Anda di halaman 1dari 26

Referat

ASFIKSIA

Disusun Oleh :

Deassy Bustami (16174001)

Destri Sanghadwi (16174021)

Rizki Rahmat (16174061)

Pembimbing :

dr. Netty Herawati, M.Ked (For), Sp.F

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA LANGSA
TAHUN 2016/2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Referat dengan judul

“ASFIKSIA”. Dengan penyusunan Laporan ini, saya banyak mendapatkan

bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu saya ingin mengucapkan

terima kasih yang tak terhingga kepada:

dr. Netty Herawati, M.Ked (For), Sp.F yang telah memberikan banyak bimbingan

yang sangat bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan Referat ini.

Saya menyadari bahwa pembuatan Laporan Kasus ini masih jauh dari kata

sempurna sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya

harapkan. Demikianlah semoga Referat ini bermanfaat.

Langsa, 18 April 2017

1
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................. 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2

BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................

2.1 Definisi ..................................................................................................... 4

2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 4

2.3 Etiologi ..................................................................................................... 4

2.4 Anatomi ................................................................................................... 7

2.5 Patofisiologi ............................................................................................. 9

2.6 Asfiksia Dalam Forensik ...................................................................... 17

BAB III. KESIMPULAN .................................................................................... 24

BAB IV. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 25

2
BAB I

PENDAHULUAN

Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi

gangguan dalam pertukaran udara pernapasan yang normal. Gangguan tersebut

dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan gangguan

yang diakibatkan karena terhentinya sirkulasi. Kedua gangguan tersebut akan

menimbulkan suatu keadaan dimana oksigen dalam darah berkurang (hipoksia)

yang disertai dengan peningkatan kadar karbondioksida (hiperkapnea).1,2

Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan “mati lemas”.

Sebenarnya pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat, sebab kata asfiksia ini berasal

dari bahasa Yunani, menyebutkan bahwa asfiksia berarti “absence of pulse” (

tidak berdenyut), sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi sebenarnya

masih dapat berdenyut untuk beberapa menit setelah pernapasan berhenti. Istilah

yang tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau hipoksia.3,4

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi gangguan

dalam pertukaran udara pernapasan yang normal. Gangguan tersebut dapat

disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran pernapasan dan gangguan yang

diakibatkan karena terhentinya sirkulasi.1

2.2 EPIDEMIOLOGI

Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter.

Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu - lintas dan trauma mekanik.2

2.3 ETIOLOGI

a. Alamiah

Misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laringitis

difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.

b. Mekanik

Kejadian ini sering dijumpai pada keadaan hanging, drowning, strangulation

dan sufocation. Obstruksi mekanik pada saluran pernapasan oleh :

 Tekanan dari luar tubuh misalnya pencekikan atau penjeratan

 Benda asing

4
 Tekanan dari bagian dalam tubuh pada saluran pernapasan, misalnya

karena tumor paru yang menekan saluran bronkus utama

 Edema pada glotis

Asfiksia mekanik juga bisa karena trauma yang mengakibatkan emboli

udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral, sumbatan pada saluran nafas

dan sebagainya.

Kerusakan akibat asfiksia (asphyxial injuries) dapat disebabkan oleh

kegagalan sel-sel untuk menerima atau menggunakan oksigen. Kehilangan

oksigen dapat terjadi parsial (hipoksia) atau total (anoksia). Asphyxial injuries

dapat dibagi menjadi empat kategori umum, yaitu:2

1. Suffocation (kekurangan napas).

Kekurangan napas atau kegagalan oksigen untuk mencapai darah dapat

terjadi akibat kurangnya kadar oksigen di lingkungan sekitar atau

terhalangnya saluran napas eksternal. Contoh klasik dari tipe asfiksia ini

adalah anak kecil yang terjebak di lemari es dan pada kasus pembunuhan

yang dilakukan dengan menutup kepala korban dengan plastik. Pengurangan

kadar oksigen sampai pada level 16% adalah keadaan yang cukup

membahayakan.

