Anda di halaman 1dari 23

I.

IDENTITAS
Nama penderita : An. DA
Usia : 11 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Babakan Sawah RT 9 RW 3, Sukahaji, Babakan Ciparay
Tanggal Masuk : 07 Oktober 2016
Tanggal Diperiksa : 10 Oktober 2016

Ayah
Nama : Tn. M
Umur : 30
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Babakan Sawah RT 9 RW 3, Sukahaji, Babakan Ciparay

Ibu
Nama : Ny. K
Umur : 29
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Babakan Sawah RT 9 RW 3, Sukahaji, Babakan Ciparay

1
II. ANAMNESIS
Heteroanamnesis : oleh Ibu pasien tanggal 10 Oktober 2016
Keluhan Utama : benjolan pada leher
Riwayat Perjalanan penyakit :
Pasien datang ke poliklinik bedah RS Immanuel dengan keluhan benjolan pada
leher sebelah kiri. Benjolan dirasakan sejak 6 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Awal
nya benjolan kecil seperti bisul, lama-kelamaan semakin besar, terasa nyeri jika
tertekan dan benjolan pecah satu hari sebelum masuk rumah sakit. Benjolan yang
pecah berisi nanah dan membentuk luka. Dua minggu sebelum masuk Rumah Sakit,
pasien mengeluhkan muncul benjolan serupa pada dada kiri yang awalnya sebesar
kelereng dan terasa semakin membesar serta nyeri jika ditekan.
Ibu mengatakan keluhan disertai berat badan yang tidak naik dalam 6 bulan
terakhir walaupun nafsu makan baik dan anak cenderung makan sangat banyak.
Keluhan tidak disertai adanya demam, keringat malam, batuk lama, sesak, pilek, nyeri
menelan, mual, muntah, nyeri perut, mencret, konstipasi, gangguan buang air kecil,
dan nyeri sendi dan tulang.
Karena keluhannya, pasien dibawa ke dokter umum satu bulan setelah benjolan
muncul, mendapat obat salep dan obat antibiotik tablet dari dokter, tapi tidak ada
perbaikan hingga saat ini.
Saat ini (10/10/2016) merupakan hari keempat pasien dirawat. Pasien dirawat
oleh dokter spesialis bedah anak, dokter spesialis kulit dan kelamin, dan dokter
spesialis anak. Pasien berbaring dan dipasang selang infus, diberi obat penghilang
nyeri, empat jenis antibiotik, dan salep kulit.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami bisul maupun benjolan yang
bertambah besar dan nyeri, dan belum pernah operasi untuk benjolan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga yang tinggal serumah tidak ada yang mengalami hal serupa
seperti bisul dan benjolan yang bertambah besar dan nyeri, dan tidak ada yang operasi
untuk benjolan.

2
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Anak ke 1 dari 2 anak Lahir hidup : 2 Lahir mati : - Abortus : -
Lahir aterm, lahir spontan langsung menangis, ditolong oleh bidan
Berat badan lahir : 2900 gram
Panjang badan lahir : 48 cm

Riwayat Tumbuh Kembang


Berbalik : 4 bulan Bicara 1 kalimat : 18 bulan
Duduk : 8 bulan Membaca : 4 tahun
Berdiri : 12 bulan Menulis : 4 tahun
Berjalan : 14 bulan Sekolah : PAUD 4 tahun
Bicara 1 kata : 14 bulan

Susunan Keluarga
No Nama Umur L/P Keterangan
1 Tn. M 30 tahun L Ayah, sehat
2 Ny. K 29 tahun P Ibu, sehat
3 An. T 7 tahun P Adik, sehat

3
Riwayat Imunisasi
Jenis Dasar Ulangan

Hep B lahir 1 bulan 6 bulan


Polio Lahir, 4 bulan 6 bulan
2bulan
BCG 2 bulan
DTP 2bulan 4 bulan 6 bulan
Hib - -
PCV - -
Rotavirus - -
Influenza - -
Campak 9 bulan -
MMR - - -
Tifoid - -

Hep A - -

Varisela - -
HPV - -

Makanan
ASI sejak usia 0 bulan sampai 6 bulan
Pada usia 0-6 bulan, anak diberi tambahan air putih
Sejak usia 4 bulan sudah mendapat susu formula karena produksi ASI berkurang
Pada usia 6 bulan mulai mendapat makanan tambahan seperti bubur susu, dan buah
(pisang dan pepaya)
Usia 1 tahun mulai mengonsumsi nasi tim dan bubur dengan sayuran dan lauk yang
dihaluskan
Usia 1 tahun 3 bulan sudah makan nasi seperti orang dewasa

4
Riwayat Penyakit Dahulu
Batuk – pilek : + Hepatitis : -
Diare : + TBC : -
Tifus perut : - Cacar Air : -
Pneumonia : - Campak : -
Batuk rejan : - Ginjal : -
Difteri : - Asma / Alergi : -
Tetanus : -

Riwayat Penyakit Keluarga


Asma : -
TBC : -
Ginjal : -
Lain – lain : -
Penyakit darah : -
Peny. Keganasan : -
Kencing manis :-

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : sadar penuh (E4M6V5), pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), kejang (-)
Kesan sakit : ringan
Pengukuran Antropometri
Berat badan : 24 kg
Panjang Badan : 124 cm
Lingkar kepala : 52 cm
Lingkar Dada : 56 cm
Lingkar Perut : 53 cm
Lingkar Lengan atas : 17 cm

5
BB menurut usia : dibawah garis -3
Berat badan sangat kurang
TB menurut usia : dibawah garis -3
Sangat pendek
BMI menurut usia : dibawah garis -1
Dalam batas normal

Tanda-Tanda Vital
Nadi : 96x/menit, regular, ekual, isi cukup
Respirasi : 20x/menit, abdominotorakal
Suhu : 36,5oC (per auricular)
Kepala : bentuk ukuran simetris, tidak ada kelainan kongenital, rambut hitam
lebat tidak mudah dicabut
Mata : conjungtiva hiperemis -/-, sclera ikterik -/-
Hidung : PCH -/-, sekret –
Mulut : bibir : basah
mulut : mukosa basah, Tonsil T1/T1, detritus -, faring hiperemis -
stomatitis -, abses gusi -, karang gigi -
Leher : KGB teraba membesar dan scrofuloderma a/r colli posterior
sinistra
retraksi suprasternal -/- , tiroid dan paratiroid tidak teraba memesar
Thorax : inspeksi : benjolan a/r supraclavicula sinistra
Paru
Inspeksi : simetris kiri = kanan, retraksi(-)
Palpasi : pergerakan simetris kanan = kiri, taktil fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor, kiri = kanan
Auskultasi : Vesicular Breath Sound +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm medial linea midclavicularis kiri
Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 murni, irama reguler, murmur (-), gallop (-)

6
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada benjolan,
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : soepel, hepar tidak membesar, Lien tidak membesar
Perkusi : timpani
Genital : laki-laki, tidak ada kelainan
Anus dan rectum : ruam perianal (-)
KGB : KGB axilla dan inguinal tidak teraba membesar
Anggota gerak/ekstremitas
Superior Inferior
Pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
Akral Hangat +/+ +/+
Capillary Refill Time <2 detik <2 detik

Status Neurologis
Reflek fisiologis : KPR +/+ hiper reflex (-), Ankle PR +/+ hiper reflex (-)
Reflek patologis : Babinsky -/- Chaddock -/-

Status Lokalis
1. Regio colli posterior sinistra :
Kulit : scrofuloderma
Warna : sesuai warna kulit di sekitarnya
Bentuk : tidak beraturan
Permukaan : berbenjol-benjol
Jumlah : multiple
Konsistensi : kenyal
Mobilisasi : tidak melekat dengan jaringan sekitar
Nyeri tekan : ada nyeri tekan
Ukuran : 7 x 5 cm

7
2. Regio Supraclavicula sinistra :
Kulit : seluruhnya tertutup kulit normal
Warna : sesuai warna kulit di sekitarnya
Bentuk : bulat
Permukaan : rata
Jumlah : soliter
Konsistensi : kenyal
Mobilisasi : tidak melekat dengan jaringan sekitar
Nyeri tekan : ada nyeri tekan
Ukuran : 2 x 2 cm

