Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan saluran cerna merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada


anak, akan tetapi keluhan tersebut sangat mencemaskan orang tua dan
memerlukan pertolongan segera. Tatalaksana adekuat, terutama bila perdarahan
yang terjadi mengancam jiwa, diperlukan agar mengurangi komplikasi ataupun
terjadinya perdarahan berulang.1 Perdarahan gastrointestinal pada bayi dan anak
merupakan masalah yang sering dijumpai praktek umum pediatrik dan terhitung
10-15% kasus biasanya dirujuk ke bagian Gastroentrologi Anak.2
Perdarahan saluran cerna dapat bermanifestasi seperti muntah darah
(hematemesis), keluarnya darah berwarna hitam dari rektum (melena), keluar
darah segar maupun warna merah kehitaman saat buang air besar (BAB)
(hematokezia). Hematemesis merupakan muntah darah dengan material muntahan
berwarna merah terang atau merah gelap (coffee ground), perdarahan berasal dari
saluran cerna atas dengan batas di atas ligamentum Treitz. Melena lebih kurang
90% berasal dari saluran cerna atas terutama usus halus dan kolon proksimal,
biasanya tinja berwarna hitam. Hematokezia merupakan perdarahan saluran cerna
yang berasal dari kolon, rektum, atau anus berwarna merah cerah atau sedikit
gelap. 2
Pada semua pasien dengan perdarahan saluran gastrointestinal (GIT) perlu
dimasukkan pipa nasogastrik dengan melakukan aspirasi isi lambung. Hal ini
terutama penting apabila perdarahan tidak jelas. Tujuan dari tindakan ini adalah:2
1. Menentukan tempat perdarahan.
2. Memperkirakan jumlah perdarahan dan apakah perdarahan telah
berhenti.
Perlu diingat bahwa tidak adanya darah dari lambung tidak selalu menyingkirkan
perdarahan GIT, karena perdarahan mungkin telah berhenti atau sumber
perdarahan mungkin di bagian distal pilorus yang kompeten.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Saluran Cerna


2.1.1 Definisi
Perdarahan saluran cerna adalah hilangnya darah dalam jumlah yang tidak
normal pada saluran cerna mulai dari rongga mulut hingga anus. Volume darah
yang hilang dari saluran cerna dalam keadaan normal sekitar 0,5-1,5 ml per hari.
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi 2 berdasarkan lokasi anatomi
sumber perdarahannya:3
- Perdarahan saluran cerna atas (di atas ligamentum Treitz)
- Perdarahan saluran cerna bawah (di bawah ligamentum Treitz)
Perdarahan saluran cerna atas didefinisikan sebagai perdarahan saluran
cerna proksimal, diatas ligamentum treitz dengan manifestasi klinis berupa
hematemesis atau melena.
Perdarahan saluran cerna dapat bermanifestasi sebagai perdarahan yang akut
akibat hilangnya sejumlah darah dan kadang dapat menyebabkan gangguan
hemodinamik. Kehilangan darah yang cukup banyak dan terjadi intermiten
didefinisikan sebagai perdarahan akut-berulang/rekuren. Kehilangan darah yang
tersembunyi (occult) akibat kehilangan darah yang kronik pada umumnya secara
kebetulan terdeteksi saat pemeriksaan darah samar atau terbukti anemia defisiensi
besi.1
Terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna, antara lain:
1. Hematemesis
Hematemesis adalah muntah atau regurgitasi sejumlah darah yang
berwarna merah segar ataupun berwarna seperti kopi; dengan sumber perdarahan
di antara esofagus dan ligamentum Treitz. Sumber perdarahan dapat berasal dari
varises dan non-varises. Hematemesis harus dibedakan dengan hemoptisis, yang