Suffocation juga terjadi pada choking. Diagnosis dan penatalaksanaan

dalam choking asphyxiation (obstruksi pada saluran napas internal)

tergantung pada lokasi dan pengeluaran benda yang menyebabkan obstruksi.

5
Suffocation dapat juga terjadi karena kompresi pada daerah dada atau

abdomen yang dapat menghalangi pergerakan respirasi normal.

2. Strangulation (pencekikan)

Pencekikan menyebabkan penekanan dan penutupan pembuluh darah dan

jalan napas oleh karena tekanan eksternal (luar) pada leher. Hal ini

menyebabkan hipoksia atau anoksia otak sekunder menyebabkan perubahan

atau terhentinya aliran darah dari dan ke otak. Dengan hambatan komplit

pada arteri karotis, kehilangan kesadaran dapat terjadi dalam 10-15 detik.

3. Hanging ( penggantungan )

Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat tersumbatnya saluran nafas,

kongesti vena sampai menyebabkan perdarahan di otak, iskemis serebral

karena sumbatan pada arteri karotis dan vertebralis, syok vagal karena

tekanan pada sinus karotis yang mengakibatkan jantung berhenti berdenyut,

dan fraktur atau dislokasi tulang vertebra cervicalis 2 dan 3 yang menekan

medulla oblongata dan mengakibatkan terhentinya pernafasan.

4. Drowning (tenggelam)

Suatu keadaan dimana terjadi asfiksia yang menyebabkan kematian akibat

udara atmosfer tidak dapat masuk ke dalam saluran pernapasan, karena

sebagian atau seluruh tubuh berada dalam air sehingga udara tidak mungkin

bisa memasuki saluran pernapasan.

6
c. Keracunan

Paralisis sistem respirasi karena adanya penekanan pada otak. Bahan yang

menimbulkan depresi pusat pernafasan misalnya barbiturat, narkotika.

2.4 ANATOMI SISTEM PERNAPASAN8

Struktur sistem pernapasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Upper respiratory tract yang meliputi hidung dan rongga mulut, faring, laring,

dan trakea. Upper respiratory tract memiliki area permukaan yang luas, kaya

akan suplai darah, dan epitel yang menyusunnya adalah epitel respirasi yang

dilapisi oleh mukus. Di dalam hidung terdapat rambut yang berfungsi sebagai

penyaring. Fungsi dari upper respiratory tract adalah menghangatkan,

melembabkan, dan menyaring udara sehingga udara tersebut sesuai dengan

kondisi di bagian distal dari lower respiratory tract.

b. Lower respiratory tract yang terdiri atas bagian bawah trakea, dua bronkus

primer dan paru-paru. Struktur ini terletak di rongga toraks.

7
Paru-paru adalah organ pertukaran udara dan bertindak sebagai tempat

aliran udara dan tempat pertukaran dari oksigen masuk ke dalam darah dan karbon

dioksida keluar dari dalam darah, dalam hal ini darah berada di kapiler alveolus

dan pertukaran tersebut melewati membran kapiler alveolus. Paru-paru terdiri atas

saluran udara, pembuluh darah, saraf dan limfe yang disokong oleh jaringan

parenkim. Di dalam paru-paru, bronkus primer dibagi menjadi lebih kecil dan

kecil lagi sampai mencapai the end respiratory unit (acinus).

Paru-paru,dinding dada, dan mediastinum ditutupi oleh dua lapisan

epitelium yang disebut sebagai pleura. Lapisan peura terdalam yang meutup

parenkim paru-paru disebut pleura viseral dan lapisan pleura terluar yang lebih

dekat dengan dinding dada disebut pleura parietalis. Diantara pleura tersebut

terdapat cairan yang berfungsi sebagai lubricant dan memudahkan pengembangan

paru-paru saat bernapas.

8
2.5 PATOFISIOLOGI

Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan asfiksia adalah sebagai berikut:3

a. Gangguan pertukaran udara pernapasan.

b. Penurunan kadar oksigen (O2) dalam darah (hipoksia).

c. Peningkatan kadar karbondioksida (CO2) dalam darah (hiperkapnea).

d. Penurunan suplai oksigen (O2) ke jaringan tubuh.