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hematlogi Rutin (04 Oktober 2016)
Hb : 11.4 g/dL (11,8-15,0)
Ht : 36% (40-52)
Leukosit : 7.100 /mm3 (4.000-13.500)
Trombosit : 459.000/mm3 (150.000-450.000)
Eritrosit : 4.9 juta/mm3 (3,6-5,2 jt)
MCV : 73 fL ` (68-97)
MCH : 23 pg/mL (24-32)
MCHC : 32 g/dL (29-37)
Waktu Perdarahan : 1.30 menit 1.00 – 3.00
Waktu Pembekuan : 7.30 menit 5 – 11
GDS : 120 mg/dL 60 – 100

Hematologi RUtin (07 Oktober 2016)


Hb : 11.8 g/dL (11,8-15,0)
Ht : 37% (40-52)
Leukosit : 7.900 /mm3 (4.000-13.500)
Trombosit : 470.000/mm3 (150.000-450.000)
Eritrosit : 5.1 juta/mm3 (3,6-5,2 jt)
MCV : 72 fL ` (68-97)

8
MCH : 23 pg/mL (24-32)
MCHC : 32 g/dL (29-37)
Hitung Jenis
Basofil : 0.3 % 0.0 – 1.0
Eosinofil : 1.5 % 1.0 – 5.0
Netrofil Staf : 0.0 % 3.0 – 5.0
Netrofil Segmen : 80.8 % 25.0 – 6.0
Limfosit : 10.5 % 25.0 – 40.0
Monosit : 6.9 % 2.0 – 10.0
LED : 35 mm/jam < 10

Pemeriksaan Mikrobiologi Pus (08 Oktober 2016)


Pewarnaan gram : Epitel sel (+), ditemukan beberapa lekosit, tidak
ditemukan bakteri
Pewarnaa ZN : BTA Negatif

Tes Mantoux (08 Oktober 2016)


PPD test : positif
Indurasi 16 mm

9
Foto Thorax (11/10/16)
Trachea terletak di medial. Aorta normal
Cor : bentuk dan besar normal. Sinuses normal. Diafragma normal
Pulmo :
Hilus kanan dan kiri normal
Corakan bronkovaskular bertambah
Tidak tampak bercak lunak di kedua lapang paru
Costae, clavikula dan Jaringan lunak dinding dada normal
Kesan : Tidak tampak TB paru aktif / Pneumonia
Cor dalam batas normal

10
V. RESUME
Heteroanamnesis :
Pasien datang ke poliklinik bedah RS Immanuel dengan keluhan benjolan a/r
posterior colli sinistra. Benjolan dirasakan sejak 6 bulan sebelum masuk Rumah Sakit.
Awal nya benjolan kecil seperti absesl, lama-kelamaan semakin besar, terasa nyeri jika
tertekan dan menjadi scrofuloderma satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Scrofuloderma yang pecah berisi nanah dan membentuk vulnus. Dua minggu sebelum
masuk Rumah Sakit, pasien mengeluhkan muncul benjolan serupa pada
supraclavicular sinistra yang awalnya sebesar kelereng dan terasa semakin membesar
serta nyeri jika ditekan.
Ibu mengatakan keluhan disertai berat badan yang tidak naik dalam 6 bulan
terakhir walaupun nafsu makan baik dan anak cenderung makan sangat banyak.
Keluhan tidak disertai adanya febris, keringat malam, batuk lama, dyspnoe, coryza,
nyeri menelan, naussea, vomit, abdominal pain, diare, konstipasi, gangguan miksi,
atralgia atau arthritis dan myalgia.
Karena keluhannya, pasien dibawa ke dokter umum satu bulan setelah benjolan
muncul, mendapat obat salep dan obat antibiotik tablet dari dokter, tapi tidak ada
perbaikan hingga saat ini.
Saat ini (10/10/2016) merupakan hari keempat pasien dirawat. Pasien dirawat
oleh dokter spesialis bedah anak, dokter spesialis kulit dan kelamin, dan dokter
spesialis anak. Pasien berbaring dan dipasang selang infus, diberi obat penghilang
nyeri, empat jenis antibiotik, dan salep kulit.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami atheroma dan abses maupun
benjolan yang bertambah besar dan nyeri, dan blum pernah operasi terhadap
benjolan

Riwayat Penyakit Keluarga


Anggota keluarga yang tinggal serumah tidak ada yang mengalami hal serupa
seperti atheroma dan abses maupun benjolan yang bertambah besar dan nyeri dan
tidak pernah operasi terhadap benjolan.

