Anda di halaman 1dari 53

PROPOSAL PENELITIAN CARING PERAWAT

PENGARUH PERILAKU CARING PERAWAT TERHADAP TINGKAT


KECEMASAN PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jantung koroner, telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Seperti dimaklumi

penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri koroner yang menyuplai darah

ke otot jantung. Salah satu hambatan berupa plak, dan prosesnya memakan waktu yang amat

panjang. Salah satu faktor yang menyebabkan jantung koroner ini adalah stres psikologis

(Soeharto, 2004).

Jantung terkait dengan kadar emosi seseorang, karena jantung dianggap sebagai tempat

berpangkalnya emosi (the seat of emotion). Kecemasan adalah salah satu bentuk emosi yang

menyebabkan ketegangan jiwa dan bila hal ini tidak tersalurkan dengan baik,emosi yang tertekan

itu akan mencetuskan akibat-akibat yang negatif yang berhubungan dengan berbagai sistem

organ tubuh. Bila yang terkena adalah jantung, dampaknya akan luas. Karena itu kecemasan dan

ketegangan berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler yang dapat tercermin pada detak jantung

yang berdebar-debar, sesak nafas, dll (Soeharto, 2004).

Banyak diantara pasien penyakit jantung koroner (PJK) memiliki kecemasan berlebihan te

rhadap penyakit ini ; mereka merasa cemas mengapa bisa terjangkit PJK, cemas akan

kemungkinan serangan jantung atau mati mendadak. Bagi pasien kurang mampu, kecemasan itu

harus ditambah satu lagi, yaitu cemas karena tidak mampu membeli obat-obat, atau tidak mampu

membayar tindakan yang dianggapnya bisa menyembuhkan penyakitnya (Kabo, 2008).


Respon tubuh terhadap stres adalah keluarnya hormon dan neurotransmitter. Apabila

substansi-substansi ini meningkat di dalam tubuh, maka denyut jantung akan betambah cepat dan

kuat, pembuluh darah mengadakan vasokontriksi, kolesterol darah meningkat gula darah

meningkat, sel-sel darah cenderung bergumpal. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa stres

memegang peranan penting dalam proses terjadinya PJK dan juga komplikasi akibat PJK (Kabo,

2008).

Pelayanan keperawatan mempunyai posisi yang strategis dan merupakan faktor yang paling

menentukan untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal dengan asuhan keperawatan

yang bermutu. Untuk mewujudkan asuhan keperawatan yang bermutu diperlukan beberapa

komponen yang harus dilaksanakan oleh perawat, diantaranya adalah dengan memperhatikan

sikap caring ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

Konsep caring dalam keperawatan adalah fundamental. Perawat dikatakan bermoral, jika

mereka bertindak menurut aturan yang benar. Caring adalah ide moral keperawatan yang

menghasilkan perlindungan, peningkatan, dan pemeliharaan martabat manusia (Reilly&Behrens-

Hanna, 1991).

Dalam penelitian Watson, penyakit mungkin saja teratasi dengan upaya pengobatan. Akan

tetapi, tanpa perawatan, penyakit itu akan tetap ada dan kondisi sehat tidak akan tercapai. Caring

merupakan intisari keperawatan dan mengandung arti respon antara perawat dan klien. Caring

dapat membantu seseorang lebih terkontrol, lebih berpengetahuan, dan dapat meningkatkan

kesehata (Asmadi, 2005).

McFarlane (1976) mengartikan keperawatan sebagai proses “menolong, membantu,

melayani, caring”, menunjukan bahwa keperawatan dan caring adalah sesuatu yang tidak bisa
terpisahkan dan pada saat yang sama mengindikasikan bahwa beberapa aktivitas praktik

dilakukan dalam proses caring di lingkungan keperawatan (Burnard & Morrison, 2002).

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa caring seorang perawat sangat dibutuhkan

untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien dengan PJK, hal ini menggugah peneliti untuk

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pernyataan tersebut. Dalam penelitian ini peneliti

memilih RSK Panti Waluyo sebagai tempat penelitian, pemilihan rumah sakit ini karena di

rumah sakit tersebut banyak ditemukan kasus PJK. Peneliti berfokus pada prilaku caring perawat

yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien dengan PJK.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut :

“Apakah caring seorang perawat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien dengan penyakit

jantung koroner”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh caring perawat terhadap tingkat kecemasan pasien dengan penyakit

jantung koroner.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui caring perawat dalam asuhan keperawatan pasien PJK.

b. Mengetahui tingkat kecemasan pasien dengan penyakit jantung koroner.

c. Mengetahui keterkaitan antara caring perawat dan tingkat kecemasan pasien dengan penyakit

jantung koroner.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Untuk Aspek Teoritis

Manfaat untuk aspek teoritis yaitu dimana penelitian beguna dalam mengembangkan teori untuk

memberikan jawaban yang pasti atas berbagai kemungkinan jawaban dari fenomena yang

ditemukan. Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengemukakan bahwa penelitian ini

bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan yaitu menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai pengaruh caring seorang perawat terhadap tingkat kecemasan pasien dengan penyakit

jantung koroner.

2. Manfaat Untuk Aspek Praktis

a. Bagi tenaga kesehatan

Meningkatkan pemahaman bahwa caring seorang perawat sangat diperlukan oleh pasien dengan

penyakit jantung koroner.

b. Bagi pasien dan keluarga

Dengan adanya pemelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien sehingga mereka

mengerti tentang penyakit yang dialami pasien sehingga dapat mengurangi kecemasannya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengetahuan penulis penelitian yang serupa dengan judul penelitian yang akan

penulis teliti belum ada, namun ada beberapa penelitian lain yang berhubungan dengan

penelitian yang akan penulis teliti yaitu penelitian dengan judul Persepsi pasien tentang perilaku

caring perawat dalam pelayanan keperawatan dan Persepsi pasien tentang perilaku caring

perawat dalam pelayanan keperawatan


Penelitian mengenai Persepsi pasien tentang perilaku caring perawat dalam pelayanan

keperawatan diteliti oleh Tri Wahyuningtyas, penelitian ini dilakukan di RS Mardi Rahayu

Kudus dan dipublikasian pada tahun 2009 dengan menghasilkan 3 tema yaitu: persepsi perawat

tentang caring, strategi dalam penerapan caring serta kendala dalam penerapan caring.

Sedangkan Penelitian mengenai Persepsi pasien tentang perilaku caring perawat dalam

pelayanan keperawatan diteliti oleh Magareta Mia Aji Saputri, penelitian ini dilakukan di RS

Mardi Rahayu Kudus dan dipublikasian pada tanggal 2008 dengan hasil bahwa pengetahuan

perilaku caring perawat menurut pasien adalah perawat memberi perhatian lebih kepada pasien

dan diangggap keluarga, perilaku caring perawat yang dirasakan pasien adalah perawat aktif

bertanya, berbicara lembut, memberi dukungan, responsif, terampil dan menghargai serta

menjelaskan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori

1. Konsep Perilaku Caring

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang mempunyai suatu

paradigma atau model keperawatan yang meliputi empat komponen yaitu : manusia, kesehatan,

lingkungan dan perawat itu sendiri. Perawat adalah suatu profesi yang mulia, karena

memerlukan kesabaran dan ketenangan dalam melayani pasien yang sedang menderita sakit.