Kerusakan akibat asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel menerima atau

menggunakan oksigen. Kegagalan ini diawali dengan hipoksemia. Hipoksemia

adalah penurunan kadar oksigen dalam darah. Manifestasi kliniknya terbagi dua

yaitu hipoksia jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh. Tingkat kecepatan

rusaknya jaringan tubuh bervariasi. Yang paling membutuhkan oksigen adalah

sistem saraf pusat dan jantung. Terhentinya aliran darah ke korteks serebri akan

menyebabkan kehilangan kesadaran dalam 10-20 detik. Jika PO2 jaringan

dibawah level kritis, metabolisme aerob berhenti dan metabolisme anaerob

berlangsung dengan pembentukan asam laktat.3

Tanda dan gejala hipoksemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu akibat

ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi mekanisme

kompensasi. Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit manifestasi yaitu gangguan

ringan dari status mental dan ketajaman penglihatan, kadang-kadang

hiperventilasi. Hal ini karena saturasi Hb masih sekitar 90% ketika PO2 hanya 60

mmHg.2

9
Hipoksemia yang lebih berat bisa menyebabkan perubahan kepribadian,

agitasi, inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa sampai stupor dan koma.

Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan takikardi, kulit

menjadi dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer), diaphoresis dan peningkatan

ringan dari tekanan darah. Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan

konvulsi, perdarahan retina dan kerusakan otak permanent. Hipotensi dan

bradikardi biasanya merupakan stadium preterminal pada orang dengan

hipoksemia, mengindikasikan kegagalan mekanisme kompensasi.3

Kehilangan oksigen bisa bersifat parsial (hipoksia) atau total

(anoksia). Hipoksia dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel gagal

untuk dapat melangsungkan metabolisme secara efisien. Dahulu untuk keadaan ini

disebut anoksia yang setelah dipelajari ternyata pemakaian istilah anoksia itu

sendiri tidak tepat. Dalam kenyataan seahri-hari merupakan gabungan dari 4

kelompok. Kelompok tersebut adalah:1,4

a. Hipoksik-hipoksia (dahulu anoksik-anoksia)

Keadaan dimana oksigen tidak dapat masuk aliran darah atau tidak cukup bisa

mencapai aliran darah , misalnya pada orang-orang yang menghisap gas inert,

berada dalam tambang atau pada tempat yang tinggi dimana kadar oksigen

berkurang.

b. Stagnan-hipoksia (dahulu stagnant circulatory anoxia)

Terjadi karena gangguan sirkulasi darah (embolism)

10
c. Anemik-hipoksia (dahulu anemic anoxia)

Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup. Bisa karena volume

darah yang kurang

d. Histotoksik-hipoksia (dahulu histotoxic tissue anoxia)

Pada keadaan ini sel-sel tidak dapat mempergunakan oksigen dengan baik, hal

ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

1. Extra celluler: system enzim oksigen terganggu. Misalnya pada keracunan

HCN, barbiturate dan obat-obat hypnotic. Pada keracunan HCN,

cytochrome enzim hancur sehingga sel-sel mati. Sedangkan barbiturate dan

hypnotic hanya sebagian system cytochrome enzim yang terganggu, maka

jarang menimbulkan kematian sel kecuali pada overdosis.

2. Intra celluler: terjadi karena penurunan permeabilitas sel membrane, seperti

yang terjadi pada pemberian obat-obat anesthesia yang larut dalam lemak

(chloroform, ether, dll)

3. Metabolit: sisa-sisa metabolisme tidak bisa dibuang, misalnya pada uremia

dan keracunan CO2

4. Substrat: bahan-bahan yang diperlukan untuk metabolisme kurang.

Misalnya pada hipoglikemia.

11
Terdapat empat fase dalam asfiksia, yaitu:3

a. Fase Dispneu.

Pada fase ini terjadi penurunan kadar oksigen dalam sel darah merah dan

penimbunan CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medulla

oblongata. Hal ini membuat amplitude dan frekuensi pernapasan meningkat,

nadi cepat, tekanan darah meninggi, dan mulai tampak tanda-tanda sianosis

terutama muka dan tangan.

b. Fase Konvulsi.

Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan

saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula kejang berupa

kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul

spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun,

tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang

lebih tinggi dalam otak akobat kekurangan O2.

c. Fase Apneu.

Pada fase ini, terjadi depresi pusat pernapasan yang lebih hebat. Pernapasan

melemah dan dapat berhenti, kesadaran menurun,dan akibat dari relaksasi

sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urine, dan tinja.

12
d. Fase Akhir.

Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah

kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut

beberapa saat setelah pernapasan berhenti. Masa dari saat asfiksia timbul

sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5

menit.

Fase 1 dan 2 berlangsung ±3-4 menit. Hal ini tergantung dari tingkat

penghalangan O2. Bila penghalangan O2 tidak 100 %, maka waktu kematian akan

lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

Stadium asfiksia adalah :1

a. Stadium pertama.

Gejala yang terjadi pada stadium ini adalah pernapasan dirasakan berat.

Kadar CO2 yang meningkat menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan

dalam (frekuensi pernapasan meningkat), nadi menjadi cepat, tekanan darah

meningkat, muka dan tangan menjadi agak biru.

b. Stadium kedua.

Gejala yang terjadi adalah pernapasan menjadi sukar, terjadi kongesti di vena

dan kapiler sehingga terjadi perdarahan berbintik-bintik (petechie), kesadaran

menurun, dan timbul kejang.

13
c. Stadium ketiga.

Gerakan tubuh terhenti, pernapasan menjadi lemah dan lama kelamaan

berhenti, pingsan, muntah, pengeluaran kencing dan tinja, dan meninggal

dunia. Korban laki-laki dapat mengeluarkan mani dan korban

wanita mengeluarkan darah dari vagina.

Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua

golongan :1,2

a. Primer ( akibat langsung dari asfiksia )

Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe

dari asfiksia. Sel - sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2. Apa yang

terjadi pada sel yang kekurangan O2 belum dapat diketahui, tapi yang dapat

diketahui adanya perubahan elektrolit dimana kalium meninggalkan sel dan

diganti natrium mengakibatkan terjadinya retensi air dan gangguan

metabolisme. Di sini sel - sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan

glial. Akson yang rusak akan mengalami pertumbuhan (sprouting) pada kedua

ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut. Akan tetapi hal ini tidak

mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus, karena terhalang

oleh jaringan parut yang terdiri dari sel glia.

Bila orang yang mengalami kekurangan anoksia dapat hidup beberapa hari

sebelum meninggal perubahan tersebut sangat khas pada sel - sel serebrum,

serebelum dan ganglia basalis. Akan tetapi bila orangnya meninggal cepat,

maka perubahannya tidak spesifik dan dapat dikaburkan dengan gambaran

14
postmortem autolisis. Pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru - paru,

hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan O2 langsung atau

primer tidak jelas.

b. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari

tubuh) Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang

rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena

meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk

kerja jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan

cepat. Keadaan ini didapati pada :

1. Penutupan mulut dan hidung ( pembekapan )

2. Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan

korpus alienum dalam saluran nafas atau pada tenggelam karena cairan

menghalangi udara masuk ke paru – paru.

3. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan ( traumatic

asphyxia )

15
4. Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat

pernafasan, misalnya pada keracunan.

2.6 ASFIKSIA DALAM FORENSIK4

Dalam bidang forensik ada beberapa keadaan atau jenis asfiksia yang sering

dijumpai. Biasanya brkaitan dengan hambatan saluran nafas secara mekanik atau

disebut juga asfiksia mekanik. Asfiksia mekanik dibidang forensik yang sering

dijumpai :

a. Pembekapan

Pembekapan (Smoothering) adalah asfiksia yanh terjadi karena ditutupnya

saluran nafas bagian luar yaitu hidung dan mulut korban sekaligus. Biasanya

dilakukan terhadapa korban yang lemah atau tidak berdaya. Bisa dilakukan

dengan telapak tangan ataumemakai benda lain seperti kain, handuk, bantal,

16
plester lebar, menekan muka korban kekasur dan lain-lain. Dapat juga terjadi

karena kecelakaan pada anak karena tertindih bantal atau tertindih buah dada

karena ketiduran waktu meyusukan bayi. Walaupun jarang, dapat juga terjadi

bunuh diri dengan cara mengikatkan gulungan kain atau bantal menutup muka.