2
jarang terjadi pada anak dan selalu didahului dengan batuk, ataupun sumber
perdarahan yang berasal dari nasofarings. Muntahan yang berwarna seperti kopi
seringkali akibat minuman cola atau kopi, yang sering disalahartikan sebagai
darah oleh orang tua
Hematemesis dapat disebabkan oleh darah yang tertelan, lesi mukosa
saluran cerna atas, perdarahan vericeral, hemobilia (jarang terjadi), yaitu
perdarahan di dalam traktur biliar. Pada darah yang tertelan dapat dihubungkan
dengan epistaksis, iritasi pada tenggorokan, tonsilektomi, dan saat menyusu jika
ada luka di puting susu ibu.
Lesi mukosal termasuk esofagitis, Mallory-Weiss tear, gastritis reaktif,
stress ulcer, dan ulkus peptikum. Pada keluhan terasa panas didada, nyeri dada,
nyeri epigastrium, regurgitasi oral, atau disfagia dapat dicurigai ke arah esofagitis
reflux atau penyakit ulkus peptikus.4
Pada perdarahan yang signifikan dapat dihubungkan dengan trauma, post
pembedahan, akibat luka bakar. Gastritis lebih sering dihubungkan dengan
penggunaan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS), alkohol, infeksi H. Pylori,
infeksi virus, penyakit Crohn, vaskulitis, terpapar radiasi, atau gastropathy
kongestif. Ulkus peptikum jarang terjadi pada anak-anak. H. Pylory merupakan
menyebab penting terjadinya ulkus peptikum pada anak-anak dan dewasa, tapi
perdarahan akubat gastritis itu sendiri sangat jarang. 4
Hematemesis adalah muntahan darah segar atau berwarna seperti kopi
“coffe ground emesis”, yang merupakan tanda darah lama hasil dari perubahan
hemoglobin menjadi hematin karena asam hidroklorik lambung. Hematemesis
sering merupakan tanda perdarahan yang berasal dari esofagus, lambung, atau
proksimal duoenum. Pada kelompok usia neonatus, gejala timbul sebagai akibat
menelan darah hibu sebagai akibat luka lecet pada putting susu ibu. Sedangkan
pada kelompok usia anak, sebagai akibat tertelan darah karena epistaksis. 4
2. Hematokezia
Hematokezia adalah perdarahan perektal yang ditandai dengan keluarnya
darah merah segar. Darah yang keluar bisa bercampur dengan feses atau bersama
dengan keadaan diare. Keadaan ini merupakan tanda perdarahan yang berasal dari

3
distal ileum hingga kolon. Warna darah yang keluar, usia pasien, dan adanya nyeri
perut merupakan faktor penting dalam menilai anak yang mengalami
hematokezia.4
Hematokezia akut pada anak dengan manifestasi klinis berupa nyeri perut
dapat dicurigai adanya iskemik pada usus sebagai komplikasi dari intususepsi,
volvulus, hernia, maupun adanya trombosis mesentrika. Perdarahan pada usus
merupakan tanda akhir dari obstruksi akut yang kemudia menyebabkan vena
tersumbat kemudia terjadi iskemik, dan nekrosis.4
Pada anak usia diatas 2 tahun, intususepsi lebih mungkin utnuk dikaitkan
dengan divertikulum Meckel, hiperplasia limfoid nodular, limfoma, atau adanya
edema usus pada Henoch-Scholein Purpura.4
3. Melena
Melena adalah tinja yang keluar berupa cairan berwarna hitam seperti
aspal serta berbau amis; dan merupakan manifestasi perdarahan saluran cerna
atas.Melena merupakan tanda perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun
sumber perdarahan juga bisa berasal dari bagian ileum atau kolon sebelah kanan.
Gejala melena timbul pada kasus perdarahan sebanyak 50 ml – 100 ml atau 2%
volume darah. Occult bleeding adalah perdarahan yang tidak bisa diketahui
sumbernya. Untuk mengetahui letak perdarahan memerlukan teknik khusus, dan
pada pemeriksaan endoskopi memberikan hasil normal.

2.2.2 Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna pada anak walaupun jarang terjadi tetapi
berpotensi serius. Prevalensi perdarahan saluran cerna atas berkisar antara 10%
dari keseluruhan penyebab perdarahan pada anak, sedangkan prevalensi
perdarahan saluran cerna bawah lima kali lebih rendah. Etiologi keduanya
tergantung dari usia. Pada umumnya kondisi anak cukup baik, kecuali pada
kondisi tertentu seperti bayi baru lahir (periode perinatal), pasien sakit berat yang
dirawat di ruang intensif (ICU) dengan atau tanpa penggunaan ventil1ator dan
kondisi gagal organ majemuk, serta anak dengan hipertensi portal dan gagal hati
stadium akhir.4