Seorang perawat harus dapat melayani pasien dengan sepenuh hati. Sebagai seorang perawat

harus dapat memahami masalah yang dihadapi oleh klien, selain itu seorang perawat dapat

berpenampilan menarik. Untuk itu seorang perawat memerlukan kemampuan untuk

memperhatikan orang lain, ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin

dalam perilaku caring atau kasih sayang (Dwidiyanti, 2007).

Caring sangatlah penting untuk keperawatan. Caring adalah fokus pemersatu untuk

praktek keperawatan. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki

dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia (Blais, 2007).

Caring juga merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai orang lain, artinya

memberi perhatian dan mempelajari kesukaan – kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang

berfikir dan bertindak. Memberikan asuhan (Caring) secara sederhana tidak hanya sebuah

perasaan emosional atau tingkah laku sederhana, karena caring merupakan kepedulian untuk

mencapai perawatan yang lebih baik, perilaku caring bertujuan dan berfungsi membangun

struktur sosial, pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yg berbeda pada satu tempat (

Dwidiyanti, 2007 ).

Maka kinerja perawat khususnya pada perilaku caring menjadi sangat penting dalam

mempengaruhi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien terutama di rumah sakit, dimana kualitas
pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan yang nantinya akan dapat meningkatkan

kepuasan pasien dan mutu pelayanan ( Potter & Perry, 2005 ).

Perilaku caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar. Caring adalah

kegiatan langsung untuk memberikan bantuan, dukungan, atau membolehkan individu

(kelompok) melalui antisipasi bantuan untuk meningkatkan kondisi individu atau kehidupan

George (2002) dikutip dalam Leininger (1979).

Leininger dalam Farland, (2002) mengemukakan juga bahwa caring adalah kebutuhan

dasar manusia yang esensial, caring adalah keperawatan, caring adalah penyembuhan, caring

adalah jantung dan jiwa keperawatan, caring adalah kekuatan, caring adalah ciri-ciri istimewa

dari keperawatan sebagai suatu profesi atau disiplin.

Meskipun perkataan caring telah digunakan secara umum, tetapi tidak terdapat definisi

dan konseptualisasi yang universal mengenai caring itu sendiri Leddy (1998) dikutip dalam

Swanson (1991). Caring sulit untuk didefinisikan karena memiliki makna yang banyak, sebagai

kata benda atau kata kerja, sebagai sesuatu yang dapat dirasakan, sebagai sikap ataupun perilaku

(Berger & William, 1992).

2. Peran perawat yang caring

Peran perawat menurut CHS Community Health Service (1989) dikutip dalam Zaidin

(2002) terdiri dari :

a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan

keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan

dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan agar

bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar
manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan

ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.

b. Sebagai advokat. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam

menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya

dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga

dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas

pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak untuk menentukan

nasibnya sendiri dan hak untuk ganti rugi akibat kelalaian.

c. Sebagai edukator. Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat

pengetahuan kesehatan, gejala penyakit dan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan

perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

d. Sebagai koordinator. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan

dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

e. Sebagai kolaborator. Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim

kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya

mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat

dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Sebagai konsultan. Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan

keperawatan yang diberikan tepat tujuan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap

informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

g. Sebagai pembaharu. Peran disini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,

perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Menurut Leininger (1981), dikutip dalam Kozier dkk (2004) menjelaskan bahwa

perawatan dan caring adalah :

a. Caring meliputi tindakan-tindakan membantu, mendukung dan menfasilitasi orang lain atau

kelompok yang mempunyai kebutuhan yang nyata atau yang dipikirkan sebelumnya.

b. Caring berfungsi untuk meningkatkan kondisi manusia. Hal ini menekankan aktivitas yang

membantu dari seseorang dan kelompok yang didasarkan kepada model yang membantu

mendefinisikan secara budaya.

c. Caring sangat penting bagi perkembangan manusia, pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.

d. Perilaku-perilaku caring meliputi rasa nyaman, perhatian, kasih, empati, minat, keterlibatan,

kegiatan konsultasi kesehatan, perilaku membantu, cinta, pengasuhan, keberadaan, perilaku

melindungi, perilaku memberikan stimulasi, penghilangan stress, dukungan, kelembutan,

sentuhan dan kepercayaan.

3. Asumsi-asumsi caring perawat

Caring merupakan kekuatan yang sangat penting dalam hubungan antara pasien dengan

perawat, dan suatu kekuatan untuk melindungi dan meningkatkan martabat pasien. Sebagai

contoh, dibimbing oleh kerangka kerja ini para perawat menggunakan sentuhan dan ucapan yang

jujur untuk menegaskan kepada pasien sebagai manusia, bukan objek-objek, dan membantu

mereka membuat pilihan-pilihan dan menemukan arti dalam pengalaman sakit mereka (Kozier,

2004).

Watson mengemukakan 11 asumsi yang berhubungan dengan caring, yaitu :

a. Perhatian dan kasih sayang merupakan kekuatan batin yang utama dan universal.
b. Kasih sayang yang bermutu dan caring adalah penting bagi kemanusiaan, tetapi sering diabaikan

dalam hubungan antar sesama.

c. Kemampuan untuk menyokong ideologi dan ideal caring di dalam praktek keperawatan akan

mempengaruhi perkembangan dari peradaban dan menentukan kontribusi keperawatan kepada

masyarakat.

d. Caring terhadap diri sendiri adalah prasyarat bagi caring terhadap orang lain.

e. Keperawatan selalu memegang konsep caring di dalam berhubungan dengan orang lain dalam

rentang sehat-sakit.

f. Caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan fokus utama dalam praktek keperawatan.

g. Pelayanan kesehatan secara signifikan telah menekankan pada human care.

h. Pondasi caring keperawatan dipengaruhi oleh tekhnologi medis dan birokrasi institusi.

i. Penyediaan dan perkembangan dari human care menjadi isu yang hangat bagi keperawatan

untuk saat ini maupun masa yang akan datang.

j. Human care hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan interpersonal.

k. Kontribusi keperawatan kepada masyarakat terletak pada komitmen pada humancare

(Nurachmah, 2001).