Tanda post mortem yang dijumpai adanya tanda-tanda perbendungan, muka

bengkak (congested), bintik perdarahan pada bola dan kelopak mata (tardeou’s

spot), mata melotot dan sianose pada bagian akral tubuh seperti kuku, bibir,

hidung dan kuping, luka ;lecet dan hematoma karena tekanan dalam bibir.

Pada pembunuhan, bila digunakan tenaga lebih dari seperlunya, di dapati

luka lecet disekitar ulut dan hidung. Tetapi dipakai bahan yang halus atau muka

korban dibalikkan ke kasur makan tanda-tanda kekerasan seperti lecet mungkin

sedkiti atau tidak didapatakan sama sekali. Sebab kematian, murni karena

kekurangan oksigen.

b. Penyumbatan saluran nafas (gagging dan choking)

Sumbatan saluran nafas bagian atas oleh benda asing. Pada gagging

sumbatan pada orofaring, mulut di sumpal dengan kain, sedangkang pada choking

sumbatan pada laringofaring. Ini sering pada anak-anak karena tertelan bonbon,

kacang dan lain-lain. Jenis asfiksia ini jarang ditemukan, kecuali pada

pembungkaman korban dengan penyumpalan mulut dengan kain, begitu juga pada

pembuhunan anak.

17
Tanda post mortem yang penting adalah tanda-tanda asfiksia dan adanya

benda asing didalam mulut. Benda asing bisa berupa potingan kain, kertas koran,

tissue, saputangan, gigi palsu, dan sebagainya.

c. Tekanan Pada Daerah Leher

1. Pengaruh Berat Badan (Mati Gantung,Hanging)

Walaupun sebab kematian mati gantung adalah karena asfiksia, tetapi

sering disertai sebab yang lain yaitu tekanan pada pembuluh darah (arteri

maupun vena) dileher dan reflek inhibisi vagal. Yang paling sering adalah

campuran asfiksia dengan sumbatan pembuluh darah. Dengan demikian

sebab kematian bisa terjadi karena :

- Asfiksia karena tersumbatnya saluran pernafasan

- Kongesti vena sampai menyebabkan perdarahan otak

- Iskemi serebral karena sumbatan pada arteri karotis dan arteri vertebralis

- Syok vagal, karena tekanan pada sinus carotis menyebabkan jantung

berhenti berdenyut

- Fraktur atau dislokasi tulang vertebral servicalis II dan III.

Tanda post mortem sangat berhubungan dengan penyebab kematian

atau tekanan di leher. Kalau kematian terutama akibat sumbatan pada

saluran nafas maka dijumpai tanda-tanda asfiksia, respiratori distress,

sianose dan fase akhir konvulsi lebih menonjol. Bila kematian karena

tekanan pembuluh darah vena, maka sering didapati tanda-tanda

perbendungan dan perdarahan (ptekia) di konjungtiva bulbi, okuli, dan di

otak bahkan sampai ke kulit muka. Bila tekanan lebih besar sehingga dapat

18
menutup arteri, maka tanda-tanda kekurangan darah di otak lebih menonjol

yang menyebabkan gangguan pada sentra respirasi, dan berakibat gagal

nafas. Tekanan pada sinus carotis menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti

dengan tanda-tanda post mortem yang minimal. Tanda-tanda diatas jarang

berdiri sendiri, tetapi umumnya akan didapai tanda-tanda gabungan.

2. Tenaga Dari Luar

- Penjeratan (Strangulation)

Penjeratan adalah terhalangnya udara masuk kesaluran pernafasan

akibat adanya tenaga dari luar. Disini tidak ada pengaruh berat badan

seperti pada Haging. Terdapat beberapa tipe :

1. Penjeratan dengan tali

2. Dicekik (manual strangulation)

3. Di tekan leher dengan bahan selain tali (misalnya potongan kayu,

lengan)

4. Mungging, leher di tekan dengan lutut atau siku.

Sebab kematian sering terjadi karena kombinasi beberapa sebab

berikut :

1. Asfiksia karean saluran nafas tertutup.

2. Venous Congestion, aliran arteri masih masuk keotak, sementara

aliran vena tertutup.