4
Data dari Ozen, 2011 menyebutkan, di Ihsan Dogramaci Children’s
Hospital, Turki, anak dengan perdarahan saluran cerna atas, terdapat indikasi
untuk dilakukannya endoskopi yaitu sekitar 4,8% dari kejadian. Anak-anak yang
mengalami perdarahan saluran cerna atas di ruang ICU jauh lebih tingga
angkanya, yaitu 6-25% kejadian. Sedangkan pada saluran cerna bawah datanya
jauh lebih kecil dan disebutkan hanya 4% yang mengancam jiwa.5

2.2.3 Etiologi
Secara umum hematemesis atau melena adalah akibat perdarahan saluran
cerna atas, sedangkan hematoskezia akibat perdarahan saluran cerna bawah. Akan
tetapi ketika menghadapi neonatus ataupun bayi, gejala tersebut dapat
membingungkan. Waktu singgah sangat cepat dan gejala perdarahan
hematoskezia akibat sel darah merah yang tidak tercerna (bukan melena) dapat
merupakan satu-satunya gejala perdarahan saluran cerna atas.1,4
Pada kondisi lain yang sering membingungkan bila perdarahan terjadi
pada kolon akan tetapi gejala yang timbul hanya melena, akibat darah
terperangkap di kolon sehingga memberikan kesempatan cukup pada mikroflora
untuk mendegradasi sel darah merah tersebut. Pemasangan NGT dapat digunakan
untuk mendiagnosis perdarahan saluran cerna atas, selain untuk memonitor
perdarahan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi pada semua kelompok usia.4,5
Secara spesifik etiologi dari perdarahan saluran cerna anak dapat terbagi
menjadi perdarahan saluran cerna pada neonatus, bayi usia 1 bulan sampai 1
tahun, anak usia 1 – 2 tahun, dan anak diatas usia 2 tahun.6
a. Neonatus
Pada neonatus, yang banyak terjadi adalah tertelannya darah itu ketika
melewati jalan lahir, selain itu perdarahan yang terjadi setelah lahir yaitu
defisiensi vitamin K yang pada akhirnya akan menyebabkan munculnya
hematemesis. Fisura anal juga merupakan penyebab yang sering terjadi pada
neonatus. Manifestasinya berupa munculnya darah segar yang pada feses atau
menyebabkan munculnya bercak merah pada popok. Selain itu penyebab yang
biasa terjadi adalah enteritis bakterial, alergi susu sapi, intususepsi, tertelan darah

5
ibu, dan hiperplasia limfonosular. Erosi pada mukosa esofageal, gaster, dan
duodenal juga merupakan penyebab dari perdarahan saluran cerna pada neonatus.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan sekresi asam lambung dan kelemahan dari
spincter pada lambung.6
Tingkat stress pada ibu dalam trimester ketiga dapat menimbulkan
peningkatan sekresi gastin pada ibu dan dapat mempertinggi kejadian dari ulkus
peptik pada neonatus. Beberapa obat juga terlibat dalam kejadian perdarahan
saluran cerna pada neonatus. Seperti Obat Anti Inflamasi Non-Steroid, heparin,
tolazolin yang digunakan secara terus menerus pada neonatus.6
Pengobatan pada ibu juga berpengaruh. Kandungan dalam obat akan
melewati placenta dan dapat menganggu perkembangan pada janin. Aspirin,
Sefalotin, dan fenobarbital merupakan penyebab koagulasi yang abnormal pada
neonatus.6
Sedangkan penyebab yang jarang meliputi volvulus, malformasi
arteriovena pada saluran cerna, Necrotizing Enterocolitis (NEC), hirschprung
enterocolitis dan Divertikulum Meckel.6
b. Usia 1 bulan 1 tahun
Pada saluran cerna atas, penyebab yang paling sering pada kelompok usia
ini adalah esofagitis peptik yang disebabkan oleh reflux gastroesofageal. Yang
disusul oleh gastritis sebagai penyebab yang cukup sering terjadi. Gastritis primer
berhubungan dengan infeksi H. Pylori. Penyebab lain dari gastritis primer adalah
penggunaan OAINS, dan penyakit Crohn. Sedangkan pada gastritis sekunder
berhubungan dengan penyakit sistemik yang berat yang dapat mengakibatkan
iskemik pada mukosa dan mengakibatkan erosif serta perdarahan mukosa
lambung.6,7
Sedangkan pada perdarahan saluran cerna bawah, penyebab terseringnya
adalah fisura anal yang menyebabkan munculnya darah segar pada feses. Selain
itu, intususepsi juga merupakan penyebab yang sering terjadi. Pada alergi susu
protein, dapat menyebabkan kolitis yang berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan juga merupakan alergi yang sering pada bayi, disebabkan oleh adanya
reaksi imune terhadap susu sapi.6,7

6
c. Usia 1 – 2 tahun
Pada saluran cerna atas disebutkan ulkus peptik merupakan penyebab
tersering pada kelompok usia ini dan paling sering mengakibatkan hematemesis.
Etiologinya dapat meilupti penggunaan OAINS.6
Pada ulkus peptikum, kejadian yang sering terjadi pada kelompok usia ini
adalah kejadian sekunder dari beberapa penyakit sistemik seperti pada luka bakar
(ulkus Curling), trauma kepala (ulkus Cushing), keganasan, dan sepsis. Pada
saluran certa bawah, polip juvenil yang biasanya terdapat pada kolon merupakan
penyebab tersering pada kelompok usia ini. 6

Gambar. 1 Polip Juvenil6

d. Usia diatas 2 tahun


Pada perdarahan saluran cerna atas, pada anak yang sering mengalami
muntah yang menyembur dapat dicurigai ke arah Sondrom Mallory Weiss.
Varises esofagus dapat merupakan akibat dari hipertensi portal. Peningkatan dari
aliran darah yang melewati sistem portal dikarenakan adanya obstruksi pada
prehepatik, intrahepatik, dan suprahepatik, tapi pada anak terjadinya hipertensi
porta lebih sering karena adanya trombosis pada vena porta (prehepatik) dan
atresia biliar (intrahepatik). Pada varises esofagus apabila pembuluh darah sudah
terlalu tipis, disertai adanya tekanan yang tinggi dan ada turbulensi, dapat
mengakibatkan perdarahan dan 40% kejadian dapat mengalami perdarahan
berulang.6,7

7
Sedangkan pada perdarahan saluran cerna bawah lebih banyak disebabkan
oleh polip juvenile. Selain itu infeksi saluran cerna juga menjadi penyebab
terjadinya perdarahan pada kelompok usia ini. Perdarahan jarang terjadi pada
seseorang dengan penyakit Crohn dibandingkan seseorang yang mengalami kolitis
ulseratif. Tetapi keduanya memiliki manifestasi berupa diare berdarah. Patogen
yang paling sering menyebabkan diare yaitu Escheria coli dan Shigella.6

Gambar 1. Varises Esofagus pada


anak6

Tabel 1. Perdarahan Saluran Cerna Berdasarkan Usia5,8


Kelompok Usia Perdarahan Saluran Perdarahan Saluran
Cerna Atas Cerna Bawah
Neonatus Tertelan darah ibu, Necrotizing
defisiensi vitamin K, enterocolitis, infeksi
esofagitis refluks, alergi kolitis, volvulus,
susu sapi, malformasi Penyakit Hirschsprung,
pembuluh darah enterokolitis.
Bayi Stress ulcer, esofagitis, Fisura anal, kolitis,
sindrom Mallory-Weiss, intususepsi, divertikulum
malformasi pembuluh Meckel, hiperplasia
darah, obstruksi usus limfonodular.
Anak Sindrom Mallory-weiss, Polip saluran cerna,

8
ulkus peptikum, varises divertikulum Meckel,
esofagus, Henoch Henoch Schonlein
Schonlein purpura, purpura,
penyakit Crohn, Angiodysplasia,
obstruksi usus, hiperplasia limfonodular.
Hemobilia

2.2.4 Diagnosis
Anamnesis3
Dalam melakukan evaluasi anak dengan perdarahan saluran cerna ada beberapa
kondisi yang harus segera ditentukan sejak awal:
- Apakah anak betul-betul mengalami perdarahan saluran cerna?
- Apakah perdarahan yang terjadi menyebabkan gangguan hemodinamik?
- Apakah perdarahan saat ini sedang berlangsung?
- Tindakan apa yang harus segera dilakukan saat ini?
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis:
- Tentukan apakah anak betul-betul mengalami perdarahan saluran cerna dari
produk muntahan dan tinja. Beberapa kasus yang sering dikelirukan dengan
perdarahan saluran cerna antara lain:
o Hematemesis dan melena:
 Tertelan darah ibu pada saat persalinan atau saat menyusu akibat
puting yang lecet
 Tertelan darah epistaksis
 Mengkonsumsi makanan dan obat-obatan tertentu
o Hematochezia
 Menstruasi
 Hematuria
- Tentukan seberapa banyak volume darah yang hilang untuk menentukan
berat ringannya perdarahan saluran cerna dan tanyakan tanda-tanda
gangguan hemodinamik yang terjadi.

9
- Tanyakan warna darah dan jenis perdarahannya untuk menentukan lokasi
perdarahannya. Tanyakan durasi perdarahan untuk menentukan kronisitas
perdarahan.
- Tanyakan gejala-gejala penyerta lain dan faktor resiko yang mengarah
pada penyebab tertentu. Gejala penyerta gastrointestinal antara lain, diare,
crumping, nyeri perut, konstipasi, muntah,. Gejala sistemik yang perlu
ditanyakan antara lain, demam, munculnya ruam, pusing, pucat, sesak
nafas, berdebar-debar, ekstremitas dingin. Hematochezia akut disertai
nyeri perut hebat pada anak yang tampak sakit berat bisa merupakan
komplikasi dari intususepsi, volvulus, hernia inkarserata, atau trombosis
pembuluh mesentrika. Hematokezia tanpa disertai nyeri dapat disebabkan
oleh divertikulum Meckel, polip, massa submukosal usus.
- Riwayat penyakit sebelumnya: riwayat perdarahan, riwayat penyakit hati.
- Riwayat penyakit keluarga: penyakit perdarahan (bleeding diasthese),
penyakit hati kronik, penyakit saluran cerna, pemakaian obat-obat tertentu.
- Riwayat minum obat-obatan yang mengiritasi mukosa (mengkonsumsi
dalam jangka panjang) seperti NSAID, steroid, obat-obatan sitostatika
tertentu.
- Riwayat tauma abdomen.

Pemeriksaan Fisik3
Pada pemeriksaan anak dengan perdarahan saluran cerna perlu dilakukan
pemeriksaan Airway, Breathing, Circulation untuk menilai hemodinamik.
Lakukan pemeriksaan tanda vital untuk memonitor apakah ada takikardi,
takipnea, hipotensi, dan memonitor Capillary Refill.9,10
Takikardia merupakan indikator yang sensitif pada perdaarahan pada anak-
anak. Penampakan umum harus dipantau seperti apakah anak menjadi gelisah atau
apakah terjadi distress pernafasan. Ekimosis bisa menjadi tanda dari adanya suatu
penyakit perdarahan. Pucat dapat mengindikasikan seberapa banyak terjadinya
perdarahan, namun tidak dapat menunjukkan gejala akut pada perdarahan saluran
cerna atas. Pada abdomen harus apakah terdapat nyeri tekan epigastrium atau pun

10
nyeri lepas, adanya sikatrik, nyeri kuadran kanan atas, atau adanya
hepatomegali.7,9
Tentukan berat ringannya perdarahan dengan melihat keadaan umum
pasien, status hemodinamik, perkiraan volume darah yang hilang dan warna dari
perdarahan. Pada saluran cerna atas, harus berhati-hati ketika melakukan
pemeriksaan. Tekanan pada epigastrika dapat dicurigai adanya gangguan pada
lambung atau duodenum. Adanya splenomegali, ascites, distensi dapat dicurigai
adanya gangguan pada hepar yang merupakan akibat dari varises esofagus.
Selain itu karakteristik dari perdarahan dapat membantu menganalisa letak dari
perdarahan. Seperti pada hematokezia yang tidak bercampur darah atau ditemukan
di popok bayi merupakan perdarahan dari sekitar anus, seperti pada fissura anal.
Adanya lendir pada feses dapat mengindikasikan adanya intususepsi atau
volvulus. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan Rectal Tourcer untuk
mengidentifikasi adanya hemoroid atau fissura.8,9
Tabel 2. Tanda-tanda fisik yang sering dijumpai pada anak dengan perdarahan
saluran cerna.3
Kulit Pucat,
Jaundice, pruritus, spider
hemangiomata,
Ekimosis,
Pembuluh darah yang abnormal,
Hidrasi,
Ruam kulit.
Kepala, mata, telinga, hidung, Nasopharyngeal injection,
tenggorokkan. Oozing,
Pembesaran tonsil dengan perdarahan.
Kardiovaskular Peningkatan denyut nadi
Penurunan tekanan darah
Terdapat irama gallop
CRT > 2 detik
Abdomen Organomegali
Nyeri tekan
Perineum Fisura
Fistula
Ruam

11
Hemoroid eksterna
Rektum Darah segar
Melena
Nyerti tekan

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang2


1. Darah lengkap :
Perdarahan yang baru terjadi mungkin tidak mengubah hemoglobin atau
hematokrit tetapi MCV bisa rendah pada perdarahan kronis berderajat
ringan. Peningkatan eosinofil dapat menunjukkan kolitis alergi.
2. Laju endap darah :
Peningkatan LED dapat menandai penyakit usus beradang.
3. Koagulasi :
Profil koagulasi untuk menyingkirkan kelainan perdarahan.
4. Uji fungsi hepar :
Apabila ada tanda hipertensi portal atau penyakit hati kronis.
5. Tinja encer :
Pembiakan tinja dan toksin C. difficile
6. Uji fungsi renal:
Nilai urea yang tinggi merupakan kunci untuk mendiagnosis sindrom
uremik hemolitik atau dapat menandakan adanya dehidrasi.
7. Esofagogastroduodenoskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui letak dari perdarahan.
Pemeriksaan ini harus menunggu hemodinamik anak stabil. Terutama
digunakan untuk mendiagnosis esofagitis, gatritis, stress ulcer, inflamasi
dikarenakan penggunaan OAINS, penyakit Mallory-Weiss.
8. Kolonoskopi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi perdarahan pada
saluran cerna bawah lebih akurat dibandingkan barium enema.
Sensitivitasnya sekitar 80% pada kasus perdarahan saluran cerna bawah.

12
9. Foto Rontgen
Pada bayi maupun anak-anak dengan kecurigaan perdarahan akibat adanya
benda asing yang merupakan salah satu kegawat-daruratan dapat
dilakukan pemeriksaan foto rontgen. Sebelum pada akhirnya bisa
dilanjutkan dengan endoskopi.8,9
2.1.6 Diagnosis Banding
Jarang dijumpai kasus perdarahan saluran cerna pada kelompok usia
neonatus dan bayi. Kasus yang sering terjadi pada kelompok neonatus adalah
kasus yang mirip perdarhan saluran cerna karena menelan darah ibu setelah proses
kelahiran. Pada bayi yang minum ASI juga dapat dijumpai hal yang sama, sebagai
akibat menelan darah puting susu ibu yang luka/lecet. Pada keadaan neonatus
sakit berat, perdarahan saluran cerna terjadi sebagai akibat stress ulcer yang
terjadi pada usia beberapa hari kehidupan. Keadaan ini cukup sering dijumpai,
sebagai akibat erosi atau ulkus lambung akibat gastritis.2,11
Perdarahan mukosa lambung bisa terjadi karena koagulopati, sebagai
akibatdefisiensi vitamin K, maternal ITP, pemakaian obat golongan NSAID,
hemofilia, dan penyakit Von Willebrand’s disease. Bila dibandingkan dengan
penyebab lainnya, Von Willebrand’s disease merupakan penyebab tersering pada
kelompok usia ini. Pulmonary hemosiderosis, yang ditandai dengan hemoptisis,
juga merupakan penyebab yang perlu diwaspadai pada kelompok usia ini.
Perdarahan yang mirip perdarahan saluran cerna dapat diakibatkan oleh
perdarahan didaerah tenggorokan dan hidung. Darah yang timbul, akan tertelan,
sehingga bila dimuntahkan, dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan
perdarahan saluran cerna bagian atas. Pada kelompok anak yang lebih besar,
perdarahan saluran cerna bagian atas timbul sebagai akibat regangan mukosa
lambung saat muntah yang dikenal dengan Mallory Weiss Syndrome.2,11
Tabel 3. Diagnosis Banding
Hematemesis
- Defisit vitamin K pada neonatus
- Esofagitis erosif
- Mallory Weiss Syndrome
- Gastritis hemoragik (trauma, akibat pembedahan, luka bakar, stres
sistemik berat

13
- Gastritis reaktif akibat penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS), gastritis akibat alkohol, infeksi virus, vasculitis, prolaps dari
gastroesophageal junction.
- Ulkus peptikum
- Massa submukosa seperti lipoma dan tumor stromal
- Malformasi pembuluh darah seperti Angiodysplasia, hemangioma
- Hemobilia
Hematokezia, Melena
- Iskemik intestinal seperti pada komplikasi dari intususepsi, hernia
inkarserata, dan trombus mesenterika
- Diverticulum Meckel
- Henoch-Schonlein purpura
- Colitis ulseratif
Perdarahan rektum dengan tanda-tanda diare berdarah, tenesmus, BAB malam
hari
- Kolitis
- Sindrom Hemolytic-uremic
- NEC (Necrotizing enterocolitis)
- Penyakit Crohn
Perdarahan rektum dengan pola BAB normal
- Polip Juvenile
- Hiperplasia limfoid nodular
- Kolitis eosinofilik
- Malformasi pembuluh darah
BAB keras disertai darah merah segar
- Fisura anal
- Proktitis ulseratif
- Prolaps rektum
- Hemoroid internus
Perdarahan saluran cernah tanpa sumber yang jelas
- Esofagitis
- Poliposis
- Divertikulum Meckel

14
Gambar 1. Hiperplasia limfoid nodular. 4

2.1.7 Tatalaksana
Prinsip penanganan mencakup tindakan suportif dan terapi untuk
mengkontrol perdarahan aktif. Pada umumnya perdarahan saluran cerna dapat
berhenti sendiri dan hanya memerlukan observasi saja, sedangkan sebagian lain
memerlukan tindakan agresif dan invasive menggunakan endoskopi. Pada
umumnya perdarahan saluran cerna atas yang serius adalah akibat lesi peptik dan
pecahnya varises esofagus, sedangkan etiologi perdarahan saluran cerna bawah
yang tersering adalah 42% kolitis dan 41% polip (pada usia sekolah), serta pada
usia 1 bulan – 2 tahun yaitu fisura ani, kolitis, divertikulum Meckel, serta
lymphonodular hyperplasia (LNH).1
Terapi Suportif mencakup:3
- Stabilisasi hemodinamik dengan resusitasi cairan intravena kristaloid.
Pada perdarahan karena varises, pemberian cariran harus hati-hati untuk
menghindari pengisian intravaskuler yang terlalu cepat sehingga dapat
meningkatkan tekanan porta dan memicu terjadinya perdarahan berulang.
- Oksigenasi diberikan pada perdarahan aktif masif dengan syok.
- Pada perdarahan massif diberikan transfusi darah untuk memperbaiki
oxygen-carrying capacity. Transfusi darah sebaiknya diberikan hingga

15
mencapai hematokrit kurang dari 30 untuk menghindari kondisi
overtransfused yang dapat meningkatkan tekanan porta dan memicu
perdarahan berulang. Pemantauan hematokrit diperlukan pada kasus
perdarahan aktif.
- Koreksi koagulasi atau trombositopenia apabila ada indikasi
- Koreksi gangguan elektrolit bila ada untuk mencegah terjadinya
ensefalopati hepatikum ada penderita penyakit hati kronis yang mengalami
perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan dengan pemberian laktulos dan
nonabsorbable antibiotic. Laktulosa berfungsi untuk mebersihkan saluran
cerna dari sisa-sisa darah. Nonabsorbable antibiotic (neomisin, colistin)
untuk mensterilkan usus dari bakteri usus yang akan mencerna sisa darah
menjadi amonia sehingga produksi dan pasase amonia ke aliran sistemik
bisa dicegah. Dosis laktulosa 0,5-1 mL/kgBB diberikan 2-4 kali perhari.
Pengobatan spesifik untuk mengontrol perdarahan:1,5
a. Lesi Peptik
Pemberian medikamentosa berdasarkan pengendalian produksi asam
lambung agar pH lambung meningkat di atas kisaran daya proteolitik pepsin
sehingga lesi yang terjadi dapat sembuh. Preparat yang banyak digunakan bila
diduga sumber perdarahan adalah lesi peptik (penyebab tersering pada perdarahan
saluran cerna atas) adalah ranitidin dan omeprazol. Dosis ranitidin iv 1,5mg/kg (3
kali perhari), dan cara pemberian harus perlahan untuk menghindari efek
bradikardi. Dosis ranitidin peroral adalah 6-8mg/kg/hari dibagi 2-3 kali,
sedangkan omeprazol oral/iv 0,3-3,5mg/kg (maksimum 80mg/hari).
Pada perdarahan saluran cerna atas akut, pemberian preparat proton pump
inhibitor (PPI) secara signifikan lebih efektif menurunkan risiko perdarahan
berulang pasca hemostasis dibandingkan preparat antagonis reseptr H2. Teknik
endoskopi terapetik yang banyak dilakukan pada orang dewasa, pada umumnya
bisa diterapkan juga pada anak. Panduan untuk anak masih memerlukan uji klinis
lebih lanjut (RCT, randomized control trial) agar sesuai dengan pendekatan
berbasis bukti. Hal ini tergantung dari ketersediaan alat dan kompetensi operator.
Teknik injeksi menggunakan 1:10.000 epinefrin diikuti dengan/tanpa BICAP

16
(bipolar electrocoagulation probe) merupakan teknik endoskopi yang sering
digunakan pada anak. Teknik hemoclip menggunakan endoskopi selain efektif,
cukup mudah, dan efek samping yang minimal selain dapat digunakan pada lesi
peptik juga dapat digunakan pada lesi non-varises seperti Dieulafoy, sindrom
Mallory-Weiss, dan perdarahan pasca polipektomi.
b. Hipertensi Portal
Bila perdarahan dicurigai akibat pecahnya varises esofagus, maka
terindikasi untuk segera diberikan somatostatin ataupun octreotide intra vena, dan
dilanjutkan selama 5-7 hari. Pemberian octreotide dosis awal 1 ug/kg sebagai
bolus intra vena selama 5 menit, dilanjutkan dengan 1ug/kg per-jam perinfus
secara kontinyu. Tindakan ini selanjutnya diikuti dengan ligasi varises dengan
teknik endoskopi, agar mengurangi perdarahan berulang.

17
BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan saluran cerna pada anak pada umumnya jarang terjadi dan
jarang mengancam jiwa, serta pada umumnya berhenti sendiri. Tata laksana
adekuat, terutama bila perdarahan yang terjadi mengancam jiwa, diperlukan agar
mengurangi komplikasi ataupun terjadinya perdarahan berulang. Penggunaan
endoskopi baik untuk diagnostik maupun terapetik, serta dapat dilakukan terapi
suportif dan terapi untuk mengontrol dan mencegah perdarahan seperti golongan
PPI, octreotide ataupun somatostatin.. Namun demikian tata laksana perdarahan
saluran cerna tetap berprinsip “first do no harm”.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Dwipurwantoro, P. Kegawatan pada Bayi dan Anak, Jakarta: Departemen


Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 201.
2. Ranuh, R. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2009.
3. Pudjiadi, A. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia.2010.
4. Boyle, J. T. Gastrointestinal Bleeding in infants and children. American
Academy of Pediatric. 2008. (online:
http://pedsinreview.aappublications.org/cgi/content/full/29/2/39)
5. Ozen H., Eren, M. Journal of Pediatric Sciences. Special Issues:
Gastrointestinal bleeding in children. Turkey: Faculty of Medicine,
Department of Pediatric Gastroenterology and Hepatology. 2011.
6. Wolfram, W. Pediatric Gastrointestinal Bleeding. Ohio : Department of
Emergency Medicine, Mercy St Vincent Medical Center. 2015. (online)
http://emedicine.medscape.com/article/1955984-overview#showall
7. Ngo, K., Kim, T. Pediatric Emergency Medicine Praktice: emergency
Department management of Upper Gastointestinal Bleeding in Pedatric
Patient. Los Angeles: EB Medicine. 2014.
8. Pediaric Clerkship. Lower Gastrointestinal Bleeding, USA: The University
of Chicago. 2014.
9. Moravej, H., Deghani S. Journal of Comprehensive Pediatric: Lower
Gastrointestinal Bleedinh in Children. Iranian Society of Pediatrics:
Kowsar Corp. 2013.
10. Owensby, S., Taylor, K. Diagnosis and Management of Upper
Gastrointestinal Bleeding in Children, Augusta: Departmant of Family
Medicine, Medical College of Georgia. 2014.
11. Cadranel, S. Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition:
Approach to gastrointestinal bleeding. London: Tayor & Francis. 2005

19

Anda mungkin juga menyukai