11
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sadar penuh (E4M6V5), pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), kejang (-)
Kesan sakit : sedang
Pengukuran Antropometri :
Berat badan : 24 kg
Panjang Badan : 124 cm
Lingkar kepala : 52 cm
Lingkar Dada : 56 cm
Lingkar Perut : 53 cm
Lingkar Lengan atas : 17 cm
BB menurut usia : dibawah garis -3
Berat badan sangat kurang
TB menurut usia : dibawah garis -3
Sangat pendek
BMI menurut usia : dibawah garis -1
Dalam batas normal

Tanda-Tanda Vital
Nadi : 96x/menit, regular, ekual, isi cukup
Respirasi : 20x/menit, abdominotorakal
Suhu : 36,5oC (per auricular)
Kepala : bentuk ukuran simetris, tidak ada kelainan kongenital, rambut hitam
lebat tidak mudah dicabut
Mata : conjungtiva hiperemis -/-, sclera ikterik -/-
Hidung : PCH -/-, sekret –
Mulut : bibir : basah
mulut : mukosa basah, Tonsil T1/T1, detritus -, faring hiperemis -
Koplik’s spot -, stomatitis -
Leher : KGB teraba membesar, scrofuloderma + a/r colli sinistra,
retraksi suprasternal -/- , tiroid dan paratiroid tidak teraba membesar
Thorax : inspeksi : benjolan a/r supraclavicula sinistra

12
Paru
Inspeksi : simetris kiri = kanan, retraksi(-)
Palpasi : pergerakan simetris kanan = kiri, taktil fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor, kiri = kanan
Auskultasi : Vesicular Breath Sound +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm medial linea midclavicularis kiri
Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 murni, irama reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada benjolan,
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : soepel, hepar tidak membesar, Lien tidak membesar
Perkusi : timpani
Genital : laki-laki, tidak ada kelainan
Anus dan rectum : ruam perianal (-)
KGB : KGB axilla dan inguinal tidak teraba membesar

Anggota gerak/ekstremitas
Superior Inferior
Pucat -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Oedem -/- -/-
Akral Hangat +/+ +/+
Capillary Refill Time <2 detik <2 detik

Status Neurologis
Reflek fisiologis : KPR +/+ hiper reflex (-), Ankle PR +/+ hiper reflex (-)
Reflek patologis : Babinsky -/- Chaddock -/-

13
Status Lokalis
1. Regio colli sinistra :
Kulit : scrofuloderma
Warna : sesuai warna kulit di sekitarnya
Bentuk : tidak beraturan
Permukaan : berbenjol-benjol
Jumlah : multiple
Konsistensi : kenyal
Mobilisasi : tidak melekat dengan jaringan sekitar
Nyeri tekan : ada nyeri tekan
Ukuran : 7 x 5 cm
2. Regio Supraclavicula sinistra :
Kulit : seluruhnya tertutup kulit normal
Warna : sesuai warna kulit di sekitarnya
Bentuk : bulat
Permukaan : rata
Jumlah : soliter
Konsistensi : kenyal
Mobilisasi : tidak melekat dengan jaringan sekitar
Nyeri tekan : ada nyeri tekan
Ukuran : 2 x 2 cm cm

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding : Scrofuloderma e.c Limphadenophaty TB
Limphadenophaty bakteri
Limfoma venereum
Submandibular abcess
Atheroma
a/r solli sinistra posterior dan a/r supraclavicular sinistra
Status Gizi : Kurang

14
VII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Biopsi aspirasi KGB colli posterior sinistra

VIII. PENATALAKSANAAN
Infus RA 1500mL/24 jam
Paracetamol PO 3 x 400mg PRN
Co-Amoxiclav 3 x ½ tab PO
As. Salisilat dalam NaCl 0,3% kompres 5 x 10 menit per hari
Sol Acid kompres 2 x 10 menit per hari
Racikan serbuk pyrazinamide + INH 1x per hari
Rifampicin 1x1 tab per hari

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia

15
Definisi
Limfadenopati adalah pembesaran kelenjar limfe dan terjadi sebagai respons
terhadap berbagai infeksi, inflamasi, dan proses keganasan. Limfadenopati generalisata
adalah pembesaran dua atau lebih kelompok kelenjar limfe di area yang tidak berdekatan ,
sedangkan limfadenopati regional melibatkan hanya satu kelompok kelenjar limfe.
Limfadenitis adalah inflamasi kelenjar limfe akut atau kronis. Limfangitis adalah inflamasi dari
jaringan pembuluh limfe subkutan yang merupakan tanda infeksi bakteri akut, biasanya
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptokokus grup A.
Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula .
Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi.
Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates
(460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya. Penyakit ini juga
sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman pertengahan dengan nama “King’s
evil”, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat menyembuhkannya. Infeksi
M.tuberculosispada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari
struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis disebut dengan
scrofuloderma.