3. Iskemik otak, darah arteri tidak mengalir lagi keotak.

4. Reflek vagal.

19
Pada pemeriksaan luar post mortem didapatkan bekas jeratan dileher

berwarna merah kecoklatan, bersambung dibawah atau setentang

cartilago thyroid, lecet disekitar jeratan karena perlawanan korban,

kadang-kadang ada vesikel halus. Ini menunjukkan korban menunjukkan

korban masih hidup waktu dijerat. Warna bekas jeratan terlihat

kemerahan karena tali segera di lepas atau longgar setelah korban di

jerat. Bila tetap terjerat dalam waktu lama, bisa didapati warna bekar

jeratan kecoklatan seperti kertas perkamen. Kematian biasanya

berlangsung lebih lama dari hanging, karean koran memeberi

per;lawanan dengan menengangkan leher, sehingga proses kematian

berlangsung lama. Itu sebabnya tanda-tanda asfiksia pada penjeratan

lebih jelas terlihat. Muka terlihat membengkak dan membiru, mata

melotot, begitu juga lidah menjulur. Bintik perdarahan pada kening,

temporal, kelopak dan bolam mata lebih jelas. Bisa didapati keluar feses

dan urine. Bila terdapat kejang mayat, maka perhatikan apakan ada benda

yang di genggam seperti rambut, kancing, atau robekan baju pelaku, hal

ini penting unutk mengetahui siapa pelaku kejatahan.

Pada pemeriksaan dalam post mortem paling penting pemeriksaan

daerah leher dimana terdapat lebam di setentang dan sekitar penjeratan.

Di jumpai fraktur tulang krikoid dan tulang rawan treakea lainnya.

Mukosa laring dan trakea menebal dan berwarna merah, kadang disertai

perdarahan kecil. Paru-paru congested dengan tanda-tanda

20
perbendungan, Tardiu’s Spot, begitu juga tanda perbendungan pada

organ lain.

- Pencekikan

Sebab kematian dan mekanisme kematian sedikit berbeda dengan

strangulasi dengan tali, karena disini penyebab kematian lebih sering

karena asfiksia. Kongesti otak atau iskemi otak jarang terjadi karen aliran

darah tidak tertutup total. Tanda post mortem yang khas adalah di dapati

adanya bekas jari tangan pada banyak tempat di leher korban.

- Sufokasi (Suffocation)

Sufokasi terjadi karena kekurangan atau ketiadaan O2. Bias terjadi

karena korban berada dalam ruangan kecil tertutup atau kepala

dimasukkan dalam kantung plastik tertutup yang di ikat di bagian leher.

Kasus sufokasi sering terjadi pada anak-anak yang segaja bersembunyi

dalam lemari es atau korban masuk kedalam selokan yang pengap atau

sumur yang kering. Bisa juga terjadi bila berada di pegunungan dimata

tekanan oksigen sangat rendah. Sufokasi adalah bentuk asfiksia murni.

d. Tersumbat Oleh Cairan (Tenggelam, Drowning)

Tenggelam adalah bentuk kematian akibat asfiksia karena terhalangnya

udara masuk kedalam saluran pernafasan disebabkan tersumbat oleh cairan.

Terhalangnya udara masuk ke paru-paru, tidak perlu orang harus terbenam ke air,

tetapi tertutup saluran nafas atas oleh cairan cukup untuk membuatnya mati

tenggelam.

21
Kematian karean tenggelam bisa melalui berbagai proses, maka tenggelam

dibedakan atas beberapa tipe :

1. Dry Drowning, mati tenggelam tanpa ada air di saluran pernafasan.

Mungkin karena spasme laring atau inhibisi vagal yang mengakibatkan

jantung berhenti berdenyut sebelum korban teggelam. Ini dikenal sebagai

Drowning tipe I.

