Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN INFLAMATORY BOWEL DISEASE DENGAN DIET

Masrul Lubis, Lukman Hakim Zain, Leonardo Basa Dairi, Mabel Sihombing, Ilhamd,
Djuwita Sembiring, Arina Vegas

Divisi Gastroenterologi-Hepatologi-Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H Adam Malik Medan-RSU Pirngadi Medan

PENDAHULUAN

Inflamatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi kronik yang melibatkan saluran
cerna, bersifat remisi dan relaps/kambuhan, dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum
diketahui jelas. 1

Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis,yaitu Kolitis Ulseratif (KU),Penyakit Crohn
(PC),dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam katagori
Indeterminate Colitis. Hal ini untuk secara praktis membedakannya dengan penyakit inflamasi
usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi,iskemia dan radiasi. 1

EPIDEMIOLOGI

IBD merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi di negara-negara Eropa dan Amerika.Secara
umum angka insiden untuk colitis ulseratif/penyakit Crohn di Amerika Utara 8-15/5-15, Eropa
11,8/7,0, Norwegia 13,6/5,8, Belanda 10,0/6,9, Jepang 1,9/0,5,Italia 5,2/2,3 per 100.000 orang.
Jadi terdapat perbedaan tingkat kekerapan antara negara barat dengan negara Asia Pasifik.
Sedangkan untuk angka prevalensi yang didapatkan di Amerika Utara 170-230/140-
200,Copenhagen 161,2/44,4,Italia 121/40, Jepang 18,1/5,8,Singapura 6,0/3,6. 1

Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia muda (umur 25-
30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara wanita dan laki-laki. Selain adanya
perbedaan geografis diatas,tampaknya orang kulit putih lebih banyak terkena dibandingkan

1
dengan kulit hitam. Dari segi ras,IBD banyak terdapat pada orang Yahudi. IBD cenderung terjadi
pada kelompok social ekonomi tinggi,bukan perokok,pemakai kontrasepsi oral dan diet rendah
serat. 1

Di Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi ini. Data banyak berdasarkan laporan
Rumah Sakit . Sangat mungkin terjadi variasi akurasi diagnostiknya antar laporan, mengingat
akan terdapatnya perbedaan sarana diagnostik penunjang yang tersedia. 1

Berdasarkan data dari unit-unitendoskopi di Jakarta dilaporkan KU/PC terdapat pada 2,8-
5,2%/1,4-5,2% dari total pemeriksaan kolonoskopi. Sedangkan dari kasus diare kronik berdarah
yang dirujuk untuk kolonoskopi didapatkan KU sebanyak 5,5% dan PC 2,0%.1

Beberapa laporan kasus KU dan PC berdasarkan data hasil pemeriksaan kolonoskopi di


Indonesia (Konsensus Nasional tahun 2011)

Prevalensi Kasus IBD di Unit-Unit Endoskopi 1

Sumber Data Kolitis Ulseratif Penyakit Crohn


RSCM Jakarta 5,4% 2,9%
RS Gatot Subroto Jakarta 6,95% 3,2%
RS Hasan Sadikin Bandung 8,33% 1,56%
RS Sardjito Yogyakarta 23% 3,3%
RS Zainal Abidin Banda Aceh 2,55% 1,7%
RS Pekanbaru 3,08% 2,15%
RS Syaiful Anwar Malang 16% 1%
RS Usada Insani Tangerang 16,3% 10,2%

ETIO-PATOGENESIS

Sampai saat ini belum diketahui etologi IBD yang pasti maupun penjelasannya yang memadai
mengenai pola distribusinya.1

2
Tidak dapat disangkal bahwa faktor genetik memainkan peran penting dengan adanya
kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterlibatan familial. Teori adanya
peningkatan permeabilitas epitel usus,terdapatnya antineutrophil cytoplasmic
autoantibodies,peran nitric oxide dan riwayat infeksi (terutama Mycobacterium
paratuberculosis) banyak dikemukakan. Yang tetap menjadi masalah adalah hal apa yang
mencetuskan keadaan tersebut. Defek imunologisnya kompleks, antara interaksi antigen
eksogen,kemudahan masuk antigen (termasuk permeabilitas usus) dan kemungkinan disregulasi
mekanisme imun pasien IBD. Secara umum diprakirakan bahwa proses pathogenesis IBD
diawali oleh adanya infeksi, toksin, produk bakteri atau diet intralumen kolon, yang terjadi pada
individu yang rentan dan dipengaruhi oleh faktor genetik,defek imun, lingkungan,sehingga
terjadi kaskade proses inflamasi pada dinding usus. Merokok akan meningkatkan resiko
terjadinya PC tapi bersifat protektif terhadap timbulnya KU. 1

Banyak mediator inflamasi telah dikenali dalam pathogenesis IBD. Sitokin yang
dilepaskan oleh makrofag sebagai respons terhadap berbagai stimulus antigenic akan berikatan
dengan beragam reseptor dan menghasilkan efek autokrin,parakrin dan endokrin. Sitokin
mengubah limfosit menjadi sel T dimana sel T helper-1 (Th-1) berperan dalam pathogenesis PC
dan sel T-helper 2 ( Th-2) berperan dalam KU. Respons imun ini akhirnya akan merusak mukosa
saluran cerna dan memicu terjadinya kaskade proses inflamasi kronik.2

Banyak studi pada beberapa decade terakhir telah menunjukkan bahwa adanya heparin
sulfate proteoglycans ( HSPGs ) terikat mengatur aktivitas berbagai faktor inflamasi 3. Syndecan
-1 ( Sdc-1) merupakan contoh penting dari HSPGs yang menutup permukaan sel epitel. 4 Sdc-1
memiliki beragam peranan biologis diantaranya penyembuhan luka, tumorigenesis dan
pengaturan respons inflamasi. Peranan Sdc-1 dalam hal respons inflamasi adalah dengan
mengatur sinyal sitokin pro-inflamasi, khususnya tumor necrosis faktor–α (TNF α).4 Day dkk
(1999) mendapatkan adanya penurunan ekspresi Sdc-1 pada pasien-pasien KU yang dikaitkan
dengan gangguan penyembuhan ulkus pada kolon. 5

Floer dkk melakukan penelitian pada tikus percobaan dengan defisit ekspresi Syndecan-1
6
(Sdc-1). Ia mendapatkan bahwa Sdc-1 berperan dalam mempertahankan integritas mukosa
dengan mempengaruhi fungsi sel epitel, proliferasi sel, ekspresi kemokin dan sitokin.
3
Kekurangan atau penurunan ekspresi Sdc-1 akan meningkatkan ekspresi sitokin pro-inflamasi
terutama TNF-α, selain itu juga mengganggu proses pnyembuhan luka. Dalam studinya, Floer
mendapatkan bahwa pemberian enoxaparin mampu mengurangi kerusakan kolon pada tikus
dengan deficit ekspresi Sdc-1.6 Pengetahuan ini penting karena memberikan alternative baru
dalam hal penatalaksanaan IBD.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada IBD terdapat disregulasi respon imunologik
mukosa terhadap antigen mikroba komensal pada host yang genetic rentan dan dimodifikasi oleh
peran faktor lingkungan. 1

GAMBARAN KLINIK

Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manifestasi klinis IBD
yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti
arthritis,uveitis,pioderma gangrenosum,eritema nodosum dan kolangitis. Disamping itu tentunya
disertai dengan gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai dampak keadaan patologis yang
ada seperti gangguan nutrisi. Gambaran klinis KU relative lebih seragam dibandingkan
gambaran klinis pada PC. Hal ini disebabkan distribusi anatomik saluran cerna yang terlibat pada
KU adalah kolon, sedangkan pada PC lebih bervariasi yaitu dapat melibatkan atau terjadi pada
semua bagian segmen saluran cerna, mulai dari mulut sampai anorektal. 1

Perjalanan klinik IBD ditandai oleh fase aktif dan remisi. Fase remisi ini dapat
disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi spontan. Dengan sifat perjalanan
klinik IBD yang kronik-eksaserbasi-remisi, diusahakan suatu kriteria klinik sebagai gambaran
aktifitas penyakit untuk keperluan pedoman keberhasilan pengobatan maupun menetapkan fase
remisi. Secara umum Disease Activity Index (DAI) yang didasarkan pada frekwensi diare, ada
tidaknya perdarahan per-anum, penilaian kondisi mukosa kolon pada pemeriksaan endoskopi dan
penilaian keadaan umum, dapat dipakai untuk maksud tersebut.1

KOLITIS ULSERATIF

Inflamasi pada KU terbatas pada lapisan mukosa kolon saja. Rektum hampir selalu terlibat
(proktitis ulseratif) dan progresivitas menjalar kearah proksimal. Sepertiga kasus KU hanya
melibatkan rectum dan sigmoid (proktosigmoiditis), sebagian besar kasus melibatkan rektum
4
sampai dengan fleksura lienalis (left side colitis). Sebagian kecil terjadi pada seluruh bagian
kolon (pancolitis). 1,7

Derajat klinik KU dapat dibagi atas berat,sedang dan ringan, berdasarkan frekwensi diare,
ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah (klasifikasi
Truelove). Perjalanan penyakit KU dapat dimulai dengan serangan yang pertama yang berat
ataupun dimulai ringan yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya
serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan
terutama hanya melibatkan lapisan mukosa. 1,8

PENYAKIT CROHN

Pada PC, proses inflamasi bersifat transmural, jadi melibatkan semua lapisan dinding usus,
sehingga meningkatkan resiko perforasi maupun dalam proses kelanjutannya menimbulkan
proses fibrosis, fistulasi, abses dan striktur. Berbeda dengan KU,PC dapat terjadi pada semua
bagian saluran cerna. Lebih kurang 35% terjadi di ileo-caecal, 28% di usus halus, 32% hanya
melibatkan kolon, 1-4% berada di gastroduodenal dan lebih kurang 18% berlokasi di perianal.1

Pada PC selain gejala umum diatas adanya fistula merupakan hal yang karakteristik
(termasuk perianal). Nyeri perut relative lebih mencolok. Hal ini disebabkan oleh sifat lesi yang
transmural sehingga menimbulkan fistula dan obstruksi serta berdampak pada timbulnya
bacterial overgrowth. Secara endoskopik penilaian aktivitas penyakit KU relative mudah dengan
menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Tetapi pada
PC hal tersebut lebih sulit,terlebih bila ada keterlibatan usus halus ( tidak terjangkau oleh teknik
pemeriksaan kolonskopi), sehingga dipakai kriteria yang lebih spsesifik ( Crohn’s Disease
Activity Index) yang didasari oleh adanya penilaian demam, data laboratorium, manifestasi
ekstraintestinal, frekwensi diare, nyeri abdomen, fistulasi, penurunan berat badan, terabanya
massa intraabdomen dan rasa sehat pasien. 1

Defisiensi Nutrisi Pada IBD

Prevalensi malnutrisi energi protein pada IBD bervariasi dari 20%-85%9. Malnutrisi pada pasien
IBD dapat timbul dari berbagai faktor seperti asupan nutrisi yang tidak adekuat, malabsorbsi dan
akibat dari penyakit itu sendiri. Gangguan saluran cerna oleh peradangan dan gejala terkait
5
seperti nyeri, mual, dan diare juga mengakibatkan kurangnya asupan nutrisi dan gizi sehingga
akhirnya terjadi status gizi terganggu. Kurangnya asupan ditambah dengan meningkatnya
gangguan asupan saluran cerna, reseksi usus dan obat-obatan juga menjadi faktor yang
berpengaruh terjadinya malnutrisi pada IBD10. Pola dan keparahan dari malnurisi tersebut
tergantung dari lamanya, aktivitas dan letak anatomis penyakit tersebut. Penyakit yang
mempengaruhi usus halus cenderung lebih menyebabkan malnutrisi energi protein dan defisiensi
nutrient spesifik dibandingkan dengan usus besar.

Saat didiagnosis, pasien dengan IBD seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda


malnutrisi. Namun defisiensi mikronutrien terutama antioksidan sebetulya sudah berkurang.
Konsumsi nutrisi yang tidak adekuat dapat ditemukan pada pasien dengan IBD seperti vitamin
A,C,D,E, Kalsium,folat,Besi. Pasien dengan IBD memiliki tingkat defisiensi besi dan anemia
yang tinggi.11 Penelitian lain menunjukkan bahwa konsentrasi serum dari beberapa nutrient (β
karoten, magnesium, selenium dan zinc)secara signifikan lebih rendah pada pasien KU
dibandingkan dengan kelompok control12. Defisiensi ini dapat di hubungkan dengan disfungsi
imun dan peningkatan kerentanan terhadap kerusakan oksidatif pada jaringan.

Hubungan antara Makanan dan IBD

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mencari kemungkinan hubungan antara diet dan IBD.
Para ilmuwan telah meneliti berbagai makanan dan nutrisi untuk melihat apakah ada hubungan
antara keduanya dengan IBD. Para peneliti menemukan kemungkinan ada hubungan antara IBD
dan diet tinggi lemak dan gula. Di masa lalu, tingkat IBD lebih rendah di negara-negara non
barat, seperti Jepang dari pada di Eropa dan Amerika Utara. Akan tetapi, dalam beberapa decade
terakhir jumlah penderita IBD di Jepang telah meningkat pesat. Para peneliti juga mencatat
bahwa banyak orang Jepang sekarang makan makanan yang lebih kebarat- baratan, diet biasanya
tinggi lemak dan gula. Sehingga peneliti meyimpulkan adanya perubahan diet ini menyebabkan
angka kejadian IBD meningkat di Jepang. Ada juga peneliti lain yang melakukan penelitian di
Eropa telah menemukan kemungkinan adanya hubungan antara KU dan asam Linoleat ( asam
lemak yang ditemukan dalam daging merah, margarine dan minyak goreng seperti jagung dan
minyak bunga matahari). Para peneliti juga menemukan bahwa diet tinggi gula yang ditemukan
dalam permen dan gula-gula mungkin memiliki hubungan dengan IBD. Namun penelitian
6
tentang makanan dan IBD masih dalam perdebatan dan tidak semua peneliti setuju dengan
beberapa studi diatas, sehingga para ilmuwan masih membahas apakah dan bagaimana makanan
bisa memainkan peran dalam menyebabkan IBD.13,14

Hubungan Gejala Klinis IBD dan Diet

Penyakit KU dan PC menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan. Peradangan ini


menghambat kemampuan tubuh untuk mencerna makanan dan menyerap nutrisi. Selama fase
serangan penyakit timbul gejala diare, sakit perut, mual, muntah, darah bercampur dengan tinja,
sembelit, kehilangan nafsu makan, kelelahan dan penurunan berat badan.13,14

Diare dapat menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit. Jika menderita diare maka
penting untuk tetap makan dan minum seperti biasa untuk mencegah dehidrasi. Selama diare
sebaiknya menghindari makanan pedas atau berlemak. Alkohol dan kafein (ditemukan dalam
kopi, teh dan cola) dapat membuat diare lebih buruk. Salah satu komplikasi diare adalah
terjadinya dehidrasi, hal ini terjadi ketika tubuh kehilangan banyak cairan. Untuk mengatasi
dehidrasi adalah dengan minum rehidrasi oral seperti oralit. 13,14

Beberapa orang yang menderita IBD juga bisa mengalami sembelit, terutama bila mereka
memiliki proctitis (radang di rektum). Sembelit didefinisikan jika buang air besar kurang dari
tiga kali dalam satu minggu atau buang air besar seperti kotoran kambing. Minum banyak cairan
dapat membantu untuk melunakkan tinja. Selain itu juga diperlukan serat dalam diet.13,14

Banyak orang dengan IBD mengeluhkan nyeri perut disertai perut kembung. Kembung
dapat berasal dari menelan terlalu banyak udara saat makan atau berbicara atau bisa juga
disebabkan oleh kelebihan produksi gas oleh bakteri dalam usus besar. Sebaiknya pasien dengan
IBD mengurangi beberapa makanan yang dikenal “mengandung gas” misalnya minuman
bersoda, makanan pedas, kacang-kacangan dan beberapa sayuran ( kubis, kembang kol,brokoli).
Kafein dan makanan yang mengandung sorbitol (pemanis buatan) juga ternyata dapat membuat
perut kembung. Makanan dengan kandungan lemak tinggi juga cenderung mengahasilkan gas
berbau busuk. Sebaiknya makan dengan perlahan dengan mulut tertutup dan sepenuhnya
menguyah.13,14

7
Orang yang menderita IBD sering merasa lelah dan lesu. Hal ini berhubungan dengan
pola makan yang buruk, malabsorbsi atau kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi biasanya
ditemukan pada pasien IBD, biasanya akibat kekurangan zat besi dalam diet, kehilangan darah
atau kesulitan dalam menyerap zat besi. Jika menderita kekurangan zat besi sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi seperti daging merah, telur, sayuran hijau tua,
sereal. Jika ternyata masih kurang dapat ditambahkan dengan suplemen besi oral atau dalam
bentuk injeksi.13,14

Komplikasi IBD

Malabsorbsi Nutrisi

Peradangan usus pada penyakit Crohn dapat mengganggu penyerapan nutrisi. Asam amino, asam
lemak, glukosa, vitamin dan mineral sebagian besar diserap dari bagian akhir usus yeyunum dan
ileum. Tingkat malabsorbsi tergantung pada berapa banyak bagian usus yang terkena penyakit
Crohn. Jika bagian ileum terkena penyakit Crohn maka penyerapan vitamin larut lemak
(A,D,E,K) dan vitamin B12 akan terganggu. Selain itu absorbsi asam empedu atau garam
empedu juga akan terganggu. Asam empedu bertanggung jawab untuk membantu dalam
penyerapan lemak dan membuat tinja berwarna coklat. Jika terjadi gangguan absorbsi asam
empedu maka kelebihan asam empedu akan diangkut ke usus besar sehingga menyebabkan
peningkatan sekresi cairan di usus dan diare. Jika sebagian besar ileum terkena maka akan terjadi
malabsorbsi lemak sehingga mengakibatkan kram perut,diare,malabsorbsi vitamin dan mineral
sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Pada pasien dengan colitis ulserativa juga dapat
terjadi malnutrisi, penurunan berat badan dan anemia.13,14

Pada beberapa orang dengan penyakit Crohn yang kronis terjadi peradangan usus yang
dapat menyebabkan dinding usus menyempit dan terbentuk jaringan parut. Jaringan parut dapat
menyebabkan penyempitan lumen usus sehingga makanan akan sulit untuk dicerna. Penyempitan
lumen usus ini juga disebut stiktur. Modifikasi diet seperti rendah serat atau makanan cair dapat
diberikan pada pasien yang menderita IBD. Jika banyak di jumpai jaringan parut pada saluran
cerna maka tindakan pebedahan mungkin diperlukan untuk memperluas bagian lumen usus yang
menyempit. Diet rendah serat atau diet makanan cair sering diberikan sampai selesai operasi.13,14

8
Gangguan Pertumbuhan

Pada beberapa anak yang menderita IBD dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Hal ini
disebabkan oleh malnutrisi dan efek samping penggunaan jangka panjang obat kortikosteroid.
Untuk meminimalkan dampak negative dari IBD pada pertumbuhan maka diperlukan kebiasan
makan yang baik, kalori yang memadai.13,14

Kepadatan Mineral Tulang Menurun

Pada pasien yang menderita IBD dapat terjadi penurunan kepadatan mineral tulang pada anak-
anak,remaja sampai orang dewasa. Apabila kepadatan mineral tulang menurun dapat
menyebabkan osteoporosis yang dapat menyebabkan meningkatnya resiko patah tulang ( fraktur
Patologis ). Hal ini terjadi akibat asupan kalsium yang kurang, gangguan penyerapan kalsium,
kekurangan vitamin D, efek penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang. Pasien dengan IBD
memiliki resiko menderita osteoporosis dari pasien lain, hal ini disebabkan :13,14

- Penggunaan obat kortikosteroid

- Malnutrisi

- Menghindari produk susu

- Malabsorbsi kalsium dan vitamin D

- Inflamasi pada saluran cerna

Terapi Nutrisi

Terdapat 2 tipe dalam intervensi nutrisi yaitu nutrisi suportif dan nutrisi sebagai terapi primer.
Terdapat 3 target utama dari terapi primer IBD yaitu : 12

1. Untuk memodifikasi usus sehingga tidak dapat menimbuulkan reaksi peradangan

2. Untuk menghambat aksi spesifik dari molekul peradangan

9
3. Untuk merubah sel target yang terlibat dalam respons imun sehingga ekspresi atau
sintesis dari molekul peradangan termodifikasi.

Tujuan dari terapi nutrisi suportif adalah untuk menatalaksa malnutrisi ( asupan kalori atau
defisiensi nutrient spesifik). Namun tatalaksana nutrisi yang baik dari pasien IBD juga harus
melibatkan penilaiain nutrisi dari ahli gizi,konseling pada pasien yang dirawat inap atau rawat
jalan.15

Telah diusulkan bahwa pasien dengan penyakit Crohn harus memiliki diet spesifik yang
mengandung pre- dan probiotik,asam lemak rantai pendek dan faktor pertumbuhan.16

Metaanalisis menunjukkan bahwa nutrisi enteral menyebabkan angka remisi lebih kecil
daripada kortikosteroid. Mekanisme bagaimana nutrisi enteral menginduksi remisi meliputi
pengistirahatan usus, berkurangnya beban antigen, efek nutrisi dan modifikasi flora usus. 17

n-3asam lemak tidak tersaturasi

Suplemen antioksidan dan asam lemak tidak tersaturasi (PUFA) secara signifikan meningkatkan
status antioksidan serum dan mengubah proporsi dari asam lemak yang tidak tersaturasi tersebut,
sehingga menunjukkan adanya perubahan pada fenotipe anti inflamasi.18
Penelitian lain menunjukkan bahwa suplementasi dosis tinggi (2.7 g n-3 PUFA) telah
terbukti efektif dalam mempertahankan remisi dari penyakit Crohn.19 Namun suplemen
berkepanjangan dari kombinasi EPA, DHA dan GLA tidak terbukti mengurangi angka relaps
baru kolitis ulserativa.20

Glutamin
Glutamin adalah asam lemak non esensial yang mungkin diperlukan pada status katabolik.
Suplementasi dengan glutamin telah menunjukkan peningkatan dalam balans nitrogen,
meningkatkan sintesis protein, mendukung peningkatan enterosit dan sel imun yang esensial
dalam mempertahankan integritas mukosa. Namun hasil dari penelitian tidak mendukung
hipotesis bahwa substitusi glutamin memiliki keuntungan klinis pada pasien dengan IBD.21,22,23,24

10
Butirat, pre- dan probiotik
Terdapat interaksi antara nutrien dan mikroflora di usus dalam mempertahankan ekosistem usus.
Di usus besar bakteri anerob dapat memfermentasikan karbohidrat yang tidak diabsorbsi
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pH intraluminal dan meningkatkan pertumbuhan
probiotik. Pada proses ini akan diproduksi asam lemak rantai pendek yang merupakan efek
metabolik yang penting (terutama butirat) dengan menyediakan energi untuk sel di usus besar.25
Proses ini juga mengeluarkan efek anti inflamasi dengan menghambat faktor transkripsi
misalnya faktor nuklir κB.26
Dalam dekade terakhir, penggunaan terapi alternatif semakin meningkat dalam
tatalaksana IBD. Tujuannya adalah untuk memanipulasi ekosistem enteral dengan menggunakan
butirat, pre- dan probiotik eksogen. Butirat telah menunjukkan efeknya dengan mengurangi
apoptosis sel peradangan yang penting dalam tatalaksana penyakit Crohn. Hambatan dalam
apoptosis dipercaya terlibat dalam mempertahankan sel imun aktif di lamina propria pada
penyakit Crohn. Penelitian acak terkontrol telah menunjukkan keuntungan dalam memilih
probiotik pada pasien dengan IBD. Penggunaan terapeutik dari probiotik telah menunjukkan
bahwa obat tersebut mempertahankan remisi dari colitis.27,28,29

Komplikasi Terapi IBD

Obat golongan kortikosteroid diberikan pada pasien yang menderita IBD. Kortikosteroid dapat
mempengaruhi nutrisi seperti meningkatkan nafsu makan, meningkatkan kadar
glukosa,meningkatkan resiko diabetes mellitus. Meskipun efektif dalam mengurangi peradangan
pada IBD, tetapi efek samping obat kortikosteroid jika digunakan dalam jangka panjang
mempunyai efek samping yang sangat besar.13,14

Obat golongan kortikosteroid juga mengganggu penyerapan kalsium dan menurunkan


kepadatan mineral tulang. Hal ini terjadi dalam waktu enam bulan pertama penggunaan
kortikosteroid. Pemberian sulpemen kalsium dan vitamin D dapat membantu melindungi
kesehatan tulang terutama jika pasien mendapat terapi kortikosteroid. Selain itu juga dengan
mempetahankan gaya hidup sehat seperti aktif berolahraga, menghindari merokok dan minun
alcohol juga dapat melidungi kesehatan tulang. Jumlah kalsium yang disarankan adalah 1000 mg
11
per hari untuk orang dewasa dan 1200-1500 mg per hari untuk wanita menopause dan laki-laki
berusis diatas 55 tahun. Makanan yang kaya kalsium termasuk produk susu, ikan, sayuran hijau
seperti bayam, brokoli dan selada air dapat dikonsumsi sebagai sumber kalsium. Vitamin D juga
penting untuk membantu penyerapan kalsium dan fosfat. Sumber vitamin D dapat diperoleh dari
makanan seperti minyak ikan dan telur. Tapi sumber utama vitamin D dapat diperoleh dari
berjemur dibawah sinar matahari pagi selama tigapuluh menit.13,14

Pasien IBD yang mendapat terapi sulfasalazine dan methotrexat harus mendapat
tambahan asam folat. 13,14

Diet dan Nutrisi Pada IBD

Diet seimbang dengan asupan protein, karbohidrat, lemak serta vitamin dan mineral diperlukan
untuk nutrisi yng baik. Hal ini dapat diperoleh dari berbagai sumber makanan. Memiliki penyakit
kronis seperti penyakit Crohn dan colitis ulserativa cenderung meningkatkan kebutuhan tubuh
akan kalori, nutrisi, dan energy. Selama serangan akut penyakit mungkin sulit untuk
mempertahankan nutrisi yang cukup. Namun menjaga nutrisi yang baik membantu
meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, meningkatkan penyembuhan dan kekebalan tubuh,
meningkatkan energy dan mungkin meringankan beberapa gejala gastrointestinal.13,14

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa makanan tertentu atau diet tertentu dapat
menyebabkan, mencegah atau menyemuhkan IBD. Beberapa diet khususnya ditujukan untuk
mengelola IBD. Rekomendasi diet umumnya ditujukan untuk meredakan gejala selama serangan
akut dan memastikan asupan yang memadai secara keseluruhan dan penyerapan nutrisi, vitamin
dan mineral.13,14

Pasien dengan IBD dapat mengkonsumsi diet normal selama masa remisi penyakit tapi
mungkin perlu mengubah diet mereka selama serangan akut. Diet pasien dengan IBD harus
didasarkan pada :13,14

- Gejala ( diare, sembelit, sakit perut, dll)

- Apakah sedang serangan akut atau masa remisi

- Lokasi penyakit
12
- Ada tidaknya striktur pada lumen usus

- Tindakan operasi

- Malnutrisi

Selama serangan akut makanan atau minuman tertentu dapat mengiritasi saluran
pencernaan dan memperburuk gejala. Tidak semua penderita IBD dipengaruhi oleh makanan
yang sama. Kemungkinan makanan pemicu sapat disebabkan oleh alergi makanan. Makanan
yang paling sering menyebabkan alergi adalah telur, susu, kacang tanah, gandum, kedelai,
ikan, kerang. Hal ini penting untuk membedakan antara alergi makanan dan intoleransi
makanan. Alergi makanan dikaitkan dengan kekebalan respon system imun dan dapat
menyebabkan gejala yang berat dan mengancam jiwa. Sedangkan intoleransi makanan dapat
menyebabkan gejala gastrointestinal. Banyak orang yang memiliki intoleransi makanan
daripada alergi makanan.13,14

Serat

Serat adalah jenis karbohidrat yang di temukan dalam tanaman, serat bukan tergolong dalam
nutrisi dan tidak mengandung vitamin dan kalori tapi menjadi bagian penting dalam diet. Serat
membantu system pencernaan bekerja dengan baik dengan cara melembutkan tinja sehingga
lebih mudah dikeluarkan. Ada dua macam serat yaitu serat larut dan serta tidak larut. Serat larut
mencakup buah yang di kupas,sayuran tanpa biji dan batang, gandum dan kacang-kacangan. Hal
ini berguna untuk menurunkan kadar kolesterol dan memperlambat masuknya glucose ke dalam
darah. Serat tidak larut seperti biji-bijian tidak sepenuhnya di cerna oleh system pencernaan.
Serat dapat mempengaruhi sistem pencernaan pasien yang menderita IBD. Bagi pasien IBD
mengkonsumsi serat selama masa serangan akut atau adanya striktur dapat menyebabkan perut
keram, kembung dan diare. Tapi tidak semua sumber serat menyebabkan masalah ini. Tidak
semua serat dapat memperburuk gajala IBD. Serat larut membantu menyerap air dalam usus,
memperlambat waktu transit makanan di dalam usus. Hal ini dapat membantu mengurangi diare
dengan membentuk konsistensi seperti gel dan menunda pengosongan usus. Serat tidak larut
dalam air akan sulit dicerna karena menarik air dalam usus dan memperlambat waktu transit
makanan di dalam usus. Serat ini ditemukan pada kulit buah apel. Mengkonsumsi serat larut
13
dapat memperburuk gejala IBD seperti kembung, diare, dan nyeri. Ketika ada striktur pada
lumen usus mengkonsumsi serat larut dapat menyebabkan gejala IBD. Selama serangan akut
sebaiknya mengurangi jumlah serat larut, setelah serangan akut sebaiknya makan serat seperti
biasanya. Tujuan dari diet rendah serat adalah mengurangi jumlah serat yang melewati usus yang
akan menghasilkan jumlah tinja yang lebih sedikit. Pada saat serangan pasien IBD maka pilihlah
sayur dan buah yang mudah dicerna seperti asparagus kentang dan melon. Makan sayuran yang
telah di masak. Mengukus sayuran agar menjadi lembut lebih baik dari pada merebus dengan air
mendidih. Beberapa sayuran seperti brokoli,kubis dan kembang kol memiliki kecenderungan
untuk mengahasilkan gas. Jika terdapat striktur pada lumen usus maka sebaiknya menghindari
makanan yang sulit dicerna seperti buah, sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung. Jika
terdapat striktur sebaiknya mengkonsumsi diet cair.13,14

Intoleransi Laktosa

Laktosa adalah gula yang ditemukan dalam susu hewani dan produk susu. Jika minum susu atau
makan produk susu menderita diare,maka kemungkina besar telah terjadi intoleransi laktosa.
Beberapa orang dilahirkan dengan intoleransi laktosa ini disebut juga sebagai intoleransi laktosa
primer. Intoleransi laktosa sekunder terjadi pada penderita Crohn dan colitis ulserativa. Beberapa
pasien dengan IBD mungkin menderita intoleransi laktosa. Beberapa pasien dengan IBD
memiliki masalah dengan laktosa selama serangan akut. Diet tinggi laktosa dapat menyebabkan
keram,sakit perut,kembung dan diare . Tidak semua penderita IBD mengalami intoleransi
laktosa. Tingkat keparahan gejala IBD akan tergantung pada berapa banyak laktosa yang dapat di
toleransi. Bebeapa orang mungkin dapat mengkonsumsi susu dalam jumlah sedikit sementara
yang lainnya perlu menghindarinya. Intoleransi laktosa dapat dikelola dengan memberikan diet
bebas laktosa atau rendah laktosa. Contoh susu bebas laktosa adalah susu kedelai Dengan
mengurangi asupan susu maka asupan kalsium juga akan berkurang. 13,14

Makanan Tinggi Lemak

Makanan tinggi lemak seperti mentega,margarine dan cream dapat menyebabkan diare dan
kembung jika penyerapan lemak tidak lengkap.

14
Gula seperti sorbitol dan mannitol dapat menyebabkan diare, kembung pada beberapa pasien
IBD. Sorbitol dan manitol ditemulkan pada permen, es krim dan beberapa jenis buah-buahan
seperti apel,pir,dan persik.13,14

Diet Rendah Karbohidrat

Ini adalah bentuk ekstrem dari diet rendah karbohidrat yang membatasi sukrosa,laktosa dan
semua produk biji-bijian termasuk jagung, gandum dan beras serta makanan bertepung seperti
kentang dan lobak. Lebih sulit bagi tubuh untuk mencerna karbohidrat ini yang berarti bahwa
karbohidrat tersebut akan ditinggalkan di dalam usus untuk di cerna oleh bakteri yang akan
menghasilkan gas. Gas dapat menyebabkan kembung dan diare.13,14

Probiotik dan Prebiotik

Probiotik adalah mikroorganisme yang bila yang bila dikonsumsi peroral akan memberikan
dampak positif bagi kesehatan manusia dan merupakan flora usus normal. Tujuan pemberian
probiotik adalah untuk meningkatkan jumlah bakteri yang menguntungkan dalam usus besar.
Probiotik dapat ditemukan dalam minuman susu fermentasi seperti yoghurt. Ada bukti bahwa
penggunaan probiotik dapat membantu mencegah radang pada usus. Namun ada juga bukti
bahwa penggunaan probiotik dapat membantu mempertahankan remisi pada penderita crohn dan
colitis ulserative. Prebiotik adalah zat makanan yang terdiri dari polisakarida dan oligosakarida.
Prebiotik menyediakan sumber makanan bagi bakteri menguntungkan didalam usus dan
mendorong agar bakteri tersebut berkembang biak. Prebiotik mendukung pertumbuhan bakteri
yang menguntungkan. Paling banyak digunakan adalah inulin dan fruktooligosakarida (FOS) .
Keduanya telah terbukti dapat merangsang pertumbuhan Bifidobacteria dalam lumen usus. Jadi
efek prebiotik terjadi tidak langsung, yaitu dengan merangsang pertumbuhan Bifidobacteria yang
pada akhirnya menimbulkan efek positif pada saluran cerna. Makanan yang mengandung
prebiotik adalah gandum, bawang, bawang putih,pisang, daun bawang dan madu. Namun peran
prebiotik pada IBD belum sepenuhnya dipahami, dan belum ada bukti bahwa prebiotik
membantu mengurangi gejala IBD.13,14,31,32

15
Mengelola IBD dengan Sehat

Tidak ada diet tunggal pada pasien IBD. Saat pasien mengalami serangan akut maka ada
beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu :13,14

- Makan dalam porsi kecil

- Makan sedikit tapi sering

- Makan dalam suasana yang santai

- Hindari makan makanan pemicu

- Batasi makanan dengan serat larut ( biji-bijian,kacang-kacangan,sayuran berdaun hijau,


buah dan gandum)

- Kurangi makanan yang berminyak atau di goreng

Minuman yang diperbolehkan :

- Air putih 8 gelas per hari

- Jus buah yang diencerkan dengan air

Minuman yang dihindari :

- Minuman dingin

- Minuman yang mengandung Kafein

- Minuman beralkohol

Kesimpulan
Terapi nutrisi saat ini dipertimbangkan sebgai terapi primer pada IBD. Tujuan utama dari
terapi nutrisi ini adalah untuk memodifikasi lingkungan pada usus menjadi kurang meradang
dengan mempengaruhi mediator inflamasi dan sel imun. Terapi nutrisi juga bertujuan untuk
mencegah atau menatalaksana malnutrisi yang berkaitan dengan IBD. Tatalaksana dengan
menggunakan nutrien mungkin menjadi kurang efektif tapi lebih aman daripada kotrikosteroid.

16
Pasien dengan IBD kondisinya lebih baik dengan diet yang mengandung prebiotik dan probiotik,
asam lemak rantai pendek dan faktor pertumbuhan.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat Dharmika.Inflammatory Bowel Disease.Dalam : Sehati S, Alwi I,


Sudoyo AW,dkk.penyunting.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Edisi IV.
Jakarta Pusat : Interna Publishing: 2014;1814-1825

2. Rawe WA, Katz J, Inflammatory bowel disease (disitasi tgl 28 desember 2014).
Tersedia pada http://www.medscape.com

3. Bartlett AH, Hayashida K, Park PW. Molecular and celuler mechanism of syndecans
in tissue injury and inflammation. Moll cells 2007; 24(2):153-66

4. Floer M, Gotte M, Wild MK, et al. Enoxaparin improves the course of dextran
sodium-induced colitis in syndecan-1 deficient mice. AM J path.2010;176(1): 146-57

5. Day R, Ilyas M, Dastak P, Talbot I, Forbes A. Expresion of syndecan-1 in


inflammatory bowel disease and a possible mechanism of heparin therapy.Dic.Dis.
Sci. 1999;44:2508-15

6. Mokowiecka A, Daniel P, Slomka M, Majak P, Malecka-panase E. Clinical utility of


serological markers in inflammatory bowel disease. Hepatogastroenterologi.
2009;56(89):162-6

7. Lelosutan SAR. Colitis Ulseratif Dalam: Rani A, Simadibrata M, Syam AF,


penyunting. Buku Ajar Gasteroenenterologi: Edisi I. Jakarta Pusat: Interna
Publishing: 2011; 427-33

8. Lelosutan SAR. Penyakit Crohn. Dalam: Rani A, Simadibrata M, Syam AF,


penyunting. Buku Ajar Gasteroenenterologi: Edisi I. Jakarta Pusat: Interna
Publishing: 2011; 437-39

9. Vagianos K, Bector S, McConnell J, Bernstein CN. Nutrition assessment of patients


with inflammatory bowel disease. JPEN J Parenter Enteral Nutr 2007;31:311-9.
10. Han PD, Burke A, Baldassano RN, Rombeau JL, Lichtenstein GR. Nutrition and
inflammatory bowel disease. Gastroenterol Clin North Am 1999;28:423-43.

18
11. Geerling BJ, Badart-Smook A, Stockbrugger RW, Brummer R-JM. Comprehensive
nutritional
12. Gassull MA. The role of nutrition in the treatment of inflammatory bowel disease.
Aliment
13. Food and IBD (disitasi tgl 28 desember 2014). Tersedia pada
http://www.crohnandscolitis.org.uk

14. .Diet, nutrition, and inflammatory bowel disease (disitasi pada tgl 28 desember 2014).
Tersedia pada http://www.ccfa.org
15. status in recently diagnosed patients with inflammatory bowed disease compared
withXX
16. Goh J, O’Morain CAO. Review article: nutrition and adult inflammatory bowel
diseae. Aliment Pharmacol Ther 2003;17:307-20.population controls. Eur J Clin Nutr
2000;54:514-21.
17. O’Sullivan M, O’Morain C. Liquid diets for Crohn’s disease. Gut 2001;48:757
18. O’Sullivan MA, O’Morain CA. Nutritional therapy in Crohn’s disease. Inflamm
Bowel Dis 1998;4:45-53.
19. Middleton SJ, Rucker JT, Kirby GA, et al. Long-chain triglycerides reduce the
efficacy of enteral feeds in patients with active Crohn’s disease. Clin Nutr
1995;14:229-36.Cabre E, Gassull MA. Nutrition in inflammatory bowel disease:
impact on disease and therapy. Curr Opin Gastroenterol 2001;17:342-9.
20. Belluzi A, Brignola C, campieri M, Pera A, Boschi S, Miglioli M. Effect of an
enteric-coated
21. Middleton SJ, Naylor S, Woolner J, Hunter JO. A double-blind, randomized,
placebocontrolled trial of essential fatty acid supplementation in the maintenance of
remission of ulcerative colitis. Aliment Pharmacol Ther 2002;16:1131-5.
22. Jakcson NC, Carroll PV, Russel-Jones DL, Sonksen PH, Treacher DF, Umpleby AM.
Effects of glutamine supplementation, GH, and IGH-1 on glutamine metabolism in
critically ill patients. Am J Physiol Endocrinol Metab 2000;278:E226-33.
23. Elia M. Glutamine in parenteral nutrition: more food for thought. Gut 1999;45:6-7.

19
24. Smith RJ. Glutamine-supplemented nutrition. JPEN J parenter Enteral Nutr
1997;21:183-4.
25. Ockenga SJ, Borchert K, Stuber E, Lochs H, Manns MP, Bischoff SC. Glutamine-
enriched total parenteral nutrition in patients with inflammatory bowel disease. Eur J
Clin Nutr 2005;59:1302-9.fish-oil preparation of relapses in inflammatory bowel
diseaes. N Engl J Med 1996;334:1557-60.
26. Simpson EJ, Chaptman MAS, Dawson J, Berry D, Macdonald IA, Colen A. In vivo
measurement of colonic butyrate metabolism in patients with quiescent ulcerative
colitis. Gut 2000;46:64-72.
27. Inan MS, Rasoulpour RJ, Yin L, Hubard AK, Rosenberg DW, Giardina C. The
luminal shortterm fatty acid modulates NF-κB activity in a human epithelial cell line.
Gastroenterology 2000;118:724-34.
28. Buda A, Qualthrough D, Jepson MA, Martines D, Paraskeva C, Pignatelli M.
Butyrate downregulates alpha2beta1 integrin: a possible role in the induction of
apoptosis in colorectal cancer lines. Gut 2003;52:729-34.
29. Itoh J, de la Motte C, strong SA, Levine AD, Fiocchi C. Decreased Bax expression by
mucosal T cells favours resistance to apoptosis in Crohn’s disease. Gut 2002;49:35-
41

30. Fedorak RN. Probiotics in the management of inflammatory bowel disease. Am J


Gastroenterol 2007;102:S22-8..
31. Gibson GR, Beaty ER, Wang X, Cummingsd JH.Selective stimulation of
bifidobacteria in the humancolon by oligofructose and inulin.
Gastroenterology1995;108:975-821
32. Djouzy Z, Andrieux C. Compared effects of three oligosaccharides on metabolism of
intestinal microflora in rats inoculated with a human flora. Br J Nutr 1997; 78:313-24.

20

Anda mungkin juga menyukai