Etiologi
Pertumbuhan kelenjar limfe paling cepat terjadi usia 4 sampai 8 tahun. Ukuran normal
kelenjar limfe adalah berdiameter 10 mm, dengan pengecualian 15mm untuk kelenjar
inguinal, 5 mm untuk kelenjar epitroklear, dan 2 mm untuk kelenjar supraklavikula yang
biasanya tidak dapat teraba. Sindrom limfokutan adalah limfadenitis regional yang
berhubungan dengan lesi kulit tertentu di tempat inokulasi mikroba. Limfadenitis servikal
merupakan limfadenitis regional paling sering ditemukan pada anak dan terutama
berhubungan dengan faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus grup A, virus yang biasa
mengenai saluran respiratori, dan virus Epstein-Barr (EBV). EBV merupakan penyebab utama
mononucleosis infeksiosa, yaitu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya demam,
perasaan letih dan malaise, limfadenopati generalisata atau servikal, tonsillitis dan faringitis.
Sitomegalovirus (CMV), Toxoplasma gondii, adenovirus, virus hepatitis B, virus hepatitis C,
dan infeksi awal human immunodeficiensy virus (HIV) yang dikenal sebagai syndrome

16
retrovirus akut, dapat menyebabkan infectious mononucleosis-like syndrome dengan
limfadenopati.
Mikobakteria nontuberkulosa banyak ditemukan dalam tanah, tumbuhan, debu, dan
air. Spesies yang biasanya menyebabkan limfadenitis pada anak termasuk kelompok
M.Avium, M.scrofulaceum, dan M.kansasii.
Penyebab infeksi dari Limfadenopati Generalisata:
Virus:
1. Virus Epstein-Barr 6. Varisela
2. Sitomegalovirus 7. Adenovirus
3. HIV 8. Rubeola
4. Virus hepatitis B 9. Rubella
5. Virus hepatitis C
Bakteri:
1. Endocarditis
2. Brucella (brucellosis)
3. Leptospira interrogans (leptospirosis)
4. Streptobacillus moniliformis (bacillary rat-bite fever)
5. Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis)
6. Treponema pallidum (sifilis sekunder)
Jamur:
1. Coccidioides immitis (koksidioidomikosis)
2. Histoplasma capsulatum (histoplasmosis)
Protozoa:
1. Toxoplasma gondii (toksoplasmosis)
Penyebab infeksi dari Limfadenopati Regional Nonveneral:
1. Staphylococcus aureus
2. Streptococcus grup A
3. Streptococcus grup B
4. Bartonella henselae
5. Mycobacterium tuberculosis
6. Virus Epstein-Barr
7. Toxoplasma gondii

17
Epidemiologi
Limfadenitis TB lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan
1,2:1. Berdasarkan penelitian terhadap data demografik 60 pasien limfadenitis TB didapat 41
orang wanita dan 19 orang pria dengan rentang umur 40,9 ± 16,9 (13 – 88). Penelitian lainnya
terhadap 69 pasien limfadenitis TB didapat 48 orang wanita dan 21 orang pria dengan rentang
umur 31,4 ± 13,1 (14 – 60). Faktor risiko untuk limfadenopati yang disebabkan oleh penyebab
spesifik dapat diperoleh dari riwayat medis dan pembedahan, riwayat trauma sebelumnya,
terpajan dengan binatang, terpajan dengan penderita tuberculosis, riwayat aktifitas sosial,
riwayat bepergian, riwayat makan, khususnya daging yang kurang matang, atau produk susu
yang tidak mengalami proses pasteurisasi terlebih dahulu, dan riwayat pengobatan
sebelumnya.

Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner
dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner
primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB primer sering terjadi pada anak-anak
sehingga sering disebut child-type tuberculosis, sedangkan TB post-primer (sekunder) disebut
juga adult-type tuberculosiskarena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB
primer dapat juga terjadi pada orang dewasa.
TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil
Tuberculosis. Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB
ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB
akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan
bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen,
perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.
Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional
di hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di
sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada orang
yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler.
Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB
dalam makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon
bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks Ghon.

18
Terbentuknya focus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti
dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB.
Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB
dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi
kembali menimbulkan penyakit.
Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki
imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan
membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan
jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat
menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ. Kelenjar
limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi
TB pada parenkim paru.Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu
menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk
melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan
dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher.

Manifestasi Klinis
Limfadenopati servikal akut yang berkaitan dengan faringitis memiliki ciri kelenjar
limfe yang berukuran kecil dan kenyal di servikal anterior dengan nyeri tekan minimal sampai
sedang. Limfadenitis servikal supuratif seringkali disebabkan oleh S,aureus atau
Streptococcus grup A, kulit diatasnya kemerahan, teraba hangat, dengan nyeri tekan sedang
hingga berat. Trias ciri-ciri mononucleosis infeksiosa EBV adalah demam, faringitis dan
limfadenopati. Pada faring ditemukan tonsil yang membesar dan terdapat eksudat dan
kadang-kadang emantem dengan petekie faring. Toksoplasmosis adalah limfadenopati
servikal asimptomatik, namun sekitar 10% kasus toksoplasmosis yang didapat
memperlihatkan limfadenopati servikal posterior kronik dan rasa letih (fatigue), biasanya
disertai demam tinggi. Limfadenitis yang disebabkan oleh mikobakteri nontuberkulosa
biasanya unilateral didaerah servikal, submandibular, atau nodul preaurikular. Nodul
biasanya relative tidak nyeri dan pada mulanya mempunyai konsistensi kenyal, namun secara
bertahap menjadi lunak selanjutnya pecah dan mengeluarkan cairan dari dalamnya. Reaksi
local terbatas, dan walaupun kulit disekitar nodul dapat berubah warna, namun teraba tidak
hangat. Demam dan gejala sistemik minimal atau tidak ada.

19
Diagnosis
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis
TB :
a.Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen untuk
pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat
memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB
agar perwarnaan dapat positif.
Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis
TB. Adanya 10-100 basil/mm3cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif
hanya pada 10-69% kasus. Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau,
Middle-brook, dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkanhasil
kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosisadalah penyebab tersering, diikuti oleh
M.bovis.
b.Tes Tuberkulin
Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan
adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada
seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran
indurasi dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi
lebih dari 10 mm, intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4
mm.
c.Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi
aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi
untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99%. CT scan dapat digunakan
untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal.
Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis
kaseosa. Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran konvensional seperti sel
epiteloid atau Langhans giant cell tidak ditemukan pada aspirat. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Lubis (2008), bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik

20
dapat digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan
Langhans giant cell.
Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik,
dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur.
d.Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu
diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten
dengan TB paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-
anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus.
USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau
multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal. Pemeriksaan dengan USG juga dapat
dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik,
lymphoma, atau reaktifhiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi
TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, daninternal echoes. Pada CT
scan, adanya massa nodus kongl umerasi dengan lusensi sentral, adanya cincin irregular pada
contrast enhancementserta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi,
adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada
limfadenitis TB. Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi, dan
konfluens.
Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal
ini bersama-sama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar.

Diagnosis Banding
1. Artritis idiopatik juvenile
2. Lupus eritematosa sistemik
3. Serum sickness
4. Reaksi efek samping obat ( fenitoin, allopurinol, isoniazid, antitiroid dan primetamin)
5. Leukemia, limfoma dan adakalanya neuroblastoma disertai nodul kelenjar limfe yang
biasanya tidak nyeri, tidak disertai tanda peradangan, sulit digerakkan dari jaringan
sekitar, dan dengan konsistensi yang kenyal.
6. Syndrome yang terdiri dari demam periodic, stomatitis aftae, laryngitis, dan adenitis
kadang-kadang merupakan penyebab dari demam rekuren dan limfadenitis servikal.