2. Wet Drowning, tenggelam dalam pengertian sehari-hari baik di air tawar

(Drowning tipe IIa) maupun air asin (Drowning tipe IIb).

3. Immersion Syndrom, mati tenggelam karena masuk ke air dingin yang

menyebabkan inhibisi vagal.

4. Secondary Drowning, tidak sesungguhnya mati tenggelam, tetapi mati

sesudah dirawat akibat tenggelam. Tetapi ada hubungannya dengan kelainan

paru akibat tenggelam (infeksi atau edema)

Sebab kematian seperti dijelaskan ada berbagai tipe tenggelam, maka sebab

kematian tenggelam juga terjadi karena berbagai bentuk :

1. Asfiksia, karena spasme laring.

2. Fibrilasi, vuntrikuler karena tenggelam di air tawar.

3. Oedem Paru, karena tenggelam di air asin.

4. Inhibisi Vagal karena reflek.

Tanda post mortem pada pemeriksaan luar terdapat tanda-tanda asfiksia

sepertia sianose pada kuku dan bibir. Mata merah karena perdarah

subkonjungtiva, dari mulut dan hidung terdapat buih halus yang sukar pecah,

22
kadang menjulur seperti lidah. Lebam mayat lebih banyak di bagian kepala, muka

dan leher (karena posisi kepala di air lebih rendah). Bila di dapati kejang mayat

(kadaverik spasme) tangan menggenggam rumput atau kayu merupakan bukti

kuat korban masih hidup waktu masih masuk ke air. Bila korban lama di dalam air

bisa didapati telapak tangan dan kaki putih mengkerut seperti tukang cuci

(Washer Womens Hand). Kadang didapti kulit kasar seperti kulit bebek (Cutis

anserine) tapi tidak patoknomonis karena itu terbentuk akibat kontraksi m.erector

pilli karena dingin atau proses kaku mayat.

Pada pemeriksaan dalam post mortem penting untuk memeriksa adanya

lumpur, pasie halus, dan bnda asibg lainnya dalam mulat dan saluran nafas, lumen

laring, trakea, dan bronchus sam ke cabang-cabangnya. Pada rongga mulut dan

saluran pernafasan berisi buih halus yang mungkin bercampur dengan lumpur.

Para-paru tanpak lebih besar Voluminous dan Oedematous apalagi tenggelam di

air laut, dengan cetakan iga di permukaan paru. Pada perabaan kenyal ada piting

Oedema, bila di potong dan di peras tampak banyak biuh. Darah lebih gelap dan

encer. Jantung kanan berisi darah dan di bagian kiri kosong.

Pada pemeriksaan Laboratorium untuk mendapatkan adanya diatom dapat di

lakukan dengan test destruksi. Begitu juga bilas paru untuk mendapatkan adanya

pasir atau telur cacing bila air contaminasi dengan feses.

23
BAB III

KESIMPULAN

Pada asfiksia terjadi kekurangan oksigen yang bisa diakibatkan oleh karena

adanya gangguan akibat obstruksi saluran penapasan maupun akibat terhentinya

sirkulasi. Terjadi kegagalan oksigen untuk mencapai sel-sel tubuh sehingga

terjadi kekurangan O2 dan kelebihan CO2 . Asfiksia bisa terjadi karena

penyebab yang wajar atau tidak wajar. Penyebab tidak wajar misalnya pada patah

tulang panjang sehingga bisa terjadi emboli lemak dan tersangkut di paru, udara

yang terhalang paksa karena starngulasi, suffokasi, asfiksia traumatik ataupun

drowning. Penyebabnya bisa ditentukan dengan melihat hasil pemeriksaan

postmortem.1,4

24
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.

2002.p: 170

2. Leonardo. Asfiksia Forensik. Bagian Ilmu Forensik RSU Dr. Pirngadi

Medan. [cited July 20017][online April 2017]. Available

at: www.kabarindonesia.com

3. Apuranto H, Asphyxia. In: Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.2007.p:71-99

25

Anda mungkin juga menyukai