
bulan kelahiran Nabi). Istilah lain dari Maulid Istilah barzanjian sendiri merujuk kepada
adalah milad (hari kelahiran, ulang tahun) dan seorang pengarangnya bernama Syaikh Ja’far
partisip pasif mawlud, dari akar kata bahasa bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad
Arab walada. (Annemarie Schimmel, 1995: Al-Barzanji. Jadi, barzanjen adalah sebuah
200) tradisi pembacaan sirah atau biografi Nabi
Muhammad SAW serta sifat dan prilakunya
Masyarakat Muslim di berbagai Negara
dan disertai dengan pelantunan shalawat-
memberikan penghormatan kepada Nabi
shalawat dengan menggunakan kitab yang
Muhammad SAW dengan beragam cara. Salah
disusun oleh Syaikh Ja’far al-Barzanji.
satunya adalah dengan memperingati hari
kelahiran Nabi yang kemudian di Indonesia Kitab Maulid Al-Barzanji karangan Syaikh
dikenal dengan istilah muludan (dari akar kata Ja’far al-Barzanji ini termasuk salah satu kitab
mawlid). maulid yang paling populer dan paling luas
tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik
Menurut Schimmel, di Mesir, tradisi
Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan
mawlid terus berlangsung dari zaman
Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan
Fathimiyyah hingga dinasti-dinasti
mereka membacanya dalam acara-acara
berikutnya. Para penguasa Mamluk pada abad
keagamaan yang sesuai. Kandungannya
ke-14 dan 15 biasa memperingati mawlid (pada
merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah
umumnya bukan pada tanggal 12 rabiul awwal,
Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran
tetapi tanggal 11) dengan penuh kebesaran di
beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah,
pelataran benteng Kairo. (Schimmel, 1995:
akhlaq, peperangan hingga wafatnya.
201-202)
Keturunan Barzanji (Barzinji) yang
Sementara di Indonesia, tradisi peringatan
menjadikan nama keluarga tersebut menjadi
Nabi Muhammad SAW atau mawlid ini biasanya
nama yang dikenal luas di Indonesia adalah
dengan membaca dan melantunkan shalawat
cicitnya, Ja’far Ibn Hasan Ibn Abd al-Karim
kepada Nabi Muhammad SAW dilakukan secara
Ibn Muhammad (1690-1764), yang lahir di
individual maupun berjamaah (komunal).
Madinah dan menghabiskan seluruh usianya
Pembacaan dan pelantunan shalawat kepada
di sana. Dia menulis sejumlah karya tentang
Nabi Muhammad SAW bagi kaum Muslim yang
ibadah yangmenjadi sangat populer di dunia
menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah
Islam pada saat itu, dan di Indonesia sampai
adalah sunnah. Oleh karena itu, pembacaan
sekarang ini. (Martin, 2015: 31)
shalawat kepada Nabi Muhammad SAW bagi
Edisi Budaya | 45
Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan Selain kitab barzanji, beberapa kitab
untuk meningkatkan kecintaan kepada serupa lainnya yang juga cukup populer di
Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah tengah masyarakat Indonesia dan dibaca dalam
umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi SAW SAW kegiatan-kegiatan adalah diba’ (yang kemudian
dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam popular dengan istilah diba’an), simtuddurar,
bentuk puisi dan prosa (nasar lawan dari dliya’ al-lami’, dan kitab-kitab serupa lainnya
nadzam) dan kasidah yang sangat menarik. yang berisi tentang shalawat kepada Nabi
Secara garis besar, paparan Al-Barzanji dapat Muhammad sekaligus biografi sang Nabi dari
diringkas sebagai berikut: (1) Sislilah Nabi lahir sampai wafatnya.
adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin
Qusay bin Kitab bin Murrah bin Fihr bin Malik Definisi, Cakupan dan Kompleksitas
bin Nadar bin Nizar bin Maiad bin Adnan. (2) Istilah
Pada masa kecil banyak kelihatan luar biasa Istilah barzanjen (pembacaan maulid
pada dirinya. (3) Berniaga ke Syam (Suraih) barzanji) ini kemudian pada gilirannya
ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun. merujuk pada sebuah kegiatan pembacaan
(4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25 maulid Nabi dengan menggunakan kitab
tahun. (5) Diangkat menjadi Rasul pada usia barzanji. Sebenarnya tidak hanya kitab ini
40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak yang dijadikan pedoman atau kitab yang
saat itu hingga umur 62 tahun. dibaca dalam maulid. Terdapat kitab-kitab
lain dengan isi yang hampir serupa dengannya
seperti Diba’, Simtuddurar, atau Syaraf al-Anam,
Tradisi Barzanjian di Nusantara
dan kitab-kitab yang berisi sirah dan pujian-
Menurut Martin, teks keagamaan yang pujian kepada Nabi Muhammad SAW lainnya.
paling populer di seluruh Nusantara, yang
Di Indonesia, pembacaan maulid barzanji
hanya kalah populer dengan al-Qur’an, adalah
ini dilakukan oleh masyarakat Islam yang sering
karya yang dikenal sebagai barzanji. Sebuah
disebut kelompok tradisionalis. Kalangan
kitab mawlid yang dibaca oleh masyarakat
pesantren dan masyarakat-masyarakat yang
Nusantara tidak hanya di sekitar tanggal
masih memegang tradisi yang diwariskan
12 Rabi’ al-Awwal, hari kelahiran Nabi
leluhurnya masih berpegang teguh melakukan
Muhammad SAW., tetapi juga pada banyak
pembacaan maulid Nabi, meski kalangan lain
upacara yang lain: pada berbagai upacara yang
yang sering disebut modernis dan puritan
mengikuti daur kehidupan manusia seperti
menganggap pembacaan maulid Nabi dalam
pemotongan rambut seorang bayi untuk
segala bentuknya adalah sesuatu yang
pertama kalinya (aqiqah), dalam situasi krisis,
dianggap mereka sebagai bid’ah. Sesuatu yang
sebagai bagian dari ritual untuk mengusir
bukan saja tidak boleh dilakukan, melainkan
setan, atau secara rutin dijadikan sebagai
harus dibuang-buang jauh.
bagian dari wiridan berjamaah yang dilakukan
secara rutin. (Martin, 2015: 22) Perdebatan-perdebatan sunnah vis a
vis bid’ah dalam tradisi pembacaan barzanji
Masih menurut Martin, tradisi pembacaan
ini hingga kini masih berlangsung. Bahkan
dan popularitas kitab barzanji ini merupakan
bisa jadi tidak akan pernah selesai. Sebab
sebuah bukti bahwa Islam di Nusantara
kedua kelompok ini di samping memiliki cara
memiliki hubungan atau bahkan bisa dikatakan
pandang sendiri juga mempunyai dalil dan
terpengaruh oleh tradisi Kurdi, Irak. Sebab,
argumentasi yang lain. Di sisi lain, terdapat
tidak pernah diperhatikan sebelumnya bahwa
ruang yang harus dipahami oleh terutama
barzanji (lebih tepatnya: barzinji) adalah nama
kelompok yang menganggap bahwa tradisi
dari keluarga ulama dan syekh-syek tarekat
barzanji ini adalah sebuah perbuatan bid’ah
yang paling berpengaruh di daerah Kurdistan
adalah bahwa pembacaan barzanji memiliki
bagian Selatan. (Martin, 22)
nilai dakwah yang cukup efektif. Ia secara tidak
Edisi Budaya | 47
Khairuzan merupakan sosok yang memiliki Oleh karena itulah, tradisi barzanji ini
pengaruh cukup besar di masa pemerintahan kemudian berkembang pesat di kalangan
tiga khalifah Dinasti Abbasiyyah. Yaitu pada pesantren-pesantren yang tersebar di Jawa
masa pemerintahan khalifah al-Mahdi bin Tengah maupun Jawa Timur. Nahdlatul
Manshur al-Abbas, Khalifah al-Hadi dan Ulama (NU) yang notabene dianggap sebagai
Khalifah al-Rasyid. Melalui “pengaruh”-nya ini, pesantren besar dianggap sebagai organisasi
Khairuzan menginstruksikan perayaan hari pelestari tradisi ini. Hal ini dikarenakan
lahir Nabi SAW. Al-Azraqi mengatakan bahwa pengaruh Syi’ah di NU sangat besar dan
kota Mekah memiliki satu sudut istimewa yang mendalam. Kebiasaan membaca
sangat dianjurkan dijadikan tempat shalat.
barzanji atau Diba’i yang menjadi ciri
Tempat itu adalah rumah Rasulullah SAW
khas masyarakat NU berasal dari tradisi
dilahirkan. Tempat itu, menurut al-Azraqi,
Syi’ah. Makanya kemudian Kiai Abdurrahman
kemudian dialih-fungsikan menjadi masjid
Wahid atau Gus Dur pernah menyebut
oleh Khairuzan. (Tsauri, 2015: 37)
bahwa salah satu pengaruh tradisi Syiah
Sementara proses transmisi tradisi dalam corak keislaman di Indonesia adalah
perayaan maulid di Indonesia tentu tidak praktik nyanyian (biasa disebut juga pujian)
bisa dilepaskan dengan proses islamisasi menjelang shalat yang biasa dipraktikkan di
yang terjadi di negeri ini. Para penyebar dan kalangan warga nahdliyyin (NU). Nyanyian itu
pendakwah Islam di Nusantara menjadikan berisi pujian untuk “ahl albait” atau keluarga
tradisi maulid ini sebagai media dakwah. Nabi, istilah yang sangat populer di kalangan
Bahkan dikatakan memiliki dampak yang Syiah maupun nahdliyyin. Bunyi nyanyian itu
cukup baik. ialah: Li khamsatun uthfi biha, harra al Waba’
al Hathimah, al Mushthafa wa al Murtadla, wa
Bersamaan dengan masuk dan
Ibnuahuma wa al Fathimah. Terjemahannya:
berkembangnya Islam di Nusantara serta
Aku memiliki lima “jimat” untuk memadamkan
dijadikannya maulid sebagai bagian dari
epidemi yang mengancam; mereka adalah
dakwah yang dilakukan oleh para penyebar
al Musthafa (yakni Nabi Muhammad), al
ajaran Islam di negeri ini, peringatan maulid
Murtadla (yakni Ali Ibnu Abi Talib, menantu
Nabi dalam bentuk pembacaan barzanji
dan sepupu Nabi), kedua putra Ali (yakni Hasan
ini juga berlangsung. Hal ini sebagaimana
dan Husein), dan Fatimah (istri Ali). Gus Dur
dikatakan oleh Suparjo, bahwa masuknya
menyebut gejala ini sebagai “Syiah kultural”
tradisi barzanji ke Indonesia tidak terlepas
atau pengaruh Syiah dari segi budaya, bukan
dari pengaruh orang-orang Persia yang pernah
dari segi akidah. (Wasisto Raharjo Jati, 2012)
tinggal di Gujarat yang berpaham Syiah yang
pertama kali menyebarkan Islam di Indonesia. Pembacaan barzanji dilakukan oleh
Pendapat ilmiah yang lain mengatakan bahwa masyarakat Nusantara memiliki beragam
tradisi barzanji sendiri dibawa oleh ulama tradisi dan kekhasan di setiap daerah
bermahzab Syafii terutama Syekh Maulana masing-masing. Sebagian besar masyarakat
Malik Ibrahim yang dikenal gurunya Wali Songo Islam Nusantara membacakan naskah kitab
berasal kawasan Hadramaut (Yaman) dalam barzanji ini pada bulan mulud (Rabiul Awwal)
menyebarkan Islam di daerah pesisir Sumatera bulan dimana Nabi Muhammad SAW lahir
Timur maupun Pantai Utara Jawa yang dikenal sebagai bagian dari rangkaian peringatan
amat toleran dan moderat dalam berdakwah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pembacaan
dengan mengasimilasikannya dengan tradisi ini biasanya dilakukan di masjid-masjid atau
maupun kultur lokal. Seni barzanji kemudian mushalla. Jadi, pembacaan barzanji ini tidak
turut menginsipirasi Sunan Kalijaga untuk bisa dilepaskan dari tradisi maulid Nabi
menciptakan lagu li-ilir maupun tombo ati Muhammad SAW.
yang sangat familiar di kalangan pesantren
Selain dilakukan di masjid dan mushala-
dalam melakukan dakwahnya di kawasan
mushala, pembacaan barzanji juga diadakan
pedalaman Jawa (Suparjo, 2008: 180).
di rumah-rumah masyarakat. Biasanya, orang
yang menjadi tuan rumah pengajian barzanji maulid barzanji yang dilakukan oleh
ini memiliki hajat baik berbentuk tasyakuran masyarakat Islam di Bugis adalah tradisi
atas kelahiran anak dan hal lainnya. Mereka pembacaan barzanji di daerah-daerah lain
mengundang tetangga-tetangganya untuk seperti Cirebon. Selain dilakukan di Masjid
turut serta dalam pembacaan maulid barzanji dan mushala, masyarakat Muslim yang
di rumahnya. Tuan rumah akan menyediakan memiliki hajat baik berupa tasyakuran dalam
hidangan makan dan menyiapkan “berkat” segala bentuknya juga melakukan pembacaan
(makanan yang dibungkus dengan sebuah maulid ini di rumahnya masing-masing. Di
wadah atau plastik) untuk dibagikan kepada sebuah desa di Cirebon misalnya, masyarakat
para jamaah yang datang mengikuti pembacaan yang telah melakukan walimah ursy atau
barzanji. khitan, esok hari setelah acara walimah
akan mengundang tetangga-tetangganya
Dalam tradisi masyarakat Muslim Bugis,
untuk membacakan maulid barzanji secara
tuan rumah yang mengadakan pembacaan
berjamaah. Penduduk sekitar diundang
barzanji di rumahnya terlebih dahulu membuat
untuk turut mendoakan acara walimah yang
sebuah hidangan yang akan dibawa keluar dan
dilakukan sehari sebelumnya sekaligus sebagai
diletakkan di depan Imam (seorang ulama yang
bentuk tasyakuran.
memimpin pembacaan barzanji). Hidangan
yang dalam bahasa Bugis dinamakan “nanre Dalam pembacaan barzanji ini ada sebuah
barzanji” (makanan barzanji) ini kemudian istilah lain yang merujuk pada sebuah waktu
didoakan oleh sang Imam agar menjadi saat pembacaan naskah barzanji telah sampai
berkat bagi tuan rumah dan para jamaah yang pada kalimat “asyraqal badru ‘alaina” yang
mengikuti pembacaan barzanji. (M. Junaid, kemudian diikuti dengan tindakan berdiri
2005) oleh para peserta atau jamaah. Berdirinya
para jamaah ini sebagai bentuk penghormatan
Hampir sama dengan tradisi pembacaan
Edisi Budaya | 49
terhadap Nabi Muhammad SAW yang diyakini di kalangan santri atau masyarakat Islam di
turut hadir dalam pembacaan barzanji. Istilah pedesaan-pedesaan. Ia bahkan sejak lama
lain untuk menyebut hal ihwal ini adalah telah merambah ke dalam panggung teater.
marhabanan atau mahallul qiyam (posisi Barzanji di pentaskan secara teatrikal oleh para
berdiri). seniman dan pegiat kebudayaan. Adalah WS
Rendra, seniman yang dikenal sebagai “burung
Pada saat mahallul qiyam ini kemudian
merak” menampilkan teater kasidah barzanji.
pujian-pujian terhadap Nabi Muhammad
Pementasan Shalawat Barzanji beranjak
dilantunkan. Pujian-pujian berbentuk puisi
dari naskah terjemahan Syubah Asa yang
Arab ini dibacakan oleh seorang Imam yang
sebenarnya merupakan sequel dari Kasidah
diikuti oleh para jamaah dengan khusyuk.
Barzanji yang pernah menghebohkan jagad
Syair-syair indah dibacakan dengan nada-nada
perteateran nasional pada tahun 1970. Sekuel
tertentu dan pilihan serta terkadang diiringi
ini kali pertama dimainkan di Taman Ismail
dengan tabuhan rebana.
Marzuki Jakarta, yang pada waktu itu berhasil
Pembacaan barzanji atau barzanjen menyedot penonton paling banyak sepanjang
adalah salah satu tradisi yang memiliki akar sejarah pertunjukan teater di Indonesia.
yang kuat dan bertahan hingga sekarang.
Ken Zuraidah, istri dari WS Rendra,
Sebuah pembacaan sirah atau biografi, sifat-
sepeninggal suaminya mencoba melakukan
sifat, prilaku, dan puisi-puisi yang berisi pujian
sosialisasi teater barzanji ini ke pesantren-
kepada Nabi Muhammad SAW yang umumnya
pesantren. Hasilnya, ia berhasil menarik
dilaksanakan pada bulan mulud (rabiul awwal),
simpati kalangan pesantren. Bahkan ia
serta bulan-bulan lainnya, diadakan di masjid-
melakukan kolaborasi dengan pesantren
masjid, mushala bahkan di rumah-rumah
Babakan Ciwaringin Cirebon melakukan
penduduk sebagai bentuk penghormatan
pementasan Kasidah Barzanji ini di Taman
kepada Nabi Muhammad SAW.
Ismail Marzuki Jakarta dan tiga kota lainnya.
Pementasan teater barzanji ini menarik
Dari Masjid-Masjid ke Pangung Teater simpati banyak kalangan.
Sumber Bacaan
Ahmad Tsauri, Sejarah Maulid Nabi; Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan Sejak Khairuzan (173 H) Hingga
Habib Luthfi Bin Yahya, Pekalongan: Menara Publisher, 2015
A. Khoirul Anam, dkk, Ensiklopedia NU, Jakarta: Mata Bangsa dan PBNU, 2014
Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety, penterjemah Astuti
dan Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1998) cet. V
Martin Van Bruinessen, Pesantren, Kitab Kuning dan Tarekat (Jogjakarta: Gading Publishing, 2015) Cet. II
M. Junaid, Tradisi Barzanji Sya’ban Masyarakat Bugis Wajo Tanjung Jabung Timur, Jurnal Kontekstualita Jurnal Penelitian
Sosial Keagamaan Vol. 20 No. 1 tahun 2005
Ta’rifin, Tafsir Budaya atas Tradisi barzanji dan Manakib, Jurnal Penelitian Vol. 7 No. 2 tahun 2010
Wasisto Raharjo Jati, Tradisi, Sunnah, dan Bid’ah: Analisa Barzanji dalam Perspektif Cultural Studies, Jurnal el Harakah Vol.
14 No. 02 Tahun 2012
http://www.djarumfoundation.org/aktivitas/detail_kegiatan/284/5/kalung-permata-barzanji
S
ebagaimana kesulitan menentukan melahirkan konflik antara penganut ajaran
kapan awal pertama kali Islam masuk lslam yang taat dan kelompok masyarakat yang
ke Nusantara, begitu pula yang terjadi masih ingin mempertahankan tradisi tersebut,
dengan daerah Minangkabau. Secara umum yang kemudian di Minangkabau dikenal
sebagaimana diyakini oleh para sarjana Barat dengan nama Perang Paderi. Di beberapa
bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 daerah di Nusantara, ketegangan seperti ini
masehi. Sementara di Minangkabau agama juga bisa ditemukan, walau tetap diakui oleh
lslam mulai berpengaruh pada abad ke-14 para ahli bahwa Islam di Nusantara pada
yang dibawa oleh para mubaligh dan pedagang. umumnya disebarkan dengan jalan damai.
Dengan masuknya agama lslam ke Namun tetap tidak dapat dihindari bahwa
Minangkabau, hal tersebut memberikan pertemuan ajaran Islam dengan budaya lokal
pengaruh besar kepada masyarakat melahirkan suatu bentuk wujud adaptasi dan
Minangkabau sehingga Islam menjadi bagian adopsi, terlebih dengan kuatnya pengaruh
yang tidak terpisahkan dari adat Minangkabau. aspek esoterik ajaran Islam yaitu tasawuf yang
Sejarahwan, Taufik Abdullah, bahkan pernah ikut secara massif berpartisipasi di dalam
mengatakan bahwa, “Minangkabau merupakan penyebaran Islam di Nusantara. Salah satu
salah satu daerah yang mengalami proses bentuk adaptasi dan adopsi ajaran Islam dan
lslamisasi yang sangat dalam dan agama lslam budaya lokal ini di dalam tradisi orang Minang
telah menyatu dengan kehidupan masyarakat. adalah basapa.
Begitu kuatnya pengaruh Islam ke dalam Ucapan orang Minang dengan istilah
kehidupan masyarakat Minang sehingga basapa sebenarnya berasal dari kata bersafar
dikenal suatu pepatah yang sangat populer yang tidak lain adalah gabungan antara kata
bahwa di Minang “Adat basandi sarak, ber dan kata Safar. Kata Safar merupakan bulan
sarak basandi Kitabulla” yang mengandung kedua dalam penanggalan tahun Hijriyah. Pada
pengertian bahwa setiap orang Minang adalah
penganut Islam, dan jika tidak lslam berarti
hilanglah keminangannya, karena adatnya
yang bersendikan Kitabullah (Al Qur’an).
Sebagaimana pola umum yang berlaku
tentang masuknya Islam ke Nusantara
dengan jalan damai (peaceful penetration)
yang mengakibatkan terjadinya proses
harmonisasi antara adat istiadat dan ajaran
Islam, masyarakat Nusantara pada umumnya
dapat menerima ajaran Islam karena dianggap
tidak bertentangan dengan hukum adat yang
mereka miliki. Walaupun pada sedikit kasus
ditemukan ketegangan antara ajaran Islam
dan adat lokal yang masih dijalani masyarakat Makam Syekh Burhanuddin Ulakan.
Sumber: http://jalan2.com/
seperti kebiasaan berjudi. Ketegangan ini
Edisi Budaya | 51
bulan Safar sebagian umat Islam berziarah ke
komplek makam Syekh Burhanuddin yang
terletak di Ulakan, Pariaman, pada hari Rabu
setelah tanggal 10 pada bulan Safar. Tradisi
berziarah ke makam Syekh Burhanuddin
pada bulan Safar ini yang dikenal dengan
nama bersafar yang dalam ucapan lidah orang
Minang kemudian menjadi basapa. Menurut
Fathurahman, penentuan acara basapa setelah
tanggal 10 Safar berkaitan dengan hari yang
diyakini sebagai tanggal wafatnya Syekh
Burhanuddin Ulakan, yaitu 10 Safar 1111
H/1691 M.
Syekh Burhanuddin dikenal sebagai
penyebar tarekat Syattariyah di Minangkabau.
Namun meskipun Syekh Burhanuddin Ulakan
Maqbaroh Syekh Burhanuddin Ulakan.
adalah tokoh ulama tarekat Syattariyyah, Sumber: http://jalan2.com/
Edisi Budaya | 53
berdoa; kedua, shalat, baik shalat wajib maupun kompleks makam yang diberi dengan tanda
sunnat; dan ketiga, dzikir. tertentu ataupun yang tidak diberi tanda serta
surau-surau yang ada di sekeliling makam.
Namun ada juga praktik-praktik yang
Peziarah lain ada yang memanfaatkan rumah-
masih dipengaruhi dari kepercayaan dan
rumah penduduk dan daerah terbuka untuk
budaya lokal seperti mengambil pasir makam
melaksanakan basapa.
Syekh Burhanuddin, mengambil air sumur
di komplek makam dengan tujuan-tujuan Tujuan utama para peziarah umumnya
tertentu, meletakkan ramuan obat-obatan dan selain untuk melakukan ziarah ke makam
kemenyan di atas makam, mengambil air di Syekh Burhanuddin, juga untuk menunaikan
kimo (kulit-kulit kerang besar), mengambil air atau melepas nazar, memperoleh kesehatan
batu ampa (batu pipih berwarna hitam yang dan ketenangan.
terus disirami air pada saat basapa), membawa
Tradisi basapa dilaksanakan dimulai pada
dan meletakkan hewan peliharaan seperti
malam hari setelah shalat Maghrib sampai
ayam dan kambing, atau meletakkan sesajen.
shalat Subuh besok paginya, baik pada basapa
Pada tahun-tahun sebelumnya bahkan, makam
gadang maupun ketek. Ritual keagamaan
Syekh Burhanuddin yang ditutupi dengan kain
yang dilaksanakan mulai dari shalat wajib,
tirai makam diambil oleh sebagian peziarah
shalat sunnah, dzikir, berzanji, shalawat Nabi,
dengan jalan disobek sebahagiannya untuk
dan pengajian agama dilaksanakan sesudah
tujuan-tujuan tertentu.
shalat Isya. Sementara aktivitas-aktivitas
Dalam praktiknya basapa dapat dilakukan “tambahan” lain yang mengikuti ritual agama
secara individual ataupun berkelompok: seperti mengambil pasir kubur, mengambil
untuk yang melakukannya secara individual, air sumur dan air kimo, mengambil air batu
tempat pelaksanaan dilakukan di lapangan ampa dilakukan sesudah shalat Maghrib dan
di sekeliling makam dan di dalam masjid sebelum shalat Isya. Dengan masuknya waktu
Syekh Burhanuddin. Sedang untuk yang shalat Subuh besok harinya berakhirlah tradisi
melakukannya secara berkelompok, tempat basapa.
pelaksanaan basapa di lapangan di dalam
[Ismail Yahya]
Sumber Bacaan
Adri Febrianto, Sinkretisme dalam Upacara Basapa di Makam Syekh Burhanuddin, Laporan Penelitian, Jurusan Sejarah,
Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang, 2000
Oman Fathurahman http://oman.uinjkt.ac.id /2007/03/ritual-basapa-di-minangkabau.html
K
ata “berkah” atau “berkat” atau digunakan dalam ragam cakap.
“barokah” berasal dari bahasa arab al-
Sedangkan kata “berkat” yang kedua yang
barakah ()ﺍﻟﺒﺮﻛﺔ. Di dalam kamus-kamus
terdapat dalam KBBI berkedudukan sebagai
Arab, al-barakah memiliki arti pertumbuhan,
partikel yang searti dengan karena dan akibat
pertambahan, kebaikan. Jika mengkaji konteks
(2008:180). contoh: berkat bantuannya kami
makna berkah yang ada di dalam Al-Qur’an
dapat pulang segera, sama dengan karena
dan hadits, maka berkah mengandung makna
bantuannya kami dapat segera pulang.
“manfaat” atau inti dari kebaikan sesuatu.
Ar-Râghib al-Asfihânî mendefinasikan al- Dalam ragam cakap (Jawa khususnya),
barakah sebagai “tsubût al-khair al-ilâhî fî syai’ lebih sering diucapkan berdasarkah pelafalan
(tetapnya kebaikan Tuhan di dalam sesuatu).” bahasa Arab /barokah/. Kata barokah yang
(al-Asfihânî, 2000:87). Sementara dalam digunakan dalam bahasa Indonesia merujuk
kamus Al-Munawwir, kata ini diterjemahkan pada rahmat/nikmat dari tuhan. Selain itu,
sebagai nikmat (Munawwir, 1997:78). Dengan juga merujuk pada berkah yang bermakna doa
demikian, apabila sesuatu dikatakan berkah, restu orang suci. Akan tetapi, pada dasarnya
artinya sesuatu itu memiliki banyak kebaikan keduanya merupakan hal yang sama. Barokah
dan kenikmatan yang bersifat tetap, karena dari kiai misalnya, merupakan berkah dari
dijadikan demikian oleh Allah Swt. Tuhan. Mendapat berkah (barokah) dari Tuhan
karena didoakan oleh orang yang suci. Jadi,
Kata berkah diserap ke dalam bahasa
pada dasarnya rahmat dan nikmat tetaplah
Indonesia menjadi dua bentuk yang berbeda,
dari Tuhan. Selain berkah dan barokah, kata
yaitu “barokah” dan “berkat”. Keduanya
berkat juga sering digunakan dalam ragam
memiliki makna yang serupa tapi tak
tutur (khususnya Jawa) yang sama persis
sama. “Berkah” dalam Kamus Besar Bahasa
artinya dengan arti yang ketiga dalam KBBI,
Indonesia (2008:179) yang masuk dalam kelas
yaitu makanan yang dibawa sepulang kenduri.
kata nomina memiliki makna ‘karunia Tuhan
yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan Dalam masyarakat tutur Jawa yang suka
manusia’. Sedangkan kata “berkat” dalam otak-atik-gathuk (cara mencari asal-usul dari
KBBI Pusat Bahasa, memiliki dua makna yang sudah ada), berkat (biasa juga dilafalkan
yang berbeda (homonim). Kata berkat yang /brekat/) memiliki arti mari dibrekno diangkat,
pertama memiliki empat makna, yaitu: 1. setelah diletakkan kemudian diangkat.
karunia Tuhan yang membawa kebaikan dalam Memang dalam kenduri yang berlaku dalam
hidup manusia; 2. doa restu dan pengaruh baik masyarakat begitu adanya. Makanan yang
dari orang yang dihormati (guru); 3. makanan telah dibungkus dalam kotak atau wadah lain,
dan sebagainya yang dibawa pulang sehabis dibagikan dengan cara diletakkan di hadapan
kenduri; 4. mendatangkan kebaikan atau peserta kenduri kemudian diangkat oleh
bermanfaat (2008:179-180). Berdasarkan masing-masing peserta untuk dibawa pulang.
kelas katanya, kata berkat dalam arti 1, 2, dan Oleh karena sangat luasnya makna kata
3 berkedudukan sebagai nomina. Sedangkan berkah tersebut, dalam Tesaurus Alfabetis
arti yang keempat merupakan verba yang Bahasa Indonesia (TABI), kata berkah memiliki
Edisi Budaya | 55
Ribuan warga memadati sebidang tanah lapang di samping kompleks
makam Ki Ageng Wonolelo, di Dukuh Pondok, Widodomartani, Ngemplak.
Sumber http://jogja.tribunnews.com/
sinonim yang tidak sedikit. Dalam TABI Pusat Nusantara kerap melakukan kegiatan mencari
Bahasa, berkah bersinonim dengan bantuan, keberkahan hidup yang biasa dikenal dengan
berkat, hidayah, hidayat, inayat, karunia, istilah ngalap berkah (jawa). Ngalap berkah
kebahagiaan, kurnia, pangestu, pertolongan, adalah suatu kegiatan untuk mencari manfaat
rahmat, restu, sempena, dan tuah (2009:83). dan kebaikan dari suatu Dzat, benda, manusia
Kata berkah ini berantonim dengan musibah. atau sesuatu yang dianggap memiliki manfaat
dan kebaikan yang dicari manusia tersebut.
Pada dasarnya, hidayah dan hidayat;
Dalam bahasa Arab ngalap berkah dapat disebut
kurnia dan karunia; bantuan dan pertolongan;
dengan istilah tabarruk yang kemudian di Jawa
rahmat, hidayah dan inayah; memiliki makna
dikenal dengan tabarukan. Bertabarruk dengan
yang sama, dan sudah sering didengar oleh
sesuatu berarti mencari berkah (manfaat/
masyarakat luas. Yang terasa masih asing
kebaikan) dengan perantaraan sesuatu
adalah tuah dan sempena. Sempena dalam
tersebut. (Ibnu al-Atsîr, 1/120).
KBBI diberi label (kl) yang berarti kata yang
digunakan dalam ragam melayu klasik, suah Secara sosiologis, manusia, bahkan
jarang digunakan dalam percakapan dewasa ini makhluk yang lain, memang mempunyai
dan searti dengan kata tuah. Kata tuah selain hasrat yang sama untuk menginginkan
memiliki arti berkat (berkah) juga memiliki keberkahan hidup, baik dalam bentuk materi,
arti keramat dan sakti. kesehatan atau hal-hal lain yang dibutuhkan
makluk tersebut. Nah, untuk mendapatkan
Dari sekian banyak pengertian barokah,
berkah tersebut, manusia akan berusaha
berkah, dan berkat di atas, maka hidup
sekuat tenaga walaupun usaha tersebut
seseorang akan indah bila digunakan untuk
belum tentu masuk akal atau baik bagi orang
mencari berkah. Dengan kata lain, agar
lain. Karenanya, praktik ngalap berkah dapat
kehidupan dapat dinikmati dengan penuh
dilakukan pada tempat-tempat tertentu yang
kebahagiaan, maka seyogianya digunakan
dianggap keramat (suci dan bertuah yang dapat
untuk mencari nikmat yang berasal dari
memberikan efek magis), seperti kuburan para
Tuhan, bukan nikmat duniawi semata.
wali, pohon-pohon yang dianggap keramat
Dalam perkembangannya, umat Islam atau bangunan-bangunan tua. Kegiatan
Sumber Bacaan:
Munawwir, A.W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997).
Sugono, Dendy (peny.), Kamus Besar Bahasa Indoesia Pusat Bahasa edisi keempat. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008)
Sugono, Dendy (peny.), Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Mizan, 2009).
Ibnu al-Atsir, an-Nihayah fi Gharib al-Hadits, (Kairo: Bab el-Halabi, t.th.), Juz, 1
Edisi Budaya | 57
Bisyaroh
B
isyaroh secara bahasa berasal dari kata bisyaroh pun mereka akan tetap melakukan
Bahasa Arab Bisya<rah yang berarti hal tersebut.
kabar gembira, dalam arti sebuah kabar Penulis juga menjumpai atau menemukan
gembira yang Allah turunkan kepada umatnya, istilah bisyaroh dalam masyarakat kususnya
baik melalui al-Qur’an maupun ucapan rasul. di daerah Indramayu. Istilah Bisyaroh yang
Umumnya dalam masyarakat Indonesia, penulis temukan di masyarakat Indramayu
istilah bisyaroh merupakan tanda terima adalah untuk menunjukkan tanda terima
kasih atas jasa yang telah dilakukan seseorang kasih atas jasa seseorang yang telah melakukan
yang diminta untuk melakukan sesuatu dalam sesuatu dalam hal ibadah, seperti; bisyaroh
hal ibadah. Istilah Bisyaroh, lebih sering untuk mubaliq (penceramah), bisyaroh untuk
kita dengar dalam dunia Pondok Pesantren, pemimpin tahlil, dan bisyarah untuk para
dibandingkan dengan yang ada di masyarakat. pemimpin dalam acara-acara keagamaan yang
Makna Bisyaroh dalam pondok pesantren lainnya. Penulis juga menjumpai penggunaan
adalah pesangon atau insentif. Pergeseran istilah tersebuat dalam masyarakat Cirebon,
makna Bisyaroh dari “kabar gembira” menjadi Jombang, dan Kediri. Hasil wawancara penulis
“pesangon atau insentif”, tidak terlepas dari di daerah Indramayu, menunjukkan bahwa
tradisi dan kebudayaan yang ada di dalam istilah bisyaroh berasal dari kalangan pondok
Pondok Pesantren. pesantren, yang kemudian digunakan dalam
Pada saat ini, kususnya di kalangan masyarakat. Menurut penulis, ini merupakan
pesantren, Istilah Bisyaroh (pesangon) salah satu contoh terjadinya komunikasi atau
digunakan untuk sebutan gaji atau bayaran hubungan pesantren dengan masyarakat
terhadap para pengurus atau ustad atas sekitarnya.
dasar jasa layanan, atau jasa pengajaran di
podok pesantren. Pemahaman ini, bisa anda
Bentuk Bisyaroh
jumpai dalam pondok pesantren salaf, seperti;
Pondok pesantren Kempek, Babakan, Lirboyo, Jenis dari Bisyaroh yang diberikan kepada
Sarang, dan sebagainya. Secara keumuman seseorang sangat beragam, sesuai dengan
dalam pesantren, jumlah Bisyaroh itu tidak apa yang dimiliki dan kegiatannya. Bisyaroh
besar, tidak seperti gaji atau honor yang biasa tersebut, ada yang berbentuk barang kebutuhan
diterima oleh para pekerja pada umumnya. sehari-hari, (besar, pakaian, peralatan mandi,
Hal ini di karenakan, mereka tidak bertujuan dan lain-lain) dan ada juga yang berbentu
untuk berkerja, melainkan untuk tujuan uang, sesuai dengan kebiasaan dari masing-
mulia, yaitu mengharap barokah (berkah) dan masing daerah. Biasanya bentuk bisyaroh
khidmah (pengabdian) terhadap kiai. Bisyaroh di pondok pesantren yang diberikan kepada
dalam dunia pesantren, lebih pada sikap para pegaiwainya, berupa; beras, peralatan
penghargaan kiai terhadap para pembantunya mandi, dan uang, yang cukup dalam waktu
(pengajar dan pegaiwai yang lain) atas sesuatu satu bulan dengan hidup yang sederhana. Hal
yang mereka kerjakan, walaupun, mereka ini berbeda, dengan bisyaroh yang di terima
Edisi Budaya | 59
Kesimpulan pesantren.
Model penggajian bisyaroh (pesangon) 2. Para pegawai di pondok pesantren
hanya dapat di praktikkan dalam dunia keumumannya adalah para santri (murid)
pesantren, dan akan kesulitan jika dipraktikkan pondok tersebut.
pada lembaga-lembaga yang lain. Hal yang
3. Para pegawai di pondok pesantren
membedakan hal tersebut yaitu;
keumumannya belum menikah, sehingga
1. Tujuan pegawai (khodim) di pondok kebutuhan materi masih relative minim.
pesantren bukan untuk bekerja, tetapi
4. Kaderisasi atau regenerasi para pegawai di
pengabdian (mencari berkah/barokah),
pondok pesantren berjalan dinamis.
berbeda dari tujuan para pegawai pada
lembaga-lembaga lain, di luar pondok [Ayatullah]
Sumber Bacaan
M. Dian Nafi’ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren (Yogyakrta: Forum Pesantren, 2007)
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, esai-esai pesantren, (yogyakarta: LKiS, 2001)
Abdurrahman Wahid, Prolog, Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, ed. Marzuki
Wahid dkk. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)
Mansur Hidayat, Model Komunikasi Kyai dengan Santri di Pesantren, Jurnal Komunikasi ASPIKOM, Volume 2 Nomor 6,
Januari 2016
D
alam Islam nusantara, rumah (Jawa:
Omah) adalah bagian dari proses
meneguhkan sikap mental keislaman
dalam keluarga. Rumah disamping sebagai
tempat berlindung dari dingin, panas dan
mara bahaya dari luar, juga sebagai media
pemagangan budaya berbasis nilai-nilai Islam
baik dalam hubungan dengan Allah Swt,
sesama manusia, dan juga sekaligus dengan
lingkungannya menuju kebahagian hidup
dunia dan akhirat. Maka proses mendirikan
rumah di nusantara merupakan salah satu Fondasi rumah (Tableg)
momentum penting yang diawali dengan Sumber: desainrumahmini.com
Edisi Budaya | 61
pepadhang (cahaya penuntun) sehingga anugerah, keinginan terpenuhi dan menanam
tercipta keluarga harmonis (sakinah mawaddah berhasil; (5) Jumadilawal, prihatin, hati gelap,
wa rahmah). kekurangan rezeki; (6) Jumadilakir, banyak
rezeki, tetapi tidak bermanfaat, kecurian,
sering kena denda; (7) Rejeb, sering sedih,
Persiapan Ritual Buka Tableg menanam tidak jadi, sering kisruh; (8) Sakban,
Waktu pelaksanaan ritual buka tableg banyak, rezeki, apa yang dicita-citakan tercapai;
bukanlah sembarangan, tetapi merupakan (9) Ramelan, selalu sengsara, banyak orang iri,
hari tertentu yang didapatkan dari “orang dan kena masalah; (10) Sawal, prihatin, orang
pintar” yang biasanya adalah kiai sepuh lain iri, sering kena masalah; (11) Dulkangidah,
yang dianggap memiliki kelebihan secara selalu dikasihi sanak saudara dan orang tua;
spiritual. Ada perhitungan khusus untuk (12) Besar, banyak rezeki. Selain bersasarkan
mengawali mendirikan rumah atau buka bulan, penentuan pendirian awal pendirian
tableg. Mengapa perhitungan atau dalam Jawa rumah juga sering berdasarkan pertimbangan
disebut pèthungan Jawa dianggap penting, hari kelahiran melalui suatu perhitugan
hal ini tak lepas dari alam pikiran Jawa yang khusus (Endraswara, 2016: 132-133).
selalu asosiatif. Meskipun setiap hari adalah Sekali lagi itu semua berdasarkan ngelmu
sebagai hari yang berpotensi untuk melakukan titin Jawa. Namun begitu Islam sudah mulai
kebaikan, namun dunia diciptakan selalu masuk di nusantara, terutama di Jawa melalui
berpasangan, misalnya ada laki-laki dan kiprah para Walisongo, sedikit mengalami
perempuan, ada baik dan buruk, ada swarga pergeseran. Ngelmu titen tetap dimanfaatkan,
dan ada neraka. Swarga diasosiakan sebagai namun diiringi dengan ritual doa dan
tempat yang enak membahagiakan, sementara ketulusan niat dalam mendirikan rumah.
neraka sebagai tempat yang tidak enak Ngelmu titen adalah bagian dari kearifan lokal
menyengsarakan. namun perlu “disyahadatkan” bahwa kebaikan
Seperti dimaklumi bersama bahwa dunia sebuah hunian tidak semata-mata ditentukan
Jawa memiliki ngelmu titen, maka segala oleh bulan atau hari, tetapi faktor anugerah
sesuatu harus diupayakan benar-benar cocog dari Sang Pencipta, Allah Awt.
(cocok, sesuai). Prinsip cocog dalam tradisi Maka pola akulturasi tradisi dan Islam
Jawa inilah sebagai buah dari ngelmu titen, dalam mendirikan rumah itulah yang kemudian
yaitu ilmu yang berlandaskan kebiasaan diwujudkan dalam bentuk ritual buka tableg
yang berulang-ulang, dicatat, direnungkan, yang dimulai pada hari-hari yang terpilih tadi,
dan diamalkan (Endraswara, 2016: 27). meskipun tidak terlalu kaku. Hari apa pun
Orang Jawa dan beberapa suku di nusantara prinsipnya bisa saja mendirikan rumah atau
berpegang pada prinsip cocog dan ngelmu titen buka tableg, namun yang terpenting adalah
sebagai salah satu rujukan dalam meniti arah diringi dengan doa sebagaimana tertuang
hidupnya termasuk dalam mendirikan rumah. dalam prosesi buka tableg.
Maka dalam mendirikan rumah,
orang Jawa umumnya menggunakan
Prosesi Ritual Buka Tableg
perhitungan memet (sungguh-sungguh)
dengan memperhatikan baik buruknya bulan Ritual ini dilakukan dengan menggelar
menurut ngelmu titen, meski hal ini tidak bancakan atau slametan yang biasanya
sebagai sebuah kemutlakan. Pertimbangan diiringi dengan doa rasulan (doa dengan
bulan tersebut antara lain: (1) Muharram atau wasilah Kanjeng Rasul Muhammad SAW)
Suro biasanya akan mendapatkan kesusahan, atau manaqiban (doa dengan wasilah
sakit susah obatnya: (2) Sapar menunjukkan Waliyyulah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani)
sakit-sakitan, namun tidak sampai mati; (3) di tempat yang akan didirikan rumah itu.
Rabingulawal, menanam tidak jadi, mandeg Untuk memeriahkan acara tersebut, biasanya
di tengah jalan; (4) Rabingulakir, mendapat shāhibul hājat (yang punya gawe) mengundang
Edisi Budaya | 63
dari Allah SWT dalam menggapai cita-cita kepada Allah Swt.
dan harapan yang mementaskan nilai-nilai
Semua itu dilakukan sebagai tawasul
rukun Islam yang lima (dilambangkan
kepada kekasih Allah yaitu para nabi dan
dengan lima warna bunga). Bunga adalah
juga para waliyyullah yang diyakini memiliki
simbol keindahan dengan harapan agar
keberkahan atas ridla Allah Swt.
kehidupan yang akan dilalui melalui
rumah tersebut bisa dinikmati dengan Begitu doa selesai, maka dilanjutkan
indah baik dalam keluarga, dengan makan bersama atas sesajian yang telah
tetangga maupun dalam masyarakat dipersiapkan sebelumnya. Sebagian sajian
yang lebih luas (Said, 2012: 89; Triyanto, dimakan oleh khalayak yang hadir di tempat
2001: 186-187; Santoso, 2001). Di ritual, namun sebagian yang lain juga dibagikan
harapkan rumah yang sedang dibangun kepada tetangga sebelah yang terdekat dan
ini nantinya bisa menjadi tempat hunian sekaligus sebagai penanda dan kulo nuwun
yang menenteramkan sehingga para (mohon permisi) bahwa segera akan ada warga
penghuninya selalu betah di rumah bagai baru yang menghuni di lingkungan itu yakni
di taman yang selalu membuat siapa pun yang sedang buka tableg.
betah berlama karena keindahannya tadi.
Begitu sarana atau ubarampe sudah Pemaknaan dan Kontekstualisasi
disiapkan, maka seorang kiai kampung
yang dipasrahi untuk mewakili tuan ramah, Mencermati prosesi dalam ritual buka
mengantarkan atau menyampaikan tujuan tableg yang berkembang dalam tradisi Islam
dari ritual tersebut kepada masyarakat atau di Jawa menunjukkan bahwa pengaruh Islam
tetangga sebelah yang hadir untuk ikut sangat kuat meskipun aspek kejawaannya juga
sambatan, yaitu gotong royong menggali tanah kental. Do’a yang dipanjatkan semua tujuan
untuk buka pandeman/tableg. akhirnya adalah kepada Allah Swt. Kalau dalam
praktikpraktiknya dengan menghadirkan
Acaranya biasanya diselenggarakan di shalawat dan pembacaan manaqib Syaikh
hamparan tanah terbukayang akan didirikan Abdul Qodir Jilani, hal itu sebagai ikhtiar
rumah dengan menggelar tikar secukupnya. dalam memperkuat komunikasi dengan Allah
Rentetan acara antara lain diawali pembukaan SWT melalui orang yang dicintaiNya yakni
dengan membaca surat al-Fatihah yang para Nabi dan para wali.
pahalanya disampaikan kepada Nabi terpilih,
Muhammad Saw, para sahabat, dan juga Terlihat juga dalam mengawali ritual buka
keluarganya. Juga disampaikan kepada para tableg didahului dengan doa-doa khusus serta
wali, ulama dan guru-guru yang telah wafat pembacaan Surat al-Fatihah yang ditujukan
yang berperan dalam menyampaikan ajaran kepada para Nabi, keluarga dan sahabatnya.
Islam masuk dalam diri yang punya hajat Juga ditujukan kepada para wali, para guru,
dan manusia pada umumnya. Hadiah surat serta para leluhur yang telah wafat, khususnya
al-Fatihah juga ditujukan secara khusus kepada orang tua, keluarga dan orang-orang
kepada orang tua, sanak saudara serta semua saleh (shālihin), serta kaum Muslimin dan
kaum Muslimin dan Muslimat yang telah Muslimat. Kesadaran ini menunjukkan bahwa
mendahului menghadap Sang Pencipta. ritual buka tableg sebagai momen untuk selalu
mengingat asal-usulnya (sangkan paraning
Setelah pembukan dengan hadlrah dumadi), dengan mengingat para leluhur
atau tawasul tersebut sudah lengkap, maka yang sudah meninggal sebagai isyarat rumah
dilanjutkan doa rasulan atau sebagian dengan hanyalah sebagai tempat singgah sementara.
pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir Karena itu kesadaran dan niat yang bulat bahwa
Jilani. Doa rasulan memang doa khusus rumah sebagai media dalam memerankan
yang isinya banyak pujian-pujian terhadap diri sebagai hamba dan khalifatullah di bumi
Nabi Muhammad SAW atas kemuliaan dan menjadi fondasi dalam menempuh hidup di
keteladanannya sebagai wasilah dalam berdoa rumah baru yang akan dibangun itu.
Sumber Bacaan
Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup
Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat
Jawa. Yogyakarta: Cakrawala.
Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam
Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus:
Brillian Media Utama.
Santoso, Revianto Budi. (2000). Omah; Membaca Makna
Rumah Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000.
Sholikhin, Muhammad, KH. (2010). Ritual dan Tradisi
Islam Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Triyanto. (2001). Makna Ruang & Penataannya dalam
Arsitektur Rumah Kudus.Semarang: Kelompok
Studi Mekar.
Edisi Budaya | 65
66 | Ensiklopedi Islam Nusantara
C
Cigawiran
Cium Tangan
Cigawiran
(Garut, Jawa Barat)
C
igawiran adalah seni tarik suara Islam mengasuh sebuah pesantren di sana. Raden
Nusantara yang berasal dari desa Hadji Djalari bukan hanya piawai dalam ilmu-
Cigawir, Garut, Jawa Barat (Sunda). ilmu agama Islam, tetapi juga mahir dalam
Tembang Cigawiran berbeda dengan tembang- kesenian Sunda, utamanya kesenian tembang.
tembang khas Sunda lainnya, seperti Cianjuran
Ia pun mulai menggunakan seni tembang
dan Ciawian, karena selain memiliki cengkok
Sunda sebagai sarana berdakwah, agar pesan-
dan karakter yang khas, Cigawiran juga sangat
pesan luhur ajaran agama Islam mudah diteri-
kental dengan nuansa Islaminya. Cigawiran
ma semua kalangan masyarakat Sunda. Pesan-
bisa dikatakan salah satu produk seni-budaya
pesan luhur ajaran agama Islam dituangkan
hasil akulturasi antara agama Islam dengan
dalam bentuk “guguritan” (puisi Sunda, atau
budaya lokal.
pupuh dalam tradisi Jawa) yang beraturan
Cigawiran menjadi jenis seni tembang dan dan sarat akan keluhuran nlai-nilai sastrawi.
budaya Islam Sunda yang unik karena berasal Syair-syair itu kemudian dilantunkan dengan
dan lahir dari rahim pesantren yang notabena suara yang indah dan nada yang khas. Maka
adalah basis utama perkembangan dakwah terciptalah tembang langgam Cigawiran yang
agama Islam di Nusantara. .masyhur itu
Dalam sejarahnya, tembang Cigawiran Selain menyampaikan pesan-pesan
dikembangkan oleh Raden Hadji Djalari pada luhur ajaran agama Islam, Cigawiran juga
tahun 1823 M. Beliau adalah salah seorang menyampaikan nilai-nilai budaya dan tata
ulama dari desa Cigawir, Garut, yang juga karama Sunda yang khas, petuah-petuah yang
berkaitan dengan aspek-aspek kebenaran
dalam kehidupan,
termasuk di dalamnya
tentang keindahan alam
Sunda yang tiada banding.
Pada perkembangannya,
tradisi Cigawiran kemudian
diteruskan, dilestarikan,
dan dikembangkan oleh
panerus H. Djalari dari
generasi ke generasi, mulai
dari Raden Hadji Abdullah
Usman, Raden Muhammad
Isa, hingga pada generasi
kontemporer yang diampu
Sumber: http://www.kangkamal.com/
oleh Raden Agus Gaos,
Edisi Budaya | 69
Raden Muhammad Amin dan Raden Iyet Aya naon di jerona
Dimyati. Sihoreng ujudna seni
Nu dicandak
Salah satu contoh dari syair tembang
Ku para alim ulama
Cigawiran adalah syair tembang “Bubuka Lagu
Ela-Ela” (Sinom); Tembang Sunda Cigawiran biasanya
dilantunkan oleh penembang lelaki atau
Bismillah wiwitan kedah
perempuan secara perorangan. Cigawiran
Muji ka Gusti Hyang Widi
dilantunkan dalam majlis pengajian, acara-
Salawat sinareng salam
acara keagamaan, atau bahkan perayaan
Mugi tetep ka kanjeng Nabi
upacara tradisional dan hajatan. Termasuk
Miwah ka sakumna jalmi
yang membedakan Cigawiran dengan tembang
Anu turut sarta tumut
Sunda lainnya, adalah Cigawiran dapat
Kana pilacak anjeuna
dinyanyikan secara berjamaah, yang biasanya
Kukuh pengkuh teu (tur?) gumingsir
dilakukan pada acara-acara pengajian.
Deungdeung mayeuh
Dugi ka poe kiamat Hingga saat ini, wilayah perkembangan
Cigawir ma’na nu asan (?) Cigawiran masih berada di sekitaran pesantren
Cai nu ngalir na gawir di Cigawir, dan belum meluas ke luar wilayah
Dugi ka yaumal jaza tersebut. Pesantren-pesantren di Cigawir lah
Mugi ulah saat deui yang menjadi media yang mewadahi, menjaga,
Urang sungsi tur pilari melestarikan, dan mengembangkan tradisi
Pibekeleun geusan hirup seni khas Islam Sunda-Nusantara ini.
[A. Ginanjar Sya’ban]
Bahan Bacaan:
Budiwati, D.S. 2003. Tembang Sunda Cigawiran: Sosialisasi Nilai-Nilai Budaya dan Fungsi Tembang Sunda Cigawiran
Pada Kehidupan Masyarakat Cigawir. Bandung. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia.
Cigawiran. Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Garut. www.pariwisata.garutkab.go.id
Rahmi, Isna Asri (2015). Rumpaka Tembang Pesantren Hariring Dangding Cigawiran Karya K.R. Iyet Dimyati: Kajian
Struktural dan Semiotik. Bandung. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia.
B
udaya merupakan kristalisasi nilai dan
pola hidup yang dianut suatu komunitas.
Budaya tiap komunitas tumbuh dan
berkembang secara unik, karena perbedaan
pola hidup komunitas itu. Salah satu sumber
terbentuknya budaya dalam suatu komunitas
adalah agama. Sebagai agama mayoritas yang
dianut oleh bangsa Indonesia, sedikit banyak
ajaran Islam membentuk kebudayaan bangsa
Indonesia, salah satunya adalah tradisi cium
tangan.
Tradisi cium tangan lazim dilakukan
sebagai bentuk penghormatan dari seorang
anak kepada orang tua, dari seorang awam
kepada tokoh masyarakat atau agama, dari KH. Mustofa Bisri, salah satu kiai panutan
masyarakat Muslim di tanah Jawa.
seorang murid ke gurunya. Untuk yang terakhir Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017
Edisi Budaya | 71
Dengan mengutip Hadis dalam Sunan Abi
Daud hadis no. 4548 dari Zari’ ra. Ketika beliau
menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais,
beliau berkata, “Kemudian kami bersegera
turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup
tangan dan kaki Nabi saw.”
Kalau mengecup tangan dan kaki Nabi
saw dianggap sebagai bentuk kultus dan itu
dilarang, tentu Nabi akan melarang para
sahabatnya mengecup tangan dan kaki beliau.
Sementara ulama merupakan pewaris para Tamu yang berkunjung mencium
tangan KH. Maimun Zubair Sarang.
Nabi, yang dengan ilmu dan akhlaknya umat Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017.
Sumber Bacaan
Novi Andari, Perbandingan Budaya Indonesia dan Jepang (Tinjauan Tradisi Penamaan dan Gerak Isyarat Tubuh), Jurnal
Parafrase Vol. 09, No. 02 September 2009, hlm. 27-28.
Majlis Khotmil Qur’an Al-Hidayah, Anda Bertanya Kami Menjawab II. Website: http://mkqalhidayah.co.cc
Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm. 214-216.
D
ayah di Aceh merupakan sebutan mendiskusikan permasalahan-permasalahan
untuk lembaga pendidikan semacam yang timbul yang berkaitan dengan ajaran
pesantren di Jawa atau surau di Padang. Islam lazim disebut zawiyah. Dari zawiyah-
Secara bahasa, kata dayah diserap dari bahasa zawiyah semacam itu muncul lembaga
Arab zawiya yang berarti ‘sudut’, mengacu pendidikan di Aceh yang dinamakan Dayah.
pada tempat-tempat di sudut masjid Madinah Melalui lembaga ini Islam mengakar kuat di
sebagai pusat pendidikan dan dakwah Islam Aceh.
pada masa Nabi Muhammad saw. Kehadiran
Lembaga dayah diperkirakan telah ada
dayah sebagai lembaga pendidikan Islam dan
di Aceh pada sekitar tahun 840 M. (225 H.),
pengkaderan ulama di Indonesia diperkirakan
dimulai sejak Islam datang pertama kali ke
setua hadirnya Islam di Nusantara.
daerah tersebut. Sultan Karajaan Peureulak
mendirikan lembaga pendidikan Islam di Aceh
dengan mendatangkan para pengajar dari
Sejarah
Arab, Persia, dan Gujarat. Dayah ini disebut
Sejarah tumbuhnya dayah di Aceh erat Dayah Cot Kala, disandarkan kepada nama
kaitannya dengan perjalanan dakwah Islam di tokoh ulama yang memegang kendali dayah
daerah tersebut. Tome Pires mencatat bahwa tersebut, yaitu Teungku Chiek Muhammad
pada sekitar abad ke-14 di Samudra Pasei telah Amin (Teungku Chik Cot Kala).
terdapat kota-kota besar yang di dalamnya
Dayah Cot Kala pada masa itu telah
terdapat pula orang-orang yang berpendidikan.
menjadi pusat pendidikan Islam pertama
Hal ini diperkuat oleh Ibnu Batutah yang
di Asia Tenggara. Lembaga ini dipandang
menyebutkan bahwa pada saat itu Pasei sudah
berjasa dalam menyebarkan Islam dengan
merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara
banyaknya lulusan yang menjadi ulama
dan di sini banyak berkumpul ulama-ulama
dan pendakwah Islam ke berbagai penjuru
dari negeri-negeri Islam. Ibnu Batutah juga
kepulauan Nusantara. Dakwah ini merangsang
menyebutkan bahwa Sultan Malikul Zahir
lahirnya kerajaan-kerajaan Islam di berbagai
(1297-1326) adalah orang yang cinta kepada
daerah, seperti Kerajaan Islam Samudera
para ulama dan ilmu pengetahuan. Ketika
Pasai, Kerajaan Islam Benua, Kerajaan Islam
hari Jumat tiba, Sultan melaksanakan salat
Lingga, Kerajaan Islam Darussalam, dan
di Mesjid dengan mengenakan pakaian ulama
Kerajaan Islam Indra Jaya. Kerajaan-kerajaan
dan setelah itu mengadakan diskusi dengan
ini kemudian melebur pada awal abad ke-16
para ulama. Ulama-ulama terkenal pada waktu
menjadi Kerajaan Aceh Darussalam dengan
itu antara lain Amir Abdullah dari Delhi, Kadhi
raja pertama bernama Ali Mughayatsyah yang
Amir Said dari Shiraz, Tajuddin dari Isfahan.
memerintah pada 916-936 H./1511-1530 M.
Teungku Cot Mamplam dan Teungku Cot
Geureudong. Kehadiran Dayah Cot Kala kemudian diikuti
oleh dayah-dayah lainnya, antara lain Dayah
Perkumpulan (halaqah) semacam itu,
Seureuleu di Kerajaan Lingga (Aceh Tengah) di
yang dilakukan di sudut-sudut bagian masjid
bawah pimpinan Syekh Sirajuddin, didirikan
untuk menyampaikan ajaran Islam atau
Edisi Budaya | 75
antara tahun 1012-1059; Dayah Blang Peria 1) Dayah Tgk. Chiek Tanoh Abee, terletak
di Kerajaan Samudra Pasei (Aceh Utara) di di dekat Selimeum (Aceh Besar). Dayah
bawah Pimpinan Teungku Chiek Biang Peuria ini diperkirakan berdiri pada sekitar
(Teungku Ja’kob), didirikan antara tahun awal abad ke-19 oleh seorang ulama
1155-1233; Dayah Batu Karang di Kerajaan yang datang dari Bagdad, Syekh Idrus
Tamiyang di bawah pimpinan Teungku Ampon Bayan (Teungku Chiek Tanoh Abee), atas
Tuan; Dayah Lamkeneeun di Kerajaan Lamuria permintaan Sultan Muhammad Syah
Islam (Aceh Besar) di bawah pimpinan Teungku (1824-1836). Dayah ini termasuk Dayah
Syekh Abdullah Kan’an, didirikan antara tahun yang besar dan paling berpengaruh selama
1196-1225; Dayah Tanoh Abee juga di Aceh abad ke-19. Sampai sekarang daya yang
Besar, didirikan antara tahun 1823-1836. ini mempunyai khazanah yang lengkap
Selain itu juga ada Dayah Tiro di Pidie yang dengan buku-buku hasil karya para ulama
didirikan antara 1781-1795. terkenal masa lampau, ada di antaranya
yang berumur lebih 400 tahun.
Dengan dukungan sultan, lembaga-lembaga
pendidikan agama Islam terus menyebar 2) Dayah Tgk. Chiek Kuta Karang (Dayah
hingga ke daerah di pedalaman. Meunasah, Ulee Susu). Dayah ini diperkirakan berdiri
mesjid, rangkang dan dayah sebagai lembaga pada sekitar paruh kedua abad ke-19 oleh
pendidikan Islam di Samudra Pasei pada waktu Syekh Abbas Ibnu Muhammad (Teungku
itu telah memegang peranan penting dalam Chiek Kuta Karang) yang pada waktu itu
mencerdaskan rakyat ketika itu, sama halnya menjadi Kadi Malikul Adil Sultan Ibrahim
juga di kemudian hari pada masa kerajaan Mansyur Syah (1857 - 1870).
Aceh Darussalam.
3) Dayah Lam Birah. Dayah ini diperkirakan
Ketika Malaka ditaklukkan Portugis berdiri pada akhir abad ke-18 oleh dua
(tahun 1511 M), perkembagangan dayah di bersaudara yaitu: Ja Meuntroe dan
Aceh justru bertambah dengan hijrahnya Bendahara yang keduanya kemudian
beberapa ulama dan mubaligh Islam Malaka ke digelari dengan Teungku Chiek Lam Birah.
Aceh. Di sana mereka juga turut serta dalam Mereka hidup sekitar masa pemerintahan
menyiarakan agama Islam dengan mendirikan Sultan Johan Syah (1735-1960) dan masa
dayah. Kegiatan pendidikan Islam di Aceh pemerintahan Sultan Mahmud Syah atau
ini mengalami zaman keemasan pada masa Tuanku Raja (1760-1781). Setelah itu
Kerajaan Aceh Darussalam dipegang oleh selama abad ke-19 dayah ini dipimpin
Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Kemajuan oleh Teungku Chiek Cot Keupeung dan
pendidikan pada waktu itu ditandai oleh Teungku Chiek Lam Baro.
banyaknya ahli ilmu pengetahuan (ulama)
4) Dayah Lam Nyong. Dayah ini diperkirakan
yang berkumpul terutama di ibu kota kerajaan
berdiri pada masa pemerintahan Sultan
dan usaha pembangunan lembaga-lembaga
Mahmud Syah (1870-1874), didirikan
pendidikan di seluruh wilayah kerajaan. Di
oleh Teungku Syekh Abdussalam (Teungku
antara yang sangat masyhur adalah Syekh
Chiek Lam Nyong).
Nurrudin Arraniri, Syekh Ahmad Khatib
Langin, Syekh Syamsuddun al-Sumatrani, 5) Dayah Lam Krak. Dayah ini diperkirakan
Syekh Hamzah Fansuri, Syekh Abdur Rauf, dan berdiri masa pemerintahan Sultan
Syekh Burhanuddin yang kemudian menjadi Sulaiman Syah (1836-1857). Didirikan
ulama besar di Minangkabau. oleh Datu Muhammad (seorang pejabat
tinggi pemerintahan pada waktu itu).
Pembangunan dayah tidak hanya terjadi
pada masa kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam, 6) Dayah Lam Pucok di Aceh Besar. Dayah
tetapi juga pada masa kemundurannya (akhir ini diperkirakan berdiri pada waktu yang
abad ke-18 dan ke-19). Sejumlah dayah yang relatif bersamaan dengan pendirian Dayah
diperkirakan didirikan dan berkembang Lam Krak, yaitu pada masa pemerintahan
selama abad ini antara lain ialah: Sultan Sulaiman Syah (1836-1857).
Edisi Budaya | 77
perjuangan para ulama dan santri dayah terus ulama - dengan menawarkan “pemerintahan
berlanjut, baik melalui gerilya maupun perang sendiri” bagi para uleebalang dengan cara
terbuka, yang berlangsung hingga sekitar korteverklaring (deklarasi singkat) pada tahun
tahun 1912. Peran ulama dayah benar-benar 1874. Cara ini menghasilkan hubungan yang
jelas terlihat setelah pemimpin-pemimpin tidak harmonis antara uleebalang dan ulama
pemerintahan adat, yaitu raja-raja kecil hingga memunculkan konflik berdarah di
yang disebut uleebalang makin banyak yang antara mereka pada selang beberapa waktu
mengakui kedaulatan Belanda, para pemimpin setelah Indonesia Merdeka.
agama tidak mengikuti langkah para pemimpin
Dengan cara tersebut Belanda berhasil
adat itu. Sebagian besar dari pemimpin agama
memecah belah persatuan rakyat Aceh
menempuh jalan meneruskan perlawanan
yang pada gilirannya menyebabkan konflik
bersenjata, bahu-membahu bersama-sama
berkepanjangan antara kelompok pendukung
dengan para uleebalang dan keluarga mereka
uleebalang dengan pendukung sultan. Di antara
yang anti Belanda untuk mengeluarkan
para uleebalang ada yang telah mempersiapkan
Belanda dari tanah Aceh.
deklarasi dan ada pula yang masih setia pada
Sejalan dengan itu muncullah tipe sultan. Dalam keadaan demikian, sultan
kepemimpinan kharismatik dari para ulama. mendapatkan dukungan yang sangat kuat
Rakyat Aceh yang sebagian terbesar adalah dari para ulama, mereka sangat anti terhadap
petani dan tidak semua sanggup mengikuti Belanda. Mereka memimpin perlawanan
pendidikan agama untuk mampu mendalami terhadap Belanda. Bersama para petinggi
kitab-kitab agama, menumpukkan harapan istana yang tetap setia kepada sultan, para
mereka kepada para ulama dan teungku- ulama ikut berperang dengan berlandaskan
teungku lainnya tidak saja sebagai orang yang ajaran agama. Dengan strategi gerilya mereka
dapat memberi petunjuk dan bimbingan terus berjuang menghalangi Belanda.
tentang bagaimana seharusnya bersikap dan
Selama perang kolonial Belanda,
bertindak dalam menghadapi agresi Belanda,
dayah memegang peranan penting dalam
tetapi juga sebagai orang yang mampu
pengerahan tenaga pejuang (murid) ke medan
menimba dari kitab suci al-Qur’än dan sunah
pertempuran maupun dalam menumbuhkan
Nabi dalam menghadapi krisis. Para ulama
semangat juang rakyat secara masal, terutama
tampil sebagai pemberi arahan dengan antara
melalui pembacaan Hikayat Perang Sabi di
lain menggubah hikayat perang sabil untuk
dayah-dayah, rangkang, meunasah dan mesjid;
mengerahkan rakyat dan mengumpulkan dana
dan bahkan ada dayah seperti dayah di sekitar
untuk melawan musuh.
Batee Iliek - yang langsung menjadi pusat
Pada bulan Desember 1877, misalnya, pertahanan. Karena itu tidak mengherankan
Teungku Muhammad Amin Dayah Cut Tiro apabila selama akhir abad ke-19 banyak dayah
menyerukan agar barang siapa yang yakin akan yang terbengkalai atau langsung diserang oleh
Allah dan Rasul-Nya hendaklah berperang tentara Belanda karena dianggap sebagai basis
sabil ke Aceh Besar. Rakyat dianjurkannya konsentrasi kekuatan pejuang rakyat.
untuk berpuasa tiga hari, membaca Qur’an
dan mengadakan kenduri, memberi sedekah
untuk menolak bala serta bertobat jika telah Perkembangan
melanggar syariat Islam. Peperangan dahsyat antara Aceh dan
Kegigihan para ulama dayah dalam bertahan Belanda yang terjadi hingga memasuki abad
atau melawan ketika kesultanan Aceh diserang ke-20 menyebabkan banyak tempat pengajian
Belanda digambarkan Amiruddin sbb: agama atau dayah yang digunakan sebagai
pusat kegiatan perlawanan luluh lantak. Hal
Dalam usaha mereka untuk menguasai
ini terjadi misalnya pada dayah di Lembada
Aceh, Belanda mencoba memisahkan kekuatan-
yang terbakar bersama koleksi kitabnya yang
kekuatan tradisional - sultan, uleebalang, dan
sangat banyak.
Edisi Budaya | 79
dan Dayah Indrapuri, Aceh Besar. Setelah mereka mendirikan pesantren di kampung
kemerdekaan Dayah Teungku Syekh Mud halamannya.
bernama Pesantren Bustanul Huda. Di Suak
Setelah Indonesia merdeka lembaga-
Samadua berdiri pula pesantren dengan nama
lembaga pendidikan Islam tradisional di Aceh,
Islahul Umam di bawah pimpinan Teungku Abu
sebagaimana halnya di daerah-daerah lain,
dan Teungku M. Yasin. Di Terbangan berdiri
tampaknya dapat hidup dan berkembang
Pesantren Al-Muslim di bawah pimpinan
terus berdampingan dengan lembaga-lembaga
Teungku H. M. Di Tapaktuan berdiri Pesantren
pendidikan modern, seperti madrasah,
Al-Khairiyah di bawah pimpinan Teungku
sekolah dan sebagainya yang didirikan oleh
Zamzami Yahya dan Labuhan Haji berdiri
pemerintah dan badan-badan swasta lainnya.
pesantren yang juga disebut Al-Khairiyah; di
Pada era pembangunan, dayah/pasantren tetap
bawah pimpinan Teungku Mohammad Ali
difasilitasi untuk tumbuh dan berkembang.
Lampisang. Perlu dijelaskan ketiga pesantren
Sebagaimana layaknya pendidikan formal,
yang disebutkan terakhir kemudian sistemnya
pendidikan non-formal dayah/pesantren juga
diubah menjadi sistem madrasah (sistem
dilindungi dan diberi bantuan. Dalam kaitan
klasial), sehingga sejak saat itu pesantren
ini, pada tahun 1968, Presiden Soeharto hadir
tersebut tidak dapat lagi digolongkan ke dalam
meresmikan sebuah Dayah Teungku Chiek di
lembaga pendidikan tradisional. Semua tenaga
Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam Banda
pengajar di pesantren-pesantren tersebut
Aceh yang diberi nama Dayan Teungku Chiek
memperoleh pendidikan di salah satu dayah/
Pante Kulu, diambil dari nama seorang ulama
pesantren yang terdapat di Aceh Besar. Bahkan
pejuang, pengarang Hikayat Perang Sabi,
Teungku Syekh Mud dan Teungku Mohammad
Teungku Haji Muhammad yang digelar dengan
Ali Lampisang sendiri berasal dari Aceh Besar.
Teungku Chiek Pante Kulu.
Selain itu, pada permulaan pendudukan
Dayah-dayah terus tumbuh dan
militer Jepang tahun 1942 di Aceh Selatan
berkembang dengan dinamikanya masing-
juga didirikan sebuah pasantren yang
masing. Kemampuan dan kesediaan dayah
sampai sekarang terkenal di seluruh Aceh,
untuk mengadopsi nilai-nilai baru akibat
yaitu: Pasantren Darussalam Labuhan Haji.
modernisasi, menjadikan dayah berkembang
Pasantren telah ini membuka sistem madrasah
dari yang tradisional ke modern. Beberapa
(sekolah), di samping jalur pendidikan
dayah, seperti telah disebutkan, mampu
tradisional dayah/pasantren. Sistem madrasah
bersaing di tengah kebutuhan zaman, tetapi
tetap mempelajari kitab-kitab sebagaimana
tidak sedikit pula justru tenggelam. Namun
dayah/pasantren. Tiga jenjang pendidikan
demikian, lembaga pendidikan dayah tetap
yang ditawarkan di Pasantren Darussalam,
terpelihara dengan sistemnya yang khas,
yaitu: tingkat Subiah (pendahuluan, 3
meskipun selalu saja ada perubahan untuk
tahun), tingkat Ibtidaiyah (dasar, 7 tahun),
mendukung eksistensinya.
dan tingkat Bustanul-Muhaqqiqin (mahir, 3
tahun). Sejak tahun 1968, jenjang pendidikan
tersebut mengalami perubahan, yaitu: tingkat Pembelajaran
Ibtidaiyah (4 tahun), Tsanawiyah (3 tahun),
Aliyah (3 tahun) dan Bustanul Muhaqqiqin (3 Pada dasarnya di Aceh terdapat dua jenis
tahun). Pada tahun pertama didirikan, dayah/ dayah, yaitu: dayah biasa dan dayah teungku
pesantren ini telah memiliki 60 santri dan 125 chiek. Dibedakan dengan dayah pada umumnya,
pengikut tarekat. Jumlah tersebut meningkat dayah teungku chiek dipimpin oleh oleh seorang
drastis pada 20 tahun berikutnya. Pada ulama besar. Teungku Chiek merupakan gelar
tahun 1962 jumlah santrinya mencapai 1839 bagi seorang ulama besar yang luas kajiannya
orang dengan pengikut tarikat 1900 orang. dalam berbagai cabang ilmu Islam. Hal ini
Lulusannya banyak yang telah menjadi ulama yang menyebabkan dayah teungku chiek
tersebar di hampir seluruh Aceh, bahkan ada dipandang memiliki kedudukan lebih tinggi
juga yang di luar daerah. Sebagian besar dari dibandingkan dayah-dayah lainnya, meskipun
Edisi Budaya | 81
ilmu tasawuf, etika/akhlak, ilmu tauhid, rasa bertanggung jawab terhadap ilmu yang
ilmu mantiq (logika), ilmu hisab/astronomi dimiliki. Melalui metode itu para santri
dan masih banyak lagi. Kitab-kitab yang dayah diharapkan dapat termotivasi untuk
dipergunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu mengembangkan pengetahuannya, karena
itu semuanya dalam bahasa Arab, seperti untuk menurut tradisi dayah, pengetahuan seseorang
ilmu fiqh, kitab-kitab Bajuri, Matan Minhaj, diukur oleh jumlah buku yang telah dipelajari
Fathul mu’min, Fathul wahab, al-Mahalli dan dan kepada teungku dayah mana ia telah
lain-lain; untuk ilmu tafsir; Al-Jalalain, Shawi berguru.
dan lain-lain; sedang untuk ilmu tasawuf, kitab
standar yang dinilai cukup baik ialah kitab Ihya
‘ulumiddin karangan Imam Ghazali. Fungsi Sosial
Edisi Budaya | 83
di sana dibekali keterampilan menjahit. 4) Dayah sebagai Sekolah bagi Masyarakat
Anak laki-laki diajarkan menjahit
Belajar di dayah tidak membutuhkan
kopiah sementara murid perempuan
banyak uang. Umumnya, dayah-dayah
diajarkan menjahit pakaian wanita.
tidak membebankan murid-murid
Di beberapa dayah, kegiatan koperasi
untuk membayar uang pendidikan.
juga digalakkan hal ini bertujuan untuk
Sebagaimana dilaporkan oleh Kustadi
membina kemandirian ekonomi santri.
Suhendang, 47 persen dayah-dayah
Hal semacam ini sebenarnya bukan hal
tidak memungut uang pendidikan; 20
baru, karena sebelum kedatangan Belanda
persen memberlakukannya, tetapi tidak
ke Aceh, beberapa ulama yang tamat dari
mewajibkan dengan jumlah tertentu.
dayah juga aktif dalam bidang ekonomi,
Bagi murid yang fakir miskin, dayah
khususnya bidang pertanian. Sebagai
dengan sendirinya menyediakan makan,
contoh, Teungku Chik di Pasi memimpin
yang diberikan oleh Teungku (pimpinan
masyarakat membangun sistem irigasi,
dayah) atau dari masyarakat yang selalu
seperti yang dilakukan oleh Tgk. Chik di
siap membantu. Mengajar dipandang
Bambi dan Tgk. Chik di Rebee. Demikian
sebagai ibadah, keadaan ini menjadikan
pula pada sekitar tahun 1963, Teungku
agak mudah bagi masyarakat untuk
Daud Beureueh menjadi motor penggerak
memperoleh kesempatan belajar. Sebagai
pembuatan jalan-jalan, pengadaan
guru, teungku bukan hanya bertanggung
jembatan, membangun jaringan irigasi
jawab dalam hal mengajar, namun juga
dan pembersihan irigasi yang telah lama.
berfungsi sebagai penasehat, pelatih,
Para ulama Dayah juga mempunyai
pembimbing dan penolong. Hubungan
kemampuan mendorong masyarakat
antara murid dan guru lebih pada
untuk berpartisipasi dalam proses
hubungan personal ketimbang hubungan
pembangunan yang dapat meningkatkan
birokrasi.
nilai-nilai kemanusiaan.
[A. Ginanjar Sya’ban]
Sumber Bacaan
Amirudin, “Ulama Dayah” dalam Dody S. Truna, dan Ismatu Ropi (ed.), Pranata Islam Di Indonesia. (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2002).
Tim Peneliti DEPDIKBUD RI, Sejarah Pendidikan... (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984)
Amiruddin, The Response of The Ulama Dayah (McGill University, 1994), hlm. xx; Amirudin, op.cit.
Tome Pires, The Suma Oriental..., Vol I translated and edited by Armando Cortesao, Printed for the Hakluyt-Cociety,
London. 1944.
Ibnu Batuttah, Travel in Asia and Afrika, translated and edited by H.A. R. Gibb, George Routledge & Son, Ltd., London,
dst.; T. Iskandar, Aceh Dalam Lintasan Sejarah. Prasasaran pada Seminar Kebudayaan dalam rangka PKA II. Banda
Aceh 1972, hlm. x
Zainudin, Tarich Atjeh dan Nusantara (Medan: Pustaka Iskandar Muda, 1961), hlm. xx.; Bustamam-Ahmad, Islam Historis
(Yogyakarta: Galang Press, 2002)
Arnold, The Preaching of Islam (Jakarta: Widjaya, 1979)
Ali Hasjmy. “Pendidikan Islam... ”, Sinar Darussalam, no 63 (1975), hlm. x-x; lihat juga Tim Peneliti DEPDIKBUD RI,
op.cit.,
Tim Badan Pendidikan dan Pembinaan Dayah, Dayah: Sejak Sultan Hingga Sekarang. http://archive.is/bppd.acehprov.
go.id (Selasa, 08 Januari 2013 M | 26 Safar 1434 H) diakses melalui laman (xxxxx) pada September 2016.
Ali Hasjmy, op.cit., hlm. x-x; Tim Peneliti DEPDIKBUD RI, op.cit., hlm. 14; Lihat juga Snouck Hurgronje, Aceh: Rakyat dan
Adat Istiadatnya (Jakarta: INIS, 1997) II,.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995),.
Muhammad Amin Dayah Cut Tiro pada Teungku di Dalam, 3 Zulkaedah 1294 [9 Desember 1877], Cod. Or.
Baihaqi, “Ulama dan Madrasah Aceh” dalam Taufik Abdullah (ed.), Agama dan Perubahan Sosial (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996),
Ali Hasjmy, “Srikandi Teungku Fakinah,” Sinar Darussalam, no. 66, Pebruari 1976,; H.M. Zainuddin, Srikandi Atjeh,
Iskandar Muda, Medan, 1965;
Rusdi Sufi, Pandangan dan Sikap Ulama di Daerah Istimewa Aceh (Jakarta: LIPI, 1987),
Alyasa’ Abubakar, Manuskripsi Dayah Tanoh Abee: Kajian Keislaman di Aceh pada masa Kesultanan, Kajian Islam (Banda
Aceh: Ar-Ranirry Press, 2000)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999),
Nuraini, “Potret Islan Tradisional Dayah dan Ulama Aceh Abad ke-20 dalam Perspektif Sejarah”, Jurnal Mudarrisuna, vol.
4 No. 2 (Juli-Desember, 2014)
K
ata diniyah berasal dari Bahasa arab kemudian berkembang, dengan lahirnya
yang berarti keagamaan, dari akar kata madrasah, PTAI (Perguruan Tinggi Agama
din yang memiliki arti; pasrah, tunduk, Islam), Madrasah Diniyah dan seterusnya.
patuh, tingkah laku, kebiasaan, kepercayaan,
tauhid, ibadah. Umumnya kata din bermakna
agama. Kata din dalam al-qur’an diulang Masa Awal
sebanyak 101 kali, dan memiliki makna yang Pendidikan keagamaan dalam tradisi Islam
bermacam-macam. Menurut Harun Nasution, memiliki model yang beragam, terlebih setelah
paling tidak ada empat unsur yang terkandung umat Islam yang hampir ada diseluruh penjuru
dalam agama yaitu; percaya terhadap dunia. Pendidikan keagamaan Islam memiliki
keagungan hal gaib, dengan percaya terhadap pola yang berbeda-beda, baik pendidikan yang
yang gaib manusia akan bahagia dunia akhirat, ada di berbagai wilayah. Model dan kurikulum
rasa takut terhadap hal gaib, dan menyakini pendidikan keagamaan yang berada di Arab
kesucian hal gaib. Menurut Atho Mudhar Saudi, bisa jadi berbeda dengan yang ada di
istilah “agama” dan “keagamaan” memiliki Iran, Turki, Mesir, Maroko, Tunis atau wilayah-
pemahaman yang berbeda. Kajian agama Islam wilayah yang lainnya, termasuk di Indonesia.
adalah kajian yang membahas agama Islam itu
sendiri, sedangkan kajian keagamaan Islam Madrasah telah muncul sebagai lembaga
meliputi seluruh kajian yang berhubungan Pendidikan di dunia sejak abad 11 M dan telah
dengan Islam, dan dapat didekati dari berbagai tumbuh berkembang pada masa kejayaan
aspek. Islam. Di antaranya yang terkenal adalah
Madrasah yang dibangun oleh perdana menteri
Penjelasan di atas, menunjukkan bahwa Nizham Al-Mulk, yang populer dengan nama
pengertian diniyah adalah pembahasan Madrasah Nizhamiyah. Pendirian Madrasah
tentang keagamaan dari berbagai aspek. Kata ini telah memperkaya khasana lembaga
diniyah dalam tradisi Indonesia, umumnya pendidikan di lingkungan masyarakat Islam,
bersandingan dengan istilah madrasah. Kata karena pada masa sebelumnya masyarakat
“madrasah” juga berasal dari bahasa Arab yang Islam hanya mengenal pendidikan tradisional
berarti tempat belajar. Kata “madrasah” berasal yang diselenggarakan di masjid-masjid, pada
dari akar kata “darasa” (telah belajar). Jadi saat itu Islam telah berkembang secara luas
pengertian madrasah diniyah adalah tempat dalam berbagai macam ilmu pengetahuan,
(lembaga pendidikan) yang mengkaji agama dengan berbagai macam aliran atau madzab
dari berbagai sudut pandang atau pendekatan. dan pemikirannya. Pembidangan ilmu
Pergeseran makna diniyah sebagai lembaga pengetahuan tersebut bukan hanya meliputi
pendidikan, akan terus berubah, seiring ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-
dengan perkembangan pendidikan keagamaan qur’an dan Hadis, tetapi juga bidang-bidang
yang ada di Indonesia. Pada awalnya filsafat, astronomi, kedokteran, matematika
pendidikan diniyah di Indonesia hanya dikenal dan ilmu kemasyarakatan. Lahirnya Madrasah
pada lembaga pendidikan Pondok Pesantren, di dunia Islam pada dasarnya merupakan
Edisi Budaya | 85
usaha pengembangan
dan penyempurnaan
zawiyah-zawiyah dalam
rangka menampung
pertumbuhan dan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan jumlah
pelajar yang semakin
meningkat.
Pada abad ke 14
Ibnu Batuta pernah
menjadi guru hadis di
lembaga pendidikan
Siswa Madrasah Diniyah Nidhomiyah Putra, Kencong.
Al-Mansur di Baghdad. Sumber: ARRAHMAH.CO.ID
Edisi Budaya | 87
pendidikan yaitu: Madrasah Diniyah Awaliyah, lembaga-lembaga pendidikan agama, maka
dalam menyelenggarakan pendidikan agama penyelenggaraan Madrasah Diniyah mendapat
Islam tingkat dasar selama selama 4 tahun dan bimbingan dan bantuan Departemen Agama.
jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu; Dalam perkembangannya, Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah Wustho menyelenggarakan yang di dalamnya terdapat sejumlah mata
pendidikan agama Islam tingkat menengah pelajaran umum disebut Madrasah lbtidaiyah.
pertama sebagai pengembangan pengetahuan
yang diperoleh pada Madrasah Diniyah
Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua) Jenis Pendidikan Diniyah
tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam Pendidikan Diniyah (keagamaan) di
pelajaran seminggu; dan Madrasah Diniyah Indonesia ada beberapa macam, seperti;
Ulya, dalam menyelenggarakan pendidikan majlis ta’lim, pondok pesantren, madrasah,
agama Islam tingkat menengah atas dengan madrasah diniyah, perguruan tinggi dan
melanjutkan dan mengembangkan pendidikan univesitas di bawah naungan Kementrian
Madrasah Diniyah Wustho, masa belajar 2 Agama. Model pendidikan diniyah dilihat dari
(dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam diakuinya ijazah (syahadah) oleh pemerintah
per minggu. dapat dibagi menjadi dua.
Dalam perkembangan berikutnya, Pendidikan Keagamaan formal
pendidikan di Madrasah ini juga beradaptasi
dengan perkembangan zaman dan mengambil Pendidikan Keagamaan Formal adalah
bentuk-bentuk lembaga pendidikan modern. lembaga pendidikan keagamaan yang
Hal ini diperkuat dengan di undangkannya legalitas ijazahnya diakui oleh pemerintah
UU Sistem Pendidikan Nasional yang Indonesia. Model pendidikan ini, terdapat dua
ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. macam yaitu; Pendidikan Keagamaan yang
55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama kurikulumnya diatur oleh pemerintah dan
dan keagamaan memang menjadi babak baru Pendidikan Keagamaan yang kurikulumnya
bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan diatur sendiri.
di Indonesia, diakuinya adanya sekolah umum a) Pendidikan Keagamaan yang
yang berciri khas keagamaan yang merupakan kurikulumnya diatur pemerintah
pengakuan atas keberadaan Madrasah dan • Madrasah (Madrasah Ibtidaiyah,
sekolah Islam. Karena itu berarti negara telah Madrasah Tsanawiyah, dan
menyadari keanekaragaman model dan bentuk Madrasah Aliyah)
pendidikan yang ada di Indonesia. • Pendidikan Tinggi Agama Islam
Keberadaan peraturan perundangan (PTAI)
tersebut telah menjadi ”tongkat penopang” • Univesitas Islam (UI)
bagi Madrasah Diniyah. Karena selama b) Pendidikan Keagamaan yang
ini, penyelenggaraan pendidikan diniyah kurikulumnya diatur sendiri
ini tidak banyak diketahui bagaimana pola • Pondok Pesantren Mu’adalah
pengelolaannya. Tapi karakteristiknya (disamakan)
yang khas menjadikan pendidikan ini layak • Ma’had ‘Ali
untuk dimunculkan dan dipertahankan • Madrasah Diniyah
eksistensinya. Pendidikan Keagamaan non formal
Sebagian Madrasah Diniyah khususnya Pendidikan Keagamaan non-Formal adalah
yang didirikan oleh organisasi-organisasi lembaga pendidikan keagamaan yang legalitas
Islam, memakai nama Sekolah Islam, Islamic ijazahnya tidak diakui oleh pemerintah
School, Norma Islam dan sebagainya. Setelah Indonesia. Keterangan lebih lanjut mengenai
Indonesia merdeka dan berdiri Departemen Pendidikan Keagamaan Non Formal telah
Agama yang tugas utamanya mengurusi dijelaskan secara rinci dalam PP no. 55 tahun
pelayanan keagamaan termasuk pembinaan 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan
Sumber Bacaan
M. Dian Nafi’ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren,
Sa’dullah Affandy, Menyoal Status Agama-Agama Pra Islam (Bandung: Mizan, 2015).
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI Press, 2001), Jilid 1, 3.
H.M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011)
Haidar Putra Dauly, Pendidikkan Islam dalam System Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta; Pranada Media, 2004),
Hasbullah, Sejarah Pendidikkan Islam Lintas Sejarah Perubahan dan Perkembangan, (Jakarta; LKiS, 2004),
Akmal Hawi, Otonomi Pendidikan dan Eksistensi Madrasah, Jurnal Madrasah dan Pendidikan Agama Islam Quantum No.1,
(Sulsel; MDC, 2006),
Abdurrahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Grafindo Persada, 2004),
Ari Furchan, Tranformasi Pendidikan Islam Indonesia, (Bandung: CV. Bumi Aksara, 2005),
Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998),
Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009),
H. Amin Haedari, Transformasi Pesantren, (Jakarta: LekDis dan Media Nusantara, 2006),
Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998),
30, Himpunan Perundang-Undangan, Standar Nasional Pendidikan, (Bandung: FokusMedia, 2008), 2. Lihat juga
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
Affandi Mochtar, Pendidikan Islam; Tradisi Keilmuan dan Modernisasi, (Yogyakarta: Pustaka Isfahan, 2008),
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-esai Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
Edisi Budaya | 89
Dungo
D
ungo (bahasa Jawa) berasal dari
kata do’a yang diambil dari bahasa
Arab yaitu al-du’a berarti memanggil,
mengundang, meminta tolong, memohon,
dan sebagainya. Do’a dalam al-Qur’an memiliki
banyak arti, diantaranya al-Nida’ (panggilan),
al-Thalab (permintaan), al-Qaul (perkataan/
ucapan), al-‘Ibadah (ibadah), al-Isti’anah
(minta pertolongan). Dungo dapat diartikan,
Illustrasi santri sedang berdoa.
permintaan seorang hamba kepada Tuhan. Sumber http://www.andikafm.com/news/detail/2036/1
Istilah Dungo berakar pada Bahasa Arab perubahan. Islam datang ke Nusantara dan
yaitu Do’a Istilah tersebut kemudian dijawakan mengubah tradisi dungo menjadi dungo yang
menjadi Dungo. Kata dungo dalam masyarakat bernafas Islam.
Islam Jawa memiliki kemiripan dengan kata
jampi. Dalam masyarakat Indramayu terdapat Datangnya tokoh Wali Songo di bumi
istilah “dungo sholat, dungo zakat, dungo Nusantara memiliki jasa besar dalam
puasa” atau “jampi sholat, jampi zakat, jampi mengislamkan Nusantara, khususnya Jawa.
puasa”, dan sebagainya. Persamaan makna dua Wali Songo memiliki metode dakwah dan
istilah itu, masih ditemukan sampai sekarang. pengajaran Islam yang unik, sehingga Islam
dengan cepat menyebar di belahan pelosok
Fungsi Dungo Nusantara. Wali Songo menyebarkan ajaran
Masyarakat Nusantara, khususnya Jawa Islam dengan tanpa membrangus tradisi yang
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu ada di Nusantara. Mereka memberi ruh ajaran
mengaturkan do’a. Dungo memiliki beberapa Islam pada tradisi tersebut.
fungsi, di antaranya: Masyarakat Nusantara boleh melakukan
1. Sebagai bentuk penghambaan makhluk ritual mapag sri (ritual yang dilakukan
pada sang Khaliq2. Sebagai amal ibadah masyarakat Jawa menjelang musim tanam
3. Sebagai solusi dalam permasalahan dunia padi), tetapi ritual tersebut kemudian diisi
dan akhirat dengan dzikir dan tahlil bersama. Ketika
4. Sebagai media untuk meningkatkan salah satu keluarga hamil, masyarakat Jawa
dimensi spritual. biasanya mengadakan ritual, tetapi ritual itu
Titik singgung Istilah Dungo dengan tidak dihilangkan oleh Wali Songo, cuma ritual
Islam Nusantara itu diisi dengan membaca al-qur’an, biasanya
membaca surat Muhammad, al-Rahman,
Praktek dungo dalam masyarakat
Maryam, dan Yusuf.
Nusantara, sebelum datangnya Islam itu
memiliki dua bentuk: pertama, ritual dengan Tradisi yang dibangun Wali Songo masih
mengucapkan jampi; dan kedua, hanya dapat dijumpai hingga sekarang, khususnya
mengucapkan jampi. Dungo ditunjukkan dalam masyarakat Jawa.
pada roh nenek moyang dan dewa-dewa Sumber Bacaan
(dalam tradisi Hindu-Bhuda). Seiring dengan
Syukriadi Sambas dan Tata Sukayat, Epistimologi Doa,
berjalanya waktu, tradisi itu mengalami (Bandung: TPK Warois, 2002).
K
esultanan Ternate adalah salah satu perayaan yang berbeda-beda.
kesultanan Islam tertua yang ada di
Salah satunya adalah yang dilakukan oleh
Nusantara wilayah timur. Kesultanan
masyarakat Muslim di Kesultanan Ternate.
tersebut berdiri sejak tahun 1257 M dan masih
Mereka menyambut, menyemarakkan, dan
eksis hingga saat ini. Selama berabad-abad
merayakan Malam Lailatul Qadar dengan
lamanya, kesultanan tersebut tumbuh dan
sebuah tradisi yang unik dan khas, yaitu “Ela-
berkembang sebagai kekuatan yang besar di
ela”.
kawasan timur Nusantara, termasuk menjadi
kekuatan politik dan ekonomi. Ela-ela sendiri dalam bahasa lokal Ternate
berarti “obor” atau “suluh”. Pada malam 27
Kesultanan Ternate juga mewariskan
Ramadhan yang diyakini sebagai Malam
khazanah dan identitas kebudayaan Islam
Lailatul Qadar, masyarakat Muslim Ternate
yang unik, kaya, dan khas. Di antara warisan
di pelbagai pelosok menggelar tradisi “Ela-
budaya dan tradisi keislaman khas Kesultanan
ela” untuk menyambut, menyemarakkan, dan
Ternate yang turun temurun dari dulu hingga
memeriahkan malam sakral tersebut.
kini adalah “Ela-ela” dan “Kolano Uci Sabea”.
Setiap rumah di Ternate, pada malam 27
Ramadhan, memasang obor di pekarangan
Ela-Ela rumah mereka dan menyalakannya, sebagai
ungkapan sambutan mereka akan datangnya
Ela-ela adalah sebuah festival rutin
Malam Lailatul Qadar yang disucikan dan
tahunan yang diselenggarakan untuk
diberkati. Pada malam tersebut seluruh
memeriahkan dan menyemarakkan Malam
perkampungan di Ternate tampak terang
Lailatul Qadar pada tanggal 27 Ramadhan.
benderang dan semarak oleh cahaya obor yang
Malam Lailatul Qadar adalah malam yang
menyala di setiap sudut.
istimewa sekaligu sakral dalam kepercayaan
umat Muslim, di mana malam tersebut Selain menyalakan obor di pekarangan
dikatakan dalam al-Qur’an sebagai malam masing-masing rumah, masyarakat
yang lebih baik dari seribu bulan, malam yang juga menggelar ritual bersama selepas
diberkati, ketika malaikat turun ke bumi, melaksanakan shalat tarawih berjamaah.
ketika doa-doa yang dipanjatkan oleh siapapun Selesai tarawih, masyarakat berkumpul di
akan didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT. halaman masjid sambil melaksanakan do’a
bersama, sekaligus menggelar pengajian
Umat Muslim dianjurkan untuk
dan tausiah keagamaan yang disampaikan
merayakan malam yang istimewa dan sakral
oleh pemuka agama, di mana masyarakat
ini dengan memperbanyak ibadah, dzikir,
diingatkan untuk selalu menjaga ketakwaan
do’a, munajat, dan melakukan amal-amal
kepada Allah, mematuhi perintahNya dan
kebajikan lainnya. Seluruh umat Muslim
menjauhi laranganNya, senantiasa beramal
di pelbagai negeri di dunia, memperingati,
saleh, berbuat baik kepada sesama manusia
menyemarakkan, dan menyambut kedatangan
dan alam semesta, serta berpegang teguh pada
Malam Lailatul Qadar dengan berbagai macam
nilai-nilai luhur agama Islam.
Edisi Budaya | 93
di Masjid Agung Kesultanan Ternate. Sang
Sultan keluar untuk menemui rakyat sekaligus
bersilaturahim dengan mereka.
Dalam budaya Kesultanan Ternate, Sultan
melaksanakan “Kolano Uci Sabea” hanya 4
kali dalam setahun, yaitu pada malam tanggal
15 Ramadan (malam Qunut), malam ke-27
Ramadan (malam Ela-ela/Lailatul Qadr), Hari
Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha.
Namun, khusus untuk “Kulano Uci Sabea”
yang dilakukan pada malam “Ela-ela” atau
Malam Lailatul Qadar, ada nuansa yang khas
Setelah itu, masyarakat menggelar pawai
dan tersendiri.
obor mengelilingi kampung. Ratusan warga
ikut serta dalam pawai ini, mulai dari anak- Pada malam 27 Ramadhan, selepas
anak hingga orang tua. Hampir di setiap berbuka puasa menjelang waktu isya, Sultan
rumah warga di masing-masing kelurahan, keluar istana dengan disertai iring-iringan
terdapat ela-ela. Masing-masing rumah seluruh pembesar dan perangkat kesultanan.
menyediakan tiga sampai empat ela-ela, baik Sultan duduk di atas kursi tandu yang ditandu
yang terbuat dari bambu ataupun botol bekas oleh beberapa pengawalnya. Rombongan
minuman. Ela-ela yang disiapkan warga ini pengiring Sultan juga membawa umbul-umbul
untuk dinyalakan usai salat Tarawih. dan panji-panji kesultanan, dengan diiringi
alunan musik khas Kesultanan Ternate yang
Selama pawai, dalam perjalanan mereka
disebut “Cika Momo” dan dibunyikan dari
juga melantunkan shalawat kepada Nabi
seperangkat Gamelan pemberian Sunan
Muhammad, doa-doa kebaikan, dan juga puji-
Gresik.
pujian.
Rombongan iring-iringan Sultan tersebut
Pawai “Ela-ela” ini bukan hanya ajang bagi
melewati jalan menuju Masjid Agung
masyarakat untuk menyambut kedatangan
Kesultanan yang tak jauh dari istana, yang
Malam Lailatul Qadar semata, tetapi juga
di samping kanan-kiri jalan diterangi dengan
sebagai ajang silaturahim, saling berbagi,
obor “Ela-ela”, dan dipenuhi oleh barisan
mengaji, melantunkan shalawat kepada Nabi
masyarakat Ternate.
dan memanjatkan do’a bersama, mengingat
tradisi leluhur dan sejarah Islam di Ternate, Sultan dan rombongan istana lalu
sekaligus mengkampanyekan syiar Islam melaksanakan shalat isya dan tarawih
dengan festival khas yang sarat akan kearifan berjamaah di Masjid Agung Kesultanan yang
lokal. diimami oleh Imam Besar Kesultanan yang
sekaligus menjabat sebagai Qadhi dan Mufti
Kesultanan. Sultan duduk di barisan paling
Kolano Uci Sabea depan, tepat di belakang imam.
Berasamaan dengan perayaan “Ela-ela”, Masjid Agung Kesultanan dibangun pada
berlaku pula perayaan tradisi khas Islam tahun 1606 M, tepatnya saat masa-masa akhir
Kesultanan Ternate lainnya, yaitu “Kolano Uci kekuasaan Sultan Saidi Barakat Syah bin Sultan
Sabea”. Babullah Syah (memerintah pada tahun 1583-
“Kolano Uci Sabea” sendiri dalam bahasa 1606 M), yang dilanjutkan oleh puteranya,
lokal Ternate berarti “Raja (Kolano) Turun Sultan Muzaffar Syah bin Sultan Saidi Barakat
Shalat (Uci Sabea)”. Maksudnya, pada saat Syah (memerintah pada tahun 1607-1627 M).
itu, Sultan Ternate akan keluar dari istana Setelah pelaksanaan shalat tarawih
dan shalat berjamaah dengan masyarakat berjamaah, sang Sultan akan kembali ke istana
Edisi Budaya | 95
96 | Ensiklopedi Islam Nusantara
F
Fida’
Fida’
F
ida’ ialah sebuah ritual keagamaan yang sudah datang, maka pelaksanaan fida’ akan
kebanyakan kegiatannya berisi doa- segera dimulai. Urutan bacaan yang dibaca
doa dan bacaan kalimat thayyibah. Fida’ adalah sebagai berikut:
menurut bahasa dari kata fidyah yang artinya
1. Tawasul kepada Nabi Muhammad SAW
tebusan. Akan tetapi dalam pengetahuan
ُ ﻟﻤ ْﺼ َﻄﻰﻔ َﺳ�ْﺪﻧَﺎ ُﺤﻣَ َّﻤﺪ َﺻ َّﻰﻠ
اﷲ ُ ْ اﺠَ� ا ّ ﺮﻀ ِة َ ْ ﻰﻟ َﺣ َ ِا
umum fida’ ialah penebusan diri pribadi dari ٍ ِ ِ
api neraka. ِّ ٌ ْ َ َ َ ّ ُ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ِ ِ َﻋﻠَ�ْ ِﻪ َو َﺳﻠَّ َﻢ َو
ﺊ ِﺑ �اﺟ ِﻪ واوﻻ ِدهِ وذ ِرﻳﺎﺗِﻪ ﺷ
ِ ا� وازو
َ ْ َُ
Awal mula munculnya fida’ dilatarbelakangi ﺎﺤﺗَﺔ ِ ﻟﻬ ُﻢ اﻟﻔ
oleh keyakinan dengan sebuah hadits Nabi
Muhammad saw yang menjelaskan tentang 2. Tawasul kepada para Nabi dan Rasul
tebusan kepada diri sendiri dari api neraka, kemudian membaca surat al-Fatihah
yang lebih terkenal dengan dengan sebutan sekali
fida’. َ ْ ﻟﻤ ْﺮ َﺳﻠ ُ ْ ﻷﻧْﺒ�َﺎ ِء َوا َ ْ َ َْ َ ْ َ َّ ُ
ﻦﻴ ِ ِ ات ِإﺧﻮاﻧِ ِﻪ ِﻣﻦ ا ِ ﻋﻢ ِاﻰﻟ ﺣﺮﻀ
َ اﻟﺼ َّ ﻦﻴ َو َ ْ اﻟﺼﺎﺤﻟ َّ اﻟﺸ َﻬ َﺪا ِء َوُّ َ َ ْ
ﺤﺎﺑَ ِﺔ َواﻻ ْو ِ�َﺎ ِء و
Fida’ atau Ataqoh sebagian menyebut
Syarwa adalah pengungkapan yang umum ِِ
َ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ َ َ ْ َّ َ
untuk bacaan berupa surat Al-Ikhlas atau ﻟﻤﻼﺋِﻜ ِﺔ ﻤﺟ� ِﻊ ا ِ واﺤﻛﺎﺑِ ِﻌﻦﻴ واﻟﻌﻠﻤﺎ ِء اﻟﻌﺎ ِﻣ ِﻠﻦﻴ و
tasbih atau tahlil atau yang lain dalam bilangan
ﺎن َ ْ ُ َ َ ْ َ َ َ َ ِّ َ َ َ َ
ٰ ﺧﺼ ْﻮﺻﺎ ً ِاُ ﻦﻴ َ ْ ﻟﻤ َﻘ َّﺮﺑ ُ ْا
tertentu dengan harapan Allah membebaskan ِ ﻲﻟ ﺣﺮﻀ ِة ﺳ�ﺪﻧﺎ وﻣﻮﺠﺎ ﺳﻠﻄ ِ
ُﺮﺳه َّ ﻼ� ﻗَ َّﺪ َس اﷲ َ َْ َ ْ ْ َ ْ َّ َ َْ ْ
dari neraka terhadap orang yang membaca, ِ ِ �اﻻو ِ�ﺎ ِء اﻟﺸ� ِﺦ ﻗﺒ ِﺪاﻟﻘﺎ ِد ِر اﺠﻟ
atau orang mati yang dibacakan amalan fida’
ﻦﻴَ ْ اﻟْ َﻌﺰﻳْﺰ ﺛﻢ اﻰﻟ ﻤﺟ�ﻊ ا َ ْﻫﻞ اﻟْ ُﻘﺒُ ْﻮر ﻣ َﻦ اﻟ ْ ُﻤ ْﺴﻠﻤ
ini. Sekarang ini sering dijumpai amalan fida’ ِِ ِ ِ ِ ِ
َ َ َ َ ْ ُ َْ َْ ْ ُْ َ َ ْ ُْ َ
yang dilakukan di Jawa pada hari ketujuh ﺎرق ِ ﺎت ِﻣﻦ ﻣﺸ ِ ﺎت واﻟﻤﺆ ِﻣ ِﻨﻦﻴ واﻟﻤﺆ ِﻣﻨ ِ واﻟﻤﺴ ِﻠﻤ
َ ََْ َ َ َْ َ َ َّ َّ َ َ َ ْ
اح اﺑَﺎﺋِﻨَﺎ ِ اﻻ ْر ِض ِاﻰﻟ ﻣﻐ ِﺮﺑِ ِﻬﺎ ﺑ ِﺮﻫﺎ وﺤﺑ ِﺮﻫﺎ و ِاﻰﻟ ارو
atau hari pertama dari wafatnya seseorang,
utamanya bagi pengamal tarekat.
َ َ َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ َ َّ ُ
Tujuan utama dari kegiatan fida’ ini ﺎﺨﻳﻨَﺎ َوﻣﺸﺎ�ِ ِﺦ ِ ِ َواﻣﻬﺎﺗِﻨﺎ َواﺟﺪا ِدﻧﺎ َوﺟﺪاﺗِﻨﺎ َوﻣﺸ
َ ْ َ ّٰ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
ialah untuk penebusan dosa atau memohon .ﺎﺤﺗﺔِ ﺑ ﻬﻟ ُﻢ اﻟﻔ ِ ِ ﺎﺨﻳﻨﺎ واﺳﺎﺗِﺬاﺗِﻨﺎﺷ�ﺊ ِ ِ ﻣﺸ
ampunan kepada Allah SWT atas segala dosa
yang dilakukan semasa hidup. Sama sepertinya 3. Membaca Istigfar sebanyak 7 kali
ْ َ ُ ََْْ
اﷲ اﻟ َﻌ ِﻈ�ْﻢ
pelaksanaan tahlil, fida’ secara sosial juga
dimaksdukan untuk selalu menjalin ukhuwah
أﺳﺘﻐ ِﻔﺮ
Islamiyah dan syiar agama Islam. 4. Membaca Shalawat sebanyak 7 kali
ُ َ َ ِّ ِّ ّ
اﻟﻠ ُﻬ َّﻢ َﺻﻞ َو َﺳﻠ ْﻢ َﺒﻟ َﺳ�ِّ ِﺪﻧﺎ ﺤﻣ َّﻤ ٍﺪ
Tahap-tahap pelaksanaan Fida’
5. Membaca Shalawat kamaliyah 7 kali
Dalam pelaksanaan zikir fida’ secara teknis
ُ
ialah setelah melaksanakan shalat magrib, �� اﻢﻬﻠﻟ ﺻﻞ وﺳﻠﻢ وﺑﺎرك ﺒﻟ ﺳ�ﺪﻧﺎ ﺤﻣﻤﺪ وﺒﻟ
seluruh jamaah fida’ berkumpul di mushalla,
�ﻛﻤﺎ ﻻﻧﻬﺎ�ﺔ ﻟﻜﻤﺎﻟﻚ ﻋﺪد ﻛﻤﺎ
jika ustaz atau kyai yang biasa memimpin
Edisi Budaya | 99
6. Membaca La ilaha illallah sebanyak 1000 َ ْ ُ َ َّ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ
ﺮﺼﻧﺎ واﻗﻒ ﻗﻨﺎ واﻏ ِﻔﺮ ﺠﺎ وارﻤﺣﻨﺎ أﻧﺖ ﻣﻮﻻﻧﺎ ﻓﺎﻧ
kali َ َ َّ َ َ ُ ْ ُ ُ َ َ َ ْ َ ْ َْ َ َْ
َّ َ َﺒﻟ اﻟﻘ ْﻮمِ اﻟﺎﻜﻓِ ِﺮﻳﻦ .رﺑﻨﺎ ﻻ ﺗ ِﺰغ ﻗﻠﻮﺑﻨﺎ ﻧﻌﺪ ِإذ
ﻻ ِإ َ� ِإﻻ اﷲ ﺖ اﻟ ْ َﻮ َّﻫ ُ ﻚ أَﻧ ْ َ
َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ ْ َ ً َّ َ
ﺎب. ﻫﺪ�ﺘﻨﺎ وﻫﺐ ﺠﺎ ِﻣﻦ �ﻧﻚ رﻤﺣﺔ ِإﻧ
7. Doa ً
اﺿ�َﺔ َ ِّ َ َ َ َ َّ ُ َ َّ ْ ُ ْ ُ ْ َ َّ ُ ْ
�ﺎﻛﻓﺘﻬﺎ اﺠﻔﺲ اﻟﻤﻄﻤﺌِﻨﺔ ار ِﺟ ِﻲﻌ إِﻰﻟ رﺑ ِﻚ ر ِ
اﻟﺮﺟ�ْﻢ ِۢ .اﻟﻞ َّ اﻟﺸ�ْ َﻄﺎن َّ َ َّ َ ُُْ َّ ْ ُ ً َ ْ ُ
اﻟﺮ ِﻤﺣﻦ ِ ِ ِ ِ ﻦ ﻣ
ِ ِ ﺎﺑ أﻋﻮ ِ
ﺑ ذ َﻣ ْﺮ ِﺿ َّ�ﺔ ﻓﺎدﺧ ِﻲﻠ ِﻲﻓ ِﻋﺒَﺎ ِدي َوادﺧ ِﻲﻠ َﺟﻨ ِﻲﺘَ .ر َّﺑﻨَﺎ
َّ ﻟﻌﺎﻟﻤ ْﻦﻴ ً . َ ْ
ْ ُ ِّ َ ِّ َ ْ َ
ﻤﺣﺪا اﻟﺸﺎ ِﻛ ِﺮﻳْ َﻦ اﻟﺮ ِﺣ� ِﻢ .اﺤﻟْﻤﺪ ِﺑ رب ا ِ
َّ ْ َ �ﻦ َﺳﺒَ ُﻘﻮﻧَﺎ ﺑ ْ َ ا� َ ْ ْ َ َ َ ْ َ َّ
ﺎن َوﻻ ﺎﻹ�ﻤ ِ ِ ِ ﻹﺧ َﻮاﻧِﻨﺎ ِ اﻏ ِﻔﺮ ﺠﺎ و ِ ِ
ﺊ َﻣ ِﺰﻳْ َﺪه . ﻜﺎﻓ ُ ََُ َُ َ
�ﻮ ِاﻲﻓ ﻧِﻌﻤﻪ وﻳ ﻦﻴَ ،ﻤﺣْ ًﺪا َ اﺠﺎﻋﻤ ْ َ ﻤﺣﺪا َّ ً ُ ُ َ ًّ َّ َ َ ُ َ َّ َ َّ َ َ ُ ٌ ََْْ
ِ ِِ ﺜ�ﻦ آﻣﻨﻮا رﺑﻨﺎ ِإﻧﻚ رءوف ﺠﺗﻌﻞ ِﻲﻓ ﻗﻠﻮﺑِﻨﺎ ِﻏﻼ ﻟ ِ ِ
َ ْ َ ﻤﻤ ُﺪ َﻛ َﻤﺎ �ﻨْﺒَ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ َُْ
ﻲﻐ ﺠﻟَﻼ ِل َوﺟ ِﻬﻚ َو َﻋ ِﻈ�ْ ِﻢ اﺤﻟ ْ ْ َ َْ َ َ َ
ِ �ﺎ رﺑﻨﺎ ﻟﻚ �ﻢَ .ر َّﺑﻨَﺎ ﻇﻠ ْﻤﻨَﺎ أﻏﻔ َﺴﻨَﺎ َوإِن ﻟ ْﻢ ﻳﻐ ِﻔ ْﺮ ﺠَﺎ َوﺗ ْﺮﻤﺣْﻨَﺎ َرﺣ ٌ
ِ
َّ ُ ْ َ َ َ ّ ُ َّ َ ِّ َ َ ِّ ْ َ َ َ ِّ َ ُ ُّ ْ َ َ َ َ ً َ َ َّ َ َ ْ
َﺠَﻜﻮﻏﻦ ِﻣ َﻦ اﺨﻟﺎﺮﺳ َ َّ َ ُ
ﺳﻠﻄﺎﻧِﻚ .أﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ وﺳﻠﻢ ﺒﻟ ﺳ� ِﺪﻧﺎ ﺤﻣﻤ ٍﺪ ِﻲﻓ ﻳﻦ .رﺑﻨﺎ آﺗِﻨﺎ ِﻲﻓ ا�ﻏ�ﺎ ﺣﺴﻨﺔ
ْ ْ َ َّ ْ َ َ َ ِّ َ َ ِّ ْ َ َ ِ ِ
ﻷﺧ ِﺮﻳْ َﻦ. ا ﻲﻓ ﺪ ﺒﻟ َﺳ�ِّﺪﻧﺎ َ ُﺤﻣ َّ
ﻤ اﻷو ِﻟﻦﻴ .وﺻﻞ وﺳﻠﻢ َ ْ َ َ َ َ ً َ َ َ َ َ َّ َ َ َّ ُ َ َ
ِ ٍ ِ ِ ﺎر .وﺻﻰﻠ اﺑ ﺒﻟ و ِ� ا� ِﺧﺮ ِة ﺣﺴﻨﺔ وﻗِﻨﺎ ﻋﺬاب اﺠ ِ
ْ ْ ِّ ُ ُ َّ َ َ ِّ َ ِّ ْ َ َ َ ِّ َ َ ْ َ ََ َ ََ َ ُ ْ َ َ
َّ
ﺖ َو ِﺣﻦﻴ. َوﺻﻞ َوﺳﻠﻢ ﺒﻟ ﺳ� ِﺪﻧﺎ ﺤﻣﻤ ٍﺪ ِﻲﻓ ﻞﻛ َوﻗ ٍ ﺤﺎن آ� وﺻﺤ ِﺒ ِﻪ وﺑﺎرك وﺳﻠﻢ .ﺳﺒ
َ ِّ َ ُ َّ َ َ
ﺳ� ِﺪﻧﺎ ﺤﻣﻤ ٍﺪ َوﺒﻟ ِ ِ
ْ َ َْ َ َ ُ ِّ َ ِّ
َو َﺻﻞ َو َﺳﻠ ْﻢ َﺒﻟ َﺳ�ِّ ِﺪﻧﺎ ﺤﻣ َّﻤ ٍﺪ ِﻲﻓ اﻤﻟﻼء اﻷﺒﻟ إِﻲﻟ ْ َ َ ْ ُ َ َ
َر ِّﺑﻚ َر ِّب اﻟ ِﻌ َّﺰ ِة ﻗ َّﻤﺎ �َ ِﺼﻔ ْﻮن َو َﺳﻼ ٌم َﺒﻟ اﻟ ُﻤ ْﺮ َﺳ ِﻠﻦﻴ
ْ َ
ْ
ا�� ْ ِﻦ . �ﻮمِ ِّ َ ْ َ ْ
َواﺤﻟ ْﻤ ُﺪ ﺑ ِ َر ِّب اﻟ َﻌﺎﻟ ِﻤﻦﻴ.
ْ
أن َ ّ ُ َّ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ َ َ َ ُ َ ْ ُ ْ
أﻟﻠﻬﻢ اﺟﻌﻞ وأو ِﺻﻞ ﺛﻮاب ﻣﺎ ﻗﺮأﻧﺎه ِﻣﻦ اﻟﻘﺮ ِ Tata cara pelaksanaan zikir fida’ sama
Sumber Bacaan
Khotim Ahsan, Nilai-nilai Pendidkan Sosial dalam Kegiatan Fida’ di Kelurahan Tingkir Tengah, Kota Salatiga, Tahun
2014-2015, Skripsi, IAIN Salatiga, 2015.
G
ending dalam bahasa Jawa awal yang memakai kata Jipang, seperti Jipang
mulanya berarti “ahli pembuat Lontang, Jipang Keraton, Jipang Wayang dan
gamelan”. Di kemudian hari, Gending lainnya. Dari berbagai istilah gendingan ini
dipakai untuk bunyi instrumental atau lagu kiranya para leluhur pada waktu yang lampau
yang berasal dari bunyi gamelan. Sementara telah secara khusus mengelompokkan lagu-
menurut Rd. Machyar Anggakusumadinta, lagu itu menurut fungsi dan pembawaannya.
Gending ialah aneka suara yang didukung
Sebagai alat pengiring, gending dapat
oleh suara-suara tetabuhan. Pengertian suara
berfungsi sebagai pengiring instrumental
tetabuhan ini tidak terbatas gamelan tetapi
tembang/pupuh, seperti pembacaan Macapat,
termasuk pula angklung, calung, kacapi,
serta pengiring pementasan kesenian, seperti
suling, gambang, rebaban, padindang, suling,
pagelaran wayang, pementasan (tari-tarian,
dan sebagainya.
wayang orang, ketoprak, dan lain-lain),
Secara umum orientasi gending dalam pengiring ritual adat, dan hiburan lepas
lagu cenderung pada alat-alat yang bernada, (karawitan). Bahkan gending juga dapat
sekalipun ada pula yang tidak bernada, seperti berfungsi sebagai; (a) rasa kelenganan (mengisi
kendang, dogdog, kohkoh dan lainnya. Dalam waktu santai); (b) iberan atau pemberitahuan;
keseniaan Sunda, apabila alat instrument ini (c) penghantar upacara; (d) pengiring/pririgan;
dipakai secara mandiri untuk permaian dalam (e) pemberi suasana; (f) pengungkap ceritra.
alunan bunyi suatu pagelaran biasa disebut Berdasarkan fungsinya itu, muncul beberapa
Karesmian Padindangan. Sementara bunyi alu istilah seperti Gending Jawa, Gending
dan lesung telah mempunyai nama tersendiri Karawitan, Gending Palembang, dan lain-lain.
yang telah dikenal yaitu Tutunggulan.
Khusus Gending Jawa di sini dijelaskan
Pengembangan makna gending secara khusus Gending pengiring wayang
menunjukkan bahwa instrumental ini karena lebih kompleks bentuknya dan juga
berkembang dinamis tidak hanya di Jawa bersifat universal. Berdasarkan adegan
tetapi di seluruh Nusantara. Gending juga pementasan wayang, Gending dapat
menggambarkan bahwa budaya Nusantara dikelompokkan menjadi empat kegunaan,
sangat terbuka, menerima budaya-budaya baru yaitu: Pertama, petolan yang dalam bahasa
asalkan “bergandeng”, berirama dan terpenting Jawa berasal dari kata “Talu” (mulai atau
harmonis. Satu dengan lainnya tidak terpecah mengawali), sehingga petolan berarti gending
dan bertabrakan sehingga merusak irama yang pembukaan atau gending-gending untuk
harmonis yang dikeluarkan masing-masing mengawali sebuah acara.
instrument.
Gending petolan umumnya
Dalam Gending Jawa, beberapa istilah mengungkapkan suatu harapan dan doa.
yang menunjukkan identitas gendingan Misalnya Landrang Slamet atau Landrang
ialah Landrang, seperi Landrang Slamet atau Wilujeng dengan maksud agar acara yang
Landrang Wilujeng Karawitan, dan lain-lain. digelar dapat berlangsung selamat. Termasuk
Sementara beberapa istilah yang menunjukkan gending petolan ialah Landrang Cucur Bawuk,
identitas gendingan Karawitan adalah lagu Pareanom, Banteng Wareng, Widosari, Ayak-
d i g u n a k a n
Sabrangan atau Bodet) yakni kumpulan
menyesuaikan adegan raja/kerajaan yang
bala tentara dari seberang lautan yang
dipentaskan. Misalnya untuk kerajaan
tidak sedaratan dengan kerajaan pada
Hastina dipakai Gending Kabor –yang
Jejer I yang konotasinya adalah berada
memiliki arti kabur, tidak jelas, tidak ada
di Tanah Jawa. Gending yang dipakai
visi dan misi. Sedangkan untuk kerajaan
adalah Majemuk, Remong, Gliyung, Peksi
Amerta atau Pandawa menggunakan
Kuwung.
Gending Kawit atau Kawah –yang memiliki
makna awal dari sebuah rencana yang Ketiga, Gending Babak Kedua (Patet
terdapat visi dan misi dan terprogram. Songo) yang memuat beberapa agedan, yaitu:
Pada adegan ini jika mengharuskan ada (a) Goro-goro di mana gending yang diawali
peperangan maka perangnya disebut dengan sempek Banyumasan atau lainnya,
“perang rempak” atau perang yang tidak lalu diteruskan dengan Gending Dolanan atau
berlanjut dan akan dilanjutkan setelah Gending-gending Jineman; (b) Jejer III (jejer
beberapa adegan berikutnya. Gending Pandito) yang menampilkan adegan yang
yang dipakai ialah Srempeg/sampak. menceritakan sebuah pertapaan. Gending yang
dipakai antara lain Gending Lara-lara supaya
2. Gending untuk mengiringi datangnya
terenyuh. (c) Perang Kembang sebagai adegan
tamu. Jika dalam adegan Jejer ada tamu
selingan. Gending pengiring yang umum
yang datang maka untuk mengiringi
dipakai pada adegan ini adalah Srempek,
datangnya tamu juga ada gending-gending
Palaran, Sampak Pathet Songo atau Pelog Pthet
khusus, misalnya Landrang Mangu,
Barang. (d) Jejer IV diiringi Gending Renyep,
Landrang Diradameta, Lindrang Srikaton.
Gambir Sawit, Bendrong; (e) Perang Pupuh
3. Gending pengiring adegan Jengkar dengan iringan gending Srempeg/Sampak.
Kedaton digunakan Ayak Nawung
Keempat, Gending Babak III (Patet
4. Gending pengiring adegan Limbukan Manyura) terdiri beberapa agedan, yaitu:
memakai Gleyongan, Ginonjing, dan (a) Jejer V dengan iringan Gending Kutut
Gending Dolanan Manggung, Pucung, Ricik-ricik, Liwung, dan
5. Gending pengiring adegan Bodolan Landrangmanis; (b) Perang Brubuh dengan
memakai Nebo, Majemukan, atau iringan Gending Srempek, Sampak, Ayak-ayak;
Srempek Mediun. dan (c) Penutup dengan iringan Gending Ayak-
ayak, Pamungkas.
6. Gending pengiring Jejer II (Jejer
Sumber Bacaan
Bachtiar, Harsja, “The Religion of Java: a Commentary”, Madjalah Ilmu Sastra Indonsia. V 5 NI, 1973
Ensiklopedi Wayang, Jakarta: Balai Pustaka, 1979
Holt, Claire, Art in Indonesia, Cornell UP, Ithaca, 1967
Poedjosoebroto, R, Wayang: Lambang Ajaran Islam, Jakarta: Pradnya Paramita, 1978
Sudiyanto Pandji, Mengenal Gending Jawa, S.Pandji Online
K
ecenderungan kepada seni merupakan medan pertempuan, para perempuan Arab
salah satu kodrat manusia, dengan juga sering memainkan rebana untuk melepas
pengertian banyak di antara manusia para pemuda dan membangkitkan semangat
yang memiliki jiwa seni yang berkembang berperang.
menurut bakat dan minat masing-masing.
Di Indonesia bila disebut istilah hadrah
Kesenian merupakan bagian yang sangat
perhatian orang akan tertuju kepada sebuah
penting bagi pembentukan pibadi manusia,
bentuk kesenian dengan menggunakan
karena kesenian berfungsi menghaluskan
alat-alat musik tepuk yang memiliki hiasan
perasaan dan budi pekerti manusia.
kerincing logam di sekitar bingkainya, dibuat
Pandangan umat Islam Indonesia dari papan kayu yang dilobangi ditengahnya,
terhadap seni secara umum dirumuskan dan pada salah satu sisinya dipasang kulit
dalam musyawarah besar Seniman Budayawan kambing tipis yang telah disamak yang dikenal
Islam tahun 1961 sebagai berikut: “Islam dengan nama rebana atau terbangan di Jawa.
memperkenalkan karya segala cabang kesenian
Secara etimologi istilah hadrah berasal
untuk keluhuran budi (akhlak) dan untuk
dari kata ﺣﻀﺮﺓyang berarti “kehadiran.” Di
kehadirat Allah dan tidak berunsur asusila,
dalam tasawuf hadrah mengacu kepada jamaah
maksiat, cabul, dan syirik serta melanggar
yang di dalamnya melakukan zikir secara
larangan Allah dan Sunnah Rasul”.
kolektif. Menurut Trimingham, kebanyakan
Islam yang dibawa, sebagian, oleh orang tarekat Sufi memiliki bacaan zikir yang regular
Arab ke Nusantara juga dengan membawa di dalam majelis mereka yang dikenal dengan
tradisi dan kebudayaan Arab itu sendiri nama hadrah. Hadrah yang berarti kehadiran
termasuk bidang kesenian, tidak ketinggalan dimaksudkan bukan kehadiran Allah, namun
instrumen-instrumennya, walaupun tentu kehadiran Nabi Muhammad.
tidak mudah untuk memastikan kapan waktu
Secara sederhana, hadrah di dalam tasawuf
kesenian ini pertama kali diperkenalkan di
terdiri atas 2 bagian: pertama, pembacaan
Nusantara. Salah satu jenis kesenian yang
hizib tarekat dan doa lainnya yang terkadang
sangat populer dan terpengaruh dari Arab
diselingi dengan musik dan nasyid (lagu);
adalah kesenian musik dengan instrumen
kedua, melakukan dzikir yang diiringi dengan
rebana atau terbangan di Jawa, yang digunakan
musik dan lagu yang umumnya dimulai dengan
dalam marawis, qasidah, dan hadrah. Dalam
doa khusus yang disebut dengan fatihah az-
perkembangannya, alat musik rebana
dzikir. Hadrah berlangsung pada hari Jum’at
dijadikan sebagai simbol identitas kultural
atau malam Jum’at dan pada acara-acara
Islam di Nusantara.
khusus di dalam kalender Islam, atau pada saat
Kesenian qasidah dan lagu-lagu Arab kelahiran anak atau berkhitan. Pembacaan
sudah dinyanyikan semenjak zaman pra-Islam maulid Nabi merupakan aspek sangat penting
dan kesenian tersebut dipilih orang-orang di dalam majelis hadrah. Pelacakan hadrah ke
Arab pra-Islam sebagai penghibur pada malam dunia tasawuf ini paling tidak memberikan
hari atau pun di dalam perjalanan. Di dalam petunjuk ada kaitan antara tradisi musik
Sumber Bacaan
Abdul Khair, Sinoman Hadrah Seni Islam yang perlu mendapat perhatian, Jurnal Himmah Vol. IV No. 10 Edisi Mei –
Agustus, 2003,
Abdul Khair, Sinoman Hadrah Seni Islam,
Mahmudah Nur, Pertunjukan Seni Rebana Biang di Jakarta sebagai Seni Bernuansa Islam, Jurnal Penamas, Vol. 28,
Nomow 2, Juli-September 2015,
Junaidi, Estetika Terbang Hadroh Nuurussa’adah,
Ismail Yahya, Kebangkitan Muslim Tradisional di Surakarta, artikel di IBDA’: Jurnal Kebudayaan Islam, IAIN Purwokerto,
Vol. 14 Nomor 1 (2016: 51-56), jurnal terakreditasi DIKTI 2014,
B
erbeda dengan tradisi di negara-negara Meminta maaf atas segala bentuk
Arab yang menjadikan hari raya Idul kesalahan merupakan kewajiban dalam Islam.
Adha sebagai perayaan paling besar dan Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
paling meriah, di Indonesia kaum Muslimin Abu Hurairoh, Rosulullah saw bersabda:
menjadikan Idul Fitri sebagai hari raya
yang paling penting dan dirayakan dengan ﻣﻦ ﺎﻛﻧﺖ ﻋﻨﺪه ﻣﻈﻠﻤﺔ �ﺧ�ﻪ ﻓﻠ���ﻠﻠﻪ ﻣﻨﻬﺎ ﻓﺈﻧﻪ ﻟﻴﺲ
sangat meriah, sehingga pemerintah pun
ﺛﻢ د�ﻨﺎر وﻻ درﻫﻢ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ أن ��ﺧﺬ �ﺧ�ﻪ ﻣﻦ ﺣﺴﻨﺎﺗﻪ
menjadikannya libur nasional dengan waktu
paling lama dibandingkan hari libur lainnya. ﻓﺈن ﻟﻢ ��ﻦ � ﺣﺴﻨﺎت أﺧﺬ ﻣﻦ ﺳﻴﺌﺎت أﺧ�ﻪ ﻓﻄﺮﺣﺖ
Kaum Muslimin di Indonesia ﻋﻠ�ﻪ
memanfaatkan panjangnya hari libur pada
“Barang siapa melakukan kezaliman kepada
hari raya Idul Fitri untuk mengunjungi orang
saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan
tua, kerabat dan sanak famili. Di banyak
(dimaafkan) darinya, karena di akhirat tidak
daerah bahkan ada tradisi saling mengunjungi
ada lagi perhitungan dinar dan dirham,
rumah tetangga dan teman. Selain menjaga
sebelum kebaikannya diberikan kepada
silaturahmi, kunjungan pada hari raya Idul Fitri
saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan
di Indonesia digunakan sebagai kesempatan
lagi, maka keburukan saudaranya itu akan
untuk saling meminta maaf.
diambil dan diberikan kepadanya.”
Dalam berinteraksi sehari-hari, baik
Setiap kezaliman yang dilakukan manusia
dalam hubungan bisnis, maupun pertemanan,
kepada lainnya akan menjadi beban yang
manusia tidak luput dari kesalahan baik
sangat berat di akhirat jika tidak dimaafkan
dalam bentuk ucapan maupun tindakan,
oleh orang yang terzalimi sebagaimana
disengaja maupun tidak disengaja. Tradisi
diingatkan oleh Rasulullah saw dalam hadits
saling meminta maaf pada hari raya Idul Fitri
yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar bahwa
di Indonesia menjadi kesempatan yang sangat
kezaliman akan menjadi biang kegelapan di
baik untuk memperbaiki hubungan-hubungan
hari kiamat. Oleh karena itu meminta maaf
yang kurang harmonis antar saudara, teman,
atas kesalahan merupakan hal yang sangat
bahkan rekan bisnis.
penting karena berkaitan dengan keselamatan
Meskipun meminta maaf atau saling seseorang di akhirat kelak.
memaafkan merupakan kewajiban bagi umat
Salah faham dan perasaan tersinggung
Islam, namun ada kalanya orang merasa
juga sering terjadi di antara manusia. Hal ini
canggung bahkan gengsi untuk melakukannya.
jika tidak segera diselesaikan terkadang bisa
Dengan adanya tradisi saling memaafkan pada
menjadi bibit permusuhan yang akhirnya
hari raya Idul Fitri, hal tersebut lebih mudah
menjerumuskan manusia kedalam neraka.
dan lebih nyaman untuk dilakukan.
Ucapan dan tindakan yang tidak sengaja
Melakukan sungkem kepada orang tua melukai perasaan orang lain pun bisa menjadi
dan para sesepuh sambil meminta maaf masalah besar dan menyebabkan permusuhan,
bahkan menjadi tradisi yang sangat penting di tidak saling menyapa, dan saling membenci.
kalangan umat Islam Indonesia sehingga para Mengenai hal ini Rasulullah saw bersabda:
penduduk kota-kota besar yang memiliki orang
tua dan kerabat di desa merasa berkewajiban ﻻ ﺤﻳﻞ ﻤﻟﺴﻠﻢ أن �ﻬ�ﺮ أﺧﺎه ﻓﻮق ﺛﻼث �ﺎ� �ﻠ���ﺎن
untuk mudik setiap hari raya Idul Fitri.
Sumber Bacaan
Al-Asqollani, Ahmad ibn Ali ibnHajar, Fathu al-Bari Syarhu Shahih al-Bukhari, Dar al-Royan li al-Turots, 1986.
AL-Hathimiy, Nurudin Ali bin Abi Bakr, Majmu’u al-Zawaid wa Manba’u al-Fawaid, Maktabah al-Qudsiy, 1994.
Al-Mausu’aa al-Fiqhiyyah, Wazaratu al-Awqof wa al-Syu’un al-Islamiyah al-Kuwaitiyah, Dar al-Salasil, Kuwait, 1994.
Al-Nawawi, Yahya bin Syarof Abu Zakariya, Syarh Nawawi ‘Ala Muslim, Dar al-Khoir, 1996.
Al-Safariny, Muhammad bin Ahmad bin Salim, Ghodza al-Albab Fi Syarhi Mandhumat al-Adab, Muassasah Qurthubah,
1993.
Geertz, Clifford , Religion of Java , The University of Chicago Press, Chicago, 1976.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2007.
Masdar Farid Mas’udi, KH. Wahab Chasbullah Penggagas Istilah “Halal Bihalal”. http://www.nu.or.id/post/read/60965/
kh-wahab-chasbullah-penggagas-istilah-ldquohalal-bihalalrdquo
Pigeaud, Theodore Gauthier Th., Javaans-Nederlands Woordenboek, Springer, 1983 edition.
Umar Kayam, Ziarah Lebaran, Pustaka Utami Grafiti, Jakarta, 2010.
Van Dam, Nikolaos, Bahasa Arab di Indonesia Kontemporer, dalam Abu Hasan Asy’ari (ed.), Membaca Takdir Pemikiran dan
jejak STA, Dian Rakyat, Jakarta, 2009.
I
stilah Haul pada dasarnya berasal dari atau haflah akhirussanah (acara tahunan yang
bahasa Arab. Haala-Yahuulu-Hawlan menandai berakhirnya masa studi tahunan
yang memiliki arti satu tahun. Istilah ini para santri).
dalam fikih digunakan sebagai salah satu
Kegiatan haul biasanya dilaksanakan
syarat kewajiban zakat. Kemudian istilah ini
tepat pada tanggal meninggalnya almarhum.
oleh masyarakat Islam Indonesia digunakan
Penanggalan hijriyah pada umumnya
sebagai upacara peringatan tahunan atas
digunakan sebagai penentuan satu tahun
wafatnya seseorang. Tidak ada keterangan
pertama meninggalnya almarhum dan
jelas yang menunjukkan siapa yang pertama
tahun-tahun selanjutnya. Namun, sebagian
kali menggunakan istilah haul sebagai hari
masyarakat ada juga yang menggunakan
peringatan kematian. Yang pasti, tradisi
kalender Masehi yang relatif lebih mudah
ini sudah ada seiring dengan masuk dan
diingat dan ditentukan jauh-jauh hari.
berkembangnya Islam di Indonesia.
Bagi masyarakat yang menggunakan
Dalam definisi yang berkembang di
penanggalan hijriyah sebagai acuan
masyarakat Indonesia, haul adalah sebuah
penyelenggaran haul, biasanya mengadakan
peringatan kematian seseorang satu tahun
musyawarah keluarga untuk menentukan hari
sekali dengan tujuan untuk mendoakan agar
pelaksanaan peringatan haul. Pada acara haul
semua amal ibadahnya diterima oleh Allah
juga dilakukan ziarah ke makam orang yang
SWT. Orang yang diperingati haulnya biasanya
sedang diperingati. Bahkan haul bagi seorang
adalah dari pihak keluarga atau juga seorang
tokoh atau wali, mengalami puncaknya pada
tokoh atau ulama yang memiliki jasa.
peringatan haul ini.
Haul sebagai peringatan kematian
Sebagaimana tradisi yang lainnya, haul
anggota keluarga diselenggarakan oleh pihak
merupakan efek transmigrasi yang menyebar
keluarga dan biaya serta akomodasinya
ke berbagai wilayah di Sumatra, Kalimantan,
didapat dari iuran anggota keluarga. Pihak
Sulawesi, dan beberapa wilayah lain. Tradisi
keluarga biasanya mengundang tetangga-
peringatan kematian, yang biasa masyarakat
tetangga terdekatnya untuk diminta turut
Jawa laksanakan seperti “nelung dina”
membacakan tahlil dan doa-doa. Sedangkan
(peringatan yang dilaksanakan pada hari atau
haul seorang tokoh biasanya tidak hanya
malam ke-3 dari kematian), “mitung ndina”
dari pihak keluarga dan tetangga-tetangga
(hari atau malam ketujuh), “matang puluh”
terdekat saja yang turut datang menghadiri
(hari atau malam ke 40), “nyatus” (hari atau
acara peringatan haulnya. Beberapa orang
malam ke 100), dan “nyewu” (hari atau malam
dari tetangga desa, kecamatan, kabupaten
ke 1000), bukanlah asli tradisi masyarakat
dan kota lain juga turut serta dalam upacara
Jawa. Tradisi peringatan kematian tersebut
haul seorang tokoh. Terlebih bagi mereka yang
berasal dari tradisi sosio religi bangsa Campa
merasa memiliki hubungan emosional semisal
muslim (yang mendiami kawasan Vietnam
haul kiai pesantren di mana ia mengaji. Haul
Selatan sampai mengalami pengusiran sekitar
kiai pesantren ini biasanya disesuaikan dengan
tahun 1446 dan 1471 M). Sementara tradisi
acara-acara tahunan pesantren seperti imtihan
Sumber Bacaan
Muhaimin AG, Islam dalam Bingkai Budaya Lokal, Ciputat: Logos, 2002, cet. II
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS, 2005
Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka IIMaN, 2014
Al-Munawwir, Kamus al-Munawwir,
A. Khoirul Anam, dkk, Ensiklopedia NU, Jakarta: Mata Bangsa dan PBNU, 2014
http://www.nu.or.id/post/read/64842/haul-habib-ali-di-masjid-riyadh-solo-digelar-29-31-januari;http://www.
wongjonegoro.com/2016/10/haul-sunan-bonang-tuban-2016.html
K
(Raja Noor, 1972: 18).
ata hikayat berasal dari bahasa Arab
yang secara harfiah diterjemahkan Selaras dengan pandangan Norazimah
menjadi cerita atau kisah, berkaitan Bt Zakaria (2011: 2), dalam Hikayat Melayu
erat dengan kisah pahlawan bangsa Melayu diuraikan tentang keturunan raja-raja Melayu
atau lebih khusus tentang kisah yang terjadi yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan
di istana dan silsilah para Sultan Melayu. raja-raja Siak. Hikayat Melayu sarat dengan
(Wagner, 1959: 246). Hikayat merupakan karya unsur sastra yang juga berkaitan erat dengan
sastra yang berkaitan atau yang menceritakan unsur sejarah Siak. Sebagai sebuah teks
hal-hal yang berhubungan dengan suatu sastra sejarah, Hikayat Melayu ditulis dengan
kesultanan atau suatu daerah seperti Hikayat tujuan tertentu yakni untuk memuji dan
Raja-Raja Pasai dan Hikayat Aceh (Raja Noor, mengagungkan kehebatan sang raja supaya
1972: 18). Dalam khazanah literatur Melayu, kelak diketahui oleh anak cucu sebagaimana
hikayat merupakan karya sastra sejarah yang termaktub pada bagian mukadimah
Melayu klasik. Sebagai sastra sejarah Melayu mengenai cerita Raja Iskandar Zulkarnain
klasik, hikayat menjadi catatan penting setiap yang ditulis pada 24 Juli tahun 1893” (Hikayat
kerajaan Melayu di Nusantara. Umumnya Melayu. 1998: 1).
hikayat menceritakan peristiwa-peristiwa yang
benar-benar terjadi di istana dan beberapa
keturunan raja yang menjadi pusat kajiannya. Hikayat dalam Historiografi Islam
Dalam sastra sejarah Melayu, banyak dijumpai Nusantara
beberapa hikayat sebagai kata pertama dalam Historiografi Islam di Nusantara
karya sastra sejarah selain juga menggunakan mengalami perkembangan seiring dengan
kata silsilah dan tambo, seperti Hikayat Melayu, perkembangan historiografi lokal di Indonesia.
Hikayat Siak, Hikayat Merong Mahawangsa, Historiografi tersebut dimulai dengan
Silsilah Melayu dan Tambo Minangkabau. (Teng, munculnya corak historiografi tradisional.
2015: 51-52). Sedangkan corak historiografi awal Islam di
Latar sejarah munculnya hikayat tidak Nusantara lebih ditekankan kepada periode
bisa dilepaskan dari suatu tradisi lama dan gambaran mengenai peran pahlawan
yang kebanyakan merupakan tradisi lisan dan sultan dalam dinamika kebangkitan dan
(oral tradition) sehingga para pujangga kemunduran kesultanan Islam di Kepulauan
diberi perintah dan tugas oleh sultan Nusantara. Sementara Rosenthal dalam
untuk menghasilkan karya-karya sejarah. melacak historiografi Islam awal di Nusantara
Sebagaimana sultan memerintah Tun Sri melihat bahwa bentuk dasar historiografi
Lanang menulis kembali catatan sejarah Islam adalah karya sastra klasik yang isinya
mengenai peraturan raja-raja Melayu dengan banyak menyebutkan istilah-istilah kepada
segala adat-istiadatnya supaya kelak diketahui narasi tertentu seperti haba, hikayat, kisah, dan
oleh anak cucu di masa mendatang. Dalam hal tambo yang berasal dari bahasa Arab. Argumen
ini, hikayat menjadi salah satu karya sejarah ini didukung Hamka dalam melakukan
yang ditulis atau dikarang oleh orang-orang penulisan sejarah yang bahannya diambil dari
Sumber Bacaan
Ahmad, A.Samad (peny). 1996. Sulalatus Salatin. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Budiman, Daniel Arief. 2010. Ideologi Politik Melayu Abad Ke-19 (Studi Komparasi Pemikiran Abdullah Bin Abdul
Kadir Munsyi Dan Raja Ali Haji). Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Chambert-Loir, Henri. 2014. Iskandar Zulkarnain, Dewa Mendu, Muhammad Bakir dan Kawan-Kawan: Lima Belas
Karangan Tentang Sastra Indonesia Lama. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Denisova, Tatiana. 2008. Kajian Teks-Teks Melayu Islam Di Barat: Masalah Dan Kesalahfahaman Utama. Jurnal
Afkar Jilid 9.
Hashim, Muhammad Yusof (peny). 1998. Hikayat Melayu. Melaka: IKSEP.
Hashim, Muhammad Yusof (peny). 1992. Hikayat Siak. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Hermawan, Sainul. 2003. Kompleksitas Penggunaan Teks Sastra Sebagai Sumber Kajian Sejarah: Catatan Dari
Kajian Hikajat Bandjar J. J. Ras, Makalah tidak dipublikasikan.
Idris, Zubir. 2011. Etnosentrisme Melayu Dalam Sulalatus Salatin (Malay Ethnocentrism In Sulalatus Salatin).
Jurnal Melayu Jilid 7.
Kembaren, Mardiah Mawar. 2011. Hikayat Keturunan Raja Negeri Deli: Kelahiran Sebuah Legenda Sejarah.
Disertasi Universiti Sains Malaysia.
Matheson, Virginia (peny). 1998. Tuhfat Al-Nafis. Kuala Lumpur: Yayasan Karyawan dan Dewan Bahasa dan Pustaka.
Nasution, Abdul Haris. 1963. ‘Pidato Restu/Pembukaan Yang Mulia Wampa Bidang Pertahanan/Keamanan, KASAB’,
dalam Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia. Risalah Seminar. Medan: Panitia Seminar Sedjarah Masuknja
Islam ke Indonesia.
Raja Noor, Raja Hassan. 1972. Pola-Pola Historiografi Tradisional Dalam Pensejarahan Melayu. Jurnal Jebat Jilid 2.
Teng, Muhammad Bahar Akkase. 2015. Tuhfat Al –Nafis: Karya Sastra Sejarah (Melayu) Dalam Perspektif Sejarah.
Jurnal Paramasastra Volume 2 Nomor 1.
Wagner, Frits A. 1959. Indonesia; The Art of An Island Group, Ann E. Kepp, tr. New York: McGraw-Hill.
Yakub, M. 2013. Historiografi Islam Indonesia: Perspektif Sejarawan Informal. Jurnal MIQOT, Vol. XXXVII No. 1,
Januari-Juni.
Zakaria, Norazimah Bt. 2011. Kajian Teks Hikayat Melayu Versi Tengku Said, Disertasi Akademi Pengajian Melayu,
Universiti Malaya.
D
alam menentukan awal bulan manzilah-manzilah (posisi-posisi bulan)
Qomariyah, terutama bulan Ramadhan supaya kamu dapat mengetahui bilangan
dan Syawal, metode rukyat menjadi tahun dan perhitungannya (waktu).
pilihan utama umat Islam dan disepakati Allah tidak menciptakan yang demikian
oleh para ulama karena terdapat hadis yang itu melainkan dengan haq (benar). Dia
secara jelas memerintahkan untuk melakukan menjelaskan tanda-tanda (kebesarannya)
rukyat untuk memulai puasa Ramadhan dan kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS
mengakhirinya. Selain hadis-hadis nabawi, juga 5:5).
terdapat ayat Al-Qur’an yang secara eksplisit
Orbit dan posisi bulan yang telah
menyebutkan tentang melihat (syahida) hilal
ditetapkan oleh Allah bisa dijadikan
untuk memulai berpuasa di bulan Ramadhan,
patokan oleh manusia untuk menghitung
yaitu surat al-Baqarah ayat 185:
dan memperkirakan keberadaan bulan
“Karena itu barang siapa di antara kalian setiap saat. Dengan alasan ini beberapa
menyaksikan (datangnya) bulan (Ramadhan) itu ulama berpendapat bahwa ilmu hisab
maka berpuasalah.” bisa diandalkan dalam menentukan posisi
hilal.
Namun ada pula beberapa ulama yang
mengambil kesimpulan dari ayat-ayat Al- 3. Al-Qur’an berbicara mengenai perubahan-
Qur’an yang saling berhubungan tentang perubahan bentuk bulan dalam
astronomi, bahwa manzilah-manzilah hilal perjalanannya setiap hari. Allah ta’ala
dapat dihitung, sehingga baik metode hisab berfirman:
maupun rukyat, sama-sama bisa digunakan
Dan telah kami tetapkan bagi bulan
dan saling melengkapi. Beberapa ayat yang
manzilah-manzilah, sehingga (setelah
dijadikan dalil oleh mereka di antaranya:
ia sampai ke manzilah yang terakhir)
1. Bulan (al-syahru) hanya ada dua belas kembalilah dia seperti pelepah yang tua. (QS
dalam ketentuan Allah. Dalam hitungan 36:39)
ilmu astronomi, dua belas bulan adalah
Allah memudahkan kepada manusia untuk
satu tahun. Allah ta’ala berfirman:
mengetahui manzilah-manzilah bulan
“Sesungguhnya bilangan bulan pada dengan perubahan-perubahan bentuknya;
sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam dari bentuk sabit lalu membesar menjadi
ketetapan Allah ketika Dia menciptakan bulan purnama dan kembali lagi seperti
langit dan bumi, di antaranya ada empat bentuk sabit menyerupai lengkungan
bulan haram.” (QS 9:36) tipis pelepah kurma. Hal ini juga dianggap
menjadi isyarat bahwa perputaran bulan
2. Allah menetapkan manzilah-manzilah
merupakan sesuatu yang telah ditentukan
bulan agar manusia mengetahui hitungan
dan bisa diprediksi serta dihitung.
tahun dan waktu. Allah ta’ala berfirman:
4. Al-Qur’an menyatakan bahwa manzilah-
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar
manzilah bulan merupakan penentu waktu
dan bulan bercahaya, dan ditetapkannya
Sumber Bacaan
Almanak Hisab Rukyat, Direktorat Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung RI, 2007.
Farid Ismail, Selayang pandang Hisab Rukyat, Direktorak Jenderal Bisam Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradilan Agama, 2004.
Thomas Djamaluddin, Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Umat, LAPAN, 2011.
Wahyu Widiana, Hisab Rukyat Jembatan Menuju Pemersatu Umat, Yayasan Asy Syakirin Rajadatu Cineam, Tasikmalaya,
2005.
K
ata falak berarti lintasan, orbit, madaar planet (sayyaraat) maupun bintang-
al-nujum (lintasan bintang-bintang/ bintang (tsawabit).
benda-benda langit 1. Dalam al-Qur’an,
Sedangkan yang kedua adalah ilmu falak
kata falak ditemukan pada dua tempat, pada
bersifat praktis (practical astronomy) atau ilmu
QS. Al-Anbiya’ (33) dan Q.S. Yasin (40):
falak amali yaitu ilmu falak yang mempelajari
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam lintasan/orbit benda-benda langit dengan
dan siang, matahari dan bulan. masing-masing tujuan dapat diketahui posisi benda langit
dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” antara satu dengan yang lainnya sehingga
(QS. Al-Anbiya’ : 33) dapat membantu dalam pelaksanan ibadah
yang terkait dengan arah dan waktu.
“Tidaklah mungkin bagi matahari
mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat Di kalangan umat Islam, ilmu falak juga
mendahului siang. dan masing-masing beredar dikenal dengan sebutan Ilmu Hisab (Arithmatic),
pada garis edarnya.” (QS. Yasin : 40) sebab kegiatan yang paling menonjol pada
ilmu tersebut adalah melakukan “perhitungan-
Secara terminologi, definisi ilmu falak,
perhitungan.” gerakan benda-benda langit.
antara lain;
Dari perhitungan tersebut didapatkan
a. Ilmu Falak didefinisikan sebagai ilmu posisi benda langit, ketinggian, kerendahan,
pengetahuan yang mempelajari benda- terjadinya waktu malam dan siang, awal waktu
benda langit, tentang fisik, gerak, ukuran, sholat, bilangan bulan, tahun, hilal, awal bulan
dan segala sesuatu yang berhubungan Qamariyah, gerhana dan lain sebagainya.
dengannya.
Obyek dan ruang lingkup pembahasan
b. Ilmu Falak adalah ilmu yang mempelajari Ilmu Falak dapat dibedakan menjadi dua
lintasan benda-benda langit seperti macam, yaitu meliputi :
matahari, bulan, bintang, dan benda-
1. Ilmu falak ilmy, yaitu ilmu yang membahas
benda langit lainnya, dengan tujuan
teori dan konsep benda-benda langit, yang
mengetahui posisi dan kedudukan benda-
kemudian dikenal sebagai ilmu Astronomi.
benda langit lainnya.
Obyek dan ruang lingkup pembahasan
Menentukan batasan ilmu falak yang ilmu falak yang bersifat teori ini secara
memenuhi kreteria jami’ dan mani’, tentunya mendalam tidak dibahas dalam buku ini.
tidak dapat dilepaskan dari dua aspek, teori Adapun cakupan ilmu Astronomi ini lebih
dan praktik. Ilmu falak yang bersifat teoritis lanjut dapat dilihat pada pembahasan
(theoretical astronomy) atau ilmu falak ilmy Cabang-Cabang Ilmu Falak.
adalah ilmu falak umum, yang didefinisikan
2. Ilmu falak amaly yaitu ilmu yang melakukan
sebagai berikut :
perhitungan untuk mengetahui posisi dan
“Ilmu Pengetahuan yang mempelajari kedudukan benda-benda langit antara satu
berbagai keadaan (hal) dan gerakan- dengan yang lain. Pengetahuan posisi dan
gerakan benda-benda langit baik planet- kedudukan benda-benda langit tersebut
3. Astrofisika; Ilmu yang mempelajari benda- “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari
benda langit dan menerangkan dengan tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
cara, hukum-hukum, alat dan teori ilmu pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh
fisika. itu disaksikan (oleh malaikat)”. (QS. Al-Isra’, 78).
S
alah satu tradisi keilmuan yang dikenal (artinya: firasat merupakan ilmu, bukan yang
diperdebatkan keberadaannya adalah lain). Firasat sebagai bagian dari ilmu tidak
ilmu firasat. Ilmu membahas mengenai dapat difahami oleh setiap manusia, akan
ciri khas dan perilaku manusia berdasarkan tetapi hanya bagi hamba Allah yang suci yang
perangai yang ada di dalam muka seseorang. mampu mendaki pendakian ilmu tersebut.
Jika dibandingkan dengan kedokteran, maka
Firasat secara bahasa adalah mempunyai
ilmu kedokteran juga tidak dapat difahami
arti memastikan dan mempertimbangkan.
oleh setiap orang, kecuali hanya oleh orang
Adapula yang mengartikan firasat dengan ilmu
yang mengkaji khusus mengenai kedokteran.
hanya Allah yang mengetahui. Dalam kamus
Taj al-Arus, Ibn Faris menyebutkan istilah Ibn Atsir mengartikan firasat dengan
firasah dengan dibaca kasrah ra’nya dengan dua arti yaitu, pertama pemahaman yang
didasarkan suatu hadits “takutlaj atas firasat
Dalam kamus bahasa Indonesia firasat
orang mukmin. Sebab diperoleh dari cahaya
diartikan dengan: 1. keadaan yang dirasakan
Allah.”(ittaqû firasat al-mu’min fa innahu
(diketahui) akan terjadi sesudah melihat
yanzhuru bi nur Allah). Artinya, bahwa firasat
gelagat: rupanya dia sudah mendapat -- bahwa
orang mukmin yang menjadi kekasih Allah
tidak lama lagi polisi akan membekuknya;
adalah benar. Sebab hal itu merupakan bagian
2. kecakapan mengetahui (meramalkan)
dari karamat yang diberikan Allah kepada
sesuatu dengan melihat keadaan (muka dan
hambanya yang dicintai.
sebagainya): menurut -- ku, ia adalah orang
yang bijaksana; 3. pengetahuan tentang tanda- Kedua, semacam kemampuan seseorang
tanda pada badan (tangan dan sebagainya) yang mampu membaca sifat, akhlak dan
untuk mengetahui tabiat (untung malang dan lainnya orang lain melalui petunjuk, percobaan
sebagainya) orang: setengah orang percaya benar dan lain sebagainya. Akan tetapi hal ini yang
kepada ilmu --; 4. keadaan muka (mata, bibir, memperolehnya adalah tetap yang bersih
dan sebagainya) yang dihubung-hubungkan hatinya dan merupakan salah satu karamah
dengan tabiat orangnya (untuk mengetahui Allah swt.
tabiat orang): menilik -- nya orang itu keras hati
Salah satu contoh tokoh yang dijadikan
sebab rambutnya tebal dan kaku.
prototype seperti ini adalah nabi Khidir as yang
Para ahli berbeda pendapat mengenai berperilaku aneh di depan Nabi Musa as. (QS: al-
firasat ini. akan tetapi perbedaan tersebut Kahfi: 65)
mempunyai satu pengertian yang sama yaitu,
Al-Zabidi mengartikan firasah dengan
prasangka yang benar yang didasarkan atas
tawassum. Firasat menurut al-Harawi (396-
fenomena zahir untuk memamhami fenomena
481 H) dalam Manazil al-Sairin dinyatakan
batin. Pemahaman fenomena ini bukan
bahwa fisarat merupakan suatu ilmu yang
didasarkan dari petunjuk syetan akan tetapi
disandarkan dalam surat al-Hijr ayat 75 yang
menggunakan kerangka dan metode ‘ilmiah’
Sumber Bacaan
Ibnu Manzur, Lisan al-Arabi, Baerut : Dar al-Shadir, 2008
Ibn Qayyim, Siraj al-Salikin,
Ibn Arabi, Futuh al-Makiyyah
Ibn Arabi, Insya al-Dawair,
Al-Syaukani, Fath al-Qadir,
Al-Qusyairi, lathaif al- Isyarah
Al-Jurjani, al-Ta’rifat
K
ata hikmah dalam tradisi intelektual mengenai rahasia huruf itu kemunculannya
Islam mempunyai banyak arti. Menurut tergolong baru, yakni muncul di kalangan
al-Jurjani, hikmah merupakan suatu sufi yang telah mengalami penyingkapan
ilmu yang membahas hakikat sesuatu sesuai hijab inderawi dan memperoleh kemampuan
kenyataannya dalam wujud sesuai batas supranatural (khariqul ‘adah) sehingga mampu
kemampuan manusia. Oleh karena itu, bertindak di alam anasir. Menurut Ibnu
hikmah merupakan suatu ilmu yang sifatnya Khaldun, para sufi tersebut menganngggap
teoritis non-mekanistik. Selain itu, hikmah bahwa manifestasi kesempurnaan asma itu
juga berarti kondisi potensi intelektual-ilmiah terletak pada roh bintang-bintang; sementara
yang berada di tengah-tengah antara naluri tabiat huruf-huruf dan rahasianya itu
(insting) manusia yang ingin melampaui batas mengalir dalam asma, dan dengan demikian
potensi intelektualnya dan sifat kebodohan mengalir pula ke alam semesta. Sementara itu,
yang merupakan sikap pengabaian terhadap berkaitan dengan rahasia di balik penggunan
potensi intelektualnya tersebut. huruf, para ahli ilmu rahasia huruf berbeda
pendapat: sebagian berpendapat bahwa
Selain itu, dalam tradisi spiritual Islam,
rahasia huruf terlepak pada wataknya;
hikmah merupakan pengetahuan mengenai
sebagian berpendapat bahwa rahasia huruf
rahasia spiritual yang terkandung dalam ayat-
terletak pada empat unsur-unsur alam yang
ayat suci, nama-nama-nama Tuhan yang indah,
terkandung di dalamnya; dan sebagian lain
huruf-huruf hijaiyah, dan doa-doa atau bacaan
berpendapat bahwa rahasia huruf terletak
tertentu yang dipercaya atas kuasa Allah
pada nilai bilangannya.
mengandung kekuatan spiritual sehingga dapat
digunakan untuk memenuhi berbagai hajat, Uraian Ibnu Khaldun lebih jauh mengenai
baik yang sifatnya meteria maupun spiritual. ilmu simiya atau ilmu rahasia huruf di atas
Dalam konteks ini, karya-kaya Abu al-Abbas menunjukkan bahwa pengetahuan spiritual
Ahmad bin Ali al-Buni, seperti Manba’u Ushul mengenai asma dan rahasia huruf sebenarnya
al-Hikmah dan Syams al-Ma’aarif merupakan merupakan buah dari laku spiritual seorang
dua kitab tentang ilmu hikmah yang popular sufi dalam perjalanan menuju Tuhan, bukan
dan menjadi menjadi rujukan penting bagi tujuan dari laku tasawuf itu sendiri. Dengan
peminat ilmu hikmah. Dalam dua kitab demikian, buah dari laku para ahli tasawuf
tersebut, al-Buni menguraikan berbagai segi tersebut kemudian diterima oleh orang
mengenai hikmah, yang mencakup berbagai lain dan dipelajari serta diamalkan dengan
rahasia mengenai ilmu bilangan, ilmu huruf, mengikuti prosedur tertentu, sehingga dikenal
ilmu wafaq, ilmu tabi’ah, ilmu astronomi, ilmu sebagai ilmu hikmah.
asma’, ilmu ruqyah, dan doa-doa tertentu. Di
Pada tataran praktik, pengamalan ilmu
di kalangan ahli spiritual, ilmu-ilmu tersebut
hikmah, baik berupa pengamalan doa atau
berada di bawah payung ilmu simiya, sebuah
asma’; baik untuk memenuhi kepentingan
penamaan yang berasal dari bahasa Ibrani
pribadi pengamalnya maupun untuk
yang berarti asma Tuhan.
memenuhi kebutuhan orang lain, seringkali
Berkaitan dengan kemunculan ilmu melalui serangkaian ritual tertentu, seperti
simiya, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa ilmu berpuasa dengan menghindari makanan
Sumber Bacaan
Ahmad, M. Athaullah. 2011. Rahasia Kesaktian Para Jawara. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Bruinessen, Martin van. 1995. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat. Cet. II, Bandung: Mizan
Al-Buni, Abu al-‘Abbas Ahmad bin ‘Ali. 1941. Manba’ Ushul al-Hikmah. Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi.
Al-Buni, Abu al-‘Abbas Ahmad bin ‘Ali. t.t. Syams al-Ma’arif al-Kubra. Beirut: al-Maktabah al-Sya’biyyah
Ibnu Khaldūn, ’Abd ar-Ra mān bin Mu ammad. 2004. Muqaddimah Ibnu Khaldūn. ed. Abdullah Muhammad ad-Darwīsyī.
Damaskus: Dāru Ya‘rib.
al-Jurjānī, ‘²lī bin Mu ammad. 1988. Kitāb at-Ta‘rīfāt. Ed.ke-3. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
I
lmu dalam terminologi bahasa Arab pengertian seperti inilah perkataan ilmu
adalah pengetahuan yang mendalam atau dipergunakan pada zaman Nabi Muhammad
pengetahuan hakekat sesuatu, sedangkan saw., tetapi setelah generasi para sahabat,
akar katanya ‘alima ya‘lamu ‘ilman yang artinya Islam mulai berkembang sebagai sebuah
pengetahuan, informasi, kognisi, persepsi, “tradisi.” Ada bukti perkataan ilmu mulai
pelajaran. Ibn Manzhûr mengartikan ilmu dipergunakan dengan pengertian pengetahuan
dengan lawan dari kebodohan dan diri sendiri yang diperoleh melalui belajar terutama sekali
(nafs). Ilmu juga dapat diartikan sebagai dari generasi yang lampau (Nabi, para sahabat
suatu cabang studi yang berkenaan dengan dan lain lainnya).
pengamatan dan pengklasifikasian fakta,
Quraish Shihab ketika menerangkan kata
dan khususnya dengan penetapan kaidah
‘ilm mengartikannya sebagai menjangkau
umum yang bisa diuji. Kata ‘ilmu bisa juga
sesuatu sesuai keadaan sebenarnya atau sesuatu
disepadankan dengan kata Arab lainnya, yaitu
pengenalan yang sangat jelas terhadap suatu
ma`rifat (pengetahuan), Fiqh (pemahaman),
objek, karena itu seseorang yang menjangkau
hikmah (kebijaksanaan), dan syu‘ur (perasan).
sesuatu dengan benaknya tetapi jangkauannya
Sedangkan ma`rifat adalah padanan kata yang
itu masih dibarengi dengan sedikit keraguan,
sering digunakan.
maka ia tidak dapat dinamai mengetahui
Dalam bahasa Inggris ilmu dipadankan apa yang dijangkaunya itu. Lebih lanjut,
dengan science, bahasa latinnya scientia Quraish Shihab menjelaskan bahwa bahasa
(pengetahuan)- scire (mengetahui), yang menggunakan semua kata yang tersusun
sinonim yang lebih akurat dalam bahasa dari huruf huruf ‘ain, lam dan mim dalam
Yunani adalah episteme. Dalam Kamus berbagai bentuknya untuk menggambarkan
Besar Bahasa Indonesia ilmu secara definitif sesuatu yang sedimikian jelas sehingga tidak
diartikan sebagai pengetahuan tentang menimbulkan keraguan. Misalnya kata ‘alamât
suatu bidang yang disusun secara bersistem yang berarti tanda yang jelas bagi sesuatu
menurut metode-metode tertentu, yang dapat atau nama jalan yang mengantar seseorang
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala menuju tujuan yang pasti. A`lam yang berarti
tertentu dibidang (pengetahuan) itu. Ilmu bendera menjadi tanda yang jelas bagi suatu
juga didefinisikan sebagai pengetahuan atau bangsa atau kelompok, atau dapat berarti
kepandaian (tentang soal, akhirat, dunia, lahir, gunung yang karena ketinggiannya menjadi
bathin, dan sebagainya), sehingga kata ilmu sedemikian jelas dibandingkan dengan dataran
selalu dirangkaikan dengan sesuatu saeperti disekelilingnya. Atas dasar itu pula Allah swt.
ilmu akhirat, ilmu hitam, ilmu akhlak dan lain- Dinamai `Alim adalah karena pengetahuannya
lain. yang amat jelas sehingga terungakap bagi-Nya
hal-hal yang paling kecil sekalipun.
Fazlur Rahman mengemukakan bahwa al-
Qur`ân sering mengemukakan perkataan ilmu, Sedangkan term kasyf dalam bahasa
kata jadianya yang umum, dan pengertiannya Inggris dipadankan dengan unveiling
sebagai “pengetahuan” melalui belajar, berfikir, (pembukaan), manifestation (manifestasi).
pengalaman dan lain sebagainya. Dengan Dalam bahasa Arab istilah ini dapat dibaca
Sumber Bacaan
Muhammad Ali al-Tahanawi, Kasysyaf Ishtilahat al-Funun wa al-Ulum, Beirut: Maktabah Lubnan, 1996
Muhammmad Ibn Hamid al-Ghazali, Ihya al-Ulum al-Din,
Abu Nashr al-Thusi, al-Luma fi tasawuf
Imam al-Qusyairi, Risalah al-Qusyairiyah
Ibn Arab, Futuh al-Makiiyah
Ibn Arabi, al-Isfar
Al-Jilli, al-Insan al-Kamil
Ibn Qayyim, Madarij al-Salikin
M
endasarkan pada kelangkaan (sadz) seperti tentang shalat Iid, musafir, puasa dan
penelitian di bidang ini, maka penulis lain-lain.
mencoba meramaikan penelitian
Muhammad Mas Manshur al-Batawi nama
di bidang ini dengan mengangkat penelitian
lengkapnya adalah Muhammad Manshur bin
tentang pemikiran hisab rukyah Muhammad
Abdul Hamid bin Muhammad Damiri bin Habib
Mas Manshur al -Batawi. Mengingat
bin Pangeran Tjakradjaja Temenggung Mataram,
berdasarkan pelacakan sejarah, pemikiran
lahir di Jakarta pada tahun 1295 H/1878 M.
hisab rukyah Muhammad Mas Manshur
Bermula dari didikan orang tuanya sendiri,
yang terakumulasi dalam kitabnya Sullamun
Abdul Hamid, dan saudara-saudara orang
Nayyirain dan Mizanul I’tidal termasuk yang
tuanya seperti Imam Mahbub, Imam Tabrani,
paling tradisional dan paling klasik dalam
dan Imam Nudjaba Mester, dia sudah nampak
khasanah pemikiran hisab rukyah.
tertarik dengan ilmu falak (Panitia Haul ke1,
Ketradisionalan dan keklasikannya, t.th: 2).
nampak dari data yang digunakan yakni
Ketika usia 16 tahun atau tepatnya pada
menggunakan data Ulugh Beik Al-Samarqandy
tahun 1894 M, dia pergi ke Makah bersama
(As-Samarqandy, 854H) dalam bentuk
ibunya untuk menunaikan ibadah haji dan
table “Abajadun Hawazun Chathayun…, ”.
bermukim di sana selama empat tahun. Di sana
Di samping secara prinsip menggunakan
dia belajar ilmu dengan banyak guru besar, di
prinsip Ptolomeus–Geosentris–Homosetris
antaranya guru Umar Sumbawa, guru Muhtar,
(Taufik, 1992: 20) dan menggunakan dasar
guru Muhyidin, Syeh Muhammad Hajat, Sayyid
matematika yang sangat sederhana. Namun
Muhammad Hamid, Syeh Said Yamani, Umar al-
demikian, dalam realita di masyarakat masih
Hadramy dan Syeh Ali al-Mukri. Ini merupakan
digunakan sebagai dasar penetapan awal bulan
salah satu bukti bahwa memang pada masa itu
sebagai acuan ibadah secara syar’i, walaupun
masih banyak orang Indonesia yang melakukan
dalam klasifikasi hisab hakiky taqriby. Tidak
ibadah haji sekaligus melakukan rihlah ilmiyah
diklasifikasikan dalam katagori hisab urfi
– meguru dengan bermukim di Makkah.
yang dianggap tidak layak untuk acuan ibadah
secara syar’i, padahal masih menggunakan Namun demikian menurut lacakan
prinsip geosentris yang secara ilmiah sudah penulis, kemahiran Mas Manshur al –Batawi
tumbang dengan prinsip yang baru yakni dalam bidang ilmu falak kiranya tidak banyak
prinsip heliosentris. dari hasil rihlah ilmiyahnya di Makah. Tapi dari
rihlah ilmiyah yang dilakukan Syeh Abdurrahman
Di samping itu, jika dilihat dalam kitab
al-Misra ke Betawi (Jakarta) dengan membawa
Mizanul I’tidal, ternyata Muhammad Mas
data Ulugh Beik –Zeij Ulugh Beik. Dengan
Manshur al-Batawi dalam kajian hisab rukyah
melihat Betawi terdapat tempat rukyah yang
tidak hanya sekedar hisab murni, namun
layak, sehingga dalam waktu yang tidak lama,
juga dikemukakan pemikiran-pemikiran
Syeh Abdurrahman al- Misra mengadakan
beliau tentang fiqh hisab rukyah dengan
penyesuaian data dengan merubah markas
mengkomparasikan pemikiran ulama-ulama
data dari bujur Samarkand menjadi bujur
yang lain. Di antaranya tentang had (batasan)
Betawi. Lalu beliau memberi pelajaran kepada
imkanurrukyah, had (batasan) mathla’urrukyah,
para kyai –kyai Betawi, termasuk Abdul Hamid
persaksian hilal dan masih banyak lagi yang
bin Muhammad Damiri (ayah Mas Manshur
lain. Bahkan juga dibahas kajian fiqh yang
al- Betawi) (Panitia Haul ke1, t.th: 2). Dari
sedikit melebar dari kajian hisab rukyah,
Sumber Bacaan
Abdul Hamid, Muhammad Mas Manshur al-Batawi. t.th. Mizanul I’tidal, Jakarta: Madrasah Al-Khairiyyah.
----------------- t.th. Sullam al-Nayyirain, Jakarta: Madrasah Al-Khairiyah.
Abdul Wahd Wafi Ali. 1989. Perkembangan Madzhab Dalam Islam. Jakarta: Minaret.
Abdurrahim. 1983. Ilmu Falak, Yogyakarta: Liberty.
Ahmad bin Hajar al-Haitami Syihabuddin. t.th. Tuhfatul Muhtaj, Kairo: Beirut, t.th.
Ahmad SS Noor. t.th. Nurul Anwar, Kudus: TBS Kudus.
-------------------- t.th. Syamsul Hilal, Kudus: TBS Kudus.
Al-Falaky Muhammad. 1981. Haul Asbab Ikhtilaf Awail al-Syukur al-Qomariyah, dalam
Dirasat Haul Tauhid al-Ayyad waa al-Mawasim al-Diniyah, Tunisia: Idarah Su’un al-Diniyah.
Alfonso Nallino Carlo. 1911. Ilmu Falak wa Tarjih Inda al-Arab, Roma.
Al-Ghazaly. t.th. Al-Mustashfa min illm al-Ushul, Kairo: Sayyid al-Husain.
Al-Hayyan. t.th. Al-Bahr al Muhith, Kairo: Beirut.
A. Alies Elias,. 1970. Pockeet Dictionary, Kairo: Elias Modern Press.
Al-Jaelani Zubaer Umar. t.th. al Khulashoh al-Wafiyah, Kudus: Menara Kudus.
Al-Jaziry Abdurrahman. t.th. Fiqh Ala Madzahib Al-Arba’ah, Kairo: Beirut.
Al-Qulyubi, Syihabuddin. 1956.Hasyiah Al Minhaj al Thalibin, Kairo: Musthafa al-Baby al-
Halaby.
Al-Subkhi Taqiyuddin. t.th. Fatawa al-Subkhy, Beirut: Dar al-Maarif.
Al-Syarwani. t.th. Hasyiah Syarwani, Kairo: Beirut.
Al-Syatibi, Abu Ishaq. 1341 H.al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, Beirut: Dar al-Fikr.
Amin KH Ma’ruf. 1993. Rukyah Untuk Penentukan Awal dan Akhir Ramadhan Menurut
Pandangan Syari’ah dan Sorotan IPTEK, dalam Mimbar Hukum, Jakarta: Dirjen Binbaga Depag RI.
Astonomical Club al-Farghani. 1992-1993. Mawaqit Islamic Keeping, Copyright.
A
da banyak cara dan bentuk ekspresi yang datang berturut-turut.
keberagamaan Islam Nusantara,
Istighatsah juga disebut dalam al-Ahqaf
salah satunya Istighatsah. Istighatsah
17
sendiri sebetulnya adalah bentuk ritual doa
َ ۡ ُ ۡ َ ٓ َ َ َ ٓ َ ُ َّ ّ ُ ۡ َ ٰ َ َ َ َّ َ
bersama (berjamaah). Umumnya dilakukan ِن أن أخ َر َج َوق ۡد ِ ن ا د ع
ِ ت أ ا م ك ل ف ٖ أ ِ ه يل ِ ِو ل ال ق ِي ٱل و
َ َ َّ َ َ ُ َ ُ ُ ۡ َ َ
ٱ� َو ۡيلك َءام ِۡن َ ت ٱلق ُرون مِن ق ۡبل َوه َما ي ۡس َتغِيثان
di alun-alun, halaman masjid, juga di ruang
publik lainnya. ِ ِ ِ خل
َ ۡ َ ٓ َّ ٓ َ ُ ُ َ ٞ َّ َ ۡ َ َّ
Secara bahasa “al-istighatsah” berasal dari ١٧ ِي َ ي ٱل َّول ٰ َ ٱ�ِ َح ّق ف َيقول َما َهٰذا إِ� أ
ُ س ِط إِن وعد
akar kata “al-ghauts” artinya “pertolongan”. “Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu
Dalam tata bahasa Arab disebut, sebuah bapaknya: «Cis bagi kamu keduanya, apakah
kalimat yang mengikuti pola (wazan) kamu (keduanya) memperingatkan kepadaku
“istaf’ala” dengan menambah “alif”, “syin”, bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh
dan “fa” maka artinya adalah “pertolongan” telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu
atau “permintaan”. Sebagaimana “al-ghufran” kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan
diikutkan wazan istif’al menjadi “istighfar” kepada Allah seraya mengatakan, «Celaka kamu,
yang meminta ampunan berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah
Sehingga, jika mengacu pada arti semantik benar». Lalu dia berkata: «Ini tidak lain hanyalah
dari istilah ini, istighatsah berarti “meminta dongengan orang-orang yang dahulu belaka».
pertolongan”. Karena yang dimintai adalah Ayat ini bercerita tentang orang tua
Allah SWT, maka disebut doa. menghadapi anaknya yang durhaka dan
Namun, meskipun secara bahasa artinya mengingkari hari kebangkitan
sama, para ulama membedakan antara Istighatsah biasanya dilakukan ketika
“isti’anah” dan “istighatsah”. Yang pertama menghadapi persoalan-persoalan besar
meminta pertolongan ketika dalam keadaan dan berat, membutuhkan campur tangan
sukar, sulit, darurat, dan biasanya ketika Tuhan, mengharapkan sebuah keajaiban dan
menghadapi persoalan besar. Sedangkan yang mukjizat. Karena itu, seringkali istighatsah
kedua lebih bersifat umum. dilakukan secara bersama-sama, melibatkan
Sebagai ritual keagamaan khas Nusantara, orang banyak, sebab problem yang dihadapi
istighatsah sendiri memiliki landasan teologis bukanlah problem biasa.
dan secara eksplisit disebut baik di dalam al- Al-Quran surat al-Baqarah 45 juga
Quran maupun al-Hadis. menyuruh umat Islam atau orang-orang
Dalam al-Anfal ayat 9 disebut: beriman untuk senantiasa meminta
ُ ّ َ ُ َ َ َ َ ۡ َ ۡ ُ َّ َ َ ُ َ ۡ َ ۡ pertolongan dengan sabar dan salat. Hal ini
اب لك ۡم أ ِن ُم ِم ُّدكمإِذ تستغِيثون ربكم فٱستج menunjukkan betapa pentingnya istighatsah
َ ٰٓ َ َ ۡ َ ّ ۡ َ
َ كةِ ُم ۡردِف َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َّ َ ۡ َّ ْ ُ َ ۡ َ
٩ ِي ِ بِأل ٖف مِن ٱلملئ � �ِيةٌ إِ ب وٱلصل ٰوة ِۚ ��ها لكبِ وٱستعِينوا بِٱلص
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan َ ۡ
َ خٰشِ ع
٤٥ ي ِ ٱل
kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu: «Sesungguhnya Aku akan mendatangkan Dan mintalah pertolongan (kepada Allah)
bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat
Sumber Bacaan
Ahmad Ibnu Taymiyah, al-Istighatsah al-Rad Ala al-Bakri, (Riyadh: Maktabah Darul Minhaj, 1426 H)
Soeleiman Fadeli Mohammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliyah, Uswah, (Jakarta: Khalista, 2004)
Tim NU Online: Amaliyah NU dan Dalilnya
http://www.nu.or.id/post/read/16456/doa-doa-istighotsah
K
ata Jampi adalah Bahasa Jawa, yang Jampi memiliki fungsi atau manfaat yang
sudah menjadi bahasa Indonesia. bermacam-macam, yang mencakup seluruh
“Jampi” dapat diartikan sebagai kebutuhan dan permasalahan manusia.
susunan kata atau kalimat, layaknya puisi Menurut Snouck Hurgronje, terdapat beberapa
yang dianggap mengandung kekuatan gaib, naskah mengenai astrologi (ilmu nujum dan
biasanya diucapkan oleh ahlinya untuk primbon) yang memiliki fungsi bermacam-
menandingi kekuatan gaib yang lain. Padanan macam, yang memiliki kesamaan fungsi
kata “jampi” adalah mantera. Istilah “jampi” dengan mantera dan jampi, diantaranya yang
dalam masyarakat, bisa digunakan pada istilah bisa mengakibatkan kekebalan, keselamatan,
jampi kebal, jampi selamat, jampi pengasihan, dan pengasihan. Peugawe salah satu bentuk
jampi berusaha dan lain sebagainya. Penulis azimat yang berbentuk tulisan di atas kertas
juga menemukan istilah jampi angina sarhabat yang kemudian dibungkus dengan endapan
dan jampi terkeliat (urat yang tergilir) getah (ekmalo). Getah tersebut, dalam waktu
dalam karya Harun Mat Piah, Kitab Tib; Ilmu tertentu berubah menjadi besi dengan disertai
Perobatan Melayu. do’a. benda itu, memiliki fungsi kebal, khusus
dibuat dari unsur ‘bahr an-Nubuwwah’
Istilah “jampi” dalam masyarakat
berarti ‘laut kenabian’. Bila benda ini dipakai
Indramayu Jawa Barat, memiliki dua arti;
seseorang, maka akan menunjukkan kekebalan
pertama, jampi diartikan sebagai kalimat yang
atau kekuatan.
mengandung kekuatan gaib, seperti jampi
pengasihan, jampi kebal, jampi kesuksesan, Penelitian Hermansyah pada masyarakat
dan lain-lain. Kedua, jampi yang disamakan Melayu di Kawasan Embau menunjukkan
dengan arti do’a dan niat, seperti; Jampi sholat persamaan dengan penelitian Syamsul
(niat sholat), jampi bepergian (do’a bepergian), Kurniawan tentang praktik jampi-jampi, di
jampi puasa, dan sebagainya. Kampung Saigon Kota Pontianak. Menurut
Hermansyah praktik jampi-jampi yang
Istilah jampi di Kampung Adat Naga
berkembang di daerah Melayu di Kawasan
kabupaten Tasikmalaya, di Kampung Adat
Embau adalah cuca dan tawar. “Cuca”
Dukuh kabupaten Garut, di Kampung Adat
adalah bacaan jampi-jampi yang diyakini
Kuta dan Kampung Adat Urug, Jawa Barat
mempunyai kekuatan magis, yang berfungsi
disebut dengan istilah syariat (jampe). Syariat
untuk keselamatan, melemahkan musuh
ini, memiliki kegunaan yang serupa dengan
dan menaklukkan perempuan, atau berbagai
tradisi jampi di daerah-daerah lain.
keperluan lainnya. “Tawar” adalah bacaan
Istilah jampi juga memiliki keserupaan jampi-jampi yang dipercayai memiliki
dengan istilah Ruqyah. Perbedaan ruqyah kekuatan magis untuk menyembuhkan
dengan jampi hanya dari segi penggunaan berbagai penyakit. Adapun “Serapah” diyakini
kalimat. Ruqyah hanya dengan bacaan al- mempunyai kekuatan magis, dengan berbagai
qur’an, sedangkan kalimat-kalimat jampi tidak fungsi seperti untuk melindungi diri dan
hanya sebatas dengan bacaan al-qur’an, bisa harta, melemahkan musuh dan menaklukkan
jadi Bahasa daerah atau yang lainnya. perempuan, dan lain-lain.
Hasil penelitian terkini mengenai “syariat”
Sumber Bacaan
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
Harun Mat Piah, Kitab Tib; Ilmu Perobatan Melayu, (Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia, 2006),
Muhammad Qais Izzuddin dan Rodiyati Azrianingsih, “Etnobotani Tradisi Syariat di Kampung Adat Urug, Desa Urug,
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor”, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya, Malang 65145, Jawa Timur, Indonesia, (Jurnal Biotropika,Vol. 2 No. 3 2014),
Snouck Hurgronje, Aceh Rakyat dan Adat Istiadat (Jakarta: INIS, 1997),
Syamsul Kurniawan, Serapah Dalam Masyarakat Melayu Kampung Saigon Kota Pontianak, (Jurnal Religi, Vol. IX, No. 1,
Januari 2013),
Muhammad Qais Izzuddin dan Rodiyati Azrianingsih, “Etnobotani Tradisi Syariat di Kampung Adat Urug, Desa Urug,
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor”, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya, Malang 65145, Jawa Timur, Indonesia, (Jurnal Biotropika,Vol. 2 No. 3 2014),
Dadan Wildan, Sunan Gunung Jati. (Ciputat: Salima, 2012),
Muhammad Qais Izzuddin dan Rodiyati Azrianingsih, “Etnobotani Tradisi Syariat di Kampung Adat Urug, Desa Urug,
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor”, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Brawijaya, Malang 65145, Jawa Timur, Indonesia, (Jurnal Biotropika,Vol. 2 No. 3 2014),
K
ata “Janur” yang berasal dari bahasa sedemikian rupa sehingga tampak seperti
Jawa merupakan penyebutan untuk tatanan sesaji buah yang biasa dipersembahkan
daun muda dari tumbuhan berjenis dalam upacara ritual keagamaan. Secara
palma besar seperti kelapa dan sejenisnya. lengkap, “kembar mayang” merupakan hiasan
Dalam tradisi suku bangsa di Nusantara, janur yang dirangkai pada batang semu pisang (jw.
biasa dipakai sebagai bagian dari kehidupan gedebog). Batang semu pisang ini biasanya
sehari-hari. Di antara suku bangsa Nusantara ditegakkan pada wadah kuningan. Hiasan
yang memiliki tradisi pemanfaatan “janur” janur yang disertakan paling tidak memiliki
adalah suku Jawa, Sunda, Bali, Melayu, dan empat ragam anyam, yaitu keris, belalang,
beberapa suku di Indonesia Timur, terutama payung, dan burung. Selain itu, disertakan juga
masyarakat pesisir atau pulau di Sulawesi dan empat macam daun, yakni daun kemuning,
Maluku. Penggunaan “janur” dalam tradisi nering, alang-alang, dan croton. Bunga yang
masyarakat Nusantara berada dalam aneka disertakan adalah melati, kantil, dan pudak,
ragam pranata, mulai dari pranata keagamaan serta bunga merak. Buah yang biasanya
hingga budaya, dan lain sebagainya. digunakan adalah nanas yang diletakkan di
posisi paling atas, kadang-kadang ditambah
apel dan jeruk. “Sindur” (selendang pinggang
Penggunaan Janur dalam Tradisi Jawa berwarna merah-putih) juga dibebatkan pada
Dalam tradisi masyarakat Jawa, “janur” kembar mayang. Namun demikian, aturan
digunakan sekurang-kurangnya dalam dua kelengkapan isi dari “kembar mayang” ini saat
pranata; pernikahan dan lebaran. Dalam ini sudah tidak lagi ketat diberlakukan.
pernikahan, “janur” biasa digunakan sebagai Ragam anyam janur yang berjumlah
kembar mayang yang merupakan perangkat empat memiliki simbol tersendiri. Ragam keris
penting dalam adat pernikahan Jawa. berarti melindungi dari bahaya dan pesan agar
Kemudian dalam suasana lebaran, “janur” berhati-hati dalam kehidupan. Ragam belalang
dimanfaatkan sebagai bahan utama membuat memberi pesan agar tidak ada halangan
ketupat. di kemudian hari. Ragam payung berarti
pengayoman atau perlindungan. Yang terakhir,
ragam burung melambangkan kerukunan dan
Kembar Mayang kebahagiaan seperti burung.
Kembar mayang adalah hiasan dekoratif Sebagai perangkat simbolik, kembar
simbolik yang digunakan dalam upacara mayang ada sepasang, yang masing-masing
perkawinan adat Jawa, khususnya dalam dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru.
prosesi midodareni sampai panggih. Kembar “Kembar mayang” difahami sebagai pinjaman
mayang biasanya dibawa oleh pemuda dan dari “dewa”, sehingga setelah upacara selesai
mendampingi sepasang cangkir gading yang harus dikembalikan dengan membuang di
dibawa oleh sepasang gadis. perempatan jalan atau dilabuh (dihanyutkan)
“Kembar mayang” tersusun dari bunga, di sungai atau laut.
buah, serta anyaman janur yang disusun
Sumber Bacaan:
Anjas Prasetiyo, Prosesi Adat Mane’e; Perlambang Cinta Laut Masyarakat Kakorotan-Intata http://www.
kompasiana.com/anjasprasetiyo/prosesi-adat-mane-e-perlambang-cinta-laut-masyarakat-kakorotan-
intata_559604abf57a615705a881f1 diakses tanggal 10 November 2016
Kinayati Djojosuroto, “Ikon Tradisi Ba’do Katupat sebagai Refleksi Kebudayaan Masyarakat Jaton di Sulawesi Utara”
dalam el Harakah Vol.15 No.2 Tahun 2013.
Nyoman Adiputra, dkk., “Kelapa Dalam Budaya Bali Serta Upaya Pelestariannya”, dalam Jurnal Bumi Lestari, Volume 15
No. 1, Pebruari 2015, hlm. 87 - 91
Observasi terhadap folklor di Ponorogo, Jawa Timur, Agustus 2016.
Istilah dan definisi Kasunyatan tetapi lebih dalam dari itu. Ha Na Ca Ra Ka,
K
yang berarti ada utusan. Maksudnya adalah
asunyatan adalah sebuah istilah yang
utusan hidup, berupa napas yang menjadi
memiliki arti realitas, dalam tradisi
penanda bagi bersatunya jiwa dan jasad dalam
filsafat Yunani, masuk dalam kajian
diri manusia. Karena ada utusan (pembawa
ontology. Istilah kasunyatan merupakan istilah
utusan) berarti ada pula yang mengutus (Sang
yang selalu disandarkan pada istilah kaweruh
Pemberi Utusan) dan sesuatu yang dibawa (isi
(pengetahuan, ilmu, atau memahami).
risalah atau utusan). Da Ta Sa Wa La, artinya
Kasunyatan dapat didefinisikan sebagai
saling bertengkar. Terjadi perselisihan antara
pengetahun terhadap realitas (wujud dalam
utusan dan yang menerima utusan, yaitu
Bahasa filsafat Islam). Kaweruh kasunyatan
dalam hal menafsirkan amanah kehidupan.
adalah pengetahuan tentang hakikat seluruh
Pertarungan sengit antara jiwa yang tenang
realitas.
(nafs muthmainnah) dan jiwa yang gelisah
“Kasunyatan” adalah realitas sehati, (nafs lawwamah). Pada maqam yang lebih
jelas, dan self evident. Dalam filsafat Jawa tinggi diartikan sebaliknya, yaitu tidak ada
yang terdapat dalam tulisan Ha-na-ca-raka: perselisihan antara yang mengutus dan
Ha-na itu nyata ada, mengisyaratkan ilmu yang menerima utusan. Lebih tepatnya lagi
kasunyatan. Ca-ra-ka, mengandung aksara yang perselisihan yang dimaksud adalah dialog yang
menyiratkan kata cipta, rasa dan karsa, yakni akrab. Pa Dha Ja Ya Nya, artinya sama-sama
salah satu unsur kelengkapan hidup manusia. jaya atau digdaya. Keduanya sama-sama kuat
Da-ta-sa-wa-la: mengiaskan zat yang da-ta-sa- dan tidak ada yang mau mengalah. Dan pada
wa-la, yakni zat yang tidak pernah dapat salah, tingkatan spiritiual yang lebih tinggi diartikan
yaitu Tuhan. Pa-dhaja-ya-nya: “sama jayanya”. sebagai kesetaraan dalam penyatuan, artinya
Sedang Ma-ga-ba-tha-nga: Ma menyiratkan baik yang mengutus maupun penerima utusan
kata sukma, dan ga menyiratkan kata angga telah melebur. Sedangkan Ma Ga Ba Tha Nga,
(badan). Maksudnya jika sukma masih bersatu artinya paling popular adalah sama-sama
dengan badan, manusia itu masih hidup, mati (palastra), drama kehidupan di dunia
tetapi jika sukma telah meninggalkan badan, telah tutup layar. Namun, bagi mereka yang
manusia itu mati, tinggal ba-tha-nga yaitu menghayatinya secara pegedhongan (kalangan
bangkainya. Sukma kembali kepada Tuhan. terbatas), mengartikan sebagai “Mangga
Para penghayat Kasunyatan Jawi Batanga” (silahkan ditemukan sendiri
meyakini bahwa huruf Jawa yang berjumlah misterinya).
20 huruf sesungguhnya adalah kitab sucinya Para penghayat Kejawen di Tengger
orang Jawa yang mengandung Japa, Mantra, menafsirkan Ha Na Ca Ra Ka sebagai Kirata
Guna, Sarana, dan Sabda selaligus. Urutan atau singkatan dari: Hingsun Nitahake Cahya
hurufnya dari yang pertama (Ha) hingga yang Rasa Karsa (Aku Menciptakan Cahaya, Rasa,
terakhir (Nga), sesungguhnya tidak sekedar dan Karsa). Da Ta Sa Wa La dari: Dumadi
mengandung arti sebuah hikayat atau kisah, Tetesing Sarira Wadi Laksana (Menjadi Tetes
Sumber Bacaan
Purwadi, “Konsep Pendidikan Keagamaan Menurut Paku Buwana IV,” P3M STAIN Purwokerto, (INSANIA, Vol. 11, No.
3 Sep-Des 2006, 287-302),
Waryunah Irmawati, “Makna Simbolik Upacara Siraman Pengantin Adat Jawa,” IAIN Surakarta, (Walisongo, Volume 21,
Nomor 2, November 2013),
Muhaji Fikriono, Puncak Makrifat Jawa, (Jakarta: Noura Books, 2012),
Agus wahyudi, silsilsh dan ajaran Makrifat Jawa, (Jogjakarta: Diva Press, 2013),
D
tradisi keagamaan yang dilakukan oleh
alam kamus besar bahasa Indonesia
kalangan umat Islam tradisional adalah hasil
(KBBI), arti kenduri adalah perjamuan
pencampuradukkan antara ajaran Hindu-
makan untuk memperingati peristiwa,
Buddha dengan Islam atau yang lebih familiar
meminta berkat, dan sebagainya. “Kenduri”
disebut sinkretik. Tanpa didukung fakta
tidak hanya persoalan perjamuan makan
sejarah, dinyatakan bahwa tradisi keagamaan
bagi yang memperingatinya dan disuguhkan
yang berkaitan dengan kenduri memperingati
kepada para tamu, melainkan juga pembacaan
kematian seseorang pada hari ke-3, ke-7, ke-
doa yang dipimpin oleh seorang tokoh agama
40, ke-100, dan ke-1000 adalah warisan Hindu-
untuk mendoakan orang yang telah meninggal
Buddha. Padahalh, dalam agama Hindu dan
dan keluarga yang ditinggalkan.
Buddha sendiri tidak dikenal tradisi kenduri
Istilah lain yang serupa atau mewakili dan tradisi memperingati kematian seseorang
istilah kenduri adalah selametan. Kata pada hari ke-3, ke-7, ke-40, dan ke-1000.
“selametan” dipinjam dari bahasa Arab salamah Pemeluk Hindu mengenal kematian seseorang
yang berarti selamat. Padanan lain yang dalam upacara sraddha yang dilaksanakan dua
serupa dengannya adalah hajatan, syukuran belas tahun setelah kematian seseorang.
atau tasayakuran, dan juga sedekah yang juga
Lebih lanjut Agus Sunyoto menyatakan
berasal dari bahasa Arab. Selametan sendiri
bahwa tinjauan sosio-historis terjadinya
adalah upacara dengan mengundang para
perubahan adat kebiasaan dan tradisi
tetangga, disertai doa bersama yang dipimpin
kepercayaan di Nusantara khususnya di
oleh seorang rois/modin, dengan menyajikan
Jawa pasca runtuhnya Majapahit, tidak
makanan yang terdiri dari nasi tumpeng, ikan
bisa ditafsirkan kecuali sebagai akibat dari
ayam, jajan pasar, sayur, dan buah-buahan.
pengaruh kuat para pendatang asal negeri
(Sutiyono, “Benturan Budaya Islam: Puritan
Champa yang beragama Islam, yang ditandai
dan Sinkretis,” Jakarta: Kompas, 2010: 357)
kehadiran dua bersaudara Raden Rahmat
Setiap ritus peralihan atau siklus dan Raden Ali Murtadho. Peristiwa yang
kehidupan masyarakat Islam Nusantara diperkirakan terjadi sekitar tahun 1440 Masehi
hampir selalu dilakukan upacara kenduri atau yang disusul hadirnya pengungsi-pengungsi
selametan. Tradisi kenduri kematian yang asal Champa pada rentang waktu antara
dilakukan umat Islam di Nusantara, khususnya tahun 1446 hingga 1471 Masehi, yaitu masa
di tanah Jawa bukan karena pengaruh Hindu runtuhnya kekuasaan Kerajaan Champa akibat
atau Budha. Dalam Agama Hindu atau Budha serbuan Vietnam, kiranya telah memberikan
tidak dikenal Kenduri dan tidak pula dikenal kontribusi yang tidak kecil bagi terjadinya
peringatan orang meninggal pada hari ketiga, perubahan sosiokultural-religius masyarakat
ketujuh, ke empat puluh, ke seratus atau ke Majapahit yang meagalami Kemunduran.
seribu.
Mengutip Antoine Cabaton dalam Les
Menurut Agus Sunyoto, bagi kebanyakan Chams Musulmans de I’Indochine Francaise, Agus
umat Islam yang kurang memahami sejarah, Sunyoto mengatakan bahwa masyarakat Cam
Selain bulan syuro atau muharam, Upacara ini dilakukan untuk menandai
beberapa bulan lain juga dilakukan upacara masa awal musim penangkapan ikan setelah
tertentu. Misalnya di bulan Sapar (Shofar) masa paceklik, sehingga dengan upacara
bagi keluarga yang memiliki rejeki biasanya ini diharapkan membawa berkah agar
mengadakan selametan apeman. Yaitu penangkapan ikan mendapatkan hasil yang
membuat apem dan membagikannya ke sangat baik. Upacara ini disebut juga babakan
tetangga dan sanak saudara. (Lihat dalam entri atau permulakan atau masa awal. (Nur Syam,
Apem). Di bulan mulud (Rabiul Awwal) mereka 183) Upacara ini dilakukan oleh masyarakat
mengadakan maulidan yang melibatkan pesisir yang memang mata pencahariannya
semua masyarakat untuk turut serta membaca adalah sebagai nelayan.
maulid Nabi yang diselenggarakan di musolla [Saifuffin Jazuli]
Sumber Bacaan:
Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka IMaN, 2012
Koentjaraningrat, Ritus Peralihan di Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1993, cet. II
Muhaimin AG, Islam dalam Bingkai Budaya Lokal, Ciputat: Logos, 2002, cet. II
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS, 2005
Sutiyono, Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretis, Jakarta: Kompas, 2010
http://www.antara.co.id/arc/2008/4/27/kenduri-kematian-bukan-pengaruh-hindu-budha
Arti Kata dan Sejarahnya ruang shalat dan terutama adanya kebiasaan
D
untuk memanggil umat untuk melakukan
alam kamus besar bahasa Indonesia,
salat dengan sebuah kentongan yang terbuat
kentongan atau kentung-kentung
dari kayu nakus. Kentongan-kentongan yang
sebagai bunyi-bunyian yang berasal
ada di Jawa ini, bagi Lombard, mengingatkan
dari bambu atau kayu berongga, dibunyikan
pada muyu-muyu tertentu, melihat bentuknya
atau dipukul untuk menyatakan tanda waktu
yang seperti ikan; dan beberapa motif hiasan
atau tanda bahaya atau mengumpulkan
di masjid Sendang Duwur dan di Mantingan
massa. Dinamakan kentongan atau kentungan
– seperti daun seroja dan gunung dengan
sehubungan dengan bunyinya “thung, thung”
karang-karang tegak lurus- langsung diilhami
(dalam bahasa Jawa). Selain itu, menurut buku
oleh contoh-contoh Cina.
Ensiklopedi Umum menyebutkan hal serupa
dengan Kamus Umum Bahasa Indonesia,
bahwa kentongan terbuat dari kayu atau bambu
Bentuk dan Fungsi Kentongan
dengan panjang yang berbeda-beda di tengah-
tengahnya terdapat alur/rongga memanjang. Bentuk kentongan bermacam-macam.
Jika kentongan dipukul dengan pasangannya Dari kentongan dengan ukuran kecil yang
tongkat pemukul, udara di dalamnya akan biasa dipasang di pos ronda hingga kentongan
beresonansi, sehingga dapat menimbulkan yang berukuran cukup besar yang dipasang
suara (F. Sumiyati, 2011: 4). Dalam sejarahnya, di serambi musholla atau masjid. Kentongan
orang-orang dahulu menggunakan kentongan dengan ukuran kecil biasanya terbuat dari
yang terbuat dari bambu untuk memanggil bambu tua. Bagian yang diambil cukup satu
warga masyarakat agar berkumpul dalam ruas. Di antara ruas ini kemudian diberi
suatu tempat. Sedangkan sejarah awal lubang sekitar 2 hingga 4 cm memanjang
munculnya kentongan serta siapa yang hampir sepanjang ruas bambu. Karena bagian
pertama kali menemukan atau menciptakan dalam bambu itu hampa, maka lubang persegi
kentongan belum ada ditemukan tulisan yang memanjang itu akan menimbulkan efek
membahasnya. Oleh karena itu, perdebatan bunyi yang keras ketika dipukul. Sedangkan
teologis dalam persoalan penggunaan kentongan dengan ukuran besar biasanya
kentongan di mushalla atau masjid menjadi terbuat dari batang pohon jati atau nangka.
tak terelakkan. Pembuatan kentongan jenis ini cukup rumit.
Bagian dalam dari batang pohon harus
Menurut Denys Lombard (Jilid 2,
dikeluarkan sehingga membentuk ruang
2005:219), salah satu kesulitan dalam
dan menyisakan celah lebar. Panjangnya
melakukan penelitian pengaruh kebudayaan
tergantung besar dan panjang batang pohon
lain terkait pola arsitektur masjid di
kayu yang hendak dijadikan kentongan (A.
Nusantara adalah adanya fakta bahwa tidak
Khoirul Anam, jilid 3, 2012: 168).
ada satu model tunggal masjid di sepanjang
pesisir Jawa. Meski demikian, tampaknya ada Dalam sejarahnya, kentongan digunakan
beberapa ciri khas yang umum yaitu; adanya sebagai alat komunikasi warga masyarakat
suatu serambi lebar (teras masjid) di depan guna menandakan adanya kegiatan. Awalnya
Tentang Menyatukan
kentongan digunakan sebagai alat pendamping
ronda, sebagai tanda apabila ada maling atau Kentongan yang hanya terbuat dari
bencana alam (banjir, tanah longsor, gempa, sebilah bambu, dapat mengumpulkan
dll). Saat ini kegunaan kentongan semakin masyarakat, membuat masyarakat berkumpul
bervariatif, kentongan digunakan untuk hanya dari bunyi yang dihasilkan dari pukulan
pemanggil agar masyarakat berkumpul di sederhana. Masyarakat dapat bersilaturahmi
suatu tempat untuk tujuan tertentu. Petani ketika kentongan dipukul, masyarakatpun
menggunakan kentongan untuk mengusir dapat lebih peka terhadap isu sosial yang ada
hewan yang merusak tanamannya. Selain di daerahanya. Kentongan itu menyatukan,
itu suara kentongan yang khas membuat bukan hanya memanggil dan memukul saja.
kentongan dikenal sebagai salah satu alat
musik tradisional.
Tentang Kebersamaan
Dari Papakem Cirebon kita mendapatkan
Berawal dari kentongan yang dipukul
catatan bahwa kentongan atau titir sebagai
dan menghasilkan bunyi itulah, didengar
alat komunikasi. Kentongan atau titir pada
masyarakat sekitar di dekatnya pasti akan
umumnya ditempatkan dekat alun-alun atau
menghampirinya, sehingga menimbulkan
dekat balai desa. Penduduk setempat bila
suatu kumpulan yang dapat digunakan dalam
mendengar bunyi titir atau kentongan sudah
memecahkan sesuatu masalah untuk mencapai
paham bahwa saat itu terjadi huru-hara.
mufakat. Dari kebersamaan itu juga kita dapat
Dalam papakem Cirebon juga disebutkan
menghargai orang lain, terjauhkan dari hal-hal
bahwa jika terjadi suatu huru-hara, misalnya
yang negatif, dan sebagainya.
pembunuhan atau perampokan yang
mengganggu penduduk, maka kentongan
akan dibunyikan yang kemudian melaporkan Tentang Informasi
kejadian kepada seorang Jaksa Tuduh (jaksa
pepitu). Apabila ada kejadian dan seseorang Seperti yang sudah dijelaskan diawal,
membunyikan kentongan tetapi tidak segera kentongan dapat memberitahukan kabar
Sumber Bacaan
Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi, Jakarta : The Wahid
Institute, 2006
Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya: Jaringan Asia, jilid II, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996
A.Khoirul Anam, Ensiklopedia Nahdlatul Ulama Jakarta: Mata Bangsa dan PBNU, 2014
F. Sumiyati, Makna Lambang dan Simbol Kentongan dalam Masyarakat Indonesia,
Marwati Djoened Poeponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Jakarta: Balai Pustaka, 2008
http://historia.id/budaya/taktaktak-dung-ini-sejarah-bedug
http://www.beritasatu.com/hiburan/201941-bedug-bermula-dari-alat-komunikasi-hingga-menjadi-alat-bermusik.html
http://muspen.kominfo.go.id/index.php/berita/281-filosifi-kehidupan-dalam-kentongan
http://kentongandotnet.blogspot.co.id/2016/05/sejarah-kentongan-ternyata-sejauh-ini.html
B
enda tajam terbuat dari besi dengan Dari segi keilmuan, “keris” adalah benda
rupa khusus sesuai dengan kemauan seni yang meliputi seni tempa, seni ukir, seni
pembuatnya. Pembuat keris disebut pahat, seni bentuk dan dan seni perlambang.
empu. Teknologi keris bukan semata-mata Oleh karena itu, terdapat beberapa jenis
seni atau budaya, tetapi juga sains. Dalam istilah keris, seperti keris pusaka dan keris
kehidupan modern dan global saat ini, biasa. Keris pusaka itulah yang sering menjadi
pewarisan keris sebagai budaya Indonesia perbincangan peradaban Nusantara, mulai pra
sudah ditetapkan badan dunia, U N E S C O Majapahit hingga saat ini. Contoh keris pusaka
melalui pengakuannya pada da adalah keris kyai Sangk
Sangkelat atau kyai Ageng
tanggal 25 Nopember 2005. 5. Puworo, awalnya keris ini diperuntukkan
Dengan pengakuan UNESCO O Sunan Ampel, tetapi
tersebut, maka ris
keris karena tidak sesuai
Indonesia merupakan karya rya pesanan, maka keris
agung warisan kemanusiaan aan itu diberikan kepada
lam
yang harus dilestarikan. Dalam P
Prabu Brawijaya V.
konteks Islam di Nusantara, ara,
keris pernah menjadi salah alah
unan
satu alih media pada era Sunan Keris Pus
Pusaka dan Fungsinya
Giri. Saat itu, Sunan Giri Berbe
Berbeda dengan senjata
bersama para muridnya sedangdang lainnya, kkeris selalu dikaitkan
berdakwah dengan penanya, anya, dengan sang pembuatnya,
tetapi karena sesuatu hal, Sunan terutama keris pusaka. Empu
Giri mengubahnya menjadii keris Keris Pusa
Pusaka tidak mungkin
yang dapat menyelamatkan umat. membuat karya keris tanpa
ntuhan
Beberapa keris yang bersentuhan tujuan, dan semua tujuannya
dengan dakwah para wali, antara untuk kebaik
kebaikan. Di Jawa, hampir
lain, keris Kyai Carubuk milik semua keris p pusaka dibuat karena
Sunan Kalijaga. sa penguasa, kerabat
permintaan sang
kerajaan atau atas dasar kemauan
kerajaan,
sendiri. Para empu berkarya untuk tujuan
Sudut Keilmuan Keris mamayu-hayuning bawana yaitu memenuhi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan memelihara kesejahteraan manusia
keris adalah senjata tajam bersarung, berujung dalam mengarungi kehidupan (Purwadi dalam
tajam dan bermata dua, bilahnya ada yang Waluyo: 84).
lurus dan ada yang berkelok-kelok. Dalam Fungsi keris pusaka sesuai dengan daya
arti lain, keris adalah senjata tikam termasuk yoni. Keris semacam itulah yang membedakan
dalam belati, berujung runcing dan tajam pada dengan keris biasa, tanpa daya yoni. Biasanya
kedua sisinya. keris pusaka tersebut sebagai wadah wahyu,
Sumber Bacaan
Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris, Jakarta: Gramedia, 2005, cet. III.
(Bagian I-III).
Hariwijya, M. Islam Kejawen: Sejarah, Anyaman Mistik, dan Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2004.
Solikhin, K.H. Muhammad. Kanjeng Ratu Kidul dalam Perspektif Islam Jawa. Jakarta: Narasi, 2009
Wahyudi, Agus. Serat Centini 1: Kisah Pelarian Putra Putri Sunan Giri Menjelajah Nusa Jawa. Yogyakarta: Cakrawala, 2015
Waluyo Wijayatno dan Unggul Sudradjat (edit.), Keris dalam Perspektif Keilmuan, (PPPK BPSDKP Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata, 2011)
K
erudung adalah kain penutup Kerudung Sebagai Status Kelas
kepala perempuan. Ia berasal dari
Di masa awal Indonesia modern,
kata “kudung” atau “tudung” yaitu
perempuan yang mengenakan kerudung
sesuatu yang dipakai untuk menutup kepala
cenderung menunjukkan kelas santri. Baik
perempuan. Mendapatkan awalan ke-r sebagai
pelajar puteri dan ibu nyai di pesantren atau
ungkapan yang bermakna mempunyai sifat
madrasah mengenakan pakaian penutup
menutup atau menyelubungi kepala.
kepala ini ketika melakukan berbagai aktivitas.
Ide menutup kepala ini merujuk pada Pada masa pemerintahan Sukarno, ibu-
standar kesopanan yang dibentuk oleh nilai- ibu yang tergabung dalam gerakan wanita
nilai kultural dan keagamaan serta pada Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) bahkan
tingkat tertentu estetika yang terus berubah. mengenakan kerudung yang diikatkan pada
Kerudung yang dibuat dari kain tipis segitiga leher sambil memanggul senjata saat berlatih
ataupun selendang segi empat biasanya militer. Hal ini juga nampak pada ibu-ibu yang
menempel di kepala dan menjulur hingga tergabung dalam organisasi Aisyiah sebagai
ke bagian dada. Kerudung oleh sebagian organisasi sayap perempuan Muhammadiyah.
pemakainya digunakan untuk kegiatan- Kerudung dalam hal ini merupakan cara santri
kegiatan keagamaan seperti pengajian, majelis menampilkan kesalehannya dan membedakan
ta’lim, kenduri, atau pertemuan perempuan mereka dari kelas sosial yang lain.
kalangan santri.
Praktek berkerudung juga terlihat
Dalam perkembangannnya, istilah pada Ibu Fatmawati, istri Presiden Pertama
kerudung sering dipertukarkan dengan jilbab. Republik Indonesia. Dalam berbagai peristiwa
Padahal konsep jilbab di tempat asalnya penting, Fatmawati mengenakan kerudung
merujuk pada pakaian yang menutup seluruh tradisional yang longgar dan sederhana.
tubuh. Bukan hanya bagian kepala. Menurut Tampilan semacam ini oleh banyak pihak
Fadwa El-Guindi, konsep jilbab sesungguhnya sering dilihat sebagai simbol wanita nasionalis.
mengacu pada jubah longgar yang panjang Dalam konteks kekinian, gaya berkerudung
dengan ukuran lengan baju yang lebar. semacam ini masih dikenakan oleh sebagian
perempuan Muslim, meski sudah tergolong
Baik jilbab maupun khimar (penutup
klasik. Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid
kepala) dicelup ke dalam warna yang keras dan
dan puterinya Yeni Wahid cenderung memakai
kuat (seperti biru laut, coklat, atau abu-abu)
kerudung jenis ini.
serta terbuat dari bahan tebal dan tidak tembus
cahaya. Perempuan yang memilih kostum jenis Paduan kerudung dan kebaya di masa
ini biasanya tidak bermake-up, tidak pernah lalu menjadi penanda menyatunya Islam dan
mengenakan warna terang atau pakaian budaya lokal. Unsur kerudung yang merupakan
ketat yang menampakkan lekuk tubuhnya. ciri khas muslimah santri dan pakaian
Terkadang penggunanya melengkapinya khas perempuan Jawa menyatu menjadi
dengan sarung tangan. entitas penting yang mengisi perubahan
bagi wanita dalam ranah publik. Menutup sehingga menimbulkan berbagai pendapat.
kepala, menurutnya, bisa menjadi kewajiban Untuk itu, alih-alih menjadi kewajiban,
jika saja hadis riwayat ‘Aisyah ra tentang praktek berkerudung bagi perempuan Muslim
‘pengecualian aurat wanita yang meliputi Nusantara lebih tepat disebut sebagai pilihan
wajah dan telapak tangan’ dianggap sahih pribadi.
oleh sebagian besar ulama. Sayangnya hadis
[Hamdani]
tersebut dinilai beragam oleh para ulama
Sumber Bacaan
Hamdani, Deny, Anatomy of Muslim Veils: Practice, Discourse and Changing Appearance of Indonesian Women. Germany:
Lambert, 2011.
Muhammad, Husein, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender. Yogyakarta: LkiS, 2001.
Shihab, M. Quraish, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer. Jakarta:
Lentera Hati, 2004.
El-Guindi, Fadwa. “Veiling Infitah with Muslim ethic: Egypt’s contemporary Islamic Movement.” Social Problems, Vol. 28,
(1981), h. 465-485.
K
halîfah adalah gelar yang diberikan perkembangannya sebutan ini diganti menjadi
untuk pemimpin umat Islam setelah “Khalifatu Rasûlillah” (pengganti Rasul/
wafatnya Nabi Muhammad Saw (570– Nabi Allah) yang kemudian menjadi sebutan
632). Kata “Khalifah” (ﺧﻠﻴﻔﺔ/Khalîfah) sendiri standar untuk menggantikan “Khalîfatullah”.
secara etimologis dapat diterjemahkan sebagai Meskipun demikian, beberapa akademisi
“pengganti” atau “perwakilan”. memilih untuk menyebut “Khalîfah” sebagai
pemimpin umat Islam tersebut.
Kata lain yang satu akar dengan khalîfah
adalah al-khalfu yang berarti punggung. Selain disebut khalifah, pemimpin Islam
Karena punggung berada di belakang, maka juga kerap disebut sebagai Amîr al-Mu’minîn
bahasa Arabnya belakang (tempat) adalah ( )ﺃﻣﻴﺮ ﺍﳌﺆﻣﻨﲔyang berarti “pemimpin orang
khalfu atau khalfa sebagai lawan amâma/al- yang beriman”, atau “pemimpin orang-orang
amâm yang berarti depan atau di depan. Orang mukmin”, yang kadang-kadang disingkat
yang tempatnya di depan disebut al-Imîm. menjadi “Amîr”. Pemimpin umat Islam juga
Kemudian generasi penerus dari generasi dikenal dengan sebutan sulthân ( )ﺳﻠﻄﺎﻥyang
sebelumnya disebut khalfun atau khalafun. berarti penguasa atau pemimpin.
(Lihat surat Maryam ayat 59).
Jika ditilik secara genealogis, kebutuhan
Dari kata khalafa ini kemudian terbentuk manusia terhadap seorang penguasa/
kata khilâfah yang secara bahasa berarti pemimpin memang inheren dalam kehidupan
representasi/keterwakilan. Dengan demikian mereka. Karena itu, salah satu tujuan utama
khilâfah dapat diartikan sebagai pemantulan penciptaan manusia (Adam) adalah untuk
atau keterpantulan suatu sifat, sikap, dan mengemban tugas kepemimpinan/khilâfah di
perilaku pihak lain ke dalam atau pada sesuatu muka bumi sebagai keberlanjutan tugas-tugas
yang lain karena posisinya yang lebih rendah ketuhanan. Hal ini dapat dibaca dari firman
atau lebih belakang baik secara waktu maupun Allah dalam surat Al-Baqarah [2]: 30:
tempat.
“Dan (ingatlah) tatkala Rabbmu berkata
Dengan demikian, khalifah adalah kepada malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak
seseorang yang bisa memantulkan atau menjadikan di bumi seorang khalifah’. Mereka
memerankan sikap, sifat, dan perilaku pihak berkata: ‘Apakah Engkau hendak menjadikan
lain ke dalam perilakunya karena dia lebih padanya orang yang merusak di dalamnya dan
rendah atau terbelakang. Bisa dikatakan juga menumpahkan darah, padahal kami bertasbih
khalifah adalah agency of Allah atau Rasulullah. dengan memuji Engkau dan memuliakan
Maka tolak ukur kekhalifahan sejatinya Engkau?’. Dia berkata: ‘Sesungguhnya Aku lebih
adalah sejauh mana dia menjadi representasi mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS.
pihak yang dijadikan sebagai al-amâm atau al- Al-Baqarah [2]: 30)
imâm. Namun demikian kata khalifah dalam
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah
terminologi politik Islam (siyâsah syar’îyah)
menjadikan manusia (Adam) sebagai khalifah
lebih dipahami sebagai pemimpin umat Islam.
(pengganti) di muka bumi, ia menggantikan
Pada awalnya, para pemimpin umat Islam makhluk sebelumnya (jin) yang berbuat
ini disebut sebagai “Khalîfatullah” yang berarti kerusakan dan tidak istiqamah (dalam
perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi pada mengerjakan perintah Allah). Perkataan
Sumber Bacaan
Abu Zahrah, Imam Muhammad. Tarikh al-Madzâhib al-Islâmiyah, (terj) Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib dengan
judul Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1996).
Alfian, Teuku Ibrahim. Islam dan Khazanah Budaya Kraton Yogyakarta, (Yogyakarta: Yayasan Kebudayaan Islam Indonesia,
2005)
Arifin, Hadi. Malikussaleh: Mutiara dari Pasai, (PT. Madani Press, 2005).
Azra, Ayzumardi. Jaringan Ulama Nusantara, (Jakarta: Prenada Media, 2005), Cet. II.
Bernard Lewis, Apa Yang Salah? Sebab-sebab Runtuhnya Khilafah dan Kemunduran Umat Islam (Terj.), (Jakarta: PT. Ina
Publikatama, 2004)
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (LP3ES, 1991), Cet VI.
Ibrahim, Hasan. Sejarah dan Kebudayaan Islam, (terj.) H.A. Bahauddin, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), Jilid II, Cet. I.
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994).
Raharjo, M. Dawam. Ensiklopedia Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 1996).
Rahimsyah, Kisah Wali Songo, (Surabaya: Karya Agung, t.th.)
Tjandrasasmita, Uka. Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Asia Tenggara, Kedatangan dan Penyebaran Islam, (Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002).
Ushama, Thameem. Hasan al-Banna: Vision & Mission, (Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 1995).
I
stilah khataman berasal dari bahasa Arab, dari panitia. Mereka yang tidak memiliki
khatama – yakhtimu – khatman – khitaaman, undangan, biasanya tidak diperkenankan
berarti menamatkan atau menyelesaikan. mengikuti tahtiman jenis bil ghaib. Pendek
Kata ini telah terserap dalam bahasa Indonesia: kata, tahtiman bil ghaib diperuntukan bagi
khatam – mengkhataman – khataman. Kamus kalangan tertentu.
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan
Sedangkan khataman yang sering terihat,
khatam sebagai tamat dan khataman diartikan
terutama pada bulan Ramadhan, adalah
sebagai upacara selesai menamatkan bacaaan
tahtiman bin nadhar. Artinya, menghatamkan
Al-Qur’an.
Al Qur’an dengan nadhar/melihat teks-teks
Sebagian daerah di nusantara pada mushaf Al-Qur’an. Tidak ada persyaratan
menggunakan sebutan tahtiman/takhtiman khusus untuk melaksanakan tahtiman bin
untuk menggantikan istilah khataman. nadhar. Tidak harus hafal tiga puluh juz terlebih
Tahtiman artinya proses mengkhatamkan Al- dahulu. Asalkan mau dan mampu, siapapun
Qur’an. Kedua kata ini pada dasarnya sama. boleh mengikuti tahtiman bin nadhar.
Tahtiman mencerminkan proses yang sedang
Syarat paling dasar adalah lancar ilmu
dijalankan, sedangkan khataman adalah
tajwid/tata cara membaca Al- Qur’an. Namun
kondisi terakhir ketika seseorang sudah
itu bukan syarat ketat. Mereka yang belum
menamatkan membaca Al-Qur’an.
lancar tajwid juga tidak dilarang mengikuti
Khataman diselenggarakan setelah tamat tahtiman bin nadhar. Cakupan tahtiman bin
membaca seluruh isi Al-Quran, yang terdiri nadhar lebih luas dan berlaku umum.
114 surat, dari Al Fatihah, surat pembuka,
Perbedaan tahtiman bin nadhar dan bil
sampai An-Nas, surat penutup. Sebagian
ghaib hanya terletak pada cara membaca dan
pesantren menggunakan istilah tahtiman
kekhususan peserta. Sistem pembagian ayat
dibanding khataman. Terutama pada sejumlah
relatif sama. Setiap orang yang mengikuti
pesantren khusus untuk hafalan (tahfidz) Al-
khataman dibagi dalam beberapa kelompok.
Qur’an. Pesantren tersebut membagi tahtiman
Masing-masing kelompok terdiri dari dua
menjadi dua jenis: tahtiman bil ghaib dan
puluh, tiga puluh, bahkan bisa empat puluh
tahtiman bin nadhar.
orang. Pada setiap kelompok, masing-masing
Dikatakan tahtiman bil ghaib bila anggota membaca satu juz atau beberapa ayat
seseorang menghatamkan seluruh isi Al Quran tergantung kesepakatan.
tanpa melihat teks. Orang tersebut sudah hafal
Umumnya setiap peserta membaca
dan biasa disebut hafidz/hafidzah. Tahtiman
satu juz. Dari tiga puluh peserta, masing-
jenis ini biasanya tidak dihadiri banyak orang.
masing mendapatkan satu juz. Ketika
Bukan karena orang lain tidak mau hadir,
seseorang mendapat bagian membaca, orang
namun karena peserta khataman terdiri
lain menyimak/mendengarkan bacaannya.
orang-orang yang sudah hafal tiga puluh juz
Tujuannya antara lain untuk mengorksi
dan jumlahnya terbatas.
bila ada bacaan keliru. Ini penting karena
Bagi yang belum hafal 30 juz, biasanya perbedaan panjang nada di Al-Qur’an bisa
hanya bisa bergabung bila menerima undangan memengaruhi arti kata.
Daftar Pustaka
Babcock, Tim G. 1989. Kampung Jawa Tondano: Religion and Cultural Identity. Gadjahmada University Press.
Daud, Alfani. Islam dan Masyarakat Banjar. 1997. Raja Grafindo. Banjar.
Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3ES.
Dinas Pariwisata Kabupaten Pamekasan. 1992. Tradisi Roka Rase’. Pamekasan: Dinas Pariwisata.
Fathurrahman, Aman. Pendalaman Ilmu Tafsir di PTAI Non Tafsir.
Muhaimin, Abdul. tuntunan Ziarah Wali Songo. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pratikno dkk. 1984. Upcara Kematian Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan KEbudayaan Ditektorat
Sejarah dan Nilai Tradisional
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Adat Istiadat Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Aceh. 1977.
Saransi, Ahmad. 2003. Tradisi Masyarakat Islam di Sulawesi Selatan. Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Tradisi
Masyarakat dan Lamacca Press.
Sigar, Edi. 2007. Buku Pintar Indonesia. Delapratasa.
Simuh. 2003. Islam dan Pergumuln Budaya Jawa. Bandung: Teraju.
Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol II No 2 Tahun 2005. IAIN Sunan Kalijaga. R Umi Basoroh. Pelembagaan Tradisi
Membaca Al Quran Masyarakat Mlangi.
Sejarah dan Arti Kata semua hal ini digunakan untuk menunjukkan
D
sesuatu atau seseorang yang memiliki kualitas
alam Kamus Besar Bahasa Indonesia
di atas rata-rata. Seorang kiai, sebagaimana
istilah “Kiai” bermakna sebutan bagi
dikutip Ronald Alan Lukens-Bull (2004: 89),
alim ulama (cerdik pandai dalam agama
berkata bahwa secara etimologis, kiai berasal
Islam). Sedangakan awal mula atau sejarah
dari kata ‘iki wae’, yang bisa diartikan ‘orang
munculnya istilah ini konon bermula dari
yang dipilih’. Ini menunjukkan bahwa kiai
keampuhan benda-benda kuno yang dimiliki
adalah spesial karena mereka pilihan Allah
para penguasa di Tanah Jawa (raja, senopati
SWT. Akan tetapi, istilah ‘kiai’ bisa diterapkan
atau para punggawa kerajaan). Benda berupa
pula pada selain manusia. Beberapa pusaka
pusaka mengandung kekuatan gaib yang
keraton Jawa yang disebut pula kiai, termasuk
dipercaya masyarakat dapat menentramkan
keris (pisau panjang Jawa) dan kereta yang
dan memulihkan kekuasaan dan ketenteraman
dipakai keluarga-keluarga kerajaan. K.H. Kholil
suatu daerah atau negara. Benda itu dapat
Bisri (2004), menambahkan bahwa “kiai”
menambah kekuatan kesaktian pemakaiannya
adalah “sesuatu (atau segala sesuatu) yang
(Sukamto, 1999: 84-85).
istimewa. Bahkan besi dan sapi yang istimewa
Secara umum istilah “kiai” dipergunakan bisa bernama Kiai Pleret, Kiai Nogososro-
untuk ketiga jenis gelar yang saling berbeda: Sabukinten, Kiai Laburjagat, Kiai Slamet, dan
1. Sebagai gelar kehormatan bagi barang- lain-lain”.
barang yang dianggap keramat; semisal, Namun pengertian Kiai yang paling
“Kiai Garuda Kencana” dipakai untuk luas dalam Indonesia modern adalah
sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton pendiri dan pimpinan sebuah pesantren,
Yogyakarta. yang sebagai muslim “terpelajar” telah
2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua membaktikan hidupnya “demi Allah” serta
pada umumnya. menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-
ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan
3. Gelar yang diberikan oleh masyarakat pendidikan. Kadar semantik dari istilah Kiai
kepada seorang ahli agama Islam yang di sini mencakup secara mutlak komponen
memiliki atau menjadi pemimpin tradisional Jawa. Juga bila di sini berada dalam
pesantren dan mengajarkan kitab-kitab kesinambungan tradisional dan mencakup
Islam Klasik (Kitab Kuning) kepada arti sebagai sesepuh kerohanian masyarakat,
para santrinya. Selain gelar Kiai, ia juga yang dianggap memiliki sesuatu kesaktian.
sering disebut sebagai seorang alim Misalnya, ahli hikmah dan guru maupun
atau ulama yang menunjukkan sebuah pimpinan (politik) di daerah yang berwibawa,
keluasan pengetahuan agama Islam yang yang memiliki legitimasi wewenangnya
dimilikinya. (Zamakhsyari Dhofier, 1982: berdasarkan kepercayaan penduduk. Dengan
93) demikian, jelaslah bahwa predikat “Kiai”
Sementara istilah “kiai” dalam bahasa Jawa berhubungan dengan sesuatu gelar, yang
sering dipakai dalam banyak hal. “Kiai” adalah menekankan pemuliaan dan pengakuan, yang
diberikan secara suka rela kepada ahli Islam Karenanya julukan yang diberikan kepadanya
pimpinan masyarakat setempat. (Ziemek, 131) adalah Kiai Teko atau Kendi. Para Kiai
penceramah ini diibaratkan sebuah teko berisi
Kiai adalah sebuah gelar kehormatan
air, yang senantiasa memberikannya kepada
yang disandang bagi seseorang yang memiliki
setiap orang yang memerlukannya, dengan
keluasan pemahaman dalam agama Islam.
cara menuangkan air ke dalam gelas. Ceramah
Di sisi lain, Kiai merupakan elemen penting
yang disampaikan Kiai ini sebagai siraman
bagi sebuah pondok-pondok pesantren di
keagamaan kepada masyarakat. Sedangkan
Indonesia. Sebab, kiai seringkali merupakan
julukan Kiai yang memiliki lembaga pondok
pendiri sebuah pesantren. Dimana sudah
pesantren adalah Kiai Sumur. Keberadaan Kiai
sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu
ini berdiam diri di rumah (pondok pesantren),
pesantren semata-mata bergantung pada
dan masyarakat akan datang ke pondok
kemampuan pribadi kiainya.
pesantren berniat menjadi santri untuk
Kiai dan pesantren adalah dua hal yang mendapatkan pengetahuan agama. Ibarat
hampir-hampir tidak bisa dipisahkan satu sama orang kehausan akan mengambil air dari
lainnya. Sebab, secara umum Kiai bukan hanya dalam sumur. Masyarakat yang memerlukan
orang yang memiliki keluasan pengetahuan pengetahuan agama harus datang sendiri di
agama. Melainkan juga orang yang sekaligus tempat kediaman Kiai. (Sukamto, 1999: 85-
memiliki lembaga pondok pesantren. Tetapi 86)
ada lagi sebutan Kiai yang ditujukan kepada
mereka yang memiliki pengetahuan luas
tentang agama, namun tidak memiliki lembaga Kompleksitas Istilah Kiai
pondok pesantren. Kiai yang terakhir ini
Istilah Kiai sebagian besar hanya berlaku
mengajarkan pengetahuan agama dengan cara
di sebagian daerah Jawa Barat (Cirebon,
berceramah dari desa ke desa, menyampaikan
Indramayu, Subang), Jawa Tengah, Yogyakarta,
fatwa agama kepada masyarakat luas.
Sumber Bacaan
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Nahdlatul Ulama: Pergulatan Pemikiran Radikal dan Akomodatif, Jakarta: LP3ES,
2004
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1986
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Yogyakarta: Gading Publishing, 2015
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Jakarta:
LP3ES, 2011
Sukamto, Kepemimpinan Kiai Dalam Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1999
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1985
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya, 1981
K
(Widodo dkk., 2013: 36).
idung secara terminologis diartikan
sebagai karya sastra rakyat atau puisi Menurut Bambang Wiwoho, sebelum
dalam bahasa Jawa kuno, berupa cerita Islam hadir di tanah Jawa, kidung merupakan
romantikal dan cerita pelipur lara. Kidung susunan sastra yang ditembangkan oleh
umumnya berbentuk tembang yang dapat orang - orang khusus (sakti) sebagai perantara
dinyanyikan. Di antara kidung yang cukup permohonan kepada Sang Hyang Widi (Tuhan)
populer dikenal adalah Kidung Rumeksa Ing sehingga estetika nuansa kidung sangat
Wengi karya Sunan Kalijaga. Sebuah kidung identik dengan kesakralan dan mistis. Pada
berbahasa Jawa Tengahan dalam bentuk zaman Wali Songo, keberadaan Kidung tetap
tembang yang memiliki makna untuk menjaga di lestarikan, hanya saja nilai-nilai kidung
atau merawat sesuatu di malam hari. Kidung di selaraskan dengan ajaran Islam tanpa
Rumeksa Ing Wengi merupakan kidung mengurangi nilai kesakralan dan kemistisan
wingit (keramat), berisi mantra ataupun doa sebagai bagian dari keindahan warisan sastra
yang disusun sebagai doa perlindungan dan Jawa. Pada zaman Walisongo, kidung menjadi
penyembuhan. Selain kidung Rumeksa Ing media berdakwah para wali secara halus tanpa
Wengi dalam bahasa Jawa juga terdapat kidung menimbulkan gejolak sosial, menyusup dalam
berbahasa Bali atau yang dikenal dengan adat budaya masyarakat Jawa waktu itu dalam
kidung Bali. Kidung ini sering dinyanyikan menanamkan pemahaman keislaman, keesaan
pada upacara Panca Yadnya. Beberapa kidung serta kekuasaan Tuhan, para malaikat, para
Bali diantaranya Wargasari, Tantri, Nalat, nabi kepada masyarakat Jawa yang masih
Alis Ijo, Bramara Sangupati. Kidung-kidung kental dengan nilai-nilai adat budaya lama
tersebut digubah di Bali yang menceritakan termasuk agama Syiwa (Hindu – Budha).
zaman sesudah Majapahit. (Sijito, 2006: 36)
Munculnya kidung dalam sejarah Islam di
Selaras dengan Holt (1967: 67), kidung Jawa tidak terlepas dari sejarah Islamisasi di
merupakan karya sastra atau puisi Jawa tanah Jawa, karena kidung merupakan salah
Kuno yang diadaptasi pada peristiwa sejarah. satu media dakwah selain diyakini sebagai
Sedangkan menurut Wahyu Iryana, kidung doa mistis. Keberhasilan Islamisasi di Jawa
adalah karya sastra sejenis pupuh, guguritan juga berkat peran para mubaligh tangguh
yang memiliki makna mendalam dan biasanya yang terhimpun dalam suatu lembaga dakwah
ditembangkan pada malam hari oleh pujangga, yang dikenal Wali Songo. Islamisasi yang
maha guru, ataupun seorang ibu yang sedang terjadi secara damai dengan pendekatan yang
memberi wejangan atau nasehat kepada anaknya. akomodatif dan fleksibel dalam memahami
Dalam makna teologis, kidung merupakan kondisi sosio-kultural masyarakat Jawa
rangkaian kata dari perpaduan sastra dan doa sehingga para wali menciptakan kidung
sebagai sarana ritual yang disenandungkan sebagai alat dakwah dalam menyebarkan
dengan titi nada tertentu. Disebut sastra sebab Islam (Sijito, 2006: 32). Seperti halnya
berkaitan dengan tembang yang memiliki ciri Kidung Gunung Jati yang menjadi falsafah
khas keindahan dan keteraturan sedangkan hidup masyarakat Cirebon. Menurut Wahyu
Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
Sumber Bacaan:
Chodjim, Achmad. 2000. Mistik dan Ma’rifat Sunan Kalijaga, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Holt, Claire. 1967. Art in Indonesia: Continuities and Change. Ithaca: Cornel UP.
Iryana, Wahyu. 2015. Kidung Sunan Gunung Jati, Makalah tidak publikasikan.
Purwadi, 2004. Dakwah Sunan Kalijaga: Penyebaran Agama Islam di Jawa Berbasis Kultural, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sakdullah, M. 2014. “Kidung Rumeksa Ing Wengi Karya Sunan Kalijaga Dalam Kajian Teologis,” Jurnal Teologia,
Volume 25, Nomor 2, Juli-Desember.
Sidiq, Achmad. 2008. “Kidung Rumeksa Ing Wengi: Studi Tentang Naskah Klasik Bemuansa Islam.” Jurnal Analisa
Volume XV, No.01, Januari – April.
Sijito, Riyanto. 2006. “Kidung Rumeksa Ing Wengi Karya Sunan Kalijaga Dalam Kajian Teologis.” Skripsi Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo.
Tanoyo, R. 1975. Kidungan Ingkang Djangkep. Solo: Sadu Budi.
Widodo, Wahyu dkk. 2013. “Mantra Kidung Jawa: Perangkat Linguistik dan Kemanjuran.” Jurnal Transling Volume 1
Nomor 1, UNS.
Wiryapanitra, R. 1979. “Serat Kidungan Kawedhar,” Jakarta: Depdikbud.
K
upatan” atau “Lebaran Kupat” Nusantara. Di Jawa makanan ini dikenal
adalah salah satu tradisi Islam khas dengan nama kupat. Bahan dasar ketupat
Nusantara yang dilakukan pada hari adalah beras yang kemudian dimasukkan ke
ke-8 bulan Syawwal. Tradisi ini masih lestari dalam pembungkus berbentuk segi empat
dan dilakukan turun temurun khususnya di yang terbuat dari anyaman daun kelapa (janur)
kalangan masyarakat Jawa. yang masih muda. Setelah terbungkus rapat,
ketupat kemudian dikukus hingga matang.
Masyarakat Jawa memiliki dua kali
Makanan ini jamak dijumpai saat perayaan
tradisi lebaran, yaitu “lebaran idul fitri” yang
lebaran Idul Fitri (1 Syawwal) dan lebaran
dirayakan pada tanggal 1 Syawwal, dan lebaran
ketupat (8 Syawwal).
yang kedua adalah “lebaran ketupat” yang
terjadi pada tanggal 8 Syawwal, yaitu setelah Di luar masyarakat Jawa, “ketupat” dikenal
puasa sunnah Syawwal selama enam hari. Hari dengan nama yang berbeda-beda. Di Sunda,
raya ketupat atau lebaran ketupat ini dikenal misalnya, makanan ini dikenal dengan nama
juga dengan istilah “kupatan”. “kupat”, atau “tupat” (Betawi), “tipat” (Bali),
“katupat” (Banjar), “patupat” (Kapampangan),
Umumnya, masyarakat Jawa merayakan
“katupa” (Makassar), “katupek” (Minang),
hari raya “kupatan” ini dengan membuat
ketupat dan berdoa bersama di mushola,
masjid, atau lapangan terbuka. Setelah ritual
berdoa bersama selesai, mereka pun makan
ketupat bersama dengan aneka macam lauk
pauknya, seperti gulai, opor, rendang, dan
aneka masakan lainnya. Setelah acara makan-
makan bersama selesai, sebagian dari mereka
ada yang berziarah ke makam keluarga yang
sudah meninggal, atau saling kunjung dan
bersilaturahim antar sanak famili dan kerabat
yang masih hidup. Ada juga yang memeriahkan
hari raya ketupat ini dengan menggelar
karnaval dan festival rakyat. Di beberapa
wilayah pesisir utara laut Jawa, sebagian
masyarakat memeriahkan hari raya ini dengan
festival laut.
Suasana kehangatan, kebersamaan,
silaturahim, saling memaafkan, saling berbagi,
dan gotong royong terasa demikian sangat
kuat terpancar dalam ritual tradisi “kupatan”
ini. Suasana halaman Masjid Al-Yahya di lingkungan
Dukuhan RT 01 RW 03 Kelurahan Mlangsen Blora.
“Ketupat” adalah jenis kudapan khas Sumber: http://www.infoblora.com/
O
rang Islam Nusantara sudah lama yang artinya “hampir denganku, dekatku, di
mengenal istilah Ladunni; atau yang sisiku”; (3) akronim dari kata lada tsanaiyah
biasa dilafalkan orang Jawa dengan (tarkib majzi) atau hayyarah yang berarti
Iladuni (menggabungkan kata ilmu dan mengherankan atau mengagumkan.
ladunni). Kemampuan Iladuni di Jawa erat
Sedangkan secara terminology ladunni
kaitannya dengan kemampuan meramalkan
merupakan istilah ahli tasawuf untuk
kejadian yang akan datang dan belum
menyebut ilmu intuitif tanpa proses belajar.
diketahui oleh orang biasa yang disebut “tiyang
Dalam kitab Al-Lujjain al-Daniy fi Dzikr Nubdat
petang iladuni palakiyah”. Orang yang memiliki
min Manaqib al-Quthb al-Rabbani Syekh Abd
kemampuan Iladuni termasuk 3 (tiga)
al-Qadir al-Jailani, misalnya, ada kalimat;
kelompok orang suci yang sangat dihormati
wa afadh ‘alahim min buhur al-mawahib al-
dan dijunjung tinggi di Jawa.
laduniyyat (semoga Allah SWT memberikan
Hal ini seperti terdeskripsikan dalam kepada mereka samudra berupa ilmu berian
Babad Tanah Jawi yang menuturkan nasehat berupa ilmu ladunni --yang aman dari keraguan
Senopati kepada Pangeran Banowo di Keraton dan kekeliruan yang berbeda dari ilmu yang
Pajang, yakni; (a) kalau memerlukan nasehat diperoleh melalui penggunaan nalar (nazhar)
mengenai tata tertib negara, maka harus dan akal pikiran; peny.). Ilmu Ladunni disebut
minta petunjuk kepada para Pandhita (Yen dika pula ilmu kasyf dan dzauq serta ilm al-mawhub
pakewedan mranata Negara atakena dhateng merupakan ilmu para nabi dan para wali. Ilmu
pandhita); (b) kalau ingin tahu mengenai ini “lawan” dari ilmu muktasab yakni ilmu yang
ramalan waktu yang akan dating, maka harus diperoleh melalui proses pembelajaran.
minta nasehat kepada ahli ilmu ladunni (Yen
Menurut Ibn ‘Arabi setiap ilmu yang
dika ajeng sumerep ingkang dereng kelampahan,
diperoleh manusia sebetulnya bisa muncul
atakena dhateng “tiyang petang iladuni
spontan dari dalam jiwanya yang kemudian
palakiyah”); dan (c) kalau ingin mendapat
muncul sedikit demi sedikit dan sebelumnya
kekuatan gaib atau kesaktian, maka dapat
masih bersifat global. Kemunculannya tak lain
dicari pada orang-orang yang bertapa (yen dika
hanyalah pengingatan kembali ilmu fitri yang
ajeng sumerep ing kesakten, atakena dhateng
diberikan Allah SWT sewaktu pengambilan
tiyang ahli tapa).
janji. Boleh jadi manusia melupakannya,
Secara etimologi, Ladunni berasal dari padahal ilmu itu tetap berada di kedalam
akar kata; (1) Laduna-yaldunu-lad nah yang jiwanya dan tidak terhapus selama ia masih
tersambung dengan ya’ nisbat yang berarti mau mengetahuinya (Al-Futuhat al-Makkiyah:
“sesuatu yang terbilang lembut”; (2) ladun- II, 686; Mawaqi’ al-Nujum wa Mathali’ Ahl al-
ladan-ludun (dzaraf) yang berakhiran nun Asrar wa ‘Ulum; 45).
wiqayat dan ya’ nisbat --seperti dalam bait Al-
Pandangan serupa juga dikemukakan
Fiyah ibn Malik; “wa fi ladunni laduni qalla wafi”
Al-Ghazali yang menyatakan: seluruh ilmu
Sumber Bacaan
Al-Bantani, Muhammad Nawawi, Syarh Nur al-Dhalam, Surabaya: Dar al-‘Ilm
Al-Ghazali, Rawdhat al-Thalibin wa ‘Umdat al-Salikin, Beirut; Dar al-Fikr
Al-Syarqawi, Al-Shufiyyah wa al-‘Aql: Dirasat Tahliliyyat Muqaranat li al-Ghazali wa Ibn Rusyd wa Ibn al-‘Arabi, Beirut: dar
al-Jalal
Al-Tarmizdi, al-Hakim, Ma’rifat al-Asrar, Dar al-Nahdhah al-‘Arabiyyah, 1977
Hilal, Ibrahim, Al-Tashawwuf al-Islam bain al-Din wa al-Falsafah, Kairo: Dar al-Nahdhah al-‘Arabiyyah, 1979
Mastuki dan M. Ishom el-Saha, Intelektualisme Pesantren, Jakarta Diva Pustaka, 2003
Steenbrink, Karel A., Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat: Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia, Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga Press, 1988
S
alah satu tradisi keagamaan (Islam) yang meramaikan malam ganjil di bulan Ramadan.
unik-distingtif dan masih cukup bertahan
Di Cirebon misalnya, selepas maghrib
di tengah gempuran arus modernisasi
anak-anak kecil usia 7 tahun hingga belasan
adalah tradisi malam likuran di bulan Ramadan.
keluar rumah sambil menyalakan “damar
Tradisi malam likuran yang dimaksud di
malam” yang diletakkan di sudut-sudut rumah
sini adalah sebuah tradisi masyarakat Islam
sambil menyanyikan yel-yel: damar malam
Indonesia dalam meramaikan bulan Ramadan
selikure (damar malam tanggal dua puluh satu
dengan cara menyalakan damar malam, lampu
Ramadan) damar malam “telulikure” (damar
cangkok/colok, tepatnya di malam ganjil di
malam tanggal dua puluh tiga), dan seterusnya.
sepertiga terakhir di bulan Ramadan.
Kegiatan menyalakan damar malam
Tidak diketahui secara persis kapan dan
ini menjadi simbol bahwa puasa yang telah
siapa yang memulai tradisi malam likuran ini
dijalani sudah beranjak ke setelah hari ke-
di Nusantara. Namun, uraian Hamka (1982)
20. Tradisi tersebut akan terus berlangsung
mengenai penyalaan api di malam likuran
hingga selesainya bulan puasa, namun hanya
adalah simbol petunjuk hidayah Islam yang
dilakukan pada setiap malam tanggal ganjil
diajarkan oleh Syekh ‘Ainul Yaqin atau yang
saja: malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan malam
lebih dikenal dengan Sunan Giri. Pelita-pelita
tanggal 29. Syahdan, tradisi yang turun
itu pada mulanya dipasang di Masjid Giri.
temurun itu sudah ada sejak Islam masuk
Terlepas dari belum ditemukannya data- Cirebon. Setelah dinyalakan biasanya damar
data sejarah terkait dengan awal mula tradisi malam tersebut akan diletakkan pada sudut
likuran, yang pasti jika dilihat dari segi pelaku rumah atau sudut halaman rumah.
yang merayakan tradisi ini adalah bagian dari
“Damar malam” adalah sejenis lentera
tradisi masyarakat Islam. Di sisi lain, tradisi ini
yang terbuat dari bilahan bambu yang sudah
dilakukan di sepertiga terakhir bulan Ramadan
dilekati dengan ter atau lilin batik. “Damar
yang tujuannya adalah untuk menyemarakkan
malam” harus dinyalakan dengan hati-hati.
malam-malam ganjil di mana dalam literatur-
Bila gegabah, bahan malam yang terbakar akan
literatur Islam disebutkan bahwa di malam
menetes dan bisa melukai kulit tangan. Tradisi
tersebut malam yang kemuliaannya melebihi
menyalakan damar malam ini dilakukan
seribu malam (lailatul qadar) turun ke muka
sesudah berbuka puasa atau sesaat setelah
bumi.
Maghrib tiba. Damar malam itu akan padam
Ragam Ekspresi Malam Likuran dengan sendirinya saat memasuki waktu salat
tarawih, atau selepas Isya.
Sebagai ekspresi keberislaman masyarakat
Islam Nusantara, perayaan “malam likuran” Seorang bocah di Desa Tuk Cirebon sedang
di satu daerah di Nusantara berbeda dengan menyalakan damar malam
daerah lainnya. Kendati pun secara ekspresi
Sedangkan di Wonogiri, sebagaimana
perayaan berbeda-beda, pada hakikatnya
dalam Sartono (2000:4), disebutkan bahwa
tujuan perayaan “malam likuran” di beberapa
tradisi perayaan di malam likuran di sana
daerah di Nusantara tidak berbeda; yakni
Sumber Bacaan
Fina Yuriani, Tradisi Malam Tujuh Likur: 27 Ramadhan Di Kampung Tanda Hulu Daik Lingga, Tanjung Pinang: Universitas
Maritim Raja Ali Haji, Skripsi, 2016
Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982
Muhammad Harfin Zuhdi, Islam Wetu Telu di Bayan Lombok: Dialektika antara Islam Normatif dan Kultural , Istinbath
Jurnal Hukum Islam, Vol.13, No. 2, 2014
Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS, 2005
Sartono Kartodirdjo, Beberapa Pengaruh Islam terhadap Budaya Jawa, Makalah dalam Seminar Pengaruh Islam terhadap
Budaya Jawa, 2010
http://kedungdawa.desa.id/berita-jelang-akhir-ramadan-cirebon-gelar-malam-selikuran.html
http://www.suarabojonegoro.com/2014/07/tradisi-colok-malam-9-dibulan-ramadhan.html
http://www.republika.co.id/berita/ramadhan/ibrah/13/07/29/mqokdl-meramaikan-malammalam-likuran
http://kabarlingga.com/gerbang-lampu-tujuh-likur-mulai-bermunculan-menjelang-ramadhan/
L
anggar merupakan bangunan untuk digunakan oleh orang-orang Jawa. Di Sunda
tempat peribadatan kelompok sebutannya Tajug; di Banten disebut Bale;
masyarakat Muslim di sebuah dusun di Minang dikenal dengan Surau; di Sulawesi
atau kampung. Biasanya tempat peribadatan disebut langgara, di Aceh disebut Dayah.
sekelas langgar tidak dipergunakan untuk Masyarakat Gayo menyebutnya dengan Joyah
shalat Jum’at karena 2 (dua) faktor. Pertama, yang sifat dan tujuannya serupa dengan
faktor keyakinan agama. Dalam fiqh ditentukan apa yang di Aceh disebut Deah atau Dayah,
untuk mendirikan shalat Jumat harus terdiri yakni bangunan tambahan dari Meunasah,
laki-laki dewasa paling sedikit 40 orang yang khusus digunakan untuk ibadah atau di
yang semuanya merupakan penduduk asli mana sebagian pengajaran agama diadakan
(mustawthin). Selain itu dalam fiqh Syafi’iyyah oleh imam atau penggantinya. Belakangan di
juga tidak diperbolehkan mengadakan kota-kota, masyarakat menyebutnya dengan
ta’addud al-jumu’ah (memperbanyak kelompok Mushalla atau tempat mengerjakan shalat.
jum’atan) dalam satu desa terkecuali karena
Dari sekian penyebutan tempat
desa itu dibelah sungai besar atau jalan besar.
peribadatan umat Islam di luar mesjid,
Kedua, faktor tekanan politik. Di masa “Langgar” dan “Tajug” seringkali dikonotasikan
penjajahan Belanda sejak tahun 1903 negatif berdasarkan asal katanya. “Langgar”
dikeluarkan perintah agar Bupati mendata dalam bahasa Jawa berarti bertubrukan
jumlah tempat peribadatan yang digunakan atau bersalah-salahan. Begitupula “Tajuk”
untuk melaksanakan shalat jum’at. Bahkan dalam bahasa Sunda berarti melawan atau
pada tahun 1931, Bupati diperintahkan membangkang. Dipersepsikan bahwa warga
untuk mengawasi tempat peribadatan yang masyarakat yang menetap di sekitar “Langgar”
digunakan shalat jum’at. Akibatnya pada saat atau “Tajuk” tergolong pembangkang atau
terjadi pertumbuhan penduduk dan diperlukan menyalahi keyakinan dan tradisi leluhur.
tempat peribadatan baru maka hanya Dalam hal ini disebut “Langgar” sebab orang-
dibolehkan pendirian tempat peribadatan orang Islam di Jawa pada mulanya dianggap
selain mesjid. Masyarakat di sebuah dusun bertentangan dengan keyakinan dan praktik
atau kampung yang sedang berkembang juga keagamaan Hindu-Budha. Hal yang sama
tidak kekurangan akal. Mereka mengadakan juga terjadi pada peristilahan “Tajug” dalam
pungutan derma untuk merintis didirikannya masyarakat Sunda, sebab orang-orang Belanda
tempat peribadatan yang dimulai dari bentuk menganggap masyarakat di sekitar “Tajug”
Langgar dan lama kelamaan dirubah menjadi sebagai pembangkang dan suka melawan.
mesjid seiring perkembangan jaman. Jadi,
Namun demikian ada pula pandangan
antara mesjid dengan bangunan sejenis
lain, terutama seputar ““Langgar”” dan
Langgar dalam sejarahnya tidak dapat
“Tajug,” bahwa pada dasarnya keduanya
dipisahkan satu dengan lainnya.
merupakan bangunan panggung berlantai
Sebutan “Langgar” pada umumnya kayu yang atapnya berbentuk limas, yang
Sumber Bacaan
Anasom, dkk., Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000
Feener, R. Michael dan Terenjit Sevea, Islamic Connections: Muslim Societies in South and Southeast Asia, Singapore:
Institute of Southeast Asian Studies, 2009
Heuken, Adolf, SJ. Mesjid-mesjid Tua di Jakarta, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2003
Hurgronje, C. Snouck, Tanah Gayo dan Penduduknya, Jakarta: INIS, 1996
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976
S
ecara umum, “lebaran” merupakan selama sebulan berpuasa.
peristilahan orang-orang Melayu untuk
Istilah “Lebaran” juga dipakai oleh
menyebut hari raya sehabis mengerjakan
kalangan masyarakat Jawa secara khusus
ibadah puasa (tanggal 1 Syawal), dan hari
untuk menyebut Hari Raya Idul Fitri. Lebaran
raya tanggal 10 Dzulhijjah atau yang disebut
dalam bahasa Jawa berasal dari kata “lebar”
Lebaran Haji. Ada pula yang mengaitkan
(bahasa Jawa halus) atau “bar” atau “bubar”
Lebaran dengan kata “lébar” yang bermakna
(bahasa Jawa kasar) yang berarti selesai.
luas dan tidak sempit. Dalam artian umat Islam
Karena bahasa Jawa sering memberikan
yang merayakan Lebaran hati mereka lebar,
akhiran “an” maka disebutlah istilah “Lebaran”.
dapat menerima dan memaafkan kesalahan
Dikatakan demikian sebab umat Islam telah
orang lain, dan hati mereka riang bergembira
menyelesaikan kewajiban menjalankan puasa
sesudah berhasil mengalahkan hawa nasfu
sebulan penuh, dan mereka kembali menjalani
Sumber Bacaan
Anasom, dkk., Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000
Bachtiar, Harsja, “The Religion of Java: a Commentary”, Madjalah Ilmu Sastra Indonsia. V 5 NI, 1973
Hurgronje, C. Snouck, “Penetapan Berakhirnya Bulan Puasa 1898” dalam Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje VIII,
Jakarta: INIS, 1993
Steenbrink, Karel A., Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat: Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia, Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga Press, 1988
P
eribahasa adalah kalimat yang singkat allegori yang mengandung makna tertentu.
namun bermakna alegoris (kiyasan)
Sebelum datangnya Islam, perumpaan
sehingga membutuhkan proses
seluruhnya bersumber dari syair dan prosa
pemahaman tertentu dalam memahaminya.
(natsr) Arab. Muhammad Taufiq Abu ‘Ali
Dalam bahasa Arab, peribahasa adalah bagian
berpendapat bahwa perumpaan adalah
dari al-hikmah (kebijaksanaan).
sebuah bidang yang mengakar kuat dalam
Bicara soal hikmah, terdapat sebuah hadis kebudayaan masyarakat Arab. Hampir setiap
yang berbicara soal itu, al-Hikmatu Dhallaatun sisi kehidupan mereka, memiliki ungkapan-
al-Mu’min, aynamaa tajiduhaa akhadzahaa ungkapan perumpaannya. Lewat media
(hikmah adalah “barang hilang” seorang inilah, perumpaan menjadi sebuah sarana
mukmin, maka dimanapun ia mendapati, menunjukkan kemurnian bahasa Arab lewat
ambillah). Meski begitu, tidak ada pembatasan gaya bahasa perumpaan yang sastrawi.
apakah hikmah haruslah sebuah kata
Setelah kedatangan Islam, al-Matsal
mutiara atau peribahasa. Salah satu bentuk
tidak hanya bersumber dari syair Jahiliyah,
penyampaian hikmah yang populer dikalangan
tapi juga Quran dan Hadis serta syair yang
masyarakat muslim dikenal dengan nama
muncul sesudah kedatangan Islam. Dalam al-
Mahfuzhat. Istilah ini sebenarnya tidak dikenal
Qur’an misalnya, tercatat Allah menyebutkan
oleh penutur bahasa arab sendiri. Justu istilah
beberapa kali ungkapkan kata al-matsal
ini lahir dari umat muslimin di Indonesia. Ini
secara eksplisit, lewat kata al-matsal dan
terbukti karena di masa kini masyarakat Timur
matsalan. Tercatat, kata pertama hanya
Tengah menggunakan istilah mahfuzhat untuk
disebutkan sebanyak dua kali, dengan konteks
memaknai arsip, sehingga penggunaannya
menunjukkan bahwa apa yang diperintahkan
dirangkai dengan kata al-watsaaiq.
Allah Swt. adalah sebuah model yang tertinggi
Selain itu, dari sisi etimologi mahfuuzhaat kualitasnya (lahu al-matsal al-a’laa). Sementara
adalah bentuk jama’ (plural) dari kata untuk kata kedua, disampaikan sebanyak 18
mahfuuzh, sebuah kata yang berbentuk objek kali, yang keseluruhannya bertujuan untuk
(maf ’ul) dan berarti “diingat”. Dalam bahasa memberikan pelajaran, baik perumpaan yang
Arab, istilah yang digunakan adalah al-matsal baik maupun yang buruk.
(jamak: al-amtsaal). al-Matsal sudah dikenal
Jawwad Ali dalam karyanya al-Mufasshal
sebagai bagian dari bidang sastra Arab. Dari
fi Taarikh al-‘Arab fi al-Islam memasukkan al-
kata al-Matsal ini, - mungkin - dikenallah dalam
Amtsal sebagai salah satu cabang keilmuan
bahasa Indonesia istilah perumpaan (Arab: al-
yang dikenal masyarakat Arab. Ia bisa berupa
Mitsaal atau al-Matsal). Sesuai namanya, dalam
hikmah, kisah-kisah lama yang bernuansa
bahasa Arab ada pula kata-kata yang modelnya
mitologi (al-asaathir), atau cerita-cerita yang
adalah perumpaan. Selain itu, kata ini secara
memiliki ibrah. Menurutnya, Matsal tidak
etimologi adalah bentuk masdar dari kata ma-
selalu berbentuk natsr, dan tidak seluruhnya
tsa-la yang berarti serupa. Dari sini kemudian
pula disampaikan dalam bentuk syair. Sampai
dimaknai perumpaan pada kalimat-kalimat
Sumber Bacaan
Khalil Hasan Noufal, Collocations in English and Arabic: A Comparative Study, English Language and Literature
Studies; Vol. 2, No. 3; 2012, 2.
Muhammad Taufiq Abu ‘Ali, al-Amtsal al-‘Arabiyyah wa al-‘Ashr al-Jaahilii, (Beirut: Dar al-Nafaais, 1988).
Muhammad Jawwad ‘Ali, al-Mufasshal fii Tarikh al-‘Arab Qabla al-Islam, (Beirut: Dar al-Saaqi, 2001).
Abu al-Shaikh al-Ashbihani, al-Amtsaal fi al-Hadits, (Bombay: al-Dar al-Salafiyyah, 1987).
Ibn al-Mulaqqan Siraju al-Din al-Syafi’i, al-Badru al-Munir fi Takhrij al-Ahaadits wa al-Aatsar al-Waaqi’ah fi al-
Syarh al-Kabiir, (Riyadh, Dar al-Hijrah, 2004).
Muhammad Fu’ad ‘Abdu al-Baqi, al-Lu’lu wa al-Marjaan Fiima Ittafaqa ‘alaihi al-Syaikhaani (Kairo: Dar al-Hadits,
1987).
Baha’u al-Diin al-‘Aamili, al-Kushkuul, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilimiyyah, 2004).
M
ajelis taklim terdiri dari dua akar “tempat atau wadah umat untuk melaksanakan
kata bahasa Arab yaitu majlis (ﻣﺠﻠﺲ proses belajar mengajar tentang iman, Islam
) yang berarti tempat duduk, tempat dan ihsan, aqidah, syari’ah, akhlak, tauhid,
sidang atau dewan, sedangkan ta’lim berarti fikih, tasawuf, surga dan neraka, pahala dan
pengajaran (Kamus Al-Munawwir). Dalam dosa, ekonomi, zakat, infak, sadaqah dan
bahasa Arab kata majelis adalah bentuk isim lain sebagainya”. Lain halnya dengan Arifin
makan (kata tempat), kata kerjanya ( )ﺟﻠﺲyang (1991 : 202) yang memaknai majelis ta’lim
artinya tempat duduk, tempat sidang, dewan. dalam strategi pembinaan umat, merupakan
Kata ta’lim dalam bahasa Arab merupakan wadah/wahana dakwah Islamiah yang murni
masdar dari kata kerja ( ﺗﻌﻠﻢ-ﻳﻌﻠﻢ- ) ﻋﻠﻢyang Instruksional keagamaan Islam.
mempunyai arti pengajaran. Dalam Kamus
Hasil Musyawarah Majelis Ta’lim se-DKI
Bahasa Indonesia pengertian majelis adalah
Jakarta tahun 1980, merumuskan pengertian
pertemuan atau perkumpulan orang banyak
majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non
atau bangunan tempat orang berkumpul.
formal yang memiliki kurikulum tersendiri
Dari pengertian terminologi tentang majelis
diselenggarakan secara berkala dan teratur
ta’lim di atas dapatlah dikatakan bahwa
diikuti oleh jamaah yang relatif banyak, yang
majelis adalah tempat duduk melaksanakan
bertujuan untuk membina, mengembangkan
pengajaran atau pengajian agama Islam.
hubungan yang santun dan serasi antara
Jika digabungkan dua kata itu dan manusia dengan sesamanya, dan antara
mengartikannya secara istilah, maka dapatlah manusia dengan lingkungannya, dalam rangka
disimpulkan bahwasanya “majelis taklim” membina masyarakat yang bertaqwa kepada
memiliki arti tempat berkumpulnya seseorang Allah SWT (Hasbullah, 1996 : 202). Dari
untuk menuntut ilmu (khususnya ilmu agama) beberapa pengertian “majelis ta’lim” yang
bersifat nonformal. telah dikemukakan di atas, selanjutnya dapat
diberikan kesimpulan majelis ta’lim dapat
Majelis ta’lim dapat diartikan sebagai
diartikan sebagai sebuah lembaga pendidikan
“tempat untuk melaksanakan pengakaran atau
non formal, tempat berkumpul sekelompok
pengajian Islam” (Baiquni, 1996 : 273). Secara
orang/individu untuk membicarakan masalah
bahasa (etimologi) majelis ta’lim berasal dari
yang menyangkut kepentingan kelompok
bahasa Arab, yang berasal dari dua kata majelis
tersebut dan masyarakat pada umumnya.
dan ta’lim. Menurut Munawir yang dikutip
Sedangkan secara khusus majelis ta’lim berarti
oleh Hasbullah (1996 : 95) menjelaskan,
suatu tempat/wadah untuk berkumpul dan
“majelis adalah tempat duduk, tempat
melaksanakan pengajian yang membahas
sidang. Sedangkan ta’lim diartikan dengan
materi ke-Islaman secara menyeluruh.
pengajaran”.
Majelis taklim bersifat nonformal, namun
Menurut istilah (terminologi) para
walaupun demikian fungsi dari majelis taklim
ahli pengertian majelis ta’lim sebagaimana
itu sendiri sangatlah dirasa dalam masyarakat.
menurut Saefudin (1996 : 45-46) adalah
Sumber Bacaan
Muhsin MK, Manajemen Majelis Taklim, Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009
Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, Bandung: Mizan, 1997
Arifin, M., H., Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-3
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), cet. Ke 14
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka
Utama, 2008), cet. Ke-4
Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang,CV.Toha Putra Semarang,1989, hal. 421
Enung K. Rukiati,Dra.,Hj. dan Dra.Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,( Bandung : Pustaka Setia , 2006
), Cet. 1
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, ( Bandung, 1996, )
Hasbullah,Kapita Selekta Pendidikan Islam,Rajawali Pers,Jakarta,1995,
Nata Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010). hal. 102.
I
stilah jazab untuk orang yang belum waham, gangguan kepribadian dissosial,
mengetahui dunia tasawuf atau belum gangguan kepribadian emosional tak stabil
belajar tasawuf sama sekali (orang atau skizofrenia. Akan tetapi secara hakikat
awam), pasti sangatlah asing dengan istilah sangatlah berbeda Majzub dengan orang yang
ini. Sebenarnya orang awam sering melihat sedang terkena gangguan kejiwaan secara
fenomena ataupun bersinggungan langsung umumnya, jika ditinjau dari berbagai aspeknya.
dengan istilah atau pelaku jazab, sering
orang awam mengatakan,” kyai koyok wong
edan (bahasa Jawa yang artinya kyai seperti Definisi dan Bentuknya
orang gila)”, atau “wah, wong ka’e kakean ilmu Majzub berasal dari sebaran kata Jazab,
(agama), trus durung wayahe ngamalke malah di dalam istilah tasawuf adalah suatu maqom
diamalke dadine edan (bahasa jawa yang artinya atau keadaan di luar kesadaran seseorang,
wah, orang itu terlalu banyak ilmu (agama), atau bahkan, sudah tidak tertaklif secara
belum saatnya diamalkan, justru diamalkan, syariat. Dalam kamus bahasa arab asal dari
jadinya gila)”. Fenomena-fenomena itulah JAZAB adalah – Jazaba-Yajzibu-Jazban –
yang disebut dengan jazab. yang berarti mempunyai makna ”menarik”,
Orang yang jazab disebut majzub. Pada sementara obyek atau maf ’ulnya adalah majzub
umumnya majzub adalah para sufi atau para yang berarti mengandung makna tertarik, di
praktisi taswuf, atau didalam dunia tasawuf dalam istilah sufi, biasanya jazab di gunakan
disebut dengan orang salik dalam menempuh terhadap situasi bagi seseorang yang sedang
thariqah. Jazab jika diistilahkan ke dalam mengalami (khoriqul adat) atau jenis yang lain,
bahasa Indonesia adalah wali gila. Dimana wali seperti nyleneh, keluar dari adat kebiasaan
gila ini bertingkah laku seperti orang gila, dan umum, atau mungkin bisa di kategorikan
tidak sering melakukan hal-hal yang sering orang gila yang berkeramat, dikatakan gila
bertentangan dengan syariat agama Islam, sebab munculnya pemahaman bahwa jazab
seperti meminum-minuman keras, berjudi, adalah hilangnya keumuman secara manusia,
bergaul (melakukan hubungan suami-istri) tentu beda dengan arti dari gila sendiri, sebab
dengan para WPS (wanita pekerja seks) akan gila di dalam bahasa arabnya adalah Junna-
tetapi pada hakikatnya perilaku para Majzub Junuunan – gila- atau, Janna-Yajunnu-Jannan
ingin memberikan suatu pesan tertentu – yang artinya menutup. Istilah Jazab ditulis
kepada seseorang atau kepada masyarakat. oleh Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul
Dan Perilaku tersebut sering menimbulkan Karim bin Athoillah Assakandari (658 H/1259
perdebatan para ulama, ada yang menentang M –709 H/1309 M) dalam kitab Al-Hikam.
dengan keras karena dapat menyesatkan umat, Secara etimologis, jazab adalah bentuk
dan ada yang memaklumi karena dianggap superlatif (mubalaghah) dari kata jazaba, yang
sebagai anugerah langsung dari Allah. artinya “menarik”, dan dalam format superlatif
Jika dipandang dari dunia psikologi, dapat diartikan “sangat menarik”. Dalam
maka jazab hampir sama dengan gangguan terminologi pesantren, ia sering digunakan
buatan (malingering), stres, depresi, gangguan dalam konteks pengalaman batin dan
Sumber Bacaan
Abu Khalid, MA, “Kisah Teladan dan Karomah Para Sufi“, CV. Pustaka Agung Harapan, Surabaya, th 1998.
Davison, Gerald C., John M. Naele, Ann M. Kring. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Rajawali Press,.
Drs. Imron abu amar “Disekitar masalah Thariqat”, Menara Kudus,1980.
Drs.H.M. Laily Mansur,L.PH, “Ajaran dan teladan para sufi”,PT.Raja Grapindo Persada, Jakarta,1999
H.Alim Bahreisy, “TerjemahAl-Hikam”, Madya,Surabaya, th 1984.
Kartono, Kartini. 1986. PatologiSosial 3: Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: Raja Wali.
Kyai Misbah bin Zainal Mustofa, “Tarjamah Matan Khikam “, Wisma pustaka, Surabaya,Tt.
Masyhudi, In’amuzzahidin. 2007. Dari Waliyullah Menjadi Wali Gila: Antara Tasawuf dan Psikologi. Semarang: Syifa Press.
Minister Supply and Service Canada. 2005. Schizophrenia: Sebuah Panduan Bagi Keluarga Penderita Skizofrenia. Yogyakarta:
DOZZ.
Muhammad Zaki Ibrahim, “Tasawuf Hitam Putih“, Tig sSerangkai,Solo, th 2004.
Reber, Arthur S. dan Emily S. Reber. 2010. Kamus Psikologi, penterj: Yudi Santoso. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.
M
akan Bedulang secara harfiah Belitung. Cara penyajian makanannya, 7
diartikan sebagai “makan piring berisi makanan dihidangkan dalam satu
menggunakan dulang”. Makan nampan besar yang disebut “dulang.” Nampan
bedulang adalah makan sesuatu yang disajikan itu diletakkan di atas meja. Di dalamnya
diatas dulang, biasanya terdiri dari 4 (empat) tersuguh sayur ikan dalam mangkuk model
orang duduk dilantai, duduk berhadapan kuno, ikan nila goreng garing, oseng-oseng,
dan ditengah-tengahnya ada dulang. Makan sate ikan (mirip pepes), ayam ketumbar,
bedulang merupakan tradisi orang Belitung sambal serai, dan lalapan (daun singkong da
secara turun temurun. “Makan Bedulang” +timun). Sumber daya alam yang tersedia
berasal dari kata “makan” yang berarti diolah menjadi makanan-makanan lezat dan
memasukan sesuatu ke dalam mulut kemudian menyantapnya pun dilakukan secara bersama.
dikunyah dan ditelan. Dan dari kata “dulang”,
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
yaitu sebangsa tulam yang biasanya berbibir
adalah sebuah provinsi di Indonesia yang
pada tepinya, serta terbuat dari kayu.
terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau
“Makan Bedulang” adalah prosesi makan Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau
bersama yang dilakukan menurut adat Belitung kecil seperti Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau
dengan tata cara dan etika tertentu. Satu dulang Mendanau dan Pulau Selat Nasik, total pulau
diperuntukan bagi empat orang yang duduk yang telah bernama berjumlah 470 buah dan
bersila dilantai, saling berhadapan. Dalam yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka
tradisi ini disajikan berbagai makanan khas Belitung terletak di bagian timur Pulau
Belitung dalam seperangkat piranti Makan Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera
Bedulang, yang mencerminkan keterkaitan Selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai
erat antara sistem sosial dan ekologi pulau daerah penghasil timah, memiliki pantai yang
Belitung. Salah satu makna fisolofis yang indah dan kerukunan antar etnis. Ibu kota
terkandung dalam Makan Bedulang adalah provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan
rasa kebersamaan dan saling menghargai provinsi ini disahkan pada tanggal 9 Februari
antara anggota masyarakat. Duduk sama 2001. Selat Bangka memisahkan Pulau
rata, berdiri sama tinggi. Biar tambah ramai, Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan Selat
biasanya tradisi bedulang dilakukan di masjid Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau
dan balai desa sehingga bisa disantap lebih Belitung. Di bagian utara provinsi ini terdapat
meriah. Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut
Jawa dan Pulau Kalimantan di bagian timur
Makna filosofis yang terkandung di
yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh
dalamnya adalah tentang rasa kebersamaan
Selat Karimata. Provinsi Kepulauan Bangka
dan saling menghargai antara anggota
Belitung sebelumnya adalah bagian dari
masyarakat yang menjadi cermin keterkaitan
Sumatera Selatan, namun menjadi provinsi
erat antara sistem sosial dan ekologi Pulau
dinilai menjadi posisi duduk yang paling baik, maafan, tradisi bedulang yang masih dilakukan
menyehatkan dan sempurna saat makan hingga sekarang selalu identik dengan makan-
bedulang. Dalam tradisi ini, terjadi transfer makan.
kearifan lokal, pengetahuan dan keterampilan
Tradisi ini pun dianggap menjadi salah
dari generasi ke generasi.
satu alternatif untuk memanfaatkan potensi
“Bedulang” kini tidak hanya bisa dinikmati alam serta mengurangi ketergantungan
oleh warga asli Belitung. Seiring dengan produk dari luar karena apa yang dikeluarkan
meningkatnya pariwisata, Bedulang bisa oleh perut bumi, itulah yang nanti akan diracik
dicicipi wisatawan di Rumah Adat Belitung dan dimasak menjadi sajian lezat dalam tradisi
namun tetap mentaati peraturan yang ada. bedulang.
Selain satu bedulang hanya bisa dinikmati oleh
Karena itulah kenapa tradisi bedulang
empat orang, juga hanya tersedia untuk makan
erat kaitannya dengan ungkapan rasa syukur
siang dan makan malam.
dengan hasil bumi yang diperoleh sehingga
“Makan bedulang” disebut juga Makan hanya produk dari daerahlah yang tersaji
Bagawai. Makan Bagawai masih sering dalam nampan bedulang. Mungkin kalau di
dijumpai dalam acara acara pernikahan di Jawa lebih dikenal dengan istilah gunungan
Belitung. Makan Begawai artinya makan di yang menjadi simbol rasa syukur dari hasil
tempat orang begawai atau hajatan. Cara bumi yang dipanen.
makan ini adalah dengan menaruh nasi dan
Sebenarnya ada dua kesempatan untuk
lauk pauknya ke dalam “Dulang”.
menikmati meriahnya tradisi Bedulang, yaitu
Tradisi ini selalu membuat para perantau saat hari raya Idul Fitri dan saat Maulud Nabi
kangen ingin mudik lebaran. Kumpul bareng Muhammad SAW. Biasanya, makan bedulang
keluarga, ketemu dengan sobat lama, dan juga dilakukan di Balai Desa atau masjid saat hari
bisa bersilaturahmi dengan tetangga. Kalau di raya umat Muslim. Makan bersama dilakukan
tempat lain momen lebaran orang-orang saling usai berdoa bersama atau mengaji.Tradisi
berkunjung ke rumah kerabat untuk bermaaf- “Makan Bedulang” biasanya dilaksanakan
Sumber Bacaan
Alfonso, 2014, Jhon, “Makalah Seni Budaya Belitung”, http://cekouff.blogspot.co.id/2014/01/makalah-seni-budaya-
belitung.html,
Belitung Info, 2015 , “Kebudayaan Masyarakat Belitung”, http://belitunginfo.com/kebudayaan-masyarakat-belitung,
Dudung, 2013, ”Maras Taun Tradisi Budaya Belitung”, http://dudung30.blogspot.co.id/2013/06/ maras-taun-tradisi-
budaya-belitung.html,
Belitung Info, 2015 , “Kebudayaan Masyarakat Belitung”, http://belitunginfo.com/kebudayaan-masyarakat-belitung,
Dudung, 2013, ” Maras Taun Tradisi Budaya Belitung”, http://dudung30.blogspot.co.id/ 2013/06/maras-taun-tradisi-
budaya-belitung.html,
Jhon Alfonso, 2014 , “Makalah Seni Budaya Belitung”, http://cekouff.blogspot.co.id/2014/01/ makalah-seni-budaya-
belitung.html,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung, Jalan Depati Gegedek No.17, Tanjung Pandan, Belitung.
P
esantren sebagaimana dikatakan oleh terjemahannya tepat di bawah teks Arab
Abdurrahman Wahid adalah sebuah dengan menggunakan huruf Arab. Sementara
sub-culture. Ia adalah komunitas yang tulisan hasil kegiatan ngesahi, ngapsahi,
memiliki banyak keunikan berbentuk tradisi maknani, ataupun ngalogat ini dinamakan
yang tidak dijumpai di tempat lain. Salah satu dengan makna gandul. Dinamakan demikian
keunikan dalam pesantren adalah “ngapsahi” karena bentuk dari tulisan ini menggantung
“ngesahi” atau “maknani” (Ensiklopedi NU, (nggandul, jawa) di dalam teks utama.
163) (Jawa) dan “ngalogat” (Yahya, 363)
Melalui proses ini, pemahaman terhadap
(Sunda), yaitu memberi makna dalam di
sebuah teks berbahasa Arab menjadi lebih
bagian bawah teks atau kalimat yang terdapat
mudah didapatkan. Pemberian makna
dalam kitab kuning dengan menggunakan
dengan cara ini dilakukan kata per kata dan
huruf pegon jawa. Ngesahi, ngapsahi, maknani,
sesuai dengan kedudukannya dalam bahasa
maupun ngalogat merupakan sebuah praktik
Arab (I’rab-nya). Dengan demikian, proses
memberikan arti bahasa Arab yang terkandung
pemberian makna ini sedapat mungkin bisa
dalam sebuah kitab dengan menuliskan
Sumber Bacaan
IIP D Yahya, “Ngalogat di Pesantren Sunda Menghadirkan yang dimangkirkan.” Dalam Henri Chambert-Loir, Sadur Sejarah
Terjemahan di Indonesia dan Malaysia,
T
radisi Manaqiban begitu populer moral (Fadeli dan Subhan, 2007: 131). Dalam
di sebagian masyarakat Islam di Kamus Al Munawwir (hlm. 1451) dicontohkan
Nusantara, terutama dalam kalangan faakhrojahu bilmanaqib, diartikan berlomba-
umat Islam tradisional atau di kalangan kultur lomba dalam kebaikan. Kamus Al-Munjid
pesantren. Selain memiliki aspek seremonial (hlm. 829) menjelaskan manaqibul al insan
dan mistikal, Manaqiban juga merupakan ma‘urifa bihi minal khishali al hamidah wal
modal sosial dan kultural. Hal ini ditunjukkan akhlaqi al jamilah , manaqib seseorang adalah
dengan adanya prosesi khusus yang melibatkan apa yang diketahui dari orang tersebut terkait
relasi sosial dan kultural baik berupa bacaan- kepribadiannya yang terpuji dan akhlaknya
bacaan khusus dan rentetan kegiatan yang di yang mulia. Secara khusus manaqib juga bisa
dalamnya sarat nilai-nilai spiritual. diartikan riwayat hidup atau biografi seorang
tokoh teladan seperti para nabi, tabi’in,
Hingga sekarang tradisi manaqiban masih
tabi’ittabi’in, waliyyullah dan ulama’ (Tim Nurul
hidup dan berlangsung dalam kehidupan
Huda, 1996: 2). Dengan pengertian tersebut
masyarakat Islam Nusantara meskipun
berarti pula bahwa manaqib merupakan
seiring dengan perkembangan sosial, ilmu
bagian dari sejarah atau tarikh, di dalamnya
pengetahuan dan teknologi mengalami
menyangkut peristiwa masa lalu yang benar
pergeseran pola, namun tetap masih ada
adanya (z|i haqqin haqqahu) dan terdapat
substansi yang sama. Lebih-lebih setelah
sejumlah keteladanan berbagai perilaku yang
terjadinya fenomena Islamophopia dalam
baik untuk diambil pelajaran (Musthofa, 1952:
media, sebagai dampak dari gerakan sosial
i).
Islamis atau fundamentalis, maka tradisi
ritual kolektif semacam manaqiban akan Namun dalam perkembangan berikutnya
memupuk kepekaan perasaan dan pengalaman kata “manaqib” sudah menjadi istilah populer,
atas kompleksitas kehidupan sosial sehingga sebagai bagian dari terminologi khas dari
tumbuh rasa saling pengertian dan juga Islam nusantara. Di kalangan nahdhiyyin,
keterbukaan. Dalam konteks inilah tradisi yakni warga ahlisunnah wal jama’ah (aswaja)
manaqiban menjadi tetap penting untuk yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU),
dipahami lebih mendalam baik oleh orang manaqib adalah sebuah buku yang berisi kisah,
dalam sendiri (insider) maupun orang luar sejarah dan biografi Syekh Abdul Qodir Jilani.
komunitas (outsider). Beliau adalah Sayyid Abu Muhammad Abdul
Qodir Jilani dilahirkan di Jilani, Irak, pada
tanggal 1 bulan Romad}on, tahun 470 Hijriyah
Pelacakan Istilah Manaqiban (versi lain 471 Hijriyah), bertepatan dengan
Kata manaqiban berasal dari kata bahasa 1077 Masehi. Beliau wafat pada tanggal 11
Arab ‘manaqib’ ditambah akhiran –an, yang Rabi’ul Akhir tahun 561 Hijriyah bertepatan
merupakan jamak dari kata manqobah yang dengan 1166 Masehi, pada usia 91 tahun.
berarti beberapa kebaikan atau keindahan. Beliau dikebumikan di Bagdad, Irak (Manaqib,
Bisa juga bermakna sifat yang baik, etika dan bagian 1). Maka setiap tanggal 11 Rabi’ul
Akhir di berbagai penjuru nusantara, umat
43) Manqobah Keempat puluh tiga Syekh 54) Manqobah kelima puluh empat: Syekh
Abdul Qodir bertemu dengan wali ini seorang mursyid boleh memodifikasi atau
pembimbing Syekh Hamad wali besar memadukan dengan aliran thariqah lain yang
pada zamannya beliau. dianggap cocok sebagaimana terbentuknya
Thariqah Qadiriyyah Naqsabandiyyah yang
55) Manqobah Kelima Puluh Lima : Syekh
banyak diikuti oleh jama’ah manaqib dari
Abdul Qodir dengan latihan-latihan
berbagai kota di Indonesia.
rohaninya.
Hal ini bisa dicermati dari jama’ah manaqib
56) Manqobah kelima puluh enam: Syekh
yang berpusat di Pondok Pesantren Futuhiyyah
Abdul Qodir tekun dan istiqomah
Mranggen Demak, dengan perintisnya Rama
membaca wirid asmul husna dan asmuun
KH. Muslih Abdurrahman; juga di Pondok
Nabi serta jiwa sosialnya yang tinggi.
Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus, Jawa Tengah
57) Manqobah kelima puluh tujuh : Syekh dengan tokoh sentralnya Rama KH. M. Arwani
Naqsyabandi menerima talqin z|ikir Amin serta Pondok Pesantren Suryalaya,
Ismuz|z|at dari Syekh Abdul Qodir Tasikmalaya, Jawa Barat dibawah bimbingan
yang telah wafat jauh sebelumnya Abah Anom.
(Fafirruuilalloh, 2016).
Thariqah Qadiriyyah Naqsabandiyyah
Dari beberapa manqobah yang penuh merupakan perpaduan dari dua buah thariqah
dengan kemuliaan dan keluarbiasaan tersebut (tarekat) besar, yaitu Thariqah Qadiriyyah dan
mencerminkan keluhuran akhlak dan pancaran Thariqah Naqsabandiyyah. Pendiri tarekat ini
Cahaya Ilahi yang melekat pada diri Syekh Abdul adalah seorang Sufi Syekh besar Masjid Al-
Qodir yang dikenal sebagai pendiri Thariqah Haram di Makkah al-Mukarramah bernama
Qadiriyyah yang dikenal luwes. Salah satu Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd. Ghaffar al-
keluwesannya adalah bahwa murid yang sudah Sambasi al-Jawi (w.1878 M.). Beliau adalah
mencapai derajat gurunya (mursyid) dianggap seorang ulama besar dari Indonesia yang
sudah mandiri sebagai Syekh bisa langsung tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah.
menjadikan Allah sebagai walinya. Dalam hal Syaikh Ahmad Khatib adalah Mursyid dari
Sumber Bacaan
Abi Luthfi Al Hakim wa Hanif Muslih bin Abdurrahman, Annurul al Burhani, fi Tarjamati Al Lujaini al Dani fi Zikri Nubzati
min Manaqibi al Syekh Abdil Qadir al Jilani. (Juz 1). Semarang: Thoha Putra.
Abi Luthfi Al Hakim wa Hanif Muslih bin Abdurrahman, Annurul al Burhani, fi Tarjamati Al Lujaini al Dani fi Zikri Nubz|ati
min Manaqibi al Syekh Abdil Qadir al Jilani. (Juz 2). Semarang: Thoha Putra.
Abi Luthfi Al Hakim wa Hanif Muslih bin Abdurrahman, Yawaqitu al Asani fi Manaqibi al Syaikhi Abdil Qadir al Jilani. (Juz
1). Semarang: Thoha Putra.
Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta:
Cakrawala.
Fafirruuilallah, (2016). “Manaqiban”, dalam http://fafirruuilalloh.com/blog/2016/11/01/manaqiban-pengertian-
manaqib/ (diakses 1 Desember 2016).
Machmudi, KH. dan tim, (1998). Buku Pelajaran Nurul Huda ke-2 Yayasan Nurul Huda, Jepara: Nurul Huda.
Mas’ud, Abdurrahman, (2004). Intelektual Pesantren; Perhelatan Agama dan Tradisi. Yogyakarta: LKIS, 2004.
Hanif, Muhammad, KH. (2013). Bid’ah Membawa Berkah, Semarang: Ar-Ridha (Thoga Putra).
Musthofa, Bisri. (1952), Tarikhul Auliya, Tarikh Wali Sanga, Kudus: Menara Kudus.
Said, Nur. (2005). Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Brillian Media Utama.
Shihab, Alwi. (2001). Islam Sufistik; IslamPertama dan Pengaruhnya hingga kini di Indonesia, Bandung: Mizan.
Tafsir, Ahmad. (2004). Filsafat Ilmu, Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Rosda.
Umar, Ahmad Jauhari, Al Syekh, Al Hajj. (tt). Jawahirul Ma’ani fi Manaqibi al Syekh Abdil Qadir al Jilani Radiyallahu Anhu,
Pasuruan: PP Darussalam.
Yayasan Jam’iyyah Manaqib Nurul Huda. (1998). Kitabul Manakib Lujainuddani fi Manaqibi Sayyidi al Syekh Abdil Qadir
al-Jilani, Jepara: Nurul Huda.
M
anganan adalah kegiatan berkumpul perasaan ragu atau malu dengan apa yang
yang digelar di sebuah tempat di dibawa oleh orang lain. (Okyana R Siregar & FX
desa yang dianggap paling baik atau Sri Sadewo, Kearifan Lokal Tradisi Manganan
sakral. Mulai dari sendang yang memiliki dalam Pembentukan Karakter Masyarakat
pohon besar dengan air yang melimpah, Desa Sugihwaras, 2013: 202 )
di area pemakaman leluhur yang dituakan
Prosesi pertama, adalah dengan menggelar
atau dan tak jarang “Manganan” juga digelar
tahlil, ngaji dan doa bersama yang dipimpin
di balai desa atau rumah Ketua Kampung,
sorang ulama setempat. Sementara penduduk
seorang Kamituwo atau di rumah Kepala desa
desa yang laki-laki melakukan prosesi ngaji
setempat.
dan doa bersama, penduduk perempuan,
Istilah yang serupa dengan tradisi mulai ibu-ibu, nenek-nek dan para remajanya
“manganan” adalah sedekah bumi. Di Cirebon, berdatangan, dengan membawa bakul berisi
“tradisi sedekah bumi” juga dilangsungkan jajan dan makanan.
di tempat-tempat tertentu. Biasanya
Acara ngaji dan doa bersama diikuti
kepala desa dan perangkat desa lainnya
dengan sangat khidmat mereka tertata rapi
mengkoordinir acara tersebut. Pada intinya,
memanjang dengan saling berhadapan.
acara “manganan” adalah sebuah tradisi yang
Penduduk wanita terus berdatangan dengan
berkembang dan bertahan di masyarakat
membawa jajan dan makanan khas desa.
dengan tujuan memperoleh keselamatan
Jajan dan makanan di keluarkan dari bakul
(selametan). Adapun ragam dan proses
ibu-ibu. Dikelompokkan pada jenis makanan
ritual atau penamaannya berbeda antar satu
yang sama, digelar di atas daun pisang untuk
daerah dengan daerah lainnya, diantaranya
kemudian dibagi lagi dengan rata.
Botram di Sunda, Bajamba di Minangkabau
dan Bukittinggi, ada juga yang menggunakan Do’a adalah ritual penting dalam tradisi
dengan istilah munjung, biasanya untuk tukar “manganan” perahu yang menyimbolkan
menukar makanan yang kemudian dimakan keberadaan Islam, hal ini dikarenakan do’a
bersama. yang dilakukan adalah do’a Islami yakni
memanjtakan puja syukur kepada Allah.
Pada hakikatnya, masyarakat memaknai
Dipimpin oleh tokoh agama masyarakat desa
tradisi manganan dengan memandang status
Panyuran. Berdo’a kepada Allah sebagai bentuk
sosial seseorang dalam memabawa makanan
ucapan syukur atas nikmat yang diberikan dari
ke acara manganan. Orang yang memiliki
hasil laut serta sebagai bentuk permintaan
status sosial yang tinggi mewujudkan
kepada Nya untuk diberikan kemudahan
makanan tersebut dengan lauk-pauk yang
dalam mencari rejeki. (DS Utami, Upacara
mencerminkan kondisi ekonomi dirinya.
Ritual Sunan Andong Willis di Desa Panyuran,
Meski demikian, jika dilihat dari fakta yang
skripsi UIN SBY, 2016, h.70 )
ada di lapangan, status sosial ini tidak menjadi
sekat yang memberi jarak antara status sosial Setelah melakukan doa secara bersama-
yang tinggi dan status sosial di bawahnya. sama kemudian mereka melakukan tradisi
Buktinya, mereka tidak memiliki rasa iri atau makan bersama dengan guyub. Mereka
memakan dari hasil makanan yang
Sumber Bacaan
Okyana R Siregar & FX Sri Sadewo, Kearifan Lokal Tradisi Manganan dalam Pembentukan Karakter Masyarakat Desa
Sugihwaras, 2013
Nur Syam, Islam Pesisir, Jogjakarta: LKiS, 2005
http://www.eastjavatraveler.com/limpah-ruah-manganan/
D
i Betahwalang, sebuah desa di hal yang merusak pernikahan sebelumnya tapi
kabupaten Demak, masyarakatnya karena faktor lain yang mempengaruhinya
memiliki sebuah tradisi unik terkait seperti perselisihan dalam rumah tangga.
masalah perceraian yang dikenal dengan
Dalam bahasa fikih mbangun nikah
nama “mbangun nikah”. Dalam praktiknya,
sering disebut dengan istilah tajdidun nikah.
tradisi mbangun nikah di desa ini mempunyai
Secara etimologi tajdidun nikah berasal
dua makna. Pertama bahwa mbangun nikah
dari kata jaddada-yujaddidu-tajdidan yang
itu dilakukan apabila dalam kehidupan
artinya memperbaharui atau pembaharuan.
rumah tangga terjadi ketidak harmonisan,
Sedangkan nikah berasal dari kata nakaha-
perselisihan dan sering terjadi pertikaian yang
yankih}u-nikahan yang artinya menikah.
terus menerus sehingga mengakibatkan suami
Jadi secara umum tajdidun nikah adalah
mengucapkan kata talak kepada istrinya.
pembaharuan akad nikah atau mengulang
Untuk kembali kepada isterinya, berbeda
nikah atau menjadi baru lagi.
dengan ketentuan dalam fiqh Islam, suami
harus melakukan mbangun nikah dengan akad Mbangun nikah atau tajdidun nikah} yang
baru. Kedua, mbangun nikah dilakukan apabila terjadi di masyarakat Desa Betahwalang adalah
pada saat terjadi pernikahan antara pasangan melakukan akad baru yang dilakukan oleh
calon suami istri tersebut, hari pasaran antara suami terhadap isteri yang secara syar’i selama
calon pasangan suami istri kurang baik atau nikah atau akad yang pertama masih (belum
rizkinya kurang lancar. batal) dan tidak ada hal-hal yang merusak akad
sebelumnya atau dengan kata lain seorang
Walaupun dibedakan dalam
suami menikahi lagi isterinya yang sah dengan
pemaknaannya, namun dalam pelaksanaan
akad baru sedangkan akad yang sebelumnya
tradisi mbangun nikah, baik dalam pemaknaan
tidaklah rusak. Hal inilah yang biasanya
yang pertama dan yang kedua, adalah sama
dipakai oleh masyarakat Betahwalang dalam
persis dengan pelaksanaan nikah pada
hal memperbaharui nikah atau mbangun nikah,
umumnya, yang mana rukun-rukunnya harus
yang dalam istilah bahasa Jawa disebut dengan
terpenuhi semuanya seperti yang ada dalam
“nganyar-nganyari nikah”.
Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Tujuan diadakannya tajdīdun nikāh}
Istilah lain untuk menyebut mbangun
yaitu yang pertama, untuk memperbaiki
nikah adalah istilah nganyar-nganari nikah yang
atau memperbaharui nikah; kedua, untuk
berarti memperbarui nikah. Dalam kamus
memperoleh kebahagiaan dan keselamatan
Jawa-Indonesia kata “bangun” mempunyai
dalam hidup berumah tangga; ketiga,
arti membangun, memperbaiki, sementara
untuk memperoleh kelapangan rizki dalam
“nikah” mempunyai arti kawin atau menikah.
rumah tangga; keempat untuk menghindari
Apabila kata tersebut dirangkai secara
keturunan mereka yang seterusnya supaya
bahasa, mbangun nikah mempunyai makna
tidak menjadi “anak haram” (menjaga
memperbaiki nikah atau membangun nikah.
kemurnian dalam berhubungan suami istri).
Dalam masyarakat desa Betahwalang mbagun
nikah dipahami sebagai melakukan akad baru Dari beberapa penjelasan diatas dapat
antara suami isteri bukan karena adanya hal- disimpulkan bahwa dalam tradisi mbangun
Sumber
Wawancara dengan Bapak Sho’im
Kompilasi Hukum Islam pasal 14.
Wawancara dengan Bapak Waselam.
Wawancara dengan Bapak Abdul Fatah.
Wawancara dengan Bapak Sholikhin.
Wawancara dengan Ibu Khoifah
Wawancara Bapak Sholikhin.
M
andi Belimau adalah tradisi mensucikan diri secara lahir dan batin.
menyambut bulan Ramadhan oleh
Pelaksanaan Mandi Belimau ini bertujuan
masyarakat Melayu khususnya
untuk membersihkan diri menjelang Bulan
masyarakat Bangka Belitung dan Riau.
Ramadhan, Perayaan upacara Mandi Belimau
Tradisi mandi Belimau merupakan tradisi
dilakukan 1 (satu) minggu sebelum puasa
yang dilaksanakan turun-temurun hingga
bulan Ramadhan.
saat ini. Mandi Belimau artinya pencucian
atau pensucian lahir dan batin menggunakan Selanjutnya pelaksanaan mandinya
air limau. Di Bangka Belitung, tradisi mandi dimulai dengan membasahi telapak tangan
Belimau sudah ada sekitar 300 tahun yang dari kanan dan kiri, kemudian kaki kanan
lalu dan sempat berhenti. Tradisi mandi dan kiri yang diteruskan dengan membasahi
Belimau dimulai dengan ziarah ke makam ubun-ubun dan seluruh anggota tubuh dengan
tokoh masyarakat atau ke pahlawan yang siraman air yang dicampur dengan jeruk limau
sangat dihormati. Selepas melakukan ziarah, yang disimpan dalam gentong air. Masyarakat
masyarakat pergi ke tempat acara mandi yang ingin dimandikan sebelumnya dianjurkan
Belimau. Tepat di panggung disiapkan air terlebih dahulu berdoa apa saja untuk kebaikan
yang diisi dalam sebuah guci besar yang mereka. Selain itu banyak masyarakat yang
bertuliskan kalimat Arab. Air limau dibuat juga membawa pulang air yang digunakan
dengan beberapa bahan yang ditentukan oleh pada ritual Mandi Belimau ini karena mereka
para kaum pandai dan kaum ulama terdahulu. meyakini bahwa air ini mempunyai khasiat
Bahan-bahan untuk membuat air limau antara tertentu.
lain daun pandan wangi, daun serai wangi, Ritual adat Mandi Belimau ini adalah
mayang pinang, daun limau, daun soman, daun simbol-simbol tradisi yang baik untuk
liman, daun mentimun, akar siak-siak, daun perenungan dan pensucian diri baik lahir
limau purut, dan buah limau purut. Bahan- maupun batin. Diharapkan simbol-simbol
bahan tersebut dipilih karena keharumannya. Mandi Belimau ini dapat membekas bagi
Keharuman bahan-bahan tersebut baik masyarakat untuk kehidupan selanjutnya dan
untuk penyambutan bulan Ramadhan dan bukan hanya prosesi saja.
pembersihan diri.
Sebelum air limau disiram ke seluruh
badan, masyarakat menguatkan niat dalam Sejarah dan Aneka Ragam Nama
rangka menyambut dan menjalani kewajiban Tradisi Mandi Belimau merupakan ritual
puasa nantinya. Setelah air limau membasahi turun temurun. Diperkirakan kegiatan ini
seluruh badan, tidak perlu dibilas dengan air sudah ada sejak 300 tahun lalu, dan kepercayaan
biasa. Hal ini dimaksudkan agar keharuman masyarakat setempat tradisi ini diperkenalkan
menyatu dengan badan. Setelah mandi pertama kali oleh Depati Bahrin, bangsawan
Belimau, sanak keluarga beserta tetangga keturunan kerajaan Mataram, Jogyakarta dan
bersalam-salaman, dan meminta maaf antara dan para pejuang lain di antaranya seperti Akek
sesama. Hal ini yang dimaksudkan dengan Jok, Akek Pok, Akek Daek. Menurut cerita
Sumber Bacaan
Abdullah, Irwan, dkk., (ed.). 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, Yogyakarta: Sekolah Pasca
Sarjana UGM
Ermiwati. 2007. “Dampak Adat Istiadat Terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Suku Mapur Dusun
Pejem Desa Gunung Pelawan Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka”, Skripsi, Fakultas Dakwah STAIN Syaikh
Abdurrahman Siddik Bangka Belitung
Mandi Belimau Gaya SPA Melayu Tempo Dul”. Bappeda.Pekanbaru.go.id. Diakses tanggal 18 Mei 2014.20.00.
Ritual Mandi Belimau, Dusun Limbung Desa Jada”. RadarBangka.co.id. Diakses tanggal 18 Mei 2014.20.00.
Ramuan Air Mandi Belimau Melayu Asli”. Riaupos.co. Diakses tanggal 18 Mei 2014.20.25.
Dinas Kominfo, http://www.babelprov.go.id/
content/
gubernur-pertahankan-budaya-mandi-belimau#sthash.o8mggM7x.dpuf
Adriandro.Ritual Mandi Balimau.blogspot.com/ html. Diakses pada tanggal 1 Mei 2015
Indonesia Ultimate in diversity.2006.`Profil Pariwisata Riau. Pekanbaru :Dinas Kebudayaan Kesenian Dan Pariwisata.
Koentjaraningrat,Dkk.2007.Masyarakat Melayu Dan Budaya Melayu Dalam Mizaneducation.
Mandi Balimau Kasai. blogspot.com/html.Diakses pada tanggal 5 Mei 2015 Tim Penyusun, Provinsi Bangka Belitung;
Jembatan Menuju Kesejahteraan Rakyat,(Presidium Pembentukan Provinsi Bangka Belitung, 2000), hal. 47.
Zulkifli, Kontinuitas Islam Tradisonal di Bangka, (Sungailiat: Shiddiq Press, 2007),
A
da beberapa perbedaan di dalam istilah Faktor ketiga yaitu perlawanan dari
dan praktiknya di masing-masing kelompok Islam puritan terhadap tradisi-
daerah, misalnya di Jawa Barat. Di tradisi masyarakat termasuk metik dengan
Jawa Tengah dan Yogyakarta, tradisi panen alasan bahwa tradisi-tradisi tersebut tidak
padi sering disebut dengan metik atau wiwid. memiliki dasarnya di dalam Islam, juga
Istilah metik lebih sering digunakan yang mengandung praktik pantheistik berupa
secara harfiah berarti menuai atau mencabut, pengakuan kepada makhluk gaib selain Allah
sementara wiwid berarti memulai. Kedua yang dianggap melanggar ketentuan asasi
istilah mengindikasikan memulai menuai. tentang tauhid.
Secara tradisional hampir seluruh penduduk
desa di Jawa mempraktikkan metik, terutama
di Jawa Tengah dan Yogyakarta, walaupun Asal usul Metik
beberapa mengabaikan bahkan menolak Melacak asal usul tradisi ini bukan
tradisi ini dengan berbagai alasan. Bagi mereka pekerjaan mudah dikarenakan tidak adanya
yang masih mempraktikkan metik, tujuannya bukti siapa yang memulai tradisi ini dan kapan
bisa dalam rangka melestarikan tradisi leluhur ia mulai dipraktikkan. Umumnya keberadaan
dan memastikan bahwa panen mereka tahun tradisi ini dikaitkan dengan sebuah legenda.
ini berhasil. Rahmat Djatnika (Rahmad, 163) menjelaskan
Ada beberapa alasan mengapa penduduk legenda tesebut yang ia dengar dari informan
pedesaan meninggalkan praktik metik. penelitiannya, walau asal usul legenda tersebut
Salah satu alasan umumnya sebagaimana juga tetap tidak diketahui. Legenda didasarkan
berlangsung pada negara-negara berkembang kepada cerita percintaan antara Tisnawati
berupa perubahan cara pandang dunia mereka (anak perempuan dari Dewa Bathara Guru,
dikarenakan faktor pendidikan dan kesadaran atau disebut Guru, atau dalam mitologi Jawa
akan perkembangan sains teknologi yang disebut Bathara Girinata, Raja Gunung, dalam
membawa kepada ketidakpercayaan kepada hal ini gunung Meru), dan Joko Sedono,
makhluk gaib. Penyebaran informasi dan manusia biasa. Mengetahui cerita cinta anak
perilaku yang demikian telah melahirkan perempuannya dengan seorang anak manusia
generasi baru yang cenderung rasional dan biasa, Bathara Guru menjadi murka dan
praktis. Beberapa warga bahkan cenderung mengusir anak perempuannya tersebut ke
merasa malu dengan praktik tradisional bumi.
mereka. Singkat cerita, keduanya pun menikah.
Alasan kedua di balik meninggalkan Dikarenakan kesulitan dalam menyesuaikan
praktik adalah pergeseran fungsi lahan diri untuk hidup sebagai manusia, Tisnawati,
pertanian yang sekarang banyak dijadikan yang tidak lain adalah manifestasi dari Dewi
sebagai zona industri. Sensus menunjukkan Sri, dewi padi, mengubah dirinya menjadi
angka penurunan setiap tahunnya terhadap setangkai padi. Mengetahui keadaan isterinya
lahan pertanian yang banyak berubah menjadi ini, maka Joko Sedono pun kemudian juga
pabrik, perumahan, dan perluasan jalan. mengubah dirinya menjadi setangkai padi agar
tetap dekat dengan isterinya dan tetap selalu
Daftar Bacaan
Beatty, Andrew, Varieties of Javanese Religion; An Anthropological Account (UK: Cambridge University Press, 1999).
Djatnika, Rahmat, Pengaruh Islam Terhadap Hukum Adat di Aceh, Sumatera Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan
(The Influence of Islam to the Customary Law in Aceh, West Sumatra, East Java and South Celebes), Journal
Qualita Ahsana, IAIN Sunan Ampel (Surabaya: the State Institute of Islamic Studies “Sunan Ampel”, 1999)
Masdar Hilmy, The Genealogy of Javanese Islam: A Preliminary Study on the Acculturation of Islam to Java, Journal
Qualita Ahsana, IAIN Sunan Ampel, vol. 1 no. 2: October 1999 (Surabaya: the State Institute of Islamic Studies
“Sunan Ampel”, 1999)
Wawancara dengan informan.
M
eunasah adalah salah satu warisan Meunasah Aceh di Saree Aceh Besar.
Sumber: Koleksi Mawrdi Hasan, http://www.panoramio.com/photo/80981899
kebudayaan khas Islam di Nusantara
yang terdapat di wilayah Aceh.
Meunasah adalah salah satu bentuk lembaga suatu bentuk lembaga pendidikan formal
pendidikan tradisional Islam di Aceh yang di mana transmisi dan pelestarian tradisi
sudah lestari sejak ratusan tahun lamanya. Islam berlangsung. Selama berabad-abad
Meski mirip dengan lembaga pendidikan lamanya, meunasah menjadi salah satu pusat
formal Islam lainnya yang terdapat di wilayah terpenting bagi kegiatan belajar-mengajar dan
Aceh, seperti dayah dan madrasah, namun transformasi pelbagai bidang dan cabang ilmu-
meunasah memiliki perbedaan dan kekhasan ilmu keislaman di Aceh secara khusus, dan di
tersendiri. Nusantara secara umum.
Kata “meunasah” sendiri, sebagaimana Di Aceh, meunasah hampir dapat
dikutip Sabirin (2014, 107) dari Safwan Idris, dijumpai di setiap gampong (perkampungan).
secara etimologi berasal dari kata “madrasah” Keberadaan meunasah sangat erat
yang berarti tempat belajar atau lembaga kaitannya dengan gampong, hampir tak bisa
pendidikan. Di Aceh, arti meunasah sebagai dipisahkan. Di mana ada gampong, di sana
mana di jelaskan di atas, dapat dijumpai dalam ada meunasahnya. Hampir semua gampong
istilah yang berbeda-beda, seperti “meulasah”, di Aceh memiliki meunasah. Kenyataan ini
“beulasah”, “beunasah”, atau “meurasah”. menunjukkan bahwa masyarakat Aceh sangat
menjunjung tinggi tradisi ilmu pengetahuan
Azyumardi Azra (dikutip Sabirin; 2014,
dan memiliki komitmen tinggi untuk terus
107) mengatakan bahwa meunasah merupakan
melestarikannya.
M
idodareni diambil dari kata midodari merupakan mustika adicara pada malam
atau widodari yang berarti bidadari. Midodareni. Sejak malam Midodareni, kedua
Di kalangan masyarakat Jawa, ada mempelai tidak lagi disebut sebagai calon
mitos yang menyebutkan bahwa pada malam pengantin dalam tradisi penikahan Jawa.
Midodareni, para bidadari dari kahyangan
Hal ini didasarkan pada apa yang tertulis
turun ke bumi dan bertandang ke rumah calon
dalam primbon kuna yang menyebutkan:
pengantin wanita untuk mempercantik dan
“Ing bengi kebener Midodareni, iku wiwit jeneng
mempersiapkannya agar menjadi bidadari
penganten”. Oleh karena itu sorak sorai para
yang sempurna bagi calon suaminya.
kerabat pada malam Midodareni adalah
Prosesi Midodareni dilaksanakan pada teriakan: “Lha kae pengantene teka”. Karenanya
malam hari sebelum ijab-kabul dan acara sejak malam Midodareni, terutama setelah
Panggih Pengantin. Selain disebut Midodareni, menerima Kancing Gelung, kedua mempelai
prosesi ini juga terkadang disebut dengan sudah disebut sebagai pengantin, bukan
istilah Maleman, atau lengkapnya Malem lagi calon pengantin. Mereka berdua adalah
Midodareni. Ada juga yang menyebutnya mustika perhelatan yang ditunggu-tunggu,
Pangarip-arip, sebagaimana disebutkan oleh yang dalam bahasa Jawa disebut sebagai
Rama Sudi Yatmana, dalam Upacara Penganten Penganten, kusumaning adicara ingkang dipun
Tata Cara Kejawen. anti-anti.
Alkisah, dewi Nawangwulan bersama para Suwardjoko percaya bahwa ada peran
bidadari turun ke marcapada untuk memberi Wali Songo dalam proses Islamisasi tradisi
doa restu kepada dewi Nawangsih yang akan pernikahan Jawa ini. Wali Songo tidak serta
dipersunting oleh Bondhan Kejawan. Kesediaan merta mematikan tradisi Midodareni yang
Dewi Nawangwulan untuk merias sendiri dewi sebenarnya sarat dengan mitos. Kedua
Nawangsih ini disertai dengan syarat agar mempelai juga tetap diizinkan untuk disebut
pihak pengantin pria mempersembahkan sebagai pengantin sejak prosesi Midodareni,
Kembarmayang. Suwardjoko, dalam bukunya; tetapi belum diizinkan untuk tidur bersama
Makna, Tata Cara dan Perlengkapan Pengantin sebelum akad nikah. Bahkan pengantin pria
Adat Jawa, menyebut kisah-kisah ini hanyalah tidak disambut di dalam rumah pengantin
dongeng atau mitos belaka. putri, melainkan di beranda depan saja dan
belum diizinkan menemui pengantin putri.
Malam Midodareni adalah malam
Paes atau Pepaes, yang berarti berhias. Prosesi Midodareni ini didahului oleh
Mengutip Kalinggo Honggopuro, Suwardjoko prosesi lain di mana kedua calon pengantin
menyebutkan bahwa tradisi Paes ini bisa melakukan Jamas atau mandi keramas
dilacak sejarahnya dari jaman Mataram. menggunakan air kembang setaman, yang
disebut dengan prosesi siraman. Siraman
Meskipun menurut hukum agama dan
memiliki hubungan erat dengan Midodareni
negara kedua mempelai belum bisa disebut
dan menjadi syarat penting agar para bidadari
sebagai pasangan suami isteri sebelum akad
bersedia turun dari kahyangan untuk merestui
nikah, namun tradisi Jawa sudah menyebut
calon pengantin.
keduanya sebagai Sri Pengantin, yang
Tata lahir dan simbol-simbol yang terdapat Kembar berarti serupa dan mayang
dalam Jonggolan pada adicara Midodareni adalah bunga dari pohon pinang atau jambe.
memiliki beberapa makna, di antaranya: Kembarmayang adalah dua buah hiasan yang
terbuat dari pokok/debok pisang, yang dihias
• Menunjukkan bahwa semua persyaratan
dengan janur, aneka buah dan kembang
yang diperlukan dalam pernikahan sudah
pancawarna serta bunga jambe. Meskipun
terpenuhi
penggunaan Kembarmayang adalah pada saat
• Pengantin kakung sudah siap lahir dan prosesi Panggih Pengantin, namun ia telah
batin dibuat dan disimpan sejak malam Midodareni.
• Adanya sabdatama atau petuah untuk Kembarmayang juga memiliki beberapa
pengantin nama lain seperti Sekar Mantyawarna, Sekar
Adi Kalpataru, dan Klepu Dewadaru kaliyan
• Merupakan penilikan akhir terhadap
Jayadaru.
kesiapsediaan segala hal yang diperlukan
untuk melangkah menuju adicara Kembarmayang dipercaya sebagai hiasan
selanjutnya bunga dari para dewa yang dirangkai oleh
tujuh bidadari. Ia hanya merupakan pinjaman
Ada dua macam pakem busana yang
kepada pengantin pria untuk digunakan dalam
dikenakan pengantin pria pada saat njonggol
pernikahan. Setelah selesai digunakan, ia harus
atau sowan pada malam Midodareni.
dikembalikan kepada para dewa dengan cara
Menurut tradisi Yogya, calon pengantin
melarutkannya di sungai atau membuangnya
pria mengenakan busana kasatrian, yaitu
di perempatan jalan.
baju surjan, blangkon, kalung karset dan
mengenakan keris. Adapun dalam tradisi Kembarmayang merupakan perlambang
Surakarta, pengantin pria mengenakan busana restu dan keberkahan dari Yang Maha Kuasa
pangeranan yaitu jas beskap, kalung karset, dan kepada pengantin. Keberadaan mayang dalam
mengenakan keris. hiasan tersebut melambangkan pengantin
yang sedang memasuki dunia rumah tangga.
Namun diperbolehkan juga tidak
menggunakan pakem busana sebagaimana Makna dan kiasan yang terkandung dalam
disebutkan di atas. Pengantin pria boleh prosesi golek Kembarmayang adalah sebuah
menggunakan jas dan dasi pada saat ibarat atau pasemon bahwa mewujudkan
Jonggolan. Bahkan ada yang berpendapat segala macam cita-cita dan harapan haruslah
bahwa sebaiknya pengantin pria dan para diakukan dengan usaha, serta ada “harga”
pendampingnya tidak mengenakan keris yang harus dibayar; jer basuki mawa bea.
Tata cara menurut kisang orang tua Dalam mitos Jawa juga disebutkan,
Yang dilestarikan hingga kini Kembarmayang yang asli diturunkan oleh para
dewa terbuat dari bunga pohon Kalpataru;
Kembarmayang nan asri
pohon yang tumbuh di surga dan buahnya
Dirangkai oleh para bidadari menjadi santapan para dewa.
Sebagai anugerah
Saat ini Kembarmayang dibuat oleh para
Bagi pria pilihan nan gagah pemuda yang datang untuk rewang. Adapun
Yang akan melaksanakan darma bakti aslinya dalam tradisi Jawa, yang bertugas
Melaksanakan perintah ilahi membuat Kembarmayang adalah dua orang
wanita dewasa, dari pihak pengantin pria, lalu
Mengangkat seorang isteri
dibuatkan sesajen dan didoakan pada acara
Sebagaimana setiap prosesi dan adicara “Slametan Midodareni” sebagai pepeling atau
lainnya dalam tradisi pernikahan Jawa, pengingat bagi pengantin bahwa perkawinan
Kembarmayang sarat dengan makna dan bukan hanya bertemunya raga, tetapi juga
kiasan. Ada banyak versi tafsir dan tamsil pada perpaduan dua jiwa yang menyatu dalam
Kembarmayang dan proses pembuatan serta ikatan suci membangun sebuah keluarga.
keberadaannya pada pernikahan adat Jawa,
Prosesi Tumuruning Kembarmayang
yang beredar di masyarakat.
terdiri dari beberapa bagian yang dibawakan
Terdapat tembang sinom yang dalam adegan-adegan mirip adegan
menggambarkan perjalanan Sang Sarayajati pewayangan dan dipandu oleh seorang dalang.
menghadap kepada yang punya hajat. Tembang Adapun cerita yang dilakonkan adalah tentang
Sekar Sinom diperuntukkan bagi anak muda. pencarian, penebusan, dan pemboyongan,
Ia berasal dari kata Si yang berarti “isih” atau lalu dilanjutkan dengan prosesi penyerahan
masih dan Nom yakni “enom” atau muda dan Kembarmayang kepada pihak keluarga
memiliki sifat ramah yang melambangkan pengantin putri.
Sumber Bacaan:
H. M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000.
K.P. Suwardjoko Proboadinagoro Warpani, Makna, Tata cara dan Perlengkapan Pengantin Adat Jawa, Kepel Press,
Yogyakarta, 2015.
Meka Nitrit Kawasari, Penggunaan Bahasa Jawa Pada Upacara Tumuruning Kembarmayang Sebagai Cermin Kearifan Budaya
Jawa, dalam Jee Sun Nam (ed.), Language Maintenance and Shift III, Revised Edition, Balai Bahasa Provinsi Jawa
Tengah, 2013.
Rama Sudi Yatmana, Upacara Penganten Tata Cara Kejawen, CV Aneka Ilmu, Semarang, 2001.
Suwarna Pringgawidagda, Tata Upacara dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta , Kanisius, 2006.
Thomas Wiyasa Bratawidjaja, Upacara Perkawinan Adat Jawa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000.
M
udik telah menjadi tradisi dimaksudkan untuk berinteraksi dengan orang
masyarakat Indonesia yang pada yang masih hidup, tetapi juga berkomunikasi
umumnya dikaitkan dengan dengan orang yang sudah meninggal di tempat
perayaan hari lebaran. Kebiasaan ini bertumpu jasad terakhirnya bersemayam.
pada semangat menjaga tradisi lama yang
menjadi bagian penting masyarakat dalam
upaya mencari atau kembali ke jati diri. Pengertian
Dalam ritual tahunan ini, banyak hal muncul Secara etimologi, kata mudik berasal
sebagai fenomena sosial dan keagamaan di dari kata “udik” yang berarti selatan/hulu,
mana agama dan budaya melebur menjadi sebagai lawan kata dari ‘hilir’, yang bermakna
satu tarikan nafas. Melalui kegiatan mudik, utara. Di kalangan masyarakat Betawi zaman
masyarakat Muslim Indonesia memperagakan kolonial, suplai kebutuhan hasil bumi diambil
ajaran silaturahmi bersama keluarga, kerabat, dari wilayah luar tembok kota di selatan. Para
handai taulan serta sahabat. Dalam suasana petani dan pedagang melakukan transaksi
lebaran, masyarakat secara sistemik bermaaf- melalui sungai dari utara dan kembali ke
maafan, update perkembangan lingkungan selatan. Dari aktivitas ini kemudian muncul
sekitar, serta terhubung dengan masa lalu. istilah hilir mudik yang berarti bolak-balik.
Satu hal yang juga penting adalah bahwa
kepulangan ke kampung halaman tidak hanya Mudik juga dimaknai ‘menuju udik’ atau
pulang ke kampung halaman. Kata ‘udik’
Sumber Bacaan
Marcoes, Lies, dkk, Kembali Ke Jati Diri: Ramadhan dan Tradisi Pulang Kampung dalam Masyarakat Muslim Urban, Bandung:
Mizan, 2013.
M
akan muncul di sekitar kepala. Padahal rambut
ukena, telekung atau rukoh adalah
itu adalah aurat. Mekeno biasanya selembar
baju atau kain panjang penutup
kain yang berbentuk segitiga atau kain handuk
aurat perempuan ketika shalat.
tipis memanjang, fungsinya untuk deleman
Sebutan mukena lebih didengar untuk orang
(orang sekarang memakainya juga kalau
Jakarta dan sekitarnya. Nama-nama di atas
memakai jilbab baik sebagai penambah asesori
menunjukkan suatu bentuk pakaian yang
maupun agar rambut tidak keluar dari garis
khusus dipakai untuk sholat. Dalam konteks
jilbab) jadi mekeno adalah pasangannya rukoh.
Indonesia dan negara-negara sekitarnya,
Mekeno Kata mekeno inilah yang kemudian
pakaian itu membedakan dari pakaian
dari pembicaraan-pembicaraan dihubungkan
sehari-hari. Di Indonesia terutama, hanya
berasal dari kata bahasa Arab miqna’ah ()ﻣﻘﻨﻌﺔ
dalam kira-kira lima tahun terakhir ini, ada
yang artinya tutup kepala.
kelompok-kelompok perempuan yang sudah
merasa cukup dengan pakaian muslimah yang Mukena popular di wilayah Melayu,
sehari-hari dipakai sekaligus pakaian untuk tak heran negara-negara jiran pun
sholat. Perubahan ini mengikuti trend busana mengenakannya. Pakaian ini pun disebut
muslimah Indonesia yang sama sekali berbeda dengan cara yang hampir sama, Talakuang,
pada abad-abad awal Islam masuknya Islam ke meski di sana sini terdapat sedikit perubahan.
Indonesia sampai pengaruh revolusi Iran pada Orang – orang Sumatra, yang identik dengan
tahun 1979. Dampak revolusi itu membuat kaum Melayu, menyebutnya Talakuang, itu
cara menutup aurat perempuan Indonesia di Sumbar. Namun untuk Sumatra Utara,
mirip dengan perempuan-perempuan Iran khususnya Tapanuli Selatan telekung biasanya
menutup tubuhnya. Kendatipun begitu pasar dinamakan “ Talokung” dan lebih populer di
model dan industri mukena tak ada matinya. kalangan masyarakat pedesaan. Masih sama-
sama Sumatra, Orang Palembang, Sumsel
Orang Jawa umumnya menyebut kain
menyebut mukena dengan Telkum. Nyaris
penutup aurat untuk shalat itu rukoh. Tak
serupa, orang-orang di NTB menyebutnya
pasti darimana atau asal kata apa rukoh itu,
Telekung.
mungkin juga kata rukuk, satu gerakan tubuh
yang hanya dilakukan dalam sholat. Rukoh, Namun bagaimana bentuk mukena
umumnya berbentuk panjang, bersambung pada kaum Melayu di atas, menurut sumber
kainnya dari kepala sampai menutup kaki, informasi orang Sumatra sendiri, mukena
yang kiranya kalau dia sujud, tidak kelihatan pocong (terusan, orang Cirebon menyebutnya
kakinya. Mirip pocong, kalau orang melihatnya mukena rekening) tak popular dan asing. Sejak
pertama kali. dulu hingga kini mukena itu potongan; atas
dan bawah, bukan terusan. Seperti berikut ini;
Dalam Bahasa Jawa, kata rukoh turun
menurun digunakan. Entah darimana akar Aurat Tubuh Perempuan dan Konsepsi
katanya. Namun sebenarnya orang Jawa yang Fikih
hendak sholat mengenakan rukoh tidak cukup.
Ketertutupan perempuan banyak dilihat
Karena rukoh itu ada pasangannya yaitu
S
esuatu yang dapat dijadikan argumen kata ta’nis atau jamak taksir, maka disebut al-
/ penjelasan. Dalam tradisi NU, istilah mu’tabarah, seperti al-kutub al-mu’tabarah dan
muktabar atau muktabarah ini dikenal al-tariqah al-mu’tabarah.
dalam dua hal; pertama, kitab-kitab yang
Dalam tarekat, disebut muktabarah itu
disebut dengan istilah al-kutubul mu’tabarah
adalah tarekat yang bersambung sanadnya
(kitab-kitab muktabarah); dan kedua,
kepada Rasulullah Muhammad Saw. Nabi
tarekat, dengan nama al-tariqat al-mu’tabarah
Muhammad Saw. sendiri menerima dari
(tarekat muktabarah). Setiap kelompok atau
Malaikat Jibril As, dan malaikat Jibril As. dari
organisasi Islam di dunia, disadari atau tidak,
Allah Swt. Organisasi tarekat di NU, disebut
sesungguhnya menggunakan juga istilah
Jam’iyyah Ahl at-Tariqah al-Mu’tabarah al-
muktabarah ini, hanya saja tidak disebut secara
Nahdliyyah (JATMAN). Berbeda dengan al-
eksplisit. Rujukan-rujukan terhadap buku
kutub al-mu’tabarah tidak menggunakan al-
bacaan, tokoh panutan, dan aliran pemikiran
nahdliyah.
tertentu selalu menggunakan kriteria tertentu
berdasarkan kesepakatan kelompok atau
organisasinya. Batasan-batasan dengan Batasan Muktabarah
muktabarah ini sesungguhnya lumrah dan
lazim adanya untuk menghindari friksi dalam Seperti disebut dalam Kamus Istilah
organisasi atau kelompok tersebut. Keagamaan (2015) istilah muktbarah ini
terkait pada dua hal, yaitu aliran dalam tarekat
dan kitab-kitab standar yang diakui dan isinya
Asal Usul Muktabarah dianggap tidak menyimpang dari prinsip
ajaran Islam. Seperti disebut dalam beberapa
Dalam kamus Al-Munawwir karya Kyai
kitab dan aliran dalam agama Islam, kalau
Warson, kata al-mu’tabar diartikan yang
tidak selektif memang dapat menyesatkan
berhak, layak dihormati, yang dianggap,
atau menjerumuskan umat.
diperhitungkan dan dipertimbangkan. Oleh
karena kata al-mu’tabar disandingkan dengan Jika kitab dan aliran dalam Islam
tidak masuk kategori muktabar(ah), bukan
berarti aliran dan kitab itu tidak boleh
diikuti atan menjadi bacaan. Sebab, istilah
muktabar(ah) hanya untuk pembatasan
spesifik bagi kelompok-kelompok terbatas.
Diakui atau tidak, sebenarnya, setiap
kelompok atau organisasi keagamaan itu telah
membatasi diri dari kitab-kitab yang diakui
sebagai bacaannya. Bagi kelompok tertentu,
misalnya, kitab fiqh karya orang Syi’ah tidak
boleh dibaca, sekalipun kelompok ini tidak
pernah menggunakan istilah muktabar(ah).
Sumber Bacaan
El-Mawa, Mahrus, dkk. Kamus Istilah Keagamaan: (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Khonghucu). Jakarta: Puslitbang
Lektur dan Khasanah Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, 2015
Ni’am, Syamsun. Wasiat Tarekat Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011
Masyhuri, Aziz. (editor). Permasalahan Thariqah: Hasil Kesepakatan Muktamar & Musyawarah Besar Jam’iyyah Ahlith
Thariqah al-Mu’tabarah Nahdlatul Ulama’, Surabaya: Khalista, 2006, cet. II.
Masyhuri, Aziz. Enskiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, Surabaya: Imtiyaz, 2011.
Mulyati, Sri(et.al.), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004
Tim PW LTN NU Jatim, Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan
Konbes Nahdlatul Ulama (192602004), Jawa Timur: Khalista, 2007. Cet. III.
O
mah atau dalam bahasa Jawa omah, berhubungan dengan alam “yang lain”.
adalah bagian dari ruang budaya Sesajian dalam hal ini dapat dilihat sebagai
yang paling diakrabi manusia media berkomunikasi dengan Sang Pencipta
dalam meniti kehidupan. Bagian dari adat Jagad Raya ini (Purwadi, 2005: 103). Maka
nusantara yang dikemas dalam adat religi tradisi Munggah Molo perlu dipahami dalam
dan budaya telah melahirkan berbagai ritual konteks kosmologi Islam Jawa sebagai warisan
yang mencerminkan kedalaman batin dari Islam nusantara.
warganya. Hal ini juga tercermin dalam
prosesi omah-omah (mendirikan rumah), yang
salah satu tahapannya adalah ritual munggah Pelacakan Makna dan Perkembangannya
molo, yakni tahapan setelah buka pendemena Munggah molo adalah ritual selamatan
(pondasi), saat kayu-kayu penyangga akan yang mengiringi dinaikkannya atap tertinggi
dinaikkan. dari rumah yaitu bagian atas/atap (bubungan
Munggah molo menjadi salah satu wujud rumah) yang sedang dibangun. Ritual adat
upacara tradisional khususnya di Jawa. Orang ini diselenggarakan ketika bagian-bagian
Jawa tidak ingin kehilangan momentum bangunan yang mengelilingi rumah atau
atas suatu peristiwa atau momen yang dinding sudah berdiri tegak dan berbagai
sangat penting bagian dari hidupnya yang di ragam kayu penyangga genting dan joglo
dalamnya sarat simbol dan makna yang patut pencu siap untuk di pasang (Said, 2012: 90);
jadi tuntunan. Simbol memiliki peranan yang Ula, 2010; 4).
penting dalam sebuah upacara atau ritual Jawa Ritual munggah molo sering disebut
bagi umat Islam. Bahkan ritual-ritual dalam dengan munggah kayu (menaikkan kayu molo).
tradisi Jawa tersebut bisa berfungsi sebagai Dari bahasa Jawa munggah berarti “naik”.
alat penghubung antar sesama manusia juga Dalam tradisi munggah molo, naik disini
bisa befungsi sebagai penghubung antar berkaitan dengan menaikan tiang tertinggi
manusia dengan benda dan antar dunia nyata untuk atap rumah yang sering disebut sebagai
dengan dunia gaib (Purwadi, 2005: 126). ”blandar”. Simbol dari kata ”munggah” dalam
Apalagi dalam ritual Munggah Molo upacara munggah molo adalah peningkatan
juga sarat dengan simbol-simbol dalam kualitas makna hidup seseorang, yakni
perlengkapan upacara, yang diwujudkan calon pemilik rumah sekeluarga. Sementara
dalam bentuk sarana material khas Jawa bahasa Jawa molo diambil dari kata ”polo
yang tak terpisahkan dari sebuah tradisi (kepolo)” yang berarti kepala. Ada juga yang
upacara tersebut. Kesalahan atau kekurangan mengartikan juga sebagai ”otak”. Sementara
perlengkapan dalam suatu ritual Jawa molo sendiri diartikan sebagai bagian tertinggi
dianggap kurang sempurnanya suatu proses dari sebuah rumah. Seperti disebutkan tadi,
upacara yang berdampak pada maksud dan kata molo berasal dari kata polo yang berarti
tujuan penyelenggaraan upacara tidak tercapai ”otak” merupakan bagian anatomi tubuh yang
secara utuh. Sebagai makhluk spiritual, paling atas dan terpenting sehingga manusia
manusia selalu berusaha mencari jalan untuk bisa memiliki kemampuan berpikir yang
Sumber Bacaan
Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta:
Cakrawala
Purwadi. (2005). Upacara tradisional Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah. (2015), Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan, Jogja: PISS-KTB.
Said, Nur, (2012b). “Strategi Saminisme Dalam Membendung Bencana Perlawanan Komunitas Sedulur Sikep terhadap
Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Sukolilo Pati,” dalam Agama, Budaya dan Bencana, Kajian Integratif, Ilmu,
Agama dan Budaya, Bandung: Mizan.
Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus: Brillian Media
Utama.
Ula, Miftahul. (2010). “Tradisi Munggah Molo Dalam Perspektif Antropolagi Linguistik”, dalam Jurnal Penelitian, Volume
7, Nomor 2, Nopember 2010
M
uqoddaman adalah sebuah tradisi
pembacaan Al-Quran di daerah
Jawa bagian tengah, terutama
di Yogyakarta. Tradisi ini serupa dengan
khataman atau khatmil Qur’an, yaitu
pembacaan Al-Qur’an hingga (khatam) 30 juz,
baik bin nadhar (membaca) maupun bil gaib
(hafalan). Dalam membaca atau menghafal Al-
Qur’an tersebut, seringkali juga didengarkan
oleh umat Islam lainnya yang hadir. Oleh
karena itu, muqaddaman, selain serupa dengan
khataman Al-Qur’an, juga seringkali disebut
dengan Semaan Al-Qur’an. Bagi umat Islam
yang tidak ikut dalam muqaddaman, maka sanah, dan perpisahan. Sehingga, sekalipun
dia hanya menyimak (semaan) Al-Qur’an saja. sebagai sebuah istilah itu independen, tetapi
Pelaksanaan muqaddaman ini selalu dilakukan dalam praktik di masyarakat selalu ada
awal sebelum acara-acara lain yang ikut serta, kegiatan lain. Oleh karena itu cakupan istilah
seperti mujahadah, halal bihalal, dan membaca muqaddaman tidak dapat dipisahkan dengan
shalawat.Waktu pelaksanaan itulah seringkali aktifitas lainnya.
sebagai pembeda dengan tradisi serupa,
seperti tadarus, khataman, dan semaan.
Konteks Muqaddaman
Sebagaimana penjelasan kata
Arti Muqaddaman
muqaddaman sebelum ini, maka definisi
Dalam kamus A Dictionary of Modern muqaddaman sesungguhnya tidak dapat
Written Arabic, disebutkan muqaddaman dilepaskan dari the living Qur’an. Umat Islam di
diartikan in advance dan beforehand. Kedua kata Indonesia pada dasarnya berharap Al-Qur’an
tersebut bermakna sama, yaitu sebelum acara itu dapat diamalkan isi dan ajarannya dalam
dimulai.Secara sosiologis, kata muqaddaman kehidupan sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
ini menjadi tradisi baru bagi umat Islam di Muqaddaman sebagai tradisi pembacaan Al-
Indonesia setelah tradisi-tradisi sebelumnya Qur’an secara kolektif sebelum acara atau
dalam pembacaan Al-Qur’an. Istilah selama kegiatan dapat menjadi pintu masuk umat
ini untuk tradisi pembacaan Al-Qur’an dengan Islam dapat mengamalkan isi kandungannya.
bersama-sama masih terbatas dengan istilah
Sebagai contoh kasus, kegiatan
tadarus, semaan, dan khataman.
muqaddaman di MAN Wonokromo Bantul
Istilah muqaddaman dalam pelaksanaannya Yogyakarta. Kegiatan muqaddaman ini
selalui menjadi awal kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh sivitas akademik
menyertainya, seperti dies natalis, akhirus MAN Wonokromo. Seperti diberitakan oleh
Sejarah Muqaddaman
Tradisi muqaddman, sekalipun termasuk
tradisi baru tetapi bukan tradisi yang baru
sama sekali. Sebab, tradisi serupa sebenarnya
sudah ada, seperti khataman al-Qur’an,
tadarus dan semaan Al-Qur’an. Muqaddaman
tersebut menjadi tradisi menarik bagi umat
Islam di Yogyakarta, karena meramu istilahnya
dengan menyertakan khataman dan semaan
Al-Qur’an.
website Kemenag Bantul, pemaknaan dan Sekitar akhir tahun 1980an di Yogyakarta,
tujuan muqaddaman sebagai berikut: majlis Zikrul Ghafilin bimbingan KH. Hamim
“Muqaddaman adalah kegiatan membaca Jazuli (Gus Miek), kyai dari Pesantren Lirboyo
al-Quran secara bersama-sama, satu orang Kediri, selalu mengadakan mujahadah secara
satu juz, hingga khatam 30 juz dalam satu rutin setiap bulan sekali. Dalam rangkaian
waktu. Pagi itu, lantunan Al-Quran gemuruh, mujahadah tersebut, semaan dan khataman Al-
menggema, membahana di kampus MAN Qur’an selalu menjadi kegiatan pembukanya.
Wonokromo. Setiap siswa dan guru seolah Muqaddaman menjadi sejarah baru bagi
berburu penuh semangat untuk segera warga Yogyakarta, terutama kelas ekonomi
mengkhatamkan Al-Quran satu juz. Siswa menengah muslimnya. Sebab, pada acara
yang mampu khatam lebih cepat segera tersebut inisiatornya dimulai dari keluarga
membantu teman lain yang masih kurang. keraton Yogyakarta.
Alhasil dalam waktu 45 menit siswa telah Muqaddaman ini selaras dengan semaan
berhasil menyelesaikan bacaannya.” Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an, dan tadarrus
“Kegiatan muqaddaman ini bertujuan Al-Qur’an secara berjamaah/kelompok. Oleh
untuk mendekatkan anak terhadap Al-Quran, karena itu, dengan istilah-istilah serupa
semakin mencintai Al-Quran, dan berakhlak tersebut, muqaddaman akan lebih fleksibel lagi.
baik melalui barokahnya Al-Quran. Semangat Belakangan, muqaddaman diselenggarakan di
kebersamaan turut memotivasi siswa untuk sekolah dan kampus perguruan tinggi.
lebih sering mengaji dan mengkaji Al-Quran. [Mahrus el-Mawa]
S
ebutan untuk seorang guru pembimbing Perbedaan kata mursyid dalam tasawuf dengan
dalam dunia tarekat yang telah mursyid dalam bahasa Arab yang biasa adalah
memperoleh izin dan ijazah dari guru jika mursyid dalam tasawuf, selain menjadi
mursyid di atasnya yang terus bersambung guru, juga menjadi pembimbing di dunia
sampai kepada guru mursyid shahibut untuk menuju kehidupan akherat yang abadi.
tarekat yang muasal dari Rasulullah Saw. Sehingga, antara mursyid dan murid, akan
untuk mentalqinkan dzikir/wirid tarekat terjalin hubungan bukan sekadar guru-siswa,
kepada orang-orang yang datang meminta tetapi juga pembimbing sipiritual.
bimbingannya (murid). Setiap tarekat
mempunyai sebutan sendiri, seperti dalam
tarekat Tijaniyyah dengan sebutan muqaddam. Sisi lain Term Mursyid
Sanad mursyid ini sejajar disamakan dengan Kehadiran mursyid atau guru sangat
wali Allah yang harus sampai kepada Rasulullah penting bagi seorang murid dalam laku
Saw. Oleh karena itu mursyid mempunyai tarekat. Murid artinya orang yang telah
kedudukan penting dalam tarekat. Mursyid membulatkan kemauan untuk memasuki
bukan sekadar guru biasa, seperti guru pada jalan. Pada saat itulah murid perlu seorang
sekolah atau madrasah saja, sebab bukan pemandu yang menuntunnya melalui
hanya mengajarkan ilmu dhahir, ilmu duniawi, berbagai persinggahan dan menunjukkan arah
tetapi juga ilmu batin dan ilmu ukhrawi yang tujuannya. Terdapat beberapa sebutan mulia
diperolehnya. Mursyid ini juga mempunyai yang diberikan kepada mursyid ini antara lain
silsilah kemursyidan hingga Rasulullah Saw. nasik, ‘abid, imam, syaikh, sa’adah. Nasik adalah
Dalam konteks Islam Nusantara, mursyid di orang yang sudah bisa mengerjakan mayoritas
sini berkaitan dengan tasawuf dan tarekat. perintah agama. ‘Abid adalah orang yang ahli
dan ikhlas mengerjakan segala ibadah. Imam
adalah orang yang ahli memimpin tidak saja
Arti Leksikal Mursyid
dalam segala bentuk ibadah syari’ah, tetapi
Dalam kamus bahasa Arab-Indonesia, Al- juga dalam masalah ‘aqidah/keyakinan. Syaikh
Munawwir, karya Kyai Warson, kata mursyid adalah orang yang menjadi sesepuh atau yang
berarti penunjuk, pemimpin, pengajar, dan dituakan dari suatu perkumpulan. Sa’adah
instruktur. Keempat arti leksikal tersebut adalah penghulu atau orang yang dihormati
adalah makna lain dari seorang guru atau dan diberi kekuasaan penuh.
syaikh. Dalam kamus Arab-Inggris, mursyid
Dalam kitab Tanwirul Qulub fi Mu’amalat
juga diartikan leader, guide to the right way,
‘Allam al-Guyub, mursyid/syaikh adalah orang
adviser, spiritual guide, informer, grand master.
yang sudah mencapai maqam rijal al-kamal;
Secara leksikal kata mursyid dijelaskan pula
seorang yang sudah mencapai sempurna suluk/
sebagai orang yang menunjukkan ke jalan yang
lakunya dalam syariat dan hakikat menurut
benar, guru agama, seperti dijelaskan dalam
Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’. Seorang
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
mursyid diakui keabsahannya itu sebenarnya
Selain istilah mursyid ini, digunakan tidak boleh dari seorang yang bodoh, yang
juga dengan istilah syaikh dan muqaddam. hanya ingin menduduki jabatan itu karena
1. Alim dan ahli di dalam memberikan irsyad 13. Tidak memalingkan muka ketika
kepada muridnya dalam masalah syari’ah/ ada seorang atau beberapa muridnya
fiqh, dan tauhid/aqidah dengan sebenar- menemuinya.
benarnya, sehingga tidak ada keraguan
dari seorang murid
Mursyid dan Konteks Saat ini
2. Arif dengan segala sifat kesempurnaan hati,
etika, dan segala penyakitnya sehingga Dengan memahami istilah mursyid seperti
mengetahui cara menyembuhkannya di atas, semestinya budaya baru tentang
kembali dan memperbaiki seperti semula belajar agama melalui searching di internet
(mbah goegle) dan komunikasi melalui media
3. Bersifat belas kasih dan lemah lembut sosial yang berisi berbagi pengetahuan Islam
terhadap semua orang Islam, terutama yang kadang tidak jelas sumbernya, haruslah
kepada mereka yang menjadi muridnya. diakhiri. Sebab, belajar agama tanpa guru akan
4. Mampu menyimpan rahasia para dapat menyesatkan pemahaman diri sendiri.
muridnya, tidak membuka aib mereka di Pentinngya guru agama, seperti dalam
depan khalayak. istilah mursyid ini harus menjadi pelajaran
5. Mampu menjaga amanah para muridnya, bagi keilmuan di luar tarekat. Pada dasarnya,
seperti tidak menggunakan harta benda belajar tarekat dalam Islam juga belajar agama
mereka dalam bentuk dan kesempatan secara umum. Sebab, tahapan-tahapan seorang
apapun serta tidak menginginkan apa mursyid dalam memberikan ilmu agamanya
yang ada pada mereka juga berangkat dari tauhid dan fikih, sebelum
Sumber Bacaan
Jatim, Tim PW LTN NU. Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan
Konbes Nahdlatul Ulama (192602004), Jawa Timur: Khalista, 2007. Cet. III.
Munawwir, Ahmad Warson Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997 cet. XIV
Masyhuri, Aziz. (editor). Permasalahan Thariqah: Hasil Kesepakatan Muktamar & Musyawarah Besar Jam’iyyah Ahlith
Thariqah al-Mu’tabarah Nahdlatul Ulama’, Surabaya: Khalista, 2006, cet. II.
_____. Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf. Surabaya: Imtiyaz, 2011
An-Naqsyabandi, Ahmad Mustafa al-Kamsykhanawi. Jami’ al-Usul fi al-Awliya’. Surabaya: Haramain, t.tt.
Schimmel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam. Penterj. Sapardi Djoko Dmono, dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009,
cet. III.
Wehr, Hans. A Dictionary of Modern Written Arabic Arabic-English. Mu’jam al-Lugah al-‘Arabiyyah al-Mu’ashirah ‘Arabi-
Inklizi. Beirut: Maktabah Lubnan, 1961.
S
ecara umum, bentuk karya sastra tersusun itu iramanya menjadi terpola.
di berbagai bangsa dan kebudayaan
Bertolak dari penggunaan kata naẓm
dapat dibedakan menjadi dua jenis:
dalam tradisi kesusastraan Arab, Ya‘qūb (2010:
prosa dan puisi. Meskipun demikian, dalam
447) mendefinisikan naẓm sebagai ungkapan
kesusastraan Arab, kategorisasi mengenai apa
berwazan dan bersajak. Ungkapan tersebut
yang dapat dinilai sebagai puisi tampaknya
disusun dengan cara menjaga aspek metrum
menyisakan persoalan tersendiri mengingat
dan keselarasan bunyinya. Sejalan dengan
keberadaan dua bentuk ungkapan puitik
akar etimologis kata naẓm, yakni merangkai
yang menurut konvensi kesusastraan Arab
permata, Ya‘qūb mengibaratkan keteraturan
tampak serupa, namun tidak sama, yakni
ungkapan dalam metrum dan keselarasan
naẓm dan syi‘r. Satu hal yang menarik,
bunyi itu bagaikan untaian butiran kalung
kedua istilah tersebut seringkali digunakan
permata (2010: 447).
secara bergantian dalam setiap pembahasan
mengenai pembagian jenis ungkapan (kalām) Jika diperhatikan, pengertian naẓm
yang berlaku dalam kebudayaan Arab. Dalam di atas tampak memperlihatkan sifat
membagi jenis ungkapan tersebut, sebagian umum yang dimiliki oleh ungkapan yang
ahli menggunakan istilah na£r (prosa) yang berbentuk naẓm, dalam arti mencakup semua
dihadapkan pada istilah naẓm (puisi), dan ungkapan yang berwazan dan bersajak tanpa
sebagian yang lain menggunakan istilah na£r mempertimbangkan muatan isinya. Akan
yang dihadapkan pada istilah syi‘r. Oleh karena tetapi, jika melihat konvensi yang berlaku
itu, dalam batas tertentu, tumpang-tindih dalam tradisi kesusastraan Arab, sifat umum
dalam penggunaan kedua istilah tersebut yang dimiliki naẓm tersebut ternyata tidak
memang tidak dapat dihindari. mutlak. Sebab, untuk ungkapan tertentu yang
juga terikat oleh wazn dan sajak, kalangan
Secara etimologis, naẓm merupakan
penyair dan kritikus sastra Arab tradisional
bentuk maṣdar (nomina verba) dari kata kerja
justru menyebutnya sebagai syi‘r.
naẓama, yang berarti mengatur atau merangkai
permata. Adapun secara terminologis, menurut Tidak berbeda dengan berbagai bangsa
at-Tūnj, kata naẓm memiliki dua pengertian. lain di dunia, bangsa Arab sudah lama
Pertama, sebagai istilah umum, kata naẓm mengenal tradisi kesusastraan, baik dalam
berarti menyusun kata dan kalimat dalam genre prosa maupun puisi. Dari kedua genre
keteraturan makna dan signifikasinya. Kedua, sastra tersebut, puisi Arab yang dikenal dengan
sebagai istilah dalam kesusastraan Arab, kata istilah syi‘r merupakan genre sastra tertua yang
naẓm berarti penyusunan puitik; dalam arti menempati kedudukan yang sangat penting
menyusun kata-kata sesuai dengan pola puitik dalam kehidupan sehari-hari orang Arab. Ibnu
tertentu. Pola puitik tersebut secara konsisten Khaldūn, seorang ahli sejarah kebudayaan
diikuti oleh pengarangnya menyangkut Arab, menggambarkan kedudukan syi‘r
kaidah-kaidah tertentu mengenai urutan dalam kehidupan orang Arab sebagai dīwān
kata dengan memperhatikan satuan irama (buku catatan) yang berisi perbendaharaan
dan ketentuan rimanya. Dengan demikian, pengetahuan orang Arab. Melalui syi‘r orang
jika kaidah-kaidah itu diikuti, ungkapan yang Arab merekam berbagai peristiwa penting yang
Sumber Bacaan
Ibnu Khaldūn. al-Muqaddimah, t.t., hlm. 662-668; as-Sāyib, Ushul an-Naqd al-Adabi, 1964, hlm. 41; Farūkh, Tarikh al-Adab
al-‘Arabi, 1981, hlm. 44.
At-Tunji, al-Mu’jam al-Mufassal fil Adabi, 1993,
At-Tunji, al-Mu’jam al-Mufassal fil Adabi, 1993,.
Ya’qub, al-Mu’jam al-Mufassal fil ‘Arudh wa al-Qafiyah , 2010,
Braginsky, On the Qasida and Cognate the Potry in the Malay-Indonesian World, 1996,.
A. Teeuw, Indonesia antara Kelisanan dan Keberakasaraan. 1994, hlm. 50-51
Braginsky, Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-9, 1988,
Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusatraan Melayu Klasik, 2011,
Karel A. Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat, 1988,; Muzakka, Singir sebagai Karya Sastra Jawa, 2002,
N
gesahi, ngabsahi atau maknani Biasanya kiai akan menerjemahkan kitab
adalah tiga istilah berbeda dengan secara perlahan, kata demi kata sesuai
satu maksud yang sama. Ketiganya dengan aturan gramatikal bahasa Arab. Untuk
merupakan istilah yang digunakan di pesantren selanjutnya menerangkan secara bebas isi
Jawa untuk menandai tata cara pemberian kandungan itu menggunakan bahasa daerah
makna terhadap teks berbahasa Arab dalam masing-masing. Sementara itu santri dengan
kitab kuning (lihat entri kitab kuning) dengan seksama menyimak dan memperhatikan
menggunakan bahasa lokal masing-masing keterangan kiai dan mencatatnya sesuai
daerah. Di pesantren sunda istilah ini disebut dengan apa yang disampaikan. Dari sistem
dengan ngalogat. bandongan ini diharapkan santri memahami
kandungan teks secara menyeluruh, kata
Dalam praktinya ngabsahi merupakan
demi kata serta memiliki kepekaan praktis
kegiatan seorang santri memberi makna dan
terhadap kaidah-kaidah gramatikal bahasa
keterangan dalam kitab kuning yang berbahasa
Arab. Dalam kesempatan ini kegiatan maknani
Arab berdasarkan pada keterangan seorang
dapat diartikan dengan membubuhkan makna
kiai dengan menggunakan bahasa lokal demi
oleh santri terhadap teks bahasa Arab sesuai
mendapatkan pemahaman yang sempurna.
keterangan yang diperoleh dari kiai sekaligus
Dalam proses ngabsahi selalu mengandaikan
belajar menerapkan kaidah gramatikal bahas
dua pihak yang saling aktif antara kiai yang
Arab secara langsung.
memberikan keterangan secara ferbal dan
santri sebagai pendengar yang aktif menyerap Tradisi ngabsahi ataupun maknani lengkap
dan merubah keterangan tersebut menjadi dengan rumus dan kodenya ini merupakan
bentuk tulisan yang diletakkan di bawah warisan turun temurun dari para leluhur di
teks Arab dengan menggunakan rumus dan lingkungan pesantren semenjak zaman Sunan
kode tertentu yang telah disesuaikan dengan Ampel mendirikan pesantren di Surabaya pada
kaedah gramatikal bahasa Arab. Tulisan inilah abad ke 16 M hingga menyebar ke seluruh
yang kemudian disebut dengan makna gandul pelosok negeri. Saifuddin Zuhri (1987:32)
atau makna jenggot, artinya makna lokal yang menjelaskan betapa hal ini mempersatukan
ditulis bergelantungan di bawah teks Arab pola berpikir para santri dari Jawa Timur,
sebagaimana rambut jenggot yang menempel Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan, Nusa
pada dagu. Tenggara Barat, Sumatera, Sulawesi, hingga
maluku semua menggunakan sistem yang
Dengan demikian ngabsahi (juga maknani
seragam. Tentunya disertai fariasi kelokalan
ataupun ngalogat) berhubungan erat dengan
yang berbeda-beda.
sistem pembelajaran di pesantren yang
disebut dengan bandongan. Bandongan adalah Rumus dan kode ini telah dicetak dan
sistem pengajaran dengan mengumpulkan tersebar luas di pesantren, sebagaimana yang
sejumlah santri untuk mendengarkan telah dilakukan oleh penerbit dan toko kitab
seorang kiai membaca, menerjemahkan, Al-Hidayah Tulung agung (lihat gambar 1).
menerangkan dan mengulas isi kitab-kitab Secara ringkas di terangkan di sini adalah
berbahasa Arab (lihat entri bandongan). sebagai berikut:
Huruf ﻡ: menunjukkan kata utawi artinya Huruf ﺵ : menunjukkan kata
bermula (kedudukan gramatikalnya mubtada’) kelakuan artinya kelakuan (kedudukannya
Sya’n)
Huruf ﺥ: menunjukkan kata iku artinya
itu (kedudukannya khobar) Huruf ﻣﻂ: menunjukkan kata kelawan
artinya dengan (kedudukannya maful mutlak)
Huruf ﺝ: menunjukkan kata mongko
artinya maka (kedudukannya jawab) Huruf ﰎ: menunjukkan kata apane
artinya apanya (kedudukannya tamyiz)
Huruf ﺣﺎ : menunjukkan kata hale
atau tingkahe artinya halnya (kedudukannya Huruf ﻅ : menunjukkan kata
hal) ingdalem artinya pada (kedudukannya zhorof)
Huruf ﻉ: menunjukkan kata kerono Huruf ﻧﻒ : menunjukkan kata ora
artinya karena (kedudukannya ta’lil) artinya tidak (kedudukannya nafiyah)
Huruf ﻍ: menunjukkan kata senajan Huruf ﺱ : menunjukkan kata jalaran
artinya walaupun (kedudukannya ghoyah) artinya karena (kedudukannya sababiah)
Huruf ﻓﺎ: menunjukkan kata sopo artinya Huruf ﺹ : menunjukkan kata kang
siapa (kedudukannya fail aqil) atau sing artinya yang (kedudukannya shifat)
Huruf ﻑ: menunjukkan kata opo artinya Huruf ﺑﺎ: menunjukkan kata bayane
apa (kedudukannya fail ghoiru aqil) (artinya kondisinya (kedudukannya bayan)
Huruf ﻣﻒ: menunjukkan kata ing
artinya pada (kedudukannya maful bih)
Selain berfungsi untuk menunjukkan
Huruf ﻧﻒ : menunjukkan kata sopo, posisi gramatikal dalam bahasa Arab, rumus
opo, siapa artinya apa (kedudukannya naibul di atas juga sangat membantu para santri
fail) meringkas tulisan. Mengingat ketersediaan
Sumber Bacaan
Saifuddin Zuhri, 1983. Berangkat dari Pesantren.
Ahmad Hifni Al-Manduri. Tanpa tahun. Kaifiyat Al-Ma’ani bi Al-Ikhtishar. Tulungagung: Toko Kitab Al-Hidayah.
Martin van Bruinessen, 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan
Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS
N
gelmu merupakan turunan dari diklasifikasikan dalam lima kategori pokok.
kata Arab ilmu. Berbeda dengan Bagi orang Jawa, masyarakat dibagi ke dalam
pengertian ilmu dalam bahasa Arab lima bagian berdasarkan empat arah mata
yang menunjukkkan pengetahuan dalam angin dan titik pusatnya. Lima bagian itu
arti umum, ngelmu merupakan pengetahuan merupakan lima kategori pokok dalam asas
mengenai hal-hal yang gaib dan kekuatan- asosiasi prelogik. Klasifikasi berdasarkan
kekuatan supranatural. Dalam kebudayaan arah mata angin dan titik pusatnya tersebut
Jawa, ngelmu merupakan bagian dari sistem meresap dalam jiwa orang Jawa. Oleh karena
religi. Dilhat dari cara melakukannya, ngelmu itu, ada anggapan bahwa ada kaitan yang
memerlukan sikap tertentu dalam menghadapi erat antara berbagai gejala yang tampak yang
kekuatan-kekuatan gaib, sehingga berbeda terjadi secara bersamaan karena adanya
dengan religi. Jika dalam upacara religi kemiripan bentuk dan warna, meskipun
orang yang melakukannya mengambil sikap berbeda satu dengan lainnya dalam prinsip
penyerahan diri secara total kepada Tuhan dan fungsinya. Oleh karena itu, dalam praktik
dan melakukan permohonan kepada-Nya agar ngelmu gaib, dapat dipahami bahwa sebuah
segala hajat terkabu, maka dalam ngelmu orang nasi tumpeng dan gunung memiliki kaitan
yang mengamalkannya berusaha mencapai yang erat karena kemiripan bentuknya; padi
suatu tujuan dengan cara aktif, yakni dengan yang sudah masak yang warnanya kekuning-
cara menganggap bahwa ia mampu melakukan kuningan memiliki kaitan erat dengan emas
manipulasi dan pengendalian berbagai daun karena kesamaan warnya.
kekuatan gaib. Dalam praktiknya, sang pelaku
Dasar berpikir prelogik orang Jawa dapat
atau pengamal mengunakan mantra-mantra
menjadikan orang yang buta huruf meyakini
tertentu mencapai tujuannya.
bahwa tindakan-tindakan yang mirip atau
Dalam kebudayaan Jawa, diyakini ada serupa dengan sendirinya memiliki kaitan
hubungan yang saling berkaitan antara sebab-akibat. Oleh karena itu, tindakan
berbagai unsur dalam alam, lingkungan sosial, meniru sesuatu merupakan cara untuk
dan spiritualitas manusia. Untuk menjalin mencapai keadaaan yang diharapkan; dalam
hubungan dengan alam dan lingkungannya, hal ini berbagai upacara ilmu gaib yang sifatnya
orang yang menjalankan ngelmu harus meniru seringkali dilakukan oleh orang Jawa.
berpegang pada sistem klasifikasi simbolik Bagi orang Jawa, ada keyakinan bahwa dalam
yang dimiliknya berdasarkan asas asosiasi tubuh tertentu manusia, binatang, tumbuh-
prelogik.; dalam hal ini berbagai hal yang tumbuhan, benda-benda keramat, seperti
terdapat dalam lingkungan sosail dan budaya, pusaka dan jimat, ada kekuatan-kekuatan sakti
seperti organ tubuh, sifat-sifat kepribadian, (kasekten). Selain itu, kekuatan-kekuatan sakti
kondisi perasaan, hari-hari pasaran, makanan juga dapat dipancarkan melalui suara-suara
dan minuman, keselamatan, pekerjaaan, atau bunyi-bunyian tertentu yang memiliki
planet dan benda-benda runag angkasa sifat gaib, seperti japa mantra, dan bahkan
lainnya, serta makhluk-makhluk gaib lainnya melalui kutukan (sepata).
Sumber Bacaan:
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, 1984, hlm. 411
S
ecara bahasa Ngrasul berasal dari kata ingkung; Jawa, ayam bekakak; Melayu), lampu
Ngrasuk (asal katanya “rasuk” misalnya senthir dan lain-lain serta bersedekah (selawat)
“ia dirasuki bangsa halus” yang artinya berupa sejumlah uang koin yang diletakkan di
“ia diikuti makhluk halus”) dan Rasul yakni dalam mangkok berisi air.
Nabi Muhammad SAW. Ngrasul termasuk jenis
Ngrasul merupakan bagian dari tradisi
ritual dalam kategori niat dan do’a, seperti
Kenduri (Kanduri; Persia) yaitu upacara makan
halnya tolak balak/tolak bilahi, dan sebagainya.
bersama yang dihadiri handai taulan, saudara,
Sebagai contoh Ngrasul untuk “niatan tetangga dan kerabat, yang diantara mereka
selamatan” bagi seseorang yang memiliki wuku terdapat pemimpin doa dari unsure kiai, ustadz,
Warigagung, Pahang, dan Matkal. Wuku sendiri tokoh masyarakat, atau orang yang dituakan.
adalah nama sebuah kesatuan waktu dalam Permohonan doa yang dipanjatkan bertujuan
7 hari yang terdiri dari 30 pekan (wuku). Ide meminta keselamatan dan dikabulkannya
dasar perhitungan wuku ialah bertemunya suatu permintaan yang diinginkan. Perbedaan
dua hari dalam system pancawara (pasar) dan Ngrasul dengan Kenduri pada umumnya
saptawara (pekan) menjadi satu, misalnya adalah pada aspek do’a khusus yang dibacakan,
Sabtu-pon dalam wuku Wugu. Niat atau hajat yang dipanjatkan, tempat
yang digunakan, dan seperangkat uga-rampe
Wuku digunakan di Jawa dan Bali sebagai
atau seperangkat barang dan makanan yang
perlambang dari sifat-sifat manusia yang
dikeluarkan.
dilahirkan pada hari-hari tertentu, seperti
halnya horoskop atau perbintangan. Menurut Ngrasul dapat dipandang sebagai
kepercayaan tradisional Jawa dan Bali orang pemahaman dan pengamalan sinkretisme
yang lahir pada hari dan pasaran tertentu dan beragama orang-orang di Pulau Jawa
jatuh pada wuku tertentu pula, ia terdapat sesudah berpindah agama dari Hindu ke
hari nahasnya. Agar diberikan keselamatan, Islam. Ritual ini masih dipraktikkan sampai
orang-orang yang punya wuku Warigagung, sekarang di daerah-daerah se pulau Jawa.
Pahang, dan Matkal perlu diruwat dengan Misalnya di Tretep Temanggung Jawa Tengah
mengeluarkan seperangkat uga-rampe atau dengan sebutan Mule Ngrasul yang berarti
seperangkat barang dan makanan yang sudah “Memulai mengikuti Rasulullah”. Di kalangan
ditentukan, dan selawat (sedekah berupa uang) masyarakat Betawi juga dikenal Ngrasul yang
yang juga telah ditentukan, dengan bacaan dilaksanakan pada saat akan mengadakan
do’a khusus berupa Ngrasul. hajatan dan dilakukan di tempat penyimpanan
bahan pokok untuk resepsi.
Jadi, Ngrasul adalah upacara ritual dengan
mantra dan do’a-do’a khusus yang tujuannya Sebagai warisan budaya, nilai-nilai
memohon keselamatan melalui perantaraan yang lama tetap dijunjung tinggi akan
Rasul yakni Nabi Muhammad SAW dengan tetapi medianya digantikan sesuai dengan
seperangkat uga-rampe berupa bunga, nasi kepercayaan yang baru. Dalam hal ini,
tumpeng, nasi Golong (dikepal sehingga memohon keselamatan melalui perantara
membentuk bulat) daging ayam utuh (ayam Rasulullah Saw dengan cara Ngrasul adalah
cara “islamisasi” meminta perlindungan dari
Sumber Bacaan
Abimanyu, Petir, Mistik Kejawen, Yogjakarta: Palapa, 2014
Bidiono, Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, Yogjakarta: Haninidita Graha Widia, 2005
Geertz, Clifford, Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya, 1981
Jamil, dkk., Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gema Media, 2002
Sutardjo, Imam, Kajian Budaya Jawa, Surakarta: Jurusan Sastra Daerah UNS, 2010
Pranowo, “Menyingkap Tradisi Besar dan Tradisi Kecil” dalam Majalah Pesantren, No. 3 Vol. 4, 1987
N
yadran adalah suatu sistem tradisi sesaji menempati posisi yang sangat penting.
yang kompleks dan mengandung
Dalam kultur Jawa, nyadran atau sadran
berbagai unsur ritual yang dianggap
berkaitan erat dengan tradisi mengunjungi
penting menurut pengetahuan turun temurun
makam leluhur atau sanak saudara menjelang
dari suatu masyarakat yang meliputi sesaji,
datangnya bulan Ramadhan, yaitu bulan
do’a, makan bersama dan prosesi. Bentuk ritual
ruwah atau sya’ban dalam kalender hijriah.
yang dilaksanakan sangat tergantung pada
Pada sebagian komunitas masyarakat, nyadran
latar belakang budaya dan sejarah komunitas
berpusat pada aktivitas ziarah kubur, yang
yang bersangkutan. Di sejumlah daerah
merupakan ritual berupa penghormatan
pesisir, nyadran cenderung berbentuk sedekah
kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan
atau pesta laut atau persembahan kurban,
doa selamatan.
sedangkan di daerah pedalaman, nyadran
hadir dalam ritual mengunjungi makam atau Seiring dengan gelombang Islamisasi
kuburan para leluhur. di tanah Jawa, nyadran seringkali dikaitkan
dengan kata sodrun, yang dalam bahasa Arab
Dalam tradisi nyadaran, terlihat
berarti dada atau hati. Pemahaman ini boleh
transformasi budaya lama ke dalam bentuk
jadi berhubungan dengan upaya masyarakat
dan pemaknaan budaya baru dimana pengaruh
Muslim untuk membersihkan hati menjelang
Islam baik secara perlahan maupun singkat
bulan Ramadhan. Nyadran juga sering
meresap ke dalam entitas kultural yang terus
dikaitkan dengan istilah nadzar, yaitu janji
menerus mencari bentuknya.
yang diikrarkan dan harus dipenuhi.
Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta,
sraddha yang artinya keyakinan atau
kepercayaan. Makna lain dari nyadran adalah Asal Usul
sadran, berasal dari kata ‘sudra’ sehingga Dalam sejumlah literatur, tradisi nyadran
nyadran berarti menyudra atau menjadi sudra dianggap berasal dari tradisi Hindu-Budha.
atau berkumpul dengan orang-orang awam. Hal Zoetmulder memperkirakan bahwa nyadran
ini mencerminkan nilai-nilai kultural bahwa muncul sejak zaman Majapahit ketika
berbaur dengan orang-orang kelas bawah masyarakat melakukan upacara mengenang
menjadi anjuran agama yang dilembagakan wafatnya Tribuana Tungga Dewi, penguasa
dalam ritual rakyat yang mengkondisikan ketiga Kerajaan Majapahit, pada tahun 1352
suasana komunal yang mencairkan perbedaan M. Penelusuran lebih awal menemukan bahwa
kelas dan status sosial. Dalam bahasa Jawa, nyadran telah dipraktekkan pada zaman
nyadran diduga berasal dari kata sadran yang Majapahit dengan istilah craddha. Praktek ini
artinya sesaji. Karena dalam pelaksanaannya, diperkirakan berlangsung sekitar tahun 1284
Sumber Bacaan
Kastolani dan Abdullah Yusof, “Relasi Islam Dan Budaya Lokal Studi Tentang Tradisi Nyadran di Desa Sumogawe
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang,” Kontemplasi, Vol. 04, No. 01, Agustus 2016.
Partokusumo, Karkono Kamajaya, Kebudayaan Jawa, perpaduannya dengan Islam, Yogyakarta : Ikatan Penerbit
Indonesia, 1995.
Purwadi, Sejarah Walisongo, Yogyakarta: Ragam Media, 2009.
Subarman, Munir, “Pergumulan Islam Dengan Budaya Lokal di Cirebon (Perubahan Sosial Masyarakat Dalam Upacara
Nadran di Desa Astana, Sirnabaya, Mertasinga, Kecamatan Cirebon Utara)”, Holistik, Vol. 15, No. 02, 2014.
Suyitno, Widiyanto Tri, 2001, Jalan Membebaskan Leluhur dari Alam Menderita, Yogyakarta:Vihara Karangjati.
Zoetmulder, Petrus Josephus, Kalangwan: a survey of old Javanese Literature, 1974.
S
alah satu fase kehidupan sebagai penanda makna omah tereproduksi sehingga
kesempurnaan seseorang dalam bersosial meneguhkan kesadaran bahwa omah adalah
adalah omah-omah (berumah tangga) ruang yang paling diakrabi oleh setiap
yang ditandai dengan proses pernikahan keluarga. Maka salah satu penanda seseorang
(mantènan). Bagi orang Jawa dan bisa jadi yang sudah berumah tangga (omah-omah)
dalam berbagai suku bangsa di nusantara, dianggap mulai mapan harus memenuhi
omah-omah atau mantènan (berumah tangga) trilogi kebutuhan dasar yang meliputi sandang,
adalah klimaks dari trilogi ritus kehidupan pangan dan papan (kebutuhan pakaian, pangan,
yang meliputi, metu, mantèn, mati, atau lahir, dan tempat tinggal). Di sinilah omah begitu
nikah, mati (Santoso, 2000: 118; Said, 2012: urgen bagi setiap orang yang menginginkan
1). kesempurnaan minimal dalam berumah
tangga (omah-omah).
Fungsi kelima dari omah adalah peturon Begitu dalamnya makna dalam omah-
dari bahasa Jawa ngoko turu (tidur). Tidur yang omah, maka proses mendirikan omah itu
dalam wujud spasialnya berupa kamar tidur laksana punya gawe besar sehingga setiap
adalah sebuah kondisi posisi tubuh berbaring tahapan proses mendirikan atau membangun
yang menunjukkan keadaan tubuh lebih tetap rumah ada ritual dengan prosesi dan pesan
dan mapan. Dipan, kasur, bantal, guling, tertentu. Beberapa proses ritual dalam
selimut dan sejenisnya adalah ikon-ikon yang mendirikan rumah itu antara lain:
merujuk pada proses bermukim dalam jangka 1) Ritual Buka Tableg
waktu permanen. Di peturon ini pula konotasi
mendasar dalam kehidupan domestik dimana Ritual ini merupakan prosesi ritual
proses generasi dan regenarasi pada tahap yang diselenggarakan sebelum penggalian
awal terjadi. Peturon menjadi media ketika pandeman (pondasi) rumah yang akan
pasangan suami dan istri (sèmah) melakukan dibangun. Hari pelaksanaan ritual Buka Tableg
hubungan intim dalam situasi dan kondisi bukanlah sembarangan, tetapi merupakan hari
paling rukun. Tanpa suasana kerukunan proses tertentu yang didapatkan dari “orang pintar”
reproduksi tidak akan sehingga regenerasi yang biasanya adalah kiai sepuh yang dianggap
gagal. Maka rukun agawe santoso (rukun akan memiliki kelebihan secara spiritual.
mengantarkan kehidupan yang sentosa), Ritual ini dilakukan dengan menggelar
demikian falsafah Jawa menegaskan. bancakan atau slametan yang biasanya diiringi
Peturon dalam bahasa Jawa Krama juga dengan doa rasulan (doa dengan wasilah
disebut pesarèyan. Pesarèyan merupakan Kanjeng Rasul Muhammad SAW) atau
istilah yang terhormat untuk menunjukkan manaqiban (doa dengan wasilah Waliyyulah
Sumber Bacaan
Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta:
Cakrawala.
Fox, J.J., (1993). “Comparative Perspective on Austronesian Houses: An Introductory Essay”, dalam J.J. Fox (ed.), Inside
Austronesian Houses: Perspectives on Domestic Designs for Living, Canberra: The Australian National University.
Norberg-Schulz, Christian, The Concept of Dwelling: On the Way to Figurative
Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus: Brillian Media
Utama.
Said, Nur, (2012b). “Strategi Saminisme Dalam Membendung Bencana Perlawanan Komunitas Sedulur Sikep terhadap Rencana
Pembangunan Pabrik Semen di Sukolilo Pati,” Agama, Budaya dan Bencana, Kajian Integratif, Ilmu, Agama dan
Budaya, Bandung: Mizan.
Santoso, Revianto Budi. (2000). Omah; Membaca Makna Rumah Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000.
Tjahyono, M.Arc., (2000). “Kata Pengantar”, dalam Revianto Budi Santoso, Omah; Membaca Makna Rumah Jawa,
Yogyakarta: Bentang Budaya
Triyanto. (2001). Makna Ruang & Penataannya dalam Arsitektur Rumah Kudus.Semarang: Kelompok Studi Mekar.
S
alah satu ruang yang paling diakrabi oleh waktu shalat z}uhur. Lalu menyebut “paistrian”
umat Islam dalam menjalankan ritual menjadi Palastren atau Pawestren sebagai
ibadah adalah masjid. Tidak banyak yang wujud pengetrapan dengan dialek penutur
menyadari terutama dari kalangan outsider Jawa.
bahwa di bagian ruang masjid nusantara
terutama di Jawa, ada space khusus yang
diperuntukkan bagi jamaah muslimah (kaum Genealogi dan Pisisi Palastren
perempuan yang muslim) dalam menjalankan Palastren/Pawestren merupakan bagian
berbagai aktivitas ibadah di masjid tersebut. dari bangunan utama masjid khas nusantara
Di kalangan umat Islam terutama di Jawa terutama di Jawa dan tidak dapat dipisahkan
ruang tersebut sering disebut sebagai Palastren dari bangunan utamanya itu sendiri. Pada
atau sebagian ada yang menyebut Pawestren. masjid-masjid kuna di Indonesia posisi
Dalam bahasa Sunda disebut pangwadonan, Palastren/Pawestren biasanya terletak di
sementara dalam bahasa Jawa Cirebon disebut sebelah kiri atau sebelah selatan, sejajar
paestren dan pewadonan (Pijper, 1987: 33: dengan ruang utama masjid. Namun ada
Shohib, dkk., 2012: 15). juga Palastren/Pawestren pada masjid kuno
Terjadinya perbedaan penyebutan dalam yang letaknya di sebelah kanan atau utara
ruang ibadah kaum perempuan di masjid dari ruang utama masjid seperti di Masjid Al
tersebut tak lepas dari keragaman dialek dalam Aqsa, Menara Kudus. Hal ini berbeda dengan
berbagai kelompok penutur dari berbagai suku, masjid-masjid model sekarang yang sebagian
ras dan bahasa. Apalagi nama Palastren atau memposisikan jamaah kaum perempuan
Pawestren dalam berbagai masjid di nusantara terletak di belakang jamaah laki-laki yang
seringkali tidak ditulis atau disebutkan dalam hanya dipisahkan dengan satir atau hijab.
tata ruang yang ada, meskipun eksistensinya Di samping terdapat pada masjid,
ada. Yang sering dimunculkan dalam bagan Palastren atau Pawestren juga sering terdapat
penujuk masjid adalah “tempat wudlu wanita”, pada langgar (Jawa) atau musholla, yaitu pusat
nama Pawestren atau Palastren hanya dalam kegiatan ritual shalat, pengajian keislaman
dunia ingatan kaum muslimin nusantara. yang biasanya dibimbing oleh seorang kyai
Kata “Palastren” atau “Pawestren” kampung. Langgar berbeda dengan masjid.
berasal dari kata dalam Bahasa Jawa “èstri” Kalau Langgar biasanya sebagai pusat jamaah
yang berarti istri atau perempuan yang sholat dan ngaji para santri di kampung
kemudian mendapatkan imbuhan “pa - an’ terutama di Jawa, sementara masjid memiliki
yang menunjukan tempat sehingga menjadi fungsi lebih luas, di samping pusat kegiatan
“paistrian” yang bermakna tempat untuk ritual shalat, pengajian keislaman, kegiatan
kaum perempuan. Karena pengaruh struktur sosial budaya juga sebagai pusat ibadah Jum’at
bahasa setempat terutama bahasa Jawa, kata bagi kaum laki-laki.
paistrian berubah menjadi “Palastren” atau Pada masjid-masjid kuna di nusantara,
“pawestren” (kromo), pangwadonan (ngoko) terutama di Jawa, biasanya terdapat ruang
(Felisiani, 2009: 17; Aryanti, 2006: 73). Hal Palastren/Pawestren yang meyatu dengan
ini seperti sebagian orang Jawa menyebut kata bangunan utama masjid atau sebagian diberi
“z}uhur” menjadi “lohur”, maksudnya adalah batas atau bangunan khusus yang didirikan
Sumber Bacaan
Aboebakar, (1955). Sejarah Masjid dan Amal Ibadah di Dalamnya, Banjarmasin: Fa. Toko Buku Adil.
Anasom, HM. Drs. M.Hum, (2013). “Jawanisasi Islam dan Lahirnya Islam Sinkretik” dalam Majalah Ber-SUARA LAPMI
Cabang Semarang Edisi XXVI Desember 2013fM/1435 H
Anderson, Benedict R. O’G., (2000). Mitologi dan Toleransi Orang Jawa, Yogyakarta: Qolam.
Aryanti, Tutin. (2006). “Center vs the Periphery in Central Javanese Mosques Architecture”, dalam Dimensi Teknik
Arsitektur Vol. 34 No. 2 (Desember): 73-80.
Atmodjo, Junus Satrio, Peny., (1999)., Masjid Kuno Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaa.
Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta:
Cakrawala.
Felisiani, Thanti, (2009), “Pawestren Pada Masjid-Masjid Agung Kuno di Jawa: Pemaknaan Ruang Perempuan”, Skripsi,
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Arkeologi, Universitas Indonesia,
Mawardi, Kholid: “Langgar: Institusi Kultural Muslim Pedesaan Jawa:, dalam IBDA’, Jurna Kebudayaan Islam, Vol. 12, No.
1, Januari - Juni 2014
Said, Nur. (2005). Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Brillian Media Utama.
Shohib, Muhammad, Drs.H., MA.,dkk., (2012). Masjid Bersejarah di Jawa. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an.
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Simanjuntak, Truman Prof. Ris. Dr., APU., dkk [eds.]., (2008). Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasioanl, Badan Pengembangan Sumberdaya Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata.
P
atitis dalam bahasa Jawa-Sansekerta Pantes dadi jujugane sadhengah wong kang
berasal dari kata “titis” yang berarti; mbutuhake rembug kang prayoga”, artinya
Pertama, tujuan, seperti bunyi salah sesungguhnya orang yang suka berbicara
satu bait Serat Wedhatama yang dikarang Sri daripada mendengarkan biasanya yang
Mangkunegowo “Patitis tetesing kawruh. Meruhi dibicarakan tak ada isinya. Sebaliknya yang
marang kang momong” artinya Tujuan ajaran banyak mendengarkan, bicaranya sedikit tapi
ilmu ini untuk memahami yang mengasuh diri jelas dan berisi (ia) layak dimintai pendapat
(guru sejati/pancer). Patitis juga digunakan masyarakat yang membutuhkan masukan
masyarakat Bali dalam arti “tujuan” misalnya yang baik. Keempat, husnul khatimah seperti
“Ngerajengan, sahyang Agama, ninggilang tata kalimat Ranggawarsita dalam Serat Sabdojati
prawerining meagama, ngerajengan kasukertan “Amung kurang wolung ari kang kadalu, tamating
desa pkraman lan pawongan sekala niskala pati patitis, wus katon neng lokil makpul,
sebagai patitis (tujuan) pembuatan awig-awig Angumpul ing madya ari, Amarengi Sri Budha
(peraturan adat)”. Pon” artinya yang terlihat hanya kurang 8 hari
lagi, (Aku) meninggal dunia secara husnul
Kedua, tepat misalnya ungkapan
khatimah, jelas tertulis di Lauhil Mahfudz,
Mangkoenagoro IV dalam Serat Warayagnya
Kembali menghadap Tuhannya. Tepatnya pada
“Wong kang bakal palakrama iku kudu migatekake
hari Rabu Pon.
marang kukum serta kudu migunakake nalar
kang patitis sadurunge milih wong wadon” Berdasarkan pengertian di atas patitis
artinya orang yang mau berumah tangga harus mengandung pengertian inti atau sesuatu
memperhatikan hukum dan menggunakan yang mendalam (substansi) dari segala hal
nalar yang tepat sebelum memilih jodoh. yang diharapkan di dalam kehidupan dunia.
Begitu pula dalam karya Ranggawarsita yang Patitis juga dapat dipahami sebagai sesuatu
menyubut kata patitis berarti “tepat”; “Ana yang tidak semata-mata lahiriyah yang tampak
kang wus kadulu, suteng carik kadhinginan oleh mata, cocok dengan akal pikiran manusia,
tuwuh, ngaku putus patrape kurang patitis, akan tetapi yang paling hakiki. Misalnya ajaran
manut ngelmuning guying dul, amangeran yang mengajak manusia supaya tidak sekedar
luncung bodhol” artinya sesuatu yang sudah memiliki ilmu tapi juga ngelmu dan tujuan
terlihat, anak juru tulis yang berwatak terlalu berguru serta berilmu tidak sekedar menjadi
maju, mengaku ahli (tetapi) tingkahnya manusia yang “bener” (benar) tetapi yang
kurang tepat, mengikuti ilmunya santri yang terpenting menjadi manusia “panther” (lurus
mengaku-aku, mendewakan badut keparat. dan sejajar dengan arahan).
Ketiga, jelas, seperti bunyi salah satu Di samping itu Patitis juga bisa disama
pitutur (ajaran) Ki Padmasusastra dalam artikan dengan maqashid dalam ajaran Islam,
Serat Madubasa, “Yektine wong kang dhemen di mana segala sesuatu seharusnya tidak
ngumbar cangkeme tinimbang kupinge adate dipandang dari sudut lahiriyahnya semata
wicarane gabug. Suwalike sing akeh ngrungokake, tetapi yang terpenting adalah intisari atau
wicarane sithik nanging patitis lan mentes. tujuan utama yang terkandung didalamnya.
Sumber Bacaan
Kamajaya, Lima Karya Pujangga Ranggawarsita, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Steenbrink, Karel A., Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat: Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia, Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga Press, 1988
Anasom, dkk., Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000
P
eci merupakan alat penutup kepala penutup kepala berbentuk persegi yang dibuat
bagi kaum laki-laki yang berciri khas dari bahan katun dan dikenakan dengan cara
Nusantara yang terbuat dari kain, dilipat pada bagian tengah menjadi berbentuk
bahan beludru atau bahan lain dan dibuat seegitiga. Kaffiyeh biasa dikenakan bersama
meruncing kedua ujungnya. Sebutan lainnya dengan Taqiyah atau topi kecil berwarna putih
adalah kopiah atau songkok. Sementara oleh yang dikenakan sebagai dalaman serta dengan
masyarakat di belahan Dunia lain, kopiah atau cara memasang Igal atau tali berwarna hitam
peci itu dikenal dengan nama Kufi, taqiyat, topi untuk menahan Kaffiyeh agar tidak lepas.
fez/fezzi, tarboosh, songkok, dan lain-lain. Dengan kata lain pemadanan kata Kopiah
dengan Kaffiyeh tidak menunjukkan bentuk
Meskipun ketiganya berfungsi sebagai
barang yang sama. Ada pula yang mengaitkan
penutup kepala akan tetapi asal usulnya
Kopiah dengan filosofi “Kosong di-Pyah”
berbeda. Peci yang di jaman Belanda ditulis
artinya kosong dibuang yang mengandung
“Petje” berasal dari kata “pet” (topi) dan “je”
makna kebodohan dan rasa dengki harus
yang mengesankan “sesuatu yang kecil” di
dibuang dari isi kepala manusia.
mana biasa dikenakan oleh bangsa Melayu.
Ada pula penjelasan yang mengidentikkan Sementara Songkok dalam bahasa Inggris
Peci dengan topi fez atau fezzi yang berasal dikenal istilah skull cap atau batok kepala
dari Yunani Kuno dan diadopsi oleh Kerajaan topi, sebutan oleh Inggris bagi penggunanya
Turki Utsmani. di Timur Tengah. Di wilayah Indonesia atau
Melayu yang sempat dijajah Inggris, kata
Terdapat pula keterangan bahwa Peci
tersebut mengalami metamorfosa pelafalan
merupakan rintisan dari Sunan Kalijaga yakni
menjadi skol kep menjadi song kep dan
berupa Kuluk yang memiliki bentuk lebih
akhirnya menjadi songkok. Ada pula yang
sederhana daripada Mahkota dan disematkan
menganggap Songkok dari singkatan “Kosong
pada saat pengukuhan Raden Patah/Sultan
dari Mangkok” yang artinya kepala ini seperti
Fattah diangkat menjadi Sultan Demak.
mangkok kosong yang harus diisi dengan ilmu
Bahkan ada juga yang mengaitkan Peci dengan
pengetahuan.
tutup kepala yang dipakai Laksamana Ceng
Ho. Dalam bahasa China, “Pe” artinya delapan Secara umum Peci, Kopiah, dan Songkok
dan “Chi” artinya energi, sehingga Pechi menjadi identitas orang Islam yang pada
merupakan alat untuk menutup bagian tubuh mulanya dikenalkan oleh para pedagang-
yang bisa memancarkan energinya ke delapan pedagang Arab dan India. Sebab, masyarakat
penjuru arah angin. pribumi dahulunya lebih mengenal ikat
kepala, semacam blangkon. Akan tetapi,
Sedangkan Kopiah diadopsi dari bahasa
seperti biasanya, proses transformasi budaya
Arab, Kaffiyeh atau Kufiya. Namun wujud
luar kedalam budaya Nusantara selalu
asli Kaffiyeh berbeda dengan kopiah. Di
menghasilkan adapsi dan asimilasi yang unik;
Timur Tengah, Kaffiyeh yang memiliki nama
sehingga terciptalah Peci, Kopiah, dan Songkok
lain Ghutra atau shemagh merupakan kain
khas Nusantara.
Sumber Bacaan
Adams, Cindy, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Jakarta: Yayasan Bung Karno, 1987
Hurgronje, C. Snouck, “Politik Haji?” dalam Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje VIII, Jakarta: INIS, 1993
Rozan Yunos, “The Orign of the Songkok or Kopiah, dalam The Brunei Times, 23/09/2007
Utsman, Sayyid, Al-Qawanin al-Syar’yyah li Ahl al-Majalis al-Hukmiyyah wa al-Iftaiyyah, Batavia, 1891.
D
aksara hasil inkulturisasi kebudayaan India
alam Kamus Besar Bahasa Indonesia
sebelum berkembangnya Agama Islam di
(KBBI), pegon artinya aksara Arab
Nusantara dan sebelum kolonialisasi bangsa-
yang digunakan untuk menulis
bangsa Eropa di Nusantara. Berbagai macam
bahasa Jawad dan Sunda atau tulisan yang
media tulis dan alat tulis digunakan untuk
tidak dibubuhi tanda-tanda baca (diakritik).
menuliskan Aksara Nusantara. Media tulis
Kromopawiro sebagaimana dikutip Ibnu
untuk prasasti antara lain meliputi batu, kayu,
Fihri mendefinisikan kata pegon berasal dari
tanduk hewan, lempengan emas, lempengan
bahasa Jawa, pego, yang memiliki arti “ora
perak, tempengan tembaga, dan lempengan
lumrah anggone ngucapake” (tidak lazim dalam
perunggu; tulisan dibuat dengan alat tulis
mengucapkan). Hal ini dapat kita telusuri
berupa pahat. Media tulis untuk naskah antara
dari banyaknya kata-kata Jawa yang ditulis
lain meliputi daun lontar, daun nipah, janur
dalam huruf atau tulisan Arab yang aneh bila
kelapa, bilah bambu, kulit kayu, kertas lokal,
diucapkan. Bahkan orang Arab sendiri tidak
kertas impor, dan kain; tulisan dibuat dengan
akan mudah membaca Arab Pegon ini. (Ibnu
alat tulis berupa pisau atau pena dan tinta.
Fihri, 2014)
Secara periodik, perkembangan aksara
Menurut Titik Pudjiastuti, Pegon
Nusantara dapat ditelusuri berdasarkan
adalah jenis aksara Arab yang dimodifikasi
periodisasi sejarah kerajaan-kerajaan di
sedemikian rupa dengan cara menambah
Nusantara. Di masa Hindu-Budha, aksara
tanda diakritik tertentu untuk menulis teks-
Nusantara terdiri dari aksara Pallawa, Nagari,
teks berbahasa Jawa. (Pudjiastuti, 2006: 44)
Kawi, Malesung, Buda, Sunda Kuna, dan
Sementara menurut Purwadi dalam kamus
AKsara Proto-Sumatera. Begitu pula dengan
Jawa-Indonesia (2003), pegon berarti tidak
periode kerajaan-kerajaan Islam, aksara-
biasa mengucapkan. Kata lain dari “pegon”
aksara di Nusantara mengalami perkembangan
yaitu gundhil berarti gundhul atau polos.
dengan munculnya aksara pegon.
Sedangkan “huruf Arab pegon” digunakan untuk
menuliskan terjemahan maupun makna yang Pada titik ini, sejarah kemunculan
tersurat di dalam kitab kuning (Lihat dalam istilah Arab Pegon tidak bisa dilepaskan dari
entri Kitab Kuning) dengan menggunakan sejarah masuk dan berkembangnya Islam
bahasa tertentu. di Nusantara. Beberapa orang mengatakan
bahwa arab pegon telah muncul sekitar tahun
1400 M dan digagas oleh Raden Rahmat atau
Latar Belakang Munculnya Aksara Pegon Sunan Ampel. Sebagian lain menisbatkan
Aksara Nusantara merupakan beragam Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati
aksara atau tulisan yang digunakan di sebagai penggagas awal arab pegon. (Ibnu
Nusantara untuk secara khusus menuliskan Fihri, 2014: 40)
bahasa daerah tertentu. Walaupun Abjad Arab Terlepas dari perdebatan siapa yang
dan Alfabet Latin juga seringkali digunakan pertama kali menciptakan aksara pegon, hal
untuk menuliskan bahasa daerah, istilah yang tentu tidak bisa dimungkiri adalah bahwa
Sumber Bacaan
A.Khoirul Anam, Ensiklopedia NU, Jakarta: Matabangsa, 2012, cet. II
Adib Misbachul Islam, Puisi Perlawanan Dari Pesantren; Nazam Tarekat Karya K.H. Ahmad ar-Rifai Kalisalak, Tangerang
Selatan: TransPustaka, 2016, cet. I
Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya, Batas-Batas Pembaratan, Jakarta: Gramedia, 2005, Cet. III
Ibnu Fihri, Aksara Pegon Studi Tentang Simbol Perlawanan Islam di Jawa Pada Abad XVIII-XIX, Semarang: IAIN Walisongo,
2014, hal. 40
Islah Gusmian, Bahasa dan Aksara Tafsir Al-Qur’an di Indonesia dari Tradisi, Hierarki hingga Kepentingan Pembaca, Jurnal
Tsaqafah, vol.6, no.1, April 2010
Juwairiyah Dahlan, Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab, Surabaya, Penerbit Al-ikhlas, 1992,h. 29
Memed Sastrahadiprawira, Basa sareng Kasoesastran Soenda, Poestaka-Soenda (7 dan 8), hlm. 97-101.
Moch.Ali, Bahasa Jawa-Kitabi Dialek Madura Dalam Naskah Careta Qiyamat, Litera, Vol 6, Nomor 1, Januari 2007
Noriah Mohamed, Aksara Jawi; Makna dan Fungsi, Sari 19 (2011) hlm. 121
Uka Tjadrasasmita, Kajian Naskah-Naskah Klasik dan Penerapannya bagi Kajian Islam di Indonesia, Jakarta: Puslitbang
Lektur Balai Litbang dan Diklat Depag RI, 2006, cet.I
Saiful Umam, Jawi dan Pegon, http://www.uinjkt.ac.id/id/jawi-dan-pegon/
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/09/06/24/58687-abjad-arab-dalam-penulisan-bahasa-
melayu
https://sites.google.com/site/kurrotadzikra/home/jenis-jenis-naskah
http://www.hermankhan.com/2010/11/punahnya-tradisi-penulisan-arab-jawi.html
http://www.tokobukupesantren.com/2013/10/pegon-rahasia-sukses-belajar-tulisan.html
P
engajian berasal dari kata kaji yang kehidupannya.
artinya pelajaran (agama, dan lain
Sedangkan jamaah pengajian adalah
sebagainya); penyelidikan (tentang
sekelompok atau gabungan dari beberapa
sesuatu). Mendapat awalan peng- dan akhiran
orang (Muslim) yang menyelenggarakan suatu
–an menjadi pengajian yang berarti kegiatan
kegiatan pembelajaran ilmu agama Islam yang
untuk melakukan pengajaran (agama Islam),
di pimpin oleh seorang dai melalui berbagai
menanamkan norma agama melalui dakwah;
media, seperti ceramah-ceramah agama
pembacaan Al-Quran.
yang diadakan di rumah-rumah, masjid,
Pengertian secara terminologis adalah perpustakaan dan sebagainya. Adapun sumber
penyelenggaraan atau kegiatan belajar agama ajaran utamanya adalah Al-Qur’an, Hadits dan
Islam yang berlangsung dalam kehidupan berbagai kitab karya ulama dari segala disiplin
masyarakat yang dibimbing atau diberikan oleh ilmu.
seorang guru ngaji (dai) terhadap beberapa
Dalam pengajian, dilaksanakan sebuah
orang. Kegiatan tersebut diselenggarakan
sistem pengajaran atau penyampaian ilmu
dalam waktu dan tempat tertentu, dengan
berasaskan ajaran Islam. Pengajian ini
tujuan agar orang-orang yang mengikuti
lebih banyak didominasi oleh unsur-unsur
dapat mengerti, memahami, dan kemudian
keislaman, sehingga bisa dikatakan bahwa
mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam
yang menjadi tujuan dari pengajian yaitu
Sumber Bacaan
Alawiyah, Tuty. Strategi Dakwah Di Lingkungan Majelis Ta’lim. Bandung: Mirzan, 1997.
Amin, Mansur. Dakwah Islam dan Peran Moral. Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997.
Darajat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Departemen Agama RI. Motivasi Peningkatan Peranan Wanita Menurut Islam. Jakarta, 1994.
Husain, Muh. Metodologi Dakwah Dalam Al-Qur’an. Jakarta: Penerbit Lentera, 1997.
Mustofa, Bisri. Târikhul-Auliyâ’. Perpustakaan UIN Walisongo Semarang.
Poerwadarminto, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2006.
Sunyoto, Agus. Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah. Jakarta: IIman. 2012.
Suyuthi, Jalaluddinas. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
Wahyudi, Asnan dan Abu Khalid. Kisah Wali Songo: Para Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa.
Zein, Muhammad. Metodologi Pendidikan Agama Islam pada Lembaga Non-Formal. Yogyakarta: Sumbangsih, 1997.
Zuhairi, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Zuhri, Saifuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. Bandung: Al-Ma’arif, 1979.
P
erang Ketupat atau Perang Topat prosesi. Sebelum masuk pada inti acara, yakni
adalah tradisi perang periodik antara perang ketupat, pada malam hari sebelum
dua kelompok masyarakat dengan esoknya dilaksanakan perang ketupat, warga
menggunakan senjata ketupat. Jika perang sudah mengadakan penimbongan. Penimbongan
lazimnya menggunakan senjata mematikan adalah tarian-tarian yang dilaksanakan
dan didasari kemarahan, ambisi saling pada malam hari di tepi Pantai Pasir Kuning,
membinasakan, perang ketupat justru didasari Tempilang.
kecintaan pada sesama, berlangsung dengan
Tarian yang dipertontonkan bermacam-
suka cita, bagian upaya memelihat harmoni,
macam. Mulai dari tari seramo, tari serimbang,
dan ungkaoan syukur serta pengharapan
sampai tari kedidi, yakni tarian yang mirip
berkah pada Yang Maha Kuasa.
burung kedidi. Prosesi penimbongan awalanya
Di Indonesia, tradisi perang ketupat, dipimpin oleh seorang Keman atau tokoh
antara lain, ditemukan di Desa Tempilang, adat. Tokoh tersebut memulai prosesi dengan
Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Ada membaca mantra dan membakar dupa. Bila
lagi di Badung, Bali. Satu lagi di Lombok, Nusa abu dupa sudah melambung, hujan turun
Tenggara Barat (NTB). Tradisi perang ketupat seketika.
di Bali terkait agama Hindu.
Tujuan penimbongan adalah untuk
Di Bangka, perang ketupat berkaitan memberikan makanan kepada makhluk
dengan tradisi pra-Islam yang mengalami halus yang dipercaya bermukim di darat.
Islamisasi. Adapaun di Lombok, perang Esok harinya, dilaksanakan tradisi ngancak.
ketupat adalah tradisi bersama antara Islam Berupa pemberian sesaji kepada makhluk
dan Hindu, sebagai bagian upaya pemeliharaan halus oleh tiga dukun. Dukun darat, dukun
kerukunan beragama. laut, dan dukun senior. Ketiga dukun tersebut
membacakan doa dan memberikan sesaji
Perang Ketupat di Bangka, dilaksanakan di
kepada makhluk halus untuk meminta mereka
Tempilang, sebuah desa berjarak 80 kilometer
berdamai dengan warga.
dari Sungailiat, ibu kota Kabupaten Bangka.
Tradisi ini dilaksanakan dua pekan sebelum Usai acara tersebut, acara inti dimulai.
memasuki bulan Ramadhan atau pada bulan Dukun darat dan dukun laut berhadapan
Sya’ban. Tepatnya, dilaksanakan pada malam bersila di tengah medan pertempuran
nishfu Sya’ban pada tanggal 15 Sya’ban ketika membacakan doa. Setelah itu, dukun laut akan
bulan sedang bersinar terang. kerasukan arwah leluhur.
Masyarakat Tempilang, seperti Dukun yang sudah kerasukan arwah akan
masyarakat Jawa, menyebut bulan Sya’ban diminta untuk memberi sambutan acara.
dengan sebutan Ruwah. Maka itu, perang Leluhur yang merasuki tubuh salah satu dukun
ketupat di Tempilang sering pula dinamai tersebut dipercaya ingin menyaksikan acara.
Ruwah Tempilang. Seringpula tradisi ini Bila sudah begitu, maka dukun satunya lagi
dinamakan sedekah Ruwah dan taber kampung. yang memberi ceramah.
Ruwah Tempilang terdiri beberapa Perang ketupat kemudian dimulai. Sepuluh
Sumber Bacaan:
Blongkod, Rauda, Studi Komparatif Tradisi Ketupat, Skripsi, Universitas Negeri Gorontalo, 2014.
Chandra, http://www.babelprov.go.id/content/wagub-bangga-terhadap-semangat-perang-ketupat
Dahnur, Heru. http://regional.kompas.com/read/2016/05/28/11491311/ sambut.ramadhan.warga.di.bangka.barat.
gelar.perang.ketupat
http://news.liputan6.com/read/354400/bersyukur-dengan-perang-tipat-bantal
http://news.liputan6.com/read/354400/bersyukur-dengan-perang-tipat-bantal
http://www.wisatadilombok.com/2013/05/tradisi-lebaran-ketupat-perang-topat-di.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Ketupat
Kelana, Aries, Perang Ketupat di Negeri Sasak, GATRA, 18 Januari 1997
Nursyamsyi, Muhammad, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/16/12/13/oi4otr382-
perang-topat-tradisi-kerukunan-umat-islam-dan-hindu-di-lombok
Yudhistira, Cokorda, http://travel.kompas.com/ read/2014/11/06/ 125000027 / Perang.Tak.Bermusuhan
Zainab, Tradisi Perang Ketupat di Desa Tempilang, Bangka, Bangka Belitung, Skripsi, UIN Yogyakarta, 2008
P
esantren yang merupakan “Bapak” tergantung kepada daya tarik tokoh sentral
dari pendidikan Islam di Indonesia, (Kiai atau Guru) yang memimpin, menuruskan
didirikan karena adanya tuntutan atau mewarisinya. jika pewaris menguasi
dan kebutuhan zaman. Hal ini bisa dilihat sepenuhnya baik pengetahuan agama, wibawa,
dari perjalanan sejarah, dimana bila dirunut ketermpilan mengajar dan kekayaan lainnya
kembali, sesungguhnya pesantren dilahirkan yang diperlukan. Sebaliknya pesantren akan
atas kesadaran kewajiban dakwah islamiyah, menjadi mundur atau hilang, jika pewaris
yakni menyebarkan dan mengembangkan atau keturunan Kiai yang mewarisinya tidak
Ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader memenuhi persyaratan. Jadi seorang figur
Ulama atau Dai. pesantren memang sangat menentukan dan
benar-benar diperlukan.
Pesantren sendiri menurut pengertian
dasarnya adalah Tempat Belajar Para Santri. Biasanya santri yang telah menyelesaikan
Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat dan diakui telah tamat, diberi izin oleh Kiai
tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. untuk membuka dan mendirikan pesantren
Disamping itu kata “Pondok” juga berasal dari baru didaerah asalnya. Dengan cara demikian
bahasa Arab “Funduq” yang berarti “Hotel atau pesantren-pesantren berkembang diberbagai
Asrama”. daerah terutama pedesaan dan pesantren asal
dianggap sebagai pesantren induknya.
Pembangunan suatu pesantren didorong
oleh kebutuhan masyarakat akan adanya Pesantren di Indonesia memang
lembaga pendidikan lanjutan. Namun dan tumbuh berkembang sangat pesat.
demikian, faktor guru yang memenuhi Berdasarkan laporan pemerintah kolonial
persyaratan keilmuan yang diperlukan akan belanda, pada abad ke 19 untuk di Jawa
sangat menentukan bagi tumbuhnya suatu saja terdapat tidak kurang dari 1.853 buah,
pesantren. Pada umumnya berdiri suatu dengan jumlah santri tidak kurang 16.500
pesantren yang diawali seorang Guru atau Kiai. orang. Dari jumlah tersebut belum masuk
pesantren-pesantren yang berkembang di luar
Karena keinginan menuntut dan
jawa terutama di Sumatera dan Kalimantan
memperoleh ilmu dari Guru tersebut, maka
yang suasana kegiatan keagamaanya terkenal
masyarakat sekitar, bahkan dari luar daerah
sangat kuat.
datang kepadanya untuk belajar. Mereka lalu
membangun tempat tingggal yang sederhana
disekitar tempat tinggal guru tersebut.
Asal-usul pesantren: berbagai pendapat
Semakin tinggi ilmu seorang guru tersebut,
semakin banyak pula orang dari luar daerah Jauh sebelum masa kemerdekaan,
yang datang untuk mentut ilmu kepadanya pesantren telah menjadi sistem pendidikan
dan berarti semakin besar pula pondok dan Nusantara. Hampir di seluruh pelosok
pesantrennya. Nusantara, khususnya di pusat-pusat kerajaan
Islam telah terdapat lembaga pendidikan yang
Kelangsungan hidup suatu pesantren amat
kurang lebih serupa walaupun menggunakan
Sumber Bacaan
Anam, Choirul. Pertumbuhan dan Perkembangan NU. Surabaya: Duta Aksara Mulia, 2010.
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Bandung: Mizan, 1994).
Bruinesses, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia.
Jakarta: LP3ES, 2011.
Nordholt, Henk Schulte, dkk. Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2013.
Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen. Jakarta: LP3ES, 1986.
Sunyoto, Agus. Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah. Jakarta: IIman. 2012.
Vlekke, Bernard H.M. Nusantara: Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010.
Wahid, Abdurrahman. Islam, the State and Development in Indonesia, Jakarta: LIPI, 1980.
_________________. Asal-Usul Tradisi Keilmuan Pesantren, dalam Jurnal Pesantren, edisi Oktober-Desember, 1984.
_________________. Membaca Sejarah Nusantara: 25 Kolom Sejarah Gus Dur. Yogyakarta: LKiS. 2012.
_________________. Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta: LKiS, 2007.
Yusqi, M. Isom, dkk. Mengenal Konsep Islam Nusantara. Jakarta: Pustaka STAINU, 2015.
M
asyarakat secara khusus Jawa, cukup nuansanya pun, bagi orang-orang yang gemar
familiar dengan istilah petilasan. bertirakat petilasan adalah lokasi yang cocok
Kata ini merujuk pada “tilas” atau untuk mengambil/menyerap energi positif.
bekas. Suatu tempat yang pernah di datangi Tempat tersebut menjadi sakral-suci sehingga
atau ditinggali oleh seseorang yang memunyai perlu dijaga dari hal-hal yang menjauhkan dari
jasa besar bagi kehidupan. Dalam konteks ini makna sesungguhnya.
seseorang yang pernah tinggal dan mendatangi
Dalam alam pikiran yang logis saat ini,
suatu tempat merupakan orang penting. Dan
petilasan dapat dipahami sebagai tempat
karena itu terutama di tanah Jawa, tercatat
bersejarah yang patut untuk dijaga dan
cukup banyak petilasan yang pernah di tinggali
dilestarikan. Dengan begitu, ada makna
atau didatangi. Karena petilasan tersebut
tersirat dari sebuah petilasan untuk dapat
pernah ditinggali oleh orang penting maka
menjadi “tetenger” atau penanda (tanda)
dalam perkembangannya orang memandang
bahwa generasi sekarang tidak saja menikmati
bahwa lokasi tersebut wajib untuk dihormati
suasana fisik namun menangkap makna
dan dijaga. Walaupun begitu, ada saja orang
historis dari tempat dimana peristiwa tersebut
yang menggunakannya sebagai tempat untuk
terjadi. Hal ini penting, karena melihat laju
mencari sesuatu. Meminta sesuatu secara
perkembangan zaman saat ini sepertinya
instan, yang pada akhirnya menjadikan
menjauhkan diri dari apa yang dinamakan
petilasan tersebut mengalami pergeseran
“eling”. Eling atau ingat pada diri dan orang
makna sesungguhnya. Perkembangan ini
lain. “Eling”, karena dengan eling setiap
tidak lepas dari pengaruh budaya materi
manusia dapat menemukan jati diri. Yaitu jati
yang kian mendesak manusia, sehingga pada
diri sebuah bangsa yang dilatarbelakangi oleh
kenyataannya mengharapkan sesuatu secara
sebuah nilai (value) perjuangan.
instan. Sejatinya petilasan bukan dimaksudkan
untuk itu, melainkan menjadi tempat untuk
dapat diingat bagi generasi tersebut, bahwa di Petilasan, Batu tulis dan Makam
tempat itu pernah terjadi peristiwa penting.
Petilasan merupakan salah satu dari
Dalam hal mistik, petilasan cukup banyak peninggalan sejarah dan budaya Nusantara
mengandung penafsiran, yaitu tempat- selain batu bertulis dan makam. Batu Bertulis
tempat/petilasan yang pernah didatangi oleh merupakan peninggalan kerajaan-kerajaan
orang penting mengandung energi positif kuno ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Di
bagi seseorang yang bisa merasakannya. Nusantara, kebanyakan batu-batu ini dibuat
Paling mudah adalah dengan merasakan pada masing-masing zaman kerajaan. Batu
suasana dan kesejukan hati disaat berada di diambil dari batu kali yang besar dan kokoh
petilasan tersebut selama beberapa menit. (agar awet tak lekang perubahan zaman) dan
Mengapa energi tersebut positif? Biasanya ditulis mengenai kejayaan dan kebesaran raja
orang penting tersebut memunyai kesaktian atau kerajaan. Contohnya Prasasti Batu Tulis
yang mana menurut paranormal diyakini Bogor. Dahulu wilayah batu tulis merupakan
masih berada di petilasan tersebut. Selain pusat kerajaan Padjajaran. Dibuat oleh Prabu
aura kesucian yang selalu memancar dari sebagai situs petilasan. Hening, meditasi,
jiwanya. Daya tarik ini tidak bisa dibuat-buat mengenal diri merupakan hal biasa dilakukan
dan direkayasa. Dalam sejarah para peziarah, sejak turun – temurun manusia di bumi
belum pernah dijumpai di antara mereka yang Nusantara. Di suatu wilayah yang leluhur-
sengaja mendatangi makam yang hampa dari leluhur bangsa ini mendapatkan makna atau
kenangan-kenangan historis, baik kenangan pengetahuan hasil dari heningnya, kemudian
teologis maupun sosiologis. Demikian juga mereka menandai dengan batu sederhana.
para peziarah objek wisata ritual Gunung Kawi. Perlu diketahui bahwa situs petilasan
Adapun, situs petilasan itu sendiri bukanlah makam. Karena sekarang sering
lebih luas daripada makam. Situs petilasan ditemui banyaknya situs petilasan yang
merupakan tanda dimana leluhur-leluhur dibenahi, namun dengan di rubah bentuk
besar bangsa ini pernah menginjakkan kaki seperti makam/tempat orang dikubur. Ada
dan mendapat makna atau pengetahuan luhur juga petilasan yang berbentuk patung-patung
di wilayah tersebut. Beberapa bentuk situs batu. Merupakan simbol dari leluhur itu
petilasan Lingga-Yoni. Lingga merupakan batu sendiri. Karena situs petilasan sejak dahulu
panjang seperti huruf Alif, dipancang tegak di merupakan tempat meditasi atau hening, maka
suatu wilayah. Lingga berarti makna kebenaran sampai sekarang fungsinya masih dijalankan.
sejati, jalan lurus, yang telah dimaknai oleh Contoh Situs petilasan Surya Kencana di G.
leluhur yang memancangnya. Terkadang di Bunder, Bogor, Petilasan permaisuri Prabu
wilayah Lingga, juga terdapat Yoni. Lingga- Siliwangi di tengah lingkungan Kebun Raya
Yoni merupakan makna keseimbangan langit Bogor, Puser Jawa, G. Ketep di Magelang Jawa
dan bumi. Keselarasan feminim dan maskulin. Tengah, Petilasan empat orang terdekat prabu
Contoh: Lingga-Yoni terdapat di wilayah Batu Siliwangi (mahaguru, pengawal dan emban),
Tulis Bogor dan Candi Sukuh di G.Lawu. Batu yang masih berlokasi di wilayah batu tulis
kecil yang dipancang sederhana, disebut juga Bogor.
Sumber Bacaan
Ani Rostiyati, dkk, Moertjipto. (1994/1995). Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya Masa Kini . Daerah
Istimewa Yogyakarta: Proyek Pengkaijan dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan
Departemen Pendid.
Danandjaja, James. 1986. Folklor Indonesia. Cetakan ke- 2. Jakarta: Grafitipers.
Endraswara, 2003, Metodologi Penenlitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Koentjaraningrat, 1990, Sejarah Teori Antropologi. Jilid I.Jakarta: UI Press
Simuh, 1988, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati, Jakarta
: UI Press
Tilaar, H.A.R., 2002, Pendidikan. Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia; Strategi Reformasi Pendidikan Nasional,
Cet. III, Bandung: Remaja Rosdakarya
I
stilah ‘Pribumisasi Islam’ terdiri dari jaringan makna yang selalu mengalami
dua kata yaitu pribumisasi dan Islam. perubahan. Menurut Gus Dur, agama (Islam)
Pribumisasi merujuk pada upaya atau bersumberkan wahyu dan memiliki norma-
proses menyatu dengan karakter atau kultur norma sendiri. Karena bersifat normatif, ia
masyarakat pribumi (asli) atau menjadi milik cenderung permanen. Sedangkan budaya
pribumi. Sedangkan Islam adalah agama adalah buatan manusia. Oleh sebab itu, ia
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, berkembang sesuai dengan perkembangan
berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an dan zaman dan cenderung selalu berubah.
diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah swt. Perbedaan inilah yang menjadi kemungkinan
manifestasi kehidupan beragama dalam
Gagasan ‘Pribumisasi Islam’ dikemukakan
bentuk kebudayaan.
pertama kali oleh Abdurrahman Wahid pada
tahun 1980-an. Menurut Gus Dur, Pribumisasi Pada ranah kultural inilah Gus Dur
Islam adalah rekonsiliasi antara budaya dan menemukan penyebab proses Arabisasi dalam
agama. Rekonsiliasi ini menuntut umat Islam krisis identitas yang dialami oleh sebagian
memahami wahyu dengan mempertimbangkan muslim. Hal itu berangkat dari ketercerabutan
faktor-faktor kontekstual termasuk kesadaran sebagian umat atas akar kebudayaan
hukum dan rasa keadilannya. masyarakat yang melingkupinya. Artinya,
sebagian muslim yang tetap memaksakan
Dari kenyataan historis dan konstruksi
Islam universal ala Arab sesungguhnya tengah
teoritis yang diungkapkan oleh Gus Dur,
mengalami ketidakmampuan pembacaan atas
sesungguhnya konsep Pribumisasi Islam
identitasnya ketika dihadapkan pada realitas
merupakan upaya Gus Dur dalam menggerakkan
kebudayaan masyarakat yang ternyata tidak
kajian keislaman sebagai sebuah penelitian
sesuai dengan tipe ideal Islam. Dari sinilah
kebudayaan. Kajian ini memperluas studi
muncul kegairahan untuk mempersoalkan
tentang Islam ke permasalahan kebudayaan
manisfestasi simbolik Islam, sehingga identitas
secara luas, sehingga menemukan gambaran
Islam harus ditampilkan secara visual.
pergulatan pada tataran realitas, khususnya
antara doktrin normatif ajaran agama dengan Dalam perkembangannya, krisis ini telah
persepsi budaya masyarakat, di mana kaum membuahkan kesalahan penetapan skala
muslim berusaha melerai ketegangan antara prioritas dalam dakwah Islam. Menurut Gus
teks formal Islam dengan kenyataan kehidupan Dur, kesalahan tersebut mengacu pada belum
yang diusung oleh perubahan sosial. terjadinya kesepakatan mengenai tujuan utama
atau pandangan hidup (Weltanschauung) Islam,
Pada aspek ini, tawaran Pribumisasi
sehingga umat Islam terjebak pada penetapan
Islam Gus Dur menyasar kajiannya pada
agenda pinggiran (periferal) dan melupakan
kecenderungan mengenai ketegangan
agenda utama pengembangan masyarakat
kultural antara agama dan kebudayaan.
Islam secara kultural yang dapat diwujudkan
Agama merupakan jaringan aturan yang
dengan paradigma Islam sebagai etika sosial
tetap, sedangkan kebudayaan merupakan
Sumber Bacaan
Arif, Syaiful, Humanisme Gus Dur: Pergumulan Islam dan Kemanusiaan, Yogyakarta: Arruz, 2013.
Baso, Ahmad, Plesetan Lokalitas:Politik Pribumisasi Islam, Jakarta: Desantara, 2000.
Wahid, Abdurrahman, Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan, Jakarta: Desantara, 2000.
P
rimbon adalah tulisan yang memuat adalah keyakinan mengenai hubungan antara
hal-hal yang berkaitan dengan salah manusia dan roh-roh halus. Sehingga primbon
satu bentuk sistem religi dalam budaya pada level tertentu menjadi media yang
Jawa. Primbon tidak hanya berisi ramalan mengantarkan manusia pada ikhtiar untuk
(perhitungan hari baik, hari nahas, dan mengetahui penampakan Yang Maha Kuasa
sebagainya), tetapi juga menghimpun berbagai secara tidak langsung.
pengetahuan kejawaan, rumus ilmu gaib (rajah,
Pada umumnya, primbon bersifat anonim.
mantra, doa, tafsir mimpi), sistem bilangan
Kalaupun ada nama yang disebutkan, sebagian
yang pelik untuk menghitung hari mujur
besar primbon hanya disebut penyusunnya
untuk mengadakan selamatan, mendirikan
saja. Kecuali seri Betaljemur Adammakna yang
rumah, memulai perjalanan dan mengurus
ditulis oleh pangeran Harya Tjakraningrat dari
segala macam kegiatan yang penting, baik
Kesultanan Yogyakarta.
bagi perorangan maupun masyarakat. Ia juga
membahas perhitungan untuk mengetahui Menurut Simuh, primbon merupakan
nasib dan watak pribadi seseorang berdasarkan tulisan (kesusasteraan) yang isinya
hari kelahiran, nama dan ciri-ciri fisik. mencerminkan perpaduan Islam dan budaya
lokal, yakni Jawa.
Secara etomologis, primbon berasal dari
kata dasar “imbu” yang berarti “memeram
buah agar matang”, dan kemudian mendapat Sejarah Perkembangan
imbuhan pari- dan akhiran -an sehingga
terbentuk kata primbon. Secara umum, Sejak kedatangan Islam, kepustakaan
primbon adalah buku yang menyimpan Jawa mendapatkan pengaruh yang cukup
pengetahuan tentang berbagai hal. Primbon signifikan melalui kepustakaan berbahasa Arab
juga dipahami sebagian sarjana berasal dari maupun Melayu. Ada dua kepustakaan yang
bahasa Jawa “bon” (“mbon” atau “mpon”). beredar di kalangan masyarakat Jawa, yaitu
“Bon” memiliki arti “induk”, lalu kata tersebut kepustakaan yang digunakan kalangan santri
mendapat awalan “pri-” (peri-) yang berfungsi dan kepustakaan yang merupakan perpaduan
meluaskan kata dasar. Jadi, buku primbon unsur Islam dan budaya Jawa.
dapat diartikan sebagai induk dari kumpulan- Berdirinya kerajaan Islam Mataram
kumpulan catatan pemikiran orang Jawa atau membuat kepustakaan Islam Kejawen tumbuh
induk ilmu pengetahuan. subur. Hal ini terjadi tidak hanya karena
Parimbon, perimbon atau primbon juga kecenderungan budaya Jawa yang sinkretis,
bermakna sesuatu yang disimpan atau tempat tetapi juga peran para sultan Jawa Muslim
simpan menyimpan, dalam hal ini berupa yang menaruh perhatian besar terhadap fusi
kitab atau buku. agama dan budaya. Dua Sultan Jawa yang
berperan mendamaikan Islam dan Jawa
Capt. RP. Suyono berpendapat bahwa adalah Panembahan Seda Krapyak (1601-
primbon adalah petangan yang dipakai oleh 1613) dan Sultan Agung (1613-1645). Sultan
orang Islam. Yang dimaksud petangan disini yang pertama mendorong kemunculan
Sumber Bacaan
Samidi, “Tuhan, Manusia, dan Alam: Analisis Kitab Primbon Atassadhur Adammakna” dalam Jurnal Shahih, Vol. 1,
Nomor 1, Januari-Juni 2016.
Simuh, 1988, Mistik Islam Kejawen R.Ng. Ronggowarsito, Jakarta: UI Press.
__________, 2000, Sufisme Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya.
Suseno, Frans Magniz, 1985, Etika Jawa Sebuah Analisis Falsafi tentang Kebijaksanaan Orang Jawa, Jakarta: Gramedia.
B
agian dari suatu karangan atau karya bentuk-bentuk puisi, dalam setiap baitnya
sastra, yang sering disamakan dengan mempunyai jumlah baris tertentu. Orang yang
bab. Pupuh biasanya dikaitkan dengan menyanyikan pupuh disebut juru tembang atau
salah satu metrum, sebab dalam sastra Jawa juru mamaos. Istilah pupuh bagi sastra Sunda
kuno penulisan sastra selalu menggunakan sama dengan bait, lagu, dan tembang. Bahkan,
bentuk puisi. Pengertian pupuh tersebut biasa karya sastra yang dilagukan dapat pula disebut
dikenal di sastra Jawa, sedangkan dalam sastra sebagai pupuh dalam sastra Sunda. Berbeda
Sunda mempunyai beberapa arti, antara lain dengan sastra Jawa, pupuh disamakan dengan
disamakan dengan bait dalam karawitan Sunda, bab dalam suatu karangan karya sastra. Apa
disamakan dengan lagu, dan tembang.Contoh yang disebut sastra Sunda sebagai pupuh
dalam sastra Sunda, pupuh Kinanti sama tersebut dalam sastra Jawa lebih dekat dengan
dengan lagu Kinanti atau tembang Kinanti. sekar Macapat.
Istilah pupuh sering dikenal di daerah pulau
Jawa, baik Jawa Barat (termasuk Sunda), Jawa
Tengah, dan Jawa Timur (termasuk Madura). Pupuh dalam Sastra Sunda dan Jawa
Istilah pupuh ini ada beberapa kesamaan dan Perbedaan yang terlihat jelas, pupuh
perbedaan dalam sastra Jawa dan Sunda. dalam sastra Jawa itu bagian dari dari suatu
karangan atau karya sastra, yang dapat
disamakan juga dengan bab. Pupuh biasanya
Konteks Pupuh
dikaitkan dengan salah satu metrum. Setiap
Dalam kesustreraan Sunda dan Jawa, satu pupuh dalam macapat hanya digunakan
pupuh disamakan dengan tembang, yaitu satu jenis pola persajakan. Bahkan, kadang-
kadang terjadi kerancuan pengertian antara
pupuh dan nama pola persajakan (Saputra,
1992: 8 dan 19).
Kesamaan pupuh dalam sastra Sunda
sesungguhnya bisa dimaklumi, karena
menurut para ahli, pupuh itu asalnya dari
Jawa. Pembagian pupuh baik dalam sastra
Jawa, terbagi menjadi empat; sekar kawi
(Kakawin), sekar agung, sekar tengahan
dan sekar alit. Adapun dalam sastra Sunda,
sebagian membaginya dalam dua kategori;
sekar ageung dan sekar alit. Termasuk
dalam sekar Ageung jumlahnya ada 4
(empat); Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan
Kumpulan lagu-lagu pupuh sunda mangkoko.
Dangdanggula. Adapun sekar alit, jumlahnya
Sumber : ttps://pemulungbukubekas.blogspot.co.id 13, yaitu Balabak, Durma, Gambuh, Gurisa,
Syeh Nur Bayan sidik eta geus uninga Di jalanna teu kawarti
Syeh Nur Bayan pasti tahu tidak diberitakan di jalannya
Enggalna eta geus cunduk
ringkas cerita sudah tiba
Pupuh 6 Mijil Enggeus datang ka Judah
sudah sampai di Jedah
Kira-kira sarebu jeungkal pasagi Sarta lajeng ka nagari
kira-kira seribu jengkal persegi lalu menuju ke negeri
Kitu cek cerios Enggeus dongkap eta ka Negara Mekah
begitulah menurut cerita sudah tiba di Mekah
Enggeus nyieun pager di dinya the
sudah membuat pagar di situ
Kandang jaga kitu deui Kontekstualisasi Pupuh
begitu juga pos jaga
Tembang, lagu, puisi, atau seirama
Sarta nyieun bumi
dengan hal-hal itu yang dapat menjelaskan
dan membangun rumah bagus
kelangsungan dari istilah pupuh saat ini. Dalam
di kanoman alus
beberapa literatur mutakhir, sejalan dengan
di kanoman
perkembangan ilmu pernaskahan di perguruan
tinggi, tampaknya pupuh-pupuh semacam itu
akan tetap lestari. Apalagi, di koran daerah
Pupuh 7 Sinom
(lokal) juga disediakan lembar khusus untuk
kelangsungan seni budaya semacam pupuh
Tapi eta garwana mah
ini. Dengan demikian kontekstualisasi pupuh
sedang isterinya
dapat dilakukan. Di antara beberapa contoh
Ka Mekah the henteu ngiring
dari Elis Suryani (2011), sebagai berikut:
tidak ikut ke Mekah
Ngantos bae di nagara
menunggu di negerinya
Pupuh Balakbak
Kocapkeun nu angkat deui
Aya monyet tingguntayang dina tangkal
dikisahkan orang yang bepergian
nerekel
Sumber Bacaan
Sapurtra, Karsono H. Pengantar Serat Macapat. Depok: FSUI, 1992
Suryani NS, Elis, Calakan, Aksara, Basa, Sastra, Katut Budaya Sunda. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011
Yunardi, H.E. Badri. Sajarah Lampahing Para Wali Kabeh. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan
Diklat Depag RI, 2009
K
lausul rahmatan lil ‘âlamîn terdiri dari bagi orang-orang yang beriman kepada
tiga kata yaitu rahmah, huruf jar; lâm Rasulullah, membenarkannya dan menaatinya
dan al-‘âlamîn. Kara rahmatan berasal saja. Kendati demikian, mayoritas ulama
dari rahima-yarhamu-rahmah yang secara menguatkan pendapat pertama. Karena itulah,
etimologi berarti ar-ra’fah (kasihsayang), ar- diksi yang digunakan Al-Qur’an adalah al-
riqqah (halus) dan at-ta’atthuf (lembut). Huruf ‘âlamîn bukan al-mu’minîn. Artinya rahmat dan
lâm berfungsi sebagai kata penyambung yang kasih sayang itu berlaku dan diberikan kepada
mengandung kemungkinan dua makna yaitu seluruh makhluk Tuhan. Ibnu Abbas, Ibnu
li at-tamlîk (menunjukkan makna kepemilikan Jarir ath-Thabari, Ali ash-Shabuni termasuk
[agar/untuk]) dan li at-ta’lîl wa as-sababîyah ulama yang memilih pendapat pertama.
(alasan/sebab [karena]). Sementara al-âlamîn
Dengan demikian Islam adalah
adalah bentuk plural dari al-‘âlam yang berarti
agama rahmatan lil ‘alamin. Artinya Islam
semesta, makrokosmos atau semua hal selain
merupakan agama yang membawa rahmat
Allah Swt (makhluk-Nya), (Ibn Manzhur,
dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta,
2000).
termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi
Terma rahmatan lil alamin kemudian manusia. Karena itulah baginda Nabi Saw
berkembang menjadi sebuah istilah yang melarang umatnya berlaku semena-mena
kerap dipakai untuk menyebut universalitas terhadap makhluk, sebagaimana sabdanya:
ajaran Islam yang dibawa baginda Muhammad
ً
��ﻋﺼﻔﻮرا ﻓﻤﺎ ﻓﻮﻗﻬﺎ ﺑﻐﺮﻴ ﺣﻘﻬﺎ إﻻ ﺳ ﻣﺎ ِﻣﻦ إﻧﺴﺎن ﻗﺘﻞ
Saw. Padahal secara tekstual terma tersebut
sejatinya diambil dari firman Allah Swt: ّ ّ ّ
: وﻣﺎ ﺣﻘﻬﺎ؟ ﻗﺎل، �ﺎ رﺳﻮل اﷲ: ﻗ�ﻞ.ﻋﺰ وﺟﻞ ﻋﻨﻬﺎ اﷲ
َ ح ًة ّل ِلْ َعالَم
.ي َ َو َما أَ ْر َسلْ َن
َ ْ اك إ َّ� َر
ِ ِ )رواه. وﻻ �ﻘ�� رأﺳﻬﺎ ��� ﺑﻬﺎ،���ﻬﺎ ﻓ����ﻬﺎ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (�ا��ﺴﺎ
(Muhammad), melainkan untuk (menjadi)
“Tak seorangpun yang dengan sewenang-wenang
rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyâ’ :
membunuh burung pipit, atau hewan lain yang
107)
lebih kecil darinya, kecuali Allah akan meminta
Di antara tujuan utama pengutusan Nabi pertanggungjawaban kepadanya. Dikatakan:
Muhammad Saw ke muka bumi adalah untuk Lalu apa haknya burung itu ya Rasul?, Rasul
membawa rahmat, menyebarkan ajaran kasih menjawab: disembelih lalu dimakan, maka jangan
sayang, kelembutan dan kesejahteraan bagi diputus lehernya dengan cara dilemparkan.” (HR.
segenap penghuni alam. Memang terjadi an-Nasâ’i)
perbedaan di kalangan mufasir mengenai
Hadis di atas menjadi salah satu bukti
makna rahmatan li al-‘âlamîn. Ada yang
kuat bahwa Islam adalah agama kasih sayang
mengatakan rahmat itu diperuntukkan bagi
dan rahmat bagi semesta. Jangankan berbuat
seluruh makhluk Allah Swt, baik dari jenis
zhalim kepada manusia, kepada hewan seperti
manusia, jin, hewan, tumbuhan dan lainnya,
burung pipit atau bahkan yang lebih kecil saja
baik yang beriman atau kufur. Ada juga
tidak diizinkan. Itulah ajaran rahmat dan kasih
yang memahami rahmat itu hanya berlaku
Sumber Bacaan
Asy’ari, Hadratus Syekh Hasyim. Risalah Ahlis-Sunnah wal Jama’ah: fi Haditsil Mawta wa Asyrathi Sa’ah wa Bayan Mafhumis
Sunnah wal Bid’ah, (Jombang: al-Maktabah al-Masruriyah Tebuireng, tt.).
Baso, Ahmad. NU Studies: Pergolakan Pemikiran antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo-Liberal, (Jakarta:
Erlangga, 2006).
Ibnu Manzhûr. Lisân al-‘Arab, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1991).
Imarah, Muhammad. Karakteristik Metode Islam, (Jakarta 1994).
Madjid, Nurcholish. Islam, Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 2008)
al-Qardhawy, Yusuf. Pengantar Kajian Islam, terj. (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar 2002).
al-Qurthubi, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshârî. al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân. (Kairo: Maktabah al-Manar,
2000).
ath-Thahhan, Musthafa Muhammad. Pribadi Muslim Tangguh, terj. (Jakarta Timur, Pustaka Al-Kautsar 2000).
Wahid, Abdurrahman. Islamku, Islam Anda, Islam Kita, (Jakarta: The Wahid Institute, 2006).
B
anyak sekali tradisi yang diwariskan Para Ulama terdahulu telah banyak
leluhur Jawa secara turun-temurun. mewariskan amalan-amalan besar yang biasa
Semua tradisi tersebut tidak bisa lepas mereka kerjakan di bulan Rajab. Hal tersebut
dari laku (tata cara) dan petung (perhitungan) merupakan manifestasi atas pengagungan
yang rinci. Berbagai macam ritual, prosesi terhadap bulan Rajab. Beragam amal kebaikan
ataupun upacara tradisional Jawa ini yang mereka lakukan memberikan satu
bertujuan agar mendapatkan keselamatan dan pelajaran penting kepada kita, bahwa bulan
kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat yang mulia harus diisi dengan tindakan-
(Bayuadhy, 2015: 5). Di dalam masyarakat tindakan yang mulia. Imam al-Ghazali dalam
Jawa khususnya, banyak jenis tradisi kenduri kitab Mukasyafatul Qulub, menceritakan
atau slametan yang masih dilaksanakan sebuah hikayat yang berkaitan dengan
sampai sekarang. Tradisi tersebut bermacam- keutamaan Bulan Rajab tersebut. Konon,
macam seperti tradisi yang berhubungan tersebutlah seorang wanita di Baitul Maqdis
dengan kehamilan, kelahiran, pernikahan Yerussalem, senantiasa membaca surat al-
dan kematian serta tradisi yang berhubungan Ikhlas sebanyak dua belas ribu kali setiap
dengan penanggalan. Dalam hubungannya harinya di bulan Rajab. Dan setiap bulan itu,
dengan penanggalan, masyarakat Jawa dia terbiasa memakai pakaian yang terbuat
melaksanakan tradisi kenduri yang telah dari wol. Hingga suatu ketika, wanita tadi jatuh
dilaksanakan secara turun-temurun sakit. Dan dalam sakitnya itu, dia berwasiat
sebagaimana pada tanggal 27 Rajab yang kepada sang anak agar jika meninggal, maka
dikenal dengan tradisi rajaban atau rejeban. dia harus dikafani dengan kain wol yang
biasa dia pakai. Singkat cerita, anak tadi lalai
Rajaban atau orang Jawa menyebutnya
dengan isi wasiat sang ibu. Hingga suatu
dengan istilah rejeban yakni perayaan Isra’
malam, datanglah sang ibu menyatakan tidak
Mi’raj, perjalanan Nabi menghadap Tuhan
rela atas perbuatan sang anak. Ketika sang
dalam satu malam (Geertz, 1983: 105). Hampir
anak bangun, dan bermaksud menjalankan
setiap daerah memiliki tradisi yang mungkin
wasiat sang ibu dengan menggali kuburannya,
berbeda istilah atau cara perayaannya. Secara
ternyata jenazah sang ibu sudah tidak ada
bahasa, kata Rajab ()ﺭﺟﺐ, diambil dari kata
lagi di dalamnya. Hingga terdengarlah suara
tarjiib ()ﺗﺮﺟﻴﺐ, secara bahasa bermakna
berujar “Tidak tahukan engkau, bahwa orang
mengagungkan ()ﺗﻌﻈﻴﻢ. Diungkapkan
yang taat kepada kami di Bulan Rajab, tidak
dalam kalimat rajabtu as-sya’ia ()ﺭﺟﺒﺖ ﺍﻟﺸﻴﺊ,
akan kami tinggalkan sendirian” (Al-Ghazali, t.t,
bermakna aku mengagungkannya (Al-Azhari,
255).
1964: 39). Rajab bisa bermakna al-ashab, yang
berarti dituangkan. Secara filosofis, pengertian Bulan Rajab termasuk dalam bulan
harfiyah ini menurut al-Ghazali sejalan dengan arba’atun hurum, yang merupakan empat
keutamaan Rajab, dimana pada bulan tersebut bulan yang dimuliakan (disucikan) dari dua
Allah menuangkan rahmat-Nya atas orang- belas bulan yang ada pada sisi Allah adalah
orang yang bertaubat (Al-Ghazali, t.t, 255). bulan Muharam, Zulqa’dah, Zulhijjah dan
Sumber Bacaan
Aizid, Rizem. Islam Abangan dan Kehidupannya: Seluk Beluk Kehidupan Islam Abangan. Yogyakarta: DIPTA, 2015.
Azhari al-. Tahdzib al-Lughah, Juz 2. Kairo: Al-Dar al-Mishriyah, 1964.
Bayuadhy, Gesta. Tradisi-tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa. Yogyakarta: Dipta, 2015.
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa Terj. Aswab Mahasin dengan judul asli The Religion of
Java. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1983.
Ghaithiy al-, Syekh Najmuddin. Menyingkap Rahasia Isra’ Mi’raj Rasuullah saw. terj. K.H. Abdullah Zakiy al-Kaaf dengan
judul asli Qishatul Mi’raj wa al-Mi’rajul Kabir. Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.
Ghazali al-. Mukasyafatul Qulub (Rahasia Ketajaman Mata Hati). Surabaya: Terbit Terang, t.t.
Hafidz al-, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2006.
Halim, Abdul. Ensklopedi Haji dan Umrah Ed. I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Mudzhar, Atho. Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Pustaka pelajar. 1998.
Rachman, Budhy Munawar. Ensiklopedi Nurcholis Madjid: Pemikiran di Kanvas Peradaban, Editor Ahmad Gaus AF, et.al.
Cet. I. Jakarta: Mizan, 2006.
Sharqawi al-, Effat. Filsafat Kebudayaan Islam, Terj. Ahmad Rofi’ Usmani. Bandung: Pustaka, 1986.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan,
2013.
Yahya, Ismail. Adat-adat Jawa dalam Bulan-bulan Islam Adakah Pertentangan. Solo: Inti Medina, 2009.
Gambar: Kirab Budaya Nyekar Leluhur bersama seluruh warga kampung Sagan dalam rangka Merti Kampung Gelar
Budaya Rejeban di Sagan, Gondukusuman
S
ecara bahasa, “Rebo” merupakan Sebagian yang lain memahami kata kasan
nama hari dalam bahasa Jawa yang merupakan penggalan dari kata wekasan
sama maknanya dengan ‘hari rabu’ yang dalam bahasa Indonesia mempunyai
dalam bahasa Indonesia, ( أرﺑﻌﺎءArab), atau arti pesanan. Berangkat dari teori ini istilah
‘Wednesday’ (Inggris); sedangkan “Wekasan” rebo kasan berarti hari Rabu yang spesial
dalam bahasa jawa berarti ‘akhir’ (the end / tidak seperti hari-hari Rabu yang lain. Seperti
��)���ﺎ. “Rebo Wekasan” berarti “Rabu Terakhir”. barang pesanan yang dibikin secara khusus dan
tidak dijual kepada semua orang. Kesimpulan
Secara etimologis, istilah rebo wekasan
ini bisa dipahami karena rebo kasan memang
berasal dari dua kata yaitu rebo dan wekasan.
hanya terjadi sekali dalam setahun dimana
Menurut Sudarmanto (2014: 275), kata rebo
para sesepuh manti–manti (wekas) agar hati-
berarti nama hari dalam bahasa Jawa, yaitu
hati pada hari itu. Selain kedua versi tersebut
Rabu dalam bahasa Indonesia, Wednesday
ada satu lagi yang mengasumsikan bahwa
(Inggris), ( أرﺑﻌﺎءArab), Çarşamba (Turki),
kata kasan berasal dari kata bahasa Arab,
( ﭼھﺎرﺷﻨﺒﮧPersia), atau hari keempat dalam
hasan yang berarti baik. Barangkali kata kasan
perhitungan satu minggu. Sedangkan wekasan
yang berarti baik sengaja dibubuhkan untuk
berasal dari bahasa Jawa ‘wekas’ (Achmadi,
memberi sugesti pada umat atau masyarakat
2013: 27-28) yang berarti yang paling akhir/
agar tidak terlalu cemas dengan gambaran
the end/��( ���ﺎPijper, 1984: 171). Rebo wekasan
yang ada pada hari rebo wekasan tersebut (al-
berarti hari Rabu yang terakhir dari bulan
Marbawi, 1987: 126).
Safar (bahasa Jawa: Sapar). Dalam kalender
Hijriyah, bulan Safar merupakan bulan kedua, Secara terminologi, rebo wekasan dapat
yaitu Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul didefiniskan sebagai bentuk ungkapan yang
Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, menjelaskan satu posisi penting pada hari
Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, Dzulqa’dah, dan Rabu di akhir bulan khususnya pada akhir
Zulhijjah. bulan Safar untuk kemudian dilakukan
berbagai macam ritual seperti (1) shalat tolak
Istilah rebo wekasan disebut juga dengan
balak; (2) berdoa dengan doa-doa khusus; (3)
rebo kasan, rebo pungkasan dan dalam istilah
minum air jimat; dan (4) selametan, sedekah,
masyarakat Madura dikenal dengan rebbu
silaturrahim, dan berbuat baik kepada sesama,
bhekkasan. Istilah rebo wekasan sering
supaya terhindar dari berbagai musibah yang
digunakan oleh masyarakat Jawa Timur, sedang
turun pada hari Rabu akhir di bulan Safar.
istilah rebo kasan atau rebo pungkasan banyak
Menurut kepercayaan sebagian masyarakat,
digunakan oleh masyarakat Jawa Tengah dan
termasuk masyarakat Jawa dan Madura,
Jawa Barat. Kata kasan merupakan penggalan
sifat bulan Safar hampir sama dengan bulan
dari kata pungkasan yang berarti akhir dengan
sebelumnya yang merupakan kelanjutan dari
membuang suku kata depan menjadi kasan.
3) Minum air jimat, yaitu meminum Seperti muslim Jawa lainnya, sebagian
air yang telah direndam tulisan wifiq khusus masyarakat juga melakukan ritual-ritual
ke dalamnya. Wifiq yang tertulis dengan khusus pada hari rebo wekasan ini. Ritual ini
menggunakan angka-angka Arab merupakan merupakan suatu bentuk upacara tradisional
simbol nama empat malaikat, Jibril, Mikail, yang dilakukan dengan maksud untuk
Israfil dan Izrail dengan disertai tulisan ayat- menghindari marabahaya yang datang di
ayat salamah, yaitu tujuh ayat Alquran yang hari Rabu yaitu dengan melaksanakan shalat
diawali dengan lafal “Salāmun” : “Salāmun sunnah 4 rakaat dan membuang rajah di sumur
Qaulam-mir-robir-roḥīim, Salāmun ‘alā nūḥin (sumber air) sebagai tumbal agar terhindar
fil-‘ālamīn, “Salāmun ‘ala Ibrāhīm, “Salāmun dari segala marabahaya serta membaca bacaan-
‘alā Mūsā wa Hārūn, Salāmun ‘alā Ilyāsīn, bacaan tertentu dan bersedekah (Muthohar,
Salāmun ‘alāikum ṭibtum fadkhulū-hā khālidīn, 2012: 77-78). Berkenaan dengan shalat
Salāmun hiya ḥattā maṭla’il-fajr.” Meminum air sunnah, setelah rakaat pertama membaca
randaman doa-doa tersebut dipercaya dapat surat al-Kausar 11 kali, rakaat kedua membaca
menyelamatkan seseorang dari segala bala surat al-Ikhlas 11 kali, rakaat ketiga membaca
Sumber Bacaan
Abdurrahman, Moeslim (2003). Islam sebagai Kritik Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Achmadi, Asmoro. Islam dan Kebudayaan Jawa. Surakarta: CV. Cendrawasih Asri Anggota Ikapi, 2013.
Al-Marbawi, Idris. Kamus Bahasa Arab Idris Marbawi. Semarang: Thoha Putra, 1987.
Aman, A. & Suwaidi, F. 2013. Ensiklopedia Syirik dan Bid’ah Jawa. Solo: PT. Aqwam Media Profetika
Arsyad, M. As’ad. Acara Ritual Mandi Safar dan Syukuran Nelayan. Jambi: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Tanjung
Jabung Timur, 2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Fathoni, Sulthon (2014). “Rebo Wekasan: Tradisi dan Hukumnya dalam Islam” diakses melalui www.kompasiana.com.
Hadis Riwayat Abu Daud. Sunan Abu Daud, Kitab Pengobatan, Bab Penjelasan Tiyarah. Nomor 3414.
Lombard, Denis. Nusa Jawa 2: Silang Budaya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1996.
Mulyadi dkk. Upacara Tradisional sebagai Kegiatan Sosialisasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Depdikbud, 1983.
Muthohar, Ahmad. Perayaan Rebo Wekasan. Semarang: Lembaga Penelitian IAIN Walisongo Semarang, 2012.
Nuzori, Ahmad (2016). “Rebo Wekasan dalam Ranah Sosial Keagamaan di Kabupaten Tegal Jawa Tengah”. Jurnal An-
Nuha, vol. 3, No. 1, Juli 2016
Pijper, G. F. Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950. Jakarta: UI Press, 1984.
Sa’adah. Makna Tradisi Rebo Wekasan Menurut Masyarakat Desa Suci, Manyar, Gresik (Studi Teologi). Skripsi Jurusan
Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel, 2011.
Sudarmanto. Kamus Lengkap Bahasa Jawa (Jawa-Indonesia, Indonesia-Jawa). Semarang: Widya Karya, 2014.
Syamsudin, Shahiron. Ranah-ranah dalam Studi Al-Qur’an. Yogyakarta: TH. Press dan Teras, 2007.
Yusuf dkk, Mundzikirin. Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011.
K
ata riyadhah dalam bahasa arab artinya Makna riyadhah semacam ini mengalami
adalah latihan. Dikatakan dalam kamus sedikit pergeseran ketika digunakan para
yarudhu almuhra, ia sedang melatih anak santri di Nusantara. Sebagaimana dilaporkan
kuda. Yaitu melatih atau mengajarinya berlari oleh Bambang Pranowo dalam penelitiannya
dan melompat. Pada mulanya kata riyadhah bahwa praktik riyadhah di pesantren Tegalrejo
dalam konteks masyarakat Arab identik telah banyak dipengaruhi oleh tradisi Jawa.
dengan tema olahraga dan militer inilah yang Dalam riyadhah terkandung pula ritual puasa
disebut dengan ar-riyadhah al-badaniyah atau mutih (tidak makan apapun kecuali nasi
ar-riyadhah al-jasmaniyah. Yaitu latihan fisik putih, tapa lauk-pauk tanpa garam, dan hanya
untuk mencapai satu tingkat kemahiran minum air putih) dan ngrowot (hanya makan
tertentu. Namun dalam perkembangannya umbi-umbian). Hal ini sekaligus menunjukkan
kemudian riyadhah digunakan dalam wacana betapa nilai-nilai dalam kebudayaan Jawa
keislaman dengan makna yang sangat masyhur dapat saling bersetangkup dengan ajaran
sebagai proses melatih diri mengendalikan Islam.
hawa nafsu yang diistilahkan dengan riyadhah
Dalam tradisi Jawa, subtansi riyadhah
an-nafsi.
bukanlah hal baru. Semenjak dahulu masyarakat
Riyadhah merupakan proses pendisiplinan Jawa telah mengenal istilah bantingraga.
diri secara asketis yang akan menghantarkan Sebuah istilah yang dapat dikategorikan
seorang hamba mendekati Allah swt. Riyadhah sebagai padanan kata pengendalian nafsu.
adalah sebuah metode bukan tujuan. Karena Bantingraga biasa dilakukan masyarakat Jawa
metode itulah setiap sufi dapat mengisinya demi menjaga stabilitas jagad raya. Secara
sesuai pengalaman masing-masing. Al- harfiyah bantingraga berarti ‘menjatuhkan
Ghazali misalkan memulai keterangan diri’. Yaitu upaya menghalangi fungsi raga
dalam bab riyadhah an-nafsi dari pendidikan sebagaimana biasanya demi tercapainya
akhlak, hakikat akhlak yang mulia, hingga sesuatu maksud. Ada beragam bentuk dalam
berbagai macam penyakit hati dan cara banting raga diantaranya adalah tapa atau
penyembuhannya. Adapun sufi yang lain bertapa yaitu berdiam diri dalam waktu yang
menunjukkan cara-cara melatih ruhaninya ditentukan sesuai dengan perintah sang guru.
secara praktis dengan beristiqamah mendirikan Atau juga patigeni, yaitu bergadang sepanjang
shalat lima waktu berjamaah, melaksanakan hari da malam. Dan yang lumrah adalah
sunah-sunnah muakkad seperti shalat sunnah puasa. Namun ada berbagai macamnya puasa
rawatib, dhuha, tahajjud dan witir, ditambah ngalong yaitu puasa yang disaat berbuka hanya
shalat tasbih setiap malam jika memungkinkan, memperbolehkan makan buah-buahan seperti
berzikir setiap saat dan berpuasa dalam halnya binatang kalong (kelelawar). Ada juga
hari-hari yang memungkinkan. Inilah arti puasa mutih yaitu puasa yang ketika berbuka
riyadhah dalam tasawuf dan contoh praktis hanya boleh makan nasih putih saja. Ada juga
pengamalannya. puasa senin-kamis, yaitu puasa pada setiap
Sumber Bacaan
Abu Hamid Al-Gazali, tanpa tahun. Ihya’ Ulumid Din Juz III. Singapura-Jeddah-Indonesia: Al-Haramain.
---------------------------, tanpa tahun. Mukasyafati Al-Qulub,
Amatullah Armstrong, 2001. Khazzanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf. Bandung: Mizan.
Bambang Pranowo, 2009. Memahami Islam Jawa. Jakarta: Insep dan Pustaka Alvabet.
Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka
Kodiran, 2007. Kebudayaan Jawa. dalam Koentjaraningrat, (2007). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan
Marbangun Hardjowirogo, 1995. Manusia Jawa. Jakarta: Toko Gunung Agung
Said Hawwa, 1996. Jalan Ruhani, Bimbingan Tasawuf untuk Para Aktivis Islam. Bandung: Mizan
R
ukyah atau rukyatu al-hilal adalah cara menggunakan metode rukyah. Setiap tanggal
atau metode yang pertama digunakan 29 Sya’ban ada sekelompok orang Islam pergi
oleh umat Islam untuk menentukan ke pantai atau ke atas bukit untuk melihat hilal
datangnya bulan Ramadhan maupun bulan di ufuk barat setelah matahari terbenam. Jika
Syawal. Meskipun ilmu astronomi sudah ada hilal dapat dilihat, maka mereka menentukan
sebelum Islam datang—sehingga perjalanan bahwa malam itu dan keesokan harinya adalah
bulan dan matahari sudah dipelajari oleh tanggal 1 bulan Ramadhan. Dan jika mereka
para ilmuwan—namun nabi Muhammad saw tidak dapat melihah hilal, maka keesokan
memerintahkan umat Islam untuk melihat harinya adalah tanggal 30 bulan Sya’ban.
hilal dalam penentuan awal bulan puasa
Ketika kerajaan-kerajaan Islam sudah
maupun bulan syawal, dan jika hilal tidak
berdiri di Nusantara, kegiatan melihat hilal
dapat dilihat, maka umat Islam diperintahkan
ini lalu dikoordinasikan oleh para pejabat
untuk menggenapkan bulan Sya’ban menjadi
kerajaan. Adapun saat ini, urusan rukyatu al-
30 hari.
hilal dikoordinasikan oleh kementerian agama
Dalam satu riwayat, nabi Muhammad saw RI, meskipun beberapa ormas juga ada yang
juga mengatakan bahwa kaumnya adalah kaum melakukannya di beberapa daerah. Pengadilan
ummiy yang tidak biasa menulis dan berhisab. agama di bawah kementerian agama bahkan
Oleh karena itu untuk menentukan awal bulan diinstruksikan untuk melakukan rukyah
Ramadhan, rukyatu al-hilal menjadi pilihan sebanyak enam kali dalam setahun, yaitu
dan disyari’atkan. Dalam memahami hadis pada bulan-bulan Muharram, Rajab, Sya’ban,
ini dan hadis-hadis lain yang berhubungan Ramadhan, Syawal, dan Dzul Hijjah. Adapun
dengan penentuan awal bulan Ramadhan, departemen agama pusat melakukannya
para ulama, sebagaimana disebutkan oleh delapan kali setahun, dengan menambahkan
Imam Ibnu Hajar al-Asqollani, menyimpulkan bulan Robiul Awal dan Dzul Qo’dah.
bahwa hisab tidak pernah menjadi pilihan dan
Laporan rukyah bulan Ramadhan dan
pijakan syar’iy dalam menentukan awal bulan
Syawal disampaikan secara lisan sesaat setelah
Ramadhan. Bahkan ada pula yang berlebihan
pelaksanaan rukyah kepada sidang itsbat pada
dan mengatakan bahwa menentukan awal
setiap awal bulan Ramadhan atau bulan Syawal
bulan Ramadhan menggunakan hisab adalah
yang diselenggarakan sekitar pukul 18:30 WIB
bid’ah, seperti pendapat Ibnu Taimiyah.
dipimpin oleh menteri agama.
Di Nusantara, praktik rukyatu al-hilal
diyakini sudah dilakukan oleh umat Islam
sejak awal masuknya agama tauhid ini Pelaksanaan Rukyah
mengingat puasa Ramadhan adalah salah Pada mulanya rukyatu al-hilal dilaksanakan
satu rukun Islam, yang hanya bisa dilakukan dengan cara sederhana dan tradisional. Dari
apabila awal bulan Ramadhan diketahui, dan tempat yang tinggi atau pantai, orang-orang
cara mengetahuinya secara tradisional adalah yang ditugasi untuk melakukan rukyah
Sumber: http://pwnujatim.or.id/
Meskipun bulan sabit merupakan benda 1. Alarm Clock sebagai alat aba-aba memulai
langit paling besar yang dapat diamati pada dan mengakhiri pelaksanaan rukyat.
malam hari, tapi ia tetaplah sulit diamati 2. Altimeter, yaitu alat pengukur ketinggian
baik menggunakan mata telanjang maupun tempat.
teropong, kecuali teropong khusus. Hilal
3. Chronometer atau lonceng astronomi.
yang diamati untuk menentukan awal bulan
Alat ini adalah penunnjuk waktu yang
qomariyah adalah bulan sabit yang baru terbit
memiliki nilai ketepatan sangat tinggi,
rendah di atas ufuk, yang tidak lama kemudian
tidak seperti jam biasa.
tenggalam lagi, dan cahanyapun sangat lemah
jika dibandingkan dengan cahaya langit pada 4. Gawang lokasi.
saat terbitnya hilal baru.
5. Jarum pedoman atau kompas.
Selain itu, bulan berjarak sekitar 500,000
6. Mistar radial. Alat ini digunakan untuk
km dari bumi, sehingga diperlukan alat untuk
mengukur derajat posisi suatu benda
dapat membantu melihatnya dengan lebih
langit dari posisi yang ditentukan. Alat
jelas. Teleskop atau teropong dilengkapi
ini terbuat dari sebuah mistar atau benda
dengan komponen optik seperti lensa, cermin
lurus yang diberi skala milimeter atau
dan prisma yang fungsinya mendekatkan
centimeter.
pandangan atau memperbesar sudut pandang.
Tanpa teknologi, untuk memperbesar sudut 7. Pemotret bintang dan pesawat equatorial.
pandang terhadap sesuatu, manusia harus 8. Pesawat lingkaran meridian atau transit
Sumber Bacaan
Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar al-Asqollani, Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari, Dar al-Royan li-alturots, 1986.
Almanak Hisab Rukyat, Direktorat Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung RI, 2007.
Farid Ismail, Selayang Pandang Hisab Rukyat, Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat
Pembinaan Peradila Agama, 2004.
Farid Ismail dan Sriyatin Shadiq (ed.), Hisab Rukyat, Jembatan Menuju Pemersatu Umat, Yayasan Asy Syakirin Rajadatu
Cineam, Tasikmalaya, 2005.
Taqiyuddin Ibnu Daqiqil Ied, Ihkâm Al Ahkâm Syarhu ‘Umdat Al Ahkâm, Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, Dâr Ălam al-
Kutub, Beirut, 1407 H.
Yahya Ibn Syarf al-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, Mathba’ah al-Muniriyah, 1986.
S
alah satu bentuk dalam tradisi selametan kepada baginda Rasul: “Wahai Rasulullah,
adalah ruwahan. Nama ruwah ini terambil kenapa aku tidak pernah melihat Engkau
dari kata arwah, jamak dari ruh. Ruwah berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu
juga mengacu pada nama bulan yang disebut yang lebih banyak dari bulan Sya’ban?” Beliau
oleh sebagian orang Jawa. Bulan Ruwah diapit SAW menjawab:
oleh Rejeb (Rajab) dan Poso (Ramadhan).
ْ َ َ ُ ْ َ ُ ُ ْ َ ُ َّ ُ ْ َ ٌ ْ َ َ َ
Ruwah merupakan bulan ke 8 dalam kalendar ﺎس ﻗﻨﻪ َوﻫ َﻮ ﺷﻬ ٌﺮ ﺗ ْﺮﻓ ُﻊ ِﻓ� ِﻪ اﻷﻗ َﻤﺎل ذﻟِﻚ ﺷﻬﺮ ﻓﻐ ِﻔﻞ اﺠ
َ َ َ ْ َ ُ
ُ ﻓَﺄﺣ،ﻦﻴ
ّ َ إﻰﻟ َر ّب
Jawa, sementara dalam penanggalan hijriyah
.ﺐ أن �ُ ْﺮﻓ َﻊ ﻋﻤﻲﻠ َوأﻧﺎ َﺻﺎﺋِ ٌﻢ ِ
َ اﻟﻌﺎﻟﻤ
ِ ِ ِ
sendiri disebut bulan Sya’ban. Tradisi ruwahan
sendiri sudah ada sejak zaman nenek moyang. “Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang
Agak sulit sejak kapan pastinya, dimulainya lalai (dari beramal shalih). Ia adalah bulan
tradisi kebudayaan ini. Bukti yang kita lihat disaat amal-amal dibawa naik kepada Allah
adalah hingga kini tradisi itu dilakukan dalam Rabb semesta alam, maka aku senang apabila
berbagai macam cara. amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku
mengerjakan puasa sunah.” (HR. Tirmidzi, An-
Selain ruwahan, orang Jawa juga menyebut
Nasai dan Ibnu Khuzaimah)
munggahan. Ada juga yang menyebutnya
megengan sebagaimana orang Aceh. Kata lain Karena begitu mulianya bulan Sya’ban ini,
bisa juga sedekah makam sebagaimana ada tidak berlebihan kiranya jika Rasul Saw kerap
di sebagian masyarakat Cirebon. Biasananya melaksanakan puasa sunnah, sebagaimana
mereka juga mengiriginya dengan tipar atau riwayat Aisyah: “Aku tidak pernah melihat
ngunjung buyut yaitu ziarah ke makam, Rasulullah SAW melakukan puasa satu bulan
penuh kecuali puasa bulan Ramadhan dan
Kata ruh dalam ruwahan, yang jamaknya
aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak
adalah arwah sendiri dimaksudkan sebagai
berpuasa sunah melebihi (puasa sunah) di bulan
penanda bahwa pada saat acara dilangsungkan,
Sya’ban.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
doa –doa dikirimkan dari yang hidup kepada
ruh, kepada mereka yang sudah meninggal. Pada bulan ini pula Allah akan
mengampuni dosa-dosa makhluk-Nya.
Bulan Sya’ban diyakini oleh umat Islam
sebagaimana diceritakan Abu Musa Al-Asy’ari
sebagai salah satu bulan yang istimewa.
bahwa Nabi Saw bersabda:
Sebab di dalamnya terjadi banyak peristiwa
fenomenal yang menentukan kehidupan إن اﷲ ��ﻠﻊ �ﻠ� اﺠﺼﻒ ﻣﻦ ﺷﻌﺒﺎن ﻓ�ﻐﻔﺮ �ﻤ�ﻊ
manusia. Di antara peristiwa itu misalnya
adalah perubahan arah kiblat umat Islam dari .ﺧﻠﻘﻪ إﻻ ﻤﻟﺮﺸك أو ﻣﺸﺎﺣﻦ
Masjidil Aqsa di Baitul Maqdis, Palestina, “Sesungguhnya Allah melihat pada malam
ke Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah. Di pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni
dalamnya juga terjadi peristiwa laporan amal semua makhluk-Nya, kecuali orang musyrik dan
perbuatan manusia kepada Allah Swt. orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah dan
Terkait dengan peristiwa yang terakhir, at-Thabrani)
sahabat Usamah bin Zaid pernah bertanya Karena begitu bertuahnya bulan
Sumber Bacaan
Amin, M. Darori. Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000).
Bratawijaya, Thomas Wiyasa. Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1997).
Hasil wawancara dari beberapa informan di daerah dearh yang disebut di atas.
Henri Chambert –Loir dan Claude Guillot dkk Ziarah dan Wali di Dunia Islam (terj.) Jakarta ,Serambi Ilmu Semesta,
April 2007
Irvan Fauzan, Tradisi Ruwahan di Desa Tunahan Jepara, 2016 (Penelitian tidak diterbitakn)
M.Hariwijaya, Islam Kejawen, Yogyakarta, Gelombang Pasang 2004
Rasyid, Harun Nur. Ensiklopedi Makanan Tradisional Indonesia (Sumatera), (Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata RI, 2004).
Tradisi Meugang http://melayuonline.com /ind/ culture/dig/2294/tradisi-meugang
Yusuf, Mundzirin, dkk. Islam dan Budaya Lokal, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Suka, 2005)
S
amadiyah adalah salah satu tradisi sangat kuat terpancar dalam ritual Samadiyah
khas Islam Nusantara yang berasal dari ini.
wilayah Aceh. Samadiyah dimaknai
Setelah upacara pemakaman jenazah,
sebagai sebuah upacara pasca kematian yang
masyarakat gampong melaksanakan ritual
berupa pembacaan doa dan beberapa ayat al-
doa bersama pasca kematian, terhitung sejak
Qur’an secara bersama-sama, yang dilakukan
malam pertama hingga malam ketujuh. Di
oleh warga gampong (kampong).
Aceh, tradisi berdoa untuk orang meninggal
Upacara ini berlangsung selama tujuh disebut “Khanduri Matee” (kenduri orang
malam berturut-turut, terhitung sejak hari meninggal). Semua ritual itu diselenggarakan
pertama mayat dikebumikan di dalam kubur. oleh ahli waris yang di tinggalkan. Juga dibantu
Upacara ini dimulai setelah selesai shalat oleh masyarakat gampong setempat.
maghrib dan setelah segenap warga gampong
Pada malam pertama setelah mayat
berkumpul.
dalam kuburan, para warga gampong akan
Tempat Samadiyah dilakukan adakalanya berdatangan ke rumah orang yang meninggal
di meunasah, masjid, atau rumah duka. itu untuk menggelar ritual Samadiyah.
Kegiatan ini dilakukan dengan sukarela dan Tentu, selain hendak ber-Samadiyah-an,
sebagai ungkapan turut berduka cita dari tujuan kedatangan mereka juga terutama
warga dan tetangga, serta sebagai bentuk hendak menghibur keluarga yang baru
dari spirit gotong royong, saling berbagi, dan ditinggal pergi oleh mendiang almarhum,
tolong menolong. berbagi meringankan perasaan duka dan
menghilangkan perasaan kesepian setelah
Samadiyah berasal dari salah sifat Allah,
ditinggal mati.
yakni “al-Shomad”, yang berarti tempat
bergantung. Upacara ini disebut dengan Para pengunjung yang datang akan
“Samadiyah” karena di dalamnya ditonjolkan membawa buah tangan yang terdiri dari
pembacaan surat al-Ikhlas, di mana surat itu berbagai jenis makanan ringan, seperti kue-
menyebut “Allahu-sh Shomad” (Allah tempat kue, gula, kopi dan teh, beras, hasil bumi, dan
bergantung) pada ayat kedua. lain-lain. Makanan ringan tersebut kemudian
dimakan bersama-sama. Ada juga sebagian
Di Jawa, ritual Samadiyah ini serupa
pengunjung lainnya yang memberikan sedekah
dengan ritual Tahlilan. Bacaan do’a dan
uang kepada keluarga duka. Pembawaan
petikan-petikan ayat al-Qur’an dalam
makanan ringan ini, terutama oleh kerabat
Samadiyah juga relatif sama dengan bacaan
orang yang meninggal itu, para tetangga
dan do’a Tahlilan. Hanya saja, dalam ritual
dan handai tolan, mempunya makna agar
Samadiyah, pembacaan surat al-Ikhlas
mengurangi beban dan menghibur keluarga
diperbanyak, biasanya sampai 33 atau 100 kali.
yang terkena musibah kematian.
Semangat ibadah, tepa salira, tolong
Sehubungan dengan jumlah kegiatan
menolong, saling berbagi, dan gotong royong
S
alah satu jenis tarian khas dari daerah Cara menyanyikan lagu-lagu dalam
Gayo di Aceh Utara. Tarian ini dikenal tari saman dibagi dalam 5 macam, yaitu (1)
juga dengan nama “tarian seribu tangan” “regnum”, yaitu auman yang diawali oleh
dan identik sebagai tarian khas Aceh secara pengangkat, (2) “dering”, yaitu rengum yang
umum. Tari ini dimainkan oleh sepuluh orang, segera diikuti oleh semua penari, (3) “redet”,
tak boleh kurang dan tak boleh lebih. Delapan yaitu lagu singkat dengan suara pendek
orang berlaku sebagai penari, dan dua orang yang dinyanyikan oleh seorang penari pada
berlaku sebagai pemberi komando atau aba- bagian tengah tari, (4) “syekh”, yaitu lagu yang
aba sekaligus sebagai penyenandung nyanyian. dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara
panjang tinggi melengking, biasanya sebagai
Delapan orang penari itu akan
tanda perubahan gerak, dan (5) “saur”, yaitu
memperagakan berbagai macam gerak tari
lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari
yang unik, yang didominasi dalam gerak duduk
setelah dinyanyikan oleh penari solo.
dan bertepuk, utamaya tepuk tangan, dada,
paha, dan lantai. Karena kekuatan utama Tari Tari Saman dilakukan dengan tidak
Saman adalah pada gerak dan tepuk yang diatur menggunakan iringan alat musik, namun
dan dimainkan sedemikian rupa dan bertata hanya dengan menggunakan suara dari
aturan. Sementara, dua orang penyenandung para penari dan tepuk tangan mereka yang
akan menyanyikan lagu-lagu pengiring tarian dikombinasikan dengan memukul dada,
itu. pangkal paha, atau dinding lantai.
Di antara tepuk dan gerak yang dikenal Sebelum dimulainya tari, biasanya dipandu
dalam Tari Saman adalah gerak guncang, oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut
kirep, lingang, dan surang-saring. Sementara, syaikh. Sang syaikh akan terlebih dahulu
lagu-lagu yang disenandungkan sebagai memberikan sambutan dan petuah-petuah
pengiring tari adalah lagu-lagu khas Aceh yang ajaran kemuliaan dalam agama Islam.
bernafaskan religi dan kepahlawanan.
Para penari saman memakai kostum
Tari ini menuntut keseragaman formasi seragam khas Aceh: bulan teleng di kepala,
dan ketepatan waktu yang dilakukan oleh penutup leher, dan gelang di kedua pergelangan
kedelapan pelaku tari. Karena itu, sudah tangan. Sebelum menari, para penari duduk
menjadi sebuah keharusan bagi para pelaku berbaris memanjang ke samping dengan
tari yang memperagakan tarian ini untuk lutut ditekuk. Syeikh duduk di tengah‐tengah
memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan para penari lainnya kemudian menyanyikan
yang serius agar dapat tampil dengan baik. syair atau lagu yang diikuti dengan berbagai
gerakan oleh penari yang lain. Gerakan dan
Sementara itu, dalam menyenandungkan
lagu yang dinyanyikan memiliki hubungan
lagu pengiring tari, penyenandung tidak asal
yang dinamis, sinkron, dan memperlihatkan
menyenandungkan lagu begitu saja. Tetapi
kekompakkan. Tarian ini diawali dengan satu
ada aturan dan lagu-lagu tertentu yang
gerakan lambat, dengan tepuk tangan, tepuk
disenandungkan sesuai dengan masanya.
dada, dan paha, serta mengangakat tangan ke
D
alam tradisi Jawa kata sambat memiliki keinginan berpartisipasi dalam sambatan.
banyak makna. Beberapa kamus Tidak ada batasan usia yang mengatur peserta
bahasa Jawa menerangkan bahwa kata sambatan. Mereka yang merasa mampu secara
sambat memiliki arti mengeluh minta tolong fisik boleh ikut sambatan.
dan gegayutan, sesambungan, gegandengan
Dalam konteks ilmu hikmah (semacam
(lihat Sudaryanto, 1991:275, Sastro Utomo,
ilmu gaib dalam Islam) yang berkembang di
2009: 411 dan Prawiraatmodjo, 1989: Jilid
pesantren di Jawa, kata sambatan digunakan
II/105). Masing-masing makna digunakan
untuk menunjuk sebuah asma yang berguna
sesuai konteksnya. Kata sambat yang berarti
sebagai media memanggil ruh seorang
mengeluh sering berhubungan dengan suatu
pendekar yang menguasai satu jurus tertentu
keadaan yang tidak sesuai harapan. Baik dalam
agar memasuki diri seseorang. Tersebutlah
hal ekonomi maupun kesehatan. Misalkan
beberapa istilah seperti asma sambatan
pada kalimat, wong-wong podo sambat mongso
karomah, sambatan khadam jurus, atau sekedar
pacekilik iki golek gawean angel. Artinya orang-
kata nyambat dan lain sebagainya. Semua istilah
orang ada mengeluh saat paceklik seperti
ini mengandaikan satu pemahaman yang sama
ini pekerjaan susah. Sementara makna
yaitu harapan datangnya sebuah bantuan
gegayutan, sesambungan dan gegandengan
dari alam gaib supaya dapat dimanfaatkan
(saling membantu, saling berhubungan,
sebagaimana tujuan. Makna ini hanya difahami
bersama-sama) lebih merupakan makna
oleh sedikit orang yang memiliki hubungan
kembangan yang menunjuk pada hilangnya
khusus dengan pengembangan dunia spiritual.
keluhan tersebut, inilah arti kata sambatan.
Dengan menambah akhiran ‘an’ persoalan Di Jawa (khususnya Jawa tengah, Jawa
yang dikeluhkan dalam kata sambat menjadi Timur dan sebagian Jawa Barat) kata sambatan
hilang. Artinya kata sambatan yang berarti digunakan untuk menunjuk kegiatan gotong
saling membantu merupakan solusi untuk royong dalam pembangunan fisik baik untuk
menghilangkan berbagai keluhan yang fasilitas umum seperti masjid, jembatan,
terdapat dalam kata sambat. langgar dan lain sebagainya, ataupun fasilitas
pribadi seperti rumah, gubug di tengah
Dalam bahasa Indonesia kata sambatan
sawah dan lain lain. Maka bisa dikatakan ayo
dapat diterjemahkan dengan gotong royong
sambatan omahnya si A (ayuk, gotong royong
atau saling membantu, dan bekerja sama. Kata
membangun rumh si A) atau ayo sambatan
sambatan yang diartikan dalam bahasa Jawa
mbangun langgar (ayuk, gotong royong
dengan kata-kata gegayutan, sesambungan,
bangun mushalla) dan lain sebagainya. Dalam
gegandengan menyimpan makna saling,
perkembangannya kemudian kata sambatan
saling gayut (saling bergantungan) sambung
juga digunakan untuk menjelaskan kegiatan
(saling berhubungan) dan gandeng (saling
saling membantu memasak, terutama ketika
bergandengan). Menunjukkan sifat aktif dua
datang hajat besar. Bisa karena pernikahan,
pihak antara yang meminta bantuan atau yang
hitanan ataupun keperluan lebih kecil seperti
dibantu (nyambatake) dan yang membantu
syukuran, tahlilan dan lain sebagainya.
atau para penyambat. Para Penyambat atau
Sambatan dalam ranah dapur di lakukan ketika
orang yang ikut serta dalam sambatan adalah
memerlukan aktifitas memasak yang tidak
semua anggota masyarakat yang memiliki
I
stilah “samenan” sebagai suatu istilah masih membudayakan kegiatan samenan
untuk menunjukkan pada pesta kenaikan diantaranya adalah kabupaten atau kota
kelas yang biasa diadakan dalam budaya Sukabumi, daerah Bogor, kawasan kabupaten
Sunda, bukan asli dari bahasa Sunda. Istilah atau kota Ciamis, Kuningan dan beberapa
tersebut diangkat dari bahasa Belanda, hal daerah Jawa Barat lainnya yang masih
ini dipengaruhi dengan sempat didudukinya tergolong masyarakat tradisional. Meskipun
Indonesia dibawah tangan kekuasaan Belanda memiliki konsep dan tujuan yang sama namun
dalam waktu yang cukup lama terutama di dalam pelaksanaannya kegiatan samenan
tanah Pasundan setelah kedudukan sekutu yang dilaksanakan di setiap daerah berbeda,
sehingga membuat bahasa Sunda memiliki contohnya samenan yang dilaksanakan di salah
banyak kalimat serapan yang berasal dari satu madrasah di desa Dewasari kabupaten
bahasa Belanda, salah satunya adalah samenan Ciamis, samenan dilaksanakan pada satu
yang berasal dari kata “samen”. hari satu malam yakni dengan rangkaian
kegiatan, pagi hari merupakan kegiatan yang
Dalam bahasa Belanda dikenal dengan kata
diperuntukkan bagi anak-anak PAUD atau TPA
“samen” yang artinya bersama. Karena pada
sedangkan kegiatan malam hari dari sehabis
pesta kenaikan kelas, semua guru dan orang
Maghrib diperuntukkan bagi anak yang lebih
tua serta seluruh murid “berkumpul bersama”
besar.
mengikuti acara, maka dikenalah sebutan
samen atau samenan. Menurut KH. Mansyur, Namun ada juga yang melaksanakan
SH (kepala Yayasan Alamatus Sa’adah), kegiatan samenan lebih dari satu hari, biasanya
samenan atau bisa disingkat samen merupakan ada yang tiga hari. Kegiatan inti dari acara
kegiatan tahunan sebagai acara kenaikan kelas samen ini, diantaranya hari pertama acara
yang dilakukan di sekolah-sekolah), sebelum pawai, dan hari kedua acara ngaleseng dari
memasuki bulan Ramadhan. Biasanya acara para murid dan acara perpisahan dari murid
samen ini berlangsung selama dua atau kelas enam. Hari pertama samen, dimulai
tiga hari. Berbeda dengan acara kenaikan dengan pawai arak-arakan yang menampilkan
kelas sekolah-sekolah negeri yang biasanya beberapa kreasi yang dibuat oleh warga
dilakukan setiap bulan Juni sebelum libur misalnya tumpengan, atau arak-arakan anak
semester. Hal ini tidak jauh berbeda bagi anak- anak yang akan melaksanakan samenan. Dalam
anak, karena samen memang dijadikan pula pawai tersebut, mereka berjalan sejauh lebih
sebagai kegiatan untuk menyambut lebaran dari lima kilo meter bersama murid-murid
yang segala sesuatunya harus dipersiapkan madrasah yang dibarengi dengan sekelompok
dengan matang. Marching Band untuk menambah suasana
keramaian saat melakukan pawai. Kebiasaan
Kegiatan samenan merupakan acara
pawai arak-arakan ini telah berlangsung sejak
tradisional yang masih dijalankan di
tahun 1950-an, namun bedanya pada waktu
daerah atau desa yang masih kental akan
itu pawai hanya sekedar berjalan saja yang
kebudayaannya, berbeda dengan di ibu
menempuh jarak lebih dari 2 km dan tak ada
kota yang budaya masyarakatnya sudah
yang memakai kendaraan. Mulai tahun 1980-
heterogen. Adapun daerah-daerah yang
Sumber Bacaan
Dava, “Meriahnya Samenan di Madrasah Diniyah al-Fahrurroziyah’’, di akses dari http://bogorpos.com/2015/05/31/
meriahnya-samenan-di-madrasah-diniyah-al-fahruroziyyah/, pada tanggal 15 november 2016 pukul 13.00.
Reza Azhari, ‘’Samenan Sebagai Tradisi Hari Kenaikan Kelas Madrasah’’, diakeses dari http://reazhari.blogspot.
co.id/2013/08/artikel-samenan-sebagai-tradisi-hari.html, tanggal 15 november 2016 pukul 13.00.
Eko Budi Wibowo, ‘’Samenan’’, diakses dari https://indonesiamengajar.org/cerita-pm/eko-wibowo/samenan, tanggal 15
November 2016.
Wardan Amins, ‘’Samenan MDA Darun Najah Cipining Meriah’’, diakses dari http://darunnajah.com/samenan-mda-
darunnajah-cipining-meriah/. Tanggal 15 November 2015 pukul 14.00.
Ren, “Acara Samenan Bikin Sukabumi Utara Macet’’, diakses dari http://radarsukabumi.com/kabsukabumi/2016/05/28/
acara-samenan-bikin-sukabumi-utara-macet/, tanggal 15 November 2016 pukul 14.50.
Definisi Sanad dan Ilmu Rijal adalah seseorang yang menyibukan dirinya
D
dengan mempelajari ilmu hadits, baik hadits
alam tradisi belajar-mengajar di
diroyah atau hadits riwayah serta mempunyai
kalangan umat Islam khususnya di
pengetahuan mendalam tentang berbagai
pesantren, sanad ilmu menjadi salah
riwayat dan derajat rawinya. Adapun al-hafid
satu unsur utama. Disiplin ilmu keislaman apa
secara definitif memiliki dua arti, yang pertama
pun, sanadnya akan bermuara kepada Nabi
adalah menurut mayoritas ulama hadits bahwa
Muhammad SAW. Sanad merupakan mata-
al-hafid adalah murodif dari al-muhaddits;
rantai transmisi yang berkesinambungan
yang kedua adalah bahwa derajat al-hafid
sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Ilmu
lebih tinggi dari al-muhadddits berdasarkan
hadits bermuara kepada beliau, begitupun
bahwa pengetahuannnya tentang berbagai
dengan ilmu tafsir, tasawuf, dan sebagainya.
thobaqot, tingkatan rawi lebih banyak dari
Sanad keilmuan secara umum berarti latar
yang tidak diketahuinya. Sedangkan al-hakim
belakang pengajian ilmu agama seseorang
menurut sebagaian ulama adalah seseorang
yang bersambung dengan para ulama setiap
yang menguasai mayoritas hadits riwayah dan
generasi sampai kepada generasi sahabat yang
diroyah.
mengambil pemahaman agama yang shahih
dari Rasulullah SAW. Sedangkan musnad secara etimologi
adalah isim maful dari sanada yang bermakna
Dalam pembahasan sanad, terdapat
menyandarkan sesuatu. Sedangkan secara
tiga istilah yang berkaitan erat dengannnya,
terminlogi adalah hadits yang sanadnya
yaitu isnad, musnad, dan musnid. Isnad,
bersambung sampai Rasul saw atau nama satu
sebagaimana ditulis Mahmud Thohan dalam
kitab hadits yang ditulis berdasarkan tartib
bukunya, Taisir Mustholah hadits mempunyai
nama-nama para sahabat rawi hadits, seperi
dua makna, yang pertama ﻋﺰﻭ ﺍﳊﺪﻳﺚ ﺍﻟﻰ ﻗﺎﺋﻠﻪ
kitab Musnad Imam Ahmad.
ﻣﺴﻨﺪﺍartinya mengasalkan hadits kepada
orang yang mengatakan. Yang kedua adalah Penggunaan isnad ini sebenarnya telah
ﺳﻠﺴﻠﺔ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺍﳌﻮﺻﻠﺔ ﻟﻠﻤﱳArtinya: Silsilah orang- ada di masa sahabat Rasulullah shallallohu
orang yang menghubungkan hadits kepada alaihi wasallam yaitu bermula dari sikap
matan. Jika kita memperhatikan definisi taharri (kehati-hatian) mereka terhadap berita
kedua yang dijelaskan Mahmud Thohan, maka yang datang kepada mereka. Hanya saja makin
istilah isnad adalah murodif dari sanad. banyaknya pertanyaan terhadap isnad dan
makin intensnya orang meneliti dan memeriksa
Musnid, sebagaimana pendapat
isnad, itu mulai terjadi setelah terjadinya fitnah
Jamaluddin Al-Qosimi adalah seseorang yang
Abdullah bin Saba dan pengikut-pengikutnya
meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik
yaitu di akhir-akhir kekhalifaan Utsman
dia mengerti apa yang diriwayatkannya atau
bin Affan r.a. dan penggunaan sanad terus
tidak. Berdasarkan penjelasan Jamaluddin
berlangsung dan bertambah seiring dengan
al-Qosimi tentang musnid, maka derajat
menyebarnya para Ashabul-ahwaa (pengikut
musnid lebih rendah dari muhaddits, hafid, dan
hawa nafsu) di tengah-tengah kaum muslimin,
hakim. Karena secara definitif, al-muhadits
Sumber Bacaan
Abdurrahman Wahid, Gus Miek Wajah Sebuah Kerinduan, dalam kumpulan tulisan Gus Dur, Kyai Nyentrik Membela
Pemerintah, (Yogyakarta: LKIS, 2000).
al-Bukhari, Jami’ al-Shahih al-Bukhari, (Cairo: Dar al-Hadits, 2004).
Al-Dhamini, Maqâyis Naqd Mutun al-Sunnah, (Riyadh: tt, 1983).
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008).
As’ad, Aly, dkk, KH M. Moenawir, Yogyakarta: Pondok Krapyak Yogyakarta, 1975.
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2007.
Barsani (al), Noer Iskandar. Tasawuf, Tarekat dan Para Sufi. Jakarta: Grafindo Persada, 2001.
Damanhuri, ‘Umadah al-Muhatajin: Rujukan Tarekat Syattariyah Nusantara, Jurnal Studi Kesilaman, Volume 17,
Nomor 2, Desember 2013.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982.
Fata, Ahmad Khoirul, Tarekat, Jurnal al-Ulum, Volume 11, Nomor 2, Desember 2011.
Fathurahman, Oman. Tarekat Sattariyah di Minangkabau. Jakarta: Prenada Media Group, 2008.
Fathurrahman Karyadi, Mengkaji (Budaya) Sanad Ulama Tanah Jawa, Jurnal Thaqafiyyat, Vol. 14, No. 1, 2013.
Fathurrohman, M. Mas’udi, Romo Kyai Qodir: Pendiri Madrosatul Huffadh Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak
Yogyakarta, Sleman: Tiara Wacana, 2011.
K
ata santri menunjukkan seseorang masalah keagamaan pada masyarakat karena
yang sedang belajar ilmu agama. Bila situasi yang berubah –ubah. Santri memiliki
ditanya apa kata yang sangat popular potensi yang besar, karenanya selagi santri ia
dan melekat dalam dunia pendidikan Islam, layak menyandang wakil yang tepat.
mungkin kata santri inilah yang sangat popular.
Adapun huruf T, berarti tarkul ma’ashi
Kata santri sudah sangat lama digunakan
(meninggalkan kemaksiatan). Diharapkan
seiring denga kata pesantren yang menunjuk
dengan pelajaran keagamaan yang diterimanya,
pada lembaga pendidikan. Pada mulanya kata
seorang santri bisa konsisten mengamalkan
melekat pada orang yang tinggal di lembaga
agamanya dan menjauhi maksiat. arena sudah
itu dan mengikuti kyai. Tak pelak bahwa
mendapatkan pelajaran
kemudian beberapa orang dan cendekiawan
mencoba mengartikan apa makna filosofi Definisi yang lain datang juga dari KH
kanta santri ini, Hasani Nawawie, pengasuh Pesantren Sidogiri
Pasuruan Jawa Timur
Terdapat beberapa rumusan yang dapat
kita baca dari kata santri itu. Misalnya
almarhum, KH.Sahal Mahfudz pernah Santri itu...
menyampaikan bahwa kata santri berasal dari
bahasa Arab yang berarti santaro dan jamaknya Definisi Santri yang tidak pernah berubah
sanaatiir kata itu terdri dari huruf sin, nun, ta sepanjang zaman
dan ra’. Huruf-huruf itu mengandung makna,
اﻟﺴﻨﺮﺘي
sebagai berikut;
َ َّ َّ ْ َ ْ َْ َ ْ َ ْ َ ُ ﺑ َﺸﺎﻫﺪ َﺣ
S = satrul aurah (menutup aurat) santri َو َﻳﺘ ِﺒ ُﻊ ﺳﻨﺔ، ﻦﻴ ِ ﺎ� ﻫ َﻮ ﻣﻦ ﻓﻌﺘ ِﺼ ُﻢ ِﺤﺑﺒ ِﻞ ا
ِ ﷲ اﻟﻤ ِﺘ ِِ ِ ِ ِ
sebagaimana kita lihat pastu berpakaian ْ َ ُّ ً َ َُْ َ ًَْ ُ ُْ َ َ َ ْ َ ْ ْ ُ َّ
ﺖ ٍ ﻞﻛ وﻗ ِ وﻻ � ِﻤ�ﻞ ﻓﻤﻨﺔ وﻻﻳﺮﺴة ِﻲﻓ، ﻦﻴﷺ ِ اﻟﺮﺳﻮ ِل اﻻ ِﻣ
yang menutup auratnya. Aurat itu disini bisa
ُ َ ُ ُ َ َ ْ
ُ َّ ﺮﻴ ِة َواﺤﻟَﻘ�ْﻘ ِﺔ ﻻ ﻓﺒَ َّﺪل َوﻻﻓ َﻐ ّ َﻫ َﺬا َﻣ ْﻌﻨَ ُﺎه ﺑ، َوﺣ ْﻦﻴ
َ ْ ﺎﻟﺴ
bermakna dhahir dan batin. Menutup aurat ﺮﻴ ِ ِ ِ ٍ ِ
dhahir alah gambaran yang kita lihat, misalnya َ ْ َْ َ َ َْ ْ َْ َُ ْ َ ُ َ ًْ َ َ ً ْ َ
ِ ﻗ ِﺪﻓﻤﺎ وﺣ ِﺪﻓﺜﺎ واﷲ اﻋﻠﻢ ﺑِﻨﻔ ِﺲ اﻻﻣ ِﺮ وﺣ ِﻘ�ﻘ ِﺔ اﺤﻟ
ﺎل
tercermin pada pakaian santri. Adapun secara
adalah batin makna yang terus dieksplorasi ”Santri, berdasarkan peninjauan tindak
karena batin adalah apa yang tidak nampak, langkahnya adalah orang yang berpegang teguh
tersirat. dengan al-Qur‘an dan mengikuti sunnah Rasul
SAW serta teguh pendirian“.
Sementara Nun diartikan sebagai na-ibul
ulama (wakil ulama). Berbeda dengan ulama Ini adalah arti dengan bersandar sejarah
yang merupakan pewaris Nabi, al-ulama dan kenyataan yang tidak dapat diganti dan
warasatul anbiya. Dalam konteks sebagai wakil, diubah selama-lamanya. Dan Allah-lah Yang
santri harusnya mencerminkan sikap-sikap Maha Mengetahui atas kebenaran sesuatu dan
yang dimiliki oleh ulama. Seperti peka dan kenyataannya.”
respon terhadap keadaan sekeliling. Mengikuti Namun cendekiawan Nurcholish Madjid
perkembangan zaman, karena ulama mempunyai pendapat lain, Menurutnya, kata
diantaranya harus memutuskan masalah-
Sumber Bacaan
Ragam Ekspresi Islam Nusantar, Wahid Institute, Jakarta 2008
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa , Mizan, Bandung, 1995
Martin Van Bruinesaan, Kitab Kuning,Pesantren dan Tarekat, Yogyakarta, Gading Press, 2012
Ensiklopedia Nahdlatul Ulama (4), Sejarah Tokoh dan Khazanah Pesantren, Mata Bangsa-PBNU, Jakarta 2014
S
arung sudah lekat dengan ciri khas masyarakat Muslim di Semenajung Arab
masyarakat muslim di Indonesia. Walau sangat tinggi. Tak heran, jika industri tekstil di
sesungguhnya pemakaian sarung tak era Islam memiliki pengaruh yang sangat besar
menunjuk pada identitas agama tertentu. terhadap Barat.
Karena sarung juga digunakan oleh berbagai
Dalam Ensiklopedia Britanica disebutkan,
kalangan di berbagai suku yang ada.
sarung telah menjadi pakaian tradisional
Dalam pengertian busana internasional, masyarakat Yaman. Sarung diyakini telah
sarung (sarong) berarti sepotong kain lebar diproduksi dan digunakan masyarakat
yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang tradisional Yaman sejak zaman dulu. Hingga
untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang kini, tradisi itu masih tetap melekat kuat.
ke bawah). Bahkan, hingga saat ini, futah atau sarung
Yaman menjadi salah satu oleh-oleh khas
Kain sarung dibuat dari bermacam-
tradisional dari Yaman.
macam bahan: katun, poliester, atau sutera.
Penggunaan sarung sangat luas, untuk santai Orang-orang yang berkunjung ke Yaman
di rumah hingga pada penggunaan resmi biasanya tidak lupa membeli sarung sebagai
seperti ibadah atau upacara perkawinan. Pada buah tangan bagi para kerabatnya. Sarung
umumnya penggunaan kain sarung pada acara awalnya digunakan suku Badui yang tinggal
resmi terkait sebagai pelengkap baju daerah di Yaman. Sarung dari Yaman itu berasal
tertentu. dari kain putih yang dicelupkan ke dalam
neel yaitu bahan pewarna yang berwarna
Menurut catatan sejarah, sarung berasal
hitam. Sarung Yaman terdiri dari beberapa
dari Yaman. Di negeri itu sarung biasa disebut
variasi, diantaranya model assafi, al-kada, dan
futah. Sarung juga dikenal dengan nama izaar,
annaqshah.
wazaar atau ma’awis. Masyarakat di negara Oman
menyebut sarung dengan nama wizaar. Orang Sebenarnya di dunia Arab, sarung
Arab Saudi mengenalnya dengan nama izaar. bukanlah pakaian yang diidentikkan untuk
melakukan ibadah seperti sholat. Bahkan di
Penggunaan sarung telah meluas, tak
Mesir sarung dianggap tidak pantas dipakai ke
hanya di Semenanjung Arab, namun juga
masjid maupun untuk keperluan menghadiri
mencapai Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika,
acara-acara formal dan penting lainnya. Di
hingga Amerika, dan Eropa. Sarung pertama
Mesir, sarung berfungsi sebagai baju tidur
kali masuk ke Indonesia pada abad ke-14,
yang hanya dipakai saat di kamar tidur.
dibawa oleh para saudagar Arab dan Gujarat.
Dalam perkembangan berikutnya, sarung di Di Indonesia, sarung menjadi salah satu
Indonesia identik dengan kebudayaan Islam. pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai
kesopanan yang tinggi. Tak heran jika sebagian
Ahmad Y. al-Hassan dan Donald R. Hill
masyarakat Indonesia sering mengenakan
dalam bukunya bertajuk Islamic Technology:
sarung untuk sholat di masjid. Laki-laki
An Illustrated History Tekstil menyebutkan
mengenakan atasan baju koko dan bawahan
bahwa tekstil merupakan industri pelopor
sarung untuk sholat, begitu pula wanita
di era Islam. Pada era itu, standar tekstil
lukisan-lukisan lain.
Sumber Bacaan
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta:
LP3ES, 2011.
Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen. Jakarta: LP3ES, 1986.
Sunyoto, Agus. Atlas Wali Songo: Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo sebagai Fakta Sejarah. Jakarta: IIman. 2012.
Bruinesses, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1995.
Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta: LKiS, 2007.
LTNNU Jawa Timur. Sarung dan Demokrasi: Dari NU untuk Peradaban Keindonesiaan. Surabaya: Khalista, 2008.
Nailal Fahmi. Di Bawah Bendera Sarung. Bandung: Pustaka Iman, 2014.
Rosinta. 65 Setelan Cantik Kain Sarung, Batik Encim, & Kebayanya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016.
Fitri, Putri. Kamus Sejarah dan Budaya Indonesia. Jakarta: Nuansa Cendekia, 2014.
Saifullah, Sejarah dan Kebudyaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Kartodirjdo, Sartono, dkk. Sejarah Sosial: Konseptualisasi, Model, dan Tantangannya. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013.
S
edekah Bumi merupakan upacara
tradisi yang dilakukan sebagai wujud
rasa syukur kepada Tuhan atas hasil
bumi yang telah diperoleh pada tahun-tahun
sebelumnya sebagai rizki, sekaligus bentuk
permohonan para kepada Tuhan agar hasil
bumi pada periode yang akan datang berhasil
dengan baik.
Upacara tradisi Sedekah Bumi banyak
ditemui pada masyarakat pulau jawa, khususnya
Kirab Tumpengan Hasil Bumi pada acara Sedekah Bumi
daerah pantai utara (Pantura). Upacara ini di Desa Brumbung Batangan Pati Jawa Tengah.
biasanya dilakukan oleh masyarakat yang Sumber : http://www.wartaphoto.net/
berprofesi sebagai petani atau berladang yang mereka. Maka meskipun dengan cara yang
menggantunggkan hidupnya dan keluarganya sederhana biasanya mereka melakukan dengan
dengan memanfaatkan kekayaan alam yang cara “pamer” hasil bumi yaitu dengan karnaval
ada di bumi untuk mencari rezeki. keliling desa dengan mengarak hasil bumi
Pada masyarakat petani, Sedekah Bumi berupa ketela pohon, mangga, jagung dan
bisanya diselenggarakan di sawah demplot sebagainya, tegantung hasil bumi yang mereka
(Inderamayu, Jawa Barat) yaitu sawah peroleh dari tanah yang mereka tanami.
percontohan milik perorangan yang dikelola Seiring dengan perkembangan zaman, upacara
secara bersama-sama.Jika suatu desa tidak tidak lagi didominasi dengan arak-arakan hasil
memiliki sawah demplot, maka upacara bumi, tetapi seringkali dengan sedekah “nasi
Sedekah Bumi diselenggarakan di sawah tumpeng” sebagai wujud rasa syukur.
yang letaknya strategis yaitu di pinggir jalan,
pematangnya yang luas, dan hasil sawahnya
baik. Selain di tempat tersebut, tempat lain Sejarah
yang digunakan adalah pendopo desa yaitu Upacara tradisi Sedekah Bumi
tempat dilaksanakannya keramaian berupa merupakan upacara tradisional masyarakat
pertunjukan wayang kulit purwa. Pertunjukan Jawa yang sudah berlangsung lama secara
wayang kulit purwa ini sebagai isyarat atau turun-temurun. Hal ini tidak terlepas dari
pengumuman kalau sudah waktunya para kepercayaan dari nenek moyang. Menurut
petani bersiap-siap untuk mengerjakan cerita dari para nenek moyang orang jawa
sawahnya masing-masing. terdahulu, tanah merupakan pahlawan yang
Melalui sedekah bumi, mereka percaya sangat besar bagi kehidupan manusia di
bahwa dengan bersyukur maka Allah SWT muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi
akan menambahkan kenikmatan-kenikmatan penghargaan yang layak dan besar. Dan ritual
lagi. Allah akan menambah hasil-hasil panen sedekah bumi inilah yang menurut mereka
mereka dan Allah akan menghilangkan sebagai salah satu simbol yang paling dominan
paceklik atau kegagalan panen hasil bumi bagi masyarakat jawa khususnya para petani
untuk menunjukan rasa cinta kasih sayang dan
S
elametan sejatinya adalah sebuah Misalnya setelah dua kepercayaan itu dan
budaya yang sudah berlangusng lama sebelum Islam datang, ada agama yang dipeluk
di Indonesia. Acaranya biasanya oleh orang Indonesia yaitu Hindu atau Budha.
memanjatkan doa keselamatan dan diakhiri
Namun selametan sendiri adalah
makam bersama. Selamatan menandakan
sesuatu yang tidak dilarang dalam Islam dan
keunikan Islam di Indonesia. Meski sudah ada
mempunyai titik temu dalam perbuatan-
dan dijalankan sebelum Islam berkembang
perbuatan baik yang dianjurkan dalam Islam.
di Indonesia, selamatan tetaplah bukanlah
Terkait dengan itu, jika melihat perayaan, atau
bentuk baru dalam ritual Islam. Selametan
adat istiadat atau selametan di Indonesia,
sebagai kembang dari peradaban Islam di
maka ada beberapa kategori yaitu;
Indonesia sesungguhnya punya nilai yang
agung dan sangat dibutuhkan oleh manusia. Selametan biasanya dilakukan dalam
berbagai bentuk dan penanda; 1) Selametan
Kata selametan, sebagaimana banyak
karena kelahiran, kematian dan perkawinan.
bahasa Indonesia lain berasal dari bahasa
2) Selametan karena adanya suatu peristiwa
serapan, Arab; salamah yang berarti selamat,
yang berkaitan dnegan hari besar Islam 3)
tidak dalam bahaya.
Selamatan karena mempunyai barang – barang
Selamatan sendiri, meski sering dikaitkan baru atau peristiwa –peristiwa besar dalam
dengan tradisi sebelum Islam datang dalam hidupnya
berbagai bentuknya; ruwahan, suronan dan
Dalam konteks ini kita bisa melihat
sebagainya tetaplah tidak melanggar syariat
bahwa bangsa Indonesia adalah masyarakat
Islam itu sendiri. Bahwa ada bentuk bentuk
yang guyub, suka berkumpul, terbukti dengan
yang sinkretisme atau akulturasi budaya yang
banyaknya kegiatan atau acara selametan sejak
belum bisa memisahkan atau meninggalkan
seseoarng itu masih dalam kandungan sampai
sama sekali –unsur-unsur animism seperti
beberapa tahun dari kematiannnya. Satu hal
kepercayaan – kepercayaan pada ruh, mungkin
yang harus diingat adalah bahwa selametan
masih ada, mengingat itu semuanya tidak
dalam kontek ini bersifat sunnah, boleh dan
melulu berasal dari dinamisme dan animism.
bukan merupakan suatu kewajiban. Sebab,
selametan itu terkait bebrapa hal; makanan
yang harus disediakan oleh orang yang
mempunyai hajat selametan; waktu, tempat,
makanan dll.
Selamat sebagai penanda hidup bisa kita
lihat ;
1. Selamatan 4 bulanan atau tingkeban
7 bulanan
Proses penciptaan manusia memang luar
Ilustrasi Selametan zaman dulu.
biasa, dimulai dari saat pembuahan hingga
Sumber: http://www.kangrudi.com/ kelahirannya. Karena itu, amatlah sangat
Sumber Bacaan
Ach.Nadlif dan M.Fadlun, Tradisi Keislaman , Surabaya; Al-Miftah tanpa tahun.
Sutiyono, Benturan Budaya Islam: Puritan dan Sinkretis, Kompas: Jakarta 2010
M.Hariwijaya, Islam Kejawen, Gelombang Pasang, Yogyakarta 2004
Zaini Muhtarom. Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan, Salemba Diniyah , Jakarta:2002
Mufijatul Hasanah, M.Sidqi , Selametan Tujuh Bulan / Tingkeban, STAI Pandanaran Yogyakarta, 2014 (tidak diterbitkan)
S
ecara terminologis kata semakan berasal naskan itulah semakan ini dikenal dengan
dari nomina sam’an yang berarti kegiatan istilah semakan bil gaib. Istilah semakan bil gaib
mendengarkan, dengan bentuk verba ini kemudian menjadi petanda khusus untuk
sami’a yang berarti sudah mendengar, yasma’u semakan Al-Qur’an, bukan hafalan teks yang
sedang mendengarkan. Semakan merupakan lain. Sehingga jika dikatakan semakan bil gaib
kegiatan mendengarkan satu bacaan secara maka yang dimaksud adalah kegiatan semakan
seksama dengan tujuan tertentu. Dalam hafalan Al-Qur’an. Lain lagi istilahnya apabila
bahasa Indonesia kata ini berubah menjadi semakan ini dilakukan terhadap pembacaan
simak yang diartikan dalam KBBI dengan Al-Qur’an, maka disebut dengan bin nadhar.
mendengarkan baik-baik apa yang diucapkan Yaitu kegiatan mendengarkan secara seksama
atau dibaca orang. Maka dalam semakan pembacaan Al-Quran. Di sini pembaca sangat
harus ada yang dibaca dengan bersuara, orang tergantung pada naskah Al-Quran itu sendiri.
yang membaca (yang disemak), orang yang Baik semakan bil gaib ataupun bin nadhar,
mendengarkan (penyemak). keduanya mentargetkan pembacaan Al-Quran
secara penuh, tiga puluh juz. Pada dasarnya
Dalam tradisi islam di indonesia, semakan
semakan Al-Qur’an ini dilakukan untuk
memiliki banyak ragam. Dari sisi sifatnya
menjaga kesalahan ataupun kealpaan dalam
ada semakan hafalan dan semakan bacaan.
bacaan.
Sementara dari sisi objek yang disemak, ada
semakan Al-Quran dan semakan lainnya. Meskipun secara mayoritas kata
Sedangkan dilihat dari fungsinya dapat dibagi semakan ditujukan terhadap Al-Qur’an,
menjadi dua, fungsi praktis sebagai bentuk tetapi dalam perkembangannya semakan
ujian atau metode pembelajaran. Dan fungsi juga diterapkan untuk hafalan dan bacaan
sosial yang berhubungan dengan tradisi dan selain Al-Quran. Biasanya yang harus dihafal
kebudayaan. Berbagai klasifikasi ini bisa saling adalah materi pelajaran yang referensinya
beririsan antara satu dan lainnya. Sebagaimana berbentuk nadhaman seperti kitab ‘aqidatul
akan diterangkan berikut ini. awam, maqsud, alfiyah, lathaif isyarat dan
lain sebagainya. Di sebagian pesantren
Dilihat dari sifat pembacanya semakan
yang mensyaratkan hafalan pelajaran bagi
bisa dikategorikan menjadi dua, yakni semakan
para santri, kata semakan digunakan untuk
terhadap hafalan dan semakan terhadap
kegiatan menyemak hasil hafalan para santri
bacaan. Yang dimaksud dengan semakan
tersebut. Di dalam pesantren istilah semakan
terhadap hafalan adalah mendengarkan
juga digunakan untuk kegiatan menyimak
dengan seksama hafalan seseorang. Artinya
pembacaan kitab kuning (lihat entri kitab
dalam hafalan ini seorang pembaca tidak lagi
kuning). Seorang santri secara individual
membutuhkan kehadiran teks secara fisik.
meminta kepada kiai untuk menyimak dan
Di sini pembaca sebagai orang yang disemak
membenarkan jika terjadi kesalahan. Santri
tidak lagi menggantungkan bacaannya pada
sendiri akan berusaha membaca dengan baik
sebuah naskah. Karena teks naskah itu telah
dan benar, suai ketentuan tata bahasa Arab
berpindah dalam memorinya. ketidak hadiran
Sumber Bacaan
Saifuddin Zuhri, 2008. Guruku Orang-Orang Pesantren. Yogyakarta: LkiS
Mastuhu, 1994.Dinamika Sistem Pendidikan Pesanten. Jakarta:INIS
S
ecara etimologis, kata serat berarti dari kawasan pesisiran, yaitu Tuban, seperti
tulisan, sementara penulisnya disebut yang ditunjukkan oleh keberadaan dua naskah
sebagai panyerat. Dengan demikian, tentang nasihat Sunan Bonang dan primbon
aktivitas nyerat berarti aktivitas menulis atau Islam. Kedua naskah tersebut ditulis dalam
membuat buku. Dalam tradisi tulis Jawa, bahasa Jawa tengahan dan bergenre prosa.
kata serat digunakan untuk menyebut semua Naskah pertama menceritakan tokoh Syaikh
tulisan, baik dalam genre prosa maupun puisi. Barri yang menyampaikan petuah kepada
Selain itu, kata serat juga berlaku umum untuk sahabatnya mengenai prinsip-prinsip suluk
menyebut semua jenis karya tulis, baik yang atau jalan menuju Tuhan, yang didasarkan atas
sifatnya sebagai karya asli sang pengarang kitab Ihya Ulumiddin dan kitab tentang tauhid.
maupun karya tulis hasil salinan orang lain. Sementara itu, naskah kedua berisi uraian
Dengan demikian, panyerat atau penulis mengenai beberapa ajaran pokok agama Islam.
serat dengan sendirinya tidak serta-merta
Selain dalam genre prosa, pada
merupakan pengarang sebuah serat, tetapi bisa
periode pertengahan ini juga ditulis karya
jadi merupakan penyalin naskah.
sastra Jawa Islam dalam genre puisi yang
Dalam konteks sejarah perkembangan menggunakan tembang kuna, seperti
sastra Jawa, penulisan serat atau buku-buku ditunjukkan oleh keberadaan naskah Suluk
kesusastraan Jawa mengalami beberapa Sukarsa, yang berisi uraian mengenai ajaran
beberapa periode: Periode Jawa Kuna, periode tasawuf. Berbeda dengan Suluk Sukarsa yang
Jawa pertengahan, dan periode Jawa Baru. menggunakan tembang kuna, naskah Kodja-
Dalam konteks ini, istilah serat tampaknya kodjahan yang juga ditulis pada periode Jawa
muncul pada periode pertengahan seiring pertengahan menggunakan tembang macapat.
dengan perkembangan sastra pesisiran Berbeda dengan suluk yang orientasinya
sebagai dampak perkembangan agama Islam di sufistik, naskah Kodja-djadjahan merupakan
kawasan Jawa, baik di kawasan pesisir pantai puisi naratif yang menceritakan seorang patih
utara Jawa maupun di kawasan pedalaman. Kodja-djadjahan yang taat kepada rajanya,
rajin beribadah, serta adil dan bijaksana.
Sebelum periode Jawa baru, agama
Islam memainkan peran penting dalam Sementara itu, jatuhnya Malaka ke
perkembangan sastra Jawa. Berawal dari tangan Portugis pada tahun 1511 membawa
jatuhnya kekuasaan Majapahit, kaum cendika pengaruh penting bagi perkembangan sastra
pada saat itu banyak yang masuk agama Islam, Jawa. Sebagai pusat kerajaaan Melayu, Malaka
dan kemudian memberi kontribusi penting dengan sendirinya menjadi pusat perdagangan
bagi lahirnya kebudayaan Jawa-Islam dan yang menjadi pusat lalu lintas perdagangan
terbentuknya pusat kebudayaan Jawa-Islam atara Gujarat dan Benggala di Barat dan Cina
tersebut. Dalam hal ini kawasan pesisir di timur. Ketika Jawa menjadi pemasok beras
menjadi pusat persemaian dan pertumbuhan bagi lalu lintas perkapalan internasional,
sastra Jawa Islam. Beberapa naskah Islam sementara Maluku menjadi pemasok rempah-
Jawa tertua yang berhasil ditemukan rempah. Kejatuhan Malaka tersebut membawa
menunjukkan asal produksinya yang berasal dampak perpindahan sejumlah pedagang
Sumber bacaan
T.E. Behrend, Serat Jatiswara: Struktur dan Perubahan di dalam Puisi Jawa 1600-1830,
Poebatjaraka dan Tardjan Hadidjaya, Kepustakaan Djawa, 1952,.
J.J. Ras, Masyarakat dan Kesusastraan Jawa, 2014,
S
eserahan merupakan salah satu ritual seserahan membuktikan bahwa tradisi
atau acara yang paling penting di acara ini bukan hanya simbolik semata, tetapi
pernikahan. Baik pernikahan tradisional substantif. Nilai (value) inilah yang membuat
maupun modern, karena acara ini merupakan masyarakat tetap mempertahankan tradisi
warisan nenek moyang yang diturunkan tersebut sehingga menjadi sebuah budaya.
secara turun menurun hingga bertahan Tradisi seserahan di seluruh daerah di
saat ini. Seserahan sendiri merupakan acara Indonesia mempunyai istilah-istilah yang
simbolik yang dilakukan dari pihak mempelai berbeda, tetapi secara substansi sama. Bahkan
laki-laki sebagai bentuk tanggung jawab ke dalam tradisi orang Indonesia yang beretnis
keluarga calon pengantin permpuan. Tradisi ini Tionghoa, tradisi ini juga dipertahankan.
dipraktikkan dalam rangkaian acara pernikahan
Berikut adalah beberapa barang yang pada
di Pulau Jawa, dan daerah-daerah lain.
umumnya disiapkan sebagai barang-barang
Seserahan biasanya dilangsungkan malam untuk acara seserahan:
hari sebelum akad nikah dilaksanakan pada
1. Alat sholat: Bagi pasangan muslim, ini
acara midodareni untuk adat Jawa sedangkan
merupakan barang yang selalu ada pada
untuk adat Sunda sendiri di namakan ngeyeuk
daftar urutan pertama, dan menjadi
seureuh. Tetapi tak menutup kemungkinan
simbol bahwa dalam hubungan rumah
bahwa acara seserahan ini juga dilakukan
tangga harus berpegang teguh pada ajaran
atau dilangsungkan pada saat acara resepsi
agama dan juga bisa dijadikan simbol
pernikahan dimulai. Namun, saat ini prosesi
sebagai pengingat kepada Tuhan.
seserahan telah berkembang mengikuti
perkembangan zaman. Terkadang justru pihak 2. Cincin nikah: Ini merupakan hal yang juga
dari mempelai wanita sendiri yang memilih tidak bisa dilepaskan. Dengan bentuk yang
barang apa saja yang akan dimasukkan ke bulat tanpa akhir, cincin dijadikan simbol
dalam prosesi seserahan itu sendiri. bahwa makna cinta kedua pasangan
tersebut tidak akan putus dan merupakan
Sejarah dimulainya tradisi ini masih belum
simbol pengikat bahwa hubungan kedua
diketahui sejak kapan. Tidak ada tulisan yang
pasangan akan terjalin selamanya hingga
menjelaskan asal muasal tradisi ini dimulai.
ajal memisah.
Diperkirakan sebelum agama Islam masuk ke
Pulau Jawa, tradisi ini sudah dimulai oleh para 3. Perhiasan: Biasanya, perhiasan yang
nenek moyang kita. Setelah agama Islam masuk digunakan dalam acara seserahan ini
pun, tradisi atau prosesi simbolis ini masih berupa emas. Namun tak terbatas
dipertahankan karena menyimpan nilai yang pada emas saja, Anda juga bisa
luhur dan moral tanggung jawab yang tinggi menggunakan intan atau berlian yang
dalam mengarungi bahtera rumah tangga ke bersinar. Bersinarnya perhiasan ini juga
depannya. Itu mengapa tradisi simbolis ini mengharapkan bahwa sang wanita akan
masih dipertahankan hingga saat ini. terus selalu bersinar dalam hubungan
rumah tangga.
Nilai yang terkandung dalam tradisi
Adapun barang-barang yang umumnya 1. Untuk nomor 3-7 di atas diambil sebagian
dipersiapkan pihak mempelai pria biasanya oleh pihak perempuan dan sisanya dibawa
berisi: pulang oleh pihak laki laki.
1) Pakaian atau kain untuk mempelai wanita. 2. Pada saat dibawa pulang sekalian diberikan
Maksudnya adalah segala keperluan juga seperangkat pakaian untuk mempelai
sandang si gadis akan dipenuhi oleh si pria, termasuk dompet, belt, dan lain-lain.
pria. Disertakan juga kue-kue, permen atau
coklat (manisan) untuk diberikan ke pihak
2) Uang angpao (ada juga yang bilang uang
laki laki untuk dibawa pulang.
susu) dan uang pesta (masing-masing di
amplop merah). Pihak mempelai wanita 3. Untuk para pembawa nampan dari pihak
biasanya hanya mengambil uang angpao laki laki, ibu dari mempelai wanita akan
(uang susu) secara penuh/keseluruhan, memberikan/membagikan angpao untuk
sedangkan untuk uang pesta hanya hoki/keberuntungan. Kalau misalnya
Sumber Bacaan:
Agoes, Artati. Sukses Menyelenggarakan Pernikahan. Jakarta: Garmedia Pustaka Utama, 2001.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sikap Kepercayaan dan Prilaku Generasi Muda Terhadap Upacara Perkawinan,
1999/2000.
Ghazali, Adeng Muchtar, Antropologi Agama, Bandung: Alfabeta, 2011.
Gitosaprodjo, R.M.S. Pedoman Lengkap Acara dan Upacara Perkawinan Adat Jawa. Surakarta: Cendrawasih, 2010.
Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Bandung: Mandar
Maju, 1990.
HMA. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Jakarta: Rajawali Pres, 2010.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Purwadi. Upacara Tradisional Jawa Barat, Menggali Untaian Kearifan Lokal. Bandung: Pustaka Pelajar, 2005
Raga, Rafarl. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Soekanto, Soerjono. Intisari Hukum Keluarga. Bandung: Sitra Aditya Bakti, 1992.
Suryani, Elis. Ragam Pesona Budaya Sunda. Bandung: Ghalia Indonesia, 2010.
Yatmana, R.M.A. Sudi. Upacara Pengantin: Tata Cara Kejawen. Semarang: Aneka Ilmu, 2001.
T
idak diketahui secara pasti kapan sirri (batin). Ketika zikir mereka terdengar
dan bagaimana ide serta gagasan mirip dengungan, orang-orang itu seperti
penyelenggaraan tradisi sewelasan ini ekstase. Jari tangan tak henti memetik butir
bermula. Namun secara antropologis dan tasbih. Ketika jari berhenti, zikir dilanjutkan di
sosiologis memperoleh pembenaran dengan dalam batin. Pada titik ini terjadi ”penyatuan”
semakin banyaknya orang yang merasa dengan Yang Maha Esa. Suluk ini merupakan
membutuhkan penyelesaian masalah-masalah sarana bagi jemaah untuk menyatukan
di dalam kehidupannya, seperti permasalahan diri dengan Tuhan. Lewat suluk ini akan
ekonomi, religiositas, kejiwaan dan lain-lain. mempertebal keyakinan kepada Allah SWT
Dalam acara sewelasan ini berisi kegiatan sehingga terjadi manunggaling raos dumateng
membaca manaqib serta doa-doa yang dalam Gusti.
hal ini mereka mengharapkan suatu barakah
dalam persepsi mereka masing-masing.
Sejarah Sewelasan
Sewelasan adalah sebutan untuk
pembacaan Manaqib Syekh Abdul Qodir Ritual Suluk Sewelasan itu dinyatakan
Jailani R.A. yang dilakukan atau berlangsung sebagai meneruskan tradisi sejak zaman para
setiap bulan pada tanggal 11 (sebelas), adapun wali. Mereka mengaku sebagai ”Jawa deles”
susunan acara dari sewelasan tersebut selain (sejati) karena itu mereka memakai bahasa
pembacaan manaqib yang dibaca secara Jawa dalam salawatan sebab bahasa Jawa
bergantian antar anggota jam’iyah sewelasan dianggap lebih bisa mengartikulasikan gerak
(manaqiban) juga ditambah dengan pembacaan batin mereka. Adapun surat Al Quran dan hadis
tahlil dan mendo’akan orang-orang yang telah menggunakan bahasa Arab. Suluk Sewelasan
meninggal (arwah) dari ahlul bait (tuan rumah diawali Dedalane slamet iku ana lima/Sapa kang
) yang ditempati untuk penyelenggaraan acara nglakoni iku bakal beja/ Kaping pisan taat Allah
sewelasan ( manaqiban ) tersebut dan tempat Kang Kuasa/Kaping pindo taat maring Nabiira/
penyelenggaraannya pun dilakukan secara Kaping telu tunduk prentahe negara/Prentahe
bergilir dari rumah anggota satu ke rumah kang ora nglanggar ing agama/Kaping papat budi
anggota yang lain sampai merata / urut hingga luhur tata krama/Kaping lima ilmu amal kang
kesemua rumah anggota jam’iyah sewelasan ( piguna//.
manaqiban ) tersebut . Salawat di atas maknanya adalah pedoman
Tradisi Sewelasan tergolong ritual yang bagi umat Islam; taat kepada Allah, taat kepada
sudah langka dalam tradisi budaya Islam Nabi, tunduk kepada negara, berbudi luhur
di Jawa. Tradisi yang dibawa dari Persia ini dan tata krama, serta mengamalkan ilmu yang
untuk memperingati hari lahir Syekh Abdul bermanfaat bagi kehidupan.
Qadir Jaelani, tokoh sufi dari Baghdad, Irak, Tradisi budaya Islam di Jawa banyak
yang jatuh pada tanggal 11 (sewelas). Suluk yang memakai bahasa Jawa sebagai media
ini, dalam bahasa Jawa dan Arab, terdiri dari komunikasi. Bahasa Jawa yang digunakan
salawat dan zikir—zikir zahir (fisik) dan zikir cenderung sederhana dan merefleksikan
Sumber Bacaan
Ardus M Sawega , Seni Budaya Islam, Transformasi Tradisi dan Indahnya Beragama, Koran KOMPAS, Senin, 5 Oktober
2009
Suwito NS, TRADISI SEWELASAN SEBAGAI SISTEM TA‘LIM DI PESANTREN, STAIN Purwokerto
Mas’ud, Abdurrahman. 2004. Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi. Yogyakarta: LKiS.
Mujib, Ahmad. 2009. “Tuhan, Alam, dan Manusia: Telaah atas Ajaran T asawwuf Syaykh ‘Abd al-Qadir al-Jilani”. Disertasi.
Jakarta: PPs UIN Syarif Hidayatullah.
Nizami, Khalid Ahmad. 2003. “Tarekat al-Qadiriyyah” dalam Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas
Islam: Manisfestasi. Terj. Tim Penerjemah Mizan. Bandung: Penerbit Mizan.
Wahid, Abdurrahman. 1999. “Pondok Pesantren Masa Depan” dalam Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi Pesantren, dalam Marzuki Wakhid dkk (Ed.). Bandung: Pustaka Hidayah.
Achmad Sunarto, Bekal Juru Dakwah, (Surabaya: Al-Hidayah, 1998)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008)
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1984)
Kuntowijoyo dkk, Agama dan Pluralitas Budaya Lokal, (Surakarta: Penerbit Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2003)
Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Shalahuddin Press dan Pustaka Pelajar, 1994)
Endang Saifuddin, Agama dan Kebudayaan, (Bandung: PT. Bina Ilmu Surabaya, 1979)
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), 22.
S
ingir merupakan bentuk puisi Jawa baru itu, kitab-kitab yang diajarkan di pesantren
yang berkembang di kalangan masyarakat pun sebagian di antaranya berbentuk puisi
santri, terutama di daerah pesisiran. atau nazam. Dengan demikian, komunitas
Dilihat dari namanya, singir merupakan pesantren sudah lama mengenal ilmu prosodi
derivasi dari kata Arab, yaitu syi’r, yang berarti puisi Arab dan karya-karya puisi Arab atau
puisi. Meskipun demikian, akar etimologis syi’r.
kata singir yang berasal dari bahasa Arab
Tidak berbeda dengan puisi Arab dan
tersebut tidak berarti sumber kesastraannya
ilmu prosodinya yang sudah lama dikenal oleh
singir berasal dari Arab, tetapi dimungkinkan
masyarakat santri Jawa, kesusastraan Melayu,
berasal dari puisi Melayu yang dikenal sebagai
baik dalam genre puisi maupun prosa, juga
syair. Kemunculan singir tersebut dalam
sudah lama masuk ke Jawa, terutama di daerah
panggung sejarah kebudayaan Jawa telah
pesisiran. Beberapa karya sastra Melayu
memberi warna tersendiri bagi perkembangan
digubah dan diterjemahkan ke dalam bahasa
kesusastraan Jawa yang sebelumnya telah
Jawa, yang tersebar tidak hanya di kawasan
telah mengenal kakawin, geguritan, parikan,
pesisiran, tetapi juga di lingkungan kraton
dan tembang macapat.
Jawa. Dengan demikian, masyarakat santri
Dalam konteks sejarah perkembangan Jawa sudah lama mengenal syair Melayu.
puisi Jawa, pertumbuhan dan perkembangan
Pengenalan masyarakat santri Jawa
singir termasuk baru jika dibandingkan dengan
terhadap syi’r Arab dan syair Melayu tersebut
puisi Jawa lainnya, seperti kakawin dan
di atas diperkuat oleh kenyataan bahwa pola
macapat. Jika kakawin tumbuh dan berkembang
singir Jawa sebagian memang mengikuti pola
pada periode pra-Islam, sementara macapat
syi’r Arab dan sebagian yang lain mengikuti
diperkirakan tumbuh dan berkembang sejak
pola syair Melayu. Dalam hal ini, sebagian singir
abad ke-16, maka, berdasarkan bukti-bukti
Jawa mengikuti pola syair Melayu dilihat dari
tekstual, singir tumbuh berkembang di Jawa
segi sistem pembaitan dan rimanya, yakni tiap
pada abad ke-19. Adapun terkait dengan
bait terdiri atas empat larik, tiap larik umunya
sumber kesastraaannya, jika kakawin berakar
terdiri atas 12 suku kata, dan dengan pola rima
dari tradisi puisi India, sementara macapat
a-a-a-a; dan sebagian lagi mengikuti pola syi’r
merupakan puisi asli Jawa, maka singir, sesuai
Arab, yakni tiap bait terdiri atas dua paruh
dengan namanya, tampak memperlihatkan
bait (syatr) dengan pola rima a-a-b-b, yang
pertautannya dengan syi’r Arab di satu pihak
dikenal sebagai rima muzdawij yang umumnya
dan syair Melayu di pihak lain.
digunakan sebagai rima nazam Arab.
Pertautan singir dengan syi’r Arab
Perubahan dan perkembangan singir dari
tampaknya didukung oleh kenyataan bahwa
yang semula mengikuti pola syair Melayu
pertumbuhan dan perkembangan singir di
ke pola puisi Arab tampaknya, seperti yang
kalangan masyarakat santri dan pesisiran
terlihat pada bentuk singir pada abad akhir
berbanding lurus dengan pengajaran ilmu
ke-19, tampaknya tidak dapat dilepaskan dari
prosodi Arab yang dikenal dengan ilmu arudh
perkembangan pesantren sebagai institusi
di pesantren-pesantren di Nusantara. Selain
pendidikan Islam. Sebagaimana diketahui,
Sumber Bacaan
Karel A. Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat, 1988, hlm. 141; Muzakka, Singir sebagai Karya Sastra Jawa,
2002, hlm. 39-40.
S
membantu sesama. Sedangkan dalam kamus
ebelum membicarakan sinoman lebih
Jawa atau “Bausastro Jawi”, karangan WJS
lanjut, maka ada baiknya mengetahui arti
Poerwadarminta, kata “Sinom”, artinya:
atau definisi dari sinoman. Ada beberapa
pucuk daun, daun asam muda, bentuk rumah
versi dari pendefinisian arti kata ‘sinoman’
limas yang tinggi dan lancip, nama tambang
itu sendiri sebagai bentuk keanekaragaman
mocopat, dan nama bentuk keris. Tetapi,
opini masyarakat Jawa. Namun pada akhirnya
jika kata Sinom mendapat tambahan akhiran
kesemuanya itu akan membentuk, mengerucut
“an”, menjadi “Sinoman”, maka maknanya
pada satu kesimpulan yang sama, satu
menjadi: anak muda yang menjadi peladen
pengertian atau esensi yang sama. Pertama,
di kampung saat acara hajatan, peladen
bila dirujuk langsung pada pembentuk kata itu
pesta atau perhelatan, tolong menolong saat
sendiri sebagai kata dasar, ‘nom’ yang dalam
mendirikan rumah, kerukunan atau gotong-
bahasa Jawa berarti muda, maka kata sinoman
royong. Tetapi di balik semua makna itu,
bisa diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
terkandung suatu potret budaya yang amat
dengan para pemuda. Kedua, bila menilik
luhur dan terpuji. Sebab, kegiatan sinoman itu
atau mengambil versi dari salah satu tembang
adalah bekerjasama, bergotong-royong yang
macapat ‘sinom’, dalam serat Purwakara
dilakukan secara sukarela untuk kepentingan
diartikan sebagai seskaring rambut yang berarti
orang lain dan bersifat komunal.
anak rambut. Selain itu, sinom juga diartikan
‘daun muda’ sehingga kadang-kadang diberi Sesuai dengan asal-muasal kata
isyarat dengan lukisan daun muda. “Sinoman” adalah kumpulan anak muda yang
suka bergotongroyong, maka di sini kegiatan
Ketiga, bila dilihat dari bentuk kata
amal dan sosial harus diutamakan. Artinya,
kerjanya yaitu ‘nyinom’, maka kurang lebih
kegiatan sinoman, harus bertujuan untuk
artinya adalah sebuah perkumpulan atau
membantu sesama dan demi kepentingan
organisasi yang terdiri para pemuda untuk
bersama. Kecuali itu, kegiatan sinoman harus
membantu orang lain dalam mempunyai
mampu menghadapi tantangan zaman yang
hajat. Pendapat lain ada yang menyatakan
serba komersial dan bernuansa bisnis.
bahwa ‘sinom’ ada kaitannya dengan upacara-
upacara bagi anak-anak muda zaman dahulu. Berdasar catatan sejarah yang ada,
Dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat sinoman pada awalnya memang sekedar wadah
diambil kesimpulan sebagai pendefinisian untuk menampung keinginan sekumpulan
‘sinoman’ itu sendiri yaitu sebuah kegiatan anak muda. Mereka ini ingin memperoleh
yang dilakukan para pemuda dalam sebuah pengakuan sebagai insan yang dipercaya dalam
desa untuk membantu tetangganya yang bidang sosial. Karena kegiatan gotong-royong
sedang mengadakan hajatan atau syukuran, merupakan panggilan hati nurani, maka hal
baik syukuran pernikahan, sunatan, ataupun ini tidak sulit untuk diwujudkan. Walaupun
kematian. demikian, perlu ada pendorong yang mampu
menjadi pelopor sebagai penggerak. Jelas di
Sinoman memiliki pengertian sing para
sini, sinoman sebagai kegiatan anak muda,
nom-noman atau para pemuda yang memiliki
maka motor penggeraknya pun harus para
Sumber Bacaan
Abdurrahman Kasdi, Memaknai Tradisi Sinoman, Koran Suara Merdeka 3 Oktober 2009
Bakhrul Ulum, Tradisi Sinoman Sebagai Mahakarya Indonesia, Indonesiakaya,com 24 Juni 2015.
Drs. Imam Sutardjo, M. Hum. 2008. Kajian Budaya Jawa. Surakarta: FSSR UNS.
Iman Firdaus. 2012. Pesta Adat Pernikahan Di Nusantara. Jakarta: Multi Kreasi Satu Delapan.
Iwan Swandi. 2008. Dalam skripsi sistem perkawinan masyarakat minangkabau. Jurusan sosiologi fakultas ilmu sosial
dan ilmu politik Universitas Riau.
Linda Retno Tri Ambarwati dan Hesti Asriwandar, Tradisi Sinoman Sebagai Sistem Pertukaran Sosial Di Dalam Pelaksanaan
Pesta Pernikahan Adat Jawa (Studi Pada Masyarakat Transmigrasi Di Desa Pasir Jaya Kecamatan Rambah Hilir
Kabupaten Rokan Hulu)
M. Ikhsan Alkhariri. 2012. Upacara Pernikahan Adat Jawa di Tinjau dari Sudut Pandang Etika dan Relevansinya Terhadap
Gaya Hidup Remaja. Jurusan Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Maryono Dwiraharjo, Dkk. 2006. Kamus Istilah Perkawinan Adat Jawa Gaya Surakarta. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Miko Saputra. 2011. Dalam skripsi Perubahan Tata Cara Perkawinan Pada Masyarakat Sungai Pinang kecamatan hulu
kuantan kabupaten kuantan singingi. Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Riau.
Purwadi, Enis Niken. 2007. Upacara Pengantin Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka Yogyakarta.
Sri Wahyuni Aldani. 2008. Tata Cara Perkawinan Di Kanagarian Paninjauan Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam
Provinsi Sumatra Barat.Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Riau.
Sumarsono. 2007. Tata Upacara Pengantin Adat Jawa. Jakarta: PT. Buku Kita.
Zesladesrani. 2010. Sistem Adat Perkawinan Pada Masyarakat Di Kenegrian Rokan Kecamatan Rokan IV Koto Kabupaten
Rokan Hulu. Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Riau.
S
ebuah sistem pendidikan pasti mana kemampuan dan penguasaan santri
mengandaikan keberhasilan proses terhadap kitab tersebut. Metode pengajaran
belajar mengajar yang dijalankan. Dalam sorogan menekankan pada pengajaran
dunia pendidikan klasik seperti pesantren, alat individual (individual learning), belajar tuntas
ukur keberhasilan atau capaian pendidikan (master learning) dan belajar berkelanjutan
tidaklah diukur dengan angka –angka yang (continuous progress).
dihasilkan dari teori dan dapat dibunyikan.
Pengajian sorogan biasanya dilakukan di
Suatu keberhasilan dilihat dari apa yang dilihat
ruang kelas, masjid, atau pendopo rumah kiai.
oleh pengajar/kyai, kepada anak didiknya
Biasanya di situ terdapat tempat duduk kiai
dengan cara atau ala pesantren.
atau ustadz dan meja kecil menghadap santri.
Salah satu metode yang digunakan oleh Para santri berkumpul di ruangan tersebut
lembaga pendidikan yang paling tua, pesantren dengan membawa kitab masing-masing. Satu
adalah metode sorogan dan bandongan atau persatu santri diundang menghadap kiai
bandungan. Sorogan berasal dari kata sorog atau ustadz dengan membawa kitab yang
dalam bahasa Jawa artinya menyodorkan. sudah ditentukan. Kemudian kiai atau ustadz
Maksudnya seorang santri menyodorkan diri menyuruh santri tersebut untuk membacakan
kepada kyai atau ustadz untuk menyimak salah satu bab dalam kitab tersebut sekaligus
bacaan kitabnya. Lawan dari sorogan adalah disuruh mengartikannya. Sang kiai hanya
Bandongan dalam bahasa Sunda disebut juga menyimak dan memperhatikan bacaan dan
Bandungan. Bandongan artinya Berbondong pemahaman santri. Jika ada bacaan atau
bonding mendatangi pengajian kyai. Metode pemahaman santri yang salah maka akan
ini lawan dari Sorogan, karena sorogan bersifat dibetulkan dan diluruskan oleh kiai.
individual sementara Bandongan bersifat
Sorogan juga bisa dilakukan secara
kelompok.
individual maupun kelompok kecil santri.
Sorogan berasal dari bahasa Jawa “sorog” Mereka berkumpul mengelilingi kiai atau
yang artinya “menyodorkan” (Imam Banawi, ustadz dengan menyodorkan kitab pelajaran.
1993: 97). Dalam pengajaran “sorogan” Kiai atau ustadz membacakan naskah kitab
para santri satu persatu menghadap dan tersebut, mengartikannya kalimat demi
membacakan kitab di hadapan kiai atau kalimat, serta menerjemahkan kata demi kata.
ustadz. Kiai atau ustadz langsung mengecek Sebab, pada umumnya, kiai mengajarkan kitab
keabsahan bacaan santri, baik dalam konteks gundul (tanpa harakat). Maka, mula-mula
makna maupun bahasa (Affandi Mochtar, yang harus dipelajari adalah cara membacanya,
2009:35). Sorogan artinya belajar secara intonasinya. Sehingga, mau tak mau santri
individual di mana seorang santri berhadapan harus belajar dan menguasai tata bahasa
dengan seorang guru, terjadi interaksi Arab. Dalam metode sorogan, perhatian
saling mengenal antara keduanya (Mastuhu, dan pengasuhan kiai sangat kuat. Kiai dapat
1997:61).Tujuannya untuk mengetahui sejauh memengaruhi dan mengontrol kemajuan
santri terkait dengan kemajuan belajar dan Sorogan Bandungan dan Musyawarah
pengetahuannya tentang tata bahasa Arab. atau Munadharah
Sebaliknya, santri hanya bisa menerima Dalam pembelajaran di pesantren
pelajaran secara pasif, mencatat terjemahan sebagaimana disebut di atas, biasanya kyai
atau keterangan kiai secara singkat dan membacakan kitab tertentu. Sang Kyai lalu
sederhana. (Zimek, 1986:168) memberi makna atau arti dari kitab –kitab
Kemajuan pelajaran dinilai menurut berbahasa Arab itu. Selain memberi arti,
jumlah naskah dasar berbahasa Arab (kitab Kyai juga menerangkan makna-makna atau
kuning) yang dikuasai oleh seorang santri. kandungan dalam isi kitab itu. Dari situlah
Metode pelajaran individual ini memberikan kita bisa mendengarkan keluasan ilmu kya,
kebebasan kepada para siswa untuk mengikuti karena nanti santri atau murid bisa mendapat
pelajaran menurut prakarsa dan perhitungan isi yang lebih luar dari apa yang tertulis di
sendiri, menentukan bidang jurusan dan teks. Keterangan kyai itu biasanya lalu disebut
tingkat kesukaran buku pelajarannya sendiri mensyarahi, jika tekun sang santri dapat
serta mengatur intensitas belajar menurut mengumpulkan syarah ini yang dia tulis dalam
kemampuan menyerap dan motivasinya kitab pegangannya sendiri, menjadi sebuah
sendiri. kitab karya kyai. Bandongan banyak diikuti
orang, itulah mengapa disebut Bandongan
Manfaat langsung yang didapat dari karena orang-ornag berbondong bondong
metode ini adalah setiap santri memperoleh datang ke tempat pengajian. Bandongan
perlakuan dan perhatian berbeda dari seorang disebut juga wetonan, dari kata weton, karena
kiai atau ustadz. Perlakuan dan perhatian hanya waktu waktu tertentulah pengajian
ini disesuaikan dengan tingkat kemampuan bandongan itu digelar (tidak smeua pesantren
santri, sehingga bisa memberikan kesempatan atau lembaga pendidikan sejenis) .Kalau hanya
kepada santri untuk mengembangkan mengalamai dan ikut ngaji bandongan, tidak
kemampuannya masing-masing berdasarkan yang tahu apapkah snag santri mendengar
kerja keras dan kesungguhan setiap santri. kyai mencatat makna-maknanya tau
Interaksi personal-individual antara mendnegarkan dengan seksama Yang jelas
santri dan kiai ini merupakan ciri khas ketika sorogan dijalankan, maka kyai dapat
pola pembelajaran sorogan. Dalam pola menyimak dan memeriksa langsung tingkat
pembelajaran ini tampak adanya transformasi kepandaina membaca kitab kuning atau kitab
nilai-nilai kesabaran kiai atau ustadz juga klasik itu. Biasanya dalam sorogan itu para
keteladanan seorang kiai atau ustadz bagi kyai atau ustdaz akan memanggil santri-snatri
santri-santrinya. Kitab-kitab yang dipelajari untuk menghadapinya dan langsung membaca
Sumber Bacaan
Affandi Mochtar, Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren, (Bekasi: Pustaka Isfahan, 2008)
A. Khoirul Anam dkk, Ensiklopedia Nahdlatul Ulama: Sejarah, Tokoh, dan Khazanah Pesantren, (Jakarta: Mata Bangsa dan
PBNU, 2014)
Ach. Fathan, Model Pengajaran Sorogan, (Malang: FPK, 1998)
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: PT Rosda Karya, 2011)
Dr. Manfred Ziemek, Pesantren dan Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986)
Imam Banawi, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1993)
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS: 1994)
Zamachsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP٣ES ٢٠١١)
S
perilaku berkunjung bagi masyarakat Jawa
owan, merupakan tradisi yang tetap
kepada seseorang yang dianggap lebih (dalam
terjaga selama beribu-ribu tahun dan
hal ini dukun) dengan budaya animisme-
dilakukan oleh masyarakat Indonesia
dinamismenya. Baru setelah agama Budha-
khususnya Jawa. Sowan berasal dari bahasa
Hindu masuk, perilaku ini berubah menjadi
Jawa Verba (kata kerja) yang atinya menghadap;
perilaku berkunjung kepada resi-resi di
bertamu; berkunjung (kepada orang yang
biara yang juga dilakukan oleh para raja-
dianggap harus dihormati, seperti raja, guru,
raja terdahulu (Lombard, 2005, 64). Ketika
atasan, orang tua)(KBBI, ٢٠١٤). Sowan adalah
agama Islam masuk, maka perilaku ini juga
berkunjung ke seseorang yang dihormati atau
mengalami perubahan menjadi berkunjung
lebih tua. Berkunjung memberikan makna
kepada Kyai yang pada saat itu merupakan
bahwa seseorang menjalin dan menjaga ikatan
tokoh dan sosok yang berpengaruh bagi
antar manusia, yang pada praktiknya untuk
perkembangan Islam di Jawa (Bashori,2014).
mewujudkan harmoni dan keseimbangan
Hal tersebut membuat istilah Sowan ini
hubungan antarumat manusia yang lebih baik.
Para santri sowan ke kediaman KH. Maimun Zubair, Sarang, Jawa Tengah.
Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017.
Sowan para santri ke kediaman Gus Mus (KH. Mustofa Bisri) Rembang.
Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017.
Sumber Bacaan
Muhammad Alfien Zuliansyah, BUDAYA SOWAN KYAI, SEBUAH STRATEGI DALAM KOMUNIKASI POLITIK
(Komunikasi Politik Calon Legislatif di JawaTimur), Penelitian di Universitas Brawijaya.
Abdurrahman, Syaikh Khalid binH usain bin.(2009). Silaturahim, Keutamaan, dan Anjuran Melaksanakannya. (M.I Ghazali,
Terjemahan). Indonesia, Islamhouse
Al – Qur’an Terjemah. (2005). Jakarta: Al– Huda
Astuti.(2014,24April). Minta Doa Kiai, Kalau Betul–Betul “Nyalon” Bismillah. Jakarta. Diakses padaSenin 11 Agustus
2014, dari http://www.nefosnews.com/ post/berita-analisa/minta-doa-kiai-kalau-betul-betul-nyalon-bismillah
Hadisuprapto, P. (2010). Attachmentand Deliquency in Javanese Society. Universitas Diponegoro Semarang
Hair, A. (2014). Taqqiyah, Strategi Komunikasi dalam Penghindaran Isolasi (Skripsi, Universitas Brawijaya, 2014)
Herusatoto,B. (2008).Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Ombak
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2014). Jakarta : Indonesia, tersedia dalam :http://kbbi.web.id/sowan
Kasyfurrahman, Z. (2009). Komunikasi Politik Kyai (Skripsi, Universitas Islam Negeri Malang,2009)
Lombard,D.(2008). Nusa Jawa: Silang Budaya (Bagian III: Warisan Kerajaan–Kerajaan Konsentris). Jakarta: Gramedia
Muhtadi,A.(2008).Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca Orde Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyana,D. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Ubudiyah.(2012). Sowan dan MenciumTangan Kyai.Diaksespad aRabu17Juli2014,dari http://m.nu.or.id/a,public-
m,dinamic-s,detail-ids,10-id,39396-lang,id-c,ubudiyah-t,Sowan+dan+Mencium+Tangan+Kyai-.phpx
Wafa,M.(2013).Peran Politik Kyai di Kabupaten Rembang Dalam PemiluTahun1994-2009. Journal ofIndonesian History
Vol.1. Universitas Negeri Semarang.
B
agi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai II telah membuat penyesuaian antara sistem
awal tahun Jawa dianggap sebagai bulan kalender Hirjiyah dengan sistem kalender
yang sakral atau suci, bulan yang tepat Jawa pada waktu itu.
untuk melakukan renungan, tafakur, dan
Waktu itu, Sultan Agung menginginkan
introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang
persatuan rakyatnya untuk menggempur
Maha Kuasa.
Belanda di Batavia, termasuk ingin
Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat “menyatukan Pulau Jawa.” Oleh karena itu,
Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, dia ingin rakyatnya tidak terbelah, apalagi
lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan disebabkan keyakinan agama. Sultan Agung
tuguran (perenungan diri sambil berdoa). Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok
Bahkan sebagian orang memilih menyepi santri dan abangan. Pada setiap hari Jumat legi,
untuk bersemedi di tempat sakaral seperti dilakukan laporan pemerintahan setempat
puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di sambil dilakukan pengajian yang dilakukan
makam keramat. oleh para penghulu kabupaten, sekaligus
dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam
Ngampel dan Giri. Akibatnya, 1 Muharram (1
Sejarah Suroan Suro Jawa) yang dimulai pada hari Jumat legi
Ritual 1 Suro telah dikenal masyarakat ikut-ikut dikeramatkan pula, bahkan dianggap
Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari
(1613-1645 Masehi). Saat itu masyarakat tersebut di luar kepentingan mengaji, ziarah,
Jawa masih mengikuti sistem penanggalan dan haul.
Tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu. 1 Syura adalah awal tahun Muharam,
Sementara itu umat Islam pada masa Sultan tahun Islam yang telah ditranskulturisasi
Agung menggunakan sistem kalender dengan tradisi ritual Jawa kuno. Karaton
Hijriah. Sebagai upaya memperluas ajaran Mataram menerima dan mengembangkan ide
Islam di tanah Jawa, kemudian Sultan Agung transkulturasi terutama sejak Sultan Agung
memadukan antara tradisi Jawa dan Islam dari Karaton Yogyakarta. 1 Syuro menjadi
dengan menetapkan 1 Muharram sebagai bagian penting dari sebuah siklus kehidupan
tahun baru Jawa. manusia.
Dalam Islam, latar belakang dijadikannya Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai
1 Muharam sebagai awal penanggalan awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan
Islam oleh Khalifah Umar bin Khathab, yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk
seorang khalifah Islam di jaman setelah Nabi melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi
Muhammad wafat. Awal dari afiliasi ini, konon untuk mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa.
untuk memperkenalkan kalender Islam di
Cara yang biasa digunakan masyarakat
kalangan masyarakat Jawa. Maka tahun 931 H
Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan
atau 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada jaman
lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu.
pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri
Kebo Bule Kyai Slamet Keraton Solo ketika diarak sewaktu acara Suroan.
Sumber: https://bagusdikalasenja.wordpress.com
Sumber Bacaan
Nursyam, Tradisi Muharram (Suroan) di Nusantara, Kumpulan opini tahun 2009-2016 di situs pribadi Nursyam.
Endang Saifuddin, Agama dan Kebudayaan, (Bandung: PT. Bina Ilmu Surabaya, 1979)
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi Historis, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998)
P
erjalanan Islam ke berbagai wilayah telah pelengkap rumah gadang, adat. Bangunan ini
melahirkan bentuk bentuk baik cara fungsinya untuk bertemu, berkumpul, rapat
beribadah maupun tempat – tempat suci, serta tempat tidur bagi anak anak lakl-laki
kedatangan Islam yang menjadi perdebatan yang sudah akil baligh dan kaum lakil-laki
soal asal, waktu dan agen ke Indonesia, telah yang sudah udzur. Anak laki-laki yang sudah
melahirkan Islam Indonesia yang sangat akil baligh itu dianggap memalukan jika masih
unik dan berbeda-beda performance-nya. tidur di rumah.
Salah satunya adalah tempat ibadah dan
Istilah surau ini juga dikenal di
tempat pendidikan. Orang Arab atau Timur
Semenanjung Malaya Malaysia. Di sana
Tengah hanya mengenal Masjid sebagai pusat
perbedaan fungsi antara surau dan masjid
peribadatan di mana sholat Jumat dan hari
tidak begitu terang. Ada pembedaan, tetapi
raya diselenggarakan. Di sana tempat untuk
administratie saja, surau besar dan surau kecil.
shalat di tempat publik namanya masjid,
Fungsinya hampir sama dengan masjid di
tidak dikenal turunannya (Badri yatim: 2010).
Indonesia. Yang besar untuk fungsi keagamaan
Adapun di Indonesia kita mengenal, ,rangkang,
yang lebih besar. Tapi bukan untuk pendidikan
langgar, surau, meunasah tajuk, dan lain-lain.
Islam. Adapun yang kecil dipakai belajar agama
yang juga sebagai tempat ibadah publik. Semua
agama yang dasar. Patani (Thailand Selatan)
istilah itu menggambarkan betapa kayanya
pun menggunakan istilah surau sebagai bagian
keragaman Islam lokal di Indonesia.
dari pusat keagamaan.
Mini masjid, karena punya fungsi yang
Sementara di Minangkabau, Tanah Batak,
terbatas dari masjid, terutama tidak digunakan
Sumatera Tengah, Sumatera Selatan pun surau
untuk Sholat Jumat menjelma menjadi bentuk
melegenda. Di Minangkabau, surau dibedakan
langgar. Kata ini banyak digunakan di Jawa,
berdasarkan daya tampung kapasitasnya.
Madura dan Kalimantan. Adapun Surau,
Surau kecil, bisa dipakai 20 murid; surau
lebih dikenal di Minangkabau Sumatra Barat.
sedang, kapasitasnya sampai 80 murid; dan
Sedangkan Istilah Rangkang dan Meunasah
yang besar antara 100 sampai 1000 orang.
lazim digunakan di Aceh.
Fungsi surau kecil itu kira-kira sama
dengan langgar di Jawa atau di Minangkabau.
Arti Kata Surau besar dan sedang yang ada di Malaysia
bisa dikatakan berfungsi seperti pesantren
Istilah surau sendiri sudah muncul
di Indonesia dalam hal penyelenggaraan
sebelum Islam datang ke Indonesia Menurut
pendidikan. Ia bisa menjadi atau berfungsi
AA. Navis fungsi surau pada waktu itu adalah
seperti masjid karena ada khatib, imam, bilal
tempat belajar dan menginap anak-anak laki-
dan lain-lain.
laki yang sudah baligh.
Surau sebenarnya juga berarti bangunan
kebudayaan (semacam balai) bagi masyarakat Surau dalam Lintasan Sejarah
setempat di mana masyarakat berkumpul
Seperti dikatakan di atas, di mana surau
sebelum kedatangan Islam. Tempat itu bagi
sudah dikenal sebelum Islam, seiring dengan
masyarakat adalah milik kaum atau suku,
Sumber Bacaan
Azyumardi Azra, (1985). Surau Di Tengah Krisis: Pesantren Dalam Prespektif Masyarakat. Jakarta: PM3
Azyumardi Azra, (1999). Pemikiran Islam Tradisi dan Modernitas Menuju Milinium Baru. Ciputat: Logos.
Mohammad Kosim, Langgar Sebagai Institusi Pendidikan Keagamaan , Jurnal Tadrîs. Volume 4. Nomor 2. 2009 STAIN
Pamekasan
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah; Pendidikan Islam dalam Kurun Modern Jakarta; LP3ES, 1994
Badri Yatim, Surau dalam Arus Besar Sejarah Indonesia, dalam Indonesia dalam Arus Sejarah Fakta dan Indeks. Jakarta,
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012
Azyumardi Azra, Ensiklopedi Nasional Indonesia (Jakarta; Delta Pamungkas, 1997),
Azyumardi Azra, Surau; Pendidikan Islam Tradsional dalam Transisi dan Modernisasi (Jakarta: Logos, 2003
S
yair merupakan puisi Melayu klasik. dengan rubai Persia. Rubai Persia merupakan
Istilah syair berasal dari bahasa Arab, puisi yang berdiri sendiri, sedangkan pola
yakni syi’r, yang berarti puisi. Berbeda rubai dalam syair Hamzah Fansuri keempat
dengan istilah “syair” dalam bahasa Arab yang larik syair merupakan bagian dari rangkaian
berarti penyair, istilah syair dalam tradisi puisi Melayu yang panjang, yang jumlahnya
kesusastraan Melayu justru berarti karya baitnya bervariasi antara 13 dan 21 bait.
puisi yang dikarang oleh penyair. Dari segi
Dalam perkembangannya, bentuk
kaidah dan konvensinya, syair terdiri atas
syair yang diciptakan oleh Hamzah Fansuri
sejumlah bait; setiap bait terdiri atas empat
mendapat penerimaan yang luas dari kalangan
larik; sedangkan dari jumlah suku kata setiap
penyair Melayu untuk menulis puisi dengan
larik dalam satu bait terdiri atas 9 hingga 12
berbagai kecenderungan tematiknya. Dalam
suku kata. Adapun dari segi jumlah kata, satu
konteks ini, penyebaran syair di dunia Melayu
larik terdiri atas empat kata. Sementara itu,
itu tampaknya dipengaruhi, pertama, oleh
berkaitan dengan pola rima, syair Melayu
kegiatan kaum sufi yang berlangsung intensif
berpola a-a-a-a, b-b-b-b, c-c-c-c, dst.
pada abad ke-16 dan ke-17, dan kedua oleh
Secara historis, syair tumbuh dan kenyaaan bahwa syair memiliki kemiripan
berkembang di dunia Melayu pada abad ke-16; bentuk dengan puisi rakyat Melayu.
dalam hal ini sufi dan penyair besar Melayu,
Perkembangan syair Melayu dan
yakni Hamzah Fansuri, dinilai sebagai pencipta
penerimaannya yang luas di dunia Melayu
genre syair Melayu. Latar belakang intelektual
dengan sendirinya membawa implikasi pada
Hamzah Fansuri yang mengenal dengan baik
perkembangan bentuk persajakan syair Melayu
tradisi intelektual Arab dan Persia serta akar
jika diukur dengan bentuk persajakannya pada
etimologis kata “syair” yang berasal dari Arab
tahap awal kemunculannya. Tahap awal, atau
menimbulkan beragam hipotesis mengenai
tahap Hamzah Fansuri, berlangsung dari
sumber kesastraan yang menjadi dasar
akhir abad ke-16 hingga paruh pertama abad
penciptaan syair Melayu; sebagian pendapat
ke-17, sedangkan tahap kedua, tahap pasca-
melihat bahwa puisi Persia, yakni Rub’i,
Hamzah Fansuri, berlangsung dari akhir abad
menjadi prototipe syair Melayu; sebagian
ke-17 hingga abad ke-19. Perbedaan bentuk
pendapat melihat puisi Arab-lah yang menjadi
persajakan syair tersebut dapat dilihat dari
prototipenya; dan sebagian berpendapat
tingkat isosilabisme dalam larik, jenis rima
bahwa puisi lisan Melayu, yang dikenal dengan
yang ada, dan kekhasan rima yang sering
sebagai “nyanyi”, merupakan prototipe syair
digunakan dalam syair. Pada tahap pasca-
Melayu.
Hamzah Fansuri, umumnya kecenderungan
Meskipun sebagai pencipta syair Hamzah isosilabisme lebih mencolok daripada tahap
Fansuri menyebut puisinya sebagai rubai, Hamzah Fabsuri karena pertimbangan
tetapi pola rubai yang digunakan oleh Hamzah kesadaran estetik yang didasarkan atas
Fansuri dalam syair karangannya tidak sama kesamaan jumlah suku kata. Selain itu, pada
Daftar Bacaan
A Teeuw, Indonesia antara Kelisanan dan Keberakasaraan. 1994,
Braginsky, Yang Indah, Berfaedah, dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad 7-9, 1988, hlm. 226-231.
A. Teeuw, hlm. 55; Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusatraan Melayu Klasik, 2011, hlm. 564
Karel A. Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat, 1988, hlm. 141; Muzakka, Singir sebagai Karya Sastra Jawa,
2002, Pusat Rujukan Persuratan Melayu, link online di http://prpm.dbp.gov.my/Search.aspx?k=perenjis
Suwira Putra, Makna Upacara Tepuk Tepung Tawar pada Pernikahan Adat Melayu Riau di Desa Pematang Sikek, Kecamatan
Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, e-journal Jurusan Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu
Komunikasi, FISIPOL, Universitas Riau, 2014,
Ria Mustika, Analisis Tepuk Tepung Tawar pada Prosesi Pernikahab Adat Melayu Desa Dendun, Kabupaten Bintan, artikel
e-journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung
Pinang, 2013,
Tenas Effendy, Pemakaian Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu, hlm. 15-16, http://malaycivilization.ukm.
my/idc/groups/portal_tenas/documents/ukmpd/tenas_42867.pdf
Akmal, Kebudayaan Melayu Riau (Pantun, Syair, Gurindam), Jurnal Risalah, Vol. 26, No. 4, Desember 2015:
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen; sinkritisme, Simbolisme dan Sufisme Dalam Budaya Spiritual Jawa (Jogjakarta, Narasi,
2006)
http/www.insklopedia.com/Pemkab Klaten
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, 1984, hlm. 411
T
masih dengan pakaian resmi keraton. Sekembali
radisi Syawalan, atau lebih dikenal oleh
darirziarah, kerumunan orang berusaha
masyarakat sebagai lebaran ketupat
menjabat tangan mereka. Sultan Kanoman
(Bakdo Kupat), yang digelar tujuh hari
dan keluarganya, khususnya, mengadakan
setelah Idul Fitri pada setiap tahua, merupakan
slametan yang dihadiri oleh penjaga Astana.
salah satu tradisi yang masih bertahan dan
Kegiatan tahunan ini biasanya dihadiri
berlangsung semarak di berbagai daeraa
sekitar 150.000 orang yang datang dan pergi
di Indonesia. Istilah syawalan umumnya
dari pemakaman, alun-alun, masjid, Makam
merujuk pada sebuah tradisi silaturahmi
Gunung Jati, ataupun di jalan. Mayoritas
antar-masyarakat Islam sebagai kelanjutan
masyarakat yang mengikuti acara Syawalan
darn idul fitri. Bila silaturahmi di hari idul fitri
ini, selain melakukan ziarah dan berdoa,
hanya terbatas di lingkungan keluargg, maka
lebih menyukai untuk memanfaatkannya
silaturahmi di lebaran syawalan (atau lebaran
dengan berekreasi menikmati kebersamaan
ketupat) bisa sampai antar-daerah.
dan melihat panorama pantai yang indah
Dalam tradisi Syawalan ini hubungan dari puncak Gunung Jati. Kehadiran Sultan
antara agama dan budaya sangat tampak di acara Syawalan memang menarik perhatian
jelas. Syawalan yang pada mulanya ditujukan masyarakat untuk turut mengikuti acara ini.
sebagai media silaturahmi ini pada gilirannya Akan tetapi yang lebih penting adalah dua
memiliki cakupan makna yang lebih luasg di lawang pungkur (pintu belakang) di sayap kiri
antaranya adalah mewujudkan kerukunan dan kanan yang menuju komplek makam
umat manusia. Tradisi ini terjadi di berbagai Ka atau Nyi Gede. Kedua lawang ini dibuka,
daerah di Nusantara dengan sebutan sehingga masyarakat bisa naik dan turun
bermacam-macam; Syawalan, Kupatan, Bakda di sekitar komplek pemakaman di Gunung
Ketupat, dan lain sebagainya. semuanya Sembung dari satu lawang pungkur di sayap
memiliki kesamaan, yaitu perayaan umat timur ke pintu lainnya di sayap barat. Oleh
Islam di hari ketujuh setelah idul fitri dengan karena itu, masyarakat yang datang ke
berbagai macam bentuknya. Astana Gunung Jati di hara Syawalan ini juga
Di Cirebon, misalnya, tradisi syawalan bertujuan untuk melakukan ziarah di tiga
ini juga merupakan bagian dari kegiatan makam: makam Sunan Gunung Jati, Ki/Nyi
yang dilakukan oleh keraton yang melibatkan Gede di Gunung Sembuung, dan kemudian
masyarakat dalam perayaannya. Tradisi menyeberang ke jalan utama yang mendaki
Syawalan di Cirebon dilaksanakan pada ke pegunungan Jati, menuju makam Syaikh
hari kedelapan di bulan Syawwal dengan Datuk Kahfi, guru Sunan Gunung Jati yang
mengunjungi astana gunung jati (Makam Sunan dikenal sebagai juru dakwah Islam pertama di
Gunung Jati) untuk melakukan ziarah. Pada Cirebon. (Muhaimin AG, )
hari Syawalan ini, makam Sunan Gunung Jati Tidak jauh berbeda dengan tradisi
dibuka untuk memberi jalan bagi tiga Sultan Syawalan di Cirebon, perayaan Syawalan di
dari Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan daerah Kendal Jawa Tengah juga dilakukan
beserta keluarga untuk melakukan ziarah oleh masyarakat setempat dengan melakukan
ke makam Sunan Gunung Jati. Ziarah ini ziarah ke makam Kyai Guru Asy’ari, desa
dilakukan setelah menghadiri upacara di Protomulyo, Kaliwungu. Di bukit Kuntul
Sumber Bacaan
Muhaimin AG, Islam dalam Bingkai Budaya Lokal
Ensiklopedia NU
http://www.beritaindonesia.co.id/budaya/memaknai-tradisi-syawalan
http://ramadan.okezone.com/read/2011/09/04/335/498597/lomba-pacu-sampan-antar-suku-tradisi-syawalan
http://berita.liputan6.com/read/245566/posting_komentar
regional.kompas.com/read/2011/09/07/10160615/Warga.Antusias.Ikuti.Syawalan.Sapi
K
egiatan untuk melakukan penjelasan, kontradiksi ini tidak lazim digunakan dalam
klarifikasi atas berita untuk kebenaran konteks kehidupan manusia, termasuk di
suatu peristiwa atau pemikiran. Indonesia.
Biasanya, istilah ini digunakan ketika berita
Kata lain tabayun dalam bahasa Arab,
yang disampaikan bernada fitnah, hasutan,
dengan huruf ya bertasydid, tabayyun berarti
atau sesuatu yang diragukan kebenarannya
penjelasan, klarifikasi. Kata tabayun terakhir
atau kurang jelas apa yang dimaksudkannya,
inilah yang sering digunakan dalam peristiwa-
bahkan berita palsu. Dalam konteks Indonesia
peristiwa di Indonesia, termasuk yang akhir-
saat ini, istilah tabayun lebih dikenal lagi
akhir ini didengungkan oleh semua orang
karena terkait dengan pemberitaan melalui
Islam di Indonesa, termasuk Ketua Umum
media sosial, terutama WA, Facebook, twitter,
PBNU, KH. Said Aqil Siradj tentang berita
dan semacamnya yang sering disebut dengan
palsu, fitnah, hoax, dan provokasi melalui
berita sampah, berita tidak jelas asal usulnya
media massa.
atau hoax. Perselisihan dan perbedaan
pendapat oleh beberapa tokoh publik atau Oleh karena itu, orang Islam harus
masyarakat awam dengan sesamanya, metode kembali pada ajaran yang termaktub dalam Al-
tabayun dapat digunakan untuk melerai atau Qur’an surah al-Hujurat: 6;
َ َ َ َ ْ ُ ُ َ َ َّ �َﺎ َﻛ ُّﻓ َﻬﺎ
ﺎﺳ ٌﻖ ﺑِﻨﺒَﺄ ٍ ﻓﺘَﺒَ ّ�َﻨُﻮا أن َ
sebagai solusinya, supaya terdapat titik temu
di antara mereka. Padahal secara historis, ِ ا��� آﻣﻨﻮا ِإن ﺟﺎءﻛﻢ ﻓ ِ
َﺒﻟ َﻣﺎ َﻓ َﻌﻠْﺘُ ْﻢ ﻧَﺎدﻣﻦﻴ ََ ُ ْ َُ َ ََ ً َْ ُ ُ
ﺗ ِﺼ�ﺒﻮا ﻗﻮﻣﺎ ِﺠﺑﻬﺎﻟ ٍﺔ ﻓﺘﺼ ِﺒﺤﻮا
tabayun juga sudah pernah digunakan dalam ِِ
Al-Quran.
“Wahai orang-orang yang
beriman; jika seseorang
Tabayun dalam Kamus dan yang fasik datang kepadamu
Al-Qur’an membawa suatu berita, maka
telitilah kebenarannya, agar
Tabayun, demikian asal
kamu tidak mencelakakan
kata dari bahasa Arabnya,
suatu kaum karena kebodohan
dengan huruf ba berharakat
(kecerobohan), yang akhirnya
panjang. Dalam kamus bahasa
kamu menyesali perbuatanmu
Arab-Indonesia, Al-Munawwir
itu”.
dan kamus Arab-Inggris, A
Dictionary of Modern Written Kata fatabayyanu
Arabic, kata tabayun diartikan menjadi istilah penting,
perbedaan (difference), yaitu tabayun, dalam hal
berlawanan, kontradiksi, penerimaan suatu berita bagi
unlikeness, dissimalirity, orang yang beriman. Ayat ini
disparity. Penggunaan jelas menyebutkan, wahai
kata tabayun dengan arti perbedaan atau orang yang beriman dan agar kamu tidak
Sumber Bacaan
Abdurrahman Wahid, Tabayun Gus Dur: Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, dan Reformasi Kultural, Yogyakarta: LKiS, 2012
B
anyak orang meyakini bahwa istilah mereka, seraya meratap menyebut Ali! Ali!
tabut di daerah Pariaman Sumatera Husain! Husain!
Barat disebut dengan tabuik, sementara
Ketika perayaan berlangsung, sekumpulan
di daerah Bengkulu disebut dengan tabot,
anak laki-laki dan terkadang juga perempuan,
berasal dari kata bahasa Arab ﺗﺎﺑﻮﺕyang secara
menggeluyur di jalanan, meniupkan bunyi
literal sebagaimana dijelaskan di dalam Kamus
ledakan di dalam bambu yang berlobang,
Lisan al-Arab berarti menyerupai kotak (peti:
yang lain didahului oleh pemain drum
trunk atau peti kayu: crate) tempat menyimpan
dan disiapkan secara fantastis, meminta
barang, dengan kata lain bahwa barang
sumbangan dari penjaga dan pemilik toko.
tersebut tertulis dan ditempatkan di dalam
Pada hari berikutnya, bentuk prosesi menjadi
kotak tersebut.
baru secara umum di waktu pagi. Antusiasme
Namun sumber lain menyebutkan bahwa di waktu malam menguap di bawah sinar
ia berasal dari ritual kesedihan atau duka cita matahari. Tabut kemudian dibawa ke tepi laut
mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad atau pinggiran sungai kemudian dilemparkan
SAW di Karbala, Husain. Beberapa hari sebelum ke air.
perayaan dimulai, para tukang kayu sibuk
Memang istilah tabut ini muncul di dalam
membangun kuburan tiruan dari bambu, yang
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 248 yang
nantinya ditutupi dengan kertas perak (tinsel)
artinya:
dan warna-warni, Di India utara ini disebut
dengan ta’ziyah, sementara di India barat “Dan Nabi mereka mengatakan kepada
ini disebut dengan tabut. Ini dimaksudkan mereka: Sesungguhnya tanda ia akan menjadi
sebagai gambaran dari kuburan para syuhada. raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di
Kemudian sebuah kain surban halus dan baju dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu
baja mahal diletakkan di belakang untuk dan sisa dari peninggalan keluarga Musa
mewakili kebesaran dan kemuliaan Husain dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh
yang dibunuh di tanah penuh darah, Karbala. Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang
Sebuah bangunan untuk perayaan selama
yang beriman.”
sepuluh hari (Asyura Khana) didirikan. Setiap
malam selama perayaan, khalayak ramai Menurut tafsir Ibnu Katsir dengan
berkumpul dalam majelis atau pertemuan mengutip berbagai sumber, makna “sisa dari
duka cita, di mana sebuah kelompok musik peninggalan keluarga Musa dan keluarga
menyanyikan Marsiya, puisi penghormatan Harun” itu adalah tongkat Nabi Musa dan
untuk Husain. Seorang pemimpin kemudian tongkat Nabi Harun, juga jubah Nabi Musa
membacakan dengan gaya yang syahdu cerita dan Nabi Harun serta serta potongan papan
kematian Husain yang tragis dan menyedihkan, yang memuat Taurat.
sementara para hadirin menggoncangkan Lain halnya di dalam tradisi Syiah
tubuh mereka dan memukul-mukulkan dada seperti yang diceritakan di atas, tabut erat
Tabut yang digunakan dalam tradisi ini Fase kedua berupa pengambilan tanah
berjumlah dua: yaitu tabuik pasa dengan pusat di sungai yang dilakukan pada tanggal 1
aktivitasnya di Kampung Perak, Pasir, dan Muharram setelah shalat Ashar sebagai simbol
pasar Pariaman (nagari Pasar Pariaman), dan kelahiran dan kesyahidan Husain, juga sebagai
tabuik subarang dengan pusat aktivitasnya di simbol pengambilan jenazah Husain yang
Kampung Pondok, Kampung Jawa, Kampung tertinggal di Karbela.
Cina, dan Jawi-Jawi (nagari Lima Koto Air Fase ketiga berupa pengambilan batang
Pampan). Kedua tabut ini menggambarkan pisang yang dilakukan pada tanggal 5
dua kelompok yang sedang berseteru, yang
dianalogikan dengan pasukan Husain dan
pasukan Yazid yang sedang berperang di
Karbala.
Prosesi dilaksanakan selama 10 hari,
dimana 5 hari merupakan kegiatan inti,
sedangkan hari-hari lain merupakan kegiatan
pembuatan tabut. Sebelum hari pelaksanaan,
para panitia dan masyarakat setempat sudah
menyiapkan peralatan atau perlengkapan
yang diperlukan untuk berjalannya tradisi ini
berupa pembuatan bangunan tabut berbentuk
menara dengan tinggi yang beragam, namun
antara 6 sampai 15 meter. Bagian kerangkanya
terbuat dari bambu, kayu, rotan, kain, dan
kertas warna warni. Kerangka bangunan tabut
itu sebenarnya terdiri atas dua bagian yaitu
Hari terakhir upacara, tabuik dibuang ke laut
bagian atas dan bagian bawah. (sumber Asril, 2013: 314)
lapangan Merdeka Bengkulu (lapangan Tugu arakan ini disebut dengan arak gedang (pawai
Provinsi) dan selesai kembali di lapangan Tugu akbar). Di lapangan Merdeka, tabot-tabot itu
Peovinsi. Pelaku upacara adalah anak-anak dan dibariskan seperti bershaf, sehingga disebut
remaja; (6) Arak serban: dilakukan pada tanggal pula dengan tabot besanding (tabot bersanding).
09 Muharam pada malam hari dari pukul 19.00- Upacara dimulai pada pukul 19.00-21.00.
21.00. Arak serban berupa prosesi membawa Selama upacara tabot besanding berbagai
serban (sorban) putih yang diletakkan pada hiburan dan kesenian rakyat ditampilkan
tabot coki (tabot kecil), dilengkapi dengan untuk menghibur para pengunjung; (9) Tabot
bendera atau panji-panji berwarna putih, h tebuang: upacara tabot tebuang dimulai dari
au atau biru yang bertuliskan “Hasan dan lapangan Merdeka, sekitar pukul 11.00 arak-
Husen” dengan kaligrafi Arab; (7) Gam: yaitu arakan tabot menuju Padang Jati dan berakhir
masa tenang yang ditentukan tidak boleh di kompleks pemakaman umum, Karabela.
ada kegiatan apapun yang berkaitan dengan Di lokasi ini dimakamkan Imam Senggolo,
tabot. Gam dimulai dari pukul 07.00-16.00; pelopor upacara tabot. Upacara tabot tebuang
(8) Arak gedang: yaitu prosesi kelompok tabot dipimpin oleh dukun tabot dan dipandang
yang dimulai dari markas masing-masing bernilai magis.Selesai ritual tabot tebuang,
menuju lapangan Merdeka. Menyatunya tabot-tabot itu dibuang di sekitar makam”.
kelompokkelompok tabot dalam satu arak- [ Ismail Yahya]
Sumber Bacaan
Ibnu al-Manzur, Lisan al-‘Arab.
Lucia C. G. Grieve, The Muharram in Western India, hlm. http://opensiuc.lib.siu.edu/ocj/vol1910/iss8/3/
Tafsir ibnu Katsir,
Asril, Perayaan Tabuik dan Tabot: Jejak Ritual Keagamaan Islam Syi’ah di Pesisir Barat Sumatra, Jurnal Panggung,
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M), Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung,
2013, http://simlitmas.isbi.ac.id/e-jurnal/index.php/panggung/article/view/144/144
Endang Rochmiatun, Tradisi Tabot pada Bulan Muharram di Bengkulu: Paradigma Dekonstruksi, 3024, hlm. 49. Lihat
link:
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/download/131/116.
Maezan Kahlil, Tradisi Tabuik di Kota Pariaman, JOM FISIP Vol. 2, No.2 Oktober 2015
Asril, Dinamika Kebelangsungan Tabuik Pariaman, http://journal.isi-padangpanjang.ac.id
Lidya Lestari, Peranan Pemerintah dan Masyarakat Mempertahankan Perayaan Tradisi 10 Muharram di Pariaman 1992-
2013, Skripsi, Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2014
K
egiatan membaca Al-Qur’an, terutama Ngaji dan Nderes Al-Qur’an
pada bulan Ramadhan, baik secara
Ada sedikit perbedaan antara mengaji
perorangan maupun secara bersama-
atau ngaji Al-Qur’an dan nderes atau tadarus
sama. Tiada hari dalam bulan Ramadlan tanpa
Al-Qur’an. Ngaji Al-Qur’an itu berarti sedang
melakukan tadarus. Bagi para santri di pondok
belajar membaca Al-Qur’an dengan seorang
pesantren, orang Islam lelaki dan perempuan
guru khusus Al-Qur’an. Karena belajar Al-
baik di rumah atau tempat lainnya untuk
Qur’an, maka kita harus mengetahui nama
selalu tadarus al-Qur’an. Istilah tadarus sering
huruf hijaiyahnya, hukum membaca huruf
disebut juga nderes (bahasa Jawa) Al-Qur’an.
satu dengan huruf lainnya, baik hukum bacaan
Maksud dari tadarus yang nderes ini adalah
tanwin, tasydid, nun/mim mati, termasuk
untuk melancarkan bacaan dan menjaga
panjang pendeknya huruf dalam kata Al-
hafalan Al-Qur’an-nya. Waktunya juga tidak
Qur’an. Pembelajaran semacam itu disebut
harus nunggu bulan Ramadlan, tetapi setiap
dengan ngaji tajwid.
hari dan waktu-waktu khusus.
Berbeda lagi dengan nderes atau tadarus
Al-Qur’an, karena untuk dapat tadarus,
Arti dan Konteks Tadarus orang harus sudah dapat membaca Al-Qur’an
terlebih dahulu. Praktik tadarus terbagi dalam
Tadarus berasal dari bahasa Arab, tadarasa
beberapa kategori, yaitu personal-one man
dengan huruf dal berharakat fathah dibaca
show dan kolektif-subtitutif. Dalam kategori
panjang, yang berarti mempelajari bersama.
personal, biasanya dari segi bacaan tajwid
Hal itu sesuai dengan definisi tadarus
dan kelancaran membacanya sudah tidak
pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu
diragukan lagi. Dia sudah dapat mengajarkan
pembacaan Al-Qur’an secara bersama-sama
ke yang lainnya. Adapun kategori kolektif-
(pada bulan puasa).
subtitutif, yaitu tadarus yang dilakukan secara
Bagi orang Islam, membaca Al-Qur’an bersama-sama, saling bergantian bacaannya
adalah suatu “kewajiban”. Sebab, tanpa sesuai dengan kesepakatan, misalnya satu
membaca Al-Qur’an rasanya sulit sekali untuk kaca (lembaran) untuk setiap pembaca Al-
dapat menjalankan ibadah, terutama ibadah Qur’annya. Kategori kedua inilah yang sering
shalat sehari lima waktu. Dalam setiap shalat, dilakukan pada saat bulan Ramadlan di
setiap rakaat harus membaca Surah atau ayat- mushalla, masjid, majlis taklim atau pondok
ayat tertentu dari Al-Qur’an. Apabila umat pesantren. Makna tadarus yang sesungguhnya
Islam tidak dapat membaca Al-Qur’an dan itu kategori kedua tersebut.
menghafalkannya, maka sungguh sulit untuk
dapat mendirikan shalat setiap waktu. Tadarus
adalah salah satu cara untuk dapat menghafal ODOJ: Pola Baru Tadarus
ayat-ayat Al-Qur’an. Jika orang membaca
One day one juz (odoj) adalah fenomena
Al-Qur’annya terus-menerus, maka dengan
baru di kalangan umat Islam menengah dan
sendirinya orang akan hafal sendiri.
di kota sebagian umat Islam Indonesia. ODOJ
T
atau tempat ibadah lainnya seperti mushalla
ahlil secara istilah berasal dari suku
ataupun langgar. Ia juga dikerjakan oleh
kata dalam bahasa Arab yang bermakna
seseorang yang melakukan ziarah kubur, atau
membaca kalimat La ilaha illa Allah.
dalam upacara selametan yang diadakan di
Sedangkan dalam konteks masyarakat Islam
rumah-rumah duka atau dalam rangka haul.
Indonesia tahlil bukan hanya pembacaan
kalimat la ilaha illa Allah saja, melainkan Tahlil adalah salah satu ritual yang tidak
sebuah amalan yang mengandung bacaan baik asing bagi kelompok Islam tradisional yang
ayat-ayat al-Quran (seperti surat al-ikhlas, berada di lingkungan pedesaan. Meskipun
surat yasin, dll), kalimat la ilaha illa Allah atau demikian, bukan berarti masyarakat kota dan
tahlil, kalimat alhamdu lillah atau tahmid, modern tidak mengamalkan tahlil. Sebab,
kalimat subahana Allah wabihamdihi atau di kota-kota besar juga tidak sulit untuk
tasbih, astaghfirullahal Adzim atau istighfar, menemukan acara tahlilan sebagaimana
maupun dzikir-dzikir lainnya. di kampung-kampung. Salah satu yang
membedakan tahlil di kampung dan kota
Membaca tahlil, membaca surat Yasin,
mungkin adalah dalam proses mengundang
terutama ditujukan kepada orang tua atau
ke acara tahlilannya di mana acara tahlil di
sanak kerabat dan jamaah Islam yang sudah
kampung terlihat sangat guyub antar tetangga
meninggal adalah tindakan terpuji. Anak salih
satu dengan yang lainnya. Hal ini sulit
yang mau mendoakan kepada orang tuanya
ditemukan di daerah-daerah kota.
yang telah meninggal adalah idaman bagi
orang Islam. (Nur Syam, 250) Ditilik secara kebahasaan, kata tahlil
memiliki dua arti, yakni “pengucapan la
Meskipun ritual tersebut tidak hanya
ilaha illallah” dan “ekspresi kesenangan” atau
pembacaan tahlil (kalimat la ilaha illa Allah)
“ekspresi keriangan”. Umat Islam Indonesia
saja melainkan juga terdapat ragam bacaan
memaknai tahlil pada definisi pertama.
lainnya, namun ritual ini dinamakan tahlil.
Kegiatan tahlil yang meliputi pembacaan
Hal ini karena melihat bahwa bacaan tahlil-
yasin, ayat kursi, lantunan tasbih, tahmid dan
lah yang paling banyak dibaca. Sebagaimana
istighfar memiliki keterikatan dengan struktur
tasbih dalam penamaan sebuah shalat sunnat,
sosial khususnya masyarakat pedesaan. Tahlil
dinamakan tasbih karena dalam salat tersebut
bagi masyarakat pedesaan memilliki makna
yang paling banyak adalah bacaan tasbih.
religious dan makna sosial pedesaan.
Selain itu, penamaan ini juga didasari bahwa
kalimat tahlil merupakan zikir yang paling
utama. (Madchan Anies, Tahlil dan Kenduri,
Dzikir Kematian
Pustaka Pesantren, 2009: 2-3)
Ritual tahlil biasanya dilakukan pada hari-
Pembacaan tahlil dilakukan oleh
hari tertentu setelah kematian anggota keluarga
masyarakat Islam di Indonesia tidak hanya
di masyarakat. Bagi masyarakat di Jawa Timur,
sebagai amalan yang dilakukan secara
misalnya, ritual tahlilan ada yang dilakukan
individual, melainkan juga sebuah amalan
sejak hari pertama wafatnya anggota keluarga
yang dikerjakan secara berjamaah. Amalan
Sumber Bacaan
Madchan Anies, Tahlil dan Keduri, YogyakartaPustaka Pesantren, 2009
Nur Syam, Islam Pesisir, Jogjakarta: LKi,
A.Khoriul Anam, dkk, Ensiklopedia N, Jakarta : PBNU, 20
L
antunan takbir pada malam lebaran halaman makin menggebu. Seruan untuk
dengan nada dan irama khasnya terasa mengagungkan kebesaran Allah SWT pada
mendayu meluluhkan kalbu. Diselingi malam Idul Fitri dan Idul Adha dijalankan
tabuhan beduk yang menderu, suara takbir dengan menyemarakkan malam takbiran.
bergema, bersahutan dari berbagai masjid Tak cukup di masjid dan mushalla, semarak
dan mushalla di bebagai sudut desa dan takbiran juga digelar dengan cara takbir
kota. Berbagai kanal televisi pun diramaikan keliling.
beragam acara takbiran.
Takbir keliling adalah seremoni
Hati bergetar, bercampur suka cita dan mengumandangkan takbir secara kolektif
kesedihan. Gembira lantaran Idul Fitri segera pada malam lebaran, dengan cara berkeliling
tiba esok hari. Silaturahim dengan kerabat desa atau kota, menyusuri jalanan utama dan
dan tetangga dalam suasana gembira ria pinggiran. Ada yang berjalan kaki sembari
langsung terbayang. Namun terlntas pula menenteng obor. Ada pula yang mengendarai
perasaan sedih karena kesyahduan Ramadhan kendaraan bermotor. Takbir keliling adalah
jadi terasa singkat dan cepat berlalu, sembari pengembangan kreasi malam takbiran. Tidak
penuh harap, bisa jumpa kembali Ramadhan sekedar berdiam di masjid atau mushalla,
tahun depan. tetapi dengan bergerak di luar, berkililing,
sehingga syiarnya lebih bergema.
Bunyi lafaz takbiran adalah:
Takbiran dilakukan baik pada malam
اﷲ أﻛﺮﺒ اﷲ أﻛﺮﺒ اﷲ أﻛﺮﺒ ﻻ ﻪﻟ إﻻ اﷲ اﷲ أﻛﺮﺒ اﷲ Idul Fitri maupun Idul Adha. Tapi takbir
keliling sedikit sekali terjadi pada malam
أﻛﺮﺒ وﷲ اﺤﻟﻤﺪ
Idul Adha, lebih marak diselenggarakan pada
“Allah Maha besar, Allah Maha Besar, Allah Maha malam Idul Fitri. Masyarakat dengan suka
Besar, tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Allah cita berbondong-bondong mengikuti takbir
Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji keliling. Takbir keliling biasanya dimulai
hanya milik Allah.” setelah shalat isya atau sekitar pukul 20.00
Pengulangan lafadz takbir dalam takbiran, waktu setempat.
ada yang tiga kali. Ada pula yang hanya dua Takbir keliling dapat mempererat tali
kali. Kalangan Nahdliyin menggunakan tiga persaudaraan antar anggota masyarakat. Pada
kali dengan mengacu Imam Syafi’i. Sementara mulanya, takbir keliling dilaksanakan dengan
elemen Islam yang lain, baik yang bermadzhab cara sederhana. Warga bertakbir keliling
maupun tidak, biasanya hanya dua kali desa dengan hanya membawa obor, alagt
mengulang takbir. Selain pengulangan, tidak penerangan yang terbuat dari bambu. Bahan
ada perbedaan. bakarnya dari minyak tanah yang dimasukkan
Mereka yang jauh dari keluarga, sedang dalam lobang bambu. Sumbunya berupa sabut
di perantauan, tengah studi atau bekerja di kulit kepala atau kain dari pakaian bekas.
luar negeri, takbiran pada malam lebaran Obor menjadi salah satu ciri khas
membuat rindu pada keluarga dan kampung takbiran keliling. Obor digunakan sebagai
J
alan atau cara untuk mendekatkan diri pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh
kepada Allah Swt. (taqarrub ila allah) seorang mursyid kepada muridnya. Tarekat
berdasarkan ajaran dari para guru disebut juga dengan ordo sufi, karena menjadi
(mursyid). Jalan ini adalah perwujudan dari bagian penting dari ajaran-ajaran para guru
ajaran tasawuf (sufisme) dalam Islam sesuai tasawuf.
dengan pemahamaa atas Al-Qur’an dan As-
Dalam kitab Kifayah al-Azkiya’, tarekat
Sunnah. Di Indonesia, sejak pertama kali
adalah memilih perilaku yang lebih berhati-
Islam berkembang di Nusantara, tarekat telah
hati, seperti wira’i, ‘azimah (memilih hukum
menjadi salah satu cara untuk berdakwah.
yang utama, bukan yang gampang), dan riyadlah
Jumlah tarekat yang berkembang di Nusantara
untuk menghindari kemewahan duniawi.
sangat brragam dan sebagian memahaminya
Selanjutnya, tarekat juga kebergantungan
dengan pendekatan aspek lokalitas. Para
pelaku suluk pada keadaan yang berat, seperti
tokoh sufi di Nusantara selalu tidak tunggal
riyadlah yaitu meminimalisir nafsu dengan
jenis tarekat yang diikutinya. Tidak jarang,
cara makan dan minum sedikit saja serta
bagi seorang mursyid mempunyai lebih dari
menjauhi hal-hal yang mubah yang tidak
satu tarekat, misalnya Abdurrauf As-Sinkili
bermanfaat. Adapun dalam Tanwir al-Qulub,
menjadi mursyid tarekat Syatariyah, tapi juga
tarekat adalah menjauhi hal-hal yang haram,
tarekat Qadiriyah, dan yang lainnya. Pada
yang makruh, dan hal-hal yang mubah yang
masa Indonesia kontemporer, tarekat-tarekat
tidak berguna, serta melaksanakan hal-hal
tersebut diseleksi oleh Nahdlatul Ulama
yang wajib, dan sekuat tenaga melaksanakan
(NU) sebagai representasi ulama tarekat di
hal-hal yang sunat, di bawah asuhan seorang
Nusantara. Bagi tarekat yang terseleksi maka
mursyid yang arif yang maqamnya tinggi.
disebut tarekat muktabarah an-nahdliyyah.
Konteks Tarekat
Asal Kata Tarekat
Tarekat berasal dari suatu ajaran tasawuf
Tarekat berasal dari kata bahasa Arab,
atau sufisme Islam tertentu. Tasawuf adalah
tariqah. Secara etimologis kata ini mempunyai
falsafah hidup dan metode tertentu dalam suluk
beberapa arti, yaitu jalan, cara (kaifiyyah),
yang dilakukan manusia untuk merealisasikan
metode, sistem (uslub), mazhab, aliran,
kesempurnaan akhlak, pemahaman tentang
dan keadaan (halah). Secara istilah dalam
hakekatnya, dan kebahagiaan ruhaninya.
tasawuf, tarekat juga mempunyai beberapa
Menurut Syekh Ibn Ajiba (1809), sufisme
definisi sesuai pendapat para tokohnya.
adalah pengetahuan yang dipelajari
Menurut Syaikh Ahmad al-Kamsyakhnawi
seseorang agar dapat berlaku sesuai dengan
an-Naqsyabandi dalam Jami’ al-Ushul, tarekat
kehendak Allah melalui penjernihan hati
adalah cara tertentu yang dilakukan para
dan membuatnya riang terhadap perbuatan-
pelaku suluk menuju kepada Allah Swt.,
perbuatan yang baik (Haeri, 2000: 4). Tasawuf
dengan menempuh beberapa pos dan maqam
selaras dengan sufisme, nama lain dari mistik
(tingkatan). Adapun secara umum tarekat
Islam (Schimmel, 2009: 1).
dipahami untuk menyebut suatu bimbingan
Sumber Bacaan
Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, penterj. Farid Wajdi. Jogjakarta: Gading, 2012
‘Isa, ‘Abd al-Qadir. Haqa’iq ‘an at-Tasawwuf. Suriah: Dar al-‘Irfan, 2001.
Masyhuri, Aziz. Enskiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, Surabaya: Imtiyaz, 2011.
Mulyati, Sri (et.al.), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004
Said, H.A. Fuad. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Jakarta: Alhusn Zikra, 1999.
Schimmel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam. Penterj. Sapardi Djoko Damono, dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009.
Shihab, Alwi. al-Tasawwuf al-Islami wa Asaruhu fi al-Tasawwuf al-Indunisi al-Mu’asir. Diterjemahkan Idy Subandi Ibrahim
dan Tholib Anis. Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di Indonesia. Depok, Iman, 2009.
Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu Studi Terhadap Wirid Hidayat Jati. Jakarta: UIP, 1988.
Al-Taftazani, Abu al-Wafa, Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islami. Kairo: Dar as-Saqafah, 1983.
______. Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf. Penterj. Ahmad Rafi’ Utsman. Bandung: Pustaka,
1985.
T
arhim ialah bacaan yang karya Syaikh Mahmud Khalil al-Khusshariy
dikumandangkan dari masjid yang berisi puji-pujian kepada Rasulullah
atau mushala dengan maksud Muhammad saw. Shalawat tarhim sering di
membangunkan kaum muslimin untuk kumandangkan sepuluh menit menjelang
persiapan shalat Subuh. Lebih dari itu, tarhim subuh, setelah imyak atau kadang juga
juga membantu membangunkan mereka yang berkumandang menjelang azan shalat lima
ingin menjalankan shalat tahajud, karena waktu. Tidak hanya di masjid tapi juga di radio-
shalat ini dapat dikerjakan pada saat itu. radio, terlebih pada bulan Ramadhan.
Tarhim banyak didengar terutama saat bulan
Shalawat tarhimnya Syaikh Mahmud
suci Ramahan. Bacaan yang dikumandangkan
Khalil al-Khusshariy disebut dalam dua versi,
umumnya bervariasi, ada yang berisi seruan
memakai huruf ( ﺡtarhim) dan memakai
agar kaum muslimin bangun dan siap
huruf ( ﺥtarkhim). Hal ini dapat dimaklumi,
melakukan shalat shubuh, ada juga yang
karena sebagian orang terutama orang Jawa
mengingatkan pentingnya shalat tahajjud, ada
biasa mentransliterasikan huruf ﺡmenjadi
juga mengucapkan sahur... sahur… dan lain-
“kh”. Namun, Kyai Mathari Mansur juga
lain.
membenarkan variasi penulisan “tarkhim”
Tarhim dikenal juga sebagai pembacaan sebagai transliterasi dari ﺗﺮﺧﻴﻢyang mengacu
syair yang berisi pengagungan kepada Allah pada lantunan zikir yang sama. Menurut
SWt dan doa atas nikmat yang diberikan lalu beliau, tarkhim dengan huruf ﺥmemiliki
bersyukur. Usai pembacaan tarhim biasanya makna mengagungkan Allah Swt.
masyarakat melaksanakan shalat tahajud
Kaum muslimin yang pada
hingga menjelang waktu subuh. Tujuan
memilikirkewajiban untuk mandi besar
lain dari tarhim adalah menyerukan kaum
atau rutin mandi sunnah sebelum subuh
muslimin agar mengisi sepertiga malam
diuntungkan dengan adanya tarhim, begitu
terakhir yang banyak keutamaan di dalamnya
pula bagi mereka yang berniat puasa sunnah
seperti bermunajat, shalat sunah tahajut,
di hari biasa maupun puasa wajib di bulan
shalat hajat, istikharah dan sebagainya.
Ramadhan. Kumandang tarhim akan menjadi
Selain itu dikenal pula istilah shalawat penanda masuknya waktu sahur dan imsak,
tarhim. Shalawat tarhim merupakan shalawat kegiatan tarhim merupakan ciri khas warga
yang biasa didengar dari pengeras suara di NU yang dapat dijadikan sebagai indentitas
masjid-masjid atau musholla sebelum azan Islam Nusantara.
Subuh dengan irama yang mendayu-dayu.
Akan tetapi akhir-akhir ini masjid dan
Shalawat tarhim diputar sebelum azan subuh
mushala lebih banyak memilih memutar
dikumandangkan sebagai penanda masuknya
kaset ayat-ayat Al-Qur’an karena lebih praktis
waktu imsak. Shalawat ini sangat populer
ketimbang mendatangkan seseorang yang
di kalangan masyarakat muslim Indonesia,
bersedia mengumandangkan alunanutarhim.
khususnya yang tinggal di desa-desa.
Dulu, orang-orang yang mampu
Shalawat tarhim ini merupakan puisi mengumandangkan tarhim dapat didatangkan
T
asrif ))ﺗﺼﺮﻳﻒ lainnya.
dalam ilmu tata
Untuk perubahan
bahasa Arab
bentuk kata dengan
artinya perubahan
cara penambahan saja
kata (Ar. Kalimat), dari
masih dibagi menjadi
satu bentuk (mashdar
banyak ragam. Dari
atau fi’l madhi) ke
perubahan-perubahan
berbagai bentuk lain
bentuk itu, satu kata
yang berbeda-beda
bisa berubah menjadi
sehingga memiliki
berpuluh-puluh
makna yang bervariasi.
kata turunan yang
Kebanyakan ulama
memiliki arti berbeda-
tidak membedakan
beda. Demikian juga
antara Tasrif dan
dengan penghapusan,
Shorf, sehingga ilmu Isi Kitab Shorof, Amtsilah tashrifiyah. penggantian, dan
shorf ))ﺻﺮﻑdan ))ﺗﺼﺮﻳﻒ Sumbr: http://ilmusorrof.blogspot.co.id/
lain-lainnya. Seluruh
dianggap sama.
variasi perubahan di atas ini adalah perubahan
Ilmu shorf membahas tentang aturan dari segi istilahi, dan dari perubahan istilahi ini,
pembentukan kata ()ﺍﻟﺒﻨﻴﺔ ﻭﺍﻟﺼﻴﻐﺔ. Di masing-masing dari puluhan variasi perubahan
antaranya tentang wazn atau timbangan itu masih ditasrif lagi kedalam perubahan
kata (pola). Kata yang digunakan sebagai lughowi jika ingin menggunakannya untuk
wazn dalam tata bahasa Arab adalah kata subyek-subyek yang berbeda.
yang terdiri dari huruf fa’, ‘ain, lam, ( )ﻓﻌﻞdan
Artinya setiap kata harus drubah lagi
berbagai bentuk perubahannya. Setiap kosa
bentuknya mengikuti wazn atau polanya
kata dalam bahasa Arab kemudian dibentuk
sesuai dengan jumlah subyeknya; satu, dua,
atau di-tasrif menggunakan wazn tersebut.
atau jamak, dan apakah subyek tersebut pria
Kata (ﻗﺘﻞmembunuh) misalnya, jika bentuknya
atau wanita, dan apakah subyek tersebut orang
dimodifikasi dennan menambahkan alif
pertama, orang kedua, atau orang ketiga.
setelah huruf pertama makan akan menjadi ﻗﺎ
Belum lagi jika dikaitkan dengan waktu; masa
ﺗﻞyang berarti pembunuh.
lalu, sekarang, atau akan datang, serta bentuk
Perubahan bentuk kata ( )ﻛﻠﻤﺔdalam tata kata perintah yang juga berbeda.
bahasa Arab memiliki variasi yang sangat
Karena sifatnya yang demikian ini, maka
banyak; ada bentuk penambahan ()ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ,
para ulama menyebut ilmu shorf atau tasrif
penghapusan ()ﺍﳊﺬﻑ, perentangan ()ﺍﻟﺘﻄﻮﻳﻞ,
sebagai induk atau ibunya ilmu, karena di
pemendekan ()ﺍﻟﺘﻘﺼﻴﺮ, peleburan ()ﺍﻻﺩﻏﺎﻡ,
dalam disiplin ilmu-ilmu ke-Islaman, terutama
pembalikan ()ﺍﻟﻘﻠﺐ, penggantian ()ﺍﻻﺑﺪﺍﻝ,
yang berhubungan dengan tafsir, hadis, dan
pencacatan ()ﺍﻻﻋﻼﻝ, dan masih banyak lagi
juga dalam tabel. Selain menghafal perubahan Syaviq Muqoffi, dalam penelitiannya
bentuk kata, mereka juga sekaligus mengatakan bahwa kitab Al-Amtsilah al-
menghafalkan dan melafalkan makna dari Tasrifiyyah karya Kiyai Ma’sum Ali merupakan
masing-masing kata yang berubah. Hurgronje pengembangan dari kitab Matn al-Binak dan
misalnya menyebut bahwa ( ﻓﻌﻞartinya adalah) Al-Tasrif al-‘Izzi. Kitab ini sangat membantu
ma’nane wus agawe wong lanang siji ghoib. para pelajar dalam memahami perubahan-
Adapun kitab-kitab sharf/tasrif yang perubahan kata dalam bahasa Arab,
digunakan dan dijadikan rujukan dalam karena dibuat dengan bentuk tabel dengan
mempelajari ilmu sharf/tasrif di Nusantara pengelompokan jenis-jenis kata dan wazn atau
sebelum abad ke-19 adalah kitab-kitab polanya. Dalam buku ini, setiap kata disusun
karangan ulama dari Timur Tengah seperti berjejer mulai dari fi’il madhi sampai isim alat,
Nazm al-Maqsud, Syarh Kailani al-‘Izzi, Matn al- dalam tasrif istilahi. Adapun untuk tasrif
Bina’, dan Talkhisu al-Asas fi ‘Ilm al-Sharf. Kitab- lughawi, tiap kata disusun dari atas ke bawah,
kitab ini dibawa oleh para ulama Nusantara mulai dari bentuk kata kerja dengan subyek
yang belajar di Makkah dan kota-kota lain di orang ketiga pria tunggal sampai kata kerja
Timur Tengah. dengan subyek orang pertama jamak.
Pada abad ke-19, sebagaimana dikatakan Sejak abad ke-19 hampir semua tasrifan
Bruinessen, kitab Al-Amtsilah al-Tasrifiyyah yang dilagukan oleh para santri menggunakan
karya Kiai Ma’sum Ali menjadi sangat populer model yang ditulis oleh Kiyai Ma’shum Ali ini.
dan digunakan di pesantren-pesantren, Bahkan menurut penelitian Muqoffi, istilah
menggantikan kitab-kitab yang dibawa oleh tasrif lughawi dan tasrif istilahi adalah ciptaan
para ulama sebelumnya dari Timur Tengah. Kiyai Ma’shum Ali.
Sampai hari ini, kitab ini masih menjadi buku Selain kitab Al-Amtsilah al-Tasrifiyyah
tabel paling diandalkan dalam pelajaran ilmu karya Kiyai Ma’sum Ali, di kalangan pesantren
shorf di berbagai pesantren, tidak hanya juga ada kitab lain karya ulama Nusantara yaitu
pesantren tradisional/salaf, tetapi juga di kitab Al-Sharf al-Wadih yang disusun oleh Kiyai
beberapa pesantren modern, bahkan di Ali Ma’shum. Namun kitab ini kalah populer
beberapa lembaga pengajaran bahasa Arab dibandingkan dengan kitab Al-Amtsilah al-
non-pesantren. Tasrifiyyah karya Kiyai Ma’sum Ali.
[Ali Mashar]
Sumber Bacaan
Ali ibn Mu’min ibn Muhammad al-Hadromi Abu al-Hasan, Ibn Asfour, Al-Mumti’ al-Kabir fi al-Tasrif, Maktabah Lubnan,
1996.
Martin Van Bruinese, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Gading Publishing, Yogyakarta, 2012.
Muhammad bin Makram bin Ali Jamaludin Ibn Mandhur, Lisanu al-‘Arab, Dar Shodir, Beirut, 1414 H.
G.W.J. Drewes, The Study of Arabic Grammar in Indonesia, in P.W. Pestman (ed.), Acta Orientalia Neerlandica, EJ. Brill
Publisher, Leiden, 1971.
Syafiq Muqoffi, Saraf Tasrif Pesantren (Genealogi dan Karakteristik Kitab Tasrif karya KH. Ma’sum Ali dan KH. Ali Ma’sum),
Tesis, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016 (tidak terbit).
Arti kata dan Istilah Tarekat rabithah, dan bagi murid yang berpengalaman,
I
sosok ruhani Syekh merupakan penolongnya
stilah tawajjuh berasal dari bahasa Arab
yang efektif di kala Syekhnya tidak hadir –
yang merupakan derivasi dari akar kata;
sama seperti ketika Syekhnya ada di dekatnya.
tawajjaha yatawajjahu tawajjuhan yang
Tetapi, pada umumnya, tawajjuh berlangsung
bermakna menghadap. Sementara dalam
selama dilakukan dzikir berjamaah di mana
disiplin ilmu tasawuf, tawajjuh adalah sebuah
Syekh ikut serta bersama murid-nya. Di
proses spiritual dan kontemplasi di mana
beberapa daerah di Indonesia, zikir bersama
hanya mengkhususkan diri kepada Allah SWT
itu sendiri disebut tawajjuh.
(Ahmad Tarmizi Abdul Rahman, 2010: 77).
Hal ini sebagaimana firmah Allah SWT:
“Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) Tawajjuhan di Pesantren
yang menciptakan langit dan bumi dengan
Di dalam dunia pesantren yang secara
penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang
umum berbasis tarekat, seringkali kita
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-
menemukan kegiatan yang dikenal dengan
orang musyrik” (Q.S. al-An’am/6: 79)
istilah tawajjuhan, yaitu pertemuan langsung
Menurut GF al-Haddad (2007), antara sang guru (Syekh) dengan sang murid
tawajjuh secara harfiah berarti adalah orientasi (Salik) untuk melakukan kegiatan ketarekatan.
yang mengacu pada di balik dari hati seseorang Dalam tawajuhan terdapat beberapa ajaran
kepada Allah Yang Maha Tinggi. Dalam Tarekat atau materi yang diberikan oleh seorang
Naqsabandiyah Tawajjuh merujuk kepada Syekh kepada Salik. Ajaran dan materinya
seorang murid dalam mendekatkan diri kepada pun berbeda-beda tergantung tarekat yang
Allah SWT. Hal ini mirip dengan kewaspadaan diajarkannya di masing-masing pesantren,
(Muraqaba) atau mengacu pada panduan dari meski demikian pada hakikatnya, yaitu tetap
sang Mursyid kepada murid-muridnya. mengarahkan sepenuhnya kepada Allah.
Sementara menurut Martin Van Martin (1994: 176-177) dalam catatan
Bruinessen (1994: 86) Tawajjuh adalah penelitiannya menyebutkan pesantren
merupakan perjumpaan di mana seorang Manbaul Hikam Mantenan Udanawu Blitar
membuka hatinya kepada Syekhnya, dan merupakan salah satu pesantren yang
kemudian sang Syekh membawa hati tersebut telah lama melakukan kegiatan tawajjuhan.
ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Tawajjuh Menurutnya, pesantren didirikan pertamakali
ini dapat berlangsung sewaktu terjadinya oleh Kiai Ghafur dan mendapatkan ijazah
pertemuan pribadi antara murid dan mursyid tarekat Naqsyabandiyah dari Kiai Yahya ini
atau dikenal juga dengan istilahnya ba’iat. berhasil mengislamkan (“mentarekatkan”)
Sedang ba’iat merupakan kesempatan sebagian besar daerah yang sebelumnya
pertama dari proses tawajjuh, Meskipun dikenal sangat abangan. Ketika Kiai Ghafur
dalam tawajjuh sangat memungkinkan terjadi wafat (1952), ia digantikan oleh putranya,
ba’iat. Bahkan ketika sang Syekh secara fisik Mirza Sulaiman Zuhdi yang lebih dikenal
tidak hadir, hubungan dapat dilakukan dengan dengan panggilan Kiai Zuhdi dan meninggal
Menurut ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan d. Membaca surat al-Ikhlas 100 kali.
al-Khalidi Naqsybandi tuan guru Babussalam Dan setiap orang membacanya sesuai
Langkat (1811-1926) sebagaimana dalam jumlah batu yang diterimanya
Fuad Said (2007), setiap pengikut tarekat e. Shalawat lagi kepada Nabi
Naqsyabandiyah harus berkhatam tawajjuh, Muhammad SAW bersama-sama
baik ia sedang melakukan suluk ataupun tidak.
f. Apabila Syekh menyebut Rabbal
Mengenai adab berkhatam tawajjuh, ‘Alamin maka seorang dari peserta
seorang pengamal tarekat Naqsyabandiyah membaca sepotong ayat Alquran.
harus melakukan hal-hal sebagai berikut: Sampai di situ berakhirlah upacara
1. Suci dari hadas kecil dan hadas besar berkhatam tawajjuh.
10. Berzikir dengan mengucapkan “Allah”. 10. Membaca bagian-bagian tertentu dari
“Allah” dalam hati, dalam keadaan mata Alquran
terpejam, duduk tawaruk kebalikan dari Adapun penjelasan berkhatam dan
duduk tawaruk dalam shalat, mengunci tawajjuh dilaksanakan pada waktu berikut:
gigi, menongkatkan lidah ke langit-langit
1. Sesudah salat Isya dan Subuh
mulut dan menutupi kepada dan muka
dengan selubung. (Fuad Said, 2007: 62) 2. Sesudah salat Ashar, hanya berkhatam
saja
Mengenai kaifiyyah atau tatacara
melakukan khatam ini terdapat sejumlah 3. Sesudah salat Duhur tawajjuh saja, kecuali
perbedaan. Berbeda dengan Syekh Abdul hari Jumat.
Wahab Rokhan, Syekh Muhammad Amin al-
4. Pada hari Jumat setelah salat Jumat
Kurdi (520) dalam karyanya Tanwir al-Qulub,
diadakan berkahatam dan tawajjuh.
menjelaskan urutan khataman ini sebagai
berikut: 5. Sesudah salat Magrib tidak ada
berkhatam dan tawajjuh. Murid-murid
1. 15 atau 25 kali istighfar yang didahului
biasanya mendengarkan pengajian yang
dengan sebuah doa pendek
disampaikan oleh Syekh sampai masuk
2. Melakukan rabithah bi al-Syaikh, sebelum waktu Isya’.
berzikir
Untuk melakukan khatam yang lengkap
3. Membaca surat al-Fatihah 7 kali dibutuhkan waktu yang cukup lama. Biasanya
yang dilaksanakan adalah khatam dalam
4. 100 salawat, misalnya dengan
bentuk yang sudah diringkas, atau bagian yang
mengucapkan Allahumma Shalli ‘ala
sangat penting, yang tidak dapat ditinggalkan
Sayyidina Muhammadin an-Nabiyyi al-
dalam keadaan apa pun, yakni adalah doa.
Ummiyyi wa ‘ala alihi wa shahbihi wasallam
Dalam doa, setiap Syekh menyebutkan
5. Membaca surat al-Insyirah 79 kali nama-nama wali yang paling penting dalam
6. Membaca surat al-Ikhlas 1001 kali silsilahnya sendiri (Martin, 1994: 86)
Daftar Bacaan
Ahmad Dimyathi, Dakwah Personal: Model Dakwah Kaum Naqsyabandiyyah, Yogyakarta: Deepublisher, 2016
Ahmad Tarmizi Abdul Rahman , Khalwah: A Solitary Sufi Retreat., Sabah: Universiti Malaysia Sabah, 2010
H. A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2007
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1994, cet. II
Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, Kairo 1929
Panitia Perayaan Seabad, Sejarah Seabad Ponpes Futuhiyyah, Kudus: Team Panitia, 2001
http://www.livingislam.org/k/ttsr_e.html
S
ecara bahasa Tawasut berarti tengah-
tengah/menengahi/moderasi (I’tidal
atau tawassath fi al-haq wa al-‘adl)
dari kata dasar (a) al-wasath (sedang/pas),
misal Syai’ wasath yang artinya sesuatu yang
sedang atau pas-pasan; (b) al-awsath (tengah-
tengah), missal Awsath al-syai’ yang artinya
tengah di antara sesuatu. Di dalam Alqur’an
terdapat ayat dalam QS. Al-Baqarah: 143, yang
menyebut kata Ummat Wasath yang berarti
ummat penengah.
Secara istilah kata Tawassuth dipopulerkan
pertamakali oleh Mohammad Fajrul Falach
salah seorang pengurus PBNU (1994-1999)
dalam tulisan-tulisanya, seperti “NU dan Cita-
cita Masyarakat Madani” dan “Pemberdayaan
Masyarakat Madani dalam NU” sejak tahun
1996. Ia menjadikan patokan keputusan-
keputusan Muktamar NU baik di Situbondo membantah pandangan banyak kalangan yang
tahun 1984 maupun Cipayung tahun 1994 menyebut NU sebagai “kawula yang setia pada
untuk memperkuat argumentasi “NU dan Negara patrimonial” yang oportunistik dan
Cita-cita Masyarakat Madani. akomodasionis, dan lebih tertarik kepada
Dalam keputusan Muktamar NU ke-29 di isu-isu yang sepenuhnya religious sehingga
Cipasung, Nahdlatul Ulama telah menegaskan meraih sukses besar dalam mempertahankan
hubungan antara agama dan Negara dan jatidirinya. Ia menyebut empat sikap
memposisikan umat beragama (Islam) kemasyarakatan NU yakni Tawassuth wa
dengan tanggungjawab sebagai warga Negara I’tidal, tasamuh, tawazun, dan amar ma’ruf nahy
(Indonesia) secara jelas dan proporsional. munkar sebagai sikap sosial NU.
Konsep kembali ke Khittah 1926, dan Gagasan ini lalu dikuatkan dengan
pandangan Nahdlatul Ulama tentang Pancasila Keputusan Bahtsul Masail al-Diniyyah al-
serta paham tri ukhuwah secara terpadu: Maudhu’iyyah Muktamar ke-30 NU di Pesanten
Ukhuwah Islamiyyah, Ukhuwah Wathaniyyah, Lirboyo Kediri Jawa Timur 21 sampai 27
dan Ukhuwah Basyariyah merupakan pedoman Nopember 1999. Pengertian Tawassuth
dasar yang dirasakan sangat gayut atau relevan secara istilah adalah sikap moderat yang
bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha
bernegara bagi warga Nahdlatul Ulama. menghindarkan segala bentuk pendekatan
Dari sini ia membaca Khittah Nahdliyyah dengan tatharruf (ekstrim).
NU sebagai cita-cita sosial NU sekaligus untuk Apakah penggunaan istilah Tawassuth di
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj membacakan deklarasi NU yang secara garis besar membawa semangat Islam
Nusantara yang mengedapankan Tawassuth/moderat di JCC Senayan 2016.
Sumber : http://news.metrotvnews.com/
Sumber bacaan
Baso, Ahmad, Civil Soceity versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia, Jakarta:
Pustaka Hidayat, 1999
Chalim, Asep Saifuddin, Membumikan ASWAJA Pegangan Para Guru NU, Surabaya: Khalista bekerjasama dengan PP
PERGUNU, 2012
Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, dan Uswah Surabaya: Khalista
bekerjasama dengan LTN-NU, Jawa Timur, 2010
Mahluf, Louis, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Libanon, Dar El-Machreq Sarl Publishers, 1994
PBNU, Tim Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN), Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar,
Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010 M), Surabaya: Khalista bekerjasama dengan Lajnah Ta’lif wan
Nasyr (LTN) PBNU, 2011
S
ecara bahasa Tawazun berarti seimbang Pertama, adanya kekhawatiran dari
atau keseimbangan (ta’adul) kata ini sebagian umat Islam yang berbasis pesantren
berasal dari kata dasar; (a) wazn (al- terhadap gerakan kaum modernis yang berusaha
mitsqal: berbobot/bernilai), misalnya Dirham meminggirkan mereka. Kedua, sebagai respon
wazn yaitu Dirham yang bernilai; Rajul Rajih al- ulama-ulama berbasis pesantren terhadap
wazn artinya lelaki yang berbobot pandangan pertarungan ideologis yang terjadi di dunia
dan pikirannya. (b) Zinah/Wizan yang berarti Islam pasca keruntuhan kekhalifahan Turki
sebanding dan seimbang dalam takaran. Usmani, munculnya gagasan Pan-Islamisme
yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani
Istilah Tawazun dipopulerkan pertamakali
dan gerakan Wahabi di Hijaz. Gerakan kaum
oleh Mohammad Fajrul Falach salah seorang
reformis yang mengusung isu-isu pembaruan
pengurus PBNU (1994-1999) dalam tulisan-
dan purifikasi membuat ulama-ulama yang
tulisanya, seperti “NU dan Cita-cita Masyarakat
berbasis pesantren melakukan konsolidasi
Madani” dan “Pemberdayaan Masyarakat
untuk melindungi dan memelihara nilai-nilai
Madani dalam NU” sejak tahun 1996. Hal ini
tradisional yang telah menjadi karakteristik
seperti telah dijelaskan dalam pembahasan
kehidupan mereka.
TAWASSUTH.
Dari situlah lahir misi Nahdlatul
Pengertian Tawazun secara istilah lalu
Ulama, yakni: al-Muhafadhat al-qadim al-
ditetapkan dalam Keputusan Bahtsul Masail
shalih wa al-akhzd bi al-jadid al-ashlah atau
al-Diniyyah al-Maudhu’iyyah Muktamar ke-30
mempertahankan tradisi yang baik dan
NU di Pesanten Lirboyo Kediri Jawa Timur
mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik.
21 sampai 27 Nopember 1999. Tawazun
Inilah sebenarnya landasan Tawazun yang
adalah sikap seimbang dalam berkhidmat
diperjuangkan Nahdlatul Ulama sebelum
demi terciptanya keserasian hubungan antara
ditetapkannya Tawazun sebagai bagian
sesama umat manusia dan antara manusia
Khashaish Fikrah Nahdliyyah.
dengan Allah SWT. Sebab Islam pada dasarnya
adalah agama yang menekankan spirit Fikrah Nahdliyyah adalah kerangka berpikir
keadilan dan keseimbangan dalam berbagai yang didasarkan pada ajaran Ahlussunnah
aspek kehidupan. wal Jama’ah yang dijadikan landasan berpikir
Nahdlatul Ulama (Khittah Nahdliyyah) untuk
Tawazun termasuk khashaish (ciri-ciri)
menentukan arah perjuangan dalam rangka
cara pandang NU (fikrah Nahdliyyah) yang
ishlah al-ummah (perbaikan ummat). Salah
senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan
satunya ialah dengan bersikap tawazun
I’tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai
(seimbang) dan I’tidal (moderat) dalam
persoalan. Nahdlatul Ulama senantiasa
menyikapi berbagai persoalan, di mana
menghindari sikap tafrith (gegabah) atau ifrath
Nahdlatul Ulama senantiasa menghindari
(ekstrim). Hal ini sesuai dengan latar belakang
sikap tafrith (gegabah) atau ifrath (ekstrim).
pembentukan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama,
yang dilandasi oleh dua faktor dominan. Dasar yang dijadikan pegangan dalam
meletakkan Tawazun ialah bahwa manusia
Sumber bacaan
Baso, Ahmad, Civil Soceity versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia, Jakarta:
Pustaka Hidayat, 1999
Chalim, Asep Saifuddin, Membumikan ASWAJA Pegangan Para Guru NU, Surabaya: Khalista bekerjasama dengan PP
PERGUNU, 2012
Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, dan Uswah Surabaya: Khalista
bekerjasama dengan LTN-NU, Jawa Timur, 2010
Mahluf, Louis, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Libanon, Dar El-Machreq Sarl Publishers, 1994
PBNU, Tim Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN), Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar,
Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010 M), Surabaya: Khalista bekerjasama dengan Lajnah Ta’lif wan
Nasyr (LTN) PBNU, 2011
T
embang merupakan kesenian macam pupuh, yakni; Asmaradana,
tradisional Jawa yang dalam tradisi Dhandhanggula, Durma, Gambuh, Kinanti,
Sunda disebut Pupuh. Tembang dalam Maskumambang, Megatruh, Mijil, Pangkur,
bahasa Jawa berarti nyanyian atau lagu Pocung, dan Sinom. Ciri-ciri tembang Macapat
sebagai bentuk kesantunan dan etika sekaligus adalah; (a) Terikat dengan Guru Lagu atau
estetika berkomunikasi dalam menyampaikan aksara vocal yang terdapat di akhir baris, Guru
pesan atau wejangan kepada orang lain, agar Wilangan atau banyaknya kata atau ungkapan
mudah dicerna dan dipahami, serta tidak dalam satu baris, dan Guru Gatra. Dalam
melukai hati. Secara umum Tembang Jawa Tembang Jawa, tiap baris bait disebut Gatra.
kuno dikelompokkan menjadi 4 (empat), Dhandhanggula terdiri dari 10 Gatra; Kinanti
yakni; Tembang Macapat, Tembang Tengahan, terdiri dari 6 Gatra; Pangkur terdiri dari 7 gatra,
Tembang Gedhe, Tembang Dulanan. Gambuh terdiri dari 5 gatra; Megatuh terdiri
Pertama, Tembang Macapat pada mulanya dari 5 gatra; Sinom terdiri dari 9 gatra; (b)
merupakan salah satu karya pujangga di mana Tembang Macapat menggunakan bahasa Jawa
penyebarannya melalui lisan secara turun Kuno; (c) Berisi pitutur/nasehat, dongeng atau
temurun. Macapat dalam penggunaannya lebih cerita wayang.
menekankan unsur suara untuk menghibur Kedua, Tembang Tengahan adalah jenis
dan maknanya hanya disampaikan sekilas Tembang puitis Macapat yang berkembang
saja. Dengan kata lain Tembang Macapat khusus di daerah Jawa Tengah. Oleh sebab
merupakan tradisi yang melisankan karya itu disebut Tembang Tengahan atau Tembang
sastra yang tertulis. Jawa Tengah-an. Tembang Tengahan terbagi
Tembang Macapat diperkirakan lahir menjadi 4 (empat)), yaitu; Balabak, Girisa,
pada akhir masa Majapahit dan dimulainya Jurudemung, Wirangrong. Akan tetapi ada
pengaruh Walisanga. Mengenai usia Macapat yang menambahkan jenis-jenisnya, seperti;
terdapat dua versi pendapat yang berbeda, Kuswaraga, Palugon, Pangajabsih, Pranasmara,
terutama yang berhubungan dengan kakawin Sardulakawekas, Sarimulat, dan Rarabentrok.
atau puisi tradisional Jawa Kuno. Prijohoetomo Ketiga, Tembang Gedhe atau Kakawin
berpendapat bahwa Macapat adalah turunan yang merupakan sajak atau puisi Jawa Kuno.
Kakawin dengan tembang Gedhe sebagai Tembang ini biasa dipakai untuk mengiringi
perantara. Akan tetapi pendapat itu dibantah pementasan Wayang Kulit. Tembang Gedhe
oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder yang juga banyak dikolaborasikan dengan gendhing-
keduanya berpendapat bahwa Macapat sebagai gendhing Jawa, khususnya untuk bawa dan
metrum puisi asli Jawa yang lebih tua usianya buka gendhing. Ciri-ciri Tembang Gedhe
daripada Kakawin. adalah; (a) Setiap bait terdiri dari 4 baris/gatra
Dalam perkembangannya Tembang atau 4 wanda pada pala (pala lingsa); (b) Dua
Macapat dikembangkan ke dalam berbagai gatra atau dua pala disebut satu pala dirge;
(c) Empat gatra disebut juga dengan dua pala
Sumber bacaan
Darnawi, Soesatyo, Pengantar Puisi Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1964
Endraswara Suwardi, Tradisi Lisan Jawa: warisan Abadi Budaya Leluhur, Yogyakarta: Narasi, 2005
Saputra, K.H., Pengantar Sekar Macapat, Depok: Fakultas Sastra UI, 1992
Steenbrink, Karel A., Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat: Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia, Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga Press, 1988
Suwarna dan Suwardi, Integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Buku Teks “Tataran Wulang Basa Jawa”, Yogyakarta: Lemlit
IKIP Yogyakarta, 1996
S
tersirat bahwa dalam dakwah permulaan yang
ecara etimologis, maca-pat berarti cara
harus diperhatikan adalah Rukun Iman, Rukun
maca (baca) yang papat-papat (empat-
Islam, yang lima (panca) sebagai pedoman
empat). Hal ini selaras dengan Serat
(patokan).
Mardowalagu karangan R. Ng. Ronggowarsito
(1802-1887), juga menurut Serat Centhini
karya Paku Buwana V, yang menyatakan bahwa
Makna Terminologis
di Jawa Tengah terdapat 4 (empat) macam lagu
sekar, yakni: Tembang adalah puisi atau prosa yang
1. Maca Sa lagu, termasuk dalam Tembang terdiri dan diikat oleh aturan jumlah baris
Gedhe Kapisan dalam satu bait, jumlah suku kata dalam satu
baris, dan rima tetap pada tiap ujung baris.
2. Maca Ro lagu, dalam Tembang Gedhe
Menurut Madyaratri (2001) yang merujuk
Kapindo
pada Darnawi (1964), tembang merupakan
3. Maca Tri lagu, dalam Tembang Tengahan puisi klasik Jawa, tergolong puisi Jawa utama,
4. Maca Pat lagu, masuk dalam Tembang karena mempunyai arti sebagai buku yang
Cilik/Alit ditulis mengenai kesusastraan, sejarah, dan
filsafat pendidikan. Sedangkan dalam ENI
Suwardi (2008: 19), juga menguatkan
(1991), Tembang disebut tidak hanya sebagai
pandangan ini dengan menyatakan bahwa
puisi dalam kesusastraan Jawa, melainkan
makna kata “macapat” semula adalah
juga ada dalam kesusastraan suku bangsa lain
berkumpul dengan menyuarakan puji-pujian.
di Indonesia, namun lebih dominan ada di
Makna ini berasal dari jarwa dhosok (otak-
suku-suku bangsa di kawasan Pulau Jawa dan
atik) bahwa macapat berasal dari kata ma
sekitarnya.
(menuju) dan capet (maya atau ghaib). Artinya,
puji-pujian kepada yang ghaib, yaitu Tuhan. Menurut Setiyadi (2012), Tembang
Makna tersebut juga relevan dengan situasi Macapat merupakan corak kesenian dalam
masyarakat Jawa ketika belum masuk agama budaya tradisional yang secara kolektif
Islam. Ada juga yang mengartikan “diwaca dimiliki, dikenal, dan banyak mengandung
cepet”, dengan perubahan kata capet menjadi pengetahuan, serta kearifan lokal (local
cepet (cepat). Cepat yang dimaksud adalah wisdom) masyarakatnya. Selain itu, juga sarat
tidak banyak luk. dengan kaidah, serta berisi petuah, nasihat,
dan berbagai kearifan pandangan hidup
Suwardi juga menambahkan bahwa
Jawa. Tembang Macapat adalah salah satu
macapat dapat pula berasal dari kata
jenis kesenian yang memadukan antara puisi
“mancapat” yang merupakan akronim dari
dengan musik, baik musik tradisional maupun
man, ca, dan pat. Penjelasan ini juga berangkat
modern. Pilihan bentuk perpaduan antara
dari jarwo dhosok (otak-atik) dari kata iman,
Sinom Maskumambang
ambêke kang wus utama | tan ngêndhak nadyan silih bapa biyung kaki nini |
gunaning janmi | amiguna ing aguna | sadulur myang sanak | kalamun muruk tan
sasolahe kudu bathi | pintêre dèn alingi | bêcik | nora pantês yèn dèn nuta ||
bodhone dinèkèk ngayun | pamrihe dèn inaa | Gambuh
mring padha-padhaning janmi | suka bungah sêkar gambuh ping catur | kang cinatur
dèn ina sapadha-padha || polah kang kalantur | tanpa tutur katula-tula
Kinanthi katali | kadaluwarsa katutuh | kapatuh pan
padha gulangên ing kalbu | ing sasmita dadi awon || (Dawam Multazam)
amrih lantip | aja pijêr mangan nendra | ing [Dawam Multazam]
Sumber Bacaan
Setiyadi, Putut. 2012. “Pemahaman Kembali Local Wisdom Etnik Jawa dalam Tembang Macapat dan Pemanfaatannya
sebagai Media Pendidikan Budi Pekerti Bangsa”, dalam Magistra No. 79 Th. XXIV Maret 2012
Sastrodiwirjo. 2008. Tembhȃng Macapat Madhurȃ. Surabaya: Karunia.
Suwardi. 2008. Wawasan Hidup Jawa dalam Tembang Macapat
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 16 dan 17. 1991. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.
Mardimin, Yohanes. 1991. Sekitar Tembang Macapat. Semarang: Penerbit Satya Wacana.
Madyaratri, Juniarti. 2001. Suntingan Teks dan Analisis Metrum Tembang Naskah Koleksi Bambang Irianto. Skripsi
Universitas Indonesia.
Darnawi, Soesatyo. 1982. A Brief Survey of Javanese Poetics. Jakarta: PN Balai Pustaka
D
i beberapa daerah dalam kawasan bulan), naik haji bahkan menyambut tamu.
kebudayaan Melayu, istilah Tepung Sehingga makna Tepuk Tepung Tawar yang
Tawar ini disebut juga dengan tepuk sesungguhnya adalah rasa terima kasih dan
Tepung Tawar yang secara harfiah berarti syukur kepada Yang Maha Kuasa. Tepuk
menepuk-nepukkan bedak pada punggung Tepung Tawar tidak lain bermakna sebagai
telapak tangan dan telapak tangan lalu sebuah wujud doa kepada Allah Yang Maha
‘merenjis-renjiskan’ (memercikkan) air mawar Kuasa sebagai perlambang dalam mencurahkan
pada orang yang akan dilumuri tepung tawari, rasa kegembiraan dan sebagai rasa syukur atas
dan dilengkapi dengan menabur-naburkan keberhasilan, hajat, acara atau niat yang akan
bunga rampai, beras putih, dan beras kuning dilaksanakan.
ke seluruh badan orang yang bersangkutan
Dalam pelaksanaannya, bahan-bahan
atau yang ‘ditepung tawari’, kemudian diakhiri
yang digunakan dalam Tepung Tawar terdiri
dengan doa oleh alim ulama.
atas ramuan penabur dan ramuan perenjis:
Dalam praktiknya, tepung tawar dilakukan
1. Ramuan penabur
untuk mengikhlaskan bahwa semua kegiatan
akan menjadi tawar dalam pengertian tidak Bahan-bahan yang digunakan pada
ada yang tidak suka, dan tidak enak, dan ramuan penabur ini terdiri dari beras
segala bentuk ketidak ridhaan lainnya. Dengan putih, beras kuning, bertih (padi
demikian, kalau tepung tawar dilaksanakan digoreng), bunga rampai, dan tepung
di dalam pesta perkawinan misalnya, maka beras. Bahan-bahan ini ketika proses
semua yang melakukan tepung tawar secara Tepung Tawar dilakukan, diletakkan di
tulus telah ikhlas memberi restu kepada kedua atas pahar (dulang tinggi) dan wadah
mempelai. terpisah. Secara simbolik, bahan-bahan
yang digunakan dalam ramuan penabur
Selain bermakna memohon doa restu
ini memiliki makna sebagai berikut: beras
dari hadirin, tepung tawar juga bermakna
putih berarti lambang kesuburan, beras
menghindarkan diri dan keluarga dari
kuning berarti suatu kemajuan yang baik,
marabahaya, menghadirkan kegembiraan atau
bunga rampai bermakna keharuman
kesenangan, serta membuang penyakit (Ishak
nama, sedang tepung beras memiliki arti
Thaib, 2009:63 dalam Hulul Amri 4).
kebersihan hati.
Dalam masyarakat Melayu Riau, tradisi
2. Ramuan Perenjis
tepung tawar begitu bermakna, karena
dalam setiap pelaksanaan sebuah acara Bahan-bahan yang digunakan pada
yang dilakukan selalu diiringi dengan acara ramuan perincis dalam Tpung Tawar
Tepuk Tepung Tawar seperti pada upacara terdiri atas semangkuk air, segenggam
perkawinan, khitanan, pemberian nama bayi beras putih dicampur jeruk purut (limau
yang baru lahir, menaiki rumah baru, menaiki mungkur) yang diiris-iris, ditambah
kendaraan baru, nempah bidan (menujuh dengan satu ikat daun yang terdiri atas
7 macam daun yaitu: daun kalinjuhang misalnya bahan untuk perenjis (daun setawar,
(lambang tenaga magis kekuatan ghaib), daun sedingin, daun rubu-ribu, daun sepulih,
daun pepulut atau pulutan (lambang daun juang-juang, daun ganda rusa dan daun
kekekalan sesuai sifatnya yang lengket), ati-ati) diganti dengan daun pandan, daun
daun ganada rusa (lambang perisai ganda rusa dan daun ribu-ribu saja.Ketiga jenis
gangguan alam), daun jejeruan (lambang daun yang terakhir ini lebih mudah ditemukan.
kelanjutan hidup sebab sukar dicabut),
daun sepenuh (lambang rezeki), daun
sedingin (lambang menyejukkan, Proses Pelaksanaan Tepung tawar
ketenangan, kesehatan), rumput sambau Orang yang hendak ditepung tawari
dan akarnya (lambang pertahanan karena biasanya didudukkan pada tempat khusus.
akarnya sukar dicabut). Di sumber lain Kalau dalam prosesi pernikahan, Tepuk Tepung
disebutkan bahwa daun-daun yang Tawar dilaksanakan pada saat mempelai
digunakan yaitu daun setawar, daun duduk satu-satu dan ada pula ketika kedua
sedingin, daun ribu-ribu, daun sepulih, mempelai duduk berdua sekaligus. Dilakukan
daun juang-juang, daun ganda rusa dan dengan duduk satu-satu pertimbangannya
daun ati-ati. bahwa kedua mempelai belum melaksanakan
3. Pedupaan mahar bathin (belum bersatu), sedangkan
Tepuk Tepung Tawar duduk berdua sekaligus
Dalam acara Tepung tTawar juga
dapat dilakukan dengan pertimbangan kedua
disediakan pedupaan (dupa) tempat
mempelai sudah menikah.
kemenyan atau setanggi dibakar yang
tujuannya hanya untuk memberikan Adapun tata cara menepuk Tepung
keharuman. Tawar yaitu yang pertama dengan mengambil
sejemput beras kunyit, beras putih dan
Dalam praktiknya di beberapa daerah,
bertih lalu ditaburkan melewati atas kepala,
karena pertimbangan ketersediaan, bahan-
ke bahu kanan dan kiri dan pengantin
bahan bisa digantikan dengan bahan lainnya,
maksudnya sebagai ucapan selamat dan
Sumber Bacaan
Pusat Rujukan Persuratan Melayu, link online di http://prpm.dbp.gov.my/Search.aspx?k=perenjis
Suwira Putra, Makna Upacara Tepuk Tepung Tawar pada Pernikahan Adat Melayu Riau di Desa Pematang Sikek, Kecamatan
Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, e-journal Jurusan Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu
Komunikasi, FISIPOL, Universitas Riau, 2014, hlm. 3.
Ria Mustika, Analisis Tepuk Tepung Tawar pada Prosesi Pernikahab Adat Melayu Desa Dendun, Kabupaten Bintan, artikel
e-journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung
Pinang, 2013, hlm. 2.
Tenas Effendy, Pemakaian Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu, hlm. 15-16, http://malaycivilization.ukm.
my/idc/groups/portal_tenas/documents/ukmpd/tenas_42867.pdf
Akmal, Kebudayaan Melayu Riau (Pantun, Syair, Gurindam), Jurnal Risalah, Vol. 26, No. 4, Desember 2015: 161.
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen; sinkritisme, Simbolisme dan Sufisme Dalam Budaya Spiritual Jawa (Jogjakarta, Narasi,
2006) hlm. 129-135
http/www.insklopedia.com/Pemkab Klaten
K
ata tirakat dalam bahasa Indonesia makan selain nasi putih; puasa nglowong,
merupakan serapan dari bahasa Arab yaitu berpuasa pada hari tertentu menjelang
yang berasal dari akar kata taraka. Akar hari besar Islam menurut perhitungan Jawa
kata ini memiliki makna dasar ‘melepaskan diri Islam, seperti bulan Bakda Besar atau bulan
dari sesuatu apa pun’. Dalam bahasa Arab, harta Sura. Selain itu, bentuk tirakat lain yang biasa
warisan peninggalan orang yang meninggal dijalani oleh orang Jawa adalah mengurangi
disebut dengan tirkah. Dalam bahasa Indonesia, makan, dengan cara makan hanya sekepal
kata tirkah ini berubah bunyi menjadi tirakat. nasi untuk jatah makan satu atau dua hari
Kata tirakat dalam bahasa Indonesia memiliki dan puasa ngebleng, yaitu berpuasa sambil
dua makna; (1) menahan hawa nafsu, seperti mnyendiri dalam ruangan, bahkan jika
berpuasa, berpantang, dan (2) mengasingkan diperlukan menyendiri dalam ruangan yang
diri ke tempat yang sunyi. Kata serapan ini gelap yang tidak terkena cahaya, atau yang
memiliki korelasi makna dengan kata asalnya dikenal dengan patigeni.
yang berbahasa Arab. Untuk kategori makna yang
Adakalanya tirakat dilakukan pada waktu-
pertama, tirakat berarti menahan (melepaskan)
waktu yang khusus, semisal menghadapi tugas
diri untuk tidak makan atau melakukan hal
berat, atau sedang mengalami krisis keluarga,
yang dipantang. Sementara itu, makna yang
karier, atau bahkan sedang menghadapi
kedua dari tirakat berarti meninggalkan orang
masalah dengan orang lain, bahkan tirakat
terdekat untuk menyendiri di tempat yang
kalau diperlukan dilakukan untuk kepentingan
sunyi, sebagaimana jenazah meninggalkan
masyarakat atau negara. Dalam situasi seperti
harta, keluarga, dan lain sebagainya. Tirakat
itu, tirakat merupakan laku prihatin yang
juga identik (sinonim) dengan kata riadat yang
sangat penting untuk menghadapi marabahaya.
berarti ‘perihal bertapa dengan mengekang hawa
nafsu’, seperti memantang berbagai makanan Di samping puasa, bertapa juga merupakan
dan lain sebagainya. Kata riadat ini juga laku tirakat yang dianggap penting oleh
merupakan serapan dari bahasa Arab riyadhah orang Jawa. Tapa ngalong, yaitu bergantung
yang berarti ‘menundukkan, menjinakkan, dan terbalik dengan dua kaki diikat pada dahan
melatih’. Ketika dikatakan radha al-syakhshu sebuah pohon, tapa ngluwat, yaitu bersemadi
al-dabbata berarti ‘seseorang itu menjinakkan di makam leluhur atau orang keramat dalam
hewan ternaknya’. jangka waktu tertentu, tapa bisu, menahan diri
untuk tidak berbicara dengan orang lain, tapa
Dalam kebudayaan Jawa, tirakat
bolot, yaitu tidak mandi dan membersihkan
mendapat tempat sendiri sebagai bagian dari
diri untuk jangka waktu tertentu, dan tapa
upaya mencapai tujuan-tujuan keagamaan
ngramban, yaitu menyendiri di hutan dengan
dan penyelesaian berbagai problem hidup.
hanya makan tumbuh-tumbuhan, tapa
Dalam menjalani tirakat, orang Jawa mengenal
ngambang, yaitu merendam diri di tengah
berbagai cara atau laku tirakat yang secara
sungai selama beberapa waktu, tapa ngeli, yaitu
lahiriah tampak sebagai upaya secara sengaja
bersemadi di atas rakit dengan membiarkan
melakukan kesengsaraan. Dalam hal ini,
diri terhanyut oleh arus air, tapa tilem, yaitu
berbagai laku tirakat yang dikenal dalam
tidur dalam jangka waktu tertentu tanpa
kebudayaan Jawa sebagai berikut. Puasa
makan apa-apa, tapa mutih, hanya makan nasi
mutih, yaitu berpuasa dengan berpantang
saja tanpa lauk-pauk, dan tapa mangan, yaitu
Sumber Bacaan
Ana Katifah, Kepercayaan Masyarakat terhadap Upacara Tradisi Satu Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten
Temanggung, (Semarang: UIN Walisongo, 2014).
Fahmi Kamal, Perkawinan Adat Jawa dalam Kebudayaan Indonesia, Jurnal Khasanah Ilmu, Vol V N0 2, September 2014.
Ibnu Ajibah, al-Futuhat al-Ilahiyyah, (Mesir: al-Azhar, t,th).
Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).
Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1414 H).
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, aplikasi luring resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
http://www.nu.or.id/post/read/46505/tradisi-quotmalam-tirakatanquot-tumbuhkan-semangat-persatuan
P
enutup muka atau wajah disebut seni pahat. Terkait dengan budaya, topeng
dengan kedok. Topeng merupakan dapat dimaknai sebagai cerminan karakter
salah satu ekspresi karya seni tertua dan watak manusia. Bahkan, disebutkan,
sepanjang peradaban dunia. Topeng digambar- sejak masa prasejarah, seni topeng sudah ada.
(menggambar)-kan sifat-sifat dan karakter Oleh karena itu, kehadiran seni topeng sejalan
manusia, sekalipun pada umumnya, raut dengan kehadiran umat manusia, sehingga
muka dalam topeng itu dilebih-lebihkan untuk tradisi topeng merupakan kesenian yang ada
memperoleh citra yang berkesan. Sebagai di belahan dunia manapun.
gambaran karakter manusia, seni topeng ada
Dalam konteks Nusantara, sejak abad ke-
di belahan dunia manapun. Kesenian sejenis
10-11 M. telah dikenal tokoh cerita Panji atau
topeng di Indonesia antara lain seni buroq dan
Raja-raja pada zaman Raja Lembu Amiluhur
ondel-ondel.
atau Prabu Panji Dewa di Jenggala, di mana
Ketika Islam berkembang di Nusantara, wilayahnya meliputi Jawa dan Bali. Topeng
topeng juga menjadi bagian dari strategi dakwah merupakan salah satu seni yang diajarkan dan
para mubalig, terutama pada era Walisongo. dikembangkan pada saat itu. Tidak heran jika
Untuk saat ini, pemaknaan terhadap topeng hingga saat ini, terdapat beberapa daerah yang
dan jenis-jenisnya tidak jarang dikaitkan pula masih mengembangkan seni topeng, seperti
dengan ajaran-ajaran tasawuf dalam Islam. Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Malang,
Topeng bukan sekadar seni atau kebudayaan Madura, dan Betawi.
lokal semata-mata, tetapi juga dapat dimaknai
Cirebon merupakan salah satu daerah
dengan tradisi keilmuan dalam Islam.
penting di Indonesia saat ini terkait dengan
topeng dan Islam Nusantara. Pada saat
Cirebon menjadi salah satu pusat dakwah
Asal Usul dan Jenis Topeng
Islam, Sunan Gunung Jati sebagai penguasa
Secara harfiah, topeng (mask) adalah Cirebon, bersama Sunan Kalijaga menjadikan
penutup muka. Dalam pandangan kesenian, seni wayang dan topeng sebagai tontonan di
topeng dapat disebut sebagai seni tari dan Keraton, sekaligus juga bagian dari tuntunan
Sumber Bacaan
Dahuri, Rokhmin, dkk., Budaya Bahari: Sebuah Apresiasi di Cirebon. Jakarta: PPNRI, 2004.
Habibah, Sri. “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Keseharian Penari Topeng (Studi Tokoh Ibu Kartini Penari Topeng
Losari Cirebon Jawa Barat)”, Tesis. Cirebon: ISIF, 2014
Hamidah, Dedeh Nur. “Pengaruh Tarekat Tari Topeng Cirebon”. Laporan Hasil Penelitian. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati,
2010.
Sumardjo, Jakob. Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap Artefak-Artefak Kebudayaan
Indonesia, Yogyakarta, Qalam: 2002.
Ross, Laurie Margot. Journeying, Adaptation, and Translation: Topeng Cirebon at the Margins. New York: New York
University, 2002.
Sumber Gambar
https://mulpix.com/post/1120225097409522423.html
https://saputra7376.wordpress.com/2014/07/18/topeng-cirebon/
http://mytopenglosari.blogspot.co.id/2015/09/mengenal-ibu-kartini.html
M
ulih (pulang) adalah sesuatu yang Tradisi ulih-ulihan memang sangat kental
sangat dirindukan bagi setiap terutama bagi orang Jawa pesisiran, baik dari
insan yang sedang mengembara. kalangan santri maupun kejawen. Kebanyakan
Namun Ulih-ulihan bukan sekadar pulang orang Jawa pesisiran masih sangat percaya
(mulih) dalam pengertian kembali dari suatu dengan konsep kadang papat limo pancer (empat
perjalanan jauh lalu pulang ke rumah. Ulih- saudara, yang kelima sebagai pusatnya).
ulihan ada hubungannya dengan prosesi Empat saudara pancer itu adalah: (1) sirrullah
omah-omah (mendirikan rumah) impian untuk (sir), yaitu keinginan yang kuat karena adanya
sebuah hunian jangka panjang. niat (sir); (2) nurullah, yakni pembimbing niat
berupa wahyu, pengetahuan; (3) rohullah,
Kata ulih-ulihan, memang berasal dari
adalah semangat jiwa yang kuat; (4) jalullah,
bahasa Jawa, mulih, yang berarti pulang.
merupakan aba-aba dalam bertindak. Keempat
Namun ulih-ulihan sudah menjadi tradisi Jawa
saudara manusia tersebut akan bergerak
sebagai prosesi upacara atau ritual budaya
tergantung pada pancer, dalam arti watak dan
yang khas bagi calon penghuni rumah yang
kepribadian (Endraswara, 2016: 17).
baru saja selesai dibangun. Ritual ini sebagai
wujud ekspresi kesiapan calon penghuni Ritual ulih-ulihan dalam hal ini adalah
rumah ketika rumah yang dibangunnya sudah sebagai upaya penguatan watak dan kepribadian
siap dihuni. yang tangguh dengan menggunakan sarana
perabotan rumah tangga dan ubarampe
Ulih-ulihan menjadi salah satu ritual
sesajian sebagai media komunikasi dengan
dalam tradisi Islam Nusantara terutama di
Sang Pencipta agar menjadi lebih dekat
Jawa, sebagai wujud kesadaran transendental
dan makrab dalam menyampaikan pesan
bahwa menempati sebuah hunian bukan
kepada Sang Pencipta. Semua itu merupakan
sekedar pindah lahiriah saja, namun dimensi
simbol dalam menggapai hidup sejati, dalam
batin jauh lebih penting untuk dikondisikan.
mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai
Apalagi kebanyakan orang Jawa juga sangat
tujuan akhir hidupnya.
percaya dengan adanya makhluk halus (alam
ghaib). Maka sering dikenal ada tempat wingit Ulih-ulihan sekaligus akan mempertegas
atau angker, yaitu, suatu tempat yang diyakini bahwa setiap saat manusia akan senantiasa
dihuni oleh makhluk ghaib (tidak tampak memiliki kerinduan untuk mulih (kembali),
oleh mata orang biasa), tapi berpengaruh tempat mulih yang sementara adalah rumah
pada kehidupan manusia. Maka untuk yang akan dihuni tersebut, sedangkan mulih
mengurangi ketakutan atau menjinakkan yang sejati adalah kembali kehadirat Allah
makhluk-makhluk halus yang mengkin SWT untuk selama-lamnya. Inilah yang dalam
pernah menghuni tempat di mana rumah itu pandangan hidup Jawa disebut sebagai sangkan
dibangun, maka dilakukan ritual ulih-ulihan paraning dumadi (ingat asal dan tujuan hidup).
dengan berbagai doa dan pujian kepada Allah Ungkapan Jawa ini mengandung nasihat agar
SWT dengan suatu prosesi ritual yang sarat seseorang selalu waspada, hati-hati, serta eling
dengan pesan moral (Santoso, 2000; Said, (ingat) terhadap sangkan (asal) manusia dan
2012: 92-93). paran (tujuan akhir) dari perjalanan manusia
Sumber Bacaan
Al-Qur’an al Karim
Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta:
Cakrawala.
Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus: Brillian Media
Utama.
Santoso, Revianto Budi. (2000). Omah; Membaca Makna Rumah Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000.
Susetyo, Wawan. (2016). Empat Hawa Nafsu Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi.
W
ali merupakan di tempat makam para
s e b u t a n Walisongo tersebut,
untuk orang mulai dari Cirebon,
suci dalam dunia Islam. Demak, Kudus, Tuban,
Rinkes (1996) menyebut Lamongan, Gresik,
ada sembilan orang hingga Surabaya. Tradisi
suci di Jawa (nine saints ziarah bagi umat Islam
of Java). Hanya saja, Indonesia, senyatanya,
sembilan orang suci ini, tidak hanya dilakukan
berbeda dengan nama- kepada para Walisongo
nama yang disebut saja, tetapi juga para
dalam Walisongo, orang suci lainnya,
antara lain masuk juga seperti Mbah Kuwu
Syaikh Abdul Muhyi (Pangeran Cakrabuana)
dari Pamijahan, Ki di Cirebon, Syaikh Abdul
Pandan Aran, dst. Dalam Muhyi di Pamijahan,
konteks lebih luas, di Tasikmalaya, dan
dunia Islam, Chamber- tempat-tempat para
Loir dan Guillot (2010) mursyid tarekat di
juga menyebutkan tempat lainnya.
beberapa nama wali yang http://majelisalmunawwarah.blogspot.co.id/2014/05/manaqib-syeikh-abdul-qadir-al-jaelani.html
Berangkat dari
dikenal sebagai ahli sufi dan orang suci, seperti
praktik ziarah di atas dan pemahaman tentang
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan ada juga wali
wali dari buku Le culte des saints dans le monde
dari perempuan, seperti Zainab, dan Fatimah
musulman atau Ziarah & Wali di Dunia Islam
an-Nabawiyah.
(2010 cet. II), hanya ada 2 orang suci di
Dari kedua buku tersebut, sebutan Nusantara yang disebut dalam buku tersebut,
wali yang dikenal secara popular selama yaitu Sunan Gunung Jati di Cirebon Jawa Barat
ini ternyata mempunyai perbedaan makna dan Kyai Telingsing atau Sunan Sungging di
dan pemahaman. Akan tetapi, ada juga Kudus di Jawa Tengah.
kesamaannya, yaitu bahwa salah satu bentuk
kewalian yang diakui umat Islam adalah selalu
dikunjungi makamnya oleh para peziarah. Asal Kata dan Istilah Wali
Kekhasan sebutan wali di Indonesia, salah Dalam bahasa Indonesia, kata wali
satunya disebut dengan Walisongo (Sembilan mempunyai arti sangat banyak dengan
wali). Walisongo ini memang dikenal hanya konteks yang berbeda-beda. Dalam Kamus
di Jawa, tetapi penyebarannya dikenal juga di Besar Bahasa Indonesia, wali yaitu orang
seluruh Indonesia, atau di Nusantara. Hampir yang menurut hukum (agama, adat) diserahi
setiap saat selalu ada peziarah yang datang kewajiban mengurus anak yatim, sebelum
http://news.okezone.com/read/2016/06/09/510/1410634/mengungkap-fakta-lain-tentang-wali-songo
menangkis analisis para pejuang khilafah di politik, budaya, dst. Oleh karena itu, di tengah
Indonesia. era krisis global, karena penyalahgunaan
informasi tentang Islam melalui media
Para peziarah lebih percaya pada
sosial, praktik ziarah ke makam orang-orang
suatu hadis, al-ulama’ warasah al-anbiya’,
suci dapat menjadi salah satu pembelajaran
dibandingkan dengan ulama sebagai penerus
penting untuk mengetahui langsung silsilah
khilafah. Keberkahan ulama yang menjadi
dan sejarah para pendakwah Islam di dunia
pewaris Nabi dianggap lebih mulia, karena
Islam, khususnya Nusantara. Paket wisata
hanya untuk kepentingan dakwah Islam. Fakta
religi belakangan ini, selain ziarah Walisongo,
lainnya, para wali di Nusantara hanya sedikit
juga paket umrah dengan ziarah ke makam-
saja yang bersentuhan dengan pemerintahan
makam orang suci, seperti makam Imam
atau keraton.
Syafi’i, Syekh Abdul Qadir Jailani, Imam al-
Sejalan dengan fenomena ziarah ke Ghazali, dst. dapat menjadi alternatif penting
makam orang-orang suci, sebenarnya bukan untuk mengikis pemahaman kurang tepat
semata-mata untuk kepentingan spiritual tentang para wali dan orang-orang suci.
saja, tetapi juga ada faktor sejarah, ekonomi,
[Mahrus el-Mawa]
Sumber Bacaan
Bisri Mustafa, Tarikh al-Awliya’, Tarikh Wali Sanga, Kudus: Menara Kudus, 1952
H.E. Badri Yunardi, Sajarah Lampahing Para Wali Kabeh, Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Depag RI, 2009
Henri Chambert-Loir & Claude Guillot (penyunting), Ziarah & Wali di Dunia Islam, (Judul asli, Le Culte des Saints dans le
Monde Musulman), Depok: Komunitas Bambu, 2010.
Rachmad Abdullah, Walisongo Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa (1404-1482 M.), Solo: al-Wafi, 2016, cet. II
Rinkes, D.A., Nine Saints of Java, Malaysia: MSRI, 1996
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, Bandung: Mizan, 1995.
K
ata walimah adalah kata serapan Walimatussafar adalah perjamuan
dari Bahasa Arab yang makna makan yang disediakan oleh pihak tuan
asalnya adalah jamuan makan yang rumah kepada para tamu dalam rangka
disediakan untuk para tamu sebagai bentuk tasyakuran acara pemberangkatan haji.
rasa syukur. Sedangkan dalam Kamus Besar Tujuan diadakannya walimatussafar ini
Bahasa Indonesia, kata walimah memiliki agar orang yang hendak berangkat haji ini
arti perjamuan dalam rangka tasyakuran didoakan oleh masyarakat agar selamat
pernikahan, khitanan, maupun karena pergi dalam perjalanan dan memperoleh haji
haji. Jadi, makna dasar walimah sendiri masih mabrur.
sangat umum.
4. Walimah Wakirah
Kemudian untuk mengkhususkan
Walimah wakirah adalah perjamuan makan
makna yang masih umum tersebut ditambah
yang disediakan oleh pihak tuan rumah
keterangan di belakang kata walimah.
kepada para tamu undangan dalam rangka
1. Walimatul Urs tasyakuran acara penempatan rumah atau
bangunan yang baru didirikan. Tujuan
Walimatul urs adalah perjamuan makan
diadakannya walimah jenis ini adalah juga
yang disediakan oleh tuan rumah untuk
sebagai rasa syukur atas rumah baru yang
para tamu. Pada sebuah acara pesta
akan ditempati.
pernikahan. Tujuan dari walimah ini di
samping untuk memberitahu khalayak Sebenarnya masih terdapat beberapa jenis
juga untuk mendoakan kedua mempelai walimah lain, hanya saja keempat walimah
sekaligus bentuk rasa syukur keluarga ini yang berlaku di masyarakat secara umum
kedua mempelai atas berlangsungnya dan khususnya di Indonesia. Sebagaimana
ٌ َ ْ َ َ َ َ ْ َّ
pernikahan tersebut. disebutkanَ dalam nadzam (syair):ﺮﺸة ِإن اﻟﻮﻻﺋِﻢ ﻋ
َ ْ َ ّ َ ْ َ َ َّ َ ْ َ َ ْ َ
اﺣ ٍﺪ * ﻣﻦ ﻋﺪﻫﺎ ﻗﺪ ﻋﺰ ﻲﻓ أﻗﺮاﻧِ ِﻪ ِ ﻣﻊ و
2. Walimatul Khitan
َ ار ُ ﻷ ْﻋ َﺬَ َْ ْ ّ ٌ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ ُ ْ ُْ َ
Walimatul khitan adalah perjamuan makan ﻋﻨﺪ ِﺧﺘَﺎﻧِ ِﻪ ﻠﻄﻔ ِﻞ وا ِ ِ ﻓﺎﺨﻟﺮس إِن ﻧ ِﻔﺴﺖ ﻛﺬاك ﻋ ِﻘ�ﻘﺔ * ﻟ
yang disediakan oleh tuan rumah kepada ْ ُ َ ْ َ َ ْ َْ َ َ ُْ ْ َ
ِﺤﻟَﺬﻗِ ِﻪ َو َﺑ�َﺎﻧِ ِﻪ،اﺤﻟﺬاق ِ اب ﻟﻘﺪ* ﻗﺎل ٍ آن وآدٍ ﺤﻟﻔ ِﻆ ﻗﺮ ِِ و
para tamu dalam rangka tasyakuran acara
َ ْ ََ ْ ُ ْ َ ٌ ْ َ ْ ُ
khitanan. Tujuan diadakannya walimatul ﻓﺎﺣﺮص ﺒﻟ ِإﻋﻼﻧِ ِﻪ،ﻋ َّﻢ اﻟ ِﻤﻼ ُك ِﻟ َﻌﻘ ِﺪهِ َو َو ِ�ْ َﻤﺔ * ِﻲﻓ ُﻋ ْﺮ ِﺳ ِﻪ
khitan adalah untuk mendoakan anak yang َ ٌَْ َ َ
ﺮﻴة ِ ِﻛﻨَﺎﺋِ ِﻪ ﻟ ِ َﻤﺎﻜﻧِ ِﻪ ﺐ �ُ َﺮى * و و ِﻛ َ َ َ ٌََُْ َ َ َ َ
dikhitan agar menjadi anak yang saleh ٍ و ﻛﺬاك ﻣﺄدﺑﺔ ﺑِﻼ ﺳﺒ
serta sebagai ritual yang menandakan ﺮﻴاﻧِ ِﻪ َ ْ َو ﻧَﻘ�ْ َﻌ ٌﺔ ِﻟ ُﻘ ُﺪ ْو ِﻣ ِﻪ َو َوﺿ�ْ َﻤ ٌﺔ * ِﻣ ْﻦ أَﻗْﺮ َﺑﺎ ِء اﻟ ْ َﻤ ّ�ﺖ أَ ْو ﺟ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
anak-lelaki telah berani menghadapi ْ َ َْ َ َ َ ْ ُ ْ ٌ ْ َ َ ْ َ ّ َ َ
ﺟﺎءت ﻫ ِﺪ�ﺖ ﻛﺬا ﻟ ِ ِﺮﻓﻌ ِﺔ ﺷﺄﻧِ ِﻪ َ * ﺮﻴة َ ِﻷ َّول اﻟﺸﻬﺮ اﻷ َﺻ ّﻢ ﻋﺘ و
tantangan kehidupan. Sebab, khitanan ِ ِ ِ ِ
adalah lambang keberanian seorang anak Artinya:”Sesungguhnya macam-macam
laki-laki. (Nur Syam, 2005: 174) Walimah itu ada 10 ditambah satu. Siapa saja
A
rti kata wangsit dalam Kamus Besar Semedi Upaya Memperoleh Wangsit
Bahasa Indonesia adalah pesan
Salah satu upaya memperoleh wangsit
atau amanat gaib. Sementara dalam
adalah dengan melakukan laku spiritual
Baoesastra Djawa, istilah ‘wangsit’ mempunyai
bernama semedi atau bersamadi. Sebuah laku
arti pitoedoeh, piweling, wedaraning dewa
spiritual yang dilakukan dengan cara menyepi
lan sapiturute sing diwisikake, yang berarti
di sebuah tempat tertentu dan biasanya
petunjuk bisikan yang berasal dari para dewa
tempat keramat, sembari melakukan wirid-
dan sebagainya.
wirid tertentu. Untuk memperoleh wangsit
Wangsit sering pula diistilahkan sebagai yang diinginkan tentunya si pelaku harus
ilham, petunjuk, sabda, tuntunan atau dhawuh khusyuk dalam persemediannya.
(perintah), juga wisik (bisikan) gaib dari Tuhan
Berbicara mengenai hasil semedi, hasil
Yang Maha Esa. Wangsit diterima seseorang
yang diperoleh antara satu orang dengan yang
saat sedang melaksanakan sujud menyembah
lainnya tidak selalu sama. Tujuan setiap orang
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tidak sembarang
dalam melakukan semedi pun tidak sama.
orang dapat menerima wangsit. Hanya mereka
Namun, tidak setiap pelaku semedi selalu
yang terpilih yang mampu menerimanya.
berhasil mencapai tujuan semedinya tersebut.
Orang terpilih tersebut umumnya adalah orang
Berhasil atau tidaknya, semua tentu kembali
yang tekun menjalankan apa yang diistilahkan
kepada kuasa Sang Pencipta. Manusia hanya
dengan laku, yaitu menjalankan berbagai
bisa berdoa dan berusaha. Pelaku semedi yang
bentuk puasa seperti tidak makan dan minum
telah berhasil melakukan hubungan kontak
untuk jangka waktu tertentu, mutih (puasa
batin biasanya akan diberi isyarat-isyarat atau
dengan berbuka hanya makan nasi putih
wangsit tertentu dan yang diinginkan. Isyarat-
dan air putih), ngrowot (hanya makan buah-
isyarat tersebut dapat berupa sebuah mimpi
buahan), dan lain-lain (Ening Herniti, 2012).
atau tanda-tanda khusus lainnya. (Sirilin
Dalam komentarnya atas buku Wangsit Megaluh, 2012: 80)
Prabu Siliwangi karya Rokajat Asura (2016),
Selain melalui semedi di tempat-tempat
Peter Carey mengatakan bahwa wangsit
keramat, upaya memperoleh wangsit juga
sebagai petunjuk atau nasihat sudah lama
dapat diperoleh melalui perantara para wali.
dikenal dalam sejarah Indonesia. Hidup orang
Sebagaimana dijelaskan oleh Gus Nuril
bijak dan pelopor bangsa seperti Pangeran
(2010) bahwa makam wali yang dianggap
Diponegoro dibentuk dan diarahkan oleh
sebagai pembawa berkah karena hal itu
petunjuk.
berkaitan dengan isi mistik Islam-Jawa yang
Sumber Bacaan
Ening Herniti, Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Santet, Wangsit, Dan Roh Menurut Perspektif Edwards Evans-
Pritchard, Jurnal ThaqafiyyaT, Vol. 13, No. 2, Desember 2012
E. Rokajat Asura, Tafsir Wangsit Siliwangi dan Kebangkitan Nusantara, Depok: Imania, 2016
Frans Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, Jakarta: Gramedia, 1993
Gus Nuril Soko Tunggal dan Khoerul Royadi, Ritual Gus Dur dan Rahasia Kewaliannya, Yogyakarta: Galangpress, 2010
Peter Carey, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855, Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia dan KITLV, 2002
Sirilin Megaluh, Makna Ritual Semedi dalam Budaya Jawa: Studi Kasus di Pandan Kuning Petanahan Kebumen, Depok:
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
Suwardi Endrasaswara, Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa, Yogyakarta:
Narasi, 2003
http://www.solopos.com/2010/10/22/peroleh-wangsit-mbah-petruk-warga-takeran-gelar-kenduri-65069
http://indonesiana.merahputih.com/budaya/2016/03/10/hubungan-uga-wangsit-siliwangi-terhadap-bangsa-
indonesia/39122/
W
ayang merupakan seni pertunjukan Di tangan para pendakwah Islam awal,
klasik masyarakat Nusantara yang wayang menjelma menjadi medium dakwah
tumbuh dan berkembang sebagai yang efektif dengan gubahan cerita yang
sarana penyampaian pesan, ritual kepercayaan kreatif dan sarat pesan-pesan sufistik. Aspek
serta hiburan. Dalam kesenian tradisional ini mistik yang yang melekat dalam pertunjukan
terkandung falsafah hidup masyarakat yang dan lakon wayang telah diolah menjadi
disampaikan melalui cerita dan penuturan ajaran-ajaran sufistik yang mengarahkan
sang dalang yang digali dari berbagai sumber audiens kepada pesan-pesan simbolik
cerita rakyat, wiracarita populer maupun untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
naskah gubahan. Pementasan wayang juga Tanpa kreativitas, kearifan dan penguasaan
memiliki dimensi keagamaan yang berbasis wacana keislaman yang mendalam dari para
pada kepercayaan lama yang dikaitkan dengan penganjur Islam Nusantara, sulit rasanya
keberadaan roh nenek moyang, peristiwa mempertemukan praktik budaya lokal yang
penting dalam hidup ataupun ungkapan telah mengakar dalam kehidupan masyarakat
rasa syukur atas keberhasilan seseorang. dengan kebutuhan adanya media dakwah yang
Perpaduan berbagai unsur seni di dalamnya paling familiar dengan kehidupan mereka.
telah menjadikan wayang sebagai hiburan Perubahan fungsi dan bentuk wayang selama
rakyat yang adiluhung dan bersifat mendidik. berabad-abad menjadi bukti transformasi
keagamaan dan budaya masyarakat Nusantara
Sebagai “budaya asli” Nusantara,
yang terus menerus mencari bentuknya.
wayang telah menunjukkan pola adaptasi
dan modifikasi yang berlangsung selama
berabad-abad. Perubahan ini pada dasarnya
Pengertian
merefleksikan watak masyarakat Nusantara
yang memiliki kemampuan adaptasi yang Secara etimologi, ‘wayang’ berasal dari
tinggi dan inovasi yang terus menerus kata ‘wewayangan’ yang artinya bayangan.
dilakukan dalam menyikapi tantangan zaman. Akar katanya adalah ‘yang’, seperti dalam
Keunikan watak ini tidak hanya menghasilkan kata ‘layang’ yang bermakna terbang. Hal itu
unsur-unsur “budaya asli” yang khas ketika menggambarkan bahwa ia tidak stabil, tidak
menghadapi lingkungan sekitar, tetapi juga pasti, tidak tenang, terbang, kian-kemari. Kata
pada tahap tertentu, memperkaya unsur- wayang juga diduga berasal dari kata “hyang”
unsur budaya asli. Dalam hal ini, pengaruh atau “dahyang” yang merujuk pada roh-roh
budaya dari luar terbukti tidak akan diterima yang dipuja-puja nenek moyang masyarakat
begitu saja, tetapi diolah dan disesuaikan Nusantara. Pemujaan ini didasarkan atas
dengan keadaan. Dalam wayang ini tidak kepercayaan bahwa roh atau arwah orang
hanya tergambar kepiawaian para pelaku yang meninggal tetap hidup dan bisa memberi
budaya menyerap anasir-anasir budaya luar, pertolongan pada mereka yang masih hidup.
tetapi juga kemampuannya menggubah anasir Para hyang ini dalam perkembangannya
budaya luar ke dalam wujud kenusantaraan. dimanifestasikan dalam bentuk gambar,
patung atau tiruan-tiruan sejenisnya.
Setelah zaman Hindu berlalu, wayang 1. Bentuk wayang dibuat pipih menjadi dua
mengalami perubahan besar pada masa dimensi dan digambar miring sehingga
Kesultanan Demak. Semula wayang dan tidak menyerupai relief candi. Selain itu,
gamelan disejajarkan dengan lukisan, patung polesan artistik dengan cita rasa tinggi
dan piranti karya seni lain, yang dianggap yang dibentuk oleh para seniman handal
bersifat syirik. Namun atas upaya Sunan telah memperindah penampilan wayang
Kalijaga, wayang dapat diterima menjadi saat itu. Perkembangan ini terjadi sekitar
sarana dakwah yang penting. Di tangan tahun 1518-1521 M.
budayawan yang mumpuni dalam fikih dan 2. Wayang dibuat dari kulit kerbau yang
tasawuf, wayang menjadi seni budaya yang ditatah dengan halus.
berjasa dalam proses Islamisasi Nusantara.
3. Kulit bahan wayang diberi warna dasar
Padahal sebelumnya, Sunan Giri dan Bonang
dan ditaburi bubuk tulang (gerusan balung)
menentang seni budaya wayang sebagai sarana
yang berwarna putih sedangkan gambar
dakwah. Namun kemudian mereka berbalik
pakaian diberi warna hitam.
mengikuti jejak Sunan Kalijaga dengan
mengapresiasi budaya lokal. 4. Gambar muka wayang dibuat miring
dengan tangan masih menjadi satu
Seni perwayangan ini merefleksikan etos
dengan badan (irasan), diberi gapit untuk
budaya Nusantara yang setia mempertahankan
menancapkan pada kayu yang diberi
tradisi lama sambil terus menerus menyerap
lubang khusus untuk itu.
nilai maupun bentuk-bentuk baru. Watak
budaya ini nampak pada perkembangan 5. Bentuk dan gambar wayang pada
wayang dari zaman Hindu dan Budha, zaman umumnya meniru gambar wayang dari
Sumber Bacaan
Mulyono, Sri, Wayang: Asal-usul, Filsafat dan Masa Depannya, Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Solichin, Gatra Wayang Indonesia, Jakarta: Sena Wangi, 2013.
Stange, Paul, Politik Perhatian:Rasa Dalam Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: LKiS, 1998.
Suseno, Dharmawan Budi, Wayang Kebatinan Islam, Bantul: Kreasi Wacana, 2009.
S
ecara etimologi, wirid berasal dari bahasa kepada Allah dalam kondisi apapun. Seorang
Arab warada-yaridu-wirdan/– ﻭﹶﺭﹶﺩﹶ – ﻳ ﹶ ﹺﺮﺩﹸ hamba yang hatinya selalu mengingat dan
ﹺﻭﺭﹾﺩﺍ ﹰyang berarti antara lain sampai ke wushul kepada-Nya, maka ia akan menjadi
sumber air (QS. Al-Qashash: 23), sebagian pribadi yang tenang dan bahagia. Wajar jika
waktu malam yang digunakan untuk salat, kemudian Alquran kerap mengajak manusia
dan bagian dari Alquran atau bacaan zikir yang untuk selalu mengingat Allah SWT, seperti
dirapal. Jika kata wird dimaknai semacam yang terekam pada QS. Âli ‘Imrân [3]: 190-191;
ini maka bentuk jamaknya adalah aurâd/ﺃﹶﻭﹾﺭﹶﺍﺩﹲ. QS. Al-Baqarah [2]: 152; QS. Ar-Ra’d [13]: 28;
Kata al-wird juga diartikan dengan al-wushûl QS. Al-Ahzab [33]: 41; QS. Al-Munâfiqûn [63]:
(sampai) dan ad-dukhûl (masuk) sebagaimana 9 dan masih banyak lagi.
dalam QS. Hûd: 98. Dalam Kamus Besar
Dalam rangka mengimplementasikan
Bahasa Indonesia, wirid diartikan sebagai
perintah tersebut, baginda Rasul SAW dalam
kutipan-kutipan Alquran yang ditetapkan
sepanjang hidupnya tidak pernah lepas dari
untuk dibaca; dzikir yang diucapkan sesudah
membaca wirid berupa do’a-do’a dan amal
salat; dan pelajaran (ilmu keagamaan).
saleh. Abdullah bin Umar berkata: “Saya
Sementara secara terminologis, istilah mendengar Rasul Saw membaca do’a tiap petang
wirid biasanya digunakan untuk menyebut dan pagi tanpa putus hingga beliau meninggal
kegiatan zikir (mengingat Allah) yang dilakukan dunia”. Doa yang dimaksud adalah:
secara mudâwamah (rutin) dan istiqâmah
(kontinu/terus menerus). Pengertian seperti �� اﻢﻬﻠﻟ،��اﻢﻬﻠﻟ �� أﺳﺄﻟﻚ اﻟﻌﺎ��� ﻲﻓ ا���ﺎ وا�ﺧ
ini mirip dengan kata hizib, di mana keduanya
،أﺳﺄﻟﻚ اﻟﻌﻔﻮ واﻟﻌﺎ��� ﻲﻓ ��ﻲﻨ و���ﺎ� وأﻫﻲﻠ وﻣﺎﻲﻟ
mengandung unsur mudâwamah dan istiqâmah.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan اﻢﻬﻠﻟ اﺣﻔﻈﻲﻨ ﻣﻦ ﺑﻦﻴ،�� وآﻣﻦ �و،�اﻢﻬﻠﻟ اﺳﺮﺘ ﻋﻮ�ا
bahwa wirid adalah kumpulan zikir, do’a,
،� وﻣﻦ �ﻮ، وﻋﻦ ﺷﻤﺎﻲﻟ، وﻋﻦ �ﻤ�ﻲﻨ، وﻣﻦ ﺧﻠﻲﻔ،���
dan bimbingan amaliah yang telah dirangkai
sedemikian rupa untuk mendekatkan diri .وأﻋﻮذ ﺑﻌﻈﻤﺘﻚ أن أﻏﺘﺎل ﻣﻦ ﺤﺗﻲﺘ
kepada Allah SWT, berlindung agar dijauhkan “Ya Allah, aku mohon kesehatan di dunia dan
dari keburukan dan kejahatan, memohon akherat. Ya Allah, aku mohon ampunan dan
kebaikan, memohon tumbuhnya berbagai kesehatan pada agamaku, duniaku, keluargaku
ilmu dan pengetahuan, dengan menyatukan dan hartaku. Ya Allah, tutuplah auratku,
hati kepada Allah SWT secara konsisten dan jauhkanlah dari rasa takut. Ya Allah, jagalah aku
kontinu. Kegiatan melakukan amaliah wirid dari depan, dari belakang, dari kanan, dari kiri,
disebut dengan wiridan. dari atas dan aku berlindung kepada keagungan-
Tujuan utama wiridan adalah agar hati Mu agar aku tidak diserang dari bawah.” (HR.
menjadi tenang, dekat kepada Allah SWT dan Abu Daud, an-Nasa’I, Ibn Majah, Ibn Hibban,
tetap kuat di dalam keimanan. Secara spiritual, al-Hakim dan Ahmad)
wiridan akan menjadikan hati seorang selalu Bahkan dalam riwayat lain beliau
ingat (zikir) dan wushûl (sampai/connected)
Sumber Bacaan
al-‘Asqallani, Ibn Hajar. Fath al-Bârî, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 2004)
Eka Widianto, Zikir dalam Pustaka Centini, (Yogyakarta: Fak. Ushuluddin UIN SUKA, 2005)
Endraswara, Suwardi. Mistik Kejawen: Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa, (Yogyakarta:
Narasi, 2006), Cet. IV
Ibn al-Qayyim, Madârij as-Sâlikîn, (Kairo: Dâr al-Hadîts, 2005)
Mulyanti, Siti. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006)
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Krapyak, 1984).
Musthafa, Ibrahim. dkk. Al-Mu’jam al-Wasîth, (Kairo: Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, 2004).
an-Nawawi, Syarafuddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf, al-Adzkâr, (Kairo: Dâr at-Turats, 1999).
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an tentang Zikir dan Doa, (Jakarta: Lentera Hati, 2006)
al-Shiddiqy, Hasbi. Pedoman Dzikir dan Do’a, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982)
asy-Syaukani, Muhammad bin Ali. Tuhfat adz-Dzâkirîn, (Kairo: ats-Tsaqafiyah, 1988).
Thalib, Muhammad. Seratus Do’a dalam al-Qur’an dan Penjelasannya, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1998).
Tim Penulis, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Kemdikbud, 2008)
Yahya, Muhammad Taufiq Ali. Wirid Harian: Sejarah, Nasihat Dan Amalan-Amalannya, (Jakarta oleh Lentera, 2008)
Sumber: alkarsani.wordpress.com
Sumber: http://www.alnabaa.net/607488
S
alah satu tradisi yang keberadaannya Di antara Walisongo tersebut terdapat
terus dikembangkan oleh masyarakat Sunan Kalijaga yang memiliki pemikiran dan
Jatinom Kabupaten Klaten, Provinsi sikap sangat akomodatif terhadap budaya lokal.
Jawa Tengah adalah tradisi upacara “Ya Dalam keyakinan masyarakat Jawa, Sunan
Qowiyu”. Inti upacara ini adalah peringatan Kalijaga inilah Walisongo yang merupakan
hari meninggal dunianya (haul) Ki Ageng asli keturunan orang Jawa, bukan Arab, sebab
Gribig, tokoh penyebar Islam di wilayah itu. wali yang lain merupakan keturunan Arab
Tetapi dalam perkembangannya kegiatan dari Timur Tengah. Tradisi slametan, sekaten,
ini menjadi ritual penyebaran kue apem dan nyadran, wayang, gending Jawa banyak
diperebutkan oleh pengunjung yang hadir. dihubungkan sebagai karya Sunan Kalijaga
Acara ini diadakan rutin setiap tahunnya, di dalam mengembangkan dakwah Islam di
pada hari Jumat yang paling dekat dengan tanah Jawa. Legenda yang berkembang di
tanggal 15 bulan Safar pada penanggalan masyarakat Jawa, Sunan Kalijaga inilah yang
Hijriah. Tujuan utama dari upacara ini adalah berhasil mengislamkan Raja Amarta yang
memperingati haul Ki Ageng Gribik, ulama memiliki senjata Jamus Kalimasada.
yang diyakini sebagai tokoh yang sangat berjasa
Dalam pewayangan Jawa diceritakan
bagi masyarakat Jatinom, Klaten. Dengan haul
bahwa Raja Amarta Prabu Puntadewa
tersebut diharapkan masyarakat Jatinom bisa
merupakan raja yang sangat alim dan
meneladani kesederhanaan, kemuliaan budi
bijaksana, raja yang sangat jujur dan ikhlas.
pekerti, kebijaksanaan dan keteladanan hidup
Raja Puntadewa merupakan raja yang
dari Ki Ageng Gribik.
menyimpan senjata Jamus Kalimosodo, sebuah
senjata yang tidak ada lawannya. Ketika perang
Sejarah Baratayuda telah selesai dan usianya telah tua,
ia tidak juga meninggal dunia. Dalam sebuah
Walisongo merupakan majelis para wali di cerita, ia baru akan meninggal dunia jika
tanah Jawa yang terdiri dari sembilan ulama senjatanya Jamus Kalimosodo sudah dibaca
terkenal yaitu Sunan Maulana Malik Ibrahim, orang. Akhirnya raja bijak ini bertapa, setelah
Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, ribuan tahun baru kemudian bertemu dengan
Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Sunan Kalijaga yang diminta membacakan
Jati, Sunan Derajat, Dan Sunan Muria. pusaka Jamus Kalimosodo tersebut. Isi senjata
Kesembilan mubaligh ini mengajarkan agama itu adalah dua kalimah syahadat: Asyhadu alla
Islam di tengah masyarakat Jawa yang saat itu ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar
masih beragama Hindu dan Budha. Bahkan rasulullah. Setelah dua kalimah syahadat
banyak di antara masyarakat Jawa waktu itu tersebut dibaca maka meninggalah sang raja
yang masih menganut kepercayaan dinamisme bijak ini. Cerita rakyat ini telah menjadi cerita
atau percaya pada benda-benda keramat yang yang turun temurun sampai sekarang.
memiliki kekuatan gaib dan animisme atau
arakan dari masjid Ki Gede yang terdiri dari untuk selalu menyembah Allah SWT,
peraga (pemeran) Ki Ageng Gribig, Bupati, menjalankan kewajiban salat, berpuasa,
Muspida, kedua gunungan, Putri Domas, dan bersedekah, mencari rezeki yang halal dan
para pengawal. Kemudian peraga Ki Ageng menolong sesama manusia. Sebagai murid dari
Gribig yang biasanya diperankan oleh ulama Sunan Kalijaga, wali yang memiliki toleransi
setempat memimpin doa bersama yang berisi sangat tinggi terhadap budaya Jawa, Ki Ageng
permohonan kepada Allah untuk keselamatan, Gribik juga sangat toleran terhadap aspek
kesejahteraan dan keberkahan hidup bagi budaya lokal, namun mengisinya dengan nilai-
masyarakat Jatinom khususnya dan seluruh nilai yang Islami. Beberapa budaya lokal yang
masyarakat Indonesia pada umumnya. dikembangkan oleh Ki Ageng Gribik adalah
Selanjutnya, peraga Ki Ageng Gribik ini tradisi slametan dan nyekar. Slametan di masa
menyerahkan apem yang ditempatkan dalam lalu merupakan upacara persembahan kepada
panjang ilang (keranjang terbuat dari janur) makhluk halus, jin dan roh leluhur. Namun di
kepada Bupati Klaten atau pejabat daerah yang tangan Ki Ageng Gribik di “Islamkan” menjadi
hadir dalam upacara ini. Bupati mengawali upacara sedekah mendoakan para leluhur, agar
upacara penyebaran dengan melempar apem diberi ampunan dan kebaikan oleh Allah SWT.
dalam panjang ilang kepada pengunjung.
Slametan juga dimaksudkan sebagai doa
Kemudian, petugas penyebar yang berada
untuk orang yang masih hidup agar diberi
di dua menara segera mengikutinya dengan
keselamatan, kekuatan dan keberkahan dalam
melemparkan ribuan apem. Suasana rebutan
hidup. Sebagaimana slametan, nyekar juga
apem benar-benar meriah, tidak sampai satu
dijadikan sebagai media mengingat kematian.
jam apem yang sangat banyak itu dilemparkan
Sebab dengan selalu mengingat mati orang
dan diperbutkan oleh para pengunjung.
akan lebih berhati-hati dalam menjalani hidup
dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Jadi,
nyekar bukan memberi makanan pada jin atau
Makna
leluhur yang telah meninggal dunia.
Semua simbol dalam upacara Ya Qowiyu
Secara khusus, makna simbolis dari upacara
berasal dari ajaran hidup Ki Ageng Gribik.
ini antara lain; apem merupakan makanan
Sebagai seorang Muslim yang saleh Ki Ageng
yang dulu pernah dibagikan oleh Ki Ageng
Gribik mengajarkan masyarakat Jatinom
Sumber Bacaan
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen; sinkritisme, Simbolisme dan Sufisme Dalam Budaya Spiritual Jawa (Jogjakarta, Narasi,
2006).
http/www.insklopedia.com/Pemkab Klaten
Z
apin adalah seni hiburan khas Melayu Dalam pengertiannya yang parsial, zapin
yang merupakan perpaduan dari unsur juga merujuk pada seni musik Melayu tanpa
musik, tari dan teks/lirik yang menyatu melibatkan pementasan tari. Pola menabuh
dalam sebuah pementasan. Seni hiburan rakyat gendang marwas dilakukan dengan tiga
ini seringkali dipentaskan dalam berbagai acara kali pukulan, sedangkan pukulan keempat
seperti upacara perkawinan, khitanan, festival, sifatnya mengisi kekosongan. Terkadang
hari besar agama Islam dan pesta budaya pengisian ini mengarah pada teknik singkopasi
lainnya. Instrumen pengiringnya terdiri atas dan menengah. Perpaduan tiga pukulan ini
dua alat musik yang utama yaitu alat musik melahirkan bunyi yang harmonis. Dari tiga
petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh bentuk pukulan yang dikenal, ada pukulan yang
gendang kecil yang disebut marwas. Gerakan sering disebut sebagai ‘senting’ atau ‘dogoh’
tarinya sangat beragam antara satu daerah dan ‘angkat’. Ketiga istilah ini lazim digunakan
dengan daerah lain berdasarkan konteks oleh pemain atau penabuh marwas yang dari
alam dan suasana kehidupan masyarakatnya. sudut teori musik, pukulan klimaks ini disebut
Tari zapin biasa dilakukan oleh rakyat pesisir forte atau fortesismo. Pukulan puncak ini
Timur dan Barat Sumatera, Kepulauan Riau, hanya terdapat pada marwas saja, sedangkan
Semenanjung Malaysia, pesisir utara Jawa, pada alat musik perkusi tradisi lainnya tidak
pesisir Kalimantan, Sarawak dan Brunei menggunakan sebutan ini. Peran gambus
Darussalam. Daerah-daerah pesisir tersebut dalam musik zapin juga memberikan warna
merupakan wilayah pengaruh Islam ketika dan corak yang khas serta berfungsi sebagai
gelombang Islamisasi memasuki kawasan melodi. Bentuk gambus yang menggelembung
Nusantara. sedemikian rupa menyebabkan nada-nada
yang terkandung dalam musik gambus
Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu
cenderung bernada minor. Misalnya dalam
“zafn”, yang mempunyai arti pergerakan kaki
lagu ‘Bismillah’, ‘Sahabat Laila’ dan ‘Pulut
cepat mengikut rentak pukulan. Kata tersebut
Hitam’.
kemungkinan juga berasal dari kata ‘zaffa’,
yang berarti gerakan mempelai laki-laki ketika
membimbing mempelai wanita dalam prosesi
Sejarah Perkembangan
pernikahan. Spekulasi yang lain mengatakan
bahwa zapin berasal dari kata ‘zafah’, yang Seni zapin dibawa oleh para pedagang
bermakna perkawinan atau ‘zafana’ yang Arab yang berlayar memasuki Nusantara
berarti tarian dalam perkawinan. Menurut pada sekitar abad ke-15 M. Mengikuti rute
Jähnichen, bisa jadi zapin berasal dari kata penyebaran Islam, kesenian Arab Hadramaut
‘yazfinun’ yang bermakna menari dengan ini diterima dengan tangan terbuka oleh
menggerakkan kaki ke depan dan belakang. rakyat pesisir kepulauan di Nusantara.
Istilah ini telah tersebar di seluruh dunia Arab Perkembangan zapin ini tidak bisa dilepaskan
terutama atas jasa para pedagang Hadramaut dari watak masyarakat pesisir yang reseptif
Yaman yang diduga menjadi agen penyebar terhadap gagasan dan budaya baru untuk
zapin ke Nusantara. memperkaya atau menciptakan kesenian baru
Bahan Bacaan
Berg, Birgit, “Presence and Power of the Arab Idiom in Indonesian Islamic Musical Arts,” Conference Paper on Music in
the world of Islam, Assilah, 8-13 August 2007.
Capwell, Charles, Contemporary Manifestations of Yemeni-Derived Song and Dance in Indonesia, Yearbook for Traditional
Music, Vol. 27 (1995), h. 76-89.
Jähnichen, Gisa, “Al-Gahazali’s Thoughts on the Effects of Music and Singing upon the Heart and the Body and their Impact
on Present-Day Malaysian Society”, International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 2 No. 9, May 2012.
Muhammad Takari Bin Jilin Syahrial, “Zapin Melayu Dalam Peradaban Islam:Sejarah, Struktur Musik, dan Lirik.” ???
Nor, Mohd Anis Md, “The Spiritual Essence of Tawhid (Oneness-Peerlessness) in Zapin Dance Performance by The
Beholders of The Tariqat Naqsabandiah in Southeast Asia”, Jati, Vol. 14, Desember 2009.
--------- (ed), Zapin Melayu di Nusantara, Johor Baru: Yayasan Warisan Johor, 2010.
--------, Zapin, folk dance of the Malay world, Singapore, New York: Oxford University Press, 1993.
Z
iarah berasal dari bahasa Arab, ziyarah penghormatan dan doa. Sebagian mereka
yang artinya mengunjungi. Ziarah dalam percaya bahwa arwah orang shaleh atau wali
adat masyarakat Indonesia berorientasi Allah ketika meninggal dunia, sesungguhnya
mengunjungi makam atau kuburan seseorang masih menetap di kuburnya. Sehingga peziarah
yang memiliki hubungan dekat/khusus atau yang memanjatkan doa untuk para wali Allah
orang yang dianggap suci. Aktivitas ziarah berharap wasilah (perantara) dalam doa yang
dalam kebiasaan masyarakat Jawa juga disebut mereka sampaikan.
nyekar, yang berarti menabur bunga di atas
makam. Di kalangan masyarakat Madura,
tradisi ziarah ini dikenal dengan sebutan Etika dan Aktivitas Ziarah
nyalase. Saat memasuki gerbang atau komplek
Selain dilakukan secara individual, pemakaman, seorang peziarah atau
ziarah kubur juga sering dilakukan secara pengunjung makam dianjurkan untuk
berkelompok. Di kalangan masyarakat menyampaikan salam kepada para penghuni
tradisional, ziarah ke makam Walisongo kubur. Hal ini juga berlaku ketika seseorang
menjadi pilihan favorit yang memiliki daya yang sedang berkendaraan melewati komplek
tarik tersendiri. Rangkaian kunjungan ke pemakaman. Ucapan salam yang biasa
makam para wali yang tersebar di Jawa Timur, dilafalkan adalah “Assalamu’alaikum ya ahlal
Jawa Tengah dan Jawa Barat telah menjadi kubur”. Ditambah dengan doa memohon
wisata rohani yang masih tetap lestari. ampunan bagi penghuni kubur. Etika ini
menjadi pengetahuan dasar seorang Muslim
Dalam konteks ibadah mahdhah, baik
kaitannya dengan adab mengunjungi makam.
umrah ataupun haji, ziarah ke makam Nabi
Muhammad dan situs-situs bersejarah lain Doa-doa yang dipanjatkan seseorang
menjadi salah satu unsur penting yang dalam aktivitas ziarah bermacam ragamnya.
memiliki makna religius bagi pelakunya. Di kalangan masyarakat Muslim tradisional,
Ziarah ke tanah suci merupakan kunjungan membaca tahlil sudah menjadi praktik yang
spiritual ke makam orang-orang suci yang lumrah di atas kubur. Bacaan tahlil yang
memiliki jasa besar bagi pembentukan serta dimaksud meliputi kombinasi sejumlah
penyebaran agama Allah. bacaan ayat Alquran, kalimat tayyibah, tasbih,
tahmid, shalawat dan doa untuk penghuni
Tradisi ziarah tetap bertahan dalam kurun
kubur. Sebagian orang juga membacakan surat
waktu yang lama karena memang masyarakat
Yasin yang diniatkan sebagai hadiah penyejuk
tradisional memiliki kepercayaan kuat
bagi arwah yang didoakan.
mengenai interaksi manusia dengan arwah
nenek moyang atau orang-orang yang sudah Aktivitas doa yang dilakukan seorang
meninggal. Di kalangan masyarakat Jawa, Muslim di atas kuburan tentunya memiliki
ziarah ke makam wali atau orang suci dilakukan maksud dan tujuan. Selain merupakan
untuk mengharap keberkahan melalui interaksi antara yang hidup dan yang mati,
mendoakan seseorang yang telah meninggal
Sumber Bacaan
Henri Chamber dan Claude Guillot, Ziarah dan wali di Dunia Islam (terj.) (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 1995).
Jamhari, “The Meaning Interpreted: The Concept of Barakah in Ziarah” dalam jurnal Studia Islamika, Vol.8, No.1/2001.
J.J. Fox, “Ziarah Visit To The Tombs of Wali, The Founder of Islam on Java” dalam M.C. Ricklefs (ed), Islam in Indonesian Social
Context (Melbourne: CSEAS Monash University, 1991).
Muhaimin, Abdul Ghaffir, The Islamic Traditions of Cirebon: Ibadat and Adat Amon Javanese Muslims, Disertasi di
Department of Antropology, The Australian National University, 1995.
Nor Syam. Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKIS, 2006).