21
Penatalaksanaan:
Pada anak, sebagian besar kasus limfadenopati servical, tanpa tanda-tanda inflamasi
akut, tidak membutuhkan terapi spesifik dan biasanya menghilang dalam 2 sampai 3 minggu.
Limfadenitis servikal supuratif biasanya digunakan penisilin yang resisten terhadap
penisilinase atau sefalosporin generasi pertama. Untuk pasien yang yang hipersensitif
terhadap antibiotic beta lactam, atau jika dicurigai S.aureus yang didapat komunitas, yang
resisten metisilin, maka dapat diberikan klindamisin. Azitromisin dapat mempercepat
perbaikan dan mengurangi ukuran nodul dalam 30 hari. Rekomendasi untuk terapi
limfadenitis servikal yang disebabkan oleh mikobakteri nontuberkulosa adalah eksisi total.
Isoniazid (INH)
INH dapat berdifusi ke dalam semua jaringan dan cairan tubuh, dan efek sampingnya
amat rendah. INH dapat diberikan secara oral atau intramuscular.
Dosis harian biasa 10-15 mg/kgBB/hari. Kadar puncak dalam darah, sputum dan CSS
dicapai dalam beberapa jam dan menetap selama sekurang-kurangnya 6-8 jam. INH
dimetabolisasi dengan asetilasi dalam hati.
INH mempunyai 2 pengaruh toksik utama, yaitu neuritis perifer dan hepatotoksik.
Namun keduanya jarang terjadi pada anak- anak.
Rifampisin
Rifampisin merupakan obat kunci pada manajemen pengobatan tuberculosis modern.
Obat ini diserap baik saat puasa dan mencapai kadar serum puncak dalam 2 jam. Dosis harian
biasa adalah 10-20 mg/kgBB/hari.
Efek samping rifampisin lebih sering dibanding INH, yaitu berupa perubahan warna
urine dan air mata menjadi oranye, gangguan saluran cerna dan hepatotoksisitas. Efek
samping ini adapat diperkecil dengan pemberian rifampisin pada dosis minimal.
Pirazinamid (PZA)
Dosis harian pada anak adalah 20-40 mg/kgBB/hari. Pada dosis optimum dapat
menyebabkan kadar CSS tinggi, ditoleransi dengan baik pada anak dan berkolerasi dengan
keberhasilan klinis pada trial pengobatan tuberculosis.
Efek samping dari PZA adalah hiperurikemia, namun manifestasi hiperurikemia jarang
pada anak-anak.

22
Streptomisin
Streptomisin jarang dipakai pada pengobatan tuberculosis pada anak namun penting
untuk pengobatan atau pencegahan terhadap resistensi obat. Streptomisin dapat menembus
meningen yang terkena radang dengan baik, tetapi tidak dapat melewati meningen yang tidak
radang.
Obat ini terutama digunakan bila dicurigai resistensi awal INH atau bila anak
menderita tuberculosis yang membahayakan jiwa.
Pemberian streptomisin adalah secara IM, dengan dosis 20-40 mg/kgBB/hari. Efek
sampingnya adalah toksis terhadap bagian vestibuler dan auditorius saraf cranial 8.
Etambutol
Etambutol berefek bakteriostatik,namun jarang diberikan pada anak-anak karena efek
sampingnya yang berupa neuritis optic. Dosis pada anak adalah 15-25 mg/kgBB/hari.

Pencegahan
Tidak ada panduan untuk mencegah limfadenitis yang disebabkan oleh mikobakteri
nontuberkulosa.

Penyulit dan Prognosis


Sebagian besar kasus infeksi oleh S.aureus dan streptococcus grup A yang berespons
terhadap terapi memiliki prognosis baik. Penyulit seperti pembentukan abses, selulitis, dan
bakteriemia dapat terjadi. Pembentukan abses diobati dengan insisi dan drainase selain
pemberian terapi antibiotic yang sesuai.
Infeksi EBV, sama seperti herpes virus yang lain, menetap seumur hidup, namun tidak
ada gejala pada saat kambuh. EBV dihubungkan sebagai penyebab ca nasofaring, limfoma
burkitt, penyakit Hodgkin, leiomiosarkoma pada pasien imunokompromais, dan penyakit
limfoproliferatif EBV, terutama pada pasien pasca transplantasi dengan AIDS.
Limfadenitis yang disebabkan oleh mikobakteri nontuberkulosa memiliki prognosis
baik, operasi eksisi dari limfadenitis servikal yang disebabkan oleh mikobakteri
nontuberkulosa memberikan kesembuhan pada 97% kasus.

23

Anda mungkin juga menyukai