Tahap perkembangan hubungan caring :

a. Attachment (pertalian), empat tugas yang menandai pertalian yaitu recognisi (menyadari

kehadiran orang lain dan menerima orang ini dapat mempunyai arti), membuka diri (membagi

informasi yang beresiko rendah atau tidak mengancam), validasi (memberikan persetujuan pada

informasi yang dibagikan atau perilaku yang diperlihatkan) dan potensi (kehendak dan kekuatan

untuk memajukan hubungan).


b. Assiduity (perilaku selalu penuh perhatian), selama tahap ini perhatian yang diteliti diberikan

pada kerja menjalin hubungan kepedulian. Respek adalah perilaku atau tugas pertama dari

assiduity, respek melibatkan mengakui dan menerima keinginan, kebutuhan, kesukaan,

perbedaan dan permintaan orang lain. Selanjutnya potentiality, dimana recognisi diberikan pada

kemungkinan saling meningkatkan hubungan, yang tidak akan terjadi dengan mengorbankan

individualitas orang lain. Memperhatikan, melibatkan, mendengar dan menerima orang lain.

Menurut Murray dan Bevis ini merupakan salah satu aspek hubungan memperhatikan yang

paling penting. Kejujuran diperlukan agar hubungan menjadi terbuka, kejujuran dapat berupa

mengatakan kebenaran atau keinginan untuk tidak membahas sesuatu. Membuka diri terjadi

dalam dua tahap yaitu rasa tanggung jawab dan keberanian untuk maju.

c. Intimasi (melibatkan berbagi diri), tahap ditandai dengan hubungan fisik dan mental yang tepat.

Tugas dalam tahap ini memerlukan ketulusan (integritas, kepercayaan), membuka diri (yang

mempunyai arti menempatkan seseorang dalam posisi yang terbuka), wawasan (memiliki

pandangan yang cepat terhadap orang lain) dan perlibatan (orang lain dapat dilibatkan dalam

hubungan tanpa terancam).

d. Konfirmasi, validasi personal menghasilkan perasaan positif tentang kesadaran dan

pertumbuhan. Argumentasi memungkinkan untuk memperbesar, memperkuat dan lebih

mempermudah hubungan memperhatikan, karena kemampuan untuk peduli dengan dasar yang

luas (Rothrock, 2000).

4. Faktor-faktor pembentuk perilaku caring

Struktur ilmu caring dibangun dari sepuluh faktor carative, yaitu:

a. Membentuk sistem nilai humanistik-altruistik.


Watson mengemukakan bahwa asuhan keperawatan didasarkan pada nilai-nilai

kemanusiaan (humanistik) dan perilaku mementingkan kepentingan orang lain diatas

kepentingan pribadi (altruistik). Hal ini dapat dikembangkan melalui pemahaman nilai yang ada

pada diri seseorang, keyakinan, interaksi, dan kultur serta pengalaman pribadi. Semua ini dirasa

perlu untuk mematangkan pribadi perawat agar dapat bersikap altruistik terhadap orang lain.

b. Menanamkan keyakinan dan harapan ( faith-hope).

Pemahaman ini diperlukan untuk proses carative. Selain menekankan pentingnya obat-

obatan untuk curative, perawat juga perlu memberi tahu individu alternatif pengobatan lain yang

tersedia (mis., meditasi, relaksasi, atau kekuatan penyembuhan oleh diri sendiri atau secara

spritual). Dengan mengembangkan hubungan perawat-klien yang efektif, perawat memfasilitasi

perasaan optimis, harapan, dan rasa percaya.

c. Mengembangkan sensitivitas untuk diri sendiri dan orang lain.

Seorang perawat dituntut untuk mampu meningkatkan sensitivitas terhadap diri pribadi dan

orang lain serta bersikap lebih otentik. Perawat juga perlu memahami bahwa pikiran dan emosi

seseorang merupakan jendela jiwanya.

d. Membina hubungan saling percaya dan saling bantu (helping-trust).

Ciri hubungan helping-trust adalah harmonis, empati, dan hangat. Hubungan yang harmonis

haruslah hubungan yang dilakukan secara jujur dan terbuka, tidak dibuat-buat.

e. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif dan negatif.

Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan pasien.

f. Menggunakan proses pemecahan masalah kreatif


Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan keputusan.

Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan

kepada pasien.

g. Meningkatkan belajar mengajar transpersonal.

Memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan

untuk pertumbuhan personal pasien.

h. Menyediakan lingkungan yang suportif, protektif, atau memperbaiki mental, fisik, sosiokultural,

dan spiritual.

Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal pasien terhadap

kesehatan kondisi penyakit pasien.

i. Membantu memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia.

Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan pasien. Pemenuhan kebutuhan

paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.

j. Memberikan keleluasaan untuk kekuatan ekstensial-fenomenologis-spiritual.

Ketiga faktor ini membantu seseorang mengerti kehidupan dan kematian. Selain itu,

ketiganya dapat membantu seseorang untuk menemukan kekuatan dan keberanian untuk

menghadapi kehidupan dan kematian

5. Kecemasan

Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala. Kebanyakan orang mengalami

kecemasan pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Biasanya, kecemasan muncul

sebagai reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan, dan arena itu berlangsung sebentar

saja ( Savitri Ramailah, 2003 ).


Kecemasan merupakan keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek negative dan gejala-

gejala ketegangan jasmaniah dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya

atau kemalangan dimasa yang akan dating dengan perasaan khawatir. Kecemasan mungkin

melibatkan perasaan, perilaku, dan respon-respon fisiologis. Kecemasan merupakan suatu

penyerta yang normal dari pertumbuhan, perubahan,, pengalaman sesuatu yang baru dan belum

dicoba, dan dari identitasnya sendiri serta arti hidup (Durlan dan Barlow, 2006).

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan

dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada

sesuatu yang akan terjadi dengan penyebabnya yang tidak jelas dan dihubungkan dengan

perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Sunaryo, 2004).

Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya objek/sumber

dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu. Rasa takut terbentuk dari proses

kognitif yang melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan

disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan psikologis ketika individu dapat mengidentifikasi dan

menggambarkannya (Sunaryo, 2004).

6. Penyebab Kecemasan

Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri atau identitas diri yang

sangat mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal

dan merupakan peringatan yang berharga dan penting untuk upaya memelihara keseimbangan

diri dan melindungi diri.

Kecemasan tidak dapat dihindari dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan.

Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal.
Ada empat faktor utama yang memeprngaruhi perkembangan pola dasar yang menunjukan

reaksi rasa cemas :

a. Lingkungan

Kecemasan sering timbul bila seseorang merasa tidak aman dengan lingkungannya.

b. Emosi yang ditekan

Kecemasan terjadi jika seseorang menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang

lama sekali.

c. Sebab-sebab fisik

Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

d. Keturunan

Sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluarga tertentu, ini bukan penyebab

penting dari kecemasan (Ramaiah, 2003).

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan :

a. Faktor internal

1) Pengalaman

Sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut bersifat lebih umum.

Penyebab kecemasan dapat berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak

di dalam diri seseorang, misalnya seseorang yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu

tindakan maka dalam dirinya akan lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak

terlalu besar (Horney dan Trismiati, 2006).

2) Respon terhadap stimulus

Kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau besarnya rangsangan yang diterima

akan mempengaruhi kecemasan yang timbul (Horney dan Trismiati, 2006).


3) Usia

Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak pengalamnnya sehingga

pengetahuannya semakin bertambah. Karena pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih

siap dalam menghadapi sesuatu (Notoatmodjo, 2003).

4) Gender

Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers (1983) dalam Trismiati (2006)

mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-

laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain

menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan.

b. Faktor eksternal

1) Dukungan keluarga

Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seorang lebih siap dalam menghadapi

permasalahan (Kasdu, 2002).

2) Kondisi lingkungan

Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih kuat dalam

menghadapi permasalahan, misalnya lingkungan pekerjaan atau lingkungan bergaul yang tidak

memberikan cerita negatif tentang efek negatif suatu permasalahan menyebabkan seseorang

lebih kuat dalam menghadapi permasalahan (Baso, 2000).

8. Manifestasi Kecemasan

a. Manifestasi kognitif.

Yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau

kejadian buruk yang akan terjadi.


b. Perilaku motorik.

Kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

c. Perubahan somatik.

Muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing,

ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan

menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.

d. Afektif.

Diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.

Stuart dan Sunden (1998) memberikan suatu penilaian respon fisiologis dan respon perilaku,

kognitif dan afektif terhadap kecemasan meliputi :

a. Respon simpatis

1) Kardiovaskuler : palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meninggi, rasa mau pingsan,

pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.

2) Pernafasan : nafas pendek, nafas cepat, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada

tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.

3) Neuromuskuler : refleksi meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,

rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.

4) Gastrointestinal : kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen,

mual, rasa terbakar pada jantung, diare.

5) Traktus Urinarius : tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

6) Kulit : wajah kemerahan, berkeringat setempat ( elapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin

pada kulit, wajah pucat berkeringat sekujur tubuh.


b. Respon Parasimpatis

1) Perilaku Afektif : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi,

cendrung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan intrpersonal, menghalangi, melarikan diri

dari masalah, menghindar.

2) Perilaku Kognitif : Perhatian terganggu, konsentrasi terganggu dan pelupa, salah dalam

memberikan penilaian, preokupasi dan hambatan berfikir, kreatifitas dan prodoktifitas menurun,

bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan objektifitas, takut kehilangan

control, takut pada gambran visual, takut cedera atau kematian.

c. Kognitif : Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah dan tegang, nervus dan ketakutan, alarm, teror,

gugup, gelisah.

9. Tingkat kecemasan

Stuart dan Sunden (1998) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan, yaitu :

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada

tingkat ini lahan persepsi melebar dab individu akan berhati-hati dan waspada. Individu

terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

1) Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada

lambung, mika berkerut dan bibir bergetar.

2) Respon kognitif : Lapang persegi meluas, mampu menerima ransangan yang kompleks,

konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif.

3) Respon perilaku dan emosi : Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-

kadang meninggi

b. Kecemasan sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun/individu lebih memfokuskan pada

hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.

1) Respon fisiologis : Sering nafas pendek, nadi ekstra systole dan tekanan darah naik, mulut

kering, anorexia, diare/konstipasi, gelisah

2) Respon kognitif : Lapang persepsi menyempit, rangsang Luar tidak mampu diterima, berfokus

pada apa yang menjadi perhatiannya

3) Respon perilaku dan emosi : Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara banyak dan

lebih cepat, perasaan tidak nyaman

c. Kecemasan berat

Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu cenderung memikirkan hal yang

kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan

membutuhkan banyak pengarahan/tuntutan.

1) Respon fisiologis : Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit

kepala, penglihatan kabur

2) Respon kognitif : Lapang persepsi sangat menyempit, tidak mampu menyelesaikan masalah

3) Respon perilaku dan emosi : Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat, blocking

d. Panik

Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan

diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan.

1) Respon fisiologis : Nafas pendek, rasa tercekik dan berdebar, sakit dada, pucat, hipotensi

2) Respon kognitif : Lapang persepsi menyempit, tidak dapat berfikir lagi

3) Respon perilaku dan emosi : Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak,

blocking, persepsi kacau.


10. Skala Kecemasan

Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Pertama kali digunakan pada tahun 1959,

yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran

kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran

tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating

Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya

symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms

yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5

tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).

Penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi :

a. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tensinggung.

b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada

binatang besar.

d. Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi

buruk.

e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.

f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby, sedih, perasaan tidak

menyenangkan sepanjang hari.

g. Gejala somatik: nyeri patah otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan otot.

h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa

lemah.
i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang

sekejap.

j. Gejala pemapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan

merasa napas pendek.

k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri

lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.

l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan keneing, aminorea, ereksi lemah atau

impotensi.

m. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau

sakit kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka

tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dan kategori :

Nilai Kategori

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Satu dari gejala yang ada

2 Sedang/separuh dari gejala yang ada

3 Berat/lebih dari setengah gejala yang ada

4 Sangat berat /semua gejala ada.

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah skor dan item 1-14 dengan

hasil :
Skor Hasil

<6 Tidak ada kecemasan

7-14 Kecemasan ringan

15-27 Kecemasan sedang

>27 Kecemasan berat

(Nursalam, 2003)

11. Kecemasan Pada Pasien Jantung Koroner

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan penyempitan

arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri) maupun yang sudah terjadi

penimbunan lemak atau plak (plaque) pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau

tanpa gejala sekalipun. Kelainan pada arteri koroner akibat aterosklerosis menyebabkan suplai

darah ke jantung tidak adekuat dan sel-sel otot jantung kekurangan komponen darah. Hal ini

menimbulkan ischemia pada otot-otot jantung sehingga pasien akan mengalami nyeri dada dan

pada kondisi ischemia yang berat dapat disertai dengan kerusakan sel jantung yang bersifat

irreversible (Smeltzer & Bare, 2008).

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang telah menyebabkan kematian

150.000 orang di Inggris pada tahun 1995. Menurut National Heart, Lung and Blood Institute

(NHLBI, 2004), penyakit ini telah diderita oleh 13,2 juta orang di Amerika dan telah

menyebabkan kematian lebih dari 50.000 kematian setiap tahunnya (Gray,et al, 2002).
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia. World

Health Organization (WHO) mencatat lebih dari 7.000 orang meninggal akibat penyakit jantung

koroner pada tahun 2002 dan jumlah ini diperkirakan terus meningkat.

Penyakit jantung koroner dapat dideteksi dengan pemeriksaan diagnostic noninvasif

ataupun pemeriksaan invasif. Pemeriksaan invasive yang dilakukan adalah kateterisasi jantung.

Prosedur kateterisasi jantung yang bertujuan untuk mengevaluasi anatomi pembuluh darah

koroner disebut dengan tindakan Coronary angiography. Tindakan ini untuk menilai adanya

gangguan pada pembuluh darah koroner, menilai keparahan penyakit serta untuk menentukan

penatalaksanaan yang lebih cocok (Smeltzer & Bare, 2008).

Di Indonesia, khususnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, prosedur

coronary telah dijalani oleh 650 pasien pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 tindakan

kateterisasi jantung dijalani oleh 1125 pasien.

Menjalani Coronary angiography insasif ini akan menimbulkan stres pada pasien baik

secara psikologis maupun fisiologis. Respon stres psikologis dapat berupa kecemasan,

ketakkutan, ketegangan, dan depresi. Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien yang

menjalani prosedur Coronary angiography antara lain : cemas akan rasa nyeri, kematiam,

terpisah dari keluarga, serta cemas akan prognosa buruk yang mungkin terjadi (Mcaffrey &

Tailor, 2005).

Respon fisiologis terhadap stres adalah dengan mengaktifkan system saraf pusat untuk

mengaktivasi hipotalamus-pituitary-adrenal aksis dan sistem saraf simpatis yang ditandai dengan

peningkatan frekuensi nadi dan tekanan darah. Hal ini sangat berbahaya karena tingginya denyut

jantung dan tekanan darah akan memperberat sistem kardiovaskuler serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan kerja jantung sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi

(Underhill.et.al, 2005).

Komplikasi yang dapat terjadi pada kateterisasi jantung adalah gangguan irama jantung

juga dapat terjadi seperti sinus takikardia, sinus bradikardia, ekstrasistol ventrikel, takikardia

ventrikel, fibrilasi ventrikel, ekstrasisol atrial dan fibrilasi atrial (Underhill.et.al, 2005).

B. Kerangka Konsep

Varianel Bebas Variable Terikat


C. Hipotesa

Ada hubungan antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien jantung

koroner di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.

BAB III

METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan wadah menjawab pertanyaan penelitian atau menguji

kesahiaan hipotesis. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian Cross Sectional yaitu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan

cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach) artinya setiap subyek penelitian hanya di observasi sekali saja (Notoatmojo,

1994:141).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan 28 November – Febuari 2012 di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 1998:57).

Populasi dalam penelitian ini mencakup dua komponen yaitu

a. Seluruh pasien dengan penyakit jantung koroner yang dirawat inap di Rumah Sakit Panti

Waluyo Surakarta dalam kurun waktu 3 minggu terhitung 28 November – 17 Desember 2011

b. Perawat yang merawat pasien PJK di rawat inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dalam

kurun waktu 3 minggu terhitung 28 November – 17 Desember 2011


2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut

(Sugiyono, 1998:57). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan

teknik Purposive Sampling dimana yang menjadi sampel mencakup 2 komponen, yaitu:

a. Seluruh pasien dengan penyakit jantung koroner yang dirawat inap di Rumah Sakit Panti

Waluyo Surakarta dalam kurun waktu 3 terhitung 28 November – 17 Desember 2011 Kriteria

responden yang layak untuk diteliti :

1) Kriteria Inklusi

Adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi

dalam penelitian ini adalah:

a) Pasien yang terdiagnosa jantung koroner yang dirawat inap di Rumah Sakit Panti Waluyo

Surakarta dalam kurun waktu 3 minggu terhitung mulai dari 28 November –17 Desember 2011

b) Pasien PJK (Penyakit Jantung Koroner) yang berusia diatas 17 tahun s/d 60 tahun.

c) Bisa membaca dan menulis

d) Rawat inap minimal 3 hari

e) Bersedia menjadi responden

f) Kooperatif.

2) Kriteria Eksklusi

a) Pasien PJK dengan keadaan tidak sadar

b. Perawat yang merawat pasien PJK di rawat inap Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dalam

kurun waktu 3 minggu terhitung 28 November – 17 Desember 2011 sebanyak 10 orang.

1) Kriteria Inklusi
Adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau layak untuk diteliti. Kriteria inklusi

dalam penelitian ini adalah:

a) Perawat ruangan yang merawat pasien PJK di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dalam

kurun waktu 3 minggu terhitung mulai dari 28 November – 17 Desember 2011.

b) Kepala ruang rawat inap pasien PJK di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta dalam kurun waktu

3 minggu terhitung mulai dari 28 November – 17 Desember 2011.

2) Kriteria Eksklusi

a) Perawat cuti

b) Perawat dinas luar

3. Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili

populasi (Nursalam, 2001:66). Teknik sampling adalah teknik yang dipergunakan untuk

mengambil sampel dari populasi (Arikunto, 1998:196).

Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh, dimana

semua populasi dijadikan sampel. Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya yang

dimiliki peneliti, sehingga tidak memungkinkan mengambil semua populasi terjangkau. Oleh

karena itu peneliti mengambil sampel dalam penelitian ini 20 pasien PJK dan 10 perawat.

D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmojo, 1993:67).

a. Variable bebas (Independent)


Adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya / berubahnya variabel dependent

(Sugiyono,2002). Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku caring

perawat.

b. Variable terikat

Adalah variabel yang dipengaruhi / yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas

(Sugiyono,2002). Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan

pasien jantung koroner.

2. Definisi Oprasional

a. Variabel bebas

No Variable Definisi Skala Alat Output/

Operasional Ukur Hasil ukur

1. Perilaku Seluruh Ordinal Kuisioner 1. Perilaku

caring perilaku dan caring

perawat tindakan perawat baik

keperawatan = 58 – 75

yang diberikan 2. Perilaku

untuk caring

menolong perawat

pasien keluar cukup = 40 –

dari masalah 57

kesehatan 3. Perilaku

yang dialami, caring

misalnya perawat
perilaku kurang = 22

empati, – 39

suportif,

perasaan baru,

melindungi,me

mberi

pertolongan,

dan edukasi.

b. Variabel Terikat
No Variabel Definisi Skala Alat Output/
Oprasional ukur Hasil ukur
1. Tingkat Perasaan Ordinal Kuisioner 1. Tidak ada
kecemasan kuatir dan kecemasan =
pasien cemasan <6
jantung yang 2. Kecemasan
koroner dialami ringan= 7-14
pasien pada 3. Kecemasan
saat berada sedang=15-27
dalam 4. Kecemasan
proses berat=>27
perawatan
yang
diberikan
oleh rumah
sakit.

D. Instrument Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner.

1. Bagian pertama tentang data demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku,

penghasilan.

2. Bagian kedua berisi 14 item pertanyaan menggambarkan tingkat kecemasan pasien dengan

penyakit jantung koroner (PJK). Kuisioner diadopsi dari Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating

Scale) dan dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian. Skor penilaian :

Nilai Kategori

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Satu dari gejala yang ada

2 Sedang/separuh dari gejala yang ada

3 Berat/lebih dari setengah gejala yang ada

4 Sangat berat /semua gejala ada.

Pembagian tingkat kecemasan :

Skor Hasil

<6 Tidak ada kecemasan

7-14 Kecemasan ringan

15-27 Kecemasan sedang

>27 Kecemasan berat

3. Bagian ketiga berisi 20 item pertanyaan yang menggambarkan perilaku caring perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan menggunakan jawaban yaitu ya dengan
nilai 2 dan tidak dengan nilai 1, maka skor tertinggi 40 dan skor terendah 20. Untuk mengetahui
perilaku caring, peneliti menggunakan metode statistik menurut Sudjana (2002).
Metode Statistic Menurut Sujanna

Rumus :

Ket : P : Panjang kelas

Rentang : Skor tertinggi – skor terendah

Maka interval kelas

= 6,6 (jadi = 7)

Perilaku Caring perawat baik 34 – 40

Perilaku Caring perawat cukup 27 – 33

Perilaku Caring perawat kurang 20 – 26

4. Bagian keempat berisi 25 item pertanyaan yang disi oleh perawat yang menggambarkan

perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan

menggunakan jawaban yaitu tidak pernah dengan nilai 1, kadang-kadang dengan nilai 2, dan

selalu denga nilai 3, maka skor tertinggi 75 dan skor terendah 25. Untuk mengetahui perilaku

caring, peneliti menggunakan metode statistik menurut Sudjana (2002).

Metode Statistik Menurut Sujana

Rumus :

Ket : P : Panjang kelas


Rentang : Skor tertinggi – skor terendah
Maka interval kelas

= 16,67
= 17
Perilaku Caring perawat baik 58 – 75
Perilaku Caring perawat cukup 40 – 57
Perilaku Caring perawat kurang 22 – 39

Keterangan :
Kategori Skor
Tidak pernah 1
Kadang-kadang 2
Selalu 3

E. Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini berupa data primer yaitu data yang diperoleh langsung
dari responden dan data skunder yaitu data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit
Panti Waluyo Surakarta.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang
telah disusun oleh peneliti dan akan diisi oleh responden secara langsung, peneliti akan
menjelaskan maksud dan tujuan pengumpulan data tersebut serta menjelaskan cara mengisi
kuesioner, sebelum responden mengisi kuesioner terlebih dahulu peneliti akan memberikan
lembaran persetujuan menjadi responden.
F. Analisa Data
Didalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis bivariat (korelatif pearson) untuk
menganalisa data, dimana analisis ini digunakan untuk mengetahui interaksi dua variable.
G. Jalannya Penelitian
1. Pembuatan proposal
2. Pengajuan proposal
3. Pengesahan proposal
4. Melakukan pendataan penderita
5. Memilih sampel yaitu 10 pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta.
6. Memberikan kuisioner untuk diisi perawat dan penderita.
7. Menyimpulkan hasil dan melakukan uji validitas
8. Kesimpulan hasil penelitian.

Lampiran

Kuesioner Penelitian

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN

PASIEN JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO

SURAKARTA 2011

Petunjuk pengisian :
1. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan teliti, kemudian berilah jawaban yang benar

menurut saudara/i.

2. Beri tanda cek-lis (√) pada salah satu kolom jawaban yang saudara pilih.

3. Setiap jawaban akan kami jaga kerahasiaannya.

1. Data demografi

1. Inisial :

2. Umur : ……… tahun

3. Pendidikan terakhir : SMP

SMA

Perguruan Tinggi

4. Pekerjaan : Petani

Wiraswasta

PNS

2. Kuisioner Tingkat Kecemasan Pasien

HAMILTON ANXIETY RATING SCALE

1. Perasaan Cemas

Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tensinggung.

0 Merasa kurang aman atau mudah tersinggung dari

biasanya.

1 Diragukan apakah pasien lebih aman atau mudah

tersinggung dari biasanya.


2 Pasien mengungkapkan kecemasan, ketakutan, atau

lekas marah dan merasa sulit mengendalikan.

Namun, masih mengkhawatirkan hal-hal kecil,

dengan demikianhal ini tidak mempengaruhi

kehidupan sehari-hari pasien.

3 Pada saat mengalami kecemasan atau

ketidakamanan, pasien lebih sulit mengontrol karena

mengkhawatirkan hal-hal besar atau merugikam yang

mungkin terjadi di masa depan. Kadang-kadang

mengganggu kehidupan sehari-hari.

4 Sering timbul perasaan takut sehingga jelas

mengganggu kehidupan sehari-hari.

2. Ketegangan

Item ini termasuk ketidakmampuan untuk bersantai, gugup, ketegangan tubuh, gemetar dan

kelelahan gelisah.

0 Pasien tidak lebih atau tidak kurang tegang dari

biasanya.

1 Pasien tampak agak lebih gugup dan tegang dari

biasanya.

2 Pasien mengekspresikan secara jelas tidak mampu

rileks dan penuh kerusuhan batin, dan ia merasa sulit

mengontrol. Tidak mempengaruhi kehidupan sehari-


hari.

3 Kerusuhan batindan kegelisahan begitu intens dan

sering. Kadang-kadang mengganggu kehidupan

sehari-hari.

4 Ketegangan dan kerusuhan mengganggu kehidupan

sehari-hari.

3. Ketakutan

Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada

binatang besar. Hal ini penting untuk dicatat apakah ada lebih banyak kecemasan fobia dari

biasanya.

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Diragukan adanya gejala

2 Pasien mengalami kecemasan fobia tapi mampu

mengatasinya.

3 Pasien sulit untuk mengatasi kecemasan fobia dan

sampai batas tertentu mengganggu kehidupan sehari-

hari.

4 Kecemasan fobia mengganggu kehidupan sehari-hari

pasien.

4. Gangguan tidur
Sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk. Catatan :

Administrasi hipnotik atau sedatif diabaikan

0 Lama/durasi tidur dan kedalaman tidur biasa

1 Durasi tidur berkurang, tapi tidak ada perubahan

kedalaman tidur

2 Tidur mendalam juga berkurang, tidur menjadi lebih

dangkal. Tidur secara keseluruhan agak terganggu

3 Durasi tidur dan kedalaman tidur secara nyata

berubah. Total periode tidur hanya beberapa jam per

24 jam.

4 Pasien menyatakan periode tidur yang pendek atau

tertidur, tapi tidak benar-benar tidur.

5. Gangguan kecerdasan

Penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Diragukan apakah pasien memiliki kesulitan dalam

berkonsentrasi dan atau kemampuan mengingat.

2 Pasien kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan rutin

sehari-hari.

3 Pasien menyatakan kesulitan konsentrasi, mengingat,

atau dalam pengambilan keputusan.

4 Selama wawancara pasien menunjukkan kesulitan


dalam konsentrasi, memori atau pengambilan

keputusan

6. Perasaan depresi

Item ini mencakup baik verbal dan non-verbal kesedihan, depresi, putus asa ketidakberdayaan,

dan keputusasaan

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Diragukan apakah pasien sedih atau lebih sedih dari

biasanya.

2 Pasien berkaitan dengan pengalaman yang tidak

menyenangkan.pasien belum merasa tidak berdaya

dan putus asa

3 Pasien menunjukan tanda-tanda depresi dan atau

keputusasaan secara non verbal

4 Pasien menyatakan kesabaran hati dan

ketidakberdayaan. Nampak tanda-tanda non verbal

saat wawancara.

7. Gejala somatik

Kelemahan otot, kekakuan, nyeri atau sakit yang nyata, lebih atau kurang difus lokal pada otot,

seperti nyeri rahang atau sakit leher.

0 Tidak ada gejala sama sekali. Pasien tidak lebih dan

tidak kurang sakit atau kaku pada otot dari keadaan


biasanya

1 Pasien tampak agak lebih kaku atau pegal di otot-otot

2 Nyeri

3 Dalam batas tertentu, nyeri otot mengganggu

pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari

4 Nyeri otot sering timbul dan mengganggu pekerjaan

dalam kehidupan sehari-hari.

8. Gejala sensorik

Perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa lemah. Item ini

mencakup peningkatan kelelahan dan kelemahan atau gangguan fungsional indera, termasuk

tinnitus, mengaburkan visi, hot flashes, menusuk-nusuk dan sensasi dingin.

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Diragukan

2 Tinitus, gangguan visual, sensasi gatal dikulit,

sensasi seperti ditusuk-tusuk.

3 Dalam batas tertentu, gejala sensorik yang timbul

mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.

4 Gejala sensorik yang timbul sangat mengganggu

aktivitas kehidupan sehari-hari.

9. Gejala kardiovaskuler
Takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang sekejap.

0 Tidak aja gejala sama sekali

1 Diragukan apakah gejala benar-benar timbul

2 Terdapat gejala-gejala kardiovaskuler, namun pasien

masih dapat mengendalikannya

3 Pasien mengalami kesulitan dalam mengontrol

gejala-gejala yang timbul. Dalam batas tertentu,

keadaan seperti ini menganggu aktivitas kehidupan

sehari-hari.

4 Gangguan kardiovaskuler yang timbul sangat

mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.

10. Gejala pernafasan

Rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas

pendek.

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Diragukan apakah gejala-gejalanya benar ada

2 Timbul gejala-gejala pernafasan, namun pasien

masih dapat mengendalikannya

3 Pasien mengalami kesulitan dalam mengontrol

gejala-gejala yang timbul. Dalam batas tertentu,

keadaan seperti ini menganggu aktivitas kehidupan

sehari-hari.
4 Gangguan pernafasan yang timbul sangat

mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.

11. Gejala gastrointestinal

Sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan

sesudah makan, perasaan panas di perut, dispepsia (nyeri ulu hati atau sensasi terbakar di perut,

nyeri perut yang berhubungan dengan makanan, kepenuhan, mual dan muntah), gemuruh perut

dan diare.

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Diragukan apakah gejalanya benar ada

2 Satu atau lebih dari gejala gastrointestinal timbul dan

pasien masih mampu mengendalikan

3 Pasien mengalami kesulitan dalam mengontrol

gejala-gejala yang timbul. Dalam batas tertentu,

keadaan seperti ini menganggu aktivitas kehidupan

sehari-hari.

4 Gangguan pernafasan yang timbul sangat

mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.

12. Gejala urogenital

Item ini termasuk gejala psikis seperti sering menahan kencing, ketidakteraturan menstruasi,

anorgasmia, dispareunia, ejakulasi dini, impoten.

0 Tidak ada gejala sama sekali


1 Diragukan apakah ini merupakan suatu gejala yang

berbeda dari biasanya.

2 Satu atau lebih dari gejala urogenital timbul dan

pasien masih mampu mengendalikan

3 Pasien mengalami kesulitan dalam mengontrol

gejala-gejala yang timbul. Dalam batas tertentu,

keadaan seperti ini menganggu aktivitas kehidupan

sehari-hari.

4 Gangguan urogenital yang timbul sangat

mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.

13. Gejala vegetatif

Mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

0 Tidak ada gejala sama sekali

1 Diragukan apakah ini merupakan suatu gejala yang berbeda

dari biasanya.

2 Satu atau lebih dari gejala vegetatif timbul dan pasien masih

mampu mengendalikan

3 Pasien mengalami kesulitan dalam mengontrol gejala-gejala

yang timbul. Dalam batas tertentu, keadaan seperti ini

menganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.

4 Gangguan vegetatif yang timbul sangat mengganggu

aktivitas kehidupan sehari-hari.


14. Perilaku sewaktu wawancara

Gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat

dan napas pendek dan cepat.

0 Pasien tidak tampak cemas

1 Sangat diragukan apakah pasien cemas

2 Pasien cukup cemas

3 Pasien nyata cemas

4 Pasien sangat cemas, gemetar seluruh tubuh.

3. Kuesioner Perilaku Caring Perawat menurut pasien

Penilaian
No Aspek yang dinilai
Ya Tidak

1 Menurut anda apakah tindakan yang diberikan perawat sudah

memuaskan?

2 Apakah perawat menjelaskan dengan benar tentang penyakit yang

anda alami?

3 Apakah perawat selalu ada setiap anda membutuhkan kehadiran

mereka?

4 Apakah perawat meberikan informasi sehingga anda dan keluarga

dapat mengambil keputusan untuk kesembuhan penyakit yang anda

derita?

5 Apakah perawat menjelaskan penyakit yang anda derita dengan


penuh perhatian?

6 Apakah anda merasa nyaman dengan pelayanan yang diberikan oleh

perawat?

7 Apakah perawat selalu berkata jujur apabila memberikan informasi

baik itu yang datang dari medis ataupun informasi yang

berhubungan dengan perkembangan penyakit anda?

8 Apakah perawat selalu memberi dukungan untuk kesembuhan

penyakit anda?

9 Apakah perawat menanggapi segala perasaan susah ataupun senang

yang anda utarakan?

10 Apakah perawat meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan

anda?

11 Apakah perawat selalu memberi semangat kepada anda untuk

mematuhi program pengobatan dan perawatan yang diberikan?

12 Saat berbicara dan berkomunikasi apakah perawat memanggil nama

anda dengan benar?

13 Apakah perawat mengajarkan kepada anda untuk bisa mandiri sesuai

dengan masalah kesehatan anda?

14 Apakah perawat memberikan kesempatan kepada anda untuk

melakukan apa yang masih bisa anda lakukan tanpa bantuan

siapapun?

15 Apakah perawat menciptakan ruang perawatan dengan kondisi yang

tenang untuk anda?


16 Apakah perawat melengkapi segala fasilitas yang anda butuhkan

selama dalam perawatan?

17 Apakah pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat kepada

anda sesuai dengan kebutuhan anda?

18 Apakah perawat dapat mengetahui apa yang anda butuhkan selama

perawatan?

19 Apakah setiap perawat yang ditugaskan untuk mengontrol

perkembangan pasien bertanggung jawab penuh kepada pasien?

20 Apakah perawat meberikan rasa hormat kepada pasien dengan

memperlakukan hal yang sama antar satu pasien dengan pasien

lainnya?

Kuesioner Penelitian

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN

PASIEN JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYO

SURAKARTA 2011

Petunjuk pengisian :

1. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan teliti, kemudian berilah jawaban yang benar

menurut saudara/i.
2. Beri tanda cek-lis (√) pada salah satu kolom jawaban yang saudara pilih.

3. Setiap jawaban akan kami jaga kerahasiaannya.

1. Data demografi

a. Inisial :

b. Umur : ……… tahun

2. Kuisioner untuk menggambarkan perilaku caring perawat :

NO PERTANYAAN 0 1 2 3

1. Apakah anda sebagai perawat selalu

memperhatikan keadaan kebutuhan dasar

manusia yang dibutuhkan oleh pasien

melalui pemberian pelayanan keperawatan ?

2. Apakah anda sebagai perawat selalu

berperan sebagai advokat bagi pasien dan

keluarga ?

3. Apakah anda sebagai perawat selalu

menjalankan peran anda sebagai edukator

bagi pasien dan keluarga ?

4. Apakah anda sebagai perawat selalu

mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari

tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan

kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan

kebutuhan pasien ?
5. Apakah anda sebagai perawat selalu

menjalankan peran anda sebagai konsultan

bagi pasien dan keluarga dalam

menghadapi masalah atau tindakan

keperawatan yang diberikan ?

6. Menurut Leininger, caring meliputi

tindakan-tindakan membantu, mendukung

dan memfasilitasi pasien dalam pemenuhan

kebutuhan. Apakah anda sebagai perawat

selalu menjalankan hal tersebut ?

7. Apakah anda selalu memberikan rasa

nyaman kepada pasien anda ?

8. Apakah anda selalu memberikan empati

kepada pasien anda ?

9. Apakah anda selalu memberikan

dukungan/sport/motivasi kepada pasien anda

10. Dalam tahap perkembangan hubungan

caring, salah satu tugas yang menandai

pertalian (attachment) yaitu recognisi yang

berarti menyadari kehadiran orang lain dan

menerima orang lain. Apakah anda sebagai

perawat selalu melakukan hal tersebut?


11. Apakah anda sebagai perawat selalu

membagi informasi yang beresiko rendah

atau tidak mengancam kepada pasien anda ?

12. Apakah anda sebagai perawat selalu

memvalidasi dalam memberikan persetujuan

pada informasi yang dibagikan atau perilaku

yang diperlihatkan kepada pasien ?

13. Tahap kedua perkembangan caring adalah

assiduity (perilaku penuh perhatian).

Apakah anda sebagai perawat selalu berlaku

respek (melibatkan mengakui dan menerima

keinginan, kebutuhan, kesukaan, perbedaan

dan permintaan orang lain) kepada pasien

anda ?

14. Apakah anda sebagai perawat selalu

memperhatikan, melibatkan, mendengar dan

menerima pasien anda ?

15. Tahap ketiga perkembangan caring adalah

intimasi (melibatkan berbagi diri). Dalam

tahap ini diperlukan ketulusan (integritas,

kepercayaan), membuka diri (yang

mempunyai arti menempatkan seseorang

dalam posisi yang terbuka), wawasan


(memiliki pandangan yang cepat terhadap

orang lain) dan perlibatan (orang lain dapat

dilibatkan dalam hubungan tanpa terancam).

Apakah anda selalu melakukan hal tersebut

diatas ?

16. Menurut Watson faktor-raktor pembentuk

perilaku caring meliputi 10 faktor carative.

Salah satu faktor tersebut adalah membentuk

sistem nilai humanistik-altruistik. Apakah

sebagai perawat, anda selalu memberikan

asuhan keperawatan yang didasarkan pada

nilai-nilai kemanusiaan (humanistik) ?

17. Menurut Watson faktor-raktor pembentuk

perilaku caring meliputi 10 faktor carative.

Salah satu faktor tersebut adalah membentuk

sistem nilai humanistik-altruistik. Apakah

sebagai perawat, anda selalu mementingkan

kepentingan pasien diatas kepentingan

pribadi (altruistik) ?

18. Apakah anda sebagai seorang perawat selalu

mengembangkan hubungan perawat-klien

yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan

optimis, harapan, dan rasa percaya ?


19. Salah satu faktor pembentuk caring adalah

membina hubungan saling percaya dan

saling bantu (helping-trust). Ciri hubungan

helping-trust adalah harmonis, empati, dan

hangat. Apakah anda sebagai perawat selalu

menerapkannya dalam setiap tindakan

keperawatan kepada pasien anda ?

20. Apakah anda sebagai seorang perawat selalu

memberikan waktu untuk mendengarkan

semua keluhan dan perasaan pasien ?

21. Apakah anda sebagai seorang perawat selalu

menggunakan proses pemecahan masalah

kreatif dalam mengambil suatu keputusan

tindakan keperawatan ?

22. Apakah anda selalu meningkatkan belajar

mengajar transpersonal dalam memberikan

asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan

personal, dan memberikan kesempatan

untuk pertumbuhan personal pasien ?

23. Apakah anda selalu mengenali pengaruh

lingkungan internal dan eksternal pasien

yang mempengaruhi kesehatan kondisi

penyakit pasien?
24. Apakah anda selalu mengenali kebutuhan

komperhensif diri dan pasien sehingga

membantu memuaskan kebutuhan-

kebutuhan pasien ?

25. Apakah anda selalu membantu pasien untuk

menemukan kekuatan dan keberanian untuk

menghadapi kehidupan dan kematian ?

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2005.Manajemen Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka cipta

Asmadi, 2005. Konsep Dasar Pengobatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Blais, KK. 2007. Praktek Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Burnard, P. 2009. Caring & Communicating. Jakarta : EGC

Dwidiyanti, M. 2007. Caring. Semarang : Hapsari

Dwidiyanti.1998. Aplikasi Model Konseptual Keperawatan. Semarang : Akper Depkes Semarang

Leininger, M. 2002, Transcultural Nursing, Concept, Theories, Research & Practice, Mc, Grow-Hill

Companies

Kozier, Barbara dkk. 2004. Fundamental of Nursing: Consepts and Procendures, California : Addison-

Wesley Publishing Company.

Notoadmojo, S. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Nuracmah, E. 2001. Seminar Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit, Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Rothrock, J.T. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta :, Penerbit Buku

Kedoktoran EGC

Stuart dan sundeen.1998. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC

Zaidin, Ali, H.2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional, Jakarta, Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai