Kejang Demam
Kejang Demam
KEJANG DEMAM
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unsyiah BPK RSUDZA Banda
Aceh
oleh
BERLIAN MIZA
1407101030057
Pembimbing
dr. Darnifayanti, M.Ked (Ped), Sp.A
BANDA ACEH
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi dan berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat beriring salam penulis
sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan
panutan bagi umatnya.
Adapun tugas laporan kasus ini berjudul “Kejang Demam”. Diajukan
Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD
dr. Zainoel Abidin, Kota Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada dr. Darnifayanti, M.Ked (Ped), Sp.A yang telah meluangkan
waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan
kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima dengan tangan
terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa mendatang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta
tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah
kenaikan suhu tubuh di atas 380C rektal atau di atas 37,80C aksila. Pendapat para
ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai
5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan
kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia
dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia
antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam
tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.(1)
Di Amerika Serikatdan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2 – 5%.
Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan Eropa
dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%. Bahkan
di Guam insiden kejang demam mencapai 14%.(1)
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf
tersering pada anak. Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam
yaitu faktor demam, usia dan riwayat keluarga, dan riwayat prenatal (usia saat
ibu hamil), riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan dan bayi berat badan lahir
rendah).(2)
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh
sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2% - 7%. Kejang
demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi
dan pencapaian tingkat akademik. Sebesar 4% penderita kejang demam secara
bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi.
Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang demam cukup
menkhawatirkan bagi orangtuanya.(2)
Tindakan pencegahan terhadap bangkitan kejang demam berupa
pemberian antipiretik dan antikonvulsan. Pemberian antipiretik tanpa disertai
1
2
2.1.Identitas Pasien
Nama : Adinda Rahmadina
CM : 0-96-53-18
Umur : 2 tahun
Alamat : Banda Aceh
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Aceh
Masuk Rumah Sakit : 28 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 30 April 2015
2.2. Anamnesis
Keluhan Utama: kejang
3
4
Riwayat Kehamilan:
Ibu pasien ANC teratur ke bidan dan dokter kandungan. Sakit sewaktu
hamil disangkal oleh ibu pasien. Ibu pasien rutin mengkonsumsi obat yang diberikan
oleh dokter kandungan. Selain itu disangkal.
Riwayat Persalinan :
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yang lahir secara section
cesarea dengan berat badan lahir 3200 gr yang segera menangis.
Riwayat Imunisasi:
Menurut pengakuan ibu pasien, pasien hanya belum di imunisasi campak
karena sedang sakit.
Data antropometri
Berat Badan : 13 kg
Tinggi badan : 90 cm
BB/U : -2SD s/d +2 SD
PB/U : -2SD s/d +2 SD
5
2.4. PemeriksaanFisik
a. Kulit
Warna : sawo matang
Turgor : cepat kembali
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Oedema : tidak ada
Anemia : tidak ada
b. Kepala
Rambut : Hitam, sukar dicabut
Wajah : Simetris, edema (-), deformitas(-)
Mata : Conjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-)
Pupil : Bulat isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung
(+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
Telinga : Serumen (-/-), Sekret (-/-)
Bibir : pucat (-), mukosa basah (-), sianosis (-)
Lidah : lidah kotor(-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (+)
Faring : Hiperemis (+)
6
c. Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Kaku kuduk (-)
Pembesaran KGB : Tidak ada
d. Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris.
Anterior-Posterior Kanan Kiri
Palpasi Fremitus normal Fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler Normal Vesikuler Normal
Ronchi (-) wheezing (-) Ronchi (-) wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba.
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular, bising (-)
e. Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), tumor(-), vena collateral(-)
Palpasi : Soepel, NT (-), H/L/R tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
j. Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
Fraktur - - - -
2.5.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan 28/04/2015
Hb 10,9 gr/dl
Ht 28 %
Eritrosit 6,2 x 106/mm3
Leukosit 24.700/mm3
Trombosit 423000 U/L
E/B/NS/L/M 0/0/66/27/7
Na/K/Cl 139/4,0/100 mmol/L
Ur/Cr 14/0,20 mg/dL
2.6. Diagnosis
Kejang demam sederhana e.c tonsilofaringitis
2.7.Terapi
O2 nasal kanul 2 L/i
IVFD RL 30 gtt/i
Inj. Cefotaxime 200 mg/24 jam
Inj. Ampicilin 400 mg/12 jam
Stesolid supp 10 mg bila kejang
Paracetamol syr 3 x 11/2 Cth
8
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
9
FOLLOW UP HARIAN
Thorak :
Inspeksi: Simetris
Palpasi : tidak ada bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan
paru
Ausk : Ves (+/+), Rh (-/-),
Wh (-/-)
10
Abdomen :
Inspeksi : Simetris, Distensi (-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus (-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)
ASSESSMENT:
Kejang demam e.c tonsilofaringitis
11
FOLLOW UP HARIAN
Thorak :
Inspeksi: Simetris
Palpasi : tidak ada bagian dada
yang tertinggal
Perkusi : Sonor diseluruh lapangan
paru
Ausk : Ves (+/+), Rh (-/-),
Wh (-/-)
12
Abdomen :
Inspeksi : Simetris, Distensi (-)
Palpasi : Soepel
Perkusi :Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+)
Extremitas :
Pucat (-/-), Ikterus (-/-), sianosis (-
/-), edema (-/-)
ASSESSMENT:
Kejang demam e.c tonsilofaringitis
BAB III ANALISA
KASUS
KEJANG DEMAM
3.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam terjadi pada 2 - 4% anak berumur 6 bulan – 5
tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak
berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi sistem saraf pusat ataupun
epilepsi yang kebetulan terjadi bersamaan dengan timbulnya demam.(3)
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta
tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah
kenaikan suhu tubuh di atas 380C rektal atau di atas 37,80C aksila. Pendapat para
ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai
5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan
kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia
dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia
antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam
tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.(1)
3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2 – 5%.
Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan Eropa
dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%.
Sedangkan di Hong Kong angka kejadian kejang demam sebesar 0,35%. Dan di
China mencapai 0,5 – 1,5%. Bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai
14%.(1)
13
14
3.3 Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks.(5)
Tabel 3.1 Perbedaan kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
No Klinis KD KD Kompleks
Sederhana
1 Durasi < 15 menit > 15 menit
2 Tipe Kejang Umum Umum/fokal
3 Berulang dalam 1 episode 1 kali > 1 kali
4 Defisit neurologis - +/-
5 Riwayat keluarga kejang demam +/- +/-
6 Riwayat keluarga kejang tanpa demam +/- +/-
7 Abnormalitas neurologis sebelumnya +/- +/-
Sebagian besar 63% kejang demam berupa kejang demam sederhana dan
35% berupa kejang demam kompleks.
a. Faktor Demam
Demam apabila hasil pengukuran suhu tubuh mencapai di atas
37,80C aksila atau diatas 38,30C rektal. Demam dapat disebabkan oleh
berbagai sebab, tetapi pada anak tersering disebabkan oleh infeksi.
Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang demam.
Demam disebabkan oleh infeksi virus merupakan penyebab terbanyak
timbul bangkitan kejang demam sebesar 80%.(6)
Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai
ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh
berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP.
Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celcius akan meningkatkan
metabolisme karbohidat 10-15%, sehingga dengan adanya peningkatan
suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen.
Pada demam tinggi akan dapat mengakibatkan hipoksi jaringan termasuk
jaringan otak. Keadaan ini akan menganggu fungsi normal pompa Na+
dan reuptake asam glutamate oleh sel glia. Kedua hal tersebut
mengakibatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel meningkat dan
timbunan asam glutamate ekstrasel. Timbunan asam glutamate akan
meningkatkan permeabilitas membrane sel terhadap ion Na+ sehingga
semakin meningkatkan masuknya Na+ ke dalam sel. Masuknya ion Na+
ke dalam sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan
meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap membrane sel.
Perubahan konsentrasi ion Na+ intra dan ekstrasel tersebut akan
mengakibatkan perubahan potensial membrane sel neuron sehingga
membrane sel dalam keadaan depolarisasi. Disamping itu, demam dapat
merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.(5)
Kenaikan suhu yang terjadi secara mendadak menyebabkan
kenaikan kadar asam glutamate dan menurunkan kadar glutamin.
Tetapi sebaliknya kenaikan suhu tubuh secara pelan tidak
menyebabkan kenaikan kadar asam glutamate. Perubahan glutamin
menjadi asam glutamate dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh. Asam
16
m. Perdarahan intrakranial
Merupakan akibat trauma atau asfiksia dan jarang diakibatkan oleh
gangguan perdarahan primer atau anomaly kongenital. Perdarahan
subdural biasanya berhubungan dengan persalinan yang sulit terutama
terdapat kelainan letak dan disproporsi sefalopelvik. Perdarahan dapat
terjadi karena laserasi vena-vena, biasanya disertai kontusio serebral
yang akan memberikan gejala kejang-kejang. Perdarahan subarachnoid
terutama terjadi pada bayi premature yang biasanya bersama-sama
dengan perdarahan intraventrikular. Keadaan ini akan menimbulkan
gangguan struktur serebral dengan kejang sebagai salah satu
manifestasi klinisnya.(5)
n. Infeksi sistem saraf pusat (SSP)
Resiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila
serangan berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi SSP seperti
meningitis, ensefalitis, dan terjadinya abses serta infeksi lainnya.
Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan terjadinya kejang. Di
Negara-negara barat penyebab yang paling umum adalah Herpes
Simpleks (tipe 1) yang menyerang lobus temporalis. Kejang yang
timbul berbentuk serangan parsial kompleks dengan sering diikuti
serangan umum sekunder dan biasanya sulit diobati. Infeksi virus ini
dapat juga menyebabkan daya ingat yang berat dan kejang dengan
kerusakan otak dapat berakibat fatal. Pada meningitis dapat terjadi
sequele yang secara langsung menimbulkan cacat berupa cerebral
palsy, retardansi mental, hidrosefalus, dan deficit nervus kranilalis,
serta kejang. Dapat pula cacat yang terjadi sangat ringan berupa
sikatrik pada sekelompok neuron atau jaringan sekitar neuron sehingga
terjadilah focus epilepsy yang dalam kurun waktu 2 -3 tahun kemudian
menimbulkan kejang.(5)
21
22
3.5 Patofisiologi
Kejang merupakan manifestasi klinis akibat terjadinya pelepasan muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi. Sel saraf seperti juga
sel hidup umumnya, mempunyai potensial membrane. Potensial membrane yaitu
selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif
dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membrane
berkisar antara 30 – 100 mV, selisih potensial membrane ini akan tetap sama selama
sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membrane ini terjadi akibat perbedaan
letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+, dan Ca++. Bila sel saraf mengalami
stimulasi akan mengakibatkan menurunnya potensial membrane. Penurunan
potensial membrane ini akan mengakibatkan permeabilitas membrane tehadap ion
Na+ akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan
potensial membrane masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan ion
K+, sehingga selisih potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial
yang demikian sifatnya tidak menjalar, yang disebut sebagai respon lokal.(5)
Bila rangsangan cukup kuat, perubahan potensial dapat mencapai ambang
tetap (firing level), maka permeabilitas membrane terhadap Na+ akan meningkat
secara besar-besaran sehingga timbul spike potensial atau potensial aksi. Potensial
aksi ini akan dihantarkan oleh sel saraf berikutnya melalui sinaps dengan
perantara zat kimia yang dikenal sebagai neurotransmitter. Bila perangsangan
telah selesa, maka permeabilitas membrane kembali ke keadaan istirahat, dengan
cara Na+ akan kembali ke luar sel dan K+ masuk ke dalam sel melalui mekanisme
pompa Na – K yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen.(5)
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na – K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan
pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi
hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membrane sel saraf, misalnya hipokalsemia
dan hipomagnesemia.
23
Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh karena infeksi. Pada
anak-anak infeksi yang sering menyertai kejang demam adalah tonsilitis, infeksi
traktus respiratorius (38-40% kasus), otitis media (15-23%), dan gastroenteritis
(7-9%). Anak-anak yang terkena infeksi dan disertai demam, bila dikombinasikan
dengan ambang kejang yang rendah, maka anak tersebut akan lebih mudah
mendapatkan kejang. Berdasarkan data kepustakaan bahwa 11% anak dengan
kejang demam mengalami kejang pada suhu <37,9ºC, sedangkan 14-40% kejang
terjadi pada suhu antara 38°-38,9ºC, dan 40-56% pada suhu antara 39°C-39,9ºC.(1)
Menurut kepustakaan, pada kejang demam pemeriksaan laboratorium
tidak dikerjakan secara rutin, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pungsi lumbal untuk memeriksa
cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-
6,7%. Pungsi lumbal menjadi pemeriksaan rutin pada kejang demam bila usia pasien
kurang dari 18 bulan.(1)
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang
lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang
unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak
yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan pungsi lumbal
diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam untuk me- nyingkirkan
adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan subaraknoid atau gangguan
demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun yang menderita
kejang demam.(7)
3.7 Tatalaksana
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:
a. Mencegah kejang demam berulang
b. Mencegah status epilepsy
c. Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
d. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
26
• Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2 tahun
setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan.
Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya
kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian
hari. Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari dengan kadar sebesar 16
mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah
berulangnya kejang demam.
Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif
ditemukan pada 30–50 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi
dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat
yang memejiliki khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane
meneliti kejadian kang berulang sebesar 5,5% pada kelompok yang diobati
dengan asam valproate dan 33 % pada kelompok tanpa pengobatan dengan asam
valproat. Dosis asam valproat adalah 15 – 40 mg/kg BB perhari. Efek samping yang
ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin dan karbamazepin
tidak memiliki efek profilaksis terus menerus.
Millichap, merekomendasikan beberapa hal dalam upaya mencegah dan
menghadapi kejang demam diantara lain adalah sebagai berikut:
Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai
penanganan demam dan kejang.
Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis
0,5 mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam.
Sebagai alternatif dapat diberikan profilaksis terus menerus dengan
fenobarbital.
Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian
sebaiknya dibatasi sampai 6 – 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan
kadar fenobarbital dalam darah dipantau tiap 6 minggu – 3 bulan, juga
dipantau keadaan tingkah laku dan psikologis anak.
29
Pada pasien kejang demam, keadaan dan kebutuhan oksigen, cairan, kalori
dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh juga dapat diturunkan dengan
mengkompres pasien dengan air hangat (diseka) secara aktif selain dengan
pemberian antipiretik. Orang tua atau pengasuh anak juga harus diberi cukup
informasi mengenai penanganan demam dan kejang. Dengan penanggulangan
yang sesuai dan cepat, maka prognosis pada pasien ini baik dan tidak
menyebabkan kematian.(1)
3.8 Prognosis
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh
sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2% - 7%. Kejang
demam dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi
dan pencapaian tingkat akademik. Sebesar 4% penderita kejang demam secara
bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi.
Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang demam cukup
mengkhawatirkan bagi orangtuanya.(2)
Pada kasus ini pasien mengalami batuk dan pilek sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa tonsil tidak
membesar tetapi hiperemis dan faring yang juga hiperemis. Sehingga dapat
dipastikan bahwa demam disebabkan karena telah terjadi peradangan pada tonsil
dan faring pasien. Anak-anak yang terkena infeksi dan disertai demam, bila
dikombinasikan dengan ambang kejang yang rendah, maka anak tersebut akan lebih
mudah mendapatkan kejang. Berdasarkan data kepustakaan bahwa 11% anak
dengan kejang demam mengalami kejang pada suhu <37,9ºC, sedangkan 14
- 40% kejang terjadi pada suhu antara 38° - 38,9ºC, dan 40-56% pada suhu antara
39°C - 39,9ºC.
Menurut kepustakaan, pada kejang demam pemeriksaan laboratorium
tidak dikerjakan secara rutin, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pungsi lumbal untuk memeriksa
30
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta
tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah
kenaikan suhu tubuh di atas 380C rektal atau di atas 37,80C aksila. Pendapat para
ahli terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai
5 tahun. Berkisar 2% - 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan
kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia
dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia
antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam
tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.
Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga hal, yaitu:
1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau
fungsi vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat
pilihan utama, oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak
ada diazepam, dapat digunakan luminal suntikan intramuscular ataupun
yang lebih praktis midazolam intranasal.
2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi
lumbal pada saat pertama sekali kejang demam. Fungsi lumbal juga
dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun karena gejala neurologis
sulit ditemukan. Pemeriksaan laboratorium penunjang lain dilakukan
sesuai indikasi.\
3. Pengobatan profilaksis.
Intermittent: anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien
demam (suhu rektal lebih dari 380C) dengan menggunakan diazepam
oral / rektal, klonazepam supositoria.
Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat
tiap hari untuk mencegah berulangnya kejang demam. Pemberian obat-
obatan untuk penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus
dipertimbangkan antara khasiat terapeutik obat dan efek sampingnya.
32
33
3. Wardhani AK. Kejang Demam Sederhana Pada Anak Usia Satu Tahun.
Medula. 2013;1(1):57-64.
6. Graves RC, Oehler K, Tingle LE. Febrile Seizures : Risks, Evaluation, and
Prognosis. American Family Physician. 2012;85(2):149-